clubfoot
TRANSCRIPT
CLUBFOOT
(Congenital Talipes Equinovarus)
I. PENDAHULUAN
Congenital Talipes Equinovarus (Clubfoot) adalah salah satu kelainan
bawaan pada kaki yang terpenting. Kelainan ini mudah didiagnosa tapi sulit
diterapi secara sempurna walaupun oleh seorang yang berpengalaman.
Kelainan yang terjadi pada Clubfoot adalah : equinus pada tumit, seluruh
hindfoot varus, serta midfoot dan forefoot aduksi dan supinasi.
Pengenalan dan penanganan secara dini pada clubfoot sangat penting
dimana “Golden Period” untuk terapi adalah tiga minggu setelah lahir, karena
pada umur kurang dari tiga minggu ligamen-ligamen pada kaki masih lentur
sehingga masih dapat dimanipulasi.
II. INSIDENSI
Angka kejadiannya bervariasi terhadap ras dan jenis kelamin. Pada
Caucasian frekwensinya 1,2/1000 kelahiran, dengan perbandingan laki-laki :
perempuan = 2 : 1.
Stewart, pada tahun 1951, pada penelitiannya mendapatkan insiden pada
Hawaiians 4,9/1000 kelahiran. Tingginya angka pada hawaiians ini didukung
oleh Ching yang melaporkan insidensi CTEV 6,81/1000 kelahiran.
Angka kejadian yang tinggi pada Maori (grup Polynesia) juga dilaporkan
oleh Elliot, Alldred, dan Veale. Beals melaporkan pada Maori frekwensinya 6,5 –
7 per seribu kelahiran.
Di Cina 0,39/1000, Jepang 0,53/1000, Malaysia 0,68/1000, Filipina
0,76/1000, Caucasians 1,12/1000, Puerto Rican 1,36/1000, Indian 1,51/1000,
Afrika Selatan (hitam) 3,50/1000, dan Pilynesia 6,81/1000 kelahiran.
1
Kejadian terkena bilateral sekitar 50% dari kasus. Sisi kanan sedikit lebih
banyak dari kiri.
III. FAKTOR GENETIK
Faktor genetik hanya memegang peranan sekitar 10%, sisanya merupakan
kejadian yang pertama kali didalam keluarga.
Secara umum dapat dikatakan bahwa CTEV terjadi kurang berat pada kasus
yang sporadis bila dibandingkan dengan ada faktor familial, dan makin banyak
kejadian CTEV dalam keluarga makin besar kemungkinannya punya anak dengan
CTEV yang rigid .
Pada kelurga Caucasians dapat dikatakan bila orang tua normal akan
mendapat kemungkinan anak laki-laki dengan CTEV 2%, bila perempuan 5%.
Bila salah satu orang tua terkena dan sudah mempunyai anak yang terkena juga
maka kemungkinan punya anak lagi dengan CTEV 10% - 25%.
Pada orang Maori, bila orang tua normal akan mempunyai resiko punya
anak dengan CTEV laki-laki atau perempuan sebanyak 9%.
Bila orang tua terkena maka kemungkinan anaknya akan terkena 30%.
IV. ETIOLOGI
Teori etiologi CTEV sudah lama dikenal sejak zaman Hippocrates. Menurut
teori ini penyebab CTEV adalah adanya kekuatan mekanik dari luar yang
mengakibatkan terganggunya kecepatan tumbuh tulang, ligamen dan otot. Tapi
teori ini sekarang sudah tidak bisa diterima lagi oleh karena kejadian CTEV tidak
bertambah pada kasus dengan hamil kembar, bayi yang berat, primiparous uterus,
hydramnion dan oligohydramnion.
Menurut White, 1929, penyebab CTEV adalah kerusakan nervus peroneus
oleh tekanan di dalam uterus. Menurut Midelton, 1934, oleh karena tidak adanya
otot yang seimbang karena dysplasia peroneal dan menurut Bechtol dan
2
Mossman, 1950, disebabkan oleh pemendekan relatif dari serabut otot yang
mengalami degenerasi di dalam uterus.
Irani dan Sherman melakukan penelitian, mereka tidak menemukan kelainan
pada otot, saraf, pembuluh darah ataupun insersi tendon.
Isaccs, 1977, melakukan penelitian dengan mikroskop elektron dan
histokimia, mengatakan bahwa menemukan penyakit neurologis pada kebanyakan
kasus CTEV.
Ritsila, dalam penelitian menyimpulkan bahwa perubahan jaringan lunak
secara primer merupakan faktor terjadinya CTEV. Drachman dan Coulombre dan
Shoro, melakukan penelitian dengan jalan menyuntikan curare ke dalam embrio
ayam, mendapatkan gambaran CTEV yang seperti manusia. Mereka
menyimpulkan bahwa adanya palisis dan imobilisasi sementara di dalam uterus
merupakan faktor terjadinya CTEV.
Kaplan dalam studi anatomi komparatif, tidak menemukan adanya spesies
lain yang mempunyai clubfoot yang sama dengan manusia maka olehnya
disimpulkan clubfoot bukan merupakan suatu hasil evolusi.
Primary Germ Plasma Defect
Kelainan yang menetap pada CTEV adalah adanya deviasi ke medial dan
plantar dari caput dan colum talus. “Cartilaginous anlage” dari tulang tersalia
terbentuk pada minggu ke-6 dan persendian tarsalia pada minggu ke 7.
Irani dan Sherman menganggap bahwa CTEV terjadi karena kelainan dari
“Cartilaginous anlage” oleh karena kelainan secara primer dari germ plasma pada
kehamilan trimester pertama.
3
V. PATOLOGI
Secara inspeksi, perubahan patologi yang dapat ditemukan adalah kaki
plantar fleksi pada sendi ankle dan sendi sublatar, kaki bagian belakang inversi,
dan kaki bagian tengah dan depan inversi, aduksi, dan equinus. Kelainan ini
disebabkan oleh dislokasi/subluksasi sendi talocalcaneonaviculare ke arah plantar
dan medial.
Naviculare dan calcaneus bergeser ke medial dan plantar talus, kuboid
bergeser ke medial dari calcaneus dan sendi ankle dalam posisi equinus.
Adanya kontraktur dari ligamen, kapsul, otot dan tendon akan menjaga
keadaan articular malaligement.
VI. KELAINAN TULANG
Anatomi Tulang
Os Talus
Kelainan dasar primer dari clubfoot adalah deviasi ke medial dan plantar
dari ujung anterior talus. Sudut deklinasi pada orang dewasa normal 150-160
derajat, pada clubfoot 115-135 derajat, pada embrio 16 minggu juga ditemukan
adanya deviasi ujung anterior ke medial.
Sudut kemiringan pada orang dewasa normal 12-42 derajat, pada clubfoot
50-65 derajat dan pada fetus 35-75 derajat.
4
Ditemukan juga adanya colum talus yang pendek, kadang-kadang leher
talus tidak bisa diidentifikasi, sehingga caput seolah-olah bersatu dengan corpus.
Permukaan artikulasi anterior pada clubfoot bergeser ke dalam dan medial.
Os Calcaneus (os calcis)
Perubahan tidak sehebat pada talus tapi relatif cukup normal. Pada
clubfoot posisi varus calcaneus akan hilang bila semua ligamen dan kapsul
dipotong, hal ini menunjukkan bahwa posisi tersebut merupakan akibat tarikan
dari ligamen dan tendon.
Ditemukan adanya bentukan seperti busur atau cekung pada sisi medial
dan sisi lateral berbentuk cembung.
Sustentaculum tadi biasanya kurang berkembang dan berdekatan dengan
malleolus medialis.
Forefoot dan Os Tibia
Forefoot lebih kecil dari normal, naviculare bentuk normal, tuberositas
medial hipertropi, kuboid, metatarsal dan phalang semua normal. Menurut Kite,
pada clubfoot sering ditemukan torsi tibia ke medial, tapi keadaan itu sekarang
dianggap suatu kejadian yang normal.
V.2 ARTICULAR MALALIGNMENT
Hubungan antara Talus dengan Tibia Fibula Distal
Talus tidak mempunyai sambungan dengan otot, talus distabilisasi hanya
dengan ankle mortise.
Posisi equinovarus dari calcaneus dan deviasi medial dan plantar dari
naviculare akan menyebabkan terdorongnya talus ke luar dari ankle mortise,
sehingga ¼-1/3 trochlear keluar dari ankle mortise.
5
Hubungan antara Naviculare dengan Talus
Navikulare bergeser ke medial dan plantar, meninggalkan bagian lateral
dari ujung anterior talus. Keadaan tersebut masih diragukan apakah suatu
dislokasi atau sublokasi, tapi yang penting dalam terapi adalah mengembalikan
keadaan tersebut ke arah alignment dari persendian talonaviculare yang benar.
Hubungan antara Talus dengan Calcaneus
Calcaneus dibawah talus berputar ke medial dan bengkok ke equinus. Pada
calcaneus terjadi putaran yang besar pada sumbu vertikal, setelah anterior berputar
ke medial dan bawah dan setengah posterior berputar ke lateral dan atas.
Hubungan antara Calcaneus dengan Cuboid
Kuboid bergeser ke medial terhadap ujung anterior dari calcaneus. Oleh
karena aduksi dari Calcis, beberapa ligamen akan menjadi kontraktur dan akan
menyebabkan kaki bagian depan dan kaki bagian belakang tengah aduksi dan
supinasi, ligamen tersebut adalah : bifurcatio (ligamen calcaneocuboid dan
calcaneonaviculare), ligamen plantaris longus, lig plantar calcaneocuboid,
ligamen navicularecuboid dorsalis dan ligamen cubonavicular oblique.
V.3 PERUBAHAN JARINGAN LUNAK
Jaringan lunak pada sisi medial dari kaki dan posterior dari sendi ankle
mengalami pemendekan. Jaringan lunak tersebut berupa ligamentum, kapsul, otot,
tendon, pembuluh darah, nervus dan kulit.
Menurut Isaacs dkk, pada kebanyakan clubfoot ditemukan adanya
penyakit neurogenik pada otot. Kelainan ini ditemukan baik pada otot
posteroanterior yang pendek atau otot peroneal yang panjang.
6
Pada bayi aterm, lingkaran tungkai bawah lebih kecil dibanding sisi
normal, tapi pada fetus hal ini tidak ditemukan. Perubahan atrofi ini mengenai
pada seluruh otot tungkai bawah, tidak hanya pada salah satu kelompok otot.
Tendon Achilles insersinya lebih ke medial dan anterior, sehingga
menyebabkan perputaran calcaneus ke medial.
Tendon tibialis posterior bergerak ke medial. Tendon tibialis anterior
bergeser ke medial.
Pada daerah plantaris oleh karena posisi equinus dari kaki bagian depan,
akan terjadi perubahan dari fascia plantaris, abduktor hallucis, short toe flexor dan
abduktor digiti minimi.
Jaringan lunak yang mengalami kontraktur yang penting sebagai
penghalang keberhasilan reduksi sendi talocalcaneonaviculare adalah :
1. Lig calcaneonaviculare plantaris
2. Lig tibionaviculare
3. Kapsul talonaviculare sisi plantaris, medial dan superior
4. Tendon tibialis posterior
5. Lig Calcaneofibularis
6. The master knot of Henry
7. Calcaneofibular retinaculum
8. Lig posterior talocalcaneal
9. Kapsul posterior dari sendi tibiotalar
10. Tendo achilles
11. Lig interosseos
12. Long toe flexor
Pada talipes equinovarus yang benar (deformed tali = sudut deklinasi
kecil), kaki tidak akan dapat dimanipulasi ke dalam posisi normal walaupun
dengan tenaga yang cukup. Pada tali kecil (postural club foot), kaki dapat
dimanipulasi ke posisi normal tanpa kesulitan.
Irani dan Sherman mengatakan, walaupun seluruh otot dan tendon
dipotong tidak akan dapat menyebabkan clubfoot bisa dikoreksi keposisi normal.
VI. DIAGNOSA DAN DIAGNOSA BANDING
7
Gambaran klinik clubfoot sangat karakteristik, kaki dan tungkai bawah
seperti tongkat (clublike). Terdapat lekukan yang dalam pada bagian posterior
sendi ankle, kaki bagian tengah dan kaki bagian depan terjadi aduksi, inversi dan
aquinus. Dengan adanya inversi dan aduksi dari kaki bagian depan akan
menyebabkan terabanya benjolan tulang pada subkutis dorsum pedis sisi lateral.
Kulit pada sisi cembung (dorsum pedis), tipis, teregang, dan tidak ada
lekukan kulit, malleolus lateralis lebih menonjol dibanding yang medial. Kulit sisi
cekung (daerah medial dan plantar) terdapat cekungan yang dalam.
Tulang naviculare berdekatan langsung dengan malleolus medialis,
sehingga pada palpalsi jarak antara kedua tulang tersebut tidak terdapat sela. Kaki
bagian depan dalam posisi equinus dan jaringan lunak sisi plantar kaki sangat
kontraktur. Dapat diraba ligamentum dan kapsul sendi sisi medial kaki dan sisi
posterior sendi ankle memendek dan menebal. Terdapat juga atrofi dari otot betis
dan pemendekan dari kaki. Keadaan equinus ini kaku dan bila dilakukan
manipulasi pasif hanya terkoreksi sedikit.
Bila keadaan ini datang terlambat untuk dikoreksi, maka keadaan
kontraktur akan lebih parah dan akan lebih kaku, anak akan berjalan pada sisi kaki
lateral dan pada malleolus lateralis. Anak tersebut bila berjalan akan terasa sakit
dan terbentuk bursa dengan cepat.
CTEV harus dibedakan dengan “postural clubfoot”. Pada postural clubfoot
kelainannya minimal dan dapat direposisi ke posisi normal dengan mudah oleh
manipulasi pasif. Postural clubfoot ini mungkin disebabkan oleh mal posisi intra
uterin. Secara anatomi tidak ditemukan kelainan dari talus ataupun subluksasi atau
dislokasi dari sendi talocalcaneonaviculare. Secara klinis tidak ditemukan
kelainan lekukan kulit pada dorsolateral sendi ankle ataupun kaki. Tumit ukuran
normal dan juga tungkai bawah. Pada palpasi terdapat jarak antara os naviculare
dengan malleolus medialis. Pada manipulasi pasif kelainan ini cukup fleksibel,
sehingga dapat dikoreksi ke posisi normal.
Pada agenesis atau hipoplasia tibia dan dislokasi sendi ankle bawaan,
ditemukan juga gambaran clubfoot dengan melihat hubungan anatomi secara
palpasi antara malleolus medialis dengan kaki bagian belakang, serta dengan foto
rontgen akan dapat ditemukan diagnosanya.
8
CTEV harus dibedakan juga dengan clubfoot yang didapat, bila masih
bayi mudah didiagnosa tapi bila sudah tua akan sulit. Tulang belakang dan otot
perlu diperiksa dengan teliti. Sistem neuromuskular perlu diperiksa untuk
menyingkirkan adanya paralytic disease. Paralytic clubfoot tampak pada
myelomeningocele, tumor intraspinal, diastematomyelia, poliomyelitis,
progressive musculorum atrophy tipe distal, dan Guillain-Bare disease.
Clubfoot sering juga disertai dengan anular constriction band, Cowell dan
Hensinger menemukan 56% keadaan ini disertai clubfoot. Kelainan bersama ini
mungkin disebabkan oleh pecahnya amnion secara dini dengan terbentuknya
amnion band dan oligo hyroamnion.
Pada diastrophic dwarfism sering ditemukan clubfoot, keadaan ini tampak
pada bayi baru lahir, mempunyai gambaran yang khas : bentuk pendek, terdapat
massa kiste lunak pada daun telinga yang nantinya menjadi tulang rawan yang
hipertrofi dan membentuk gambaran bunga kol, cleft palate, matacarpal 1 pendek
dengan hipermobile ibu jari, flexion kontraktur pada sendi lutut, panggul, siku,
bahu, dan interphalang, dan progressive kyposcoliosis, kelainan equinovarusnya
bilateral dan berat, dan jarak antara ibu jari dengan jari kedua lebar.
VII. PENILAIAN RADIOLOGIS
Kegunaan radiologis adalah untuk mengetahui secara teliti hubungan
anatomi dari talonaviculare, tibiotalar, midtarsal, dan tarsometatarsal.
Pemeriksaan radiologis ini penting pada talipes equinovarus untuk
mengetahui derajat subluksasi dari sendi talocalcaneonaviculare dan berat
ringannya kelainan sebelum melakukan terapi, untuk pegangan melakukan terapi
non operatif, untuk menentukan apakah reduksi dari dislokasi sendi
talocalcaneonaviculare dan normal aligment sudah didapat, untuk menganalisa
kelainan campuran sebelum operasi, untuk menentukan pada intra operatif apakah
consentric dari sendi talocalcaneonaviculare sudah didapat, dan untuk menilai
post operatif apakah articular aligment yang normal sudah bisa dipertahankan.
9
Teknik Radiografi
Bayi dalam posisi didudukkan, sendi panggul dan lutut fleksi, telapak kaki
diletakkan pada cassette dengan sisi medial paralel dan bersentuhan. Kaki bagian
depan diabduksi maksimal, dan ankle dorsofleksi maksimal. Kalau anak tidak
kooperatif foto dilakukan dengan splinting lebih dahulu.
Pengambilan gambar sisi anteroposterior (AP), tabung sinar diletakkan
cranial dengan sudut 30% dari garis tegak lurus dome talus, sinar disentrasikan ke
kaki bagian belakang.
Pengambilan gambar sisi lateral, film diletakkan pada sisi medial dan
paralel dengan cassette. Tabung sinar disentrasikan ke kaki bagian belakang tegak
lurus dengan cassette, dan diambil pada posisi dorsifleksi dan plantarfleksi.
Pengukuran Sudut
Gambar AP :
.
Tulang talus dibuat sumbu longitudinal dengan cara menarik garis di
tengah-tengah medial dan lateral.
Sumbu longitudinal dari calcaneus dibuat dengan cara menarik garis
sejajar dengan sisi lateral tulang tersebut. (sebab sisi medial tidak jelas dan tidak
rata).
Pada kaki normal, sumbu longitudinal talus berada pada sisi medial
metatarsal I dan sumbu longitudinal calcaneus pada sisi lateral metatarsal V.
Sudul talocalcaneal ini besarnya antara 20-40 derajat. Pada talipes
equinovarus sudut ini mengecil dan mungkin sampai 0 derajat. Pada kasus yang
berat kedua sisi ini saling bersinggungan dan berada pada sisi lateral metatarsal
IV-V.
Sudut talo-first metatarsal (T-MTI), yaitu antara sumbu panjang metatarsal
I memotong sumbu panjang talus, besarnya antara 0-15 derajat. Bila lebih dari 15
10
derajat menunjukan adanya kelainan varus dari kaki kaki bagian tengah dan
depan.
Perlu juga diukur sudut antara axis calcaneal dengan metatarsal V,
besarnya 0 derajat (C- MT5). Pada talipes equinovarus bersudut lebar.
Gambaran Lateral :
Diukur sudut talocalcaneal, garis talus dibuat sama seperti gambaran AP,
dan garis calcaneus dibuat dengan menarik garis pada daerah plantaris.
Pada yang normal sudutnya 35-40 derajat, pada talipes equinovarus kurang
dari 25 derajat.
Pada posisi dorsofleksi sudut ini akan melebar pada orang normal, tapi
pada talipes equinovarus sudutnya akan mengecil.
VIII. TERAPI
Tujuan terapi talipes equinovarus adalah :
1. Mereduksi dislokasi atau sublokasi sendi talocalcaneonaviculare
2. Mempertahankan reduksi
3. Memperbaiki normal articular alignment
4. Membuat keseimbangan otot antara everter dan invertor, dan dorsi flexor dan
plantar flexor
5. Membuat kaki mobile dengan fungsi normal dan weight bearing
Terapi harus sudah dimulai pada hari-hari pertama kelahiran, 3 minggu
pertama merupakan golden period, sebab jaringan lunak pada usia ini masih
lentur.
11
VIII.1 Therapi Non Operative/Konsevatif
Perawatan non operatif dimulai sejak penderita lahir, dengan melakukan
elongasi jaringan lunak yang mengalami kontraktur dan kemudian dipertahankan
dengan pemasangan gips secara serial selama 6 minggu dan gips diganti setiap
minggu.
Dari 6 minggu sampai 12 minggu dipasang splint clubfoot tipe Denis
Brown. Setelah penderita waktunya berjalan setiap malam dipasang splint sepatu
Denis Brown dan siang hari memakai sepatu outflare sampai usia prasekolah.
Dari serial terapi tersebut yang paling penting adalah tahap pertama yaitu
elongasi jaringan lunak yang mengalami kontraktur dengan manipulasi pasif.
Elongasi dari m. triceps surae, capsul posterior, dan ligamentum ankle dan
subtalar
Teknik :
Os calcis dipegang antara ibu jari dan jari II, ditarik ke distal dan didorong
ke medial menjauhi mallelous lateralis, tangan satunya mendorong daerah
calcaneocuboid ke dorsiflexi, seluruh kaki tetap dalam posisi inversi.
Tidak diperbolehkan melakukan dorsiflexi daerah kaki bagian depan, hal
ini akan menyebabkan kaki melengkung. (roker-bottom).
Elongasi dari m. tibialis posterior dan ligamentum tibionaviculare
Teknik :
12
Os calcis dipegang antara ibu jari dan jari kedua, ditarik ke distal, dengan
tangan yang lain jari kedua dan ibu jari memegang naviculare dan kaki bagian
tengah ditarik ke distal ke daerah ibu jari kaki dan abduksi.
Elongasi ligamentum plantar calcaneonaviculare dan jaringan lunak plantar
pedis
Teknik :
Dengan satu tangan mendorong tumit ke proximal dan tangan yang lain
memegang kaki bagian tengah ke arah dorsifleksi.
Setiap tahapan di atas dilakukan sekitar 20 sampai 30 kali dan setiap
gerakan dipertahankan selama 10 hitungan.
Reduksi tertutup dislokasi medial dan plantar sendi talocalcaneonaviculare
Tahapan ini dikerjakan setelah tahap di atas sudah cukup berhasil.
Teknik :
Kaki bagian belakang dipegang dengan tangan, jari kedua di atas corpus
talus (di atas sinus tarsi), dekat anterior dan distal malleolus lateralis, ibu jari pada
anterior malleolus medialis.
Tangan satunya memegang kaki bagian tengah dan depan di antara ibu jari
dan jari kedua, dengan menggunakan traksi ke arah longitudinal, kaki dalam
posisi equinus dan inversi. Selanjutnya melakukan abduksi kaki bagian tengah,
mendorong naviculare ke lateral dan talus bagian anterior ke medial dengan ibu
jari.
Secara klinis reduksi berhasil dengan terbentuknya kontur eksterna normal
pada posisi istirahat. Setelah reduksi, dilakukan pemeriksaan radiologi, sisi AP
dan lateral.
13
Dianggap berhasil bila pada gambaran AP sudut talocalcaneal lebih dari
20 derajat dan T-MT1 kurang dari 15 derajat, pada gambaran lateral sudut
talicalcaneal harus antara 30-45 derajat.
Keadaan terreduksi ini dipertahankan dengan gips yang diganti setiap
seminggu sekali.
Hasil dan Prognosis
Kurang lebih sebanyak 50% dari kasus CTEV pada neonatus dapat dikoreksi
secara non operatif. Ponsetti dengan teknik operasinya melaporkan 80% kasus
CTEV menemukan kesuksesan. Rekurensi deformitas dilaporkan sebanyak 25%
dengan rata – rata mencapai 10 – 15 % kasus. Menelaus bahkan melaporkan
adanya rekurensi sebanyak 38% kasus. Rekurensi deformitas equinus sering
didapatkan karena terjadinya jaringan parut dan kontraktur dari kapsul dan
ligamen pada aspek posterior dari pergelangan kaki dan sendi subtalar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley’s : System of Orthopaedics and fractures, 8th edition, 2001, pp 488 –
491.
2. Tachdjian, M.O. : Pediatric Orthopedics, Second ed., vol. 4, WB. Saunders
Co., Philadelphia, 1990, pp. 2428 - 2541.
3. Lovell. Wood W., MD, Winter. Robert. B., MD : Pediatric Orthopedics,
Second ed., vol. Two, JB. Lippincott Co., Philadelphia, 1986, pp. 895 -
1017.
4. Salter. Robert B. : Textbook of Disorder and Injuries of The
Musculosceletal System, Second ed., Williams & Wilkins,
Baltimore/London, 1083, pp. 117 – 120.
14
5. Campbell’s, Operative Orthopaedics, 9th edition, volume one, 1998,
pp937-952.
.************
15