chapter ii(55)

16
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah (Ronny et al, 2010) The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) 2003 dan World Health Organization-International Society of Hypertension (WHO-ISH) 1999 telah memperbaharui klasifikasi, definisi, serta stratifikasi risiko untuk menentukan prognosis jangka panjang. Tabel 2.1. Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003 Tabel 2.2. Defenisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari WHO-ISH 1999 Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Optimal < 120 < 80 Normal < 130 < 85 Normal-Tinggi 130-139 85-89 Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99 Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal < 120 dan < 80 Prehipertensi 120-139 atau 80-89 Hipertensi Derajat 1 Derajat 2 140-159 ≥ 160 atau atau 90-99 ≥ 100 Universitas Sumatera Utara

Upload: dyah-gaby-kesuma

Post on 23-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

bhjmll

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II(55)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi

Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh

darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah.

Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau elastisitas

pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan menurunkan tekanan

darah (Ronny et al, 2010)

The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation,

and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) 2003 dan World Health

Organization-International Society of Hypertension (WHO-ISH) 1999 telah

memperbaharui klasifikasi, definisi, serta stratifikasi risiko untuk menentukan

prognosis jangka panjang.

Tabel 2.1. Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003

Tabel 2.2. Defenisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari WHO-ISH 1999

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Normal-Tinggi 130-139 85-89

Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi

Derajat 1

Derajat 2

140-159

≥ 160

atau

atau

90-99

≥ 100

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II(55)

(ringan)

Subgrup: borderline

140-149 90-94

Hipertensi Derajat 2

(sedang)

160-169 100-109

Hipertensi Derajat 3

(berat)

Isolated Systolic

Hypertension

Subgrup : borderline

≥ 180

≥140

140-149

≥ 110

< 90

< 90

2.2. Penyebab Hipertensi

Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi

esensial), yang memungkinkan umur panjang, kecuali apabila infark miokardium,

kecelakaan serebrovaskular, atau penyulit lainnya. Selain itu terdapat pula jenis

hipertensi lainnya yang disebut dengan hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang

disebabkan oleh gangguan organ lainya. Gangguan ginjal yang dapat menimbulkan

hipertensi yaitu, glomerulonefritis akut, penyakit ginjal kronis, penyakit polikistik,

stenosis arteria renalis, vaskulitis ginjal, dan tumor penghasil renin. Gangguan pada

sistem endokrin juga dapat menyebabkan hipertensi, dintaranya seperti hiperfungsi

adrenokorteks (sindrom Cushing, aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal

kongenital, ingesti licorice), hormon eksogen (glukokortikoid, estrogen, makanan

yang mengandung tiramin dan simpatomimetik, inhibitor monoamin oksidase),

feokromositoma, akromegali, hipotiroidisme, dan akibat kehamilan. Gangguan pada

sistem kardiovaskular seperti koarktasio aorta, poliarteritis nodosa, peningkatan

volume intravaskular, peningkatan curah jantung, dan rigiditas aorta juga dapat

menyebabkan hipertensi, begitu pula dengan gangguan neurologik seperti psikogenik,

peningkatan intrakranium, apnea tidur, dan stres akut (Cohen, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II(55)

2.3. Faktor Risiko Hipertensi

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena

interaksi faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya

kenaikan tekanan darah tersebut adalah faktor risiko seperti diet dan asupan garam,

stres, ras, obesitas, merokok, genetis, sistem saraf simpatis (tonus simpatis dan variasi

diurnal), keseimbangan modulator vasodilatasi dan vasokontriksi, serta pengaruh

sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin dan aldosteron.

Pasien prehipertensi beresiko mengalami peningkatan tekanan darah menjadi

hipertensi; mereka yang tekanan darahnya berkisar antara 130-139/80-89 mmHg

dalam sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali risiko menjadi hipertensi dan

mengalami penyakit kardiovaskular daripada yang tekanan darahnya lebih rendah.

Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg

yang merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit

kardiovaskular dari pada tekanan darah diastolik. Risiko penyakit kardiovaskular

dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan

20/10 mmHg. Risiko penyakit kardiovaskular ini bersifat kontinyu, konsisten, dan

independen dari faktor risiko lainnya, serta individu berumur 55 tahun memiliki 90%

risiko untuk mengalami hipertensi (Yogiantoro, 2006).

2.4. Mekanisme Hipertensi

Tingkat tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh

interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan demografik yang mempengaruhi

dua variabel hemodinamik: curah jantung dan resistansi perifer. Total curah jantung

dipengaruhi oleh volume darah, sementara volume darah sangat bergantung pada

homeostasis natrium. Resistansi perifer total terutama ditentukan di tingkat arteriol

dan bergantung pada efek pengaruh saraf dan hormon. Tonus vaskular normal

mencerminkan keseimbangan antara pengaruh vasokontriksi humoral (termasuk

angiotensin II dan katekolamin) dan vasodilator (termasuk kinin, prostaglandin, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II(55)

oksida nitrat). Resistensi pembuluh juga memperlihatkan autoregulasi; peningkatan

aliran darah memicu vasokonstriksi agar tidak terjadi hiperperfusi jaringan. Faktor

lokal lain seperti pH dan hipoksia, serta interaksi saraf (sistem adrenergik α- dan β-),

mungkin penting. Ginjal berperan penting dalam pengendalian tekanan darah, melalui

sistem renin-angiotensin, ginjal mempengaruhi resistensi perifer dan homeostasis

natrium. Angiontensin II meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resitensi

perifer (efek langsung pada sel otot polos vaskular) dan volume darah (stimulasi

sekresi aldosteron, peningkatan reabsorbsi natrium dalam tubulus distal). Ginjal juga

mengasilkan berbagai zat vasodepresor atau antihipertensi yang mungkin melawan

efek vasopresor angiotensin. Bila volime darah berkurang, laju filtrasi glomerulus

(glomerular filtration rate) turun sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi natrium

oleh tubulus proksimal sehingga natrium ditahan dan volume darah meningkat

(Kumar, et al, 2007).

Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi

esensial). Beberapa faktor diduga berperan dalam defek primer pada hipertensi

esensial, dan mencakup, baik pengaruh genetik maupun lingkungan. Penurunan

ekskresi natrium pada tekanan arteri normal mungkin merupakan peristiwa awal

dalam hipertensi esensial. Penurunan ekskresi natrium kemudian dapat menyebabkan

meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi perifer sehingga

tekanan darah meningkat. Pada keadaan tekanan darah yang lebih banyak natrium

untuk mengimbangi asupan dan mencegah retensi cairan. Oleh karena itu, ekskresi

natrium akan berubah, tetapi tetap steady state (“penyetelan ulang natriuresis

tekanan”). Namun, hal ini menyebabkan peningkatan stabil tekanan darah. Hipotesis

alternatif menyarankan bahwa pengaruh vasokonstriktif (faktor yang memicu

perubahan struktural langsung di dinding pembuluh sehingga resistensi perifer

meningkat) merupakan penyebab primer hipertensi. Selain itu, pengaruh

vasikonstriktif yang kronis atau berulang dapat menyebabkan penebalan struktural

pembuluh resistensi. Faktor lingkungan mungkin memodifikasi ekspresi gen pada

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II(55)

peningkatan tekanan. Stres, kegemukan, merokok, aktifitas fisik berkurang, dan

konsumsi garam dalam jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam

hipertensi (Kumar, et al, 2007).

2.5. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung

maupun tidak langsung yang bisa mengenai jantung, otak, ginjal, arteri perifer, dan

mata. Beberapa penelitian mengatakan bahwa penyebab kerusakan organ-organ

tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau

karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1

angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase,

dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan

sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target,

misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming

growth factor-β (TGF-β) (Yogiantoro, 2006).

Tabel 2.3. Faktor Risiko Kardiovaskular

Dapat Dimodifikasi Tidak dapat Dimodifikasi

Hipertensi

Merokok

Obesitas (BMI ≥ 30)

Physical Inactivity

Dislipidemia

Diabetes mellitus

Mikroalbuminemia atau GFR < 60 ml/min

Umur (pria > 55 tahun, wanita > 65

tahun)

Riwayat keluarga dengan penyakit

kardiovaskular prematur (pria < 55

tahun, wanita < 65 tahun)

Sumber : Yogiantoro, 2006.

2.6. Diagnosis Hipertensi

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II(55)

Pemeriksaan pasien hipertensi memiliki tujuan, yaitu untuk menilai gaya hidup

dan faktor risiko kardiovaskular lainnya atau bersamaan gangguan yang mungkin

mempengaruhi prognosis dan pedoman pengobatan, untuk mengetahui penyebab

tekanan darah tinggi, untuk menilai ada atau tidaknya kerusakan target organ dan

penyakit kardiovaskular (National Institutes of Health, 2003).

Pemeriksaan pada hipertensi menurut PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis

Kardiovaskular Indonesia) (2003), terdiri atas:

1. Riwayat penyakit

a. Lama dan klasifikasi hipertensi

b. Pola hidup

c. Faktor-faktor risiko kelainan kardiovaskular (Tabel 2.3)

d. Riwayat penyakit kardiovaskular

e. Gejala-gejala yang menyertai hipertensi

f. Target organ yang rusak

g. Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan

2. Pemeriksaan fisik

a. Tekanan darah minimal 2 kali selang dua menit

b. Periksa tekanan darah lengan kontra lateral

c. Tinggi badan dan berat badan

d. Pemeriksaan funduskopi

e. Pemeriksaan leher, jantung, abdomen dan ekstemitas

f. Refleks saraf

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Urinalisa

b. Darah : platelet, fibrinogen

c. Biokimia : potassium, sodium, creatinin, GDS, lipid profil, asam urat

4. Pemeriksaan tambahan

a. Foto rontgen dada

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II(55)

b. EKG 12 lead

c. Mikroalbuminuria

d. Ekokardiografi

Tekanan darah setiap orang sangat bervariasi. Pengukuran tunggal yang akurat

adalah awal yang baik tetapi tidak cukup: ukur tekanan darah dua kali dan ambil rata-

ratanya. Hipertensi didiagnosis jika rata-rata sekurang-kurangnya 2 pembacaan per

kunjungan diperoleh dari masing-masing 3 kali pertemuan selama 2 sampai 4 minggu

diperoleh tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau 90 mmHg untuk diastolik.

Menurut JNC 7, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg atau kurang.

Prehipertensi bila tekanan darah 120/80 samapi 139/89 mmHg. Hipertensi stadium 1

bila tekanan darah sistolik 140 sampai 159 mmHg atau tekanan darah diastolik 90

sampai 99 mmHg. Serta hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik ≥160 mmHg

atau tekanan darah diastolik ≥ 100 mmHg (Cohen, 2008).

2.7. Penatalaksanaan Hipertensi

2.7.1. Target Tekanan Darah

Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan

darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk

pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American Heart

Association (AHA) merekomendasikan target tekanan darah yang harus dicapai, yaitu

140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik, penyakit

arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri kronik, dan ≤ 120/80 mmHg untuk pasien

dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National Kidney Foundation (NKF), target

tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit

ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg untuk pasien dengan > 1 g

proteinuria (Cohen, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II(55)

2.7.2. Algoritme Penanganan Hipertensi

Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7 (2003), dijelaskan pada

skema dibawah ini:

Modifikasi Gaya Hidup

Tak mencapai sasaran TD (<140/90 mmHg atau <130/80 mmHg pada penderita DM atau penyakit ginjal kronik

Pilihan obat untuk terapi permulaan

Hipertensi tanpa Indikasi Khusus Hipertensi Indikasi Khusus

Hipertensi derajat 1

(TD sistolik 140-159 mmHg atau TD

diastolik 90-99 mmHg)

Umumnya diberikan diuretik gol.

Thiazide.Bisa dipertimbangkan

pemberian penghambat EKA, ARB, penyekat β,

antagonis Ca atau kombinasi

Hipertensi derajat 2

(TD sistolik ≥ 160 mmHg atau TD

diastolik ≥ 100 mmHg)

Umumnya diberikan kombinasi 2 macam

obat (biasanya diuretik gol. Thiazide dan

penghambat EKA, atau ARB atau penyekat β,

atau antogonis Ca

Obat-obatan untuk indikasi khusus.

Obat anti hiipertensi lainnya (diuretik,

penghambat EKA, ARB, penyekat β,

antagonis Ca) sesuai yang diperlukan

Sasaran Tekanan Darah tak Tercapai

Optimalkan dosis atau penambahan jenis obat sampai target tekanan darah tercapai. Pertimbangkan konsultasi dengan spesialis hipertensi

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II(55)

Skema 2.1. (Sumber : National Institutes of Health, 2003)

2.7.3. Modifikasi Gaya Hidup

Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah memiliki

implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Promosi kesehatan

modifikasi gaya hidup direkomendasikan untuk individu dengan pra-hipertensi dan

sebagai tambahan terhadap terapi obat pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk

risiko penyakit jantung secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup

pada tekanan darah akan lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam

percobaan jangka pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl diet juga

telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi. Pada penderita

hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan penurunan tekanan

darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, jumlah obat atau dosis yang

dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang

efektif menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan, mengurangi

asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan pola

diet yang sehat secara keseluruhan (Kotchen, 2008).

Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan tekanan

darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata penurunan tekanan darah 6,3/3,1

mmHg diobseravsi setelah penurunan berat badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga

teratur selama 30 menit seperti berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat

menurunkan tekanan darah. Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan

darah terhadap NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki dasar genetik.

Berdasarkan hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah dengan membatasi

asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq) menyebabkan penurunan

tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada hipertensi dan penurunan lebih rendah

pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada orang yang mengkonsumsi tiga

atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi ~ 14 g etanol) berhubungan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II(55)

dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan konsumsi alkohol dikaitkan dengan

penurunan tekanan darah. Begitu pula dengan DASH (Dietary Approaches to Stop

Hypertension) meliputi diet kaya akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah

lemak efektif dalam menurunkan tekanan darah (Kotchen, 2008).

Tabel 2.4. Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi

Modifikasi Rekomendasi Penurunan potensial

TD sistolik

Diet natrium Membatasi diet natrium tidak

lebih dari 2400 mg/hari atau

100 meq/hari

2-8 mmHg

Penurunan Berat

Badan

Menjaga berat badan normal;

BMI = 18,5-24,9 kg/

5-20 mmHg per 10 kg

penururnan berat

badan

Olahraga aerobik Olahraga aerobik secara teratur,

bertujuan untuk melakukan

aerobik 30 menit

Latihan sehari-hari dalam

seminggu. Disarankan pasien

berjalan-jalan 1 mil per hari di

atas tingkat aktivitas saat ini

4-9 mmHg

Diet DASH Diet yang kaya akan buah-

buahan, sayuran, dan

mengurangi jumlah lemak jenuh

dan total

4-14 mmHg

Membatasi

konsumsi alkohol

Pria ≤2 minum per hari, wanita

≤1 minum per hari

2-4 mmHg

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II(55)

Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan

darah, mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi, meningkatkan efikasi

obat antihipertensi, dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular (National

Institutes of Health, 2003).

2.7.4. Terapi Farmakologi

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang

dianjurkan oleh JNC 7 adalah:

a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist

b. Beta Blocker (BB)

c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)

d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)

e. Angiotensin II Receptor Blocker atau A receptor antagonist/blocker (ARB)

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan

target tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan

untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang

memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai

terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada

tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu

jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai

target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau

berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa

dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi.

Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai

target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan

dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum

bertambah (Yogiantoro, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II(55)

Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien

adalah:

a. CCB dan BB

b. CCB dan ACEI atau ARB

c. CCB dan diuretika

d. AB dan BB

e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

Tabel 2.5. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi

Menurut ESH (European Society of Hypertension) (2003).

Kelas Obat Indikasi Kontraindikasi

Mutlak Tidak Mutlak

Diuretika

(Thiazide)

Gagal jantung kongestif,

usia lanjut, isolated systolic

hypertension, ras Afrika

gout Kehamilan

Diuretika (Loop) Insufisiensi ginjal, gagal

jantung kongestif

Diuretika (anti

aldosteron)

Gagal jantung kongestif,

pasca infark miokardium

Gagal ginjal,

hiperkalemia

Penyekat β Angina pektoris, pasca

infark miokardium, gagal

jantung kongestif,

kehamilan, takiaritmia

Asma, penyakit

paru obstruktif

menahun, A-V

block (derajat 2

atau 3)

Penyakit

pembuluh darah

perifer,

intoleransi

glukosa, atlit

atau pasien yang

aktif secara fisik

Calcium

Antagonist

Usia lanjut, isolated systolic

hypertension, angina

Takiaritmia,

gagal jantung

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II(55)

(dihydropiridine) pektoris, penyakit

pembuluh darah perifer,

aterosklerosis karotis,

kehamilan

kongestif

Calcium

Antigonist

(verapamil,

diltiazem)

Angina pektoris,

aterosklerotis karotis,

takikardia supraventrikuler

A-V block

(derajat 2 atau

3), gagal jantung

kongestif

Pengahambat

ACE

Gagal jantung kongestif,

disfungsi ventrikel kiri,

pasca infark miokardium,

non-diabetik nefropati

Kehamilan,

hiperkalemia,

stenosis arteri

renalis bilateral

Angiotensin II

receptor

antagonist

(AT1-blocker)

Nefropati DM tipe 2,

mikroalbuminuria diabetik,

proteinuria, hipertropi

ventrikel kiri, batuk karena

ACEI

Kehamilan,

hiperkalemia,

stenosis arteri

renalis bilateral

Α-Blocker Hiperplasia prostat (BPH),

hiperlipidemia

Hipotensi

ortostatis

Gagal jantung

kongestif

Tabel 2.6. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7

Klasifikasi

Tekanan

Darah

TDS

(mmHg)

TDD

(mmHg)

Perbaikan

Pola Hidup

Terapi Obat Awal

Tanpa Indikasi

yang Memaksa

Dengan

Indikasi yang

Memaksa

Normal < 120 Dan < 80 Dianjurkan

ya

Prehipertensi 120-139 Atau 80- ya Tidak indikasi Obat-obatan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II(55)

89 obat untuk indikasi

yang memaksa

Hipertensi

derajat 1

140-159 Atau 90-

99

ya Diuretika jenis

Thiazide untuk

sebagian besar

kasus dapat

dipertimbangka

n ACEI, ARB,

BB, CCB, atau

kombinasi

Obat-obatan

untuk indikasi

yang memaksa

obat

antihipertensi

lain (diuretika,

ACEI, ARB,

BB, CCB)

sesuai

kebutuhan

Hipertensi

derajat 2

≥ 160 Atau ≥

100

ya Kombinasi 2

obat untuk

sebagian besar

kasus umumnya

diuretika jenis

Thiazide dan

ACEI atau ARB

atau BB atau

CCB

2.8. Upaya Peningkatan Kontrol Hipertensi

Model perilaku menyarankan bahwa terapi yang diterapikan oleh dokter dapat

mengontrol tekanan darah pasien hanya bila pasien tersebut memiliki motivasi untuk

menjalani pengobatan dan menjalankan modifikasi gaya hidup yang baik. Motivasi

timbul ketika pasien mendapatkan pengalaman yang positif, percaya kepada

dokternya. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hasil pengobatan; empati dapat

membangun kepercayaan dan merupakan motivator yang potensial (National

Institutes of Health, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II(55)

Hubungan dokter-pasien adalah berdasarkan kepercayaan, menghormati, dan

pengetahuan holistik pasien berkorelasi dengan hasil positif dari perawatan, seperti

kepatuhan, kepuasan, dan status kesehatan. Pasien sering mengevaluasi kompetensi

dokter berdasarkan keterampilan layanan pasien mereka, bukan keterampilan klinis

mereka. Layanan pasien adalah termasuk kemudahan akses, waktu tunggu yang

minimal, dan tanggapan yang positif dari staf pekerja, semua mempengaruhi

kepuasan penyedia dan kepatuhan pasien. Dokter adalah model peran dan harus

melatih staf dengan meningkatkan positif interaktif, dan lingkungan empati. Hal Ini

akan meningkatkan kenyamanan pasien dan kesediaan untuk berpartisipasi dalam

perawatan mereka sendiri (National Institutes of Health, 2003).

Menurut Boulware (2001), Intervensi perilaku pada pasien, seperti konseling,

terbukti efektif meningkatkan kontrol tekanan darah. Edukasi pasien terhadap

hipertensi, diantaranya adalah:

a. Menilai pemahaman pasien dan penerimaan atas diagnosa hipertensi

b. Diskusikan keluhan pasien dan mengklarifikasi ketidakpahaman pasien

c. Beritahu pasien tentang pembacaan tekanan darah dan memberikan salinan

tertulis

d. Dokter dan pasien sepakat mengenai target tekanan darah yang akan dicapai

e. Menginformasikan pasien tentang pengobatan yang direkomendasikan, dan

memberikan informasi tertulis yang spesifik tentang peran gaya hidup termasuk

diet, aktivitas fisik, suplemen makanan, dan konsumsi alkohol, penggunaan

brosur standar bila tersedia

f. Menunjukkan keprihatinan dan memberikan kesempatan bagi pasien

kesempatan perilaku tertentu untuk melaksanakan rekomendasi perawatan

g. Menekankan:

1. Perlunya melanjutkan pengobatan

2. Kontrol tidak berarti menyembuhkan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II(55)

3. Tekanan darah yang meninggi tidak dapat dikatakan melalui “perasaan atau

gejala”; tekanan darah harus diukur

Menurut Yogiantoro (2003), strategi untuk meningkatkan kepatuhan kepada

pengobatan adalah:

a. Empati dokter akan meningkatkan kepercayaan, motivasi dan kepatuhan pasien

b. Dokter harus mempertimbangkan latar belakang budaya kepercayaan pasien

serta sikap pasien terhadap pengobatan

c. Pasien diberi tahu hasil pengukuran tekanan darah, target yang masih harus

dicapai, rencana pengobatan selanjutnya serta pentingnya mengikuti rencana

tersebut

Universitas Sumatera Utara