dari seminar etika privasi dan pengaduan publik lpds bila insan pers keluar jalur

Upload: ayu-azlina

Post on 01-Mar-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Dari Seminar Etika Privasi Dan Pengaduan Publik Lpds Bila Insan Pers Keluar Jalur

    1/1

    Media 23MODUS ACEHMINGGU IV, DESEMBER 2007

    Yang mengejutkan

    adalah media arus utama

    (mainstream) yang

    bergengsi, melaporkan

    peristiwa yang melanggar

    etika privasi secara

    sensasional.

    tulah kata AtmakusumahAstraatmadja, wartawansenior dan mantan Ketua

    Dewan Pers Indonesia, padaSeminar Sehari: Etika Privasi danPengaduan Publik,yang diadakanLembaga Pers Dr. Sutomo beker-

    jasama dengan Exxon Mobil danBP-Migas di Hotel Madani, Med-an, Rabu (5/12/2007).

    Selain pengajar LPDS At-makusamah Astraatmadja, Sek-retaris Eksekutif Dewan Pers Lu-kas Luwarso, Ketua PWI SumutH.A. Muchyan AA serta Direk-tur Eksekutif Yayasan Kajian In-formasi, Pendidikan dan Pener-

    bitan Sumatera (KIPPAS) J. Anto.Seminar ini dipandu Warief Dja-

    janto yang juga pengajar dariLPDS.

    Ibarat mendulang air, kenamuka sendiri. Begitulah kesanterhadap seminar ini. Betapatidak, para insan pers dengan

    jujur dikuliti para narasum-ber, seputar kegiatan peliputanserta penyiaran berita yang di-lakukan. Intinya, banyak mediayang melanggar etika sertaprivasi narasumber.

    Kata Atmakusumah, dalametika pers sedikitnya ada empatmasalah pribadi yang dilindun-gi oleh kode etik jurnalistik. Ant-ara lain; perawatan kesehatandan pengobatan, kelahiran, ke-matian serta perkawinan. Nah,pemberitaan tadi harus memper-oleh izin dari subjek berita yang

    bersangkutan atau keluarganya.Karena itu, kemungkinan pen-yajian pemberitaannya dalammedia dapat terbatas. Misalnya

    tidak menyajikan nama danidentitas lainnya dari subjek ber-ita-termasuk foto, atau tidakmengungkapkan rincian infor-masi tentang apa yang dilaku-kan oleh subjek berita.

    Seminar sehari ini juga dilan-jutkan dengan diskusi, diikutipara wartawan, redaktur,pemimpin redaksi cetak dan ele-ktronik, radio, unsur akademisidan Humas serta pegawai swas-ta dan pemerintah dari Sumat-era Utara maupun Aceh.

    Lebih lanjut, Atmakusumahmengatakan, pelanggaran etikadan privasi dalam pemberitaan,memang sering terjadi dalammedia. Pelanggaran ini sering

    pula dikeluhkan oleh baik sub-jek berita maupun publik yangmerasa terganggu oleh pem-

    beritaan. Hampir tidak ada dis-kusi dalam lokakarya jurnalis-tik, baik di Jakarta, maupun didaerah yang tidak menyinggungkeluhan terhadap pelanggaran

    Dari Seminar Etika Privasi dan Pengaduan Publik LPDSDari Seminar Etika Privasi dan Pengaduan Publik LPDSDari Seminar Etika Privasi dan Pengaduan Publik LPDSDari Seminar Etika Privasi dan Pengaduan Publik LPDSDari Seminar Etika Privasi dan Pengaduan Publik LPDS

    Bila Insan Pers Keluar Jalur?etika dalam pemberitaanmasalah privasi, ungkapnyapenuh bersemangat seraya mem-

    bolak-balikkan beberapa poton-gan berita dari berbagai mediadi seluruh Indonesia yang me-langgar etika dan privasi pem-

    beritaan. Masih menurut Atma-

    kusumah. Kode etik jurnalistikyang baru mengatakan padapasal 2 bahwa. Wartawan Indo-nesia menempuh cara-cara yangprofesional dalam melaksana-kan tugas jurnalistik. Dan, dancara professional termasuk

    menghormati hak privasi. Kodeetik itu disepakati oleh 29 organ-isasi wartawan dan perusahaanpers dalam pertemuan di Jakar-ta, 14 Maret 2006 dan dikukuh-kan oleh Dewan Pers sepuluhhari kemudian, tepatnya pada24 maret 2006, ujarnya.

    Suasana seminar dan disku-si berlangsung cukup santaiuntuk kategori seminar berskala

    besar. Sesekali tampa k suaratawa dari para peserta karenamelihat foto-foto yang ditampil-kan pemateri sedikit bernuansakomedi, bahkan tak jarang den-gan tiba-tiba para peserta men-

    jadi tergugah dan ngerikarenapemateri sempat menampilkan

    foto-foto sadis, korban pem-bunuhan dan kecelakaan lalulintas yang memang tak pantasuntuk disajikan dan telah me-langgar kode etik jurnalistik.Seminar ini dibagi dalam duasesi. Pertama, para pematerimemberikan makalah kepadapeserta dan sesi kedua diskusidengan tanya jawab antara pe-materi dan peserta.

    Pada kesempatan diskusi,pengajar LPDS sekaligus KetuaDewan Pengurus Voice of Hu-man Right (VHR) News Center,Atmakusumah, memberi contohpemberitaan pers tentang skan-dal yang melibatkan maha-siswa, atau praja, pengajar, dan

    pengasuh di Institut Pemerintah-an Dalam Negeri (IPDN). Menu-rut Atmakusumah, pemberitaanitu sudah sedemikian jauh, sam-pai-sampai mulai melanggar eti-ka pers tentang kehidupan prib-adi atauprivacy.

    Sembari menampilkan beber-apa potongan media yang me-nampilkan foto-foto para maha-siswa IPDN, Atma mengatakan,dalam pemberitaan seputarIPDN, banyak media yang me-lupakan etika tentang masalahprivasi. Dia mengkategorikanpelanggaran etika dalam pub-likasi itu dimulai dari yang agakringan sampai ke yang cukup

    berat sehingga perlu menjadiperhatian Dewan Pers dan Ko-

    misi Penyiaran Indonesia. Pel-anggaran yang agak ringan di-lakukan oleh media yang hanyamenyebutkan inisial si pelaku,atau menyiarkan nama lengkappara mahasiswa yang diberhen-tikan, tetapi tidak secara khususmengaitkan setiap mahasiswa

    dengan perbuatan masing-mas-ing yang menyebabkan merekadikeluarkan dari IPDN, paparAtma.

    Bukan hanya itu. Kata dia.Berikutnya pelanggaran cukup

    berat terjadi pada media yangmencantumkan nama lengkappara mahasiswa yang dilapor-kan sebagai pelaku dan me-nampilkan fotonya. Dan yangmengejutkan adalah media arusutama (mainstream) yang ber-gengsi bahkan dapat melapor-kan peristiwa yang melanggaretika privasi secara sensasion-al, kata Atma sambil me-nampilkan beberapa mediamainstream berskala nasionalsekaligus yang menjadi panutan

    bagi media-media mainstreamkecil di daerah.

    Lukas Luwarso yang jugaSekretaris Eksekutif Dewan Persdengan dialek jawa medok men-gatakan, banyaknya pelangga-ran seputar pemberitaan yangmenyangkut etika dan privasi,karena di dalam bahasa kita (In-donesia dan daerah) tidak mem-punyai dan tidak mengenal kataetika dan privacy. Kata-katatersebut diambil dari bahasa as-ing (serapan). Makanya hal itusering dilanggar, papar dia.Akibatnya sebut Lukas, damp-ak pelanggaran kode etik jurnal-istik menjadi terus naik. Sepan-

    jang tahun 2000-2007 misalnya,Dewan Pers menangani 900 pen-gaduan dari masyarakat. DanDewan Pers telah menyelesai-

    kan pengaduan itu denganmenyurati media pers berisi im-

    bauan dan saran.Selain itu, tambahnya, Dew-

    an Pers yang fungsinya hanyasebagai mediator jika musya-warah tidak tercapai antarapublik dan media pers. Pern-

    yataan penilaian dan rekomen-dasi (PRR) dikeluarkan. Lukastidak sependapat dikatakanDewan Pers pasif menanganisengketa pers. Alasannya me-mang fungsi Dewan Pers menan-gani persoalan-persoalan etikapers sesuai UU No 40 tahun1999. Jika ingin pengawasan ter-hadap pemberitaan lebih mak-simal, Lukas lebih setuju diben-tuk komisi yang menangani per-masalahan dalam bidang pers.

    Sementara itu Ketua PWISumut H.A Muchyan AA dalamkesimpulannya mengatakan.Reformasi yang digulirkantahun 1998, tidak hanyamerubah sistem politik, pemer-intahan, ekonomi dan sebagain-ya, tetapi turut mewarnai dunia

    jurnalistik Indonesia yang ditan-dai dengan dicabutnya Undang-Undang Pokok pers Nomor 21tahun 1982 dan lahirlah Un-dang-Undang Nomor 40 tahun1999 tentang pers.

    Lebih lanjut menurut Muhy-an, pelanggaran UU No 40tahun 1999 tentang pers dankode etik jurnalistik disebabkan

    beberapa faktor, yakni lemahnyasanksi hukum terhadap mediadan wartawan yang terbuktimelanggar hukum. Lemahnyapengawasan Dewan Pers, or-ganisasi pers dan masyarakatatas pelanggaran kode etik,lemahnya pemahaman atas UUNo 40 tahun 1999 tentang persdan kode etik, tidak adanya stan-darisasi profesi, penerbitan dan

    organisasi kewartawanan danrendahnya kesejahteraan war-tawan juga menjadi pemicusalah satu faktor.

    Selain itu kebijakan dibebas-kannya pembentukan Organisa-si Pers dengan mencabut SKMenteri Penerangan Nomor 47

    Tahun 1975, yang menetapkanbahwa PWI sebagai satu-satun-ya wadah bagi Wartawan Indo-nesia. Nah, kkibat pencabutanSK Menpen itu kata Muhyan,sudah puluhan bahkan mu-ngkin ratusan organisasi war-tawan lahir di Indonesia. Na-mun dapat dihitung dengan jari

    jumla h orga nisasi wart awanyang benar-benar memperjua-ngkan nasib anggotanya. Seh-ingga Masyarakat yang semulamendambakan kebebasan perskini berbalik mengeluhkankecendrungan terjadinya pen-yalahgunaan kebebasan pesdengan dalih reformasi.

    Direktur Eksekutif KIPPAS J.Anto, menilai, kebebasan persyang cenderung melanggar kodeetik jurnalistik sepertinya adakaitan dengan kondisi masya-rakat yang juga tidak memilikietika sosial. Dan pasar media

    juga sangat bebas sejak reforma-si bergulir. Sehingga etika jur-nalistik ditabrak, ujar direkturyang terlihat santai itu.

    Lebih lanjut J. Anto menyam-paikan, solusi untuk mengenda-likan kebebasan pers agar tetapmematuhi kode etik denganmembuat code of conduct atauseperangkat peraturan dalaminternal media pers itu sendiri.Gunanya, mengatur peliputanwartawannya masing-masing.Dalam aturan itu bisa berisi re-ward, pelatihan dan sanksi yangmelanggar.

    Seminar yang dimulai pada

    pukul sembilan pagi itu, bera-khir pukul empat sore denganpeserta yang tersisa hanya sep-ertiga dari total peserta yanghadir pada sesi sebelumnya.Alamak!***

    Rizki Adhar

    I

    Atmakusumah Astraatmadja, wartawan senior dan mantan Ketua Dewan Pers Indonesia, sedangmemberikan materi.

    MODUS/Rizki Adhar