chapter ii

27
BAB II LANDASAN TEORI A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang kita inginkan dan jenis hubungan sosial yang kita miliki (Perlman & Peplau, 1981). Kesepian merupakan hidup tanpa melakukan hubungan (Baron, 1991), tidak punya keinginan untuk melakukan hubungan interpersonal yang akrab (Peplau & Perlman, 1982). Dalam suatu penelitian menemukan bahwa kesepian diasosiasikan dengan perasaan depresi, kecemasan, ketidakpuasan, tidak bahagia, dan kesedihan (Russel, 1982). Jones, Hanson, dan Smith (1980) mengemukakan bahwa kesepian juga diasosisikan dengan kepercayaan bahwa cinta merupakan dasar yang tidak begitu penting bagi pernikahan dimana mereka punya pandangan bahwa pernikahan seseorang akan berakhir dengan perceraian (dalam Baron & Byrne, 1991). Kesepian akan disertai oleh berbagai macam emosi negatif seperti depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, ketidakpuasan, menyalahkan diri sendiri (Anderson, 1994) dan malu (Jones, Carpenter & Quintana, 1985). Kesepian berarti suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain (Bruno, 2000). Menurut Brehm dan Kassin, kesepian adalah perasaan Universitas Sumatera Utara

Upload: afnan-ra

Post on 04-Feb-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

c

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kesepian

1. Pengertian Kesepian

Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial

yang kita inginkan dan jenis hubungan sosial yang kita miliki (Perlman & Peplau,

1981). Kesepian merupakan hidup tanpa melakukan hubungan (Baron, 1991),

tidak punya keinginan untuk melakukan hubungan interpersonal yang akrab

(Peplau & Perlman, 1982). Dalam suatu penelitian menemukan bahwa kesepian

diasosiasikan dengan perasaan depresi, kecemasan, ketidakpuasan, tidak bahagia,

dan kesedihan (Russel, 1982). Jones, Hanson, dan Smith (1980) mengemukakan

bahwa kesepian juga diasosisikan dengan kepercayaan bahwa cinta merupakan

dasar yang tidak begitu penting bagi pernikahan dimana mereka punya pandangan

bahwa pernikahan seseorang akan berakhir dengan perceraian (dalam Baron &

Byrne, 1991).

Kesepian akan disertai oleh berbagai macam emosi negatif seperti depresi,

kecemasan, ketidakbahagiaan, ketidakpuasan, menyalahkan diri sendiri

(Anderson, 1994) dan malu (Jones, Carpenter & Quintana, 1985).

Kesepian berarti suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan

oleh adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan

orang lain (Bruno, 2000). Menurut Brehm dan Kassin, kesepian adalah perasaan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II

kurang memiliki hubungan sosial yang diakibatkan ketidakpuasan dengan

hubungan sosial yang ada (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kesepian

merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan

emosi-emosi negatif dan perasaan yang tidak menyenangkan yang dimiliki

seseorang serta adanya ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang diharapkan

dan ketersediaan hubungan yang dimiliki.

2. Bentuk-bentuk Kesepian

Weiss (dalam Santrock, 2003) menyebutkan adanya dua bentuk kesepian yang

berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda-beda, yaitu:

a. Isolasi emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang

muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim; orang

dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya sering

mengalami kesepian jenis ini.

b. Isolasi sosial (social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul

ketika seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam dirinya;

tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan

adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisasi, peran-

peran yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang

merasa diasingkan, bosan dan cemas.

Menurut Young (dalam Weiten & Lloyd, 2006) kesepian dapat dibagi menjadi

dua bentuk berdasarkan durasi kesepian yang dialaminya, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II

a. Transcient loneliness yaitu perasaan kesepian yang singkat dan muncul

sesekali, banyak dialami individu ketika kehidupan sosialnya sudah cukup

layak. Meer mengemukakan bahwa transcient loneliness memiliki jangka

waktu yang pendek, seperti ketika mendengarkan sebuah lagu atau ekspresi

yang mengingatkan pada seseorang yang dicintai yang telah pergi jauh (dalam

Newman & Newman, 2006).

b. Transitional loneliness yaitu ketika individu yang sebelumnya sudah merasa

puas dengan kehidupan sosialnya menjadi kesepian setelah mengalami

gangguan dalam jaringan sosialnya (misalnya meninggalnya orang yang

dicintai, bercerai atau pindah ke tempat baru).

c. Chronic loneliness adalah kondisi ketika individu merasa tidak dapat memiliki

kepuasan dalam jaringan sosial yang dimilikinya setelah jangka waktu

tertentu. Chronic loneliness menghabiskan waktu yang panjang dan tidak

dapat dihubungkan dengan stressor yang spesifik. Orang yang mengalami

chronic loneliness bisa saja berada dalam kontak sosial namun tidak

memperoleh tingkat intimasi dalam interaksi tersebut dengan orang lain (Berg

& Peplau, 1982). Sebaliknya, individu yang memiliki kemampuan sosial

tinggi, yaitu meliputi mampu bersahabat, kemampuan komunikasi, kesesuaian

perilaku nonverbal dan respon terhadap orang lain memiliki sistem dukungan

sosial yang lebih baik dan tingkat kesepian yang rendah (Rokach, Bacanli &

Ramberan, 2000)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II

Selanjutnya Shaver dkk (dalam Wrightsman, 1993) mengemukakan tipe-

tipe kesepian yang lain berdasarkan sifat kemenetapannya, yaitu:

1) Trait loneliness, yaitu kesepian yang cenderung menetap (stable pattern),

sedikit berubah, dan biasanya dialami oleh orang yang memiliki self-

esteem yang rendah, dan memiliki sedikit interaksi sosial yang berarti.

2) State loneliness, yaitu kesepian yang bersifat temporer, biasanya

disebabkan oleh pengalaman-pengalaman dramatis dalam kehidupan

seseorang.

3. Penyebab Kesepian

Menurut Brehm dkk (2002) terdapat empat hal yang dapat menyebabkan

seseorang mengalami kesepian, yaitu:

a. Ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang

Menurut Brehm dkk (2002) hubungan seseorang yang tidak adekuat akan

menyebabkan seseorang tidak puas akan hubungan yang dimiliki. Ada banyak

alasan seseorang merasa tidak puas dengan hubungan yang dimiliki, merasa

tidak puas dengan hubungan yang tidak adekuat. Rubenstein dan Shaver

(1982) menyimpulkan beberapa alasan yang banyak dikemukakan oleh orang

yang kesepian, yaitu sebagai berikut:

1) Being unattached; tidak memiliki pasangan, tidak memiliki partner

seksual, berpisah dengan pasangannya atau pacarnya.

2) Alienation; merasa berbeda, merasa tidak dimengerti, tidak dibutuhkan dan

tidak memiliki teman dekat.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II

3) Being Alone; pulang ke rumah tanpa ada yang menyambut, selalu sendiri.

4) Forced isolation; dikurung di dalam rumah, dirawat inap di rumah sakit,

tidak bisa kemana-mana.

5) Dislocation; jauh dari rumah (merantau), memulai pekerjaan atau sekolah

baru, sering pindah rumah, sering melakukan perjalanan (dalam Brehm

dkk, 2002).

Dua kategori pertama dapat dibedakan menurut tipe kesepian dari Weiss

yaitu isolasi emosional (being unattached) dan isolasi sosial (alienation).

Kelima kategori ini juga dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya yaitu

being unattached, alienation dan being alone disebabkan oleh karaktersitik

individu yang kesepian, sedangkan forced isolation dan discolation

disebabkan oleh karakteristik orang-orang yang berada di sekitar lingkungan

individu yang merasa kesepian.

b. Terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu

hubungan

Menurut Brehm dkk (2002) kesepian juga dapat muncul karena terjadi

perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan. Pada

saat tertentu hubungan sosial yang dimiliki seseorang cukup memuaskan.

Sehingga orang tersebut tidak mengalami kesepian. Tetapi di saat lain

hubungan tersebut tidak lagi memuaskan karena orang itu telah merubah apa

yang diinginkannya dari hubungan tersebut. Menurut Peplau (dalam Brehm

dkk, 2002), perubahan itu dapat muncul dari beberapa sumber yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II

1) Perubahan mood seseorang. Jenis hubungan yang diinginkan seseorang

ketika sedang senang berbeda dengan jenis hubungan yang diinginkan

ketika sedang sedih. Bagi beberapa orang akan cenderung membutuhkan

orangtuanya ketika sedang senang dan akan cenderung membutuhkan

teman-temannya ketika sedang sedih.

2) Usia, seiring dengan bertambahnya usia, perkembangan seseorang

membawa berbagai perubahan yang akan mempengaruhi harapan atau

keinginan orang itu terhadap suatu hubungan.

3) Perubahan situasi. Banyak orang tidak mau menjalin hubungan emosional

yang dekat dengan orang lain ketika sedang membina karir. Ketika karir

sudah mapan orang tersebut akan dihadapkan pada kebutuhan yang besar

akan suatu hubungan yang memiliki komitmen secara emosional.

Brehm dkk (2002) menyimpulkan bahwa pemikiran, harapan dan keinginan

seseorang terhadap hubungan yang dimiliki dapat berubah. Jika hubungan

yang dimiliki orang tersebut tidak ikut berubah sesuai dengan pemikiran,

harapan dan keinginannya maka orang itu akan mengalami kesepian.

c. Self-esteem

Kesepian berhubungan dengan self-esteem yang rendah. Orang yang memiliki

self-esteem yang rendah cenderung merasa tidak nyaman pada situasi yang

beresiko secara sosial. Dalam keadaan seperti ini orang tersebut akan

menghindari kontak-kontak sosial tertentu secara terus menerus akibatnya

akan mengalami kesepian.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II

d. Perilaku interpersonal

Perilaku interpersonal akan menentukan keberhasilan individu dalam

membangun hubungan yang diharapkan. Dibandingkan dengan orang yang

tidak mengalami kesepian, orang yang mengalami kesepian akan menilai

orang lain secara negatif, tidak begitu menyukai orang lain, tidak

mempercayai orang lain, menginterpretasikan tindakan orang lain secara

negatif, dan cenderung memegang sikap-sikap yang bermusuhan.

Orang yang mengalami kesepian cenderung terhambat dalam keterampilan

sosial, cenderung pasif bila dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami

kesepian dan ragu-ragu dalam mengekspresikan pendapat di depan umum.

Orang yang mengalami kesepian cenderung tidak responsif dan tidak sensitif

secara sosial. Orang yang mengalami kesepian juga cenderung lambat dalam

membangun keintiman dalam hubungan yang dimilikinya dengan orang lain.

Perilaku ini akan membatasi kesempatan orang itu untuk bersama dengan

orang lain dan memiliki kontribusi terhadap pola interaksi yang tidak

memuaskan (Peplau & Perlman, Saks & Krupart, dalam Brehm dkk, 2002).

e. Atribusi penyebab

Menurut pandangan Peplau dan Perlman (dalam Brehm dkk, 2002) perasaan

kesepian muncul sebagai kombinasi dari adanya kesenjangan hubungan sosial

pada individu ditambah dengan atribusi penyebab. Atribusi penyebab dibagi

atas komponen internal-eksternal dan stabil-tidak stabil. Penjelasannya dapat

dilihat pada tabel 1 berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II

Tabel 1 Penjelasan Kesepian Berdasarkan Atribusi Penyebab

Kestabilan Internal Ekternal

Stabil Saya kesepian karena saya tidak dicintai. Saya tidak akan pernah dicintai

Orang-orang di sini tidak menarik. Tidak satupun dari mereka yang mau berbagi. Saya rasa saya akan pindah.

Tidak stabil

Saya kesepian saat ini, tapi tidak akan lama. Saya akan menghentikannya dengan pergi dan bertemu orang baru.

Semester pertama memang selalu buruk, saya yakin segalanya akan menjadi baik di waktu yang akan datang

Sumber: Shaver & Rubeinstein (dalam Brehm dkk, 2002) hlm: 413.

Tabel di atas menunjukkan bahwa individu yang memandang kesepian

secara internal dan stabil menganggap dirinya adalah penyebab kesepian

sehingga individu lebih sulit untuk keluar dari perasaan kesepian tersebut.

Individu yang memandang kesepian secara internal dan tidak stabil

menganggap kesepian yang dialaminya hanya bersifat sementara dan

berkeinginan menemukan orang lain untuk mengatasi kesepian yang

dialaminya. Individu yang memandang kesepian secara eksternal dan stabil

menganggap hanya karena keadaan lingkunganlah yang menyebabkannya

merasakan kesepian. Sedangkan, individu yang memandang kesepian secara

eksternal dan tidak stabil berharap sesuatu dapat merubah keadaan menjadi

lebih baik sehingga memungkinkan untuk keluar dari perasaan kesepian

tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II

4. Perasaan Individu Ketika Mengalami kesepian

Ketika mengalami kesepian, individu akan merasakan ketidakpuasan,

kehilangan, dan distress, namun hal ini tidak berarti bahwa perasaan ini sama di

setiap waktu. Faktanya menunjukkan bahwa orang-orang yang berbeda bisa saja

memiliki perasaan kesepian yang berbeda dalam situasi yang berbeda pula

(Lopata dalam Brehm dkk, 2002).

Berdasarkan survei mengenai kesepian yang dilakukan oleh Rubeinstein,

Shaver dan Peplau (dalam Brehm dkk, 2002) diuraikan bahwa empat jenis

perasaan yang dialami oleh orang yang kesepian, yaitu:

a. Desperation (Pasrah)

Desperation merupakan perasaan keputusasaan, kehilangan harapan, serta

perasaan yang sangat menyedihkan sehingga mampu melakukan tindakan

nekat. Beberapa perasaan yang spesifik dari desperation adalah: (1) Putus asa,

yaitu memiliki harapan sedikit dan siap melakukan sesuatu tanpa

memperdulikan bahaya pada diri sendiri maupun orang lain, (2) Tidak

berdaya, yaitu membutuhkan bantuan orang lain tanpa kekuatan mengontrol

sesuatu atau tidak dapat melakukan sesuatu, (3) Takut, yaitu ditakutkan atau

dikejutkan oleh seseorang atau sesuatu, sesuatu yang buruk akan terjadi, (4)

Tidak punya harapan, yaitu tidak mempunyai pengalaman, tidak menunjukkan

harapan, (5) Merasa ditinggalkan, yaitu ditinggalkan/dibuang seseorang, serta

(6) Mudah mendapat kecaman atau kritik, yaitu mudah dilukai baik secara

fisik maupun emosional.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II

b. Impatient Boredom (Tidak Sabar dan Bosan)

Impatient boredom yaitu rasa bosan yang tidak tertahankan, jenuh, tidak suka

menunggu lama, dan tidak sabar. Beberapa indikator impatient boredom

seperti (1) Tidak sabar, yaitu menunjukkan perasaan kurang sabar, sangat

menginginkan sesuatu, (2) Bosan, yaitu merasa jemu, (3) Ingin berada di

tempat lain, yaitu seseorang yang merasa dirinya di tempat yang berbeda dari

tempat individu tersebut berada saat ini, (4) Kesulitan, yaitu khawatir atau

cemas dalam menghadapi suatu keadaan, (5) Sering marah, yaitu filled with

anger, serta (6) Tidak dapat berkonsentrasi, yaitu tidak mempunyai keahlian,

kekuatan, atau pengetahuan dalam memberikan perhatian penuh terhadap

sesuatu.

c. Self-Deprecation (Mengutuk Diri Sendiri)

Self-deprecation yaitu suatu perasaan ketika seseorang tidak mampu

menyelesaikan masalahnya, mulai menyalahkan serta mengutuk diri sendiri.

Indikator self-deprecation diantaranya (1) Tidak atraktif, yaitu suatu perasaan

ketika seseorang tidak senang atau tidak tertarik terhadap suatu hal, (2)

Terpuruk, yaitu sedih yang mendalam, lebih rendah dari sebelumnya, (3)

Bodoh, yaitu menunjukkan kurangnya inteligensi yang dimiliki, (4) Malu,

yaitu menunjukkan perasaan malu atau keadaan yang sangat memalukan

terhadap sesuatu yang telah dilakukan, serta (5) Merasa tidak aman, yaitu

kurangnya kenyamanan, tidak aman.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II

d. Depression (Depresi)

Depression menurut Davison (2004) merupakan tahapan emosi yang ditandai

dengan kesedihan yang mendalam, perasaan bersalah, menarik diri dari orang

lain, serta kurang tidur. Indikator depression menurut Brehm dkk (2002) yaitu,

(1) Sedih, yaitu tidak bahagia atau menyebabkan penderitaan, (2) Depresi,

yaitu murung, muram, sedih, (3) Hampa, yaitu tidak mengandung apa-apa atau

tidak ada sama sekali, tidak memiliki nilai atau arti, (4) Terisolasi, yaitu jauh

dari orang lain, (5) Menyesali diri, yaitu perasaan kasihan atau simpati pada

diri sendiri, (6) Melankolis, yaitu perasaan sedih yang mendalam dan dalam

waktu yang lama, (7) Mengasingkan diri, yaitu menjauhkan diri sehingga

menyebabkan seseorang menjadi tidak bersahabat, serta (8) berharap memiliki

seseorang yang spesial, yaitu individu mengharapkan memiliki seseorang

yang dekat dengan individu dengan lebih intim.

Menurut M.J. Saks dan E. Krupat (1988) ada dua hal yang memicu munculnya

perasaan kesepian, yaitu:

a. Sifat dan taraf hubungan sosial seseorang dapat berubah. Misalnya adalah

perceraian, putus cinta, perpisahan secara fisik, meninggalnya orang yang

dicintai, pengangguran, pensiun, atau ketika opname di rumah sakit. Semua ini

dapat memunculkan perasaan kesepian.

b. Kebutuhan seseorang untuk persahabatan dan keintiman dan dapat barubah.

Misalnya pasangan yang anaknya sudah dewasa dan pergi meninggalkan

rumah, akan mencari kesenangan yang baru dan membina hubungan yang

baru.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesepian

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian diantaranya:

a. Usia

Orang yang berusia tua memiliki stereotip tertentu di dalam masyarakat.

Banyak orang yang menganggap semakin tua seseorang semakin merasa

kesepian.

b. Status Perkawinan

Secara umum, orang yang tidak menikah lebih merasa kesepian bila

dibandingkan dengan orang menikah (Freedman; Perlman & Peplau; dalam

Brehm dkk, 2002). Berdasarkan penelitian Perlman dan Peplau; Rubeinstein

dan Shaver (dalam Brehm dkk, 2002), menyimpulkan bahwa kesepian lebih

merupakan reaksi terhadap kehilangan hubungan perkawinan (marital

relationship) dan ketidakhadiran dari pasangan suami/isteri pada diri

seseorang.

c. Gender

Studi mengenai kesepian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kesepian

antara laki-laki dan perempuan. Menurut Borys dan Perlman (dalam Brehm

dkk, 2002) laki-laki lebih sulit menyatakan kesepian secara tegas bila

dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan oleh stereotip peran

gender yang berlaku dalam masyarakat. Borys dan Perlman mengemukakan

bahwa berdasarkan stereotip peran gender, pengekspresian emosi kurang

sesuai bagi laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan (dalam Deaux,

Dane & Wrightsman, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II

d. Status sosial ekonomi

Weiss (dalam Brehm dkk, 2002) melaporkan fakta bahwa individu dengan

tingkat penghasilan rendah cenderung mengalami kesepian lebih tinggi

daripada individu dengan tingkat penghasilan tinggi.

e. Karakteristik latar belakang yang lain

Rubeinstein dan Shaver (dalam Brehm dkk, 2002) menemukan satu

karakteristik latar belakang seseorang yang kuat sebagai prediktor kesepian.

Individu dengan orang tua yang bercerai akan lebih kesepian bila

dibandingkan dengan individu dengan orang tua yang tidak bercerai. Semakin

muda usia seseorang ketika orang tuanya bercerai semakin tinggi tingkat

kesepian yang akan dialami orang tersebut ketika dewasa. Tetapi hal ini tidak

berlaku pada individu yang orangtuanya meninggal ketika individu tersebut

masih kanak-kanak, individu tersebut tidak lebih kesepian ketika dewasa bila

dibandingkan dengan individu dengan orang tua yang berpisah semasa kanak-

kanak atau remaja. Menurut Brehm dkk (2002) proses perceraian

meningkatkan kesepian ketika anak-anak tersebut dewasa.

6. Reaksi terhadap Kesepian

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Rubeinstein dan Shaver (dalam

Brehm dkk, 2002) disimpulkan beberapa reaksi terhadap kesepian, yaitu:

a. Melakukan kegiatan aktif

Reaksi terhadap kesepian berupa kegiatan-kegiatan aktif dan membangun

terhadap diri sendiri seperti: belajar atau bekerja, menulis, mendengarkan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II

musik, melakukan olahraga, melakukan hobi, pergi ke bioskop, membaca atau

memainkan alat musik, menggunakan internet.

b. Membuat kontak sosial

Reaksi terhadap kesepian berupa membuat kontak sosial dengan orang lain

seperti: menelepon teman, chatting, dan mengunjungi seseorang.

c. Melakukan kegiatan pasif

Reaksi terhadap kesepian yang sifatnya pasif seperti: menangis, tidur, duduk,

dan berpikir, tidak melakukan apapun, makan berlebihan, memakan obat

penenang, menonton televisi, mabuk.

d. Kegiatan selingan yang kurang membangun

Reaksi terhadap kesepian berupa menghabiskan uang dan berbelanja.

B. Dewasa Madya

1. Pengertian Dewasa Madya

Menurut Gallagher, Lachman, Lewkowctz, dan Peng (2001), dewasa madya

ditandai dengan tanggung jawab yang berat dan beragam, menuntut peran,

tanggung jawab sebagai seorang yang menjalankan rumah tangga, perusahaan,

membesarkan anak, dan mungkin merawat orang tua mereka, mulai menata karir

yang baru. Menurut Lachman (2001), dewasa madya merupakan waktu untuk

mengevaluasi kembali tujuan dan aspirasi dan sejauh mana mereka telah

memenuhinya dan memutuskan bagaimana cara terbaik untuk menggunakan

waktu yang tersisa dalam hidup mereka.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II

Menurut Hurlock (1998), dewasa madya merupakan periode yang panjang

dalam rentang kehidupan manusia dan dibagi ke dalam dua sub bagian, yaitu:

a. Usia madya dini (40-50 tahun)

b. Usia madya lanjut (50-60 tahun)

Menurut Levinson (dalam Monks, 2002), pada usia 40 tahun tercapailah

puncak masa dewasa. Dalam usia 40-45 tahun seseorang menghadapi tiga macam

tugas: (1) penilaian kembali masa lalu, (2) merubah struktur kehidupan, dan (3)

proses individuasi. Orang menilai masa lalu, membedakan ilusi dan kenyataan,

dan dengan pandangan ke depan merubah struktur kehidupannya. Proses

individuasi yang bermula pada kelahiran, dalam masa peralihan ini dibangunlah

struktur kehidupan baru yang berlangsung sampai fase penghidupan yang

berikutnya, yaitu permulaan dewasa madya (45-50 tahun). Fase berikutnya (50-55

tahun) seringkali merupakan krisis bila seseorang tidak sepenuhnya berhasil

dalam pengstrukturan kembali hidupnya pada peralihan ke dewasa madya.

Sesudah itu datanglah masa puncak (55-60 tahun) yang sekaligus menandai

masuk ke dalam masa dewasa akhir.

2. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Madya

Havighurst (dalam Hurlock, 1998) membagi tugas perkembangan dewasa

madya menjadi empat kategori utama:

1. Tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik

Menerima dan menyesuaikan dengan perubahan fisik yang biasa terjadi.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II

2. Tugas yang berkaitan dengan perubahan minat

Berasumsi terhadap tanggung jawab warga negara dan sosial, minat pada

waktu luang yaitu orientasi kedewasaan dan tempat kegiatan.

3. Tugas yang berkaitan dengan penyesuaian kejuruan

Pemantapan dan pemeliharaan standar hidup relatif mapan.

4. Tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga

Berkaitan dengan pasangan, penyesuaian dengan lansia, membantu remaja

menjadi dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia.

3. Karateristik Dewasa Madya

Menurut Hurlock (1998), karakteristik dewasa madya adalah:

1. Periode yang sangat ditakuti

Terdapatnya kepercayaan tradisional dimana pada masa ini terjadi kerusakan

mental, fisik dan reproduksi yang berhenti serta merasakan bahwa pentingnya

masa muda.

2. Masa transisi

Perubahan pada ciri dan perilaku masa dewasa madya yaitu perubahan pada

ciri jasmani dan perilaku baru. Pada pria terjadi perubahan keperkasaan dan

pada wanita terjadi perubahan kesuburan atau menopause.

3. Masa stres

Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah

terutama karena perubahan fisik dimana terjadi pengrusakan homeostatis fisik

dan psikologis. Pada wanita terjadi pada usia 40-an yaitu masuk menopause

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II

dan anak-anak meninggalkan rumah dan pada pria terjadi pada usia 50-an saat

masuk pensiun.

4. “Usia yang berbahaya”

Terjadi kesulitan fisik dimana usia ini banyak bekerja, cemas yang berlebihan,

kurang perhatian terhadap kehidupan dimana hal ini dapat menganggu

hubungan suami-isteri dan bisa terjadi perceraian, gangguan jiwa,

alkoholisme, pecandu obat, hingga bunuh diri.

5. “Usia canggung”

Serba canggung karena bukan “muda” lagi dan bukan juga “tua”. Kelompok

usia madya seolah berdiri di antara generasi pemberontak yang lebih muda

dan generasi senior.

6. Masa berprestasi

Sejalan dengan masa produktif dimana terjadi puncak karir. Menurut Erikson,

usia madya merupakan masa krisis yaitu generativity (cenderung untuk

menghasilkan) - stagnasi (cenderung untuk tetap berhenti) dan dominan terjadi

hingga menjadi sukses atau sebaliknya. Peran kepemimpinan dalam pekerjaan

merupakan imbalan atau prestasi yang dicapai yaitu generasi pemimpin.

7. Masa evaluasi

Terutama terjadi evaluasi diri. Jika berada pada puncak evaluasi maka terjadi

evaluasi prestasi.

8. Dievaluasi dengan standar ganda

a. Aspek yang berkaitan dengan perubahan jasmani yaitu rambut menjadi

putih, wajah keriput, otot pinggang mengendur.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II

b. Cara dan sikap terhadap usia tua yaitu tetap merasa muda dan aktif tetapi

menjadi tua dengan anggun, lambat, hati-hati hidup dengan nyaman.

9. Masa sepi

Masa sepi atau empty nest terjadi jika anak-anak tidak lagi tinggal dengan

orangtua. Lebih terasa traumatik bagi wanita khususnya wanita yang selama

ini mengurus pekerjaan rumah tangga dan kurang mengembangkan minat saat

itu. Pada pria mengundurkan diri dari pekerjaan.

10. Masa jenuh

Pada pria jenuh dengan kegiatan rutin dan kehidupan keluarga dengan sedikit

hiburan. Pada wanita jenuh dengan urusan rumah tangga dan membesarkan

anak-anak.

4. Penyesuaian pada Dewasa Madya

1. Penyesuaian pekerjaan

Penyesuaian diri terhadap pekerjaan bagi pria dan wanita rumit karena

berbagai faktor seperti sikap sosial yang tidak menyenangkan, sistem kontrak

kerja, penggunaan mesin otomatis, kelompok kerja, peran isteri meningkat,

harus pensiun, dominasi perusahaan besar, dan relokasi perusahaan. Kondisi

yang menunjang kepuasan kerja pada usia madya yaitu kepuasan yang

diperoleh anggota keluarga karena prestasi kerja, adanya kesempatan untuk

aktualisasi diri dalam bekerja, hubungan baik dengan sesama pegawai, puas

karena kebijakan organisasi seperti tunjangan kesehatan, cuti, kecelakaan,

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II

pensiun, dan lain-lain, aman dengan pekerjaan, tidak ada paksaan untuk

pindah tugas dan tanggung jawab tertentu.

2. Penyesuaian terhadap perubahan pola keluarga

Perubahan karena berkurangnya jumlah anggota keluarga yang tinggal di

rumah. Tahap mengecilnya daur keluarga yaitu masalah penyesuaian

kehidupan yakni periode sarang kosong atau emptynest yang berkaitan dengan

hubungan berorientasi pada pasangan. Pada usia madya seks merupakan faktor

penting bagi kepuasan pasangan suami isteri yaitu ada peningkatan dalam

pencapaian kepuasan seks. Pada usia madya terjadinya penyesuaian terhadap

keluarga anak, keluarga pasangan seperti merawat orangtua yang sudah lansia,

penyesuaian menjadi kakek-nenek yaitu hubungan kesenangan tanpa tanggung

jawab.

3. Penyesuaian diri dengan hidup sendiri

Wanita lajang pada usia madya menyesuaikan pola hidup dengan tepat dan

perhatian ke pekerjaan. Usia madya pada wanita lajang yang bekerja kurang

menyenangkan karena rasa tidak aman dalam pekerjaan (tidak ada promosi

kerja) seperti pada masa dewasa dini.

4. Penyesuaian diri dengan ambang masa pensiun dan usia lanjut

Merupakan tugas yang penting pada usia madya yaitu kesulitan karena sikap

sosial yang kurang menyenangkan dan menghambat persiapannya (perilaku

keluarga). Persiapan pensiun yang perlu dibicarakan dengan anggota keluarga.

Persiapan menghadapi usia lanjut yakni lebih tenang dan mudah

menyesuaikan terhadap berbagai masalah menjadi lebih mudah.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II

C. Melajang

1. Pengertian Melajang

Menurut Stein (1976) melajang (single) adalah individu yang tidak menikah

atau terlibat dalam hubungan homoseksual dan heteroseksual.

a. Keuntungan Melajang

Beberapa keuntungan melajang adalah (dalam DeGenova, 2008):

1) Lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan diri dan

mengembangkan personal.

2) Adanya kesempatan untuk bertemu orang-orang yang berbeda dan untuk

mengembangkan serta menikmati pertemanan yang berbeda.

3) Kebebasan secara ekonomi dan pembekalan diri.

4) Lebih tervariasi pengalaman seksualnya.

5) Kebebasan untuk mengontrol kehidupannya sendiri.

6) Lebih memiliki kesempatan untuk mengubah, mengembangkan karir.

b. Kerugian Melajang

Beberapa kerugian melajang adalah (dalam DeGenova, 2008):

1) Kesepian dan hubungan persahabatan yang kurang.

2) Kesulitan ekonomi.

3) Merasa terasing dalam beberapa pertemuan sosial.

4) Frustrasi seksual.

5) Tidak memiliki anak atau keluarga yang dapat membawa anak-anak.

Beberapa individu merasakan banyak keuntungan dalam mempertahankan

status lajang, yang meliputi:

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II

a. Memiliki waktu dan kesempatan untuk membuat keputusan sendiri tentang

tujuan hidup.

b. Memiliki waktu untuk mengembangkan diri dan finansial untuk mencapai

tujuan.

c. Bebas untuk membuat keputusan sendiri dan menjalankan rencana dan minat

yang telah direncanakan sendiri.

d. Memiliki kesempatan untuk mencari tempat-tempat baru dan mencoba sesuatu

yang baru.

e. Mempertahankan privacy.

2. Sebab-sebab Melajang

Penelitian Austrom dan Hanel (1985), Frazier dkk (1996), Lewis dan Moon,

1997) menunjukkan sebab-sebab individu dewasa hidup melajang yaitu:

a. Pilihan personal yaitu hidup melajang karena merupakan pilihan mereka

sendiri, dan mempunyai argumen positif untuk tetap melajang

b. Keadaan eksternal, misalnya tidak menemukan seseorang yang cocok, dan

c. Defisit personal atau menyalahkan diri sendiri, misalnya merasa malu atau

merasa tidak menarik

Menurut Sunarto (2000) salah satu faktor yang menyebabkan enundaan

perkawinan atau bahkan keinginan untuk tetap hidup melajang di kalangan orang

muda adalah keinginan untuk tetap bebas, seperti bebas untuk mengambil resiko,

bebas bereksperimen dan membuat suatu perubahan tanpa memikirkan efek dari

pemenuhan terhadap orang lain. Ada juga yang menikmati kebebasan dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II

hubungan seksual, menganggap bahwa melajang itu menyenaangkan, dan ada

yang senang dengan kesendirian. Selain itu ada juga yang menghindari

perkawinan karena takut bercerai (Papalia & Olds, 1995).

Kephart (dalam Dyer, 1983) selain faktor-faktor yang bersifat individual di

atas terdapat faktor sosial, ekonomi, dan demografi yang memicu peningkatan

hidup melajang. Pada populasi perempuan, peningkatan hidup melajang

dipengaruhi tingkat pendidikan, perluasan kesempatan kerja (yang memampukan

mereka untuk menghidupi diri sendiri) dan pergerakan liberal perempuan.

Berkurangnya kekhwatiran para perempuan terhadap stigma yang berlaku di

masyarakat terutama label “perawan tua” juga memberikan kontribusi terhadap

meningkatnya jumlah perempuan yang melajang.

Menurut Hurlock (1980) kebanyakan orang yang tidak menikah mempunyai

alasan-alasan yang kuat untuk tetap melajang. Beberapa dari alasan tersebut

adalah karena faktor lingkungan, dan beberapa lagi karena faktor pribadi. Alasan

yang paling umum diberikan adalah sebagai berikut:

a. Penampilan seks yang tidak menarik dan tidak tepat.

b. Cacat fisik atau penyakit lama.

c. Sering gagal dalam mencari pasangan.

d. Tidak mau memikul tanggung jawab perkawinan dan orangtua.

e. Keinginan untuk meniti karir yang menuntut kerja lama dan jam kerja tanpa

batas dan banyak bepergian.

f. Tidak seimbangnya jumlah anggota masyarakat wanita dan pria di masyarakat

tempat ia tinggal.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II

g. Jarang mempunyai kesempatan untuk berjumpa dan berkumpul dengan lawan

jenis yang dianggap cocok dan sepadan.

h. Mempunyai tanggung jawab keuangan dan waktu untuk orangtua dan saudara-

saudaranya.

i. Kekecewaan yang pernah dialami karena kehidupan keluarga yang tidak

bahagia pada masa lalu atau pengalaman pernikahan yang tidak

membahagiakan yang dialami oleh temannya.

j. Mudahnya fasilitas untuk melakukan hubungan seksual tanpa menikah.

k. Gaya hidup yang menggairahkan.

l. Besarnya kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir.

m. Kebebasan untuk mengubah dan melakukan percobaan dalam pekerjaan dan

gaya hidup.

n. Mempunyai kepercayaan bahwa mobilitas sosial akan lebih mudah diperoleh

apabila dalam keadaan lajang daripada menikah.

o. Persahabatan dengan anggota kelompok seks sejenis yang begitu kuat dan

memuaskan.

p. Homoseksual.

3. Faktor-faktor Melajang

Menurut Stein (dalam Lefrancois, 1993), beberapa faktor sosial yang

berkontribusi pada peningkatan jumlah individu melajang (belum pernah

menikah):

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II

a. Besarnya jumlah wanita yang kuliah dan memulai karir sebelum menikah.

b. Berkembangnya kesempatan untuk berkarir bagi wanita.

c. Besarnya jumlah wanita daripada pria pada kebanyakan umur yang pantas

untuk menikah.

d. Meningkatnya perceraian, sehingga mengurangi keinginan untuk menikah.

e. Meningkatnya cohabitation (tinggal serumah selayaknya suami isteri tanpa

ada ikatan pernikahan) yang diterima oleh masyarakat.

Faktor lainnya yang dapat menjelaskan mengapa seseorang melajang adalah

(dalam Hoyer dan Roodin, 2003):

a. Melajang menawarkan fleksibilitas dan kebebasan dalam membuat keputusan

dan berinteraksi sosial dengan orang lain.

b. Perubahan sikap antara banyak wanita dan pria terhadap karir dan pemenuhan

pribadi.

c. Banyak pilihan untuk mengembangkan karir individu lajang sebelum

mengasumsikan tanggung jawab mengenai pernikahan.

d. Menikmati hubungan intim ketika individu lajang telah sukses dan

menghindari masalah pernikahan yang buruk (dalam Craig, 1996)

4. Jenis Individu yang Menjalani Status Lajang

Menurut Jana Darrington, Kathleen W. Piercy, dan Sylvia (2005), ada dua

jenis dari individu yang menjalani status lajang:

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II

a. Individu yang memeluk gaya hidup dan menikmati gaya hidup tersebut.

b. Individu yang tidak puas dengan kehidupan lajang dan menyalahkan status

mereka yang tidak menikah karena ketidakcukupan personal dan situasional.

Pada budaya tertentu, ajaran agama, hubungan keluarga, dan hubungan

pertemanan secara khusus berpengaruh pada usaha individu lajang untuk

merasakan dan menciptakan makna dari kehidupan single mereka.

D. Dewasa Madya Melajang

Dewasa madya yang hidup melajang merupakan individu yang berumur antara

40-60 tahun yang berstatus belum menikah atau belum pernah menikah. Sekitar

satu dari 20 orang pada usia madya belum menikah (Sensus USA, 1996).

Umumnya, orang yang tidak pernah menikah pada usia madya tidak akan

menikah. Beberapa individu lajang cenderung memiliki status pendidikan yang

lebih tinggi atau pendidikan yang lebih rendah. Wanita mungkin memilih

pendidikan yang lebih tinggi dan karir daripada menikah karena mereka

menganggap bahwa pernikahan akan menguasai mereka.

E. Kesepian pada Dewasa Madya yang Hidup Melajang

Kesepian pada dewasa madya yang hidup melajang mengalami perasaan

kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis

hubungan sosial yang individu inginkan dan jenis hubungan sosial yang individu

miliki (Perlman & Peplau, 1981). Kualitas dan kuantitas kesepian yang individu

rasakan bervariasi, meliputi durasi, frekuensi dan kuat lemahnya perasaan

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II

kesepian yang individu alami. Menurut Young (dalam Weiten & Lloyd, 2006),

bentuk kesepian berdasarkan durasi meliputi perasaan kesepian yang muncul

sesekali, mengalami kesepian setelah mengalami gangguan pada jaringan

sosialnya dan tidak dapat memiliki kepuasan dalam jaringan sosial yang

dimilikinya dalam jangka waktu tertentu.

Dewasa madya yang hidup melajang bisa merasakan kesepian dari beberapa

uraian di atas tergantung kepada jenis jaringan sosial yang ia miliki dihubungkan

dengan pekerjaan individu. Penyebab inividu lajang merasakan kesepian adalah

ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki yakni being unattached dimana

sebab individu lajang merasakan kesepian adalah karena tidak memiliki pasangan

hidup atau partner seksual. Faktor yang mempengaruhi kesepian pada dewasa

madya adalah usia dimana individu dewasa madya yang akan memasuki masa

lansia tetapi belum juga memiliki pasangan. Hal ini berhubungan dengan faktor

selanjutnya yaitu status perkawinan dimana menurut Freedman; Perlman dan

Peplau (dalam Brehm dkk, 2002), individu yang tidak menikah lebih merasa

kesepian bila dibandingkan dengan individu yang menikah. Dewasa madya yang

hidup melajang juga kesepian karena merasakan emosi-emosi negatif. Emosi

negatif tersebut meliputi desperation (pasrah), impatient boredom (bosan), self-

deprecation (mengutuk diri sendiri), dan depression atau depresi (dalam Brehm

dkk, 2002). Oleh karena itu individu yang merasakan kesepian adalah individu

yang setidaknya merasakan keempat perasaan di atas

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II

F. Kerangka Berpikir Penelitian

Keterangan: : Terbagi/meliputi/akan terjadi

: Mempengaruhi : Yang ingin diteliti

Dewasa madya

Paling sulit Masa evaluasi Tugas

Berhubungan dengan

kehidupan kel arga

Menjalankan rumah tangga, menghasilkan keturunan, mendidik

anak

Seharusnya sudah menikah

Melajang

Penilaian masyarakat (label yang diberikan)

Kesedihan, ketidakbahagiaa

Kesepian

Perasaan dan bentuk kesepian bervariasi

Penyebab dan faktor yang mempengaruhi Reaksi kesepian

Universitas Sumatera Utara