chapter ii
DESCRIPTION
ETRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Tebu
Tanaman tebu termasuk salah satu anggota dari familia Gramineae, sub
familia Andropogonae. Banyak ahli berpendapat bahwa tanaman tebu berasal dari
Irian, dan dari sana menyebar ke kepulauan Indonesia yang lain, Malaysia,
Filipina, Thailand, Burma, dan India. Dari India kemudian dibawa ke Iran sekitar
tahun 600 M, dan selanjutnya oleh orang-orang Arab dibawa ke Mesir, Maroko,
Spanyol, dan Zanzibar. Beberapa peneliti yang lain berkesimpulan bahwa
tanaman ini berasal dari India berdasarkan catatan-catatan kuno dari negeri
tersebut. Bala tentara Alexander the Great mencatat adanya tanaman di negeri itu
ketika mencapai India pada tahun 325 SM (Tjokroadikoesoemo dan Baktir, 2005).
Tebu merupakan bahan dasar dalam pembuatan gula. Gula yang dihasilkan
dari tebu disebut dengan gula putih atau juga gula pasir karena berbentuk butiran-
butiran kristal putih. Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah sebagai berikut:
Kingdome : Plantae
Divisio : Spermathophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Monocotyledone
Ordo : Glumiflorae
Famili : Graminae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L.
(Tarigan dan Sinulingga, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari ruas
ke ruas yang tingkat kemasakannya tergantung pada umur ruas. Ruas di bawah
(lebih tua) lebih banyak tingkat kandungan gulanya dibandingkan dengan ruas di
atasnya (lebih muda), demikian seterusnya sampai ruas bagian pucuk. Oleh karena
itu, tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula di sepanjang
batang telah seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk (Supriyadi, 1992).
Secara morfologi, tanaman tebu dapat dibagi menjadi beberapa bagian,
yaitu batang, daun, akar, dan bunga.
Tanaman tebu mempunyai sosok yang tinggi kurus, tidak bercabang, dan
tumbuh tegak. Tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 m atau lebih. Kulit batang
keras berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua, atau kombinasinya. Pada batang
terdapat lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan dan umumnya terdapat
pada tanaman tebu yang masih muda.
Daun tebu merupakan daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari
pelepah dan helaian daun, tanpa tangkai daun. Daun berpangkal pada buku batang
dengan kedudukan yang berseling. Pelepah memeluk batang, makin ke atas makin
sempit. Pada pelepah terdapat bulu-bulu dan telinga daun. Pertulangan daun
sejajar.
Tebu mempunyai akar serabut yang panjangnya dapat mencapai satu
meter. Sewaktu tanaman masih muda atau berupa bibit, ada 2 macam akar, yaitu
akar setek dan akar tunas. Akar setek/bibit berasal dari setek batangnya, tidak
berumur panjang, dan hanya berfungsi sewaktu tanaman masih muda. Akar tunas
berasal dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada selama tanaman masih tumbuh.
Universitas Sumatera Utara
Bunga tebu merupakan bunga majemuk yang tersusun atas malai dengan
pertumbuhan terbatas. Panjang bunga majemuk 70-90 cm. Setiap bunga
mempunyai tiga daun kelopak, satu daun mahkota, tiga benang sari, dan dua
kepala putik.
(Tim Penulis PS, 2000).
Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk
penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan dapat dinilai untuk kondisi saat ini
(kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan
potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat
biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-
masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa
karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh
tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian
lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang
dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau
lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih
memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan
tanaman yang lebih sesuai (Ritung dkk, 2007).
Struktur dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan terdiri dari empat kategori
yang merupakan tingkat generalisasi yang bersifat menurun, yaitu :
a. Ordo kesesuaian lahan; menunjukkan jenis atau macam kesesuaian atau
keadaan secara umum.
b. Kelas kesesuaian lahan; menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.
Universitas Sumatera Utara
c. Sub kelas kesesuaian lahan; menunjukkan jenis pembatas atau macam
perbaikan yang diperlukan dalam kelas.
d. Satuan kesesuaian lahan; menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang
diperlukan dalam pengelolaan di dalam sub kelas.
(Susilowati, 2008).
Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Lahan yang
tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai
(S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang
tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas.
Kelas S1 : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata
terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas
bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas
lahan secara nyata.
Kelas S2 : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan
berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan
masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh
petani sendiri.
Kelas S3 : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas
ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan
tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong
S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal
tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan
(intervensi) pemerintah atau pihak swasta.
Universitas Sumatera Utara
Kelas N : Lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat
dan/atau sulit diatasi.
(Djaenudin dkk, 2003).
Kualitas dan Karakteristik Lahan
Kualitas lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat
kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan
(performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu
dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics).
Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan,
tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan
(FAO, 1976 dalam Ritung dkk, 2007).
Kualitas lahan yang berhubungan dan berpengaruh terhadap hasil atau
produksi tanaman, antara lain terdiri atas :
Ketersediaan air
Ketersediaan hara
Ketersediaan oksigen dalam zona perakaran
Kondisi dan sifat fisik dan morfologi tanah
Kemudahan lahan untuk diolah
Salinitas dan alkalinitas
Toksisitas tanah (misalnya aluminium, pirit)
Ketahanan terhadap erosi
Hama dan penyakit tanaman yang berhubungan dengan kondisi lahan
Bahaya banjir
Universitas Sumatera Utara
Rezim temperatur
Energi radiasi
Bahaya unsur iklim terhadap pertumbuhan tanaman (angin, kekeringan)
Kelembaban udara yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
(Simanjuntak, 2009).
Karakteristik lahan
Karakteristik lahan merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau diduga.
Menurut FAO (1976) dalam Simanjuntak (2009), karakteristik lahan terdiri atas :
a. Karakteristik tunggal, misalnya total curah hujan, kedalaman tanah,
lereng, dan lain lain.
b. Karakteristik majemuk, misalnya permeabilitas tanah, drainase, kapasitas
tanah menahan air, dan lain lain.
Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan yang dipakai pada
metode evaluasi lahan menurut Djaenudin dkk dalam Ritung dkk (2007) adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Hubungan kualitas dan karakteristik lahan Kualitas Lahan Karakteristik Lahan
Temperatur (tc) Temperatur rata -rata (oC) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm), Kelembaban (%), Lamanya bulan kering (bln)
Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Keadaan media perakaran (rc) Tekstur, Bahan kasar (%), Kedalaman tanah (cm)
Gambut Ketebalan (cm), Ketebalan (cm) jika ada sisipan bahan mineral/pengkayaan, Kematangan
Retensi hara (nr) KTK liat (cmol/kg), Kejenuhan basa (%), pH C-organik (%)
Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh) Lereng (%), Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan
Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%), Singkapan batuan (%)
Universitas Sumatera Utara
Arsyad (1989) dalam Listyanto (2008) menyatakan bahwa lahan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat bervariasi seperti keadaan topografi,
iklim, tanah serta vegetasi yang menutupinya. Evaluasi lahan mempertimbangkan
berbagai kemungkinan penggunaan dan pembatasan faktor tersebut serta berusaha
menterjemahkan informasi yang cukup banyak dari lahan tersebut kedalam bentuk
yang dapat dipergunakan secara praktis.
Topografi
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk
wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief
erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan
faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan
tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi
matahari.
Tabel 2. Bentuk wilayah dan kelas lereng No Relief Lereng (%) 1. Datar 0-3 2. Berombak/landai 3-8 3. Bergelombang/agak miring 8-15 4. Miring berbukit 15-30 5. Agak Curam 30-45 6. Curam 45-65 7. Sangat Curam > 65
(Utomo, 1989).
Daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu adalah dataran
rendah. Penanamannya dapat dilakukan di lahan kering dan di lahan sawah, akan
tetapi dari segi produktivitasnya penanaman tebu di lahan kering lebih rendah
dibandingkan dengan di lahan sawah
(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Iklim
Temperatur
Sesuai dengan daerah asalnya sebagai tanaman tropis, tanaman tebu
tumbuh baik di daerah tropis, tetapi dapat pula ditanam di daerah subtropis sampai
garis isotherm 20ºC, yaitu pada kawasan yang berada di antara 39º Lintang Utara
dan 35º Lintang Selatan. Suhu rata-rata tahunan sebaiknya berada di atas 20ºC dan
tidak kurang dari 17ºC. Menurut Barners dalam Setyamidjaja (1992), pada suhu
kurang dari 21ºC pertumbuhan tebu terhambat, bahkan apabila suhu tanah kurang
dari 16ºC pertumbuhan tebu terhenti. Pertumbuhan yang optimum dicapai pada
suhu 24-30ºC.
Ketersediaan air
Di daerah tropis ketersediaan air bagi kebutuhan hidup tanaman umumnya
tergantung dari curah hujan. Daerah Indonesia variasi jumlah curah hujan adalah
antara 500-5000 mm per tahun. Sebagian besar daerah tropis basah Indonesia
mempunyai curah hujan 2000-3000 mm. Selain jumlah curah hujan, juga
distribusi curah hujan sangat bervariasi. Sebagian besar wilayah Indonesia
mempunyai bulan kering (<60 mm/bulan) lebih dari tiga bulan (Syukri, 2008).
Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam
jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah.
Oldeman (1975) dalam Guslim (2007) mengelompokkan wilayah berdasarkan
jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Bulan basah adalah bulan
yang mempunyai curah hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai
curah hujan <100 mm. Kriteria ini lebih diperuntukkan bagi tanaman pangan,
terutama untuk padi. Berdasarkan kriteria tersebut Oldeman (1975) membagi zone
Universitas Sumatera Utara
agroklimat kedalam 5 kelas utama (A, B, C, D dan E). Sedangkan Schmidt &
Ferguson (1951) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang
berbeda, yakni bulan basah (>100 mm) dan bulan kering (<60 mm). Kriteria yang
terakhir lebih bersifat umum untuk pertanian dan biasanya digunakan untuk
penilaian tanaman tahunan.
Daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu adalah dataran
rendah dengan jumlah curah hujan tahunan antara 1500-3000 mm. Selain itu,
penyebaran hujannya sesuai dengan pertumbuhan dan kematangan tebu. Pada
dasarnya tanaman tebu membutuhkan banyak air pada fase vegetatifnya. Namun,
saat memasuki berakhirnya fase tersebut dibutuhkan lingkungan yang kering, agar
proses pemasakan berjalan dengan baik. Berdasarkan kebutuhan air pada setiap
fase pertumbuhannya, maka curah hujan bulanan yang ideal di wilayah
pertanaman tebu adalah 200 mm/bulan pada 5-6 bulan berturut-turut, 125
mm/bulan pada 2 bulan transisi, dan kurang dari 75 mm/bulan pada 4-5 bulan
berturut-turut (Tim Penulis PS, 2000).
Tanaman tebu menghendaki kelembaban udara sedang (moderate) dengan
derajat lengas sekitar 85%, akan tetapi tanaman ini dapat dibudidayakan pada
daerah dengan kelembaban relatif 35% dengan berhasil bila tersedia air irigasi
yang mencukupi. Walaupun demikian, kelembaban udara tidak begitu besar
pengaruhnya pada perkembangan tebu. Pada beberapa wilayah di Jawa selama
musim kemarau (masa tanaman muda) dicapai kelembaban relatif sebesar 68-
78%, sedangkan pada musim hujan mencapai 82-90% (Setyamidjaja dan Azharni,
1992).
Universitas Sumatera Utara
Intensitas sinar matahari sangat penting bagi tanaman tebu. Sinar matahari
langsung sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Sinar matahari tidak hanya
penting bagi pembentukan gula dan tercapainya kadar gula yang tinggi dalam
batang, tetapi juga mempercepat proses pemasakan. Sinar matahari yang tidak
mencukupi menghasilkan pertanaman yang kurus tinggi dengan kandungan
gulanya yang rendah. Cuaca yang mendung dan intensitas cahaya yang rendah
(kekurangan cahaya) disertai dengan kelembaban udara yang berubah-ubah dapat
menyebabkan kulit batang menjadi lunak sehingga menambah kepekaan tanaman
terhadap gangguan hama dan penyakit (Setyamidjaja dan Azharni, 1992).
Tanah
Drainase tanah
Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau
keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Kelas
drainase tanah yang sesuai untuk sebagian besar tanaman, terutama tanaman
tahunan atau perkebunan berada pada kelas 3 dan 4. Drainase tanah kelas 1 dan 2
serta kelas 5, 6 dan 7 kurang sesuai untuk tanaman tahunan karena kelas 1 dan 2
sangat mudah meloloskan air, sedangkan kelas 5, 6 dan 7 sering jenuh air dan
kekurangan oksigen.
Drainase sangat berperan penting terutama pada pertanian lahan kering,
karena untuk pertumbuhan yang baik akar tanaman membutuhkan banyak
oksigen. Pada umumnya akar-akar tanaman lahan kering tidak mampu menembus
lapisan tanah yang jenuh air karena kekurangan oksigen. Secara tidak langsung
drainase berhubungan erat dengan aerasi tanah. Drainase yang baik akan
menjamin aerasi yang baik pula sehingga memungkinkan difusi oksigen dan
Universitas Sumatera Utara
pelepasan CO2 dari akar tanaman berlangsung dengan baik. Aktifitas
mikroorganisme aerobik di dalam tanah akan berlangsung dengan baik yang pada
gilirannya dapat mempengaruhi ketersediaan unsur hara seperti N dan S (proses
dekomposisi bahan organik membebaskan hara N dan S). Selain itu sifat meracun
dari unsur mikro seperti Fe dan Mn dapat dikurangi pada keadaan aerasi yang
baik. Tujuan utama drainase pada lahan pertanian adalah menurunkan muka air
tanah guna meningkatkan kedalaman dan efektivitas perakaran tanaman. Hal ini
berarti bahwa jumlah hara yang dapat diserap oleh akar tanaman dapat
ditingkatkan (Hasibuan, 2006).
Tabel 3.Karakteristik kelas drainase tanah untuk evaluasi lahan
No. Kelas
Drainase Uraian
1 Cepat (excessively drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).
2 Agak cepat (somewhat excessively drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air rendah.. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).
3 Baik (well drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 100 cm.
4 Agak baik (moderately well drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah, tanah basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 50 cm.
5 Agak terhambat (somewhat poorly drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm.
6 Terhambat (poorly drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.
Universitas Sumatera Utara
7 Sangat terhambat (very poorly drained)
Tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.
(Ritung dkk, 2007).
Tekstur
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan
kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan
mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air,
menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Untuk keperluan pertanian
berdasarkan ukurannya, bahan padatan tanah digolongkan menjadi 3 partikel yaitu
pasir, debu, dan liat. Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir >70%,
porositasnya rendah (<40%), aerasi baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan
menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah berliat, jika kandungan liatnya >35%,
kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi (Islami dan Utomo, 1995).
Tekstur tanah dikelompokkan menjadi:
t1 : halus; termasuk dalam kelompok ini adalah liat dan liat berdebu
t2 : agak halus; yaitu liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat,
lempung liat berpasir
t3 : sedang; yaitu debu, lempung berdebu, lempung
t4 : agak kasar; yaitu lempung berpasir
t5 : kasar; yaitu pasir berlempung dan pasir
(Utomo, 1989).
Universitas Sumatera Utara
Bahan kasar
Untuk bahan kasar di dalam tanah dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu:
Tidak ada/sedikit : 0-15% volume tanah
Sedang : 15-50% volume tanah
Banyak : 50-90% volume tanah
Sangat banyak : >90% volume tanah
(Utomo, 1989).
Kedalaman efektif
Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus
oleh akar tanaman dilakukan dengan mengamati penyebaran akar tanaman, baik
halus maupun kasar serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah.
Bila tidak dijumpai akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan
kedalaman solum tanah (Hardjowigeno,1995 dalam Edy,2007).
Tabel 4. Klasifikasi kedalaman efektif tanah Kelas Kriteria Dalam (k0) Lebih dari 90 cm Sedang (k1) 90 cm sampai 50 cm Dangkal (k2) 50 cm sampai 25 cm Sangat dangkal (k3) Kurang dari 25 cm
Sumber: Sitanala Arsyad, 1989 dalam Wibowo, 2009.
Ketebalan gambut
Tabel 5. Klasifikasi ketebalan gambut Kelas Kriteria Tipis < 60 cm Sedang 60 cm sampai 100 cm Agak tebal 100 cm sampai 200 cm Tebal 200 cm sampai 400 cm Sangat tebal > 25 cm
(Ritung dkk, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Bahaya erosi
Penilaian erosi didasarkan pada gejala eroosi yang sudah erosi. Kerusakan
karena erosi dikelompokkan menjadi 5:
e0 : tidak ada erosi
e1 : ringan, jika 25% lapisan tanah atas hilang
e2 : sedang, jika 25-75% lapisan tanah akan hilang
e3 : berat, jika 75% lapisan tanah atas hilang dan 25% lapisan tanah bawah
hilang
e4 : sangat berat, jika lebih dari 25% lapisan bawah hilang
(Utomo, 1989).
Bahaya banjir/genangan
Banjir dan genangan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Karena genangan yang terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan tanaman dan
bahkan dapat menyebabkan matinya tanaman. Klasifikasi banjir dan genangan
menurut pusat penelitian tanah dan agroklimat dalam Listyanto (2008) dapat
dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 6. Klasifikasi banjir dan genangan No Kelas Ciri-ciri 1 Tanpa Dalam periode satu tahun tidak pernah terjadi banjir untuk waktu lebih dari
24 jam 2 Ringan Banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam terjadi tidak teratur dalam
periode waktu kurang dari satu bulan
3 Sedang Selama waktu satu bulan dalam satu tahun tanah secara teratur tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam
4 Agak berat Selama 2-5 bulan dalam satu tahun secara teratur tanah selalu dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam
Universitas Sumatera Utara
pH tanah
Merupakan derajat keasaman dan kebasaan tanah yang pengukurannya
didasarkan pada banyaknya konsentrasi ion hidrogen yang larut dalam tanah,
tanah yang sangat asam sebagai pembatasnya. Nilai pH diukur dengan cara
elektromagnetis dilaboratorium. Klasifikasi pH tanah sebagai berikut :
Tabel 7. Klasifikasi pH tanah No Kelas pH tanah 1 Sangat masam <4,5 2 Masam 4,5-<5,5 3 Agak masam 5,5-<6,5 4 Netral 6,5-<7,5 5 Agak alkalis 7,5-<8,0 6 Alkalis 8,0-<9,0
Sumber : CSR/FAO Staff, 1983 dalam Listyanto, 2008.
Kejenuhan basa
Kejenuhan basa adalah perbandingan jumlah kation-kation basa dengan
jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat pada komplek
serapan tanah dengan satuan persen, dengan rumus sebagai berikut:
%100xKTK
basakationkationjumlah
%100xasamkation basakation jumlah
basakation -kationjumlah basaKejenuhan
Kejenuhan basa merupakan tolak ukur kualitas dari serapan hara. Meskipun KTK
tanah tinggi tapi bila kejenuhan basa rendah, maka ditinjau dari segi kesuburan
tanah kurang baik karena basa-basa yang merupakan unsur hara bagi tanaman
berada dalam jumlah yang sedikit. Tanah-tanah dengan kejenuhan basa yang
tinggi menandakan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan
merupakan tanah yang mempunyai nilai kesuburan yang baik (Hasibuan,2006).
Universitas Sumatera Utara
Kejenuhan basa (KB) sering dianggap sebagi petunjuk kesuburan tanah.
Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat
kejenuhan basanya. Pengapuran merupakan cara untuk meningkatkan kejenuhan
basa (Tan,1991 dalam Edy,2007).
Kapasitas tukar kation
Kapasitas tukar kation (KTK) didefenisikan sebagai kapasitas tanah untuk
menyerap dan mempertukarkan kation yang biasanya dinyatakan dalam
miliekivalen per 100 gram tanah. Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai
kemampuan yang berbeda untuk menukar kation yang diserap. Jumlah yang
diserap sering tidak sama dengan yang ditukarkan. Ion-ion divalen biasanya diikat
lebih kuat daripada ion monovalen sehingga sulit dipertukarkan (Tan,1998 dalam
Edy,2007).
Kapasitas tukar kation dipengaruhi oleh jenis koloid dan jumlah koloid.
Jenis mineral liat, tekstur, dan bahan organik tanah sangat menentukan nilai
kapasitas tersebut. Untuk menaikkan kapasitas tukar kation, tanah membutuhkan
pemberian bahan organik dan kapur yang jumlahnya tidak sedikit
(Indranada,1989).
Tebu tumbuh baik pada tanah yang dapat menjamin ketersediaan air secara
optimal. Selain itu, dengan derajat keasaman tanah (pH) 5,7-7,0,
solum/kedalaman efektif minimum 50 cm tanpa ada lapisan padas, tekstur sedang
sampai berat, struktur baik dan mantap (remah), tidak tergenang air, kadar garam
<1000 mikro mho/cm3, kadar klor <0.06%, kelembaban tanah 31%
(Tim Penulis PS, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Pengambilan Contoh Tanah
Uji tanah adalah pengukuran sifat kimia dan fisika yang diperlakukan
terhadap tanah dan dapat memberikan informasi kepada kebutuhan hara tertentu.
Uji tanah memiliki beberapa tujuan. Fitts dan Nelson (1956) dalam Mukhlis
(2007) menyatakan analisis tanah memiliki tujuan :
a. Mengelompokkan tanah atas kelas-kelas tertentu agar dapat ditetapkan
tindakan pemupukan dan pengaturan.
b. Menduga respon yang diperoleh dari pemberian unsur hara.
c. Membantu dalam mengevaluasi produktivitas lahan.
d. Menentukan keadaan tanah tertentu dalam menetapkan tindakan
pemanfaatannya.
Uji tanah adalah cara penentuan status hara di dalam tanah secara cepat,
mudah, murah, akurat, dan dapat diulang dengan analisis kimia tanah. Hasil
analisis uji tanah dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi pemupukan dan
bahan amelioran (misalnya kapur) secara efisien, rasional, dan menguntungkan.
Pelayanan uji tanah dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
- pengambilan contoh tanah di lapangan
- analisis tanah di laboratorium
- interpretasi data hasil analisis
- penyusunan rekomendasi pemupukan.
Pengambilan contoh tanah merupakan tahapan penting didalam program
uji tanah. Contoh tanah yang diambil harus mewakili lahan yang akan
dikembangkan dan pengambilannya harus dilakukan dengan cara yang benar,
sehingga penyusunan rekomendasi pemupukannya lebih tepat dan akurat. Contoh
Universitas Sumatera Utara
tanah dapat diambil setiap saat, pagi, siang, atau sore hari dan tidak perlu
menunggu saat sebelum tanam, namun tidak boleh dilakukan beberapa hari
setelah pemupukan. Contoh tanah untuk uji tanah merupakan contoh tanah
komposit, yaitu contoh tanah campuran dari 10-15 contoh tanah individu. Contoh
tanah individu diambil dari lapisan olah atau lapisan perakaran (0-20 cm). Satu
contoh tanah komposit mewakili hamparan yang homogen sekitar 10-15 ha. Pada
lahan miring dan bergelombang, 1 contoh tanah komposit mewakili areal sekitar 5
ha (tergantung kemiringan lereng) (Rochayati dkk, 2008).
Pengambilan contoh tanah di lapangan dapat dilakukan dengan cara
sistemik seperti sistem diagonal atau zig zag (a,b,c), dan secara acak (d) seperti
pada gambar:
Gambar 1. Sistem pengambilan contoh tanah pada lahan datar
Pendekatan Sistem
Defenisi sistem yang paling sederhana adalah sebuah interaksi yang
kompleks diantara elemen-elemennya. Teori sistem menghadapkan sebuah
keseluruhan kompleks yang terstruktur dengan lingkungannya, dan ia
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan dipelajarinya antar hubungan antara sistem dan lingkungan, dan
antara sistem dan subsistem dalam arti umum. Komponen-komponen yang
mencirikan sesuatu sistem adalah:
- suatu kompleks keseluruhan yang terdiri dari sejumlah elemen: ada bagian-
bagian yang menjadi bagian dari sistem tersebut.
- yang dicirikan oleh adanya interrelasi; saling mempengaruhi bagian-bagian
yang ada.
- adanya suatu kesatuan yang terintegrasi: bagian-bagian yang ada merupakan
suatu kesatuan, yang otonom dibandingkan dengan keseluruhan-keseluruhan
lainnya; dengan demikian keseluruhan tersebut membentuk sebuah entitas.
- yang diarahkan ke arah pencapaian sasaran tertentu: adanya integrasi elemen-
elemen yang diatur.
- tujuan: yang memberi makna bagi keberadaan sistem tersebut.
Pemikiran secara sistem (systems thinking) pada hakekatnya berarti pemikiran
dengan bantuan sistem dan pendekatan sistem (Nisjar dan Winardi, 1997).
Pendekatan sistem (systems approach) digunakan untuk menemukan sifat-
sifat penting dari sistem yang bersangkutan, yang kemudian memberikan
keterangan-keterangan kepada kita mengenai perubahan-perubahan apa yang
perlu dilakukan untuk memperbaiki sistem tersebut. Selain itu, pendekatan sistem
juga bermanfaat untuk mengalokasikan dan mengintegrasikan komponen-
komponen sistem sehingga dapat mengoptimasi efektivitas menyeluruh dari
sistem tersebut (Winardi, 1989).
Universitas Sumatera Utara
Metodologi Sistem
Metodologi sistem mempunyai tujuan mendapatkan suatu gugus alternatif
sistem yang layak untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang telah
diidentifikasi dan diseleksi. Pada prinsipnya metodologi sistem melalui enam
tahap analisis sebelum tahap sintesa (rekayasa), meliputi : (1) analisa kebutuhan,
(2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem,
(5) determinasi dari realisasi fisik, sosial, dan politik, (6) penentuan kelayakan
ekonomi dan keuangan. Langkah 1-6 umumnya dilakukan dalam satu kesatuan
kerja yang dikenal sebagai analisa sistem (Eriyatno, 2003).
Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem,
yang menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil
keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem. Dalam dunia nyata,
sejumlah pembuat keputusan yang hebat mengambil keputusan berdasarkan
intuisi mereka. Analisa ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat seorang
ahli, diskusi, observasi lapangan, dan sebagainya (Nisjar dan Winardi, 1997).
Analisis kebutuhan harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam
menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan institusi yang dapat
dihubungkan dengan sistem yang telah ditentukan. Dalam melakukan analisis
kebutuhan ini, dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian
dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang
dideskripsikan. Analisis kebutuhan sangat sukar dikerjakan terutama dalam
menentukan dari sejumlah kebutuhan-kebutuhan yang ada, mana kebutuhan yang
dapat dipenuhi (Eriyatno, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan
dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus
dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal ini sering
digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop). Yang
penting di dalam identifikasi sistem adalah melanjutkan interpretasi diagram
lingkar ke dalam konsep kotak gelap (black box) (Eriyatno, 2003).
Black box dapat dianggap sebagai atom daripada teori sistem. Ia tidak
dapat dipisahkan dalam subsistem-subsistem karena kita tidak mengetahui apa
yang sebenarnya ada di dalamnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa black
box merupakan kesatuan terkecil yang tidak dapat dibagi yang menurut anggapan
teori sistem merupakan bagian daripada kenyataan (Nisjar dan Winardi, 1997).
Input tidak terkontrol Output yang dikehendaki
Input terkontrol Output yang tidak dikehendaki
Gambar 2. Diagram kotak gelap (Eriyatno, 2003)
INPUT LINGKUNGAN
SISTEM
MANAJEMEN PENGENDALI
Universitas Sumatera Utara
Konsep diagram kotak gelap diambil dari istilah benda yang digunakan
dalam dunia penerbangan yaitu black box. Kotak ini digunakan untuk merekam
segala aktivitas yang terjadi di ruang kendali pesawat selama penerbangan
(Winardi, 1989).
Pengertian kotak gelap dapat diuraikan sebagai berikut :
Tabel 8. Uraian komponen sistem
No. KOMPONEN SISTEM URAIAN A INPUT SISTEM A.1 Input lingkungan (Eksogenous) 1. Mempengaruhi sistem, akan tetapi tidak
dipengaruhi sistem 2. Tergantung pada jenis sistem yang ditelaah.
A.2 Input yang endogen (yang terkendali dan tak terkendali)
1. Merupakan peubah yang sangat perlu bagi sistem untuk melaksanakan fungsinya yang dikehendaki
2. Sebagai peubah untuk mengubah kinerja sistem dalam pengoperasiannya.
A.2.1. Input yang terkendali 1. Dapat bervariasi selama pengoperasian sistem
untuk mencapai kinerja yang dikehendaki atau untuk menghasilkan output yang dikehendaki
2. Perannya sangat penting dalam mengubah kinerja sistem selama pengoperasian
3. Dapat meliputi aspek : manusia, bahan, energi, modal, dan informasi.
A.2.2. Input yang tak terkendali 1. Tidak cukup penting peranannya dalam mengubah kinerja sistem
2. Tetapi diperlukan agar sistem dapat berfungsi 3. Bukan merupakan input lingkungan (eksogenous),
karena disiapkan oleh perancang. B OUTPUT SISTEM B.1. Output yang dikehendaki 1. Merupakan respon dari sistem terhadap kebutuhan
yang telah ditetapkan (dalam analis kebutuhan) 2. Merupakan peubah yang harus dihasilkan oleh
sistem untuk memuaskan kebutuhan yang telah diidentifikasi.
B.2. Output yang tak dikehendaki 1. Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan dari sistem yang berfungsi dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki
2. Selalu diidentifikasikan dalam tahap identifikasi sistem, terutama semua pengaruh negatif yang potensial dapat dihasilkan oleh sistem yang diuji
3. Sering merupakan kebalikan dari keluaran yang dikehendaki.
C PARAMETER RANCANGAN SISTEM
1. Digunakan untuk menetapkan struktur sistem 2. Merupakan peubah keputusan penting bagi
kemampuan sistem menghasilkan keluaran yang dikehendaki secara efisien dalam memenuhi kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan
3. Dalam beberapa kasus kadang-kadang perlu merubah peubah ini selama pengoperasian sistem
Universitas Sumatera Utara
untuk membuat kemampuan sistem bekerja lebih baik dalam keadaan lingkungan berubah-ubah
4. Tiap sistem memiliki parameter rancangan khas tersendiri untuk identifikasi.
D MANAJEMEN PENGENDALI
Merupakan faktor pengendalian (kontrol) terhadap pengoperasian sistem dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki.
Sumber : Eriyatno, 2003
Universitas Sumatera Utara