chapter ii
DESCRIPTION
cTRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kesepian
1. Pengertian Kesepian
Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan
ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial
yang kita inginkan dan jenis hubungan sosial yang kita miliki (Perlman & Peplau,
1981). Kesepian merupakan hidup tanpa melakukan hubungan (Baron, 1991),
tidak punya keinginan untuk melakukan hubungan interpersonal yang akrab
(Peplau & Perlman, 1982). Dalam suatu penelitian menemukan bahwa kesepian
diasosiasikan dengan perasaan depresi, kecemasan, ketidakpuasan, tidak bahagia,
dan kesedihan (Russel, 1982). Jones, Hanson, dan Smith (1980) mengemukakan
bahwa kesepian juga diasosisikan dengan kepercayaan bahwa cinta merupakan
dasar yang tidak begitu penting bagi pernikahan dimana mereka punya pandangan
bahwa pernikahan seseorang akan berakhir dengan perceraian (dalam Baron &
Byrne, 1991).
Kesepian akan disertai oleh berbagai macam emosi negatif seperti depresi,
kecemasan, ketidakbahagiaan, ketidakpuasan, menyalahkan diri sendiri
(Anderson, 1994) dan malu (Jones, Carpenter & Quintana, 1985).
Kesepian berarti suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan
oleh adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan
orang lain (Bruno, 2000). Menurut Brehm dan Kassin, kesepian adalah perasaan
Universitas Sumatera Utara
kurang memiliki hubungan sosial yang diakibatkan ketidakpuasan dengan
hubungan sosial yang ada (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kesepian
merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan
emosi-emosi negatif dan perasaan yang tidak menyenangkan yang dimiliki
seseorang serta adanya ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang diharapkan
dan ketersediaan hubungan yang dimiliki.
2. Bentuk-bentuk Kesepian
Weiss (dalam Santrock, 2003) menyebutkan adanya dua bentuk kesepian yang
berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda-beda, yaitu:
a. Isolasi emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang
muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim; orang
dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya sering
mengalami kesepian jenis ini.
b. Isolasi sosial (social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul
ketika seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam dirinya;
tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan
adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisasi, peran-
peran yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang
merasa diasingkan, bosan dan cemas.
Menurut Young (dalam Weiten & Lloyd, 2006) kesepian dapat dibagi menjadi
dua bentuk berdasarkan durasi kesepian yang dialaminya, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Transcient loneliness yaitu perasaan kesepian yang singkat dan muncul
sesekali, banyak dialami individu ketika kehidupan sosialnya sudah cukup
layak. Meer mengemukakan bahwa transcient loneliness memiliki jangka
waktu yang pendek, seperti ketika mendengarkan sebuah lagu atau ekspresi
yang mengingatkan pada seseorang yang dicintai yang telah pergi jauh (dalam
Newman & Newman, 2006).
b. Transitional loneliness yaitu ketika individu yang sebelumnya sudah merasa
puas dengan kehidupan sosialnya menjadi kesepian setelah mengalami
gangguan dalam jaringan sosialnya (misalnya meninggalnya orang yang
dicintai, bercerai atau pindah ke tempat baru).
c. Chronic loneliness adalah kondisi ketika individu merasa tidak dapat memiliki
kepuasan dalam jaringan sosial yang dimilikinya setelah jangka waktu
tertentu. Chronic loneliness menghabiskan waktu yang panjang dan tidak
dapat dihubungkan dengan stressor yang spesifik. Orang yang mengalami
chronic loneliness bisa saja berada dalam kontak sosial namun tidak
memperoleh tingkat intimasi dalam interaksi tersebut dengan orang lain (Berg
& Peplau, 1982). Sebaliknya, individu yang memiliki kemampuan sosial
tinggi, yaitu meliputi mampu bersahabat, kemampuan komunikasi, kesesuaian
perilaku nonverbal dan respon terhadap orang lain memiliki sistem dukungan
sosial yang lebih baik dan tingkat kesepian yang rendah (Rokach, Bacanli &
Ramberan, 2000)
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya Shaver dkk (dalam Wrightsman, 1993) mengemukakan tipe-
tipe kesepian yang lain berdasarkan sifat kemenetapannya, yaitu:
1) Trait loneliness, yaitu kesepian yang cenderung menetap (stable pattern),
sedikit berubah, dan biasanya dialami oleh orang yang memiliki self-
esteem yang rendah, dan memiliki sedikit interaksi sosial yang berarti.
2) State loneliness, yaitu kesepian yang bersifat temporer, biasanya
disebabkan oleh pengalaman-pengalaman dramatis dalam kehidupan
seseorang.
3. Penyebab Kesepian
Menurut Brehm dkk (2002) terdapat empat hal yang dapat menyebabkan
seseorang mengalami kesepian, yaitu:
a. Ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang
Menurut Brehm dkk (2002) hubungan seseorang yang tidak adekuat akan
menyebabkan seseorang tidak puas akan hubungan yang dimiliki. Ada banyak
alasan seseorang merasa tidak puas dengan hubungan yang dimiliki, merasa
tidak puas dengan hubungan yang tidak adekuat. Rubenstein dan Shaver
(1982) menyimpulkan beberapa alasan yang banyak dikemukakan oleh orang
yang kesepian, yaitu sebagai berikut:
1) Being unattached; tidak memiliki pasangan, tidak memiliki partner
seksual, berpisah dengan pasangannya atau pacarnya.
2) Alienation; merasa berbeda, merasa tidak dimengerti, tidak dibutuhkan dan
tidak memiliki teman dekat.
Universitas Sumatera Utara
3) Being Alone; pulang ke rumah tanpa ada yang menyambut, selalu sendiri.
4) Forced isolation; dikurung di dalam rumah, dirawat inap di rumah sakit,
tidak bisa kemana-mana.
5) Dislocation; jauh dari rumah (merantau), memulai pekerjaan atau sekolah
baru, sering pindah rumah, sering melakukan perjalanan (dalam Brehm
dkk, 2002).
Dua kategori pertama dapat dibedakan menurut tipe kesepian dari Weiss
yaitu isolasi emosional (being unattached) dan isolasi sosial (alienation).
Kelima kategori ini juga dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya yaitu
being unattached, alienation dan being alone disebabkan oleh karaktersitik
individu yang kesepian, sedangkan forced isolation dan discolation
disebabkan oleh karakteristik orang-orang yang berada di sekitar lingkungan
individu yang merasa kesepian.
b. Terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu
hubungan
Menurut Brehm dkk (2002) kesepian juga dapat muncul karena terjadi
perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan. Pada
saat tertentu hubungan sosial yang dimiliki seseorang cukup memuaskan.
Sehingga orang tersebut tidak mengalami kesepian. Tetapi di saat lain
hubungan tersebut tidak lagi memuaskan karena orang itu telah merubah apa
yang diinginkannya dari hubungan tersebut. Menurut Peplau (dalam Brehm
dkk, 2002), perubahan itu dapat muncul dari beberapa sumber yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1) Perubahan mood seseorang. Jenis hubungan yang diinginkan seseorang
ketika sedang senang berbeda dengan jenis hubungan yang diinginkan
ketika sedang sedih. Bagi beberapa orang akan cenderung membutuhkan
orangtuanya ketika sedang senang dan akan cenderung membutuhkan
teman-temannya ketika sedang sedih.
2) Usia, seiring dengan bertambahnya usia, perkembangan seseorang
membawa berbagai perubahan yang akan mempengaruhi harapan atau
keinginan orang itu terhadap suatu hubungan.
3) Perubahan situasi. Banyak orang tidak mau menjalin hubungan emosional
yang dekat dengan orang lain ketika sedang membina karir. Ketika karir
sudah mapan orang tersebut akan dihadapkan pada kebutuhan yang besar
akan suatu hubungan yang memiliki komitmen secara emosional.
Brehm dkk (2002) menyimpulkan bahwa pemikiran, harapan dan keinginan
seseorang terhadap hubungan yang dimiliki dapat berubah. Jika hubungan
yang dimiliki orang tersebut tidak ikut berubah sesuai dengan pemikiran,
harapan dan keinginannya maka orang itu akan mengalami kesepian.
c. Self-esteem
Kesepian berhubungan dengan self-esteem yang rendah. Orang yang memiliki
self-esteem yang rendah cenderung merasa tidak nyaman pada situasi yang
beresiko secara sosial. Dalam keadaan seperti ini orang tersebut akan
menghindari kontak-kontak sosial tertentu secara terus menerus akibatnya
akan mengalami kesepian.
Universitas Sumatera Utara
d. Perilaku interpersonal
Perilaku interpersonal akan menentukan keberhasilan individu dalam
membangun hubungan yang diharapkan. Dibandingkan dengan orang yang
tidak mengalami kesepian, orang yang mengalami kesepian akan menilai
orang lain secara negatif, tidak begitu menyukai orang lain, tidak
mempercayai orang lain, menginterpretasikan tindakan orang lain secara
negatif, dan cenderung memegang sikap-sikap yang bermusuhan.
Orang yang mengalami kesepian cenderung terhambat dalam keterampilan
sosial, cenderung pasif bila dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami
kesepian dan ragu-ragu dalam mengekspresikan pendapat di depan umum.
Orang yang mengalami kesepian cenderung tidak responsif dan tidak sensitif
secara sosial. Orang yang mengalami kesepian juga cenderung lambat dalam
membangun keintiman dalam hubungan yang dimilikinya dengan orang lain.
Perilaku ini akan membatasi kesempatan orang itu untuk bersama dengan
orang lain dan memiliki kontribusi terhadap pola interaksi yang tidak
memuaskan (Peplau & Perlman, Saks & Krupart, dalam Brehm dkk, 2002).
e. Atribusi penyebab
Menurut pandangan Peplau dan Perlman (dalam Brehm dkk, 2002) perasaan
kesepian muncul sebagai kombinasi dari adanya kesenjangan hubungan sosial
pada individu ditambah dengan atribusi penyebab. Atribusi penyebab dibagi
atas komponen internal-eksternal dan stabil-tidak stabil. Penjelasannya dapat
dilihat pada tabel 1 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1 Penjelasan Kesepian Berdasarkan Atribusi Penyebab
Kestabilan Internal Ekternal
Stabil Saya kesepian karena saya tidak dicintai. Saya tidak akan pernah dicintai
Orang-orang di sini tidak menarik. Tidak satupun dari mereka yang mau berbagi. Saya rasa saya akan pindah.
Tidak stabil
Saya kesepian saat ini, tapi tidak akan lama. Saya akan menghentikannya dengan pergi dan bertemu orang baru.
Semester pertama memang selalu buruk, saya yakin segalanya akan menjadi baik di waktu yang akan datang
Sumber: Shaver & Rubeinstein (dalam Brehm dkk, 2002) hlm: 413.
Tabel di atas menunjukkan bahwa individu yang memandang kesepian
secara internal dan stabil menganggap dirinya adalah penyebab kesepian
sehingga individu lebih sulit untuk keluar dari perasaan kesepian tersebut.
Individu yang memandang kesepian secara internal dan tidak stabil
menganggap kesepian yang dialaminya hanya bersifat sementara dan
berkeinginan menemukan orang lain untuk mengatasi kesepian yang
dialaminya. Individu yang memandang kesepian secara eksternal dan stabil
menganggap hanya karena keadaan lingkunganlah yang menyebabkannya
merasakan kesepian. Sedangkan, individu yang memandang kesepian secara
eksternal dan tidak stabil berharap sesuatu dapat merubah keadaan menjadi
lebih baik sehingga memungkinkan untuk keluar dari perasaan kesepian
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
4. Perasaan Individu Ketika Mengalami kesepian
Ketika mengalami kesepian, individu akan merasakan ketidakpuasan,
kehilangan, dan distress, namun hal ini tidak berarti bahwa perasaan ini sama di
setiap waktu. Faktanya menunjukkan bahwa orang-orang yang berbeda bisa saja
memiliki perasaan kesepian yang berbeda dalam situasi yang berbeda pula
(Lopata dalam Brehm dkk, 2002).
Berdasarkan survei mengenai kesepian yang dilakukan oleh Rubeinstein,
Shaver dan Peplau (dalam Brehm dkk, 2002) diuraikan bahwa empat jenis
perasaan yang dialami oleh orang yang kesepian, yaitu:
a. Desperation (Pasrah)
Desperation merupakan perasaan keputusasaan, kehilangan harapan, serta
perasaan yang sangat menyedihkan sehingga mampu melakukan tindakan
nekat. Beberapa perasaan yang spesifik dari desperation adalah: (1) Putus asa,
yaitu memiliki harapan sedikit dan siap melakukan sesuatu tanpa
memperdulikan bahaya pada diri sendiri maupun orang lain, (2) Tidak
berdaya, yaitu membutuhkan bantuan orang lain tanpa kekuatan mengontrol
sesuatu atau tidak dapat melakukan sesuatu, (3) Takut, yaitu ditakutkan atau
dikejutkan oleh seseorang atau sesuatu, sesuatu yang buruk akan terjadi, (4)
Tidak punya harapan, yaitu tidak mempunyai pengalaman, tidak menunjukkan
harapan, (5) Merasa ditinggalkan, yaitu ditinggalkan/dibuang seseorang, serta
(6) Mudah mendapat kecaman atau kritik, yaitu mudah dilukai baik secara
fisik maupun emosional.
Universitas Sumatera Utara
b. Impatient Boredom (Tidak Sabar dan Bosan)
Impatient boredom yaitu rasa bosan yang tidak tertahankan, jenuh, tidak suka
menunggu lama, dan tidak sabar. Beberapa indikator impatient boredom
seperti (1) Tidak sabar, yaitu menunjukkan perasaan kurang sabar, sangat
menginginkan sesuatu, (2) Bosan, yaitu merasa jemu, (3) Ingin berada di
tempat lain, yaitu seseorang yang merasa dirinya di tempat yang berbeda dari
tempat individu tersebut berada saat ini, (4) Kesulitan, yaitu khawatir atau
cemas dalam menghadapi suatu keadaan, (5) Sering marah, yaitu filled with
anger, serta (6) Tidak dapat berkonsentrasi, yaitu tidak mempunyai keahlian,
kekuatan, atau pengetahuan dalam memberikan perhatian penuh terhadap
sesuatu.
c. Self-Deprecation (Mengutuk Diri Sendiri)
Self-deprecation yaitu suatu perasaan ketika seseorang tidak mampu
menyelesaikan masalahnya, mulai menyalahkan serta mengutuk diri sendiri.
Indikator self-deprecation diantaranya (1) Tidak atraktif, yaitu suatu perasaan
ketika seseorang tidak senang atau tidak tertarik terhadap suatu hal, (2)
Terpuruk, yaitu sedih yang mendalam, lebih rendah dari sebelumnya, (3)
Bodoh, yaitu menunjukkan kurangnya inteligensi yang dimiliki, (4) Malu,
yaitu menunjukkan perasaan malu atau keadaan yang sangat memalukan
terhadap sesuatu yang telah dilakukan, serta (5) Merasa tidak aman, yaitu
kurangnya kenyamanan, tidak aman.
Universitas Sumatera Utara
d. Depression (Depresi)
Depression menurut Davison (2004) merupakan tahapan emosi yang ditandai
dengan kesedihan yang mendalam, perasaan bersalah, menarik diri dari orang
lain, serta kurang tidur. Indikator depression menurut Brehm dkk (2002) yaitu,
(1) Sedih, yaitu tidak bahagia atau menyebabkan penderitaan, (2) Depresi,
yaitu murung, muram, sedih, (3) Hampa, yaitu tidak mengandung apa-apa atau
tidak ada sama sekali, tidak memiliki nilai atau arti, (4) Terisolasi, yaitu jauh
dari orang lain, (5) Menyesali diri, yaitu perasaan kasihan atau simpati pada
diri sendiri, (6) Melankolis, yaitu perasaan sedih yang mendalam dan dalam
waktu yang lama, (7) Mengasingkan diri, yaitu menjauhkan diri sehingga
menyebabkan seseorang menjadi tidak bersahabat, serta (8) berharap memiliki
seseorang yang spesial, yaitu individu mengharapkan memiliki seseorang
yang dekat dengan individu dengan lebih intim.
Menurut M.J. Saks dan E. Krupat (1988) ada dua hal yang memicu munculnya
perasaan kesepian, yaitu:
a. Sifat dan taraf hubungan sosial seseorang dapat berubah. Misalnya adalah
perceraian, putus cinta, perpisahan secara fisik, meninggalnya orang yang
dicintai, pengangguran, pensiun, atau ketika opname di rumah sakit. Semua ini
dapat memunculkan perasaan kesepian.
b. Kebutuhan seseorang untuk persahabatan dan keintiman dan dapat barubah.
Misalnya pasangan yang anaknya sudah dewasa dan pergi meninggalkan
rumah, akan mencari kesenangan yang baru dan membina hubungan yang
baru.
Universitas Sumatera Utara
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesepian
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian diantaranya:
a. Usia
Orang yang berusia tua memiliki stereotip tertentu di dalam masyarakat.
Banyak orang yang menganggap semakin tua seseorang semakin merasa
kesepian.
b. Status Perkawinan
Secara umum, orang yang tidak menikah lebih merasa kesepian bila
dibandingkan dengan orang menikah (Freedman; Perlman & Peplau; dalam
Brehm dkk, 2002). Berdasarkan penelitian Perlman dan Peplau; Rubeinstein
dan Shaver (dalam Brehm dkk, 2002), menyimpulkan bahwa kesepian lebih
merupakan reaksi terhadap kehilangan hubungan perkawinan (marital
relationship) dan ketidakhadiran dari pasangan suami/isteri pada diri
seseorang.
c. Gender
Studi mengenai kesepian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kesepian
antara laki-laki dan perempuan. Menurut Borys dan Perlman (dalam Brehm
dkk, 2002) laki-laki lebih sulit menyatakan kesepian secara tegas bila
dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan oleh stereotip peran
gender yang berlaku dalam masyarakat. Borys dan Perlman mengemukakan
bahwa berdasarkan stereotip peran gender, pengekspresian emosi kurang
sesuai bagi laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan (dalam Deaux,
Dane & Wrightsman, 1993).
Universitas Sumatera Utara
d. Status sosial ekonomi
Weiss (dalam Brehm dkk, 2002) melaporkan fakta bahwa individu dengan
tingkat penghasilan rendah cenderung mengalami kesepian lebih tinggi
daripada individu dengan tingkat penghasilan tinggi.
e. Karakteristik latar belakang yang lain
Rubeinstein dan Shaver (dalam Brehm dkk, 2002) menemukan satu
karakteristik latar belakang seseorang yang kuat sebagai prediktor kesepian.
Individu dengan orang tua yang bercerai akan lebih kesepian bila
dibandingkan dengan individu dengan orang tua yang tidak bercerai. Semakin
muda usia seseorang ketika orang tuanya bercerai semakin tinggi tingkat
kesepian yang akan dialami orang tersebut ketika dewasa. Tetapi hal ini tidak
berlaku pada individu yang orangtuanya meninggal ketika individu tersebut
masih kanak-kanak, individu tersebut tidak lebih kesepian ketika dewasa bila
dibandingkan dengan individu dengan orang tua yang berpisah semasa kanak-
kanak atau remaja. Menurut Brehm dkk (2002) proses perceraian
meningkatkan kesepian ketika anak-anak tersebut dewasa.
6. Reaksi terhadap Kesepian
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Rubeinstein dan Shaver (dalam
Brehm dkk, 2002) disimpulkan beberapa reaksi terhadap kesepian, yaitu:
a. Melakukan kegiatan aktif
Reaksi terhadap kesepian berupa kegiatan-kegiatan aktif dan membangun
terhadap diri sendiri seperti: belajar atau bekerja, menulis, mendengarkan
Universitas Sumatera Utara
musik, melakukan olahraga, melakukan hobi, pergi ke bioskop, membaca atau
memainkan alat musik, menggunakan internet.
b. Membuat kontak sosial
Reaksi terhadap kesepian berupa membuat kontak sosial dengan orang lain
seperti: menelepon teman, chatting, dan mengunjungi seseorang.
c. Melakukan kegiatan pasif
Reaksi terhadap kesepian yang sifatnya pasif seperti: menangis, tidur, duduk,
dan berpikir, tidak melakukan apapun, makan berlebihan, memakan obat
penenang, menonton televisi, mabuk.
d. Kegiatan selingan yang kurang membangun
Reaksi terhadap kesepian berupa menghabiskan uang dan berbelanja.
B. Dewasa Madya
1. Pengertian Dewasa Madya
Menurut Gallagher, Lachman, Lewkowctz, dan Peng (2001), dewasa madya
ditandai dengan tanggung jawab yang berat dan beragam, menuntut peran,
tanggung jawab sebagai seorang yang menjalankan rumah tangga, perusahaan,
membesarkan anak, dan mungkin merawat orang tua mereka, mulai menata karir
yang baru. Menurut Lachman (2001), dewasa madya merupakan waktu untuk
mengevaluasi kembali tujuan dan aspirasi dan sejauh mana mereka telah
memenuhinya dan memutuskan bagaimana cara terbaik untuk menggunakan
waktu yang tersisa dalam hidup mereka.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hurlock (1998), dewasa madya merupakan periode yang panjang
dalam rentang kehidupan manusia dan dibagi ke dalam dua sub bagian, yaitu:
a. Usia madya dini (40-50 tahun)
b. Usia madya lanjut (50-60 tahun)
Menurut Levinson (dalam Monks, 2002), pada usia 40 tahun tercapailah
puncak masa dewasa. Dalam usia 40-45 tahun seseorang menghadapi tiga macam
tugas: (1) penilaian kembali masa lalu, (2) merubah struktur kehidupan, dan (3)
proses individuasi. Orang menilai masa lalu, membedakan ilusi dan kenyataan,
dan dengan pandangan ke depan merubah struktur kehidupannya. Proses
individuasi yang bermula pada kelahiran, dalam masa peralihan ini dibangunlah
struktur kehidupan baru yang berlangsung sampai fase penghidupan yang
berikutnya, yaitu permulaan dewasa madya (45-50 tahun). Fase berikutnya (50-55
tahun) seringkali merupakan krisis bila seseorang tidak sepenuhnya berhasil
dalam pengstrukturan kembali hidupnya pada peralihan ke dewasa madya.
Sesudah itu datanglah masa puncak (55-60 tahun) yang sekaligus menandai
masuk ke dalam masa dewasa akhir.
2. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Madya
Havighurst (dalam Hurlock, 1998) membagi tugas perkembangan dewasa
madya menjadi empat kategori utama:
1. Tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik
Menerima dan menyesuaikan dengan perubahan fisik yang biasa terjadi.
Universitas Sumatera Utara
2. Tugas yang berkaitan dengan perubahan minat
Berasumsi terhadap tanggung jawab warga negara dan sosial, minat pada
waktu luang yaitu orientasi kedewasaan dan tempat kegiatan.
3. Tugas yang berkaitan dengan penyesuaian kejuruan
Pemantapan dan pemeliharaan standar hidup relatif mapan.
4. Tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga
Berkaitan dengan pasangan, penyesuaian dengan lansia, membantu remaja
menjadi dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia.
3. Karateristik Dewasa Madya
Menurut Hurlock (1998), karakteristik dewasa madya adalah:
1. Periode yang sangat ditakuti
Terdapatnya kepercayaan tradisional dimana pada masa ini terjadi kerusakan
mental, fisik dan reproduksi yang berhenti serta merasakan bahwa pentingnya
masa muda.
2. Masa transisi
Perubahan pada ciri dan perilaku masa dewasa madya yaitu perubahan pada
ciri jasmani dan perilaku baru. Pada pria terjadi perubahan keperkasaan dan
pada wanita terjadi perubahan kesuburan atau menopause.
3. Masa stres
Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah
terutama karena perubahan fisik dimana terjadi pengrusakan homeostatis fisik
dan psikologis. Pada wanita terjadi pada usia 40-an yaitu masuk menopause
Universitas Sumatera Utara
dan anak-anak meninggalkan rumah dan pada pria terjadi pada usia 50-an saat
masuk pensiun.
4. “Usia yang berbahaya”
Terjadi kesulitan fisik dimana usia ini banyak bekerja, cemas yang berlebihan,
kurang perhatian terhadap kehidupan dimana hal ini dapat menganggu
hubungan suami-isteri dan bisa terjadi perceraian, gangguan jiwa,
alkoholisme, pecandu obat, hingga bunuh diri.
5. “Usia canggung”
Serba canggung karena bukan “muda” lagi dan bukan juga “tua”. Kelompok
usia madya seolah berdiri di antara generasi pemberontak yang lebih muda
dan generasi senior.
6. Masa berprestasi
Sejalan dengan masa produktif dimana terjadi puncak karir. Menurut Erikson,
usia madya merupakan masa krisis yaitu generativity (cenderung untuk
menghasilkan) - stagnasi (cenderung untuk tetap berhenti) dan dominan terjadi
hingga menjadi sukses atau sebaliknya. Peran kepemimpinan dalam pekerjaan
merupakan imbalan atau prestasi yang dicapai yaitu generasi pemimpin.
7. Masa evaluasi
Terutama terjadi evaluasi diri. Jika berada pada puncak evaluasi maka terjadi
evaluasi prestasi.
8. Dievaluasi dengan standar ganda
a. Aspek yang berkaitan dengan perubahan jasmani yaitu rambut menjadi
putih, wajah keriput, otot pinggang mengendur.
Universitas Sumatera Utara
b. Cara dan sikap terhadap usia tua yaitu tetap merasa muda dan aktif tetapi
menjadi tua dengan anggun, lambat, hati-hati hidup dengan nyaman.
9. Masa sepi
Masa sepi atau empty nest terjadi jika anak-anak tidak lagi tinggal dengan
orangtua. Lebih terasa traumatik bagi wanita khususnya wanita yang selama
ini mengurus pekerjaan rumah tangga dan kurang mengembangkan minat saat
itu. Pada pria mengundurkan diri dari pekerjaan.
10. Masa jenuh
Pada pria jenuh dengan kegiatan rutin dan kehidupan keluarga dengan sedikit
hiburan. Pada wanita jenuh dengan urusan rumah tangga dan membesarkan
anak-anak.
4. Penyesuaian pada Dewasa Madya
1. Penyesuaian pekerjaan
Penyesuaian diri terhadap pekerjaan bagi pria dan wanita rumit karena
berbagai faktor seperti sikap sosial yang tidak menyenangkan, sistem kontrak
kerja, penggunaan mesin otomatis, kelompok kerja, peran isteri meningkat,
harus pensiun, dominasi perusahaan besar, dan relokasi perusahaan. Kondisi
yang menunjang kepuasan kerja pada usia madya yaitu kepuasan yang
diperoleh anggota keluarga karena prestasi kerja, adanya kesempatan untuk
aktualisasi diri dalam bekerja, hubungan baik dengan sesama pegawai, puas
karena kebijakan organisasi seperti tunjangan kesehatan, cuti, kecelakaan,
Universitas Sumatera Utara
pensiun, dan lain-lain, aman dengan pekerjaan, tidak ada paksaan untuk
pindah tugas dan tanggung jawab tertentu.
2. Penyesuaian terhadap perubahan pola keluarga
Perubahan karena berkurangnya jumlah anggota keluarga yang tinggal di
rumah. Tahap mengecilnya daur keluarga yaitu masalah penyesuaian
kehidupan yakni periode sarang kosong atau emptynest yang berkaitan dengan
hubungan berorientasi pada pasangan. Pada usia madya seks merupakan faktor
penting bagi kepuasan pasangan suami isteri yaitu ada peningkatan dalam
pencapaian kepuasan seks. Pada usia madya terjadinya penyesuaian terhadap
keluarga anak, keluarga pasangan seperti merawat orangtua yang sudah lansia,
penyesuaian menjadi kakek-nenek yaitu hubungan kesenangan tanpa tanggung
jawab.
3. Penyesuaian diri dengan hidup sendiri
Wanita lajang pada usia madya menyesuaikan pola hidup dengan tepat dan
perhatian ke pekerjaan. Usia madya pada wanita lajang yang bekerja kurang
menyenangkan karena rasa tidak aman dalam pekerjaan (tidak ada promosi
kerja) seperti pada masa dewasa dini.
4. Penyesuaian diri dengan ambang masa pensiun dan usia lanjut
Merupakan tugas yang penting pada usia madya yaitu kesulitan karena sikap
sosial yang kurang menyenangkan dan menghambat persiapannya (perilaku
keluarga). Persiapan pensiun yang perlu dibicarakan dengan anggota keluarga.
Persiapan menghadapi usia lanjut yakni lebih tenang dan mudah
menyesuaikan terhadap berbagai masalah menjadi lebih mudah.
Universitas Sumatera Utara
C. Melajang
1. Pengertian Melajang
Menurut Stein (1976) melajang (single) adalah individu yang tidak menikah
atau terlibat dalam hubungan homoseksual dan heteroseksual.
a. Keuntungan Melajang
Beberapa keuntungan melajang adalah (dalam DeGenova, 2008):
1) Lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan diri dan
mengembangkan personal.
2) Adanya kesempatan untuk bertemu orang-orang yang berbeda dan untuk
mengembangkan serta menikmati pertemanan yang berbeda.
3) Kebebasan secara ekonomi dan pembekalan diri.
4) Lebih tervariasi pengalaman seksualnya.
5) Kebebasan untuk mengontrol kehidupannya sendiri.
6) Lebih memiliki kesempatan untuk mengubah, mengembangkan karir.
b. Kerugian Melajang
Beberapa kerugian melajang adalah (dalam DeGenova, 2008):
1) Kesepian dan hubungan persahabatan yang kurang.
2) Kesulitan ekonomi.
3) Merasa terasing dalam beberapa pertemuan sosial.
4) Frustrasi seksual.
5) Tidak memiliki anak atau keluarga yang dapat membawa anak-anak.
Beberapa individu merasakan banyak keuntungan dalam mempertahankan
status lajang, yang meliputi:
Universitas Sumatera Utara
a. Memiliki waktu dan kesempatan untuk membuat keputusan sendiri tentang
tujuan hidup.
b. Memiliki waktu untuk mengembangkan diri dan finansial untuk mencapai
tujuan.
c. Bebas untuk membuat keputusan sendiri dan menjalankan rencana dan minat
yang telah direncanakan sendiri.
d. Memiliki kesempatan untuk mencari tempat-tempat baru dan mencoba sesuatu
yang baru.
e. Mempertahankan privacy.
2. Sebab-sebab Melajang
Penelitian Austrom dan Hanel (1985), Frazier dkk (1996), Lewis dan Moon,
1997) menunjukkan sebab-sebab individu dewasa hidup melajang yaitu:
a. Pilihan personal yaitu hidup melajang karena merupakan pilihan mereka
sendiri, dan mempunyai argumen positif untuk tetap melajang
b. Keadaan eksternal, misalnya tidak menemukan seseorang yang cocok, dan
c. Defisit personal atau menyalahkan diri sendiri, misalnya merasa malu atau
merasa tidak menarik
Menurut Sunarto (2000) salah satu faktor yang menyebabkan enundaan
perkawinan atau bahkan keinginan untuk tetap hidup melajang di kalangan orang
muda adalah keinginan untuk tetap bebas, seperti bebas untuk mengambil resiko,
bebas bereksperimen dan membuat suatu perubahan tanpa memikirkan efek dari
pemenuhan terhadap orang lain. Ada juga yang menikmati kebebasan dalam
Universitas Sumatera Utara
hubungan seksual, menganggap bahwa melajang itu menyenaangkan, dan ada
yang senang dengan kesendirian. Selain itu ada juga yang menghindari
perkawinan karena takut bercerai (Papalia & Olds, 1995).
Kephart (dalam Dyer, 1983) selain faktor-faktor yang bersifat individual di
atas terdapat faktor sosial, ekonomi, dan demografi yang memicu peningkatan
hidup melajang. Pada populasi perempuan, peningkatan hidup melajang
dipengaruhi tingkat pendidikan, perluasan kesempatan kerja (yang memampukan
mereka untuk menghidupi diri sendiri) dan pergerakan liberal perempuan.
Berkurangnya kekhwatiran para perempuan terhadap stigma yang berlaku di
masyarakat terutama label “perawan tua” juga memberikan kontribusi terhadap
meningkatnya jumlah perempuan yang melajang.
Menurut Hurlock (1980) kebanyakan orang yang tidak menikah mempunyai
alasan-alasan yang kuat untuk tetap melajang. Beberapa dari alasan tersebut
adalah karena faktor lingkungan, dan beberapa lagi karena faktor pribadi. Alasan
yang paling umum diberikan adalah sebagai berikut:
a. Penampilan seks yang tidak menarik dan tidak tepat.
b. Cacat fisik atau penyakit lama.
c. Sering gagal dalam mencari pasangan.
d. Tidak mau memikul tanggung jawab perkawinan dan orangtua.
e. Keinginan untuk meniti karir yang menuntut kerja lama dan jam kerja tanpa
batas dan banyak bepergian.
f. Tidak seimbangnya jumlah anggota masyarakat wanita dan pria di masyarakat
tempat ia tinggal.
Universitas Sumatera Utara
g. Jarang mempunyai kesempatan untuk berjumpa dan berkumpul dengan lawan
jenis yang dianggap cocok dan sepadan.
h. Mempunyai tanggung jawab keuangan dan waktu untuk orangtua dan saudara-
saudaranya.
i. Kekecewaan yang pernah dialami karena kehidupan keluarga yang tidak
bahagia pada masa lalu atau pengalaman pernikahan yang tidak
membahagiakan yang dialami oleh temannya.
j. Mudahnya fasilitas untuk melakukan hubungan seksual tanpa menikah.
k. Gaya hidup yang menggairahkan.
l. Besarnya kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir.
m. Kebebasan untuk mengubah dan melakukan percobaan dalam pekerjaan dan
gaya hidup.
n. Mempunyai kepercayaan bahwa mobilitas sosial akan lebih mudah diperoleh
apabila dalam keadaan lajang daripada menikah.
o. Persahabatan dengan anggota kelompok seks sejenis yang begitu kuat dan
memuaskan.
p. Homoseksual.
3. Faktor-faktor Melajang
Menurut Stein (dalam Lefrancois, 1993), beberapa faktor sosial yang
berkontribusi pada peningkatan jumlah individu melajang (belum pernah
menikah):
Universitas Sumatera Utara
a. Besarnya jumlah wanita yang kuliah dan memulai karir sebelum menikah.
b. Berkembangnya kesempatan untuk berkarir bagi wanita.
c. Besarnya jumlah wanita daripada pria pada kebanyakan umur yang pantas
untuk menikah.
d. Meningkatnya perceraian, sehingga mengurangi keinginan untuk menikah.
e. Meningkatnya cohabitation (tinggal serumah selayaknya suami isteri tanpa
ada ikatan pernikahan) yang diterima oleh masyarakat.
Faktor lainnya yang dapat menjelaskan mengapa seseorang melajang adalah
(dalam Hoyer dan Roodin, 2003):
a. Melajang menawarkan fleksibilitas dan kebebasan dalam membuat keputusan
dan berinteraksi sosial dengan orang lain.
b. Perubahan sikap antara banyak wanita dan pria terhadap karir dan pemenuhan
pribadi.
c. Banyak pilihan untuk mengembangkan karir individu lajang sebelum
mengasumsikan tanggung jawab mengenai pernikahan.
d. Menikmati hubungan intim ketika individu lajang telah sukses dan
menghindari masalah pernikahan yang buruk (dalam Craig, 1996)
4. Jenis Individu yang Menjalani Status Lajang
Menurut Jana Darrington, Kathleen W. Piercy, dan Sylvia (2005), ada dua
jenis dari individu yang menjalani status lajang:
Universitas Sumatera Utara
a. Individu yang memeluk gaya hidup dan menikmati gaya hidup tersebut.
b. Individu yang tidak puas dengan kehidupan lajang dan menyalahkan status
mereka yang tidak menikah karena ketidakcukupan personal dan situasional.
Pada budaya tertentu, ajaran agama, hubungan keluarga, dan hubungan
pertemanan secara khusus berpengaruh pada usaha individu lajang untuk
merasakan dan menciptakan makna dari kehidupan single mereka.
D. Dewasa Madya Melajang
Dewasa madya yang hidup melajang merupakan individu yang berumur antara
40-60 tahun yang berstatus belum menikah atau belum pernah menikah. Sekitar
satu dari 20 orang pada usia madya belum menikah (Sensus USA, 1996).
Umumnya, orang yang tidak pernah menikah pada usia madya tidak akan
menikah. Beberapa individu lajang cenderung memiliki status pendidikan yang
lebih tinggi atau pendidikan yang lebih rendah. Wanita mungkin memilih
pendidikan yang lebih tinggi dan karir daripada menikah karena mereka
menganggap bahwa pernikahan akan menguasai mereka.
E. Kesepian pada Dewasa Madya yang Hidup Melajang
Kesepian pada dewasa madya yang hidup melajang mengalami perasaan
kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis
hubungan sosial yang individu inginkan dan jenis hubungan sosial yang individu
miliki (Perlman & Peplau, 1981). Kualitas dan kuantitas kesepian yang individu
rasakan bervariasi, meliputi durasi, frekuensi dan kuat lemahnya perasaan
Universitas Sumatera Utara
kesepian yang individu alami. Menurut Young (dalam Weiten & Lloyd, 2006),
bentuk kesepian berdasarkan durasi meliputi perasaan kesepian yang muncul
sesekali, mengalami kesepian setelah mengalami gangguan pada jaringan
sosialnya dan tidak dapat memiliki kepuasan dalam jaringan sosial yang
dimilikinya dalam jangka waktu tertentu.
Dewasa madya yang hidup melajang bisa merasakan kesepian dari beberapa
uraian di atas tergantung kepada jenis jaringan sosial yang ia miliki dihubungkan
dengan pekerjaan individu. Penyebab inividu lajang merasakan kesepian adalah
ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki yakni being unattached dimana
sebab individu lajang merasakan kesepian adalah karena tidak memiliki pasangan
hidup atau partner seksual. Faktor yang mempengaruhi kesepian pada dewasa
madya adalah usia dimana individu dewasa madya yang akan memasuki masa
lansia tetapi belum juga memiliki pasangan. Hal ini berhubungan dengan faktor
selanjutnya yaitu status perkawinan dimana menurut Freedman; Perlman dan
Peplau (dalam Brehm dkk, 2002), individu yang tidak menikah lebih merasa
kesepian bila dibandingkan dengan individu yang menikah. Dewasa madya yang
hidup melajang juga kesepian karena merasakan emosi-emosi negatif. Emosi
negatif tersebut meliputi desperation (pasrah), impatient boredom (bosan), self-
deprecation (mengutuk diri sendiri), dan depression atau depresi (dalam Brehm
dkk, 2002). Oleh karena itu individu yang merasakan kesepian adalah individu
yang setidaknya merasakan keempat perasaan di atas
Universitas Sumatera Utara
F. Kerangka Berpikir Penelitian
Keterangan: : Terbagi/meliputi/akan terjadi
: Mempengaruhi : Yang ingin diteliti
Dewasa madya
Paling sulit Masa evaluasi Tugas
Berhubungan dengan
kehidupan kel arga
Menjalankan rumah tangga, menghasilkan keturunan, mendidik
anak
Seharusnya sudah menikah
Melajang
Penilaian masyarakat (label yang diberikan)
Kesedihan, ketidakbahagiaa
Kesepian
Perasaan dan bentuk kesepian bervariasi
Penyebab dan faktor yang mempengaruhi Reaksi kesepian
Universitas Sumatera Utara