chapter ii
DESCRIPTION
afsgffhghhTRANSCRIPT
-
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tumbuhan Kecombrang (Etlingera elatior)
Berdasarkan taksonominya, tumbuhan kecombrang termasuk dalam:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Etlingera
Species : Etlingera elatior
Etlingera elatior dikenal sebagai jahe obor atau jahe merah yang termasuk dalam
family Zingiberaceae dan merupakan tumbuhan herba yang tumbuh hampir di seluruh
daratan Asia Tenggara. Disebut sebagai kecombrang atau honje di Indonesia, dan kantan di
Malaysia (Chan, 2007).
Ada beberapa manfaat dari tumbuhan kecombrang antara lain : kelopak bunga
kecombrang dijadikan lalap atau direbus lalu dimakan bersama sambal di Jawa Barat.
Kadang-kadang kelopak bunganya juga dijadikan bagian dari pecal. Di tanah karo, buah
kecombrang muda disebut asam cekala, kuncup bunga serta bijinya menjadi bagian pokok
dari sayur asam Karo, juga menjadi peredam bau amis sewaktu memasak ikan masakan Batak
popular (arsik ikan mas) juga menggunakan asam cekala ini. Di Malaysia dan Singapura
kecombrang menjadi unsur penting dalam pembuatan makanan laksa (Anonym, 2009).
Selain itu buah dari tanaman kecombrang telah digunakan sebagai bahan untuk
mengobati telinga dan dan daunnya diekstrak kemudian digunakan untuk membersihkan luka
oleh suatu komunitas suku di Malaysia (Habsah, 2005). Bunga yang masih muda
Universitas Sumatera Utara
-
mengandung senyawa yang bersifat sebagai antimikroba, sitotoksin dan anti tumor
(Haleagrahara, 2005).
Adapun morfologi dari tanaman kecombrang:
a. Batang
Tanaman kecombrang (Etlingera elatior) mempunyai batang berbentuk semu bulat
membesar dipangkalanya. Tumbuh tegak dan banyak. Batang saling berdekat-dekatan
membentuk rumpun.
Gambar 2.1 Batang Tanaman Kecombrang
b. Akar
Tanaman Kecombrang mempunyai akar berbentuk serabut dan berwarna kuning
gelap.
c. Daun
Tanaman kecombrang mempunyai daun 15-30 helai tersusun dalam dua baris
berselang-seling, di batang semu helaian daun berbentuk lonjong dengan ukuran 20-90 cm x
10-20 cm dengan pangkal dengan pangkal membulat atau membentuk jantung. Tepinya
bergelombang dan ujungnya meruncing pendek gundul namun dengan bintik-bintik halus dan
rapat berwarna hijau mengkilap sering dengan sisi bawah yang keunguan ketika muda.
d. Bunga
Tanaman kecombrang mempunyai bunga dalam karangan berbentuk gasing
bertangkai panjang dengan ukuran 0,5-2,5 m x 1,5-2,5 cm, dengan pelindung berbentuk
jorong 7-18 cm x 1-7 cm berwarna merah jambu hingga merah terang berdaging. Ketika
Universitas Sumatera Utara
-
bunga mekar maka bunga tersebut akan melengkung dan membalik. Kelopak berbentuk
tabung berwarna merah jambu berukuran 4 cm.
Berdasarkan hasil penelitian, kecombrang bermanfaat sebagai antimikroba.
Antimikroba adalah bahan yang bisa mencegah pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir
pada makanan. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak bunga kecombrang dari etil asetat dan
etanol yang telah mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas antibakteri bunga kecombrang antara lain pH, garam dan pemanasan.
Pada pH asam aktivitas anti bakteri bunga kecombrang lebih ampuh dibandingkan pH basa.
Penambahan garam dalam jumlah tertentu akan meningkatkan aktivitas antibakterinya dan
meskipun dipanaskan pada suhu 100oC sampai 30 menit antibakteri pada kecombrang masih
aktif. Bunga kecombrang juga dapat digunakan sebagai pengawet alami untuk makanan tetapi
masih memerlukan penelitiaan yang lebih lanjut (Naufalin, 2005).
Gambar 2.2. Bunga Kecombrang
e. Buah
Tanaman Kecombrang mempunyai buah berjejalan dalam bongkol hampir bulat
berdiameter 10-20 cm, masing-masing butir besarnya 2-2,5 cm, berambut halus dan pendek
di bagian luar, berwarna hijau dan ketika masak warnanya menjadi merah.
Universitas Sumatera Utara
-
Gambar 2. 3 Buah Kecombrang
f. Biji
Tanaman kecombrang mempunyai biji banyak berwarna coklat kehitaman dan
diselubungi selaput biji (arilus) berwarna putih bening atau kemerahan yang berasa asam
(wikipedia, 2008).
Gambar 2.4 Biji Kecombrang
2.1.1 Sifat Antioksidan
Menurut Hudson (1990) definisi antioksidan secara umum adalah suatu senyawa yang
dapat memperlambat atau mencegah terjadinya proses oksidasi. Antioksidan dapat
menghambat laju oksidasi bila bereaksi dengan radikal bebas. Secara alami beberapa jenis
tumbuhan merupakan sumber antioksidan, hal ini dapat ditemukan pada beberapa jenis
sayuran, buah-buahan segar, beberapa jenis tumbuhan dan rempah-rempah (Dalimarta dan
Soedibyo, 1998).
Selain itu antioksidan juga dapat menetralisir radikal bebas sehingga atom dengan
elektron yang tidak berpasangan mendapat pasangan elektron sehingga tidak reaktif lagi
(Kosasih et al, 2004).
Tubuh manusia sebenarnya memproduksi beberapa jenis enzim antioksidan yaitu
superperoksida dimutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Enzim-enzim
antioksidan ini sangat ampuh menetralisir berbagai tipe penyakit yang muncul karena adanya
serangan radikal bebas (Kosasih et al, 2004).
Universitas Sumatera Utara
-
Radikal bebas merupakan suatu molekul yang sangat reaktif karena mempunyai satu
atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif karena kehilangan
satu atau lebih elektron yang bermuatan listrik, dan untuk mengembalikan keseimbangannya
maka radikal bebas berusaha mendapatkan elektron dari molekul lain atau melepas elektron
yang tidak berpasangan tersebut. Radikal bebas dalam jumlah berlebih di dalam tubuh sangat
berbahaya karena menyebabkan kerusakan sel, asam nukleat, protein dan jaringan lemak.
Radikal bebas terbentuk di dalam tubuh akibat produk sampingan proses metabolisme
ataupun karena tubuh terpapar radikal bebas melalui pernafasan (Dalimartha dan Soedibyo,
1998).
Radikal bebas ialah atom atau molekul dengan susunan elektron tidak lengkap atau
tidak berpasangan sehingga bersifat tidak stabil dan kecenderungan kuat untuk berpasangan.
Radikal bebas bertendensi kuat memperoleh elektron dari atom lain, sehingga atom lain yang
kekurangan satu elektron ini menjadi radikal bebas pula yang disebut radikal bebas sekunder.
Proses ini akan berlangsung secara berantai dan menyebabkan kerusakan biologik. radikal
bebas dapat terbentuk akibat hilangnya maupun penambahan elektron di lintasannya pada
saat terputusnya ikatan kovalen atom dan molekul bersangkutan sehingga menyebabkan
instabilitas dan bersifat sangat reaktif. Susunan elekton yang tidak lengkap menyebabkan
atom atau molekul sangat terpengaruh oleh medan magnet. Energi untuk memutuskan ikatan
kovalen berasal dari panas, radiasi elektromagnetik atau reaksi redoks berlebihan. Hilang atau
bertambahnya satu elektron pada molekul lain menyebabkan terjadinya radikal bebas baru
dan mengakibatkan perubahan dramatis secara fisik dan kimiawi pada tubuh manusia. Mula-
mula dirangsang (initiation) terjadinya radikal bebas, kemudian radikal bebas cenderung
bertambah banyak membentuk (propagasi) rantai reaksi dengan molekul lain. Senyawa
reaksi berantai ini mempunyai massa paruh yang lebih panjang dan potensial menyebabkan
kerusakkan sel. Fase inisiasi dan propagasi dapat dinetralisir oleh antioksidan yang berasal
dari endogen maupun eksogen (Kosasih et al, 2004).
Ketika radikal bebas menempel pada molekul yang berpasangan, yang dilakukannya
hanyalah merusak DNA sel-sel molekul tersebut untuk membentuk keseimbangan elektron
agar proses metabolism tubuh berjalan normal. Tetapi ketika dua radikal bebas yang mencari
pasangan bertemu, mereka akan menciptakan hubungan yang stabil (Siagian, 2012).
Universitas Sumatera Utara
-
Berdasarkan fungsinya, senyawa antioksidan di klasifikasikan dalam tiga tipe
antioksidan, yaitu:
1. Primary Antioxidants (Antioksidan Utama / Antioksidan Primer)
Termasuk di sini:
- SOD (Superoxide Dismutase)
- GPx (Glutathion Peroxidase)
- Metalbinding protein seperti Ferritin atau Ceruloplasmin.
Antioksidan primer ini bekerja untuk mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas
baru. Ia mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak
negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contoh Antioksidan ini adalah enzim
SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses
peradangan karena radikal bebas.
2. Secondary Antioxidants (Antioksidan Kedua/ Antioksidan Sekunder)
Antioksidan ini berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai.
Contoh: antioksidan sekunder : vitamin E, vitamin C, betakaroten, asam urat, bilirubin dan
albumin.
3. Tertiary antioxidants (Antioksidan Ketiga / Antioksidan Tersier)
Antioksidan jenis ini memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal
bebas. Contoh enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksidan
reduktase. Adanya enzim-enzim perbaikan DNA ini berguna untuk mencegah penyakit
misalnya kanker (Kosasih et al, 2004).
Pengujian antiradikal bebas senyawa-senyawa bahan alam atau hasil sintesis secara UV-
Tampak dapat dilakukan secara kimia menggunakan DPPH (difenilpikril hidrazil). DPPH
berfungsi sebagai senyawa radikal bebas stabil yang ditetapkan secara spektrofotometri
melalui persen peredaman absorbansi. Peredaman warna ungu merah pada panjang
gelombang () 517 nm dikaitkan dengan kemampuan minyak atsiri sebagai antiradikal bebas.
Kereaktifan dari golongan senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai antiradikal bebas
ditentukan adanya gugus fungsi OH (hidroksil) bebas dan ikatan rangkap karbon-karbon,
seperti flavon, flavanon, skualen, tokoferol, -karoten, Vitamin C dan lain-lain (Rahmawati,
2004).
Beberapa nilai IC50 untuk senyawa antioksidan (mg/mL)
Asam askorbat : 1,96 +/- 0,013
Universitas Sumatera Utara
-
Alpa-tokoferol : 7,3 +/- 0,308
Sayur-sayuran : 4,7
Gamma oryzanol : 50 +/-0,408
Pohon pinus OPC : 4,0 13,5
Quercetin : 2,457 +/-0,192
Asam Ferulat (FRAC) : 31,3 +/-0,327
Hesperidin : >500 (Ronald, 2004).
Penggunaan senyawa alami sebagai antioksidan sudah sangat lama. Hal itu meliputi
pengasapan dan pembumbuan untuk pengawetan daging, ikan, dan makanan lain yang kaya
lemak. Perlakuan tersebut diakui dapat memberi efek penghambat tengik. Hal ini tidak lazim
untuk mencoba mendefenisikan antioksidan alami dapat mempengaruhi zat yang terbentuk
sebagai konsekuensi dari memasak atau pengolahan bahan nabati atau hewani untuk
makanan. Antioksidan alami hampir ditemukan pada semua mikroorganisme, jamur, dan
bahkan di jaringan hewan dan tumbuhan ini sebagian besar adalah senyawa fenolik dan yang
merupakan beberapa dari kelompok antioksidan alami adalah flavonoid, asam fenolik dan
minyak atsiri (Pokornya, 2001).
Kebanyakan komponen minyak atsiri merupakan kelompok besar dari terpen (Hamid,
2011). Terpen yang juga dikenal sebagai terpenoid atau isoprenoid membentuk kelompok
terbesar dari produk tanaman alam. Dalam ilmu medis, terpen biasanya digunakan sebagai
agen antiseptik, anti-flamasi, untuk penyakit kanker dan malaria serta antioksidan
(Degenhardt, 2003).
Komponen senyawa yang tidak jenuh dan teroksigenasi lebih stabil dalam melawan
pengaruh oksidasi dibandingkan komponen lainnya, yakni golongan monoterpen dan seskui
terpen (Handa, 2008). Monoterpen juga merupakan komponen primer dari minyak atsiri dan
mempunyai pengaruh medis didalamnya. Beberapa komponen senyawa yang mempunyai
yaitu karvakrol, timol, -terpinen (Bakkali, 2008), -pinen, -tujon, kamfor, 1,8-sineol, -
tujon dan borneol (Kadri, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kecombrang (Nicolaia speciosa Horan)
mengandung senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan
glikosida yang berperan sebagai antioksidan (Naufalin, 2005).
Universitas Sumatera Utara
-
Jafar et al., (2007) mengatakan kecombrang mengandung minyak esensial yang
bersifat bioaktif (daun 0,0735%; bunga 0,0334%; batang 0,0029% dan rhizome 0,0021%).
2.1.2 Sifat Antimikroba
Kelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka ragam, yang
berhubungan dengan makanan dan manusia adalah bakteri. Adanya bakteri dalam bahan
pangan dapat mengakibatkan pembusukan yang tidak diinginkan atau menimbulkan penyakit
yang ditularkan melalui makanan (Buckle, 2007). Bakteri merupakan organisme yang sangat
kecil (berukuran mikroskopi). Bakteri rata-rata berukuran lebar 0,5-1 mikron dan panjang
hingga 10 mikron (1mikron = 10-3 mm). Itu berarti pula bahwa jasad renik ini tipis sekali
sehingga tembus cahaya. Akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas dan sukar untuk
melihat bagian-bagiannya. Untuk melihat bakteri dengan jelas, tubuhnya perlu diisi dengan
zat warna, pewarnaan ini disebut pengecatan bakteri.
Cat yang umum dipakai adalah cat Gram. Diantara bermacam-macam bakteri yang
dicat, ada yang dapat menahan zat warna ungu dalam tubuhnya meskipun telah didekolorisasi
dengan alkohol atau aseton. Dengan demikian tubuh bakteri itu tetap berwarna ungu
meskipun disertai dengan pengecatan oleh zat warna kontras, warna ungu itu tetap
dipertahankan. Bakteri yang memberi reaksi semacam ini dinamakan bakteri Gram positif.
Sebaliknya , bakteri yang tidak dapat menahan zat warna setelah didekolorisasi dengan
alkohol akan kembali menjadi tidak berwarna dan bila diberikan pengecatan dengan zat
warna kontras, akan berwarna sesuai dengan zat warna kontras. Bakteri yang memperlihatkan
reaksi semacam ini dinamakan bakteri Gram negatif (Irianto, 2006).
Naufalin et al (2005) melaporkan bahwa zat antibakteri dari ekstrak etanol dan etil
asetat dari bunga kecombrang dapat menghambat berbagai bakteri seperti Bacillus cereus,
P.aeroginosa, S.typhimurium, E.coli, L.monocytogenes, S. aureus dan
A.hydrophilia.Sedangkan ekstrak airnya bersifat antibakteri terhadap S. aureus dan E.coli
(Hudaya, 2010).
Berdasarkan hasil uji in planta penggunaan bunga kecombrang pada konsentrasi 50 %
terlihat cukup efektif dalam mencegah perkembangan penyakit busuk buah salak yang
disebabkan jamur Chalaropsis sp. Pada penerapan di tingkat lapang, aplikasi bunga
kecombrang dapat dilarutkan dalam air yang bersifat polar dengan konsentrasi maksimum 50
% untuk selanjutnya diaplikasikan pada buah salak baik yang masih menempel pada tandan,
Universitas Sumatera Utara
-
maupun yang sudah lepas tandan. Untuk lebih efektifnya, aplikasi ekstrak bunga kecombrang
dengan air dapat disemprotkan pada buah salak yang masih menempel pada tanaman sebelum
Dipanen (Pramoto, 2011).
2.2 Minyak Atsiri
Minyak atsiri lazim juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau minyak
terbang. Minyak atsiri merupakan senyawa, yang pada umumnya berwujud cairan, yang
diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, buah, daun, biji maupun bunga dengan
cara penyulingan dengan uap. Meskipun kenyataannya minyak atsiri juga dapat diperoleh
dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik maupun dengan cara dipres atau
dikempa dan secara enzimatik. Minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama,
minyak atsiri yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen atau
penyusun murninya. Komponen-komponen ini dapat menjadi bahan dasar untuk diproses
menjadi produk-produk lain. Biasanya komponen utama yang terdapat dalam minyak atsiri
tersebut dipisahkan atau diisolasi dengan penyulingan bertingkat atau dengan proses kimia
sederhana. Pada saat isolasi dengan penyulingan bertingkat selalu dilakukan dalam keadaan
vakum. Hal ini dikerjakan untuk menghindari terjadinya isomerisasi, polimerisasi atau
penguraian. Kelompok kedua adalah minyak atsiri yang sukar dipisahkan menjadi komponen
murninya. Lazimnya minyak atsiri tersebut langsung digunakan, tanpa diisolasi komponen-
komponennya sebagai pewangi berbagai produk (Sastrohamidjojo, 2004).
Minyak atsiri adalah zat yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga
minyak menguap, minyak eteris, atau minyak essensial karena pada suhu biasa (suhu kamar)
mudah menguap di udara terbuka. Istilah essensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau
dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni tanpa pencemaran, minyak atsiri
umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi
dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap). Untuk mencegah
supaya tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindung dari pengaruh cahaya, misalnya
disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap. Bejana tersebut juga diisi sepenuh
mungkin sehingga tidak memungkinkan berhubungan langsung dengan oksigen udara,
ditutup rapat serta disimpan di tempat yang kering dan sejuk (Gunawan, 2004).
Universitas Sumatera Utara
-
Minyak atsiri merupakan salah satu senyawa organik yang banyak ditemukan di alam
dan berasal dari jaringan tumbuhan. Minyak atsiri merupakan salah satu senyawa metabolit
sekunder yang mudah menguap (volatile) dan bukan merupakan senyawa murni tetapi
tersusun atas beberapa komponen yang mayoritas berasal dari golongan terpenoid
(Guenther,2006).
Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil,
volatile) yang merupakan salah satu hasil metabolisme tanaman. Bersifat mudah menguap
pada suhu kamar, mempunyai rasa getir serta berbau wangi sesuai dengan bau tanaman
penghasilnya. Minyak atsiri larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air
(Sudaryani.1990).
Minyak atsiri pada industri banyak digunakan sebagai bahan pembuat kosmetik,
parfum, antiseptik dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atsiri mampu bertindak sebagai
bahan terapi (aromaterapi) atau bahan obat suatu jenis penyakit. Fungsi minyak atsiri sebagai
bahan obat tersebut disebabkan adanya bahan aktif sebagai contoh bahan anti radang,
hepatoprotektor, analgetik, anestetik, antiseptik, psikoaktif dan anti bakteri (Agusta,200).
2.2.1 Metode Isolasi
Minyak atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim digunakan sebagai
berikut :
1. Metode Destilasi
Diantara metode-metode isolasi yang paling lazim dilakukan adalah metode
destilasi. Beberapa metode destilasi yang popular dilakukan di berbagai perusahaan
industri penyulingan minyak atsiri, antara lain sebagai berikut :
a. Metode destilasi kering (langsung dari bahannya tanpa menggunakan air). Metode
ini paling sesuai untuk bahan tanaman yang kering dan untuk minyak-minyak
yang tahan pemanasan (tidak mengalami perubahan bau dan warna saat
dipanaskan).
b. Destilasi air, meliputi destilasi air dan uap air dan destilasi uap air langsung.
Metode ini dapat digunakan untuk bahan kering maupun bahan segar dan terutama
digunakan untuk minyak-minyak yang kebanyakkan dapat rusak akibat panas
Universitas Sumatera Utara
-
kering. Seluruh bahan dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang
bentuknya mirip dandang. Dalam metode ini ada beberapa versi perlakuan :
- Bahan tanaman langsung direbus dalam air.
- Bahan tanaman langsung masuk air, tetapi tidak direbus. Dari bawah
dialirkan uap air panas.
- Bahan tanaman ditaruh di bejana bagian atas, sementara uap air dihasilkan
oleh air mendidih dari bawah dandang.
- Bahan tanaman ditaruh di dalam bejana tanpa air dan disemburkan uap air
dari luar bejana (Gunawan, 2004).
2. Metode penyarian
Metode penyarian digunakan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak tahan
pemanasan seperti cendana. Kebanyakkan dipilih metode ini karena kadar minyaknya
di dalam tanaman sangat rendah/kecil. Bila dipisahkan dengan metode lain,
minyaknya akan hilang selama proses pemisahan. Pengambilan minyak atsiri
menggunakan cara ini diyakini sangat efektif karena sifat minyak atsiri yang larut
sempurna di dalam bahan pelarut organik non polar (Gunawan, 2004).
Ekstraksi digunakan untuk mengisolasi produk reaksi kimia organik . sebagai
contoh, sejumlah campuran senyawa organik yang larut dalam air dan beberapa garam
anorganik yang semuanya larut dalam air. Untuk mengisolasi senyawa organik
tersebut, maka campuran diatas dituang dalm corong pisah dan dengan menambahkan
pelarut organik, misalnya eter. Lalu dikocok sehingga senyawa-senyawa organik akan
terdistribusi pada eter karena lebih mudah larut dalam eter dibandingkan dalam air.
Sementara garam anorganik berada pada lapisan air karena tidak larut dalam eter.
Dengan demikian sudah terjadi pemisahan dan eter dapat dibebaskan dengan
penguapan (Williamson, 1987).
3. Metode Pengepresan dan Pemerasan
Metode pemerasan/pengepresan dilakukan untuk minyak-minyak atsiri yang
tidak stabil dan tidak tahan pemanasan seperti minyak jeruk (citrus). Juga terhadap
minyak-minyak atsiri yang bau dan warnanya berubah akibat pengaruh pelarut
Universitas Sumatera Utara
-
penyari. Metode ini juga hanya cocok untuk minyak atsiri yang rendemennya relatif
besar (Gunawan, 2004).
4. Metode Enfleurage
Metode enfleurage adalah metode penarikan bau minyak atsiri yang dilekatkan
pada media lilin. Metode ini digunakan karena diketahui ada beberapa jenis bunga
yang setelah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan
minyak atsiri sampai beberapa hari/minggu, misalnya bunga melati, jasminum
sambac, sehingga perlu perlakuan yang tidak merusak aktivitas enzim tersebut secara
langsung (Gunawan, 2004).
Pada proses ini absorbsi minyak atsiri oleh lemak dilakukan pada suhu rendah
(keadaan dingin) sehingga minyak terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh
panas. Metode ini masih diterapkan di daerah grasse di Perancis selatan dengan
peralatan sederhana, praktis dan berkapasitas kecil (Ketaren, 1985).
Adapun metode- metode penyulingan minyak atsiri dapat dibagi menjadi :
1. Penyulingan dengan air
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak
langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam
secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri
khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh
karena itu, sering disebut penyulingan langsung. Penyulingan dengan cara
langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak
tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh.
2. Penyulingan dengan uap
Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada
pronsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja air
penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang
digunakan berupa uap jenuh atau uap lewat panas dengan tekanan lebih dari 1
atmosfer.
3. Penyulingan dengan uap dan air
Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di
atas rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air
Universitas Sumatera Utara
-
sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini
yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan
tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air
panas (Lutony, 1994).
2.2.2 Komposisi Kimia Minyak Atsiri
Pada umumnya perbedaan minyak atsiri komposisi minyak atsiri disebabkan
perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan,
metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak.
Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang
terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). pada umumnya komponen
kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu : 1) Hidrokarbon yang terutama terdiri
dari persenyawaan terpen dan 2) Hidrokarbon teroksigenasi.
1. Golongan hidrokarbon yang terdiri dari persenyawaan Terpen
Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur karbon (C)
dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian
besar terdiri dari monoterpen ( 2 unit isoprene), sesquiterpen ( 3 unit isoprene),
diterpen ( 4 unit isoprene) dan politerpen.
2. Golongan hidrokarbon teroksigenasi
Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon
(C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). persenyawaan yang termasuk dalam
golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter, dan fenol.
Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal,
ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua
(Ketaren, 1985).
2.2.3 Biosintesis Minyak Atsiri
Universitas Sumatera Utara
-
Berdasarkan proses biosintesisnya atau pembentukan komponen minyak atsiri di
dalam tumbuhan, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan pertama
adalah turunan terpena yang terbentuk dari asam asetat melalui jalur biosintesis asam
mevalonat. Golongan kedua adalah senyawa aromatik yang terbentuk dari biosintesis asam
sikimat melalui jalur fenil propanoid (Agusta, 2000). Mekanisme dari tahap-tahap reaksi
biosintesis terpenoid yaitu asam asetat yang telah diaktifkan oleh koenzim A melakukan
kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini
dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon
bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya ialah
fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan IPP yang selanjutnya
berisomerisasi menjadi DMAPP oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif
bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah
pertama dari polimerisasai isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi
karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang
kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat. Serangan ini menghasilkan
geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara bagi semua senyawa monoterpen.
Sintesa terpenoid sangat sederhana sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi organik
sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnya dari
senyawa antara GPP, FPP, dan GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu
per satu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder pula. Reaksi-reaksi sekunder ini
lazimnya adalah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi, dan reaksi-reaksi spontan yang dapat
berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi,
dehidrasi, dekarbosilasi, dan sebagainya
Berikut adalah Gambar Reaksi Biosintesa Terpenoid
Universitas Sumatera Utara
-
CH3 C SCoA
O
CH3 C SCoA
O
+ CH3 C
O
CH2 C
O
SCoA CH3 C SCoA
O
Asetil koenzim A Asetoasetil koenzim A
CH3 C
OH
CH2 C
O
SCoA
CH2 C SCoA
O
HCH3 C
OH
CH2 CH2 OH
CH2 C
O
OH CH3 C
OPP
CH2 C
O
O-
Asam mevalonat
CH2 CH2 OH
- OPP- CO2
CH3 C CH
CH2 H
CH2 OPP
Isopentenil pirofosfat (IPP)
CH3 C
CH3
CH CH2 OPP
Dimetilalil pirofosfat (DMAPP)
OPP
OPP
HIPP
DMAPP
OPPMonoterpen
Geranil pirofosfat
OPP
H
OPPFarnesil pirofosfat
Seskuiterpen
2 X
TriterpenOPPH
OPPDiterpen
2 X
Tetraterpen
Geranil-geranil pirofosfat
Gambar 2.5. Biosintesis Terpenoid
Universitas Sumatera Utara
-
Untuk menjelaskan hal diatas dapat diambil beberapa contoh monoterpen. Dari segi
biogenetik, perubahan geraniol, nerol dan linalool dari yang satu menjadi yang lain
berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini, yang berasal dari hidrolisa
geranil pirofosfat (GPP) dapat menjalani reaksi-reaksi sekunder berikut, misalnya dehidrasi
menghasilkan mirsena, oksidasi menjadi sitral dan oksidasi reduksi menghasilkan sitronelal.
Berikut ini adalah contoh perubahan senyawa monoterpen
CH2OH
Geraniol(trans) Mirsen
OH
Linalool
CHO
Sitronelal
CH2OH
Nerol(cis)
CHO
Sitral
- H2O
O
H O,
Gambar 2.6. Perubahan senyawa monoterpen
(Achmad, 1986).
Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis-farnesil pirofosfat dan trans-
farnesil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya. Kedua isomer farnesil
pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme yang sama seperti isomerisasi antara
geraniol dan nerol. Perubahan farnesil pirofosfat menjadi seskuiterpen terlihat pada contoh
sebagai berikut
Universitas Sumatera Utara
-
OH
Farnesol
OPP
CH2
Humulen
OPP
H2C
Trans-Farnesil pirofosfat
cis-Farnesil pirofosfat
- H+
- H+
Bisabolen
Gambar 2.7. Reaksi biogenetik beberapa seskuiterpena
2.3 Analisa Komponen Kimia Minyak atsiri
2.3.1 Kromatografi Gas Spektroskopi Massa (GCMS)
GCMS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua
metode analisis senyawa yaitu Kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah senyawa
secara kuantitatif dan Spektrometri Massa (MS) untuk menganalisis struktur molekul
senyawa analit.
Gas kromatografi merupakan salah satu tehnik spektroskopi yang menggunakan
prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen
penyusunnya. Gas kromatografi biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang
terdapat pada campuran gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas.
Universitas Sumatera Utara
-
Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan
cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui
dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam.
Penggunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektroskopi massa. Paduan
keduanya dapat menghasilkan data lebih akurat dalam mengidentifikasi senyawa yang
dilengkapi dengan struktur molekulnya.
Kromatografi gas ini juga mirip dengan destilasi fraksinasi, karena kedua proses
memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan pada perbedaan titik didih atau
tekanan uap. Namun destilasi fraksional biasanya digunakan untuk memisahkan komponen-
komponen dari campuran pada skala besar sedangkan GC dapat digunakan pada skala yang
lebih kecil (Pavia, 2006).
Sekarang ini sistem GC-MS sebagian digunakan sebagai peran utama untuk analisa
makanan dan aroma, petroleum, petrokimia dan zat-zat kimia di laboratorium. Kromatografi
gas merupakan kunci dari suatu teknik anlitik dalam pemisahan komponen mudah menguap,
yaitu dengan mengkombinasikan secara cepat analisa sehingga pemecahan yang tinggi
mengurangi pengoperasian. Keuntungan dari kromatografi gas adalah hasil kuantitatif yang
bagus dan harganya lebih murah. Sedangkan kerugiannya tidak dapat memberikan indentitas
atau struktur untuk setiap puncak yang dihasilkan dan pada saat proses karakteristik yang
didefenisikan sistem tidak bagus (Mcnair, 2009).
Adapun prinsip kerja dari alat GC-MS adalah sebagai berikut
a. Kromatografi Gas
Gambar 2.8. Skema Alat Gas Kromatografi
Universitas Sumatera Utara
-
Kromatografi gas (GC) merupakan jenis kromatografi yang digunakan dalam kimia
organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat digunakan untuk menguji kemurnian dari
bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen dari campuran. Dalam beberapa situasi,
GC dapat membantu dalam mengidentifikasi sebuah senyawa kompleks. Dalam kromatografi
gas, fase yang bergerak atau mobile phase adalah sebuah operator gas, yang biasanya gas
murni seperti helium atau yang tidak reaktif seperti gas nitrogen. Fasa diam atau stationary
phase merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau polimer yang mendukung gas murni, di
dalam bagian dari system pipa-pipa kaca atau logam yang disebut kolom. Instrument yang
digunakan untuk melakukan kromatografi gas disebut gas chromatograph (Fowlis,1998).
Instrumentasi dari alat GC antara lain :
a. Gas Pembawa
Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni, dan mudah
diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Keuntungannya
adalah karena semua gas ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam keadaan murni dan
kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi. Gas pembawa yang sering
digunakan adalah Helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N), Hidrogen (H), dan karbon
dioksida (CO2) (Agusta, 2000).
b. Injeksi Sampel
Cuplikan dimasukkan ke dalam ruang suntikk melalui gerbang suntik, biasanya berupa
lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan
tersendiri, terpisah dari kolom dan biasanya pada suhu 10-15oC lebih tinggi dari suhu
maksimum. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke
kolom (Gritter et al,1991).
c. Kolom
Ada dua tipe utama kolom dalam kromatografi gas. Tipe pertama, tube panjang dan tipis
berisi material padatan. Tipe kedua, lebih tipis dan memiliki fase diam yang berikatan
dengan bagian dalam permukaannya. Ada tiga hal yang dapat berlangsung pada molekul
tertentu dalam campuran yang diinjeksikan pada kolom:
Universitas Sumatera Utara
-
1. Molekul dapat berkondensasi pada fase diam.
2. Molekul dapat larut dalam cairan pada permukaan fase diam.
3. Molekul dapat tetap pada fase gas.
b. Spektoskopi Massa
Gambar 2.9 Skema Alat Spektroskopi Massa
Umumnya spektrum massa diperoleh dengan mengubah senyawa suatu sampel
menjadi ion-ion yang bergerak cepat yang dipisahkan berdasarkan perbandingan massa
terhadap muatan.
Spektroskopi massa mampu menghasilkan berkas ion dari suatu zat uji, memilah ion
tersebut menjadi spektrum yang sesuai dengan perbandingan massa terhadap muatan dan
merekam kelimpahan relative tiap jenis ion yang ada. Umumnya hanya ion positif yang
dipelajari karena ion negative yang dihasilkan dari sumber tumbukan umumnya sedikit
(Pavia, 2006).
Adapun instrumentasi dari alat spektroskopi massa sebagai berikut :
a. Sumber Ion
setelah melewati rangkaian kromatografi gas, sampel gas yang akan diuji
dilanjutkan melalui rangkaian spektroskopi massa. Molekul-molekul yang
melewati sumber ion ini diserang untuk melewati filter, partikel-partikel sampel
haruslah bermuatan.
Universitas Sumatera Utara
-
b. Filter
Selama ion melalui rangkaian spektroskopi massa, ion-ion ini melalui rangkaian
elektromagnetik yang menyaring ion berdasarkan perbedaan massa. Para ilmuwan
memisahkan komponen-komponen massa untuk kemudian dipilih yang mana yang
boleh melanjutkan yang mana yang tidak (prinsip penyaringan). Filter ini terus
menyaring ion-ion yang berasal dari sumber ion untuk kemudian diteruskan ke
detektor.
c. Detektor
Ada beberapa tipe detektor yang biasa digunakan. Dalam mekanisme reaksi,
pembakaran senyawa organik merupakan hal yang sangat kompleks. Selama
proses, sejumlah ion-ion dan elektron-elektron dihasilkan dalam nyala. Kehadiran
ion dan elektron dapat dideteksi. Seluruh detektor ditutup dalam oven yang lebih
panas disbanding dengan temperatur kolom. Hal ini menghentikan kondensasi
dalam detektor.
Hasil detektor akan direkam sebagai urutan puncak-puncak, setiap puncak
mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor.
Pada metode analisis GCMS (Gas Chromatography Mass Spectroscopy) adalah
dengan membaca spektra yang terdapat pada kedua metode yang digabung tersebut. Pada
spektra GC jika terdapat bahwa dari sampel mengandung banyak senyawa, terlihat dari
banyaknya puncak (peak) dalam spektra GC tersebut. Berdasarkan data waktu retensi yang
sudah diketahui dari literatur, bisa diketahui senyawa apa saja yang ada dalam sampel.
Selanjutnya adalah dengan memasukkan senyawa yang diduga tersebut ke dalam
instrument spektroskopi massa. Hal ini dapat dilakukan karena salah satu kegunaan dari
kromatografi gas adalah untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu sampel. Setelah itu,
didapat hasil dari spektra spektroskopi massa pada grafik yang berbeda.
Informasi yang diperoleh dari kedua tehnik ini yang digabung dalam instrument
GCMS adalah hasil dari masing-masing spektra. Untuk spektra GC, informasi terpenting
yang didapat adalah waktu retensi untuk tiap-tiap senyawa dalam sampel. Sedangkan untuk
spektra MS bisa diperoleh informasi mengenai massa molekul relative dari senyawa sampel
tersebut (Skoog, 1991).
Universitas Sumatera Utara
-
2.3.2 Spektroskopi Inframerah
Alat instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi inframerah pada
pelbagai panjang gelombang absorpsi masing-masing gugus fungsi disebut Spektroskopi
inframerah. Suatu spektrum inframerah ialah suatu grafik dari panjang gelombang atau
frekuensi, yang secara berkesinambungan berubah sepanjang suatu daerah sempit dari
spektrum elektromagnetik, versus transmisi-persen (%T) atau absorbansi (A) (Fessenden,
1986). Spektroskopi inframerah digunakan untuk penentuan gugus fungsi, khususnya
senyawa organik dan juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Spektrum inframerah
memberikan puncak-puncak maksimal yang jelas sebaik puncak minimumnya (Khopkar,
2003). Identifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan
dasar penafsiran spektrum inframerah (Creswell, 2005).
Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet
yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Pancaran inframerah
yang kerapatannya kurang daripada 100 cm-1 diserap oleh sebuah molekul organik dan
diubah menjadi energi putaran molekul. Penyerapan ini tercatu dan dengan demikian
spektrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis yang tersendiri (Silverstein, 1981).
Spektrum inframerah dapat diperoleh dari gas, cairan atau padatan. Spektrum gas atau
cairan yang mudah menguap dapat diperoleh dengan memuaikan cuplikan kedalam suatu sel
yang telah dikosongkan. Teknik fase uap ini terbatas karena secara nisibi sejumlah besar
senyawa tidak mempunyai tekanan uap cukup tinggi agar menghasilkan spektrum yang dapat
dimanfaatkan (Silverstein, 1981). Ada beberapa metode yang dilakukan untuk menangani
sampel dalam bentuk padatan antara lain dengan mencampurkan padatan sampel dengan
serbuk KBr, kemudian campuran tersebut dipress dengan tekanan tinggi. Dibawah tekanan
ini KBr akan melebur dan akan membentuk matrix (Pavia, 2001).
Universitas Sumatera Utara