dnl
DESCRIPTION
DNLTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem lakrimal terdiri dari glandula lakrimal dan saluran lakrimal. Glandula lakrimal
yang berada di atas bola mata ini menghasilkan air mata yang berfungsi untuk membasahi
dan mengkilapkan permukaan kornea, menghambat pertumbuhan mikroorganisme, dan
memberikan nutrisi pada kornea.
Air mata ini akan mengalir melewati mata dan kemudian ke duktus lakrimal. Lubang
kecil dari tiap ujung palpebra medial merupakan pintu gerbang untuk masuknya air mata ke
saluran lakrimal, yang kemudian ke sakus lakrimal yang ada pada sisi hidung dan diteruskan
ke duktus lakrimal dan kemudian ke dalam hidung.
Ketika saluran lakrimal ini tersumbat atau dakriostenosis, air mata akan menggenang
di dalam mata dan jatuh ke pipi. Air mata yang tersumbat pada sistem lakrimal juga akan
menyebabkan infeksi dan mencetuskan serangan ulang mata merah. Keadaan ini juga akan
menyebabkan perubahan kulit dari pelpebra inferior karena terus berkontak dengan air mata.
Untuk mencegah terjadinya efek yang lebih buruk dari tersumbatnya saluran lakrimal
ini, maka pengobatan harus segera dilakukan. Pada anak – anak yang saluran lakrimalnya
tidak berkembang dengan baik dapat dilakukan pemijatan beberapa kali sampai saluran
terbuka.Jika tidak berhasil, dapat dilakukan probing yang memerlukan anastesi. Pada orang
dewasa, penyebab dari penyumbatan harus diketahui dan ditatalaksana sesuai kasusnya.
Operasi biasanya diperlukan agar saluran lakrimal kembali normal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimalis
Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan
drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur
pembentuk cairan air mata. Sistem eksresi mulai pada punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal,
sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior. Cairan air mata disebarkan di atas
permukaan mata oleh kedipan mata.
Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandula lakrimalis aksesorius,
kanalikuli, punctum lakrimalis, sakkus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.
Gambar 2.1 Anatomi sistem lakrimalis
Secara embriologis, glandula lakrimalis dan glandula lakrimalis assessorius berkembang dari
epitel konjungtiva. Sistem lakrimasi glandula yang berupa kanalikuli, sakkus lakrimalis dan
duktus nasolakrimalis juga merupakan turunan ectoderm permukaan yang berkembang dari
korda epitel padat yang terbenam di antara prosessus maksilaris dan nasalis dari struktur-
struktur muka yang sedang berkembang. Korda ini terbentuk salurannya sesaat sebelum lahir.
Duktus nasolakrimalis biasanya terbentuk salurannya pada usia 8 bulan usia janin, tapi pada
umumnya penundaan dalam proses perkembangan yang dapat mengakibatkan sisa jaringan
membran atau stenosis pada setiap tingkat dalam sistem nasolakrimal - dari kanalikuli ke
ujung dari duktus nasolacrimal bawah. Persistent membran di bagian bawah duktus
nasolakrimal terjadi di hingga 70% dari neonatus (dacryostenosis). Namun, hanya 2-4% dari
bayi yang baru lahir menunjukkan gejala klinis penyumbatan saluran nasolakrimal.
a. Sistem Sekresi Air Mata
Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi basal air mata
perhari diperkirakan berjumlah 0,75-1,1 gram dan cenderung menurun seiring dengan
pertambahan usia. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang
terletak di fossa lakrimalis pada kuadran temporal di atas orbita. Kelenjar yang berbentuk
seperti buah kenari ini terletak didalam palpebra superior. Setiap kelenjar ini dibagi oleh
kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra
yang lebih kecil. Setiap lobus memiliki saluran pembuangannya tersendiri yang terdiri dari
tiga sampai dua belas duktus yang bermuara di forniks konjungtiva superior. Sekresi dari
kelenjar ini dapat dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir
berlimpah melewati tepian palpebra (epiphora).
Persarafan pada kelenjar utama berasal nukleus lakrimalis pons melalui nervus
intermedius dan menempuh jalur kompleks dari cabang maksilaris nervus trigeminus.
Kelenjar lakrimal tambahan, walaupun hanya sepersepuluh dari massa utama, mempunya
peranan penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama yang
menghasilkan cairan serosa namun tidak memiliki sistem saluran. Kelenjar-kelenjar ini
terletak di dalam konjungtiva, terutama forniks superior. Sel goblet uniseluler yang tersebar
di konjungtiva menghasilkan glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea
Meibom dan Zeis di tepian palpebra memberi substansi lipid pada air mata. Kelenjar Moll
adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film prekorneal (Sullivan,
1996 dan Kanski, 2003).
Glandula lakrimalis terdiri dari struktur berikut :
1. Bagian orbita berbentuk kenari yang terletak di dalam fossa lakrimalis di segmen
temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis
dari muskulus levator palpebra.
2. Bagian palpebra yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal dari forniks
konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimalis, yang bermuara melalui kira-kira
10 lubang kecil, menghubungkan bagian orbital dan palpebral glandula lakrimalis
dengan forniks konjungtiva superior. Pembuangan bagian palpebra dari kelenjar
memutuskan semua saluran penghubung dan dengan demikian mencegah kelenjar itu
bersekresi. Glandula lakrimalis assesorius (glandula Krause dan Wolfring) terletak di
dalam substansia propia di konjungtiva palpebrae.
b. Sistem Ekskresi Air Mata
Sistem ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting – mulai di lateral,
menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke dalam sistem
ekskresi pada aspek medial palpebra. Setiap kali mengedip, muskulus orbicularis okuli akan
menekan ampula sehingga memendekkan kanalikuli horizontal. Dalam keadaan normal, air
mata dihasilkan sesuai dengan kecepatan penguapannya, dan itulah sebabnya hanya sedikit
yang sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan masuk ke
punkta sebagian karena hisapan kapiler.
Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang mengelilingi ampula
mengencang untuk mencegahnya keluar. Secara bersamaan, palpebra ditarik ke arah krista
lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya
kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif pada sakus. Kerja pompa dinamik mengalirkan
air mata ke dalam sakus, yang kemudian masuk melalui duktus nasolakrimalis – karena
pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan – ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-
lipatan mirip-katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata dan
udara. Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah “katup” Hasner di ujung distal
duktus nasolakrimalis (Sullivan, 1996). Berikut adalah ilustrasi dari sistem ekskresi air mata
yang berhubungan dengan fungsi gabungan dari muskulus orbikularis okuli dan sistem
lakrimal inferior (Wagner, 2006).
Gambar 2.2 Sistem Ekskresi Lakrimalis
c. Air Mata
Permukaan bola mata yang terpapar dengan lingkungan dijaga tetap lembab oleh air
mata. Air mata tersebut disekresikan oleh aparatus lakrimalis dan disertai dengan mukus dan
lipid oleh organ sekretori dari sel-sel pada palpebra serta konjungtiva. Sekresi yang
dihasilkan inilah yang disebut sebagai film air mata atau film prekorneal. Analisis kimia dari
air mata menunjukkan bahwa konsentrasi garam didalamnya mirip dengan komposisi di
dalam plasma darah.
Selain itu, air mata mengandung lisozim yang merupakan enzim yang memiliki
aktivitas sebagai bakterisidal untuk melarutkan lapisan luar bakteria (Encyclopædia
Britannica, 2007). Walaupun air mata mengandung enzim bakteriostatik dan lisozim,
menurut Sihota (2007), hal ini tidak dianggap sebagai antimikrobial yang aktif karena dalam
mengatasi mikroorganisme tersebut, air mata lebih cenderung memiliki fungsi mekanik yaitu
membilas mikroorganisme tersebut dan produk-produk yang dihasilkannya.
K+, Na+, dan Cl- terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi dalam air mata dari dalam
plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea (0,04 mg/dL) dan
perubahannya dalam konsentrasi darah akan diikuti perubahan konsentrasi glukosa dan urea
air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35, meski ada variasi normal yang besar (5,20-8,35).
Dalam keadaan normal, cairan air mata adalah isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi
dari 295 sampai 309 mosm/L (Whitcher, 2000). Berikut adalah ilustrasi dari elektrolit,
protein dan sitokin dalam komposisi air mata (Pflugfelder, S.C., 2004).
Gambar 2.3 Komposisi Air Mata
Air mata akan disekresikan secara refleks sebagai respon dari berbagai stimuli.
Stimulus tersebut dapat berupa stimuli iritatif pada kornea, konjungtiva, mukosa hidung,
stimulus pedas yang diberikan pada mulut atau lidah, dan cahaya terang. Selain itu, air mata
juga akan keluar sebagai akibat dari muntah, batuk dan menguap. Sekresi juga dapat terjadi
karena kesedihan emosional. Kerusakan pada nervus trigeminus akan menyebabkan refleks
sekresi air mata menghilang. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemberian kokain pada
permukaan mata menyebabkan penghambatan hantaran pada ujung nervus sensoris yang
mengakibatkan penghambatan refleks sekresi mata (bahkan ketika mata dipaparkan pada gas
air mata yang poten). Jalur aferen pada hal ini adalah nervus trigeminus, sedangkan eferen
oleh saraf autonom, dimana bahagian parasimpatis dari nervus fasialis yang memberikan
pengaruh motorik yang paling dominan. Oleh sebab itu, pemberian obat yang
parasimpatomimetik (seperti asetilkolin) dapat meningkatkan sekresi sedangkan pemberian
obat antikolinergik (atropin) akan menyebabkan penurunan sekresi. Refleks sekresi air mata
yang berlebihan dapat diinterpretasikan sebagai respon darurat. Pada saat lahir, inervasi pada
aparatus lakrimalis tidak selalu sempurna, hal ini menyebabkan neonatus sering menangis
tanpa sekresi air mata (Encyclopædia Britannica, 2007).
Air mata mengalir dari lacuna lakrimalis melalui pungtum superior dan inferior dan
kanalikule ke sakkus lakrimalis yang terletak di dalam fossa lakrimalis. Duktus
nasolakrimalis berlanjut ke bawah dari sakkus lakrimasi dan bermuara ke dalam meatus
inferior dari rongga nasal . Air mata diarahkan ke dalam pungtum oleh isapan kapiler , gaya
berat, dan berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat, dan
kerja memompa dari otot Horner yang merupakan perluasan muskulus orbikularis okuli ke
titik di belakang sakkus lakrimalis, semua cenderung meneruskan air mata ke bawah melalui
duktus nasolakrimalis ke dalam hidung.
2.2 Obstruksi Duktus Nasolakrimal (Dakriostenosis)
2.2.1. Definisi
Dakriostenosis adalah striktur atau penyempitan duktus lakrimalis yang dapat terjadi
baik karena kelainan kongenital atau karena infeksi atau trauma. Penyempitan abnormal dari
duktus nasolakrimal, baik karena kelainan kongenital atau karena infeksi atau trauma.
Dakriosistorinostomi mungkin diperlukan untuk mengkoreksi keadaan ini.
2.2.2. Epidemiologi
Obstruksi Duktus Lakrimal Kongenital terdapat pada 50 % neonatus, namun pada
banyak kasus akan membuka spontan setelah 4 – 6 minggu kelahiran. Pada 2-6% bayi umur
3 – 4 minggu akan menetap dan bermanisfestasi, 1/3 nya bersifat bilateral. Sembilan puluh
persen kasus akan hilang sendiri pada satu tahun pertama kehidupan.
Obstruksi duktus lakrimal murni atau dakriostenosis lebih sering terjadi pada orang
tua, 3% dari pasien yang ke klinik dipikirkan berhubungan dengan masalah ini.
Dakriostenosis yang didapat merupakan masalah pada orang tua dimana wanita 4x lebih
sering terjadi dibandingkan laki – laki.
2.2.3. Etiologi
Dalam keadaan normal, air mata dari permukaan mata dialirkan ke dalam hidung
melalui duktus nasolakrimalis. Jika saluran ini tersumbat, air mata akan menumpuk dan
mengalir secara berlebihan ke pipi. Penyumbatan bisa bersifat parsial (sebagian) atau total.
Penyumbatan duktus nasolakrimalis (dakriostenosis) bisa terjadi akibat:
a. Gangguan perkembangan sistem nasolakrimalis pada saat lahir (ODNLK)
b. Infeksi hidung menahun
c. Infeksi mata yang berat atau berulang
d. Patah tulang (fraktur) hidung atau wajah
e. Tumor
Obstruksi duktus nasolakrimal kongenital (ODNLK) merupakan gangguan system
lakrimal yang paling lazim, terjadi pada sampai 5% bayi baru lahir. Biasanya disebabkan
kanalisasi yang tidak lengkap duktus nasolakrimalis dengan membrane sisa pada ujung
bawah duktus nasolakrimalis, dimana duktus ini masuk rongga hidung.
2.2.4. Patofisiologi
a. Kongenital :
1. Agenesis punctum dan kanalikuli
2. Terdapat membran yang memblok katup Hasner yang menutupi duktus
nasolakrimal pada hidung.
b. Didapat :
1. Abnormalitas Punctum
Abnormalitas punctum termasuk punctum yang terlalu kecil (oklusi dan
stenosis) atau terlalu besar (biasanya iatrogenic), dan punctum yang
mengalami malformasi atau tersumbat oleh bagian lain disekitar punctum.
2. Sumbatan Kanalikuli
Sumbatan bisa terjadi pada kanalikuli komunis, superior atau inferior. Hal ini
disebabkan karena :
Plak Lakrimal
Plak punctum dan kanalikuli bisa dalam berbagai ukuran dan bentuk.
Plak ini awalnya bertujuan untuk menyumbat aliran lakrimal dalam
pengobatan mata kering.
Obat – obatan
Obat obatan yang biasanya menyebabkan obstruksi kanalikuli adalah
obat kemoterapi sistemik ( 5- Fluorouracil, Docetaxel, Idoxuridine ).
Obat – obatan ini disekresi dalam air mata dan ini akan mengakibatkan
inflamasi dan jaringan parut pada kanalikuli. Jika kondisi ini dapat
dideteksi dini – sebelum obstruksi komplit – stent bisa dipasang untuk
meregangkan kanalikuli yang menyempit dan juga untuk mencegah
penyempitan lebih lanjut selama pemakaian obat kemoterapi.
Obstruksi kanalikuli juga terjadi akibat penggunaan obat topical
(Phospholine iodine, serine), namun jarang terjadi.
Infeksi
Berbagai infeksi dapat menyebabkan obstruksi kanalikuli, biasanya
obstruksi terjadi pada infeksi konjungtiva difus (virus vaccinia, virus
herpes simpleks). Infeksi kanalikuli terisolasi (kanalikulitis) bisa juga
menyebabkan obstruksi.
Penyakit inflamasi
Keadaan inflamasi seperti pemfigoid, sindrom Steven Johnson, dan
juga penyakit Graft – vs- Host sering menyebabkan bagian punctum
dan kanalikuli rusak. Namun, oleh karena adanya penyakit mata kering
yang terjadi pada saat yang sama, penderita biasanya tidak mengalami
epiphora.
Trauma
Trauma pada kanalikuli bisa menyebabkan kerusakan permanen
kanalikuli jika tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat.
Neoplasma
Apabila neoplasma berada di kantus medial, setelah pembedahan
reseksi komplit, biasanya ikut mengangkat punctum dan kanalikuli.
Jaringan yang ikut dieksisi ketika eksisi tumor komplit harus
dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi sebelum penyambungan
kembali antara sistem drainase lakrimal dengan meatus media.
3. Sumbatan duktus nasolakrimal
Stenosis involusi
Penyebab terjadinya proses ini tidak diketahui namun ada penelitian
patologi klinik yang mengatakan kompresi lumen duktus nasolakrimal
terjadi akibat infiltrat inflamasi dan edema. Ini mungkin terjadi akibat
infeksi yang tidak diketahui atau kemungkinan penyakit autoimun.
Dakriolith
Dakriolith ataupun pembentukan cast dalam sacus lakrimal bisa
menyebabkan obstruksi duktus nasolakrimal. Dakriolith terdiri dari sel
epithelial, lemak dan debris amorphous dengan atau tanpa kalsium.
Penyakit sinus
Pada penderita sebaiknya ditanyakan riwayat operasi sinus karena
kerusakan pada duktus nasolakrimal kadang – kadang terjadi apabila
ostium sinus maksilaris bagian anterior dibesarkan.
Trauma
Fraktur nasoorbital bisa mengenai duktus nasolakrimal. Trauma juga
bisa terjadi saat rhinoplasty atau operasi sinus endoskopi.
Penyakit Inflamasi
Penyakit granuloma termasuk sarkoidosis, Wegener granulomatosis,
dan Lethal midline granuloma bisa juga menyebabkan obstruksi duktus
nasolakrimal. Apabila diduga adanya penyakit sistemik, biopsi sakus
lakrimal atau duktus nasolakrimal harus dilakukan sewaktu
Dacryocystorhinostomy
Plak lakrimasi
Prosesnya menyerupai cara plak bermigrasi dari punctum ke kanalikuli
dan menyebabkan obstruksi kanalikuli. Plak pada punctum dan
kanalikuli yang terlepas bisa bermigrasi dan menyumbat duktus
lasolakrimal. Bagian – bagian dari stent silicone yang menetap karena
tidak dibuang dengan benar juga bisa menyebabkan obstruksi duktus
nasolakrimal.
Neoplasma
Neoplasma harus dipikirkan kemungkinannya pada semua penderita
obstruksi duktus nasolakrimal. Pada pasien dengan presentasi atypical
termasuk usia muda dan jenis kelamin laki – laki, pemeriksaan lebih
lanjut diperlukan. Bila ada discharge pendarahan di punctum atau
distensi sakus lakrimal di atas tendon kantus medial sangat mengarah
pada neoplasma. Riwayat keganasan terutama yang berasal dari sinus
atau nasofaring, juga sangat perlu dilakukan pemeriksaan lanjut.
2.2.5. Gejala
Pada anak – anak
Tanda-tanda dapat timbul beberapa hari atau beberapa minggu setelah lahir dan sering
bertambah berat karena infeksi saluran pernafasan atas atau karena pemajanan terhadap suhu
dingin atau angin. Manifestasi obstruksi duktus nasolakrimal yang lazim adalah berair mata
(tearing), yang berkisar dari sekedar mata basah (peningkatan di cekungan air mata) sampai
banjir air mata yang jelas (epiphora), penimbunan cairan mukoid atau mukopurulen (sering
digambarkan orang tua sebagai nanah), dan kerak. Mungkin ada eritema atau maserasi kulit
karena iritasi dan gesekan yang disebabkan oleh tetes-tetes air mata dan cairan. Pada banyak
kasus refluks cairan jernih atau mukopurulen dapat dihilangkan dengan massase sakus
nasolakrimal, yang membuktikan adanya obstruksi terhadap aliran. Bayi dengan sumbatan
duktus nasolakrimal dapat mengalami infeksi akut dan radang sakus nasolakrimal
(dakriosistitis), radang jaringan sekitarnya (perisistitis), atau bahkan selulitis periorbita. Pada
dakriosistitis daerah sakus bengkak, merah dan nyeri, dan mungkin ada tanda sistemik infeksi
seperti demam dan iritabilitas.
Pada orang dewasa
Epifora yang berlebihan
Akumulasi discharge mucus atau mukopurulen biasanya menimbulkan perlengketan
pada waktu bangun tidur.
Eritema atau maserasi pada kulit palpebra inferior
Keluarnya mukus atau mukopurulen saat sakus nasolakrimal ditekan
Keadaan ini bisa hilang timbul atau menetap selama beberapa bulan
Infeksi saluran pernapasan atas dapat memperburuk keadaan
Biasanya unilateral, namun kadang bilateral
Eritema dan iritasi ringan pada konjungtiva
2.2.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
penunjang lainnya adalah:
a. Pewarnaan mata dengan zat fluoresensi untuk menilai pengaliran air mata
Uji pewarna hilangnya Fluorescein mungkin berguna - setetes pewarna ditanamkan ke
dalam kedua matanya dan biasanya akan menghilang selama 5 menit jika saluran
yang paten, dan selanjutnya dapat terlihat dalam lubang hidung menggunakan cahaya
biru.
b. Probing dan Irigasi (Tes Anel)
Lakukan probing yang mula-mula dimasukan vertical ke dalam pungtum lakrimal,
kemudian horizontal, ke dalam kanalikuli lakrimal, sampai ujungnya menyentuh
dinding dari sakus lakrimal, tariklah sedikit keluar, lalu sonde diputar 90 derajat ke
atas dengan hati-hati. Kalo sonde ini telah berhasil, disusul dengan tes Anel dengan
menggunakan sempritan yang diisi dengan larutan garam fisiologis.
Tes Anel (+), bila terasa asin di tenggorokan, berarti salurannya berfungsi baik. Tes
Anel (-), bila tidak terasa asin, berarti ada kelainan di dalam saluran ekskresi tersebut.
Bila cairan keluar lagi dari pungtum lakrimal superior, berarti ada obstruksi di duktus
nasolakrimalis. Kalau cairan kembali melalui pungtum lakrimal inferior, berarti
obstruksi terdapat di ujung nasal kanalikuli lakrimal inferior.
Gambar 2.4 Tes Irigasi
Gambar 2.5 Tes Irigasi
Gambar 2.6 Tes Probing
c. Tes warna Jones
Tes ini jarang diperlukan dan hanya diindikasikan pada pasien dengan suspek
obstruksi partial dari system drainase. Pasein-pasien dengan manifestasi epifora,
tetapi system lakrimal dapat di irigasi dengan syringe. Tes ini tidak bernilai pada
obstruksi yang total.
Tes Primer, memperbedakan obstruksi partial saluran lakrimal dari hipersekresi
primer air mata. Pertama, setetes fluorecein 2% dimasukan dalam sakus conjunctiva.
Setelah sekitar 5 menit, ujung cotton bud yang telah dibahasi dengan local anastesi
dimasukan dibawah aliran inferior dari duktus nasolakrimalis. Interpretasi hasil :
Positif : terdapatnya fluorecein dari hidung mengindikasikan patensi dari
system drainase.
Negatif : tidak terdapatnya warna dari hidung mengindikasikan obstruksi
partial atau kegagalan dari mekanisme pompa lakrimal. Pada hasil ini tes
warna sekunder diperlukan.
Tes Sekunder (irigasi), mengindikasikan kemungkinan letak obstrukasi partial.
Anestesi topical dimasukan dan beberapa sisa fluorecein dikeluarkan. System drainase
di irigasi dengan larutan salin.
Positif : terdapatnnya campuran cairan saline fluorecein dari hidung
mengindikasikan bahwa fluorecein masuk ke dalam sakus lakrimalis, sehingga
terdapat obstruksi partial dari duktus nasolakrimalis.
Negatife : tidak terdapatnya cairan saline dari hidung mengindikasikan tidak
masuknya fluorecein ke dalam sakus lakrimalis. Ini berarti obstruksi partial
dari pungtum, kanalikuli atau kanalikuli komunis, atau tidak sempurnanya
mekanisme pompa lakrimalis.
d. Radiografi kontras khusus untuk menilai duktus nasolakrimalis (Digital Subtraction
Dacryocystography)
Gambar 2.7 Digital Substraction Dacryocystography
e. Nuclear Lacrimal Scintigraphy
Scintigraphy adalah tes yang dibuat untuk menentukan drainase air mata lebih kondisi
psikologis dari pada dacryocystography. Sehingga tidak memperlihatkan visualisasi
anatomi secara detil. Tes ini menggunakan radionukleid teknium-99.
f. Lakrimal endoskopi
Visualisasi secara langsung mukosa membrane dari system lakrimal inferior. Sampai
saat ini, endoskopi system lakrimal inferior bukan prosedur rutin.
2.2.7. Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang menunjukkan gejala klinis yang menyerupai dakriostenosis
antara lain :
1. Blefaritis
Merupakan radang yang sering terjadi pada kelopak dan tepi kelopak.
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis
atau menahun. Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah,
bengkak, sakit, eksudat lengket, dan epiphora. Blefaritis sering disertai dengan
konjungtivitis dan keratitis.
2. Dakriosistitis
Merupakan peradangan sakus lakrimal. Biasanya peradangan ini dimulai oleh
terdapatnya obstruksi duktus nasolakrimal. Gejala utama dakriosistitis adalah
berair mata dan bertahi mata. Pada keadaan akut, didaerah sakus lakrimalis
terdapat gejala radang, sakit, bengkak, dan nyeri tekan. Materi purulen dapat
memancar dari sakus lakrimalis. Pada keadaan menahun, satu-satunya tanda
adalah berair mata, materi mukoid akan memancar bila sakus di tekan.
3. Sindrom mata kering (dry eye syndrome atau keratokonjungtivitis sicca)
Mata kering dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dengan defisiensi unsure
film air mata (akuos, musin, atau lipid), kalainan permukaan palpebra, atau
kelainan epitel. Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang
sensasi gatal atau berpasir (benda asing). Gejala umum lain adalah gatal,
sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi
terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra. Mata
terlihat normal pada pemeriksaan pada kebanyakan pasien. Ciri paling khas
pada pemeriksaan slitlamp adalah tidak adanya meniscus air mata di tepi
palpebra inferior.
4. Benda asing kornea (cornea foreign body)
Benda asing di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan
sewaktu mata dan kelopak digerakkan.
5. Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata. Gejala penting konjungtivitis
adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau panas, gatal, dan
fotofobia. Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa
hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan
sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak
membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membrane, pseudomembran,
granulasi, flikten, dan mata merasa seperti adanya benda asing.
2.2.8. Komplikasi
Kompikasi yang sering terjadi akibat dakriostenosis antara lain :
1. Dakriosistitis : Inflamasi pada sakus lakrimalis dengan edema, eritem, dan
nyeri tekan di daerah sekitar duktus mengalami penyumbatan.
2. Perisistitis : Peradangan pada jaringan sekitar duktus yang tersumbat.
3. Mukocele : Masa subkutan berwarna kebiruan dibawah tendon kantus media.
4. Selulitis periorbita : Peradangan didaerah ipsilateral mata
2.2.9. Penatalaksanaan
Dibedakan penanganan pada anak-anak dengan penanganan pada orang dewasa.
Epifora yang disertai hard stop menunjukkan letak sumbatan nasolakrimal. Perkembangan
sistim ekskresi lakrimal, khususnya duktus nasolakrimalis bervariasi pada anak-anak yang
mengalami kelainan pembukaan Membrana Hassner. Timbulnya epifora bersamaan dengan
berfungsinya glandula lakrimalis sebagai sistim sekresi. Orang tua pada umumnya lebih
menyukai cara yang tidak menyakiti anak. Sondage vertikal sebaiknya dihindari karena
kemungkinan false route sangat besar.
Massage daerah lakrimal menjadi pilihan pertama. Massage dengan tekanan pada
pangkal hidung ke arah inferior dilakukan satu-dua menit tiap hari. Bila dalam jangka waktu
tiga bulan tidak menunjukkan perbaikan maka irigasi berulang merupakan langkah
berikutnya yang dilakukan sampai anak berusia 1(satu) tahun. Batas usia ini tidak mutlak,
apabila tanda radang tidak ada maka irigasi dapat dilanjutkan sampai anak berusia dua tahun.
Suatu tindakan yang lebih agresif berupa intubasi tabung silikon dari Jackson dapat juga
dilakukan antara usia dua tahun dengan pembiusan umum. Sumbatan nasolakrimal pada
orang dewasa pada umumnya merupakan indikasi suatu tindakan pembedahan yaitu
dakriositorinostomi. Pembedahan ini dilakukan pada keadaan peradangan tidak sedang dalam
eksaserbasi akut.
Gambar 2.8 Dacryocystorhinostomy
Ballon dacryocystoplasty biasa digunakan pada anak dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis congenital dan pada dewasa dengan obstruksi duktus nasolakrimalis partial.
Jika terjadi peradangan pada konjungtiva (konjungtivitis) diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik.
2.2.10. Pencegahan
Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi hidung dan mata bisa mengurangi resiko
terjadinya dakriostenosis (obstruksi duktus nasolakrimalis).
2.2.11. Prognosis
Walaupun penyumbatan pada kasus yang lebih ringan dapat dibersihkan dengan
irigasi, explorasi dan beberapa cara lain, penyumbatan dapat berulang dan disertai infeksi
berlanjut. Telah dilaporkan keberhasilan berbagai prosedur pembedahan, dimana paling
sedikit 60% kasus menunjukkan perbaikan. Tanpa pengobatan, akan terbentuk bekas luka
permanen pada duktus lakrimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Witcher, John P. 2000. Air mata. Oftalmologi Umum Vaughan. Edisi 14.
Jakarta : Widya Medika. Hal 94.
2. Sims, Judith. 2002. Lacrimal Duct Obstruction.Gale Encyclopedia of
Medicine. Diakses dari www.lifestyle.com pada tanggal 28 Oktober 2009.
3. Kaneshiro, Neil K. Blocked Tear Duct. Diakses dari www.medlineplus.com
pada tanggal 28 Oktober 2009. Terakhir diperbarui 8 Januari 2008.
4. Dorland, W. A. 2002. Newman. Kamus Kedokteran Dorland, edisi 29. Jakarta.EGC.
5. Mosby. Medical Dictionary. Edisi 8. 2009.Elsevier.
6. Zorab, Richard at all. 2008. Abnormalities of The Lacrimal Secretory and
Drainage Systems.Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. San Fransisco :
American Academic of Ophtalmology. Hal 265 – 290.
7. Gupta, P. D. 2006. Patho-Physiology of Lacrimal Glands in Old Age.
International Digital Organization for Scientific Information. Volume I.I
8. Sullivan, J. 2000. Palpebra dan Aparatus Lakrimal. Oftalmologi Umum
Vaugan. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. Hal 91 -95.
9. Nelson, Leonard. 2000. Gangguan Mata. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
EGC. Hal 2164 – 2165.
10. Rudolph. 1991. Bloked Tear Duct (Dacryostenosis).Rudolph’s Pediatrics.
Edisi 19.
11. Oliver, Jane. 2002. Colour Atlas of Lacrimal Surgery. Germany : Butterwoth
Heinemann. Hal 40, 93 – 100.
12. Camara, Jorge G. 2008. Nasolacrimal Duct Ostruction : Differential
Diagnosis and Work up. Diakses dari www.medscape.com pada tanggal 28
Oktober 2009. Terakhir diperbarui 22 Oktober 2008.
13. Ilyas, Sidarta. 2009. Kelainan Kelopak dan Kelainan Jaringan Orbita. Ilmu
penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 89, 121-122.
14. Asbury, Tailor and Sanitato, James. 2000. Trauma.Oftalmologi Umum
Vaughan. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. Hal 381.
15. Dutton, Jonathan. 1994. Atlas of clinical and surgical orbit anatomy. Saunders
Company. Hal 145.
16. Jeffrey, Hurwitz. 2004. The Lacrimal Drainage System. Ophtalmology. Edisi
2. St. Louis. Hal 761 – 766.