chapter ii

23
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Tanaman tebu termasuk salah satu anggota dari familia Gramineae, sub familia Andropogonae. Banyak ahli berpendapat bahwa tanaman tebu berasal dari Irian, dan dari sana menyebar ke kepulauan Indonesia yang lain, Malaysia, Filipina, Thailand, Burma, dan India. Dari India kemudian dibawa ke Iran sekitar tahun 600 M, dan selanjutnya oleh orang-orang Arab dibawa ke Mesir, Maroko, Spanyol, dan Zanzibar. Beberapa peneliti yang lain berkesimpulan bahwa tanaman ini berasal dari India berdasarkan catatan-catatan kuno dari negeri tersebut. Bala tentara Alexander the Great mencatat adanya tanaman di negeri itu ketika mencapai India pada tahun 325 SM (Tjokroadikoesoemo dan Baktir, 2005). Tebu merupakan bahan dasar dalam pembuatan gula. Gula yang dihasilkan dari tebu disebut dengan gula putih atau juga gula pasir karena berbentuk butiran- butiran kristal putih. Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah sebagai berikut: Kingdome : Plantae Divisio : Spermathophyta Sub Divisio : Angiospermae Class : Monocotyledone Ordo : Glumiflorae Famili : Graminae Genus : Saccharum Spesies : Saccharum officinarum L. (Tarigan dan Sinulingga, 2006). Universitas Sumatera Utara

Upload: roni-setya

Post on 01-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

E

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Tebu

Tanaman tebu termasuk salah satu anggota dari familia Gramineae, sub

familia Andropogonae. Banyak ahli berpendapat bahwa tanaman tebu berasal dari

Irian, dan dari sana menyebar ke kepulauan Indonesia yang lain, Malaysia,

Filipina, Thailand, Burma, dan India. Dari India kemudian dibawa ke Iran sekitar

tahun 600 M, dan selanjutnya oleh orang-orang Arab dibawa ke Mesir, Maroko,

Spanyol, dan Zanzibar. Beberapa peneliti yang lain berkesimpulan bahwa

tanaman ini berasal dari India berdasarkan catatan-catatan kuno dari negeri

tersebut. Bala tentara Alexander the Great mencatat adanya tanaman di negeri itu

ketika mencapai India pada tahun 325 SM (Tjokroadikoesoemo dan Baktir, 2005).

Tebu merupakan bahan dasar dalam pembuatan gula. Gula yang dihasilkan

dari tebu disebut dengan gula putih atau juga gula pasir karena berbentuk butiran-

butiran kristal putih. Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah sebagai berikut:

Kingdome : Plantae

Divisio : Spermathophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Class : Monocotyledone

Ordo : Glumiflorae

Famili : Graminae

Genus : Saccharum

Spesies : Saccharum officinarum L.

(Tarigan dan Sinulingga, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II

Proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari ruas

ke ruas yang tingkat kemasakannya tergantung pada umur ruas. Ruas di bawah

(lebih tua) lebih banyak tingkat kandungan gulanya dibandingkan dengan ruas di

atasnya (lebih muda), demikian seterusnya sampai ruas bagian pucuk. Oleh karena

itu, tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula di sepanjang

batang telah seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk (Supriyadi, 1992).

Secara morfologi, tanaman tebu dapat dibagi menjadi beberapa bagian,

yaitu batang, daun, akar, dan bunga.

Tanaman tebu mempunyai sosok yang tinggi kurus, tidak bercabang, dan

tumbuh tegak. Tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 m atau lebih. Kulit batang

keras berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua, atau kombinasinya. Pada batang

terdapat lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan dan umumnya terdapat

pada tanaman tebu yang masih muda.

Daun tebu merupakan daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari

pelepah dan helaian daun, tanpa tangkai daun. Daun berpangkal pada buku batang

dengan kedudukan yang berseling. Pelepah memeluk batang, makin ke atas makin

sempit. Pada pelepah terdapat bulu-bulu dan telinga daun. Pertulangan daun

sejajar.

Tebu mempunyai akar serabut yang panjangnya dapat mencapai satu

meter. Sewaktu tanaman masih muda atau berupa bibit, ada 2 macam akar, yaitu

akar setek dan akar tunas. Akar setek/bibit berasal dari setek batangnya, tidak

berumur panjang, dan hanya berfungsi sewaktu tanaman masih muda. Akar tunas

berasal dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada selama tanaman masih tumbuh.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II

Bunga tebu merupakan bunga majemuk yang tersusun atas malai dengan

pertumbuhan terbatas. Panjang bunga majemuk 70-90 cm. Setiap bunga

mempunyai tiga daun kelopak, satu daun mahkota, tiga benang sari, dan dua

kepala putik.

(Tim Penulis PS, 2000).

Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk

penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan dapat dinilai untuk kondisi saat ini

(kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan

potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat

biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-

masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa

karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh

tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian

lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang

dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau

lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih

memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan

tanaman yang lebih sesuai (Ritung dkk, 2007).

Struktur dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan terdiri dari empat kategori

yang merupakan tingkat generalisasi yang bersifat menurun, yaitu :

a. Ordo kesesuaian lahan; menunjukkan jenis atau macam kesesuaian atau

keadaan secara umum.

b. Kelas kesesuaian lahan; menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II

c. Sub kelas kesesuaian lahan; menunjukkan jenis pembatas atau macam

perbaikan yang diperlukan dalam kelas.

d. Satuan kesesuaian lahan; menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang

diperlukan dalam pengelolaan di dalam sub kelas.

(Susilowati, 2008).

Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Lahan yang

tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai

(S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang

tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas.

Kelas S1 : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata

terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas

bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas

lahan secara nyata.

Kelas S2 : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan

berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan

masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh

petani sendiri.

Kelas S3 : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas

ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan

tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong

S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal

tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan

(intervensi) pemerintah atau pihak swasta.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II

Kelas N : Lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat

dan/atau sulit diatasi.

(Djaenudin dkk, 2003).

Kualitas dan Karakteristik Lahan

Kualitas lahan

Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat

kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan

(performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu

dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics).

Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan,

tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan

(FAO, 1976 dalam Ritung dkk, 2007).

Kualitas lahan yang berhubungan dan berpengaruh terhadap hasil atau

produksi tanaman, antara lain terdiri atas :

Ketersediaan air

Ketersediaan hara

Ketersediaan oksigen dalam zona perakaran

Kondisi dan sifat fisik dan morfologi tanah

Kemudahan lahan untuk diolah

Salinitas dan alkalinitas

Toksisitas tanah (misalnya aluminium, pirit)

Ketahanan terhadap erosi

Hama dan penyakit tanaman yang berhubungan dengan kondisi lahan

Bahaya banjir

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II

Rezim temperatur

Energi radiasi

Bahaya unsur iklim terhadap pertumbuhan tanaman (angin, kekeringan)

Kelembaban udara yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman

(Simanjuntak, 2009).

Karakteristik lahan

Karakteristik lahan merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau diduga.

Menurut FAO (1976) dalam Simanjuntak (2009), karakteristik lahan terdiri atas :

a. Karakteristik tunggal, misalnya total curah hujan, kedalaman tanah,

lereng, dan lain lain.

b. Karakteristik majemuk, misalnya permeabilitas tanah, drainase, kapasitas

tanah menahan air, dan lain lain.

Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan yang dipakai pada

metode evaluasi lahan menurut Djaenudin dkk dalam Ritung dkk (2007) adalah

sebagai berikut:

Tabel 1. Hubungan kualitas dan karakteristik lahan Kualitas Lahan Karakteristik Lahan

Temperatur (tc) Temperatur rata -rata (oC) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm), Kelembaban (%), Lamanya bulan kering (bln)

Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Keadaan media perakaran (rc) Tekstur, Bahan kasar (%), Kedalaman tanah (cm)

Gambut Ketebalan (cm), Ketebalan (cm) jika ada sisipan bahan mineral/pengkayaan, Kematangan

Retensi hara (nr) KTK liat (cmol/kg), Kejenuhan basa (%), pH C-organik (%)

Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%)

Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh) Lereng (%), Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan

Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%), Singkapan batuan (%)

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II

Arsyad (1989) dalam Listyanto (2008) menyatakan bahwa lahan

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat bervariasi seperti keadaan topografi,

iklim, tanah serta vegetasi yang menutupinya. Evaluasi lahan mempertimbangkan

berbagai kemungkinan penggunaan dan pembatasan faktor tersebut serta berusaha

menterjemahkan informasi yang cukup banyak dari lahan tersebut kedalam bentuk

yang dapat dipergunakan secara praktis.

Topografi

Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk

wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief

erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan

faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan

tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi

matahari.

Tabel 2. Bentuk wilayah dan kelas lereng No Relief Lereng (%) 1. Datar 0-3 2. Berombak/landai 3-8 3. Bergelombang/agak miring 8-15 4. Miring berbukit 15-30 5. Agak Curam 30-45 6. Curam 45-65 7. Sangat Curam > 65

(Utomo, 1989).

Daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu adalah dataran

rendah. Penanamannya dapat dilakukan di lahan kering dan di lahan sawah, akan

tetapi dari segi produktivitasnya penanaman tebu di lahan kering lebih rendah

dibandingkan dengan di lahan sawah

(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II

Iklim

Temperatur

Sesuai dengan daerah asalnya sebagai tanaman tropis, tanaman tebu

tumbuh baik di daerah tropis, tetapi dapat pula ditanam di daerah subtropis sampai

garis isotherm 20ºC, yaitu pada kawasan yang berada di antara 39º Lintang Utara

dan 35º Lintang Selatan. Suhu rata-rata tahunan sebaiknya berada di atas 20ºC dan

tidak kurang dari 17ºC. Menurut Barners dalam Setyamidjaja (1992), pada suhu

kurang dari 21ºC pertumbuhan tebu terhambat, bahkan apabila suhu tanah kurang

dari 16ºC pertumbuhan tebu terhenti. Pertumbuhan yang optimum dicapai pada

suhu 24-30ºC.

Ketersediaan air

Di daerah tropis ketersediaan air bagi kebutuhan hidup tanaman umumnya

tergantung dari curah hujan. Daerah Indonesia variasi jumlah curah hujan adalah

antara 500-5000 mm per tahun. Sebagian besar daerah tropis basah Indonesia

mempunyai curah hujan 2000-3000 mm. Selain jumlah curah hujan, juga

distribusi curah hujan sangat bervariasi. Sebagian besar wilayah Indonesia

mempunyai bulan kering (<60 mm/bulan) lebih dari tiga bulan (Syukri, 2008).

Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam

jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah.

Oldeman (1975) dalam Guslim (2007) mengelompokkan wilayah berdasarkan

jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Bulan basah adalah bulan

yang mempunyai curah hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai

curah hujan <100 mm. Kriteria ini lebih diperuntukkan bagi tanaman pangan,

terutama untuk padi. Berdasarkan kriteria tersebut Oldeman (1975) membagi zone

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II

agroklimat kedalam 5 kelas utama (A, B, C, D dan E). Sedangkan Schmidt &

Ferguson (1951) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang

berbeda, yakni bulan basah (>100 mm) dan bulan kering (<60 mm). Kriteria yang

terakhir lebih bersifat umum untuk pertanian dan biasanya digunakan untuk

penilaian tanaman tahunan.

Daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu adalah dataran

rendah dengan jumlah curah hujan tahunan antara 1500-3000 mm. Selain itu,

penyebaran hujannya sesuai dengan pertumbuhan dan kematangan tebu. Pada

dasarnya tanaman tebu membutuhkan banyak air pada fase vegetatifnya. Namun,

saat memasuki berakhirnya fase tersebut dibutuhkan lingkungan yang kering, agar

proses pemasakan berjalan dengan baik. Berdasarkan kebutuhan air pada setiap

fase pertumbuhannya, maka curah hujan bulanan yang ideal di wilayah

pertanaman tebu adalah 200 mm/bulan pada 5-6 bulan berturut-turut, 125

mm/bulan pada 2 bulan transisi, dan kurang dari 75 mm/bulan pada 4-5 bulan

berturut-turut (Tim Penulis PS, 2000).

Tanaman tebu menghendaki kelembaban udara sedang (moderate) dengan

derajat lengas sekitar 85%, akan tetapi tanaman ini dapat dibudidayakan pada

daerah dengan kelembaban relatif 35% dengan berhasil bila tersedia air irigasi

yang mencukupi. Walaupun demikian, kelembaban udara tidak begitu besar

pengaruhnya pada perkembangan tebu. Pada beberapa wilayah di Jawa selama

musim kemarau (masa tanaman muda) dicapai kelembaban relatif sebesar 68-

78%, sedangkan pada musim hujan mencapai 82-90% (Setyamidjaja dan Azharni,

1992).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II

Intensitas sinar matahari sangat penting bagi tanaman tebu. Sinar matahari

langsung sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Sinar matahari tidak hanya

penting bagi pembentukan gula dan tercapainya kadar gula yang tinggi dalam

batang, tetapi juga mempercepat proses pemasakan. Sinar matahari yang tidak

mencukupi menghasilkan pertanaman yang kurus tinggi dengan kandungan

gulanya yang rendah. Cuaca yang mendung dan intensitas cahaya yang rendah

(kekurangan cahaya) disertai dengan kelembaban udara yang berubah-ubah dapat

menyebabkan kulit batang menjadi lunak sehingga menambah kepekaan tanaman

terhadap gangguan hama dan penyakit (Setyamidjaja dan Azharni, 1992).

Tanah

Drainase tanah

Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau

keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Kelas

drainase tanah yang sesuai untuk sebagian besar tanaman, terutama tanaman

tahunan atau perkebunan berada pada kelas 3 dan 4. Drainase tanah kelas 1 dan 2

serta kelas 5, 6 dan 7 kurang sesuai untuk tanaman tahunan karena kelas 1 dan 2

sangat mudah meloloskan air, sedangkan kelas 5, 6 dan 7 sering jenuh air dan

kekurangan oksigen.

Drainase sangat berperan penting terutama pada pertanian lahan kering,

karena untuk pertumbuhan yang baik akar tanaman membutuhkan banyak

oksigen. Pada umumnya akar-akar tanaman lahan kering tidak mampu menembus

lapisan tanah yang jenuh air karena kekurangan oksigen. Secara tidak langsung

drainase berhubungan erat dengan aerasi tanah. Drainase yang baik akan

menjamin aerasi yang baik pula sehingga memungkinkan difusi oksigen dan

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II

pelepasan CO2 dari akar tanaman berlangsung dengan baik. Aktifitas

mikroorganisme aerobik di dalam tanah akan berlangsung dengan baik yang pada

gilirannya dapat mempengaruhi ketersediaan unsur hara seperti N dan S (proses

dekomposisi bahan organik membebaskan hara N dan S). Selain itu sifat meracun

dari unsur mikro seperti Fe dan Mn dapat dikurangi pada keadaan aerasi yang

baik. Tujuan utama drainase pada lahan pertanian adalah menurunkan muka air

tanah guna meningkatkan kedalaman dan efektivitas perakaran tanaman. Hal ini

berarti bahwa jumlah hara yang dapat diserap oleh akar tanaman dapat

ditingkatkan (Hasibuan, 2006).

Tabel 3.Karakteristik kelas drainase tanah untuk evaluasi lahan

No. Kelas

Drainase Uraian

1 Cepat (excessively drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).

2 Agak cepat (somewhat excessively drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air rendah.. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).

3 Baik (well drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 100 cm.

4 Agak baik (moderately well drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah, tanah basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 50 cm.

5 Agak terhambat (somewhat poorly drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm.

6 Terhambat (poorly drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II

7 Sangat terhambat (very poorly drained)

Tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.

(Ritung dkk, 2007).

Tekstur

Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan

kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan

mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air,

menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Untuk keperluan pertanian

berdasarkan ukurannya, bahan padatan tanah digolongkan menjadi 3 partikel yaitu

pasir, debu, dan liat. Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir >70%,

porositasnya rendah (<40%), aerasi baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan

menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah berliat, jika kandungan liatnya >35%,

kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi (Islami dan Utomo, 1995).

Tekstur tanah dikelompokkan menjadi:

t1 : halus; termasuk dalam kelompok ini adalah liat dan liat berdebu

t2 : agak halus; yaitu liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat,

lempung liat berpasir

t3 : sedang; yaitu debu, lempung berdebu, lempung

t4 : agak kasar; yaitu lempung berpasir

t5 : kasar; yaitu pasir berlempung dan pasir

(Utomo, 1989).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II

Bahan kasar

Untuk bahan kasar di dalam tanah dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu:

Tidak ada/sedikit : 0-15% volume tanah

Sedang : 15-50% volume tanah

Banyak : 50-90% volume tanah

Sangat banyak : >90% volume tanah

(Utomo, 1989).

Kedalaman efektif

Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus

oleh akar tanaman dilakukan dengan mengamati penyebaran akar tanaman, baik

halus maupun kasar serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah.

Bila tidak dijumpai akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan

kedalaman solum tanah (Hardjowigeno,1995 dalam Edy,2007).

Tabel 4. Klasifikasi kedalaman efektif tanah Kelas Kriteria Dalam (k0) Lebih dari 90 cm Sedang (k1) 90 cm sampai 50 cm Dangkal (k2) 50 cm sampai 25 cm Sangat dangkal (k3) Kurang dari 25 cm

Sumber: Sitanala Arsyad, 1989 dalam Wibowo, 2009.

Ketebalan gambut

Tabel 5. Klasifikasi ketebalan gambut Kelas Kriteria Tipis < 60 cm Sedang 60 cm sampai 100 cm Agak tebal 100 cm sampai 200 cm Tebal 200 cm sampai 400 cm Sangat tebal > 25 cm

(Ritung dkk, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II

Bahaya erosi

Penilaian erosi didasarkan pada gejala eroosi yang sudah erosi. Kerusakan

karena erosi dikelompokkan menjadi 5:

e0 : tidak ada erosi

e1 : ringan, jika 25% lapisan tanah atas hilang

e2 : sedang, jika 25-75% lapisan tanah akan hilang

e3 : berat, jika 75% lapisan tanah atas hilang dan 25% lapisan tanah bawah

hilang

e4 : sangat berat, jika lebih dari 25% lapisan bawah hilang

(Utomo, 1989).

Bahaya banjir/genangan

Banjir dan genangan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

Karena genangan yang terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan tanaman dan

bahkan dapat menyebabkan matinya tanaman. Klasifikasi banjir dan genangan

menurut pusat penelitian tanah dan agroklimat dalam Listyanto (2008) dapat

dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 6. Klasifikasi banjir dan genangan No Kelas Ciri-ciri 1 Tanpa Dalam periode satu tahun tidak pernah terjadi banjir untuk waktu lebih dari

24 jam 2 Ringan Banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam terjadi tidak teratur dalam

periode waktu kurang dari satu bulan

3 Sedang Selama waktu satu bulan dalam satu tahun tanah secara teratur tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam

4 Agak berat Selama 2-5 bulan dalam satu tahun secara teratur tanah selalu dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II

pH tanah

Merupakan derajat keasaman dan kebasaan tanah yang pengukurannya

didasarkan pada banyaknya konsentrasi ion hidrogen yang larut dalam tanah,

tanah yang sangat asam sebagai pembatasnya. Nilai pH diukur dengan cara

elektromagnetis dilaboratorium. Klasifikasi pH tanah sebagai berikut :

Tabel 7. Klasifikasi pH tanah No Kelas pH tanah 1 Sangat masam <4,5 2 Masam 4,5-<5,5 3 Agak masam 5,5-<6,5 4 Netral 6,5-<7,5 5 Agak alkalis 7,5-<8,0 6 Alkalis 8,0-<9,0

Sumber : CSR/FAO Staff, 1983 dalam Listyanto, 2008.

Kejenuhan basa

Kejenuhan basa adalah perbandingan jumlah kation-kation basa dengan

jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat pada komplek

serapan tanah dengan satuan persen, dengan rumus sebagai berikut:

%100xKTK

basakationkationjumlah

%100xasamkation basakation jumlah

basakation -kationjumlah basaKejenuhan

Kejenuhan basa merupakan tolak ukur kualitas dari serapan hara. Meskipun KTK

tanah tinggi tapi bila kejenuhan basa rendah, maka ditinjau dari segi kesuburan

tanah kurang baik karena basa-basa yang merupakan unsur hara bagi tanaman

berada dalam jumlah yang sedikit. Tanah-tanah dengan kejenuhan basa yang

tinggi menandakan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan

merupakan tanah yang mempunyai nilai kesuburan yang baik (Hasibuan,2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II

Kejenuhan basa (KB) sering dianggap sebagi petunjuk kesuburan tanah.

Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat

kejenuhan basanya. Pengapuran merupakan cara untuk meningkatkan kejenuhan

basa (Tan,1991 dalam Edy,2007).

Kapasitas tukar kation

Kapasitas tukar kation (KTK) didefenisikan sebagai kapasitas tanah untuk

menyerap dan mempertukarkan kation yang biasanya dinyatakan dalam

miliekivalen per 100 gram tanah. Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai

kemampuan yang berbeda untuk menukar kation yang diserap. Jumlah yang

diserap sering tidak sama dengan yang ditukarkan. Ion-ion divalen biasanya diikat

lebih kuat daripada ion monovalen sehingga sulit dipertukarkan (Tan,1998 dalam

Edy,2007).

Kapasitas tukar kation dipengaruhi oleh jenis koloid dan jumlah koloid.

Jenis mineral liat, tekstur, dan bahan organik tanah sangat menentukan nilai

kapasitas tersebut. Untuk menaikkan kapasitas tukar kation, tanah membutuhkan

pemberian bahan organik dan kapur yang jumlahnya tidak sedikit

(Indranada,1989).

Tebu tumbuh baik pada tanah yang dapat menjamin ketersediaan air secara

optimal. Selain itu, dengan derajat keasaman tanah (pH) 5,7-7,0,

solum/kedalaman efektif minimum 50 cm tanpa ada lapisan padas, tekstur sedang

sampai berat, struktur baik dan mantap (remah), tidak tergenang air, kadar garam

<1000 mikro mho/cm3, kadar klor <0.06%, kelembaban tanah 31%

(Tim Penulis PS, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II

Pengambilan Contoh Tanah

Uji tanah adalah pengukuran sifat kimia dan fisika yang diperlakukan

terhadap tanah dan dapat memberikan informasi kepada kebutuhan hara tertentu.

Uji tanah memiliki beberapa tujuan. Fitts dan Nelson (1956) dalam Mukhlis

(2007) menyatakan analisis tanah memiliki tujuan :

a. Mengelompokkan tanah atas kelas-kelas tertentu agar dapat ditetapkan

tindakan pemupukan dan pengaturan.

b. Menduga respon yang diperoleh dari pemberian unsur hara.

c. Membantu dalam mengevaluasi produktivitas lahan.

d. Menentukan keadaan tanah tertentu dalam menetapkan tindakan

pemanfaatannya.

Uji tanah adalah cara penentuan status hara di dalam tanah secara cepat,

mudah, murah, akurat, dan dapat diulang dengan analisis kimia tanah. Hasil

analisis uji tanah dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi pemupukan dan

bahan amelioran (misalnya kapur) secara efisien, rasional, dan menguntungkan.

Pelayanan uji tanah dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

- pengambilan contoh tanah di lapangan

- analisis tanah di laboratorium

- interpretasi data hasil analisis

- penyusunan rekomendasi pemupukan.

Pengambilan contoh tanah merupakan tahapan penting didalam program

uji tanah. Contoh tanah yang diambil harus mewakili lahan yang akan

dikembangkan dan pengambilannya harus dilakukan dengan cara yang benar,

sehingga penyusunan rekomendasi pemupukannya lebih tepat dan akurat. Contoh

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II

tanah dapat diambil setiap saat, pagi, siang, atau sore hari dan tidak perlu

menunggu saat sebelum tanam, namun tidak boleh dilakukan beberapa hari

setelah pemupukan. Contoh tanah untuk uji tanah merupakan contoh tanah

komposit, yaitu contoh tanah campuran dari 10-15 contoh tanah individu. Contoh

tanah individu diambil dari lapisan olah atau lapisan perakaran (0-20 cm). Satu

contoh tanah komposit mewakili hamparan yang homogen sekitar 10-15 ha. Pada

lahan miring dan bergelombang, 1 contoh tanah komposit mewakili areal sekitar 5

ha (tergantung kemiringan lereng) (Rochayati dkk, 2008).

Pengambilan contoh tanah di lapangan dapat dilakukan dengan cara

sistemik seperti sistem diagonal atau zig zag (a,b,c), dan secara acak (d) seperti

pada gambar:

Gambar 1. Sistem pengambilan contoh tanah pada lahan datar

Pendekatan Sistem

Defenisi sistem yang paling sederhana adalah sebuah interaksi yang

kompleks diantara elemen-elemennya. Teori sistem menghadapkan sebuah

keseluruhan kompleks yang terstruktur dengan lingkungannya, dan ia

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II

memungkinkan dipelajarinya antar hubungan antara sistem dan lingkungan, dan

antara sistem dan subsistem dalam arti umum. Komponen-komponen yang

mencirikan sesuatu sistem adalah:

- suatu kompleks keseluruhan yang terdiri dari sejumlah elemen: ada bagian-

bagian yang menjadi bagian dari sistem tersebut.

- yang dicirikan oleh adanya interrelasi; saling mempengaruhi bagian-bagian

yang ada.

- adanya suatu kesatuan yang terintegrasi: bagian-bagian yang ada merupakan

suatu kesatuan, yang otonom dibandingkan dengan keseluruhan-keseluruhan

lainnya; dengan demikian keseluruhan tersebut membentuk sebuah entitas.

- yang diarahkan ke arah pencapaian sasaran tertentu: adanya integrasi elemen-

elemen yang diatur.

- tujuan: yang memberi makna bagi keberadaan sistem tersebut.

Pemikiran secara sistem (systems thinking) pada hakekatnya berarti pemikiran

dengan bantuan sistem dan pendekatan sistem (Nisjar dan Winardi, 1997).

Pendekatan sistem (systems approach) digunakan untuk menemukan sifat-

sifat penting dari sistem yang bersangkutan, yang kemudian memberikan

keterangan-keterangan kepada kita mengenai perubahan-perubahan apa yang

perlu dilakukan untuk memperbaiki sistem tersebut. Selain itu, pendekatan sistem

juga bermanfaat untuk mengalokasikan dan mengintegrasikan komponen-

komponen sistem sehingga dapat mengoptimasi efektivitas menyeluruh dari

sistem tersebut (Winardi, 1989).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II

Metodologi Sistem

Metodologi sistem mempunyai tujuan mendapatkan suatu gugus alternatif

sistem yang layak untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang telah

diidentifikasi dan diseleksi. Pada prinsipnya metodologi sistem melalui enam

tahap analisis sebelum tahap sintesa (rekayasa), meliputi : (1) analisa kebutuhan,

(2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem,

(5) determinasi dari realisasi fisik, sosial, dan politik, (6) penentuan kelayakan

ekonomi dan keuangan. Langkah 1-6 umumnya dilakukan dalam satu kesatuan

kerja yang dikenal sebagai analisa sistem (Eriyatno, 2003).

Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem,

yang menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil

keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem. Dalam dunia nyata,

sejumlah pembuat keputusan yang hebat mengambil keputusan berdasarkan

intuisi mereka. Analisa ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat seorang

ahli, diskusi, observasi lapangan, dan sebagainya (Nisjar dan Winardi, 1997).

Analisis kebutuhan harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam

menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan institusi yang dapat

dihubungkan dengan sistem yang telah ditentukan. Dalam melakukan analisis

kebutuhan ini, dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian

dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang

dideskripsikan. Analisis kebutuhan sangat sukar dikerjakan terutama dalam

menentukan dari sejumlah kebutuhan-kebutuhan yang ada, mana kebutuhan yang

dapat dipenuhi (Eriyatno, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II

Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan

dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus

dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal ini sering

digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop). Yang

penting di dalam identifikasi sistem adalah melanjutkan interpretasi diagram

lingkar ke dalam konsep kotak gelap (black box) (Eriyatno, 2003).

Black box dapat dianggap sebagai atom daripada teori sistem. Ia tidak

dapat dipisahkan dalam subsistem-subsistem karena kita tidak mengetahui apa

yang sebenarnya ada di dalamnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa black

box merupakan kesatuan terkecil yang tidak dapat dibagi yang menurut anggapan

teori sistem merupakan bagian daripada kenyataan (Nisjar dan Winardi, 1997).

Input tidak terkontrol Output yang dikehendaki

Input terkontrol Output yang tidak dikehendaki

Gambar 2. Diagram kotak gelap (Eriyatno, 2003)

INPUT LINGKUNGAN

SISTEM

MANAJEMEN PENGENDALI

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II

Konsep diagram kotak gelap diambil dari istilah benda yang digunakan

dalam dunia penerbangan yaitu black box. Kotak ini digunakan untuk merekam

segala aktivitas yang terjadi di ruang kendali pesawat selama penerbangan

(Winardi, 1989).

Pengertian kotak gelap dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 8. Uraian komponen sistem

No. KOMPONEN SISTEM URAIAN A INPUT SISTEM A.1 Input lingkungan (Eksogenous) 1. Mempengaruhi sistem, akan tetapi tidak

dipengaruhi sistem 2. Tergantung pada jenis sistem yang ditelaah.

A.2 Input yang endogen (yang terkendali dan tak terkendali)

1. Merupakan peubah yang sangat perlu bagi sistem untuk melaksanakan fungsinya yang dikehendaki

2. Sebagai peubah untuk mengubah kinerja sistem dalam pengoperasiannya.

A.2.1. Input yang terkendali 1. Dapat bervariasi selama pengoperasian sistem

untuk mencapai kinerja yang dikehendaki atau untuk menghasilkan output yang dikehendaki

2. Perannya sangat penting dalam mengubah kinerja sistem selama pengoperasian

3. Dapat meliputi aspek : manusia, bahan, energi, modal, dan informasi.

A.2.2. Input yang tak terkendali 1. Tidak cukup penting peranannya dalam mengubah kinerja sistem

2. Tetapi diperlukan agar sistem dapat berfungsi 3. Bukan merupakan input lingkungan (eksogenous),

karena disiapkan oleh perancang. B OUTPUT SISTEM B.1. Output yang dikehendaki 1. Merupakan respon dari sistem terhadap kebutuhan

yang telah ditetapkan (dalam analis kebutuhan) 2. Merupakan peubah yang harus dihasilkan oleh

sistem untuk memuaskan kebutuhan yang telah diidentifikasi.

B.2. Output yang tak dikehendaki 1. Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan dari sistem yang berfungsi dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki

2. Selalu diidentifikasikan dalam tahap identifikasi sistem, terutama semua pengaruh negatif yang potensial dapat dihasilkan oleh sistem yang diuji

3. Sering merupakan kebalikan dari keluaran yang dikehendaki.

C PARAMETER RANCANGAN SISTEM

1. Digunakan untuk menetapkan struktur sistem 2. Merupakan peubah keputusan penting bagi

kemampuan sistem menghasilkan keluaran yang dikehendaki secara efisien dalam memenuhi kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan

3. Dalam beberapa kasus kadang-kadang perlu merubah peubah ini selama pengoperasian sistem

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II

untuk membuat kemampuan sistem bekerja lebih baik dalam keadaan lingkungan berubah-ubah

4. Tiap sistem memiliki parameter rancangan khas tersendiri untuk identifikasi.

D MANAJEMEN PENGENDALI

Merupakan faktor pengendalian (kontrol) terhadap pengoperasian sistem dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki.

Sumber : Eriyatno, 2003

Universitas Sumatera Utara