defenisi

19
DEFENISI Rinosinusitis merupakan inflamasi pada organ hidung dan sinus paranasal, yang karakteristiknya ditandai oleh dua faktor mayor atau kombinasi dari satu faktor mayor dan dua faktor minor. Faktor mayor termasuk obstruksi nasal, nyeri di daerah wajah, nasal discharge/purulance/discolored postnasal drainage, hyposmia/anosmia. Faktor minor ialah nyeri kepala, demam, halitosis, sakit gigi, batuk dan nyeri di telinga/terasa penuh pada telinga (EP3OS,2007) EPIDEMIOLOGI Rinosinusitis telah menginfeksi sekitar 14 % atau 31 juta orang dewasa per-tahun (Assish,2008). Rata-rata orang menderita 2-4 kali rinosinusitis akut pertahun (Fergurson,2005). EP3OS(2007) juga memaparkan berdasarkan penelitian di Belanda pada tahun 1999, sekitar 8,4 % populasi pernah menderita satu episode rinosinusitis akut per tahunnya. Rinosinusitis kronis di Amerika pada tahun 1997, sekitar 14,7 % atau 31 juta kasus per tahun dan dengan angka kejadian yang terus meningkat dalam kurun waktu 11 tahun terakhir. (GLORIA, 2009). Data dari RSUD. Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2010 terdapat 3201 kasus rinosinusitis kronis. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI a. Virus Virus yang biasanya menyebabkan rinosinusitis adalah rhinovirus, virus parainfluenza, respiratory syncitial

Upload: adhiatma

Post on 10-Sep-2015

219 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Semoga berguna

TRANSCRIPT

DEFENISI Rinosinusitis merupakan inflamasi pada organ hidung dan sinus paranasal, yang karakteristiknya ditandai oleh dua faktor mayor atau kombinasi dari satu faktor mayor dan dua faktor minor. Faktor mayor termasuk obstruksi nasal, nyeri di daerah wajah, nasal discharge/purulance/discolored postnasal drainage, hyposmia/anosmia. Faktor minor ialah nyeri kepala, demam, halitosis, sakit gigi, batuk dan nyeri di telinga/terasa penuh pada telinga (EP3OS,2007)EPIDEMIOLOGI Rinosinusitis telah menginfeksi sekitar 14 % atau 31 juta orang dewasa per-tahun (Assish,2008). Rata-rata orang menderita 2-4 kali rinosinusitis akut pertahun (Fergurson,2005). EP3OS(2007) juga memaparkan berdasarkan penelitian di Belanda pada tahun 1999, sekitar 8,4 % populasi pernah menderita satu episode rinosinusitis akut per tahunnya. Rinosinusitis kronis di Amerika pada tahun 1997, sekitar 14,7 % atau 31 juta kasus per tahun dan dengan angka kejadian yang terus meningkat dalam kurun waktu 11 tahun terakhir. (GLORIA, 2009). Data dari RSUD. Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2010 terdapat 3201 kasus rinosinusitis kronis.ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISIa. Virus Virus yang biasanya menyebabkan rinosinusitis adalah rhinovirus, virus parainfluenza, respiratory syncitial virus (RSV) dan virus influenza. Tiap-tiap virus mempunyai banyak serotype, yang mana semuanya berpotensi untuk memperparah infeksi tersebut. Rhinovirus merupakan penyebab tersering pada orang dewasa dan memuncak pada musim gugur. RSV dan virus influenza lebih merusak silia pernafasan pada saat musim dingin dan di awal musim semi. (Fergurson, 2005)b. Bakteri Bakteri patogen yang paling sering menyebabkan rinosinusitis bakteri akut yaitu S. pneumoniae dan H. influenzae. Patogen ini telah menyebabkan rinosinusitis sejak pertama kali dilakukan penelitian dan menjadi organisme penyebab yang paling utama. Sedangkan patogen yang sering muncul pada rinosinusitis bakteri kronis adalah S. aureus, staphylococcus koagulase negatif, bakteri anaerob dan bakteri gram negatif. (Fergurson, 2005 ; Brown, 2008) c. Jamur Aspergilosis merupakan salah satu jamur yang paling banyak ditemui pada infeksi sinus paranasal dengan ciri khas sekret mukopurulen yang bewarna hijau kecoklatan. Mukormikosis merupakan infeksi oportunistik yang ganas yang dapat menjadi patogenik pada manusia yang menderita asidosis diabetik dan imunosupresi. Dijumpai sekret yang berwarna pekat, gelap, berdarah dan gambaran konka yang berwana hitam atau merah bata. Kandida bersama histoplasmosis, koksidiomilosis, sporotrikosis, serokosporamikosis dan blastomikosis jarang yang mengenai hidung. (Boeis, 1997) d. Alergi Rinitis merupakan suatu reaksi alergi yang diperantarai oleh imunoglobulin. Reaksi ini melibatkan suatu antibodi, biasanya IgE, yang mana bagian Fc antibodi melekat pada suatu sel yang mengandung mediator atau prekursornya (sel mast, basofil, eosinofil, makrofag). Bagian Fab dari antibodi ini berinteraksi dengan alergen spesifik dan akibatnya terjadi aktivasi beberapa enzim membran. Hasil pembelahan enzimatik menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin, prostaglandin dan leukotrien. Mediator ini menyebabkan suatu reaksi tipe segera yang timbul , misalnya edema. Selain itu juga akan terjadi reaksi lambat yang selanjutnya cenderung terjadi akibat pelepasan mediator dari sel mast dan demikian pula eosinofil, makrofag dan trombosit. (Boeis, 1997). e. Kelainan struktur dan anatomi hidung Kelainan anatomi hidung dan sinus juga dapat mengganggu fungsi mukosiliar secara lokal. Jika permukaan mukosa yang saling berhadapan menjadi lebih mendekat atau bertemu satu sama lain, maka aktivitas silia akan terhenti. Deviasi septum, polip, konka bulosa atau kelainan struktur lain di daerah kompleks osteomeatal dan ostium sinus dapat menghalangi transportasi mukosiliar. (EP3OS, 2007)f. Hormonal Pada penelitian Sobot et al didapati bahwa 61% wanita yang hamil pada trimester pertama menderita nasal congestion. Namun patogenesis nya masih belum jelas. (EP3OS,2007)

g. Lingkungan Apabila terpapar oleh lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok yang lama, hal tersebut akan menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. (Mangunkusumo E, 2007)

PATOFISIOLOGI Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam kompleks osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Bila terinfeksi organ-organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Apabila keadaan ini terus berlanjut maka hal ini akan menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. (Casiano,1999; Mangunkusumo E, 2007; Meltzer, 2011)KLASIFIKASI Secara klinis rinosinusitis terbagi atas: 1. Rinosinusitis akut : durasi terkena rinosinusitis dibawah 4 minggu 2. Rinosinusitis subakut : durasi terkena rinosinusitis dari 4 minggu 12 minggu.3. Rinosinusitis kronis : durasi terkena rinosinusitis sama atau lebih dari 12 minggu4. Rinosinusitis rekuren : menderita sama dengan atau lebih dari 4 kali menderita episode rinosinusitis, tia episode lebih kurang durasinya 7-10 hari. (Osguthorpe, 2001; Meltzer, 2011) Berdasarkan penyebabnya rinosinusitis terbagi atas: Sinusitis rinogen : penyebabnya adalah kelainan atau masalah Di hidung. Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Sinusitis dentogen : penyebabnya adalah kelainan gigi yang sering menyebabkan sinusitis sepert infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar). (Mangunkusumo E, 2007).GEJALA KLINIS Setiap gejala-gejala rinosinusitis, keparahan dan durasinya harus didokumentasi. The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat kriteria mayor dan minor untuk mendiagnosa rinosinusitis. Rinosinusitis didiagnosa apabila dijumpai dua atau lebih kriteria mayor atau satu kriteria mayor ditambah dua atau lebih kriteria minor.Gejala-gejalanya adalah: 1. Gejala Mayor : - Obstruksi hidung - Sekret pada daerah hidung/ sekret belakang hidung yang sering disebut PND (Postnasal drip) - Kongesti pada daerah wajah - Nyeri /rasa tertekan pada wajah - Kelainan penciuman(Hiposmia / anosmia) - Demam (hanya pada akut)2. Gejala Minor: - Sakit kepala - Sakit/ rasa penuh pada telinga - Halitosis/ nafas berbau - Sakit gigi - Batuk dan iritabilitas - Demam (semua nonakut) - Lemah Gejala Subjektif Nyeri yang sesuai dengan daerah sinus yang terkena. Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena. Pada sinus yang letaknya lebih dalam seperti sinus etmoid posterior dan sfenoid, nyeri terasa jauh di dalam kepala, tak jelas letaknya atau disebarkan ke perifer kepala di daerah yang tidak ada hubungan dengan lokasi sinus. Sakit kepala Sakit kepala pada penyakit sinus lebih sering unilateral atau lebih terasa di satu sisi atau dimulai sebagai nyeri kepala unilateral dan meluas ke sisi lainnya. Sakit kepala yang bersumber di sinus akan meningkat jika membungkukkan badan ke depan dan jika badan tiba-tiba digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap saat menutup mata, saat istirahat. Sakit kepala akibat penyakit di sinus frontal dinyatakan sebagai nyeri yang tajam, menusuk-nusuk, melalui mata atau nyeri dan rasa berat yang biasanya menetap. Nyeri pada penekanan Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada penyakit sinus yang berhubungan dengan permukaaan wajah seperti sinus frontal, sinus etmoid anterior dan sinus maksila. Nyeri tekan pada os frontal apabila ada penekanan di sudut medial rongga orbita. Pada pemeriksaan sel-sel etmoid anterior, tekanan dilakukan pada sudut medial orbital pada planum orbita os etmoid. Pada pemeriksaan sinus maksila, harus dilakukan penekanan pada fosa kanina os maksila superior. Gangguan Penciuman Keluhan yang paling sering adalah kehilangan sensasi penciuman. Gejala Objektif Pembengkakan dan edema Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan etmoid anterior) terkena secara akut, dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti ada penebalan ringan. Pembengkakan ini lebih sering ditemukan di daerah sinus frontal. Sekret NasalAdanya pus dalam rongga hidung seharusnya sudah menimbulkan kecurigaan adanya peradangan di sinus. Pus di meatus medius biasanya merupakan tanda terkenanya sinus frontal, sinus etmoid anterior atau sinus maksila, karena sinus-sinus ini bermuara ke dalam meatus medius. Jika pus terletak di fisura olfaktorius maka sel-sel etmoid posterior atau sfenoid yang mungkin terkena, karena sel-sel tersebut berdrainase ke dalam meatus superior di atas konka medius. TransiluminasiTransiluminasi sinus memberikan informasi objektif atas kondisi sinus maksila dan frontal, tetapi tidak untuk sinus lainnya. Pada transiluminasi sinus, di dalam kamar gelap, suatu sumber cahaya diletakkan dalam mulut pasien dengan mata pasien terbuka. Apabila refleks pupil merah dan bayangan sinar bulan sabit tidak ada maka kemungkinan sinus maksila terkena. Transiluminasi pada sinus frontal, cahaya diletakkan di bawah dasar sinus frontal pada sudut atas dan dalam orbita, dan kedua sisi dibandingkan, Cairan radioopak Untuk sinus maksila dan sfenoid hal ini mempunyai arti yang besar. Dengan adanya cairan itu, rongga sinus tampak jelas tergambar, sehingga penebalan mukosa dan adanya polip dapat diketahui dan ketidaksamaan ukuran dapat tergambar dengan jelas.(Ballanger ,2002)DIAGNOSAAnamnesisAnamnesis yang cermat dan teliti sangat diperlukan terutama dalam menilai gejala-gejala yang ada pada kriteria diatas, mengingat patofisiologi rinosinusitis kronik yang kompleks. Adanya penyebab infeksi baik bakteri maupun virus, adanya latar belakang alergi atau kemungkinan kelainan anatomis rongga hidung dapat dipertimbangkan dari riwayat penyakit yang lengkap.18 Informasi lain yang perlu berkaitan dengan keluhan yang dialami penderita mencakup durasi keluhan, lokasi, faktor yang memperingan atau memperberat serta riwayat pengobatan yang sudah dilakukan.2 Beberapa keluhan/gejala yang dapat diperoleh melalui anamnesis dapat dilihat pada tabel 1 pada bagian depan. Menurut EP3OS 2007, keluhan subyektif yang dapat menjadi dasar rinosinusitis kronik adalah:1) Obstruksi nasalKeluhan buntu hidung pasien biasanya bervariasi dari obstruksi aliran udara mekanis sampai dengan sensasi terasa penuh daerah hidung dan sekitarnya2) Sekret / discharge nasalDapat berupa anterior atau posterior nasal drip3) Abnormalitas penciumanFluktuasi penciuman berhubungan dengan rinosinusitis kronik yang mungkin disebabkan karena obstruksi mukosa fisura olfaktorius dengan / tanpa alterasi degeneratif pada mukosa olfaktorius4) Nyeri / tekanan fasialLebih nyata dan terlokalisir pada pasien dengan rinosinusitis akut, pada rinosinusitis kronik keluhan lebih difus dan fluktuatif.Selain untuk mendapatkan riwayat penyakit, anamnesis juga dapat digunakan untuk menentukan berat ringannya keluhan yang dialami penderita. Ini berguna bagi penilaian kualitas hidup penderita. Ada beberapa metode/test yang dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan penyakit yang dialami penderita, namun lebih sering digunakan bagi kepentingan penelitian, antara lain dengan SNOT-20 (sinonasal outcome test), CSS (chronic sinusitis survey) dan RSOM-31 (rhinosinusitis outcome measure)1,2,11Pemeriksaan Fisik1. Rinoskopi anterior Rinoskopi anterior merupakan alat dasar untuk pemeriksaan fisik yang paling spesifik yang berkaitan dengan keadaan patologis pada daerah sinonasal. Rinoskopi adalah pemeriksaan yang paling tepat untuk mengevaluasi pasien, sebelum atau sesudah pemakaian dekongestan topikal. Sebelum dekongesti, pemeriksa mengevaluasi permukaaan anterior nasal. Biasanya hanya setelah dekongesti, middle turbinate dapat divisualisasi secara jelas. (Meltzer, 2004).2. Endoskopi nasal Endoskopi nasal tidak hanya memainkan peran yang penting untuk diagnosis rinosinusitis tetapi juga dapat membantu untuk terapi yang tepat. Alasan mengapa banyak dokter menggunakan endoskopi nasal: Gejala-Gejala pasien saja tidak dapat menjadi patokan untuk mendiagnosis. Endoskopi merupakan fasilitas diagnostik yang lebih baik dan dapat mendeteksi kelainan yang tidak ditemukan pada saat anamnesa, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan pencritraan. Perubahan warna hijau kekuningan tampak pada permukaan nasal Kultur endoskopik berguna untuk mengetahui organisme yang menyebabkan rinosinusitis. (Meltzer, 2004). c. 3. Pemeriksaan mikrobiologi Biakan yang berasal dari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian anterior. Namun demikian, pengambilan biakan hidung posterior juga lebih sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis dilakukan dengan mengaspirasi pus dari sinus yang terkena. Seringkali dilakukan untuk mencari antibiotik yang sesuai untuk membasmi mikroorganisme untuk penyakit ini. (Brown, 2008) d.4. Foto polos kavitas nasal dan sinus paranasal Rinosinusitis menunjukkan gambaran berupa Penebalan mukosa Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi) Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto waters. Bagaimanapun juga, harus diingat bahwa foto polos ini memiliki kekurangan dimana foto polos gagal menunjukkan anatomi sinus yang diperlukan dan gagal menunjukkan peradangan yang meluas. (Meltzer, 2004). e. 5. CT scanCT scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang paling baik akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi antominya tulang yang relevan untuk mendiagnosis sinusitis kronis maupun akut. Walaupun demikian, harus diingat bahwa CT scan menggunakan dosis radiasi yang sangat besar yang berbahaya bagi mata.(Meltzer, 2004).

Gambar CT-scan penampang koronal menunjukkan rinosinusitis kronik akibat konka bulosa sehingga mengakibatkan penyempitan KOM.19

6. MRI Walaupun MRI tidak dapat menunjukkan anatomi tulang sinus paranasal seperti CT scan, namun MRI dapat menunjukkan kelainan pada mukosa dengan baik. (Meltzer,2004)TERAPI PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan rinosinusitis kronik tanpa polip nasi pada orang dewasa dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan medikamentosa dan pembedahan. Pada rinosinusitis kronik (tanpa polip nasi), terapi pembedahan mungkin menjadi pilihan yang lebih baik dibanding terapi medikamentosa. Adanya latar belakang seperti alergi, infeksi dan kelainan anatomi rongga hidung memerlukan terapi yang berlainan juga.20Terapi MedikamentosaTerapi medikamentosa memegang peranan dalam penanganan rinosinusitis kronik yakni berguna dalam mengurangi gejala dan keluhan penderita, membantu dalam diagnosis rinosinusitis kronik (apabila terapi medikamentosa gagal maka cenderung digolongkan menjadi rinosinusitis kronik) dan membantu memperlancar kesuksesan operasi yang dilakukan.20,21,22 Pada dasarnya yang ingin dicapai melalui terapi medikamentosa adalah kembalinya fungsi drainase ostium sinus dengan mengembalikan kondisi normal rongga hidung.20,21Jenis terapi medikamentosa yang digunakan untuk rinosinusitis kronik tanpa polip nasi pada orang dewasa antara lain:1,2,20,21,221. Antibiotika, merupakan modalitas tambahan pada rinosinusitis kronik mengingat terapi utama adalah pembedahan. Jenis antibiotika yang digunakan adalah antibiotika spektrum luas antara lain:a. Amoksisilin + asam klavulanatb. Sefalosporin: cefuroxime, cefaclor, cefiximec. Florokuinolon : ciprofloksasind. Makrolid : eritromisin, klaritromisin, azitromisine. Klindamisinf. Metronidazole2. Antiinflamatori dengan menggunakan kortikosteroid topikal atau sistemik. Kortikosteroid topikal : beklometason, flutikason, mometason. Kortikosteroid sistemik, banyak bermanfaat pada rinosinusitis kronik dengan polip nasi dan rinosinusitis fungal alergi.3. Terapi penunjang lainnya meliputi:a. Dekongestan oral/topikal yaitu golongan agonis -adrenergikb. Antihistamin c. Stabilizer sel mast, sodium kromoglikat, sodium nedokromild. Mukolitike. Antagonis leukotrienf. Imunoterapi g. Lainnya: humidifikasi, irigasi dengan salin, olahraga, avoidance terhadap iritan dan nutrisi yang cukupTerapi PembedahanTerapi bedah yang dilakukan bervariasi dimulai dengan tindakan sederhana dengan peralatan yang sederhana sampai operasi menggunakan peralatan canggih endoskopi.23 Beberapa jenis tindakan pembedahan yang dilakukan untuk rinosinusitis kronik tanpa polip nasi ialah:1,231. Sinus maksila:a. Irigasi sinus (antrum lavage)b. Nasal antrostomic. Operasi Caldwell-Luc2. Sinus etmoid: a. Etmoidektomi intranasal, eksternal dan transantral3. Sinus frontal:a. Intranasal, ekstranasalb. Frontal sinus septoplastyc. Fronto-etmoidektomi4. Sinus sfenoid :a. Trans nasal b. Trans sfenoidal5. FESS (functional endoscopic sinus surgery), dipublikasikan pertama kali oleh Messerklinger tahun 1978. Indikasi tindakan FESS adalah:a. Sinusitis (semua sinus paranasal) akut rekuren atau kronisb. Poliposis nasic. Mukokel sinus paranasald. Mikosis sinus paranasale. Benda asingf. Osteoma kecilg. Tumor (terutama jinak, atau pada beberapa tumor ganas)h. Dekompresi orbita / n.optikusi. Fistula likuor serebrospinalis dan meningo ensefalokelj. Atresia koanaek. Dakriosistorinotomil. Kontrol epistaksism. Tumor pituitari, ANJ, tumor pada skull baseKOMPLIKASIPada era pra antibiotika, komplikasi merupakan hal yang sering terjadi dan seringkali membahayakan nyawa penderita, namun seiring berkembangnya teknologi diagnostik dan antibiotika, maka hal tersebut dapat dihindari.1 Komplikasi rinosinusitis kronik tanpa polip nasi dibedakan menjadi komplikasi orbita, oseus/tulang, endokranial dan komplikasi lainnya.11. Komplikasi orbita :a) Selulitis periorbitab) Selulitis orbitac) Abses subperiosteald) Abses orbita2. Komplikasi oseus/tulang : Osteomielitis (maksila dan frontal)3. Komplikasi endokranial:a) Abses epidural / subduralb) Abses otakc) Meningitisd) Serebritise) Trombosis sinus kavernosus4. Komplikasi lain yang sangat jarang terjadi : abses glandula lakrimalis, perforasi septum nasi, hilangnya lapangan pandang, mukokel/mukopiokel, septikemia.

BAB IVKESIMPULAN