diunduh dari bernas senin ... · angg:tp "penuh pengertian" bila illc'm:tsllkk:tn...

1
I I I , BERNAS Kuasa dan Pengetahuan KEBANYAKAN penguasa pasca-kolonial di Asia, Afrika, dan Alllerika Latin kelabakan bi- Ia menghadapi kecaman dari lu- ar Illengenai pelanggaran hak- hak asasi manusia Biasanva Illc'reka herke/it dengan apologl, Illengatakan pers(xlbn hak asasi dalam negeri mereka tak bolt-I! dic:lmpuri pihak luar dan/;It;nl pihak tidak Illelll:lhami apa yang terjadi karena "herbagai l1i- lai budaya" yang lInik, dan tak Illungkill darat dipahami pihak luar. (;qala ini sudah kit" ken;d balk dan tak pernah Illengecol! kita. Klla talHl retorika ilu ha- nralah siasat murahan un!uk mendaratk:ln lllonopoli otoritas herhicara tentang pelanggaran h;lk asasi yang dikerjakan sellla- unya di negeri sendiri, d;m llle- n;lIupik hak pihak lain un!uk ikul i>t'ri,icara. Tak ada pih:lk lIlana pun di dalam al;lu cli ILlar negeri mereka yang lllt'nt'rill1a penalaran siasa! itu dan IIll'ncil1- kllllgnyct SL'hagai kd,ajik;1I1 mora/. politik ;Hau intekktua!' Yang menarik, strategi serupa ternyata tidak terj;ldi hanya pa- da Illibungan C;e- jab itu tdah menyebar dabm berbagai bidang kehidupan kila sehari-hari dalalll i>entuk, kon- teks dan lingkup yang befilla- call1-macam. Juga dalam ling- kungan kaulll intekktual. mura- lis dan pengritik rezim-rezilll pasci-koloni:l!. Tlilisan ini ;(kan ll1t'mpl'rsoalkan gejala yang di- ,d)lil ht'lakangan ini. T .... lapl 'C'- helum itu, gejaia internasi()t1;li tacli peritl ditengok sedikit lehih j;lllh untuk memperjelas pt'rhan- dingan neda Timur dan Ba ..... t Sedikilnya ada tig:l kek'lllah- ;lll pada cam berkdit para rezim ini Pert;lI]]a, Illereka fida/.; (Illampll) menyangkal adanya pelanggar:tll hak asasi -- terk- pels dari persoaian apa Illakna pdanggaran IIU lllenunil "nilai Ioudaya" bangsa-negara yang hersangkllt;m. Kedlla, merek;1 !i- lbk k( 'nsislc'n dalam menilai kt'- ,IIos,,1I:1I1 c;lI11pllr-tangan dan pt'- ngdahuan pihak luar. Para PC'- ngc'cllllillar itll tiha-tiha his:t di- angg:tp "penuh pengertian" bila Illc'm:tsllkk:tn Illodal asing aUli Illc'lllloeri dana pinjalllan. Ketiga, sc'cara illlplisil rezilll- rc'Zlll1 pasci-koionial ilu lllt'nga- I-.lli sl'"k;lt1-ak"n hak ;ls;lsi dan ckillok/'asi eli negeri mereka li- dak sehaik yang difantasikan di nc'gt'ri-l1t'gni Bara!. H;II ini di- jelaskan dengan Illelllhuat sebll- ah kh;lyalan atau ideologi (yang kellludian dihayati sebagai ke- benaran oleh para pelllbllatllya sendiri) tentang perbedaan "ni- bi blldaya" Tilllur dan Barat, dan yang satu tak akan bisa llle- Illahallli yang lain. lronisnya, pembedaan semacam ini adalall c-iplaan koionialisllle Baraf, dan Illenjadi lrMlisi pengL'lailuan vang kellluelian dikenal elengan isl ibil "orientalisllle" Bukannya tak ada yang i.oisa dibedabn dalalll etos berpolitik di Barat dan Ti11lur. Tetapi fidak sq"'l1i yang dikhayalbn di alas, dan bukan suatu misteri yang tak hisa saling dipahami. Perbedaan itll bukan karena yang satu negeri maju yang lain negeri berkelllbang (-kempis). Bukannya yang satu pendekar delllokrasi dan hak asasi. yang lain sarang pelanggaran hak Iblllpir sc'mua pc'jahal nega- ra Asia lak suka menve-but-nve- l,ul hak asasi Hukan sap dalam kailan deng;1l1 apa yang terjadi eli negara m,lsing- masing. Tetapi juga di negara S<"sama Asia. Ada semaealll eti- Ar,iel Heryanto ka "Ialnl diri" dan "lahll-sallla- tahu": jangan mengecam kutll di seherang laut, bila gajah eli pe- lupuk mat a lak Illau dikeeam halas okh pihak lain. ;\Iegara sepel1i Alllerika Seri- bt (AS) tidak kabh ganas da- bill pelanggaran hak asasi ll1a- nusia dari selllU;1 rl'zilll di nege- ri pasca-kolonial MaJahan lak st'llikil pc'ng;IIll;11 P' .Iillk ht-rl-;e- hangsaan AS yang ll1enunjuk- kan, AS ll1t'rupakan pelanggar teriwsar di dunia da/;llli hal luk ;l.s;lsi ll1;1I1usia. Tapi herheda da- ri par:t rezilll pasca-kolonia!, AS tanpa talllllllaiu berani berkhot- bah tentang delllokrasi dan hak asasi, sambil mengecam para pt'nguasa di nega ra pasca-kolo- nial yang terus-Illt'nerus dikirimi persenjataan untuk lllem;ml;lp- bn jalannya pelanggaran hak asasi yang di keCllllnya. Ieleologi AS kllal bertullliouh di hanyak negara past-a-k()loni- al. Tak prang ideol()gi ilu S'lIl1a- sam;1 lllemeluk ldan dipeluk) baik re-zim pasea-ko.lonial mau- pun para' abivis dan kdompok op()sisi di dalam negeri pasca- kolonial itu sendiri yang lllenen. ungnya. Di Indonesia, banyak pejabat pelllerinta han herusa ha Illeya- kinkan khalayak bahwa delllo- krasi di Indonesia jangan disa- Illakan aUu diloandingkan de- ngan delllokrasi eli negeri Barat, seperli di AS. Terlt-pas dari niat dan validitas permintaan itu, yang jelas ada asumsi bahwa AS adalah sebuah model ideal ne- geri delllokratis. Ueapan lazim itu dapat dihu- hungkan dengan berbagai ucap- an intdektual yang sering di- anggap kritis. Mereka Illenge- cam tata politik dengan meng- gunakan contoh dan aeuan ke negeri Barat, khususnya AS. Mungkin karena kehidupan in- telt-ktual Indonesia juga terialu dikuasai ilmll-illllu sosial dan kehudayaan popukr. Mereka Illenggunakan asulllsi yang s.'l- Illa dengan pejahat yang mew a- , kili kepentingan politik yang elikritik si intelektuai. Praktlsl dan pengamat Bukan hanya pengalllat pe- langgaran hak asasi yang sering herdebat dengan praktbi pe- langgaran hak asasi. Bl1kan ha- nya praktisi pelanggaran hak asasi yang Illenuntut Illonopoli atau otoritas pada jenjang ter- tinggi elalalll berbicara. Dalam artikel di sebuah ko- ran Jakarta be/tUll lama ini, $eo- rang pelukis bernama Hardi Ille- nyatakan bahwa pengamat seni tak akan Illampu melllbahas ge- jala sosial dalalll kesenian seca- ra tepat, atau setepat yang dapat dikerjakan seniman berbagai "praktisi". Hardi Illenanggapi se- buah poiemik tentang hubung- an bpitalisllle dan seni yang pemah beriangsung eli lurian Bernas (I991), dan banl-baru ini dipublibsikan kembali oleh Illajalah Dia/ug (1992). Kesenian Illemang Illerupa- kan sebuah wilayah yang -- se- jak zalllan Romanlisme di Eropa dan keilludian juga menyehar eli wilayah jajahan -- dinyatakan sebagai suatu wilayah penuh misteri. Dalam gempuran kapi- talisme, ilmll, dan teknologi se- lama clua abad belakallgan, ke- senian babak-belur bertahan- diri. Tak aneh jika di lllasa 1111 orang-orang seperti Wiratmo Su- kito atau Slibagio Sastrowardo- yo sangat euriga terhadap illllU sosial yang lllet1L"oba menjamah wilayah kritik seni. B:lhkan me- nurut Llmar Kayalll, pengelahu- an sosial bisa dieapai lebih baik dengan seni sastra ketilllbang il- IllU sosia!. Sewaktu gelKarnya sensor penguas.1 (990) terhadap kese- nian, Emha A N:ldjib Illelllperta- nyakan bukan saj;1 keabsahan praktek sensor, tapi kelllalllpu- an seorang prajurit atau perwira mellleriks.'l dan Illenilai naskah puisi atau sandiwara, Ia tidak mempersoalkan kemampllat1 se- nilllan bicara tentang militeris- me dan kealllanan sosia!. Kecurigaan dan rasa teran- cam oleh ilmu(wan) sosial tak hanya melancla seniman. Bebe- rapa tokoh demonstran maha- siswa 1990an keberatan bila ge- rakan Illahasiswa dibahas peng- alllat atall illllllwan sosial. Pi- hak-pihak ini dianggap tak akan Illalllpu melllahallli dan menje- laskan Illakna gerakan mahasis- wa, sebab mereka bukan "prak- tisi". Pandangan semacam ini muncul clalam diskllSi tentang gerakan mahasiswa di B<->rnas clalam perayaan HUT Kemerde- kaan RI 1991, Juga tersirat da- lam tulis.1n DadangJllliantara di harian ini beberapa hari lalu. Benarkah pemisahan "prakti- si" dan "pengamat" yang lazim itu layak clipertahankan? Benar- kah ada jenjang hirarkis penge- tallllan yang menempatkan praktisi di aUs pengamat -- atau sebaliknya? Benarkah praktisi bukan saja lebih tahu, tapi lebih mampu menjelaskan slIatu pro- ses dan praktek sosial - atau se- baliknya? Soal yang sepde ini sebenar- nya punya sejarah yang maha panjang dan akar yang maha ru- mit. Apa yang dapat dica:tat di 4 . SENIN LEGI, 14 SEPTEMBER 1992 sini hanyalah sejllmlah percikan eli bagian perlllukaannya saja. Pada inlinya dapat dikatakan, setiap pengetahuan bersifat "ter- buka", walau bukan tanpa ba- tas. Tidak ada sebuah tempat atall kedudukan istilllewa yang lllemungkinkan orang mencapai pengetahuan secara paling te- pal, benar atau kngkap. Penge- tallllan bukan suatu rekaman mekanis atas suatu realitas di luar kegiatan merekalll ilU, yang kellludian dapat diperbincang- kan terpisah dari realitas terse- but. Kegiatan itu tak behas cbri jaringan kuasa sosia!. Pengetahuan senantiasa di- ciptakan manusia dengan ber- bagai hentllk dan cara yang di- ll1ungkinkan oleh kondisi za- mannya. Jacli buk:m secara tak beralliran. Pengdailuan tak ber- sihll subyektif seperti yang se- ring dijadikan dasar klaim para praktisi. Tidak juga obyektif se- perti yang pernah dijadikan cla-· sar otoritas ilmu atau dikhawa- tirkan demikian oleh kalangan non-ilmuwan. Untuk jdasnya, kila hanls pertililbangkan pandangan di atas pada dataran yang lebih konkret. Kita mulai dari conloh sederhana yang sudah lllenjadi klasik, yakni seniman dan nilai kar'ya seninya. Kategori ftktlf Setiap scniman pasti tahu se- jUllllah hal tenlang karyanya yang tak cbpat diketahui or;lIlg lain, lermasuk ahli seni. Tapi si ailli tidak hanls tahll segala yang dikt'tahui si seniman untuk bis;l Illenghasilkan pembahasan berlllutu. Tidal-; berarti si ahli tak bisa iebih tahu dalam bebe- rapa hal lain. Seperti seorang ahli bisa tal HI seluk-beluk seja- r:dl lbn gr;ll11atik;1 hahas;( Ing- gl'l'. I"nl)« lllaillpli i>eri,alias;t ilU Stx:tr:l Iancar atau serasih pc- nUlur-aslinya. Dan si penutur bi- sa i>erbahas.1 Iancar tanpa hanls lahu illllu bahasa. Seorang tokoh aktivis gerak- an mahasiswa -- persis seperti ",'nilll;1l1 "tau polilikus pasca- kolol1lal -- IXlSli lailll l,al1yak h;d yang lak dikelahui khalayak d;m i1mllwan Tapi minimal karena alasan-;das;tn slralegis dan ke- 1'c-nling;"l )';lI1g eli perjuangk;m, "praklisi" ini tidak hisa menyala- kan yang dikdahuinya sec;ua tcrbllka. la tak pernail hisa ne- Iral hdapapun jujllrnya dia. Kaulll "pengamal" li- lbk pern;lil hisa sepenuhnya ndral dan lerhuka karena ber- "agai al:ls;1I1 dan tekan;1I1 yang herheda. Mungkin ia tidak terli- bat langsung dengan peristiwa yang diamati. Tdapi terlibat lb- iam proses [l<:nelitian dan pro- duksi pengdailuan adalah prak- lek lerlihal dalalll hllbllngan So- sial. I'engalllal yang paling diam pun -- misalnya agen intel -- alia lah pr;lkti si ild,ll-. ,lcL. P<..'l1g.lIllal \,lI1g 11- dal-. pr;oklisi. ;\tau sdo;diknya praklisi yang hukal1 pengamal. Pl'lllhelb;m praktisi 11('1,118 pc'ng;lInal -- seperli konst'p "1'0- lilik pr;,ktis" -- adalah·flksi. yang dipera"'l clalalll pertarllng;1l1 otoritas hieara dan kllasa. lronisnya, pertenlangan poli- tik st'ringkali terj;leli eli anlara mereka yang terlly,,!a sallla-sa- ma IlK'lllduk iLieolugi yang sa- 1l!:1. Mi."tlnv:t iele(llogi y;lt1g nK'- y:tkini adanya kehenar;1l1 sqati. yang fertutup, esensia!, ala u llle- t;lfisika!. 111Il1i susial pernah/masih herkuasa sewenang-wenang ter- kll"'P (,byek pengt'lahllan. 11- lllll pengdailuan layak diwaspa- dai dan dicllrigai. Nalllun kita hallya hisa niewaspadai dan lJIengenelalikannya bila kita me- ngenalnya cukup baik. Dengan demikian, kita bisa Illenghindari kesalahan yang pernah dilakukannya. Sikap l)er- Illusuhan terhadap i1mu sosial yang ditllnjukkan di atas lllasih mencoba lllenglilangi kesalah- an-kesalahan illllll sosial di ma- sa blllpau .. •• OJ Ariel Ileryanlo, stafper/ga- jar Program Pa:,casatjana UK Salya Wacana, Sulati'ga. Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>

Upload: nguyencong

Post on 14-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diunduh dari  BERNAS SENIN ... · angg:tp "penuh pengertian" bila Illc'm:tsllkk:tn Illodal asing aUli Illc'lllloeri dana pinjalllan. Ketiga, sc'cara

I I I ,

BERNAS

Kuasa dan Pengetahuan KEBANYAKAN penguasa

pasca-kolonial di Asia, Afrika, dan Alllerika Latin kelabakan bi­Ia menghadapi kecaman dari lu­ar Illengenai pelanggaran hak­hak asasi manusia Biasanva Illc'reka herke/it dengan apologl, Illengatakan pers(xlbn hak asasi dalam negeri mereka tak bolt-I! dic:lmpuri pihak luar dan/;It;nl pihak 1~lar tidak Illelll:lhami apa yang terjadi karena "herbagai l1i­lai budaya" yang lInik, dan tak Illungkill darat dipahami pihak luar.

(;qala ini sudah kit" ken;d balk dan tak pernah Illengecol! kita. Klla talHl retorika ilu ha­nralah siasat murahan un!uk mendaratk:ln lllonopoli otoritas herhicara tentang pelanggaran h;lk asasi yang dikerjakan sellla­unya di negeri sendiri, d;m llle­n;lIupik hak pihak lain un!uk ikul i>t'ri,icara. Tak ada pih:lk lIlana pun di dalam al;lu cli ILlar negeri mereka yang lllt'nt'rill1a penalaran siasa! itu dan IIll'ncil1-kllllgnyct SL'hagai kd,ajik;1I1 mora/. politik ;Hau intekktua!'

Yang menarik, strategi serupa ternyata tidak terj;ldi hanya pa­da Illibungan int~'rnasiunai. C;e­jab itu tdah menyebar dabm berbagai bidang kehidupan kila sehari-hari dalalll i>entuk, kon­teks dan lingkup yang befilla­call1-macam. Juga dalam ling­kungan kaulll intekktual. mura­lis dan pengritik rezim-rezilll pasci-koloni:l!. Tlilisan ini ;(kan ll1t'mpl'rsoalkan gejala yang di­,d)lil ht'lakangan ini. T .... lapl 'C'­

helum itu, gejaia internasi()t1;li tacli peritl ditengok sedikit lehih j;lllh untuk memperjelas pt'rhan­dingan

neda Timur dan Ba ..... t Sedikilnya ada tig:l kek'lllah­

;lll pada cam berkdit para rezim ini Pert;lI]]a, Illereka fida/.;

(Illampll) menyangkal adanya pelanggar:tll hak asasi -- terk­pels dari persoaian apa Illakna pdanggaran IIU lllenunil "nilai Ioudaya" bangsa-negara yang hersangkllt;m. Kedlla, merek;1 !i­lbk k( 'nsislc'n dalam menilai kt'­,IIos,,1I:1I1 c;lI11pllr-tangan dan pt'­ngdahuan pihak luar. Para PC'­ngc'cllllillar itll tiha-tiha his:t di­angg:tp "penuh pengertian" bila Illc'm:tsllkk:tn Illodal asing aUli Illc'lllloeri dana pinjalllan.

Ketiga, sc'cara illlplisil rezilll­rc'Zlll1 pasci-koionial ilu lllt'nga­I-.lli sl'"k;lt1-ak"n hak ;ls;lsi dan ckillok/'asi eli negeri mereka li­dak sehaik yang difantasikan di nc'gt'ri-l1t'gni Bara!. H;II ini di­jelaskan dengan Illelllhuat sebll­ah kh;lyalan atau ideologi (yang kellludian dihayati sebagai ke­benaran oleh para pelllbllatllya sendiri) tentang perbedaan "ni­bi blldaya" Tilllur dan Barat, dan yang satu tak akan bisa llle­Illahallli yang lain. lronisnya, pembedaan semacam ini adalall c-iplaan koionialisllle Baraf, dan Illenjadi lrMlisi pengL'lailuan vang kellluelian dikenal elengan isl ibil "orientalisllle"

Bukannya tak ada yang i.oisa dibedabn dalalll etos berpolitik di Barat dan Ti11lur. Tetapi fidak sq"'l1i yang dikhayalbn di alas, dan bukan suatu misteri yang tak hisa saling dipahami. Perbedaan itll bukan karena yang satu negeri maju yang lain negeri berkelllbang (-kempis). Bukannya yang satu pendekar delllokrasi dan hak asasi. yang lain sarang pelanggaran hak ~tS~ISI

Iblllpir sc'mua pc'jahal nega­ra Asia lak suka menve-but-nve­l,ul hak asasi Illal1ll.~ia Hukan sap dalam kailan deng;1l1 apa yang terjadi eli negara m,lsing­masing. Tetapi juga di negara S<"sama Asia. Ada semaealll eti-

Ar,iel Heryanto ka "Ialnl diri" dan "lahll-sallla­tahu": jangan mengecam kutll di seherang laut, bila gajah eli pe­lupuk mat a lak Illau dikeeam halas okh pihak lain.

;\Iegara sepel1i Alllerika Seri­bt (AS) tidak kabh ganas da­bill pelanggaran hak asasi ll1a­nusia dari selllU;1 rl'zilll di nege­ri pasca-kolonial MaJahan lak st'llikil pc'ng;IIll;11 P' .Iillk ht-rl-;e­hangsaan AS yang ll1enunjuk­kan, AS ll1t'rupakan pelanggar teriwsar di dunia da/;llli hal luk ;l.s;lsi ll1;1I1usia. Tapi herheda da­ri par:t rezilll pasca-kolonia!, AS tanpa talllllllaiu berani berkhot­bah tentang delllokrasi dan hak asasi, sambil mengecam para pt'nguasa di nega ra pasca-kolo­nial yang terus-Illt'nerus dikirimi persenjataan untuk lllem;ml;lp­bn jalannya pelanggaran hak asasi yang di keCllllnya.

Ieleologi AS kllal bertullliouh di hanyak negara past-a-k()loni­al. Tak prang ideol()gi ilu S'lIl1a­sam;1 lllemeluk ldan dipeluk) baik re-zim pasea-ko.lonial mau­pun para' abivis dan kdompok op()sisi di dalam negeri pasca­kolonial itu sendiri yang lllenen. ungnya.

Di Indonesia, banyak pejabat pelllerinta han herusa ha Illeya­kinkan khalayak bahwa delllo­krasi di Indonesia jangan disa­Illakan aUu diloandingkan de­ngan delllokrasi eli negeri Barat, seperli di AS. Terlt-pas dari niat dan validitas permintaan itu, yang jelas ada asumsi bahwa AS adalah sebuah model ideal ne­geri delllokratis.

Ueapan lazim itu dapat dihu­hungkan dengan berbagai ucap­an intdektual yang sering di­anggap kritis. Mereka Illenge-

cam tata politik dengan meng­gunakan contoh dan aeuan ke negeri Barat, khususnya AS. Mungkin karena kehidupan in­telt-ktual Indonesia juga terialu dikuasai ilmll-illllu sosial dan kehudayaan popukr. Mereka Illenggunakan asulllsi yang s.'l­Illa dengan pejahat yang mew a- , kili kepentingan politik yang elikritik si intelektuai.

Praktlsl dan pengamat Bukan hanya pengalllat pe­

langgaran hak asasi yang sering herdebat dengan praktbi pe­langgaran hak asasi. Bl1kan ha­nya praktisi pelanggaran hak asasi yang Illenuntut Illonopoli atau otoritas pada jenjang ter­tinggi elalalll berbicara.

Dalam artikel di sebuah ko­ran Jakarta be/tUll lama ini, $eo­rang pelukis bernama Hardi Ille­nyatakan bahwa pengamat seni tak akan Illampu melllbahas ge­jala sosial dalalll kesenian seca­ra tepat, atau setepat yang dapat dikerjakan seniman berbagai "praktisi". Hardi Illenanggapi se­buah poiemik tentang hubung­an bpitalisllle dan seni yang pemah beriangsung eli lurian Bernas (I991), dan banl-baru ini dipublibsikan kembali oleh Illajalah Dia/ug (1992).

Kesenian Illemang Illerupa­kan sebuah wilayah yang -- se­jak zalllan Romanlisme di Eropa dan keilludian juga menyehar eli wilayah jajahan -- dinyatakan sebagai suatu wilayah penuh misteri. Dalam gempuran kapi­talisme, ilmll, dan teknologi se­lama clua abad belakallgan, ke­senian babak-belur bertahan­diri.

Tak aneh jika di lllasa 1111

orang-orang seperti Wiratmo Su-

kito atau Slibagio Sastrowardo­yo sangat euriga terhadap illllU sosial yang lllet1L"oba menjamah wilayah kritik seni. B:lhkan me­nurut Llmar Kayalll, pengelahu­an sosial bisa dieapai lebih baik dengan seni sastra ketilllbang il­IllU sosia!.

Sewaktu gelKarnya sensor penguas.1 (990) terhadap kese­nian, Emha A N:ldjib Illelllperta­nyakan bukan saj;1 keabsahan praktek sensor, tapi kelllalllpu­an seorang prajurit atau perwira mellleriks.'l dan Illenilai naskah puisi atau sandiwara, Ia tidak mempersoalkan kemampllat1 se­nilllan bicara tentang militeris­me dan kealllanan sosia!.

Kecurigaan dan rasa teran­cam oleh ilmu(wan) sosial tak hanya melancla seniman. Bebe­rapa tokoh demonstran maha­siswa 1990an keberatan bila ge­rakan Illahasiswa dibahas peng­alllat atall illllllwan sosial. Pi­hak-pihak ini dianggap tak akan Illalllpu melllahallli dan menje­laskan Illakna gerakan mahasis­wa, sebab mereka bukan "prak­tisi". Pandangan semacam ini muncul clalam diskllSi tentang gerakan mahasiswa di B<->rnas clalam perayaan HUT Kemerde­kaan RI 1991, Juga tersirat da­lam tulis.1n DadangJllliantara di harian ini beberapa hari lalu.

Benarkah pemisahan "prakti­si" dan "pengamat" yang lazim itu layak clipertahankan? Benar­kah ada jenjang hirarkis penge­tallllan yang menempatkan praktisi di aUs pengamat -- atau sebaliknya? Benarkah praktisi bukan saja lebih tahu, tapi lebih mampu menjelaskan slIatu pro­ses dan praktek sosial - atau se­baliknya?

Soal yang sepde ini sebenar­nya punya sejarah yang maha panjang dan akar yang maha ru­mit. Apa yang dapat dica:tat di

4 . SENIN LEGI, 14 SEPTEMBER 1992

sini hanyalah sejllmlah percikan eli bagian perlllukaannya saja.

Pada inlinya dapat dikatakan, setiap pengetahuan bersifat "ter­buka", walau bukan tanpa ba­tas. Tidak ada sebuah tempat atall kedudukan istilllewa yang lllemungkinkan orang mencapai pengetahuan secara paling te­pal, benar atau kngkap. Penge­tallllan bukan suatu rekaman mekanis atas suatu realitas di luar kegiatan merekalll ilU, yang kellludian dapat diperbincang­kan terpisah dari realitas terse­but. Kegiatan itu tak behas cbri jaringan kuasa sosia!.

Pengetahuan senantiasa di­ciptakan manusia dengan ber­bagai hentllk dan cara yang di­ll1ungkinkan oleh kondisi za­mannya. Jacli buk:m secara tak beralliran. Pengdailuan tak ber­sihll subyektif seperti yang se­ring dijadikan dasar klaim para praktisi. Tidak juga obyektif se­perti yang pernah dijadikan cla-· sar otoritas ilmu atau dikhawa­tirkan demikian oleh kalangan non-ilmuwan.

Untuk jdasnya, kila hanls pertililbangkan pandangan di atas pada dataran yang lebih konkret. Kita mulai dari conloh sederhana yang sudah lllenjadi klasik, yakni seniman dan nilai kar'ya seninya.

Kategori ftktlf Setiap scniman pasti tahu se­

jUllllah hal tenlang karyanya yang tak cbpat diketahui or;lIlg lain, lermasuk ahli seni. Tapi si ailli tidak hanls tahll segala yang dikt'tahui si seniman untuk bis;l Illenghasilkan pembahasan berlllutu. Tidal-; berarti si ahli tak bisa iebih tahu dalam bebe­rapa hal lain. Seperti seorang ahli bisa tal HI seluk-beluk seja­r:dl lbn gr;ll11atik;1 hahas;( Ing­gl'l'. I"nl)« lllaillpli i>eri,alias;t ilU Stx:tr:l Iancar atau serasih pc­nUlur-aslinya. Dan si penutur bi­sa i>erbahas.1 Iancar tanpa hanls lahu illllu bahasa.

Seorang tokoh aktivis gerak­an mahasiswa -- persis seperti ",'nilll;1l1 "tau polilikus pasca-

kolol1lal -- IXlSli lailll l,al1yak h;d yang lak dikelahui khalayak d;m i1mllwan Tapi minimal karena alasan-;das;tn slralegis dan ke-1'c-nling;"l )';lI1g eli perjuangk;m, "praklisi" ini tidak hisa menyala­kan yang dikdahuinya sec;ua tcrbllka. la tak pernail hisa ne­Iral hdapapun jujllrnya dia.

Kaulll "pengamal" s~'ndiri li­lbk pern;lil hisa sepenuhnya ndral dan lerhuka karena ber­"agai al:ls;1I1 dan tekan;1I1 yang herheda. Mungkin ia tidak terli­bat langsung dengan peristiwa yang diamati. Tdapi terlibat lb­iam proses [l<:nelitian dan pro­duksi pengdailuan adalah prak­lek lerlihal dalalll hllbllngan So­

sial. I'engalllal yang paling diam pun -- misalnya agen intel -­alia lah pr;lkti si

ild,ll-. ,lcL. P<..'l1g.lIllal \,lI1g 11-dal-. pr;oklisi. ;\tau sdo;diknya praklisi yang hukal1 pengamal. Pl'lllhelb;m praktisi 11('1,118

pc'ng;lInal -- seperli konst'p "1'0-lilik pr;,ktis" -- adalah·flksi. yang dipera"'l clalalll pertarllng;1l1 otoritas hieara dan kllasa.

lronisnya, pertenlangan poli­tik st'ringkali terj;leli eli anlara mereka yang terlly,,!a sallla-sa­ma IlK'lllduk iLieolugi yang sa-1l!:1. Mi."tlnv:t iele(llogi y;lt1g nK'­y:tkini adanya kehenar;1l1 sqati. yang fertutup, esensia!, ala u llle­t;lfisika!.

111Il1i susial pernah/masih herkuasa sewenang-wenang ter­kll"'P (,byek pengt'lahllan. 11-lllll pengdailuan layak diwaspa­dai dan dicllrigai. Nalllun kita hallya hisa niewaspadai dan lJIengenelalikannya bila kita me­ngenalnya cukup baik.

Dengan demikian, kita bisa Illenghindari kesalahan yang pernah dilakukannya. Sikap l)er­Illusuhan terhadap i1mu sosial yang ditllnjukkan di atas lllasih mencoba lllenglilangi kesalah­an-kesalahan illllll sosial di ma­sa blllpau .. ••

OJ Ariel Ileryanlo, stafper/ga­jar Program Pa:,casatjana UK Salya Wacana, Sulati'ga.

Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>