chapter ii

37
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chikungunya 2.1.1. Definisi Chikungunya Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan alphavirus yang disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti. Namanya berasal dari sebuah kata dalam bahasa Swahili yang berarti yang melengkung ke atasmerujuk kepada tubuh yang membungkuk akibat gejala-gejala arthritis (Anies, 2006). Chikungunya adalah penyakit mirip demam dengue yang disebabkan oleh virus Chikungunya dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes africanus. Chikungunya dalam bahasa Swahili berarti kejang urat. Istilah lain penyakit ini adalah dengue, dyenge, abu rokap dan demam tiga hari. Penyakit ini ditandai dengan demam, mialgia atau artralgia, ruam kulit, leukopenia dan imfadenopati karena vektornya nyamuk maka Chikungunya tergolong arthropod-borne disease yaitu penyakit yang disebabkan oleh artropoda (Widoyono, 2008). Menurut Soedarto (2009), Chikungunya adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Chikungunya yang menimbulkan gejala mirip demam dengue tetapi jarang menyebabkan pendarahan. Penderita mengeluh nyeri hebat pada tulang-tulangnya (break-bone fever) sehingga penyakit ini di masyarakat Universitas Sumatera Utara

Upload: tata123408

Post on 21-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

jurnal epidemiologi

TRANSCRIPT

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Chikungunya

    2.1.1. Definisi Chikungunya

    Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan alphavirus

    yang disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti. Namanya berasal

    dari sebuah kata dalam bahasa Swahili yang berarti yang melengkung ke atas

    merujuk kepada tubuh yang membungkuk akibat gejala-gejala arthritis (Anies,

    2006).

    Chikungunya adalah penyakit mirip demam dengue yang disebabkan oleh

    virus Chikungunya dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

    africanus. Chikungunya dalam bahasa Swahili berarti kejang urat. Istilah lain

    penyakit ini adalah dengue, dyenge, abu rokap dan demam tiga hari. Penyakit ini

    ditandai dengan demam, mialgia atau artralgia, ruam kulit, leukopenia dan

    imfadenopati karena vektornya nyamuk maka Chikungunya tergolong

    arthropod-borne disease yaitu penyakit yang disebabkan oleh artropoda

    (Widoyono, 2008).

    Menurut Soedarto (2009), Chikungunya adalah suatu penyakit yang

    disebabkan oleh virus Chikungunya yang menimbulkan gejala mirip demam

    dengue tetapi jarang menyebabkan pendarahan. Penderita mengeluh nyeri hebat

    pada tulang-tulangnya (break-bone fever) sehingga penyakit ini di masyarakat

    Universitas Sumatera Utara

  • dikenal sebagai flu tulang. Chikungunya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti

    vektor utama dan Aedes albopictus vektor potensial.

    Chikungunya adalah penyakit yang mirip dengan Dengue hemorrhagic

    fever. Penyakit ini diidentifikasi dengan timbulnya panas yang disertai arthritis

    (radang sendi) yang terjadi pertama pada pergelangan tangan, lutut, pergelangan

    kaki dan sendi kecil pada ekstremitas yang berlangsung selama beberapa hari

    sampai bulanan (Sarudji, 2010).

    2.1.2. Etiologi dan Patogenesis

    Virus Chikungunya adalah virus yang termasuk dalam genus virus alfa

    dari family Togaviridae. Virus ini berbentuk sferis dengan ukuran diameter

    sekitar 42 nm. Virus Chikungunya bersama dengan virus Onyong-nyong dari

    genus virus alfa dan virus penyebab penyakit Demam Nil Barat dari genus virus

    flavi menyebabkan gejala penyakit mirip dengue.

    Sebelum menyerang manusia 200 300 tahun yang lalu, virus ini telah

    menyerang primata di hutan dan padang Savana di Afrika. Hewan primata yang

    sering terjangkit adalah baboon (Papio sp) dan Cercopithecus sp. Siklus di hutan

    diantara satwa primata dilakukan oleh Aedes sp (Widoyono, 2008).

    Menurut Soedarto (2009), virus penyebab Chikungunya termasuk

    kelompok virus RNA yang mempunyai selubung merupakan anggota grup A

    arbovirus, yaitu alphavirus dari Togaviridae. Dengan mikroskop elektron virus

    ini menunjukkan bentuk virion yang sferis dan kasar atau berbentuk polygonal

    dengan garis tengah 40 45 nm dan inti yang berdiameter 25 30 nm.

    Universitas Sumatera Utara

  • Penyebaran virus Chikungunya tersebar luas di Afrika, Asia Selatan dan Asia

    Tenggara. Vektor utama penular Chikungunya adalah nyamuk Aedes aegypti,

    sedangkan sumber penularan adalah manusia dan primata.

    2.1.3. Gejala Klinis

    Masa inkubasi 3 5 hari. Permulaan penyakit biasanya; tiba-tiba timbul

    panas tinggi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri persendian dan timbul bercak

    pendarahan (rash). Nyeri sendi pada penderita dewasa umumnya lebih berat

    daripada anak-anak. Sendi bekas trauma lebih mudah diserang. Sendi yang

    diserang Chikungunya, bengkak dan nyeri bila ditekan. Tanda-tanda peradangan

    sendi lain biasanya tidak ditemukan. Rash kulit biasa ditemukan pada permulaan

    sakit tetapi biasa juga timbul beberapa hari kemudian. Rash seringnya ditemukan

    pada badan dan anggota Limpa dan Liver biasanya tidak teraba (Yatim, 2007).

    Demam Chikungunya atau flu tulang (break-bone fever) mempunyai

    gejala dan keluhan penderita mirip demam dengue, namun lebih ringan dan jarang

    menimbulkan pendarahan. Keluhan utama yang dialami penderita adalah artralgia

    yang merasakan nyeri pada tulang-tulang. Selain itu pembuluh konjungtiva mata

    penderita tampak nyata dan disertai demam mendadak selama 2 3 hari.

    Pemeriksaan serum penderita pada uji hemaglutinasi inhibisi atau uji netralisasi

    menunjukkan tingginya titer antibodi terhadap virus Chikungunya (Soedarto,

    2009).

    Menurut Widoyono (2008), masa inkubasi Chikungunya adalah 1 6 hari.

    Gejala penyakit diawali dengan demam mendadak kemudian diikuti munculnya

    Universitas Sumatera Utara

  • ruam kulit dan limfadenopati, artralgia, mialgia atau arthritis yang merupakan

    tanda dan gejala khas Chikungunya. Penderita dapat mengeluhkan nyeri atau ngilu

    bila berjalan kaki karena serangan pada sendi-sendi kaki. Dibandingkan dengan

    DBD, gejala Chikungunya muncul lebih dini. Perdarahan jarang terjadi, diagnosis

    ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan laboratorium yaitu adanya antibodi

    IgM dan IgG dalam darah.

    2.1.4. Cara Penularan

    Penularan Chikungunya dapat terjadi bila penderita yang mengandung

    virus Chikungunya digigit nyamuk penular maka virus dalam darah akan ikut

    terisap masuk dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak

    diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk didalam kelenjar liurnya.

    Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita (extrinsic incubation

    period), nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan

    tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya sehingga selain menjadi

    vektor juga menjadi reservoir dari virus Chikungunya (Depkes, 2001).

    Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk),

    sebelum nyamuk menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat

    tusuknya (proboscis) agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur

    inilah virus Chikungunya dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Seseorang yang

    telah terinfeksi oleh virus Chikungunya melalui gigitan nyamuk akan mengalami

    masa inkubasi selama 2 12 hari tetapi umumnya 3 7 hari, selama masa

    inkubasi ini virus berada di dalam darah yang disebut dengan fase akut/viremia

    Universitas Sumatera Utara

  • (5 7 hari). Penderita yang dalam masa viremia inilah yang dapat menularkan

    Chikungunya ke orang lain selama terdapat vektor penular penyakit (Depkes,

    2001).

    Faktor-faktor yang memegang peranan dalam penularan infeksi virus

    Chikungunya yaitu manusia, vektor perantara dan lingkungan. Virus Chikungunya

    ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

    albopictus, nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu

    penelitian lebih lanjut. Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus tersebut dapat

    mengandung virus Chikungunya pada saat menggigit manusia yang sedang

    mengalami viremia yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam

    timbul kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembangbiak dalam waktu

    8 10 hari (extrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit

    (Depkes, 2001).

    2.1.5. Diagnosis Pasti dan Banding

    Diagnosis Chikungunya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

    fisik dan pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis ditemukan keluhan demam,

    nyeri sendi, nyeri otot, sakit kepala, rasa lemah, mual, muntah, fotofobia serta

    daerah tempat tinggal penderita yang berisiko terkena Chikungunya. Pada

    pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya ruam makulopapuler, limfadenopati

    servikal dan injeksi konjungtiva. Pada pemeriksaan hitung lekosit, beberapa

    penderita mengalami lekopenia dengan limfositosis relatif. Jumlah trombosit dapat

    Universitas Sumatera Utara

  • menurun sedang dan laju endap darah akan meningkat. C-reactive protein positif

    pada kasus-kasus akut (Eppy, 2010).

    Berbagai pemeriksaan laboratorium tersedia untuk membantu menegakkan

    diagnosis seperti isolasi virus dari darah, tes serologi klasik seperti uji hambatan

    aglutinasi/HI, complement fixation/CF dan serum netralisasi; tes serologi modern

    dengan teknik IgM capture ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay); teknik

    super modern dengan pemeriksaan PCR serta teknik yang paling baru dengan

    RT-PCR (2002). Dengan menggunakan tes serologi klasik diagnosis sangat

    tergantung pada penemuan peningkatan titer antibodi sesudah sakit. Biasanya

    pada serum yang diambil saat hari ke-5 demam tidak ditemukan antibodi HI, CF

    ataupun netralisasi. Antibodi netralisasi dan HI baru ditemukan pada serum yang

    diambil saat 2 minggu atau lebih sesudah serangan panas timbul. Diagnosis yang

    akurat dapat diperoleh dari serum yang sudah diambil sesudah sakit dengan

    metode IgM capture ELISA. Isolasi virus dapat dibuat dengan menyuntikkan

    serum akut dari kasus tersangka pada mencit atau kultur jaringan. Diagnosis pasti

    adanya infeksi virus Chikungunya ditegakkan bila didapatkan salah satu hal antara

    lain: 1) Peningkatan titer antibodi 4 kali lipat pada uji hambatan aglutinasi (HI);

    2) Virus Chikungunya (CHIK) pada isolasi virus; 3) IgM capture ELISA.

    Viral arthropaty dapat diketahui dan dijumpai pada beberapa infeksi virus

    seperti dengue, Mayora (Mayora fever, Uruma fever), Ross River, Sindbiss

    (Ockelbo), Baermah forest dan O`nyong-nyong serta penyakit virus lainnya

    (penyakit pogosta, demam karelian). Infeksi virus tersebut merupakan diagnosis

    Universitas Sumatera Utara

  • banding dari penyakit Chikungunya. Diagnosis banding Chikungunya yang paling

    mendekati adalah demam dengue atau demam berdarah dengue (Soegijanto,

    2004).

    2.1.6. Pengobatan

    Chikungunya pada dasarnya bersifat self limiting disease artinya penyakit

    yang dapat sembuh dengan sendirinya. Hingga saat ini, belum ada vaksin maupun

    obat khusus untuk Chikungunya, oleh karenanya pengobatan ditujukan untuk

    mengatasi gejala yang mengganggu (simtomatis). Obat-obatan yang dapat

    digunakan adalah obat antipiretik, analgetik (non-aspirin analgetik; non steroid

    anti inflamasi drug parasetamol, antalgin, natrium diklofenak, piroksikam,

    ibuprofen, obat anti mual dan muntah adalah dimenhidramin atau

    metoklopramid). Aspirin dan steroid harus dihindari. Terapi lain disesuaikan

    dengan gejala yang dirasakan (Soedarto, 2007).

    Bagi penderita dianjurkan untuk makan makanan yang bergizi, cukup

    karbohidrat terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Memperbanyak

    konsumsi buah-buahan segar, sebaiknya minum jus buah segar. Vitamin

    peningkat daya tahan tubuh dapat bermanfaat untuk menghadapi penyakit ini.

    Selain vitamin, makanan yang mengandung cukup banyak protein dan karbohidrat

    juga meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang baik dan istirahat

    cukup bisa membuat rasa ngilu pada persendian cepat hilang. Disarankan juga

    minum banyak air putih untuk menghilangkan gejala demam (Anies, 2006).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2. Nyamuk Penular Chikungunya

    2.2.1. Klasifikasi Nyamuk

    Nyamuk yang menjadi vektor penular Chikungunya adalah nyamuk Aedes

    aegypti dan Aedes albopictus. Aedes aegypti yang paling berperan utama (primary

    vector) dalam penularan Chikungunya karena nyamuk tersebut hidup di dalam

    dan sekitar tempat tinggal manusia sehingga banyak kontak dengan manusia.

    Aedes aegypti adalah spesies nyamuk yang hidup di dataran rendah beriklim

    tropis sampai sub tropis (Anggraeni, 2010).

    Menurut Richard dan Davis (1977) dalam Soegijanto (2006), kedudukan

    nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut:

    Filum : Arhropoda

    Kelas : Insecta

    Bangsa : Diptera

    Suku : Culicidae

    Marga : Aedes

    Jenis : Aedes aegypti L

    2.2.2. Morfologi Nyamuk

    Nyamuk Aedes aegypti berukuran lebih kecil dibandingkan dengan

    rata-rata nyamuk lain. Ukuran badan 3 4 mm, berwarna hitam dengan hiasan

    bintik-bintik putih di badannya dan pada kakinya warna putih melingkar. Nyamuk

    dapat hidup berbulan-bulan. Nyamuk jantan tidak menggigit manusia, ia makan

    buah. Hanya nyamuk betina yang menggigit yang diperlukan untuk membuat

    Universitas Sumatera Utara

  • telur. Telur nyamuk Aedes aegypti diletakkan induknya menyebar berbeda dengan

    telur nyamuk lain yang dikeluarkan berkelompok. Nyamuk bertelur di air bersih.

    Telur menjadi pupa beberapa minggu. Nyamuk Aedes aegypti bila terbang hampir

    tidak berbunyi sehingga manusia yang diserang tidak mengetahui kehadirannya,

    menyerang dari bawah atau dari belakang dan terbang sangat cepat. Telur nyamuk

    Aedes aegypti dapat bertahan lama dalam kekeringan. Nyamuk Aedes aegypti

    dapat tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi (Widoyono, 2008).

    2.2.3. Siklus Hidup Nyamuk

    Siklus hidup nyamuk adalah proses perkembangbiakan dan pertumbuhan

    nyamuk mulai dari telur, jentik, kepompong sampai dengan dewasa. Siklus hidup

    nyamuk dapat digambarkan sebagai berikut:

    Gambar 2.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti/Aedes albopictus

    Sumber : Anggraeni, 2010

    Nyamuk dewasa

    Pupa

    (Kepompong)

    1 2 hari

    1 2 hari 5 7 hari

    Telur

    Jentik

    Universitas Sumatera Utara

  • a. Telur

    Menurut Anggraeni (2010), nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur pada

    permukaan air yang bersih atau menempel pada dinding tempat penampung air

    secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dengan panjang 0,50 mm.

    Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan dalam

    keadaan kering. Jika terendam air, telur dapat menetas menjadi jentik. Telur

    menetas dalam 1 sampai 2 hari.

    b. Jentik

    Pada jentik sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya.

    Kondisi jentik saat berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang

    dihasilkan. Sebagai contoh, populasi jentik yang meledak sehingga kurang

    ketersediaan makanannya akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung

    lebih rakus dalam menghisap darah. Ada 4 (empat) instar atau tahapan

    perkembangan jentik tersebut yaitu: Instar I berukuran paling kecil yaitu

    1 2 mm; 2) Instar II 2,5 3,8 mm; 3) Instar III berukuran besar sedikit dari

    larva instar II; 4) Instar IV berukuran paling besar 5 mm. Setelah mencapai instar

    ke-4, jentik berubah menjadi pupa dalam 5 sampai 7 hari.

    c. Pupa

    Pupa berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun lebih

    ramping dibanding jentiknya. Pupa berukuran lebih kecil jika dibandingkan

    dengan rata-rata pupa nyamuk lain. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya

    nyamuk dewasa keluar dari pupa.

    Universitas Sumatera Utara

  • Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu

    7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak

    mendukung.

    d. Nyamuk dewasa

    Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata

    nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada

    bagian badan dan kaki. Sesaat setelah menjadi dewasa, nyamuk akan segera kawin

    dan nyamuk betina yang telah dibuahi akan mencari makan dalam waktu

    24 sampai 36 jam. Darah merupakan sumber protein terpenting untuk pematangan

    telur (Depkes, 2005).

    2.2.4. Bionomik Vektor

    Bionomik vektor adalah kesenangan memilih tempat perindukan (breeding

    place), kesenangan menggigit (feeding habit), kesenangan tempat hinggap

    istirahat (resting place) dan jangkauan terbang (flight range) (Depkes, 2007).

    a. Tempat Perindukan (Breeding Place)

    Tempat perindukan nyamuk ini berupa genangan-genangan air yang

    tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer dan bukan pada

    genangan-genangan air di tanah. Pada waktu survai larva/jentik, kontainer

    dibedakan: 1) Tempat penampungan air (TPA) yaitu tempat-tempat untuk

    menampung air guna keperluan sehari-hari seperti: drum, tempayan, bak mandi,

    bak WC, ember dan lain-lain; 2) Bukan tempat penampungan air (TPA) yaitu

    tempat-tempat yang biasa menampung air tetapi bukan keperluan sehari-hari

    Universitas Sumatera Utara

  • seperti: tempat minum hewan piaraan (ayam, burung dan lain-lain), barang bekas

    (kaleng, ban, botol, pecahan gelas dan lain-lain), vas kembang, perangkap semut,

    penampungan air dispenser dan sebagainya; 3) Tempat penampungan air buatan

    alam (alamiah/natural) seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun,

    tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu dan lain-

    lain (Depkes, 2007).

    Tempat kebiasaan bertelur dari kedua vektor nyamuk Chikungunya agak

    berbeda. Untuk Aedes aegypti, tempat yang disenangi untuk bertelur adalah

    di Tempat Penampungan Air (TPA) yang jernih dalam rumah dan yang terlindung

    dari sinar matahari seperti bak di kamar kecil (WC), bak mandi, tandon air

    minum, ember, tempayan, drum dan sejenisnya. Penampungan ini biasanya

    dipakai untuk keperluan rumah tangga sehari-hari, sedangkan Aedes albopictus

    lebih senang bertelur pada tempat penampungan air yang berada di luar rumah

    seperti kaleng, botol, ban bekas yang di buang, lubang pohon, lekukan tanaman,

    potongan batang bambu dan buah kelapa yang sudah terbuka. Penampungan ini

    bukan dipakai untuk keperluan rumah tangga sehari-hari, hal itu sesuai dengan

    sifat Aedes aegypti yang mempunyai kecenderungan sebagai nyamuk rumah dan

    Aedes albopictus yang merupakan nyamuk luar rumah (Sutaryo, 2004).

    b. Kebiasaan Menggigit (Feeding Habit)

    Nyamuk Aedes aegypti bersifat antropofilik yang berarti lebih menyukai

    menghisap darah manusia dibandingkan dengan darah hewan, sedangkan nyamuk

    Universitas Sumatera Utara

  • Aedes albopictus merupakan penghisap darah yang acak dan lebih zoofagik

    (WHO, 2005).

    Untuk mendapatkan inangnya, nyamuk aktif terbang pada pagi hari, yaitu

    sekitar pukul 08.00 10.00 dan sore hari 15.00 17.00. Nyamuk yang aktif

    menghisap darah adalah yang betina untuk mendapatkan protein. Protein tersebut

    digunakan untuk keperluan produksi dan proses pematangan telur. Tiga hari

    setelah menghisap darah, nyamuk betina menghasilkan telur sampai 100 butir

    telur kemudian siap diletakkan pada media (Suroso, 2003).

    Menurut Depkes (2007), kebiasaan menggigit dari Aedes aegypti pada

    pagi hingga sore hari yaitu pada pukul 08.00 12.00 dan 15.00 17.00 lebih

    banyak menggigit di dalam rumah dari pada di luar rumah. Nyamuk ini sangat

    menyukai darah manusia dan biasanya menggigit berulang kali, hal ini disebabkan

    pada siang hari orang sedang aktif sehingga nyamuk yang mengigit seseorang

    belum tentu kenyang. Orang tersebut sudah bergerak, nyamuk terbang menggigit

    orang lagi sampai cukup darah untuk pertumbuhan dan perkembangan telurnya.

    c. Tempat Istirahat (Resting Place)

    Tempat yang disayangi nyamuk untuk beristirahat selama menunggu

    bertelur adalah tempat yang gelap, lembab dan sedikit angin. Aedes aegypti lebih

    menyukai tempat yang gelap, lembab dan tersembunyi di dalam rumah atau

    bangunan sebagai tempat peristirahatannya termasuk di kamar tidur, di kamar

    mandi maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar rumah, di tanaman

    atau tempat terlindung lainnya. Di dalam ruangan permukaan istirahat yang

    Universitas Sumatera Utara

  • disukai nyamuk adalah di bawah perabotan, benda-benda yang bergantung seperti

    baju dan tirai serta dinding. Sementara nyamuk Aedes albopictus lebih menyukai

    tempat di luar rumah yaitu hidup di lubang-lubang pohon, lekukan tanaman dan

    kebun atau kawasan pinggir hutan. Oleh karena itu, Aedes albopictus sering

    disebut nyamuk kebun (forest mosquito) (WHO, 2005).

    Kebiasaan hinggap istirahat lebih banyak di dalam rumah yaitu pada

    benda-benda yang bergantungan, berwarna gelap dan tempat-tempat lain yang

    terlindung juga di dalam sepatu (Depkes, 2007).

    d. Jarak Terbang (Flight Range)

    Pergerakan nyamuk Aedes aegypti dari tempat perindukan ke tempat

    mencari mangsa dan tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang

    nyamuk. Jarak terbang (flight range) rata-rata nyamuk Aedes aegypti adalah

    sekitar 100 m tetapi pada keadaan tertentu nyamuk ini dapat terbang sampai

    beberapa kilometer dalam usahanya untuk mencari tempat perindukan untuk

    meletakkan telurnya. Nyamuk Aedes albopictus jarak terbang berkisar antara

    400 600 m (Soegijanto, 2006).

    2.2.5. Ekologi Vektor

    Ekologi vektor adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik

    antara vektor dan lingkungannya. Lingkungan merupakan interaksi vektor penular

    Chikungunya dengan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya

    Chikungunya. Eksistensi nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus dipengaruhi

    oleh lingkungan fisik maupun lingkungan biologik.

    Universitas Sumatera Utara

  • a. Lingkungan fisik

    Lingkungan fisik adalah lingkungan sekeliling manusia yang terdiri dari

    benda-benda yang tidak hidup (non living things) dan kekuatan-kekuatan fisik

    lainnya. Dalam hal ini lingkungan fisik dapat menjadi enviromental reservoir dan

    ikut berperan menentukan pola populasi nyamuk. Lingkungan fisik sebagai

    berikut:

    1. Jarak antara rumah

    Jarak rumah memengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah

    lain, semakin dekat jarak antara rumah semakin mudah menyebar ke rumah

    sebelah. Bahan-bahan rumah, warna dinding dan pengaturan barang-barang dalam

    rumah menyebabkan rumah tersebut disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk.

    Berbagai penelitian penyakit menular membuktikan bahwa kondisi perumahan

    yang berdesak-desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar

    terserang penyakit (Depkes, 1998).

    Penelitian Roose (2008), di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru

    menunjukkan bahwa ada hubungan jarak antar rumah 5 m memberikan

    kontribusi dampak/risiko dengan kejadian DBD sebesar 1,79 kali dibanding

    dengan jarak antar rumah > 5 m.

    2. Macam kontainer

    Macam kontainer disini antara lain: jenis/bahan kontainer, letak kontainer,

    bentuk, warna, kedalaman air, tutup kontainer dan asal air memengaruhi nyamuk

    dalam pemilihan tempat bertelur.

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Ketinggian tempat

    Keadaan geografis seperti ketinggian memengaruhi penularan penyakit.

    Nyamuk Aedes aegypti tidak menyukai ketinggian lebih dari 1000 m di atas

    permukaan laut. Kadar oksigen juga memengaruhi daya tahan tubuh seseorang,

    semakin tinggi letak pemukiman maka akan semakin rendah kadar oksigennya.

    Dataran tinggi juga berhubungan dengan temperatur udara (Widoyono, 2008).

    Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis.

    Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-

    tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian

    daerah 1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak dapat

    berkembangbiak karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah

    sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes, 2005).

    Tiap kenaikan 100 m maka selisih suhu udara tempat semula adalah 0,5oC.

    Bila perbedaan tempat cukup tinggi maka perbedaan suhu udara juga cukup

    banyak dan akan memengaruhi faktor-faktor lain seperti penyebaran nyamuk,

    siklus pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk dan musim penularan

    (Depkes, 2007).

    4. Iklim

    Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik yang terdiri dari

    suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, pencahayaan dan kecepatan angin.

    Universitas Sumatera Utara

  • a. Suhu udara

    Nyamuk termasuk binatang berdarah dingin karenanya proses-proses

    metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu

    lingkungannya. Nyamuk tidak dapat mengatur suhu tubuhnya. Suhu rata-

    rata optimum untuk perkembangan nyamuk adalah 25C 27C. Nyamuk

    dapat bertahan hidup dalam suhu rendah tetapi proses metabolismenya

    menurun atau bahkan berhenti bila suhu turun sampai di bawah suhu kritis

    pada suhu yang sangat tinggi akan mengalami perubahan proses

    fisiologinya.

    Pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari

    10C atau lebih dari 40C. Toleransinya terhadap suhu tergantung pada

    spesies nyamuknya tetapi pada umumnya suatu spesies tidak akan tahan

    lama bila suhu lingkungan meninggi 5C 6C di atas, dimana spesies

    secara normal dapat beradaptasi.

    Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan proses

    metabolisme sebagian diatur oleh suhu, oleh karena kejadian-kejadian

    biologis tertentu seperti lamanya masa pradewasa, kecepatan pencernaan

    darah yang dihisap, pematangan idung telur, frekuensi mencari makanan

    atau menggigit dan lamanya pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk

    dipengaruhi oleh suhu (Depkes, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • b. Kelembaban udara

    Menurut Gobler dalam Depkes (1998), umur nyamuk dipengaruhi oleh

    kelembaban udara. Pada suhu 20C kelembaban nisbi 27% umur nyamuk

    betina 101 hari dan umur nyamuk jantan 35 hari, kelembaban kurang dari

    60% umur nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadi vektor karena

    tidak cukup waktu untuk perpindahan virus dari lambung ke kelenjar

    ludah.

    Menurut Depkes (2007), kelembaban udara adalah banyak uap air yang

    terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen (%).

    Kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keadaan

    rumah menjadi basah dan lembab yang memungkinkan

    berkembangbiaknya kuman atau bakteri penyebab penyakit. Kelembaban

    yang baik berkisar antara 40% 70%. Pada keadaan ini nyamuk tidak

    dapat bertahan hidup akibatnya umur nyamuk menjadi lebih pendek

    sehingga nyamuk tersebut tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasit

    di dalam tubuh nyamuk.

    c. Curah hujan

    Hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan

    menambah kelembaban udara. Temperatur dan kelembaban selama musim

    hujan sangat kondusif untuk kelangsungan hidup nyamuk yang terinfeksi

    (Suroso, 2000).

    Universitas Sumatera Utara

  • Hujan akan mempengaruhi naiknya kelembaban nisbi udara dan

    menambah jumlah tempat perkembangbiakan. Curah hujan yang lebat

    menyebabkan bersihnya tempat perkembangbiakan vektor, oleh karena

    jentiknya hanyut dan mati. Kejadian penyakit yang ditularkan nyamuk

    biasanya meninggi beberapa waktu sebelum musim hujan lebat. Pengaruh

    hujan berbeda-beda menurut banyaknya hujan dan keadaan fisik daerah.

    Terlalu banyak hujan akan menyebabkan kekeringan, mengakibatkan

    berpindahnya tempat perkembangbiakan vektor tetapi keadaan ini akan

    segera pulih cukup bila keadaan kembali normal. Curah hujan yang cukup

    dengan jangka waktu lama akan memperbesar kesempatan nyamuk untuk

    berkembangbiak secara optimal (Depkes, 2007).

    d. Pencahayaan

    Cahaya merupakan faktor utama yang memengaruhi nyamuk beristirahat

    pada suatu tempat intensitas cahaya yang rendah dan kelembaban yang

    tinggi merupakan kondisi yang baik bagi nyamuk intensitas cahaya

    merupakan faktor terbesar yang memengaruhi aktivitas terbang nyamuk.

    Intensitas pencahayaan untuk kehidupan nyamuk adalah < 60 lux (Depkes,

    2007).

    e. Kecepatan angin

    Kecepatan angin secara langsung berpengaruh pada penguapan

    (evaporasi) air dan suhu udara (konveksi), disamping itu angin

    berpengaruh terhadap arah penerbangan nyamuk. Bila kecepatan angin

    Universitas Sumatera Utara

  • 11 14 meter perdetik atau 25 31 mil per jam akan menghambat

    penerbangan nyamuk. Dalam keadaan udara tenang mungkin suhu nyamuk

    ada beberapa fraksi atau derajat lebih tinggi dari suhu lingkungan, bila ada

    angin evaporasi baik dan konveksi baik maka suhu nyamuk akan turun

    beberapa fraksi atau derajat lebih rendah dari suhu lingkungan

    (Depkes, 2007).

    b. Lingkungan biologik

    Lingkungan biologik yang memengaruhi penularan Chikungunya adalah

    banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan yang mempengaruhi

    pencahayaan dan kelembaban di dalam rumah dan halaman. Bila banyak tanaman

    hias dan tanaman pekarangan, berarti akan menambah tempat yang disenangi oleh

    nyamuk untuk hinggap istirahat dan juga menambah umur nyamuk (Soegijanto,

    2003).

    2.3. Lingkungan Rumah

    2.3.1. Rumah Sehat dan Persyaratannya

    Dalam UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman terdapat

    istilah rumah, perumahan dan pemukiman. Rumah adalah bangunan yang

    berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaaan keluarga,

    sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan

    tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana lingkungan.

    Universitas Sumatera Utara

  • Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung,

    baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai

    lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang

    mendukung perikehidupan dan penghidupan.

    Menurut WHO dan American Public Health Association (APHA),

    perumahan/pemukiman yang sehat harus memenuhi beberapa persyaratan antara

    lain: (1) Syarat fisiologis, rumah yang dibangun harus dapat terpenuhi kebutuhan

    fisik dasar dari penghuninya diantaranya adalah rumah tersebut harus terjamin

    penerangannya yang dibedakan atas cahaya matahari dan lampu, rumah harus

    mempunyai ventilasi yang sempurna sehingga aliran udara segar dapat terpelihara

    dan rumah tersebut dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipertahankan suhu

    lingkungan. (2) Syarat psikologis, rumah yang dibangun harus dapat terpenuhi

    kebutuhan kejiwaan dasar dari penghuninya diantaranya adalah terjamin

    berlangsungnya hubungan yang serasi antara anggota keluarga yang tinggal

    bersama, tersedianya sarana yang memungkinkan dalam pelaksanaan pekerjaan

    rumah tangga tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. (3) Mencegah

    penularan penyakit, rumah yang dibangun harus dapat melindungi penghuni dari

    penularan penyakit atau berhubungan dengan zat-zat yang membahayakan

    kesehatan diantaranya adalah rumah tersebut di dalamnya tersedia air bersih yang

    cukup, ada tempat pembuangan sampah dan tinja yang baik, terlindung dari

    pengotoran terhadap makanan, tidak menjadi tempat bersarang binatang melata

    ataupun penyebab penyakit lainnya. (4) Mencegah terjadinya kecelakaan, rumah

    Universitas Sumatera Utara

  • yang dibangun harus dapat melindungi penghuninya dari kemungkinan terjadinya

    bahaya kecelakaan, jadi rumah tersebut harus kokoh, terhindar dari bahaya

    kebakaran, alat-alat listrik yang terlindungi dan juga terlindung dari kecelakaan

    lalu lintas.

    Menurut Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 929/Menkes/SK/VII/1999

    persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan meliputi parameter diantaranya

    (Sarudji, 2010): (1) Lokasi, lokasi perumahan/pemukiman tersebut tidak terletak

    pada daerah rawan bencana alam, tidak terletak pada daerah bekas tempat

    pembuangan akhir (TPA) sampah atau bekas tambang dan tidak terletak pada

    daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur pendaratan

    penerbangan. (2) Prasarana dan sarana lingkungan, meliputi adanya taman

    bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan konstruksi yang aman dari

    kecelakaan, memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan

    vektor penyakit, memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi

    jalan tidak menganggu kesehatan, lampu penerangan jalan tidak menyilaukan,

    tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi

    persyaratan kesehatan, pengelolaan pembuangan tinja dan air limbah rumah

    tangga harus memenuhi persyaratan kesehatan, pengelolaan pembuangan sampah

    rumah tangga harus memenuhi persyaratan kesehatan, memiliki akses terhadap

    sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja, tempat hiburan, tempat

    pendidikan, kesenian dan lain sebagainya, pengaturan instalasi listrik harus

    menjamin keamanan penghuninya dan tempat pengelolaan makanan (TPM) harus

    Universitas Sumatera Utara

  • menjamin tidak terjadi kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan keracunan.

    (3) Vektor penyakit, meliputi indeks lalat harus memenuhi syarat dan indeks

    nyamuk di bawah 5%. (4) Kualitas udara, diantaranya suhu udara nyaman antara

    18 300C dan kelembaban udara 40 70%.

    Menurut Azwar (1996), rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga

    melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya kecelakaan. Hal ini

    perlu diperhatikan juga kondisi fisik rumah berkaitan dengan kejadian

    Chikungunya terutama berkaitan dengan mudah atau tidaknya nyamuk masuk

    ke dalam rumah adalah ventilasi yang tidak dipasang kawat kasa dapat

    mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah.

    Langit-langit atau pembatas ruangan dinding atas dengan atap yang terbuat

    dari kayu, internit maupun anyaman bambu halus sebagai penghalang masuknya

    nyamuk dilihat dari ada tidaknya langit-langit pada semua atau sebagian ruangan

    rumah. Kualitas dinding yang tidak rapat bila terbuat dari anyaman bambu kasar

    ataupun kayu/papan yang terdapat lubang lebih dari 1,5 mm2 akan mempermudah

    nyamuk masuk ke dalam rumah (Darmadi, 2002).

    Menurut Machfoed (2008), rumah berdasarkan bahan bangunannya terdiri

    dari: 1) Rumah Non Permanen yaitu rumah yang terbuat dari bahan bangunan

    kayu, bambu; 2) Rumah Semi Permanen yaitu rumah yang terbuat dari bahan

    bangunan kayu dan campuran batu, pasir dan semen; 3) Rumah Permanen yaitu

    rumah yang keseluruhan bahan bangunan terbuat dari campuran batu, pasir dan

    semen.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4. Perilaku Kesehatan

    Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2012), perilaku kesehatan

    pada dasarnya adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus yang berkaitan

    dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta

    lingkungan yang diuraikan antara lain: a) Perilaku seseorang terhadap sakit dan

    penyakit yaitu bagaimana manusia merespon baik secara pasif maupun secara

    aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut;

    b) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap

    sistem kesehatan pelayanan kesehatan baik yang modern maupun yang

    tradisional; c) Perilaku terhadap makanan adalah respon seseorang terhadap

    makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan; d) Perilaku terhadap lingkungan

    adalah respon terhadap lingkungan sebagai determinan.

    Perilaku dalam penelitian ini adalah perilaku yang berhubungan dengan

    kejadian Chikungunya. Perilaku kesehatan tersebut didasarkan pada 3 (tiga)

    domain perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan.

    2.4.1. Pengetahuan

    Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

    melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

    melalui pancaindra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran,

    penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

    melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, (2007). Pengetahuan atau kognitif

    merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

    Universitas Sumatera Utara

  • seseorang. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai tingkat yang

    berbeda-beda termasuk dalam hal ini kemampuan masyarakat dalam menjaga

    kesehatan individu dalam pencegahan terjadi keluhan penyakit maupun dalam

    pengobatan. Pengetahuan tentang usaha-usaha kesehatan perseorangan untuk

    memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai kesehatan

    serta mencegah timbulnya penyakit. Pengetahuan dalam penelitian ini adalah

    pengetahuan yang berkaitan dengan Chikungunya.

    2.4.2. Sikap

    Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

    terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat

    tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Menurut

    Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa sikap itu

    merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan

    pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,

    akan tetapi adalah predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap secara nyata

    menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang

    ada dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi bersifat emosional terhadap

    stimulus sosial.

    Menurut Wawan (2011), mengemukakan sikap dapat bersifat positif dan

    dapat bersifat negatif. Pada sikap positif kecenderungan tindakan adalah

    sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima, menyetujui terhadap

    norma-norma yang berlaku dimana individu itu berbeda, sedangkan pada sikap

    Universitas Sumatera Utara

  • negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak

    menyukai objek tertentu.

    Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.

    Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/pernyataan responden

    terhadap sesuatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan

    pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden

    melalui kuesioner (Notoatmodjo (2007). Sikap dalam penelitian ini adalah

    pencegahan yang berkaitan dengan Chikungunya.

    2.4.3. Tindakan

    Domain terakhir dari perilaku kesehatan adalah tindakan. Tindakan

    tersebut didasari pada penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahuinya

    kemudian disikapi dan akhirnya mengambil keputusan untuk melakukannya.

    Tindakan dalam penelitian ini adalah segala bentuk nyata yang dilakukan dalam

    mencegah dan menanggulangi terjadinya Chikungunya.

    Tindakan yang tercakup dalam domain psikomotorik mempunyai

    4 (empat) tingkatan (Notoatmodjo, 2003): 1) Persespsi (perception) yaitu

    mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

    diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama; 2) Respon terpimpin (guided

    response) yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan

    sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua;

    3) Mekanisme (mecanism) yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu

    dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia

    Universitas Sumatera Utara

  • sudah mencapai praktek tingkat tiga; 4) Adaptasi (adaptation) yaitu suatu praktek

    atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Seseorang sudah dapat

    memodifikasi tindakan tanpa mengurangi kebenaran tindakan (Notoatmodjo,

    2003).

    Pengetahuan dan sikap masyarakat yang kurang mengetahui tentang

    tentang tanda/gejala, cara penularan dan pencegahan Chikungunya mempunyai

    risiko terkena Chikungunya. Dengan demikian upaya peningkatan pengetahuan

    tanda/gejala, cara penularan dan pencegahan serta pemberantasan Chikungunya

    perlu mendapatkan perhatian utama agar masyarakat lebih berperan dalam

    pemberantasan sarang nyamuk (Depkes, 2007).

    2.5. Pencegahan dan Pengendalian Vektor Chikungunya

    Mengingat vektor penular virus Chikungunya dan virus dengue (DBD)

    sama, yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus maka upaya pencegahan

    Chikungunya hampir sama dengan pencegahan untuk penyakit DBD. Upaya

    pencegahan dititikberatkan pada pengendalian nyamuk penular dapat dilakukan

    terhadap jentiknya dan nyamuk dewasa. Upaya terpadu perlu diterapkan untuk

    pengendalian nyamuk penular vektor Chikungunya dengan menggunakan metode

    yang tepat, antara lain dengan pengelolaan lingkungan, perlindungan diri,

    pengendalian biologi, pengendalian kimiawi dan pendekatan pemberantasan

    terpadu.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.5.1. Pengelolaan Lingkungan

    Pengelolaan lingkungan meliputi berbagai perubahan yang berkaitan

    dengan upaya pencegahan, ditujukan untuk mengurangi perkembangbiakan vektor

    sehingga mengurangi kontak vektor dengan manusia. Metode pengelolaan

    lingkungan untuk mengendalikan Aedes aegypti dan Aedes albopictus serta

    mengurangi kontak vektor dengan manusia dengan melakukan kegiatan antara

    lain: Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,

    modifikasi tempat perkembangbiakan buatan manusia dan perbaikan desain

    rumah (Sukamto, 2007).

    Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) pada dasarnya adalah

    pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembangbiak.

    Pencegahan yang dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan di tempat-tempat

    umum dengan melaksanakan PSN meliputi: 1) Menguras bak mandi dan tempat-

    tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali. Ini dilakukan

    dengan pertimbangan bahwa perkembangan telur menjadi nyamuk selama 7 10

    hari; 2) Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum dan

    tempat air lain; 3) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung

    sekurang-kurangnya seminggu sekali; 4) Membersihkan pekarangan dan halaman

    rumah dari barang-barang bekas seperti kaleng bekas dan botol pecah sehingga

    tidak menjadi sarang nyamuk; 5) Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan

    lubang pohon dengan tanah; 6) Membersihkan air yang tergenang di atap rumah;

    7) Memelihara ikan (Chahaya, 2003).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.5.2. Perlindungan Diri

    Upaya yang dapat dilakukan untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk

    antara lain seperti: 1) Membersihkan halaman atau kebun di sekitar rumah;

    2) Membersihkan saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak; 3) Membuka

    pintu dan jendela rumah setiap pagi hari sampai sore agar udara segar dan sinar

    matahari dapat masuk sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang

    sehat. Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk;

    4) Memakai pakaian pelindung dari gigitan nyamuk Aedes aegypti dapat

    merupakan alternatif penting dalam memutus kontak antara nyamuk dewasa

    dengan manusia. Pakaian tersebut cukup tebal atau longgar berlengan panjang dan

    celana panjang dengan kaos kaki dapat melindungi tangan dan kaki dari tusukan

    nyamuk karena merupakan bagian tubuh yang rawan; 5) Memakai repellent.

    Repellent atau penolak serangga merupakan sarana pelindung diri terhadap

    nyamuk dan serangga yang umumnya digunakan. Bahan ini secara garis besar

    dibagi menjadi 2 kategori yaitu penolak alami dan penolak kimiawi. Minyak

    esensial dan ekstrak tanaman merupakan bahan pokok penolak alami misalnya

    minyak neem (pada kayu mahoni). Penolak kimiawi misalnya DEET (N,N-

    Diethyl-m-Taluamide) dapat memberikan perlindungan terhadap nyamuk Aedes

    aegypti dan Aedes albopictus. Repellent dioleskan seperlunya pada bagian tubuh

    yang terbuka; 6) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian. Kebiasaan

    meletakkan pakaian digantungkan yang terbuka misalnya di belakang pintu

    kamar. Melipat pakaian atau kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk

    Universitas Sumatera Utara

  • tidak hinggap pada pakaian tersebut; 7) Tidur siang dengan menggunakan

    kelambu. Kebiasaan orang tidur pada siang hari akan mempermudah penyebaran

    Chikungunya karena nyamuk betina mencari umpannya pada siang hari (Anies,

    2006).

    2.5.3. Pengendalian Biologi

    Menurut Soegijanto (2006), pengendalian biologi dilakukan dengan

    menggunakan kelompok hidup baik dari golongan mikroorganisme, hewan

    invertebrata atau hewan vertebrata. Pengendalian biologi dapat berperan sebagai

    patogen dan parasit. Beberapa jenis ikan seperti ikan kepala timah

    (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia) adalah pemangsa yang cocok untuk

    larva nyamuk. Beberapa jenis golongan cacing Nematoda seperti Romanomarmis

    iyengari dan R.culiciforax merupakan parasit pada larva nyamuk. Sebagai patogen

    seperti dari golongan virus, bakteri, fungi atau protozoa dapat dikembangkan

    sebagai pengendalian hayati larva nyamuk di tempat perindukannya. (3) Cara

    Fisik, pemberantasan secara fisik ini dikenal dengan kegiatan 3M (Menguras,

    Menutup, Mengubur) yaitu: 1) Menguras dan menyikat tempat-tempat

    penampungan air seperti bak mandi/wc, drum dan lain-lain seminggu sekali;

    2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti gentong air/tempayan dan

    lain-lain; 3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

    menampung air hujan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.5.4. Pengendalian Kimia

    Pengendalian secara kimia terhadap vektor Chikungunya ditujukan pada

    jentik dan nyamuk dewasa.

    a. Pemberantasan Jentik

    Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti dilakukan dengan

    menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida) atau dikenal dengan

    larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah temephos.

    Formulasi temephos yang digunakan adalah granula (sand granula). Dosis yang

    digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram ( 1 sendok makan rata) untuk tiap

    100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan.

    Selain itu dapat pula digunakan golongan insect growth regulator (Depkes, 2005).

    b. Pemberantasan Nyamuk Dewasa

    Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara

    pengasapan (fogging) dengan insektisida, hal ini dilakukan mengingat kebiasaan

    nyamuk senang hinggap pada benda-benda yang bergantungan maka

    penyemprotan tidak dilakukan di dinding rumah seperti pada pemberantasan

    nyamuk penular malaria (Depkes, 2005).

    Insektisida yang digunakan adalah insektisida golongan organophospat

    misalnya malathion dan feritrothion. Golongan pyrectic syntetic misalnya lamda

    sihalotrin dan parmietrin. Golongan karbamat. Alat yang digunakan untuk

    menyemprot ialah mesin fog atau mesin ultra low volume (ULV) karena

    Universitas Sumatera Utara

  • penyemprotan dilakukan dengan cara pengasapan maka tidak mempunyai efek

    residu (Suroso, 2003).

    Penyemprotan insektisida dilakukan interval 1 minggu untuk membatasi

    penularan virus Chikungunya. Penyemprotan siklus pertama semua nyamuk

    mengandung virus Chikungunya (nyamuk inaktif) dan nyamuk-nyamuk lainnya

    akan mati. Penyemprotan insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi

    penularan akan tetapi tindakan ini perlu diikuti dengan pemberantasan jentik agar

    populasi nyamuk dapat ditekan serendah-rendahnya (Suroso, 2003).

    2.5.5. Pendekatan Pemberantasan Terpadu

    Penggunaan insektisida sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan

    vektor Chikungunya sedapat mungkin harus dipadukan dengan metode

    pengelolaan lingkungan. Selama periode tidak ada atau sedikit aktifitas virus

    Chikungunya. Langkah rutin dari pemberantasan sarang nyamuk dapat dipadukan

    dengan penggunaan larvasida untuk wadah yang tidak dapat dikuras isinya, tak

    dapat ditutup. Sebagai upaya pengendalian darurat dalam menekan KLB/wabah,

    dilakukan program pemberantasan populasi Aedes aegypti dengan cepat,

    menyeluruh dengan menggunakan insektisida dan menerapkan teknik-teknik

    secara terpadu (Sukamto, 2007).

    2.6. Penanggulangan KLB Chikungunya

    Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) adalah upaya yang meliputi:

    pengobatan/perawatan penderita, pemberantasan vektor penular Chikungunya,

    Universitas Sumatera Utara

  • penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi/penilaian penanggulangan yang

    dilakukan di seluruh wilayah yang terjadi KLB (Depkes, 2005).

    Tujuan penanggulangan KLB adalah untuk membatasi penularan

    Chikungunya sehingga KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke

    wilayah lainnya. Kegiatan yang dilakukan bila terjadi KLB/wabah, dilakukan

    penyemprotan insektisida (2 siklus dengan interval 1 minggu), PSN

    Chikungunya, larvasida, penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit dan kegiatan

    penanggulangan, penyelidikan KLB, pengumpulan dan pemeriksaan spesimen

    serta kegiatan surveilans kasus dan vektor.

    1. Pengobatan/perawatan penderita

    Penderita Chikungunya yang berat dirawat di rumah sakit atau puskesmas

    yang mempunyai fasilitas perawatan.

    2. Pemberantasan vektor

    a. Pengasapan (fogging/ULV) meliputi: 1) Pelaksana, dilakukan oleh petugas

    dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas dan tenaga lain yang telah

    dilatih; 2) Lokasi meliputi seluruh daerah yang terjangkit; 3) Sasarannya

    adalah rumah dan tempat-tempat umum; 4) Insektisida, sesuai dengan

    dosis; 5) Menggunakan alat yaitu mesin fog atau ULV; 6) Cara

    pengasapan/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval 1 minggu.

    b. Pemberantasan sarang nyamuk Chikungunya meliputi:

    1) Pelaksana, dilakukan oleh masyarakat di lingkungan masing-masing;

    2) Lokasi meliputi seluruh daerah yang terjangkit dan wilayah sekitarnya

    Universitas Sumatera Utara

  • dan merupakan satu kesatuan epidemiologis; 3) Sasarannya adalah semua

    tempat potensial bagi perindukan nyamuk; tempat penampungan air,

    barang bekas, lubang pohon/tiang pagar, tempat minum burung dan

    sebagainya, di rumah/bangunan dan tempat umum; 4) Dengan cara

    melakukan kegiatan 3M plus.

    c. Larvasidasi meliputi: 1) Pelaksana, Tenaga dari masyarakat dengan

    bimbingan petugas puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota; 2) Lokasi

    meliputi seluruh wilayah yang terjangkit; 3) Sasarannya adalah tempat

    penampungan air di rumah dan tempat-tempat umum; 4) Larvasida sesuai

    dengan dosis; 5) Cara, larvasida dilaksanakan di seluruh wilayah KLB.

    3. Penyuluhan kesehatan masyarakat

    Dinas kesehatan kabupaten/kota bersama puskesmas menyusun rencana

    kegiatan penyuluhan. Pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota

    setempat. Kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) meliputi:

    1) Pertemuan dengan lintas sektor terkait (Departemen Pendididikan Nasional,

    Departemen Agama, Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota,

    Kecamatan, Keluarahan/Desa dan lain-lain; 2) Penyuluhan melalui media

    elektronik (televisi, radio Pemda/swasta lokal, bioskop, media cetak (surat

    kabar, pemasangan spanduk, poster, stiker); 3) Penyuluhan dilaksanakan di

    sekolah (melalui guru UKS), tempat ibadah, tempat pemukiman (melalui

    organisasi wanita PKK dan organisasi lainnya), pasar, tempat-tempat umum

    Universitas Sumatera Utara

  • lainnya; 4) Penyuluhan melalui Ketua RT/RW misalnya dengan membagikan

    leaflet kepada warga.

    4. Penilaian penanggulangan KLB

    Penilaian penanggulangan KLB meliputi: (a) Penilaian Operasional ditujukan

    untuk mengetahui presentase (coverage) pemberantasan vektor dari jumlah

    yang direncanakan. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan kunjungan

    rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk pengasapan,

    larvasidasi dan penyuluhan. Pada kunjungan tersebut dilakukan wawancara

    apakah rumah sudah dilakukan pengasapan larvasidasi dan pemeriksaan jentik

    serta penyuluhan (b) Penilaian Epidemiologi ditujukan untuk mengetahui

    dampak upaya penanggulangan terhadap jumlah penderita Chikungunya.

    Penilaian ini dilakukan dengan membandingkan data kasus Chikungunya

    sebelum dan sesudah penanggulangan Chikungunya. Data-data tersebut

    digambarkan dalam grafik per mingguan, 4 mingguan atau bulanan dan

    dibandingkan pula dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang

    sama.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.7. Landasan Teori

    Landasan teori dalam penelitian ini mengacu pada faktor risiko kejadian

    Chikungunya dan teori simpul determinan penyakit dapat digambarkan sebagai

    berikut:

    Nyamuk Manusia

    (Bionomik) (Perilaku)

    Lingkungan

    Suhu, kelembaban

    Gambar 2.2 Faktor Risiko Kejadian Chikungunya

    Sumber : Achmadi, 2010

    Adapun Teori Simpul dari timbulnya kejadian Chikungunya sebagai

    berikut:

    Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3

    Simpul 4

    Gambar 2.3 Kerangka Teori

    Sumber : Achmadi, 2010

    Sumber

    Penularan

    Media

    Transmisi

    Manusia Dampak

    Kesehatan

    Penderita

    Lingkungan

    Perilaku

    Sakit/Sehat

    Universitas Sumatera Utara

  • Simpul-simpul dalam penelitian ini yang berhubungan dengan kejadian

    Chikungunya adalah: a) Simpul 1 yaitu sumber penularan penyakit adalah orang

    yang menderita Chikungunya; b) Simpul 2 yaitu media transmisi penyakit adalah

    lingkungan rumah meliputi kerapatan dinding, kawat kasa pada ventilasi, langit-

    langit rumah, tempat penampungan air, kelembaban dan nyamuk Aedes aegypti;

    c) Simpul 3 yaitu perilaku meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan; d) Simpul 4

    yaitu kejadian penyakit atau gangguan dari hasil hubungan interaktif manusia

    dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan manusia,

    yaitu sakit atau sehat (Achmadi, 2010).

    2.8. Kerangka Konsep

    Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori diatas, maka kerangka

    konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

    I. Lingkungan Rumah:

    1. Kerapatan Dinding 2. Kawat Kasa pada Ventilasi 3. Langit-langit Rumah 4. Tempat Penampungan Air 5. Kelembaban

    Kejadian

    Chikungunya

    II. Perilaku Masyarakat:

    1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Tindakan

    Universitas Sumatera Utara