chapter ii

23
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Jarak Minyak jarak yang sering disebut sebagai minyak ricinus adalah cairan kental berwarna kuning pucat yang diperoleh dari biji tanaman jarak. Tanaman jarak (Ricinus communis Linn) termasuk dalam famili Euphorbiaceae, merupakan tanaman yang hidup di daerah tropik, dan dapat tumbuh pada ketinggian 0-800 m di atas permukaan laut. Tanaman jarak telah lama dikenal di Indonesia. Minyak jarak yang sering disebut castor oil merupakan suatu senyawa trigliserida yang dapat dibedakan dengan gliserida lainya dari komposisi asam lemaknya, viskositas, bilangan asetil dan kelarutanya dalam alkohol yang sangat tinggi. Biji mengandung 54% minyak yang disusun oleh beberapa jenis asam lemak sebagai trigliserida diantaranya asam risinoleat, oleat, linoleat, asam palmitat, asam stearat, dan asam linolenat. Sebelum digunakan untuk berbagai macam keperluan, minyak jarak perlu diolah terlebih dahulu. Pengolahan ini meliputi dehidarasi, oksidasi hidrogenasi, sulfitasi, penyabuanan dan sebagainya. Pengolahan itu menyebabkan perubahan sifat fisika kimia minyak jarak (Ketaren, 2008). Sifat fisika dan kimia minyak jarak dapat dilihat pada Tabel 2.1. Minyak jarak dan turunannya digunakan dalam industri cat, varnish, lacquer, pelumas, tinta, linoleum, oil cloth, dan sebagai bahan baku dalam industri-industri Universitas Sumatera Utara

Upload: nahlionny-ritman-ii

Post on 10-Nov-2015

227 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Aldehid keton

TRANSCRIPT

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Minyak Jarak

    Minyak jarak yang sering disebut sebagai minyak ricinus adalah cairan kental

    berwarna kuning pucat yang diperoleh dari biji tanaman jarak. Tanaman jarak

    (Ricinus communis Linn) termasuk dalam famili Euphorbiaceae, merupakan tanaman

    yang hidup di daerah tropik, dan dapat tumbuh pada ketinggian 0-800 m di atas

    permukaan laut. Tanaman jarak telah lama dikenal di Indonesia.

    Minyak jarak yang sering disebut castor oil merupakan suatu senyawa

    trigliserida yang dapat dibedakan dengan gliserida lainya dari komposisi asam

    lemaknya, viskositas, bilangan asetil dan kelarutanya dalam alkohol yang sangat

    tinggi. Biji mengandung 54% minyak yang disusun oleh beberapa jenis asam lemak

    sebagai trigliserida diantaranya asam risinoleat, oleat, linoleat, asam palmitat, asam

    stearat, dan asam linolenat.

    Sebelum digunakan untuk berbagai macam keperluan, minyak jarak perlu

    diolah terlebih dahulu. Pengolahan ini meliputi dehidarasi, oksidasi hidrogenasi,

    sulfitasi, penyabuanan dan sebagainya. Pengolahan itu menyebabkan perubahan sifat

    fisika kimia minyak jarak (Ketaren, 2008). Sifat fisika dan kimia minyak jarak dapat

    dilihat pada Tabel 2.1.

    Minyak jarak dan turunannya digunakan dalam industri cat, varnish, lacquer,

    pelumas, tinta, linoleum, oil cloth, dan sebagai bahan baku dalam industri-industri

    Universitas Sumatera Utara

  • plastik dan nilon. Dalam jumlah kecil minyak jarak dan turunannya juga digunakan

    sebagai kosmetik, semir dan lilin.

    Beberapa sifat fisika dan kimia minyak jarak adalah sebagai berikut :

    Tabel 2.1. Sifat Fisik dan Kimia Minyak Jarak ( Bailey, 1950 )

    Karakteristik Nilai

    Viskositas u-v (6,3-8,8 st)

    Bobot jenis 20/20oC 0,957-0,963

    Bilangan asam 0,4-4,0

    Bilangan tak tersabun 0,7

    Bilangan penyabunan 176-181

    Bilangan Iod (Wijs) 82-88

    Warna (appearance) Bening

    Warna Gardner (max) Tidak lebih gelap dari 3'

    Indebias n2D5 1,477-1,478

    Kelarutan dalam alcohol Jernih (tidak keruh)

    Bilangan asetil 145-154

    Titik nyala (take close cup) 230oC

    Titik nyala (cleveland oven cup 285oC

    Antoignition temperature 449oC

    Titik api 322oC

    Koefisien muai per oC 0,00066

    Pour point -33 oC

    Tegangan permukaanpda 20 oC 39,9 dyne/cm

    Minyak jarak berwarna kuning pucat, tetapi setelah dilakukan proses refining

    dan bleaching warna tersebut hilang sehingga menjadi hampir tidak berwarna.

    Minyak jarak ini dapat disimpan dan tidak mudah menjadi tengik. Kelarutanya dalam

    alkohol relatif tinggi, begitu juga di dalam eter, kloroform, dan asam asetat glasial.

    Minyak jarak tidak larut dalam minyak mineral kecuali kalau dicampur dengan

    minyak tumbuhan lain. Minyak jarak hampir keseluruhan berada dalam bentuk

    Universitas Sumatera Utara

  • trigliserida, terutama resinolein dengan asam risinoleat sebagai komponen asam

    lemaknya. Kandungan tokoferol yang relatif kecil (0,05%) serta kandungan asam

    lemak esensial yang sangat rendah menyebabkan minyak jarak ini berbeda dengan

    minyak nabati lainya (Weiss, 1983).

    Minyak jarak mengandung asam lemak dengan komposisi dapat dilihat pada Tabel

    2.2 dibawah ini:

    Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Jarak (Bailey, 1950)

    Asam risinoleat merupakan komposisi utama dari trigliserida minyak jarak

    yaitu asam lemak yang memiliki struktur yang unik dibandingkan dengan asam lemak

    lemak lainnya yaitu turunan asam oleat (C18:1) yang pada posisi -7 memiliki gugus

    hidroksil serta mengandung ikatan pada posisi -9 (Miller, 1984).

    Asam risinoleat (Asam 12-hidroksi-9-oktadekanoat) memiliki 18 atom karbon

    dengan 1 gugus hidroksi pada atom karbon ke 12 dan ikatan rangkap Cis antara atom

    karbon 9 dan 10. Berat molekul asam risinoleat 298,46. Adanya asam lemak risinoleat

    pada castor oil memiliki sifat yang khusus. Castor oil memiliki bilangan hidroksi dan

    asetil yang tinggi dan bilangan iodin yang sebanding dengan minyak lain serta

    viskositas dan berat jenis yang tinggi (Naughton, 1973 ).

    H3C (CH2)5HC

    OH

    H2C C

    HCH

    (CH2)7 C

    O

    OH

    Gambar 2.1. Struktur kimia asam risinoleat

    Asam Lemak Jumlah (%)

    Asam Risinoleat 86

    Asam Oleat 8,5

    Asam Linoleat 3,5

    Asam Stearat 0,5 2,0

    Asam Dihidroksi Stearat 1 2

    Universitas Sumatera Utara

  • Adanya gugus hidroksil ini menyebabkan asam risinoleat bersifat lebih polar

    dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Minyak yang mengandung asam lemak

    hidroksil merupakan bahan yang sangat penting. Pada penggunaannya gugus hidroksil

    tidak jenuh ini sering diubah menjadi gugus fungsi reaktif lainnya.

    Minyak jarak bersifat sedikit toksik yang ditunjukkan oleh aktivitas pencahar

    yang ditimbulkannya bila dikonsumsi. Selain itu mengandung asam lemak

    esensialnya sangat rendah. Hal ini menyebabkan minyak jarak tidak dapat digunakan

    sebagai minyak makan dan bahan pangan ( Ketaren, 2008 ).

    2.2.Aldehida

    Aldehida mempunyai paling sedikit satu atom hidrogen pada gugus karbonilnya.

    Sedangkan gugus lainnya boleh berupa atom hidrogen, gugus alkil ataupun gugus aril.

    R C

    O

    H Aldehida

    Senyawa aldehida secara umum diberi nama dengan mengganti akhiran -na

    pada alkana dengan al. Rantai utamanya harus mengandung gugus CHO dan atom

    karbon pada CHO diberi prioritas dengan nomor terendah (Riswiyanto, 2010).

    Aldehida yang paling sederhana adalah formaldehida yang dikenal dengan

    nama formalin. Formaldehida biasanya diperdagangkan dalam bentuk larutan 37 %

    yang digunakan sebagai disinfektan dan bahan pengawet serta sebagai bahan utama

    pembuatan plastik (Siregar, 1988).

    Karena oksigen lebih bersifat elektronegatif daripada karbon pada struktur

    aldehida, elektron dari ikatan karbonil ditarik ke arah atom oksigen, dan gugus

    karbonil bersifat polar. Kepolaran dari gugus karbonil ditunjukkan melalui arah tanda

    Universitas Sumatera Utara

  • panah yang menuju muatan negatif dari dipol. Aldehida tidak bisa mengalami reaksi

    substitusi karena tidak memiliki gugus pergi.

    Aldehida bereaksi dengan beberapa zat pengoksidasi yaitu pereaksi Tollens

    (Ag+ dalam larutan NH3), pereaksi Benedict (Cu2+ dalam larutan natrium sitrat) dan

    pereaksi Fehling (Cu2+ dalam larutan natrium tartat). Pereaksi ini mengoksidasi

    aldehida menjadi asam karboksilat dan ditandai dengan perubahan warna. Aldehida

    akan mereduksi pereaksi Fehling dan Benedict sedangkan ia sendiri akan teroksidasi

    dan ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata Cu2O (Gambar 2.2) (Sarker

    and Lutfun, 2007).

    CuSO4(aq) + NaOH(aq) Cu(OH)2(s) + Na2SO4(aq)

    C OK

    O

    H

    H

    C

    OH

    OH

    O

    ONa

    + Cu(OH)2(s)

    C OK

    O

    H

    H

    C

    O

    O

    O

    ONa

    Cu + 2H2O(l)

    Na-K-tartat Cu-Na-K-tartat

    C OK

    O

    H

    HC

    O

    O

    O

    ONa

    Cu

    Cu-Na-K-tartat

    R C

    O

    H+ + H2O(l) R C

    O

    OH+

    C OK

    O

    HH

    C

    OHOH

    O

    ONa

    Na-K-tartat

    + Cu2O(s)

    merah bata

    2 22

    Gambar 2.2. Reaksi Pembentukkan Endapan Merah Bata pada Uji Fehling

    terhadap Aldehida

    Pereaksi Tollens adalah amonia perak yang kompleks. Ketika pereaksi Tollens

    ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi aldehida, maka aldehida tersebut

    akan teroksidasi dan logam perak akan membentuk seperti cermin perak pada dinding

    tabung reaksi (Gambar 2.3). Pereaksi Tollens tidak mengoksidasi keton karena tidak

    Universitas Sumatera Utara

  • memiliki atom H pada karbonilnya. Oleh karena itu pereaksi-pereaksi ini adalah uji

    kualitatif yang sederhana yang istimewa untuk membedakan aldehida dari keton

    (Ouellette, 1994 ).

    AgNO3(aq) + AgOH(s) + NaNO3(aq)

    2 AgOH(s) Ag2O(s) + H2O(l)

    Ag2O(s) + 4NH3(aq)

    NaOH(aq)

    2Ag(NH3)2OH(aq)

    cokelat

    bening

    putih

    + H2O(l)

    R C

    O

    H 2Ag(NH3)2OH(aq)+ R C

    O

    OH + 2Ag(s) + 4NH3 + H2O

    cermin perak Gambar 2.3. Reaksi Pembentukkan Cermin Perak pada Uji Tollens terhadap

    Aldehida

    Beberapa reaksi aldehida :

    1. Reaksi dengan air

    Air dapat mengadisi suatu karbonil, untuk membentuk suatu 1, 1- iol, yang disebut

    gem-diol atau hidrat. Reaksi itu reversibel dan biasanya kesetimbangan terletak pada

    sisi karbonil.

    R C

    O

    H + H2OH+

    R C

    OH

    OH

    H

    suatu hidrat(dua OH pada C)

    senyawa aldehida

    2. Reaksi dengan alkohol

    Produk adisi suatu molekul alkohol pada suatu aldehida disebut suatu hemiasetal.

    Universitas Sumatera Utara

  • R C

    O

    H

    R'-OHH+

    R C

    OR'

    OH

    H

    senyawa aldehida suatu hemiasetal

    (OH dan OR pada C)

    R'-OH

    H+R C

    OR'

    OR'

    H + H2O

    suatu asetal

    ( dua OR pada C)

    3. Reaksi dengan hidrogen sianida

    Hidrogen sianida dapat mengadisi ke gugus karbonil suatu aldehida menghasilkan

    sianohidrin.

    R C

    O

    H + R C

    H

    CN

    H

    sianohidrinaldehida

    HCNCN-

    4. Reaksi dengan amonia dan amina primer

    Amina adalah suatu nukleofilik yang dapat menyerang gugus karbonil dari suatu

    aldehida dalam reaksi (Fessenden, 1999).

    R C

    O

    H +

    aldehida

    H NH2H+

    R C

    OH

    NH2

    H

    imina

    H2ORCH NH

    (suatu basa Schiff)

    Universitas Sumatera Utara

  • Dalam analisa spektroskopi infra merah kebanyakan aldehida menampakkan

    serapan C-H aldehida pada daerah bilangan gelombang 2830-2695 cm-1

    (3,53-3,71 m). Dua buah pita yang sedang kuatnya seringkali teramati di daerah itu.

    Adanya kedua buah pita itu merupakan hasil talunan Fermi antara getaran ulur dasar

    C-H aldehida dan nada lipat pertama getaran tekuk C-H-nya tergeser cukup jauh dari

    1390 cm-1 (7,20 m). Bagi aldehida-aldehida yang pita tekukkan C-H-nya tergeser

    cukup jauh dari 1390 cm-1 (7,20 m), hanya akan teramati pita uluran C-H sebuah

    saja. Serapan yang menengah kuatnya di dekat 2720 cm-1 (3,68 m) yang disertai

    sebuah pita serapan karbonil merupakan bukti kuat perihal adanya gugus aldehida

    ( Silverstain et al, 1981).

    Salah satu jalan untuk membuat aldehida adalah dengan jalan ozonolisis

    alkena. Atom karbon yang terlibat dengan ikatan rangkap yang mempunyai atom

    hidrogen akan membentuk aldehida (Siregar, 1988).

    2.3. Ozonolisis

    Di dalam lapisan atmosfir yang rendah (troposfer), ozon dibentuk dengan adanya

    intraksi antara asap fotokimia (disusun dengan hidrokarbon, nitrogen, sulfur, dan

    karbondioksida) dan radiasi sinar UV (Kley et al, 1999).

    Suatu molekul ozon terdiri dari tiga atom oksigen yang terikat dalam suatu

    rantai. Kedua ikatan O-O sama panjang (1,29) dengan sudut ikatan 116. Struktur

    paling tepat digambarkan sebagai suatu hibrida resonansi (Fieser and Mary, 1961)

    OO

    O

    OO

    O

    O

    O

    O

    +

    Gambar 2.4. Struktur Resonansi Ozon

    Universitas Sumatera Utara

  • Ozon sangat luas penggunaannya untuk memutus ikatan rangkap karbon-

    karbon untuk menghasilkan senyawa karbonil atau alkohol dengan kondisi tertentu.

    Reaksi ini biasanya dengan melewatkan aliran ozon dalam udara atau oksigen dalam

    larutan substrat dengan pelarut yang bersifat inert pada temperatur yang rendah.

    Pelarut yang dapat digunakan adalah pentana, heksana, etil eter, karbon tetraklorida,

    kloroform, diklorometana, etil asetat, DMF (Dimetilfomamida), metanol, etanol, H2O,

    atau asam asetat. Pelarut yang paling sering digunakan adalah dikloromeana dan

    metanol atau campuran keduanya (Burke and Danheiser, 1999).

    Ozonolisis (pemaksapisahan oleh ozon) telah digunakan untuk menetapkan

    struktur senyawa tak jenuh karena reaksi ini menyebabkan degredasi molekul besar

    menjadi molekul yang lebih kecil, yang dapat diidentifikasi.

    Alkena memberi reaksi yang sangat cepat dengan ozon (O3). Ozonolisis terdiri

    dari dua reaksi yang terpisah: (1) oksidasi alkena oleh ozon menjadi suatu ozonida,

    dan (2) oksidasi atau reduksi ozonida itu menjadi produk-produk final.Oksidasi awal

    biasanya dilakukan dengan mengalirkan ozon kedalam larutan alkena dalam suatu

    pelarut lamban (inert) seperti karbon tetraklorida. Ozon menyerang ikatan pi untuk

    menghasilkan suatu zat antara tak stabil yang disebut 1,2,3-triosolana. Zat antara ini

    kemudian mengalami sederetan transformasi (Fessenden, 1999). Produknya adalah

    suatu ozonida (1,2,4-trioksolana) (Gambar 2.5) yang jarang diisolasi karena mudah

    meledak sehingga diteruskan ke tahap kedua ( Siregar, 1988).

    Reaksi kedua dalam ozonolisis adalah oksidasi atau reduksi dari ozonida itu

    (Gambar 2.6). Jika ozonida itu diselesaikan secara reduktif, maka karbon

    monosubstitusi dari alkena asli akan menghasilkan suatu aldehida. Jika diikuti

    penyelesaian oksidatif, maka karbon monosubstitusi akan menghasilkan asam

    karboksilat. Dalam kedua kasus itu, karbon disubstitusi alkena akan menghasilkan

    keton (Fessenden, 1999).

    Reduksi dari ozonida dilakukan dengan hidrogenasi dengan menggunakan

    katalis palladium atau nikel, atau dengan menambahkan seng dengan asam asetat,

    trimetil posfit atau dengan dimetil sulfida ( Hudlicky, 1990).

    Universitas Sumatera Utara

  • C C

    H3C

    H

    CH3

    CH3

    O3 C C

    H

    CH3H3C

    O OO

    CH3

    2-metil-2-butena suatu 1,2,3-trioksolanaozon

    banyak tahap C C

    H

    CH3H3CO O

    CH3O

    suatu ozonida

    (suatu 1,2,4-trioksolana) Gambar 2.5. Reaksi Oksidasi Alkena oleh Ozon

    Zn

    H+, H2OH3C C

    O

    H

    asetaldehida

    C C

    H

    CH3H3C O O

    CH3O

    suatu ozonida Gambar 2.6. Reaksi Reduksi Ozonida menjadi Aldehida

    Reaksi ozonolis minyak kedelai menghasilkan aldehida minyak kedelai yang

    dilakukan Gravier et al (2012) dapat dilihat pada Gambar 2.7.

    Meskipun kurang umum digunakan, ozonolisis juga dapat memecah ikatan

    alkuna. Asam karboksilat dihasilkan dari alkuna internal. Alkuna membentuk satu

    molar ekivalen CO2 (Gambar 2.8) (Ouellette, 1994).

    Universitas Sumatera Utara

  • OO

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    O

    O

    O

    OO O

    +

    + +

    Minyak kedelai

    Pelargonaldehida

    Malonaldehida Kaproaldehida

    Aldehida turunan minyak kedelai

    Zn, CH3COOH

    O3

    Gambar 2.7. Reaksi Ozonolisis Minyak Kedelai

    R C C R'1. O3

    2. Zn / H3O+RCO2H + R'CO2H

    R C C H1. O3

    2. Zn / H3O+RCO2H + CO2

    Gambar 2.8. Reaksi Ozonolisis Alkena

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4.Etilendiamina

    Etilendiamina (1,2- diamino etana) dibuat dari etilen diklorida dan amonia, sifatnya

    adalah tidak berwarna, jernih, mempunyai bau amonia, densitasnya 0,898 g/cm-3, titik

    didihnya 116-117C, titik lebur 8,5, sedikit larut dalam eter, tidak larut dalam

    benzena, bersifat sangat basa sehingga mudah mengadsorbsi CO2 dari udara

    membentuk karbonat yang tak mudah menguap. Etilendiamina digunakan sebagai

    pelarut untuk kasein, albumin dan sulfur, juga digunakan sebagai emulsifier, penstabil

    lateks serta sebagai penghambat atau inhibitor dalam larutan anti beku

    (Anonimous, 1976).

    H2N C C NH2

    H

    H

    H

    H

    Gambar 2.9. Struktur Kimia Etilendiamina

    Etilendiamina merupakan poliamina primer yang larut dalam air dan sangat

    higroskopis. Etilendiamina harus dilindungi dari kelembaban atmosfer dan CO2

    selama pemurnian dan pemakaianya karena akan menyebabkan banyak kesalahan

    dalam hasil yang diperoleh.

    Etilendiamina anhidrat dapat dimurnikan untuk menghilangkan air dan CO2

    dengan pengadukan amin tersebut dengan NaOH ataupun KOH pelet selama beberapa

    jam, kemudian airnya didestilasi. Jumlah air dapat dikurangi dengan menambahkan

    suatu bahan pengering berupa molekular sieves maupun alumina.

    Air yang diperoleh dapat dipindahkan dengan destilasi azeotrop. Etilendiamina

    dan air membentuk azeotrop yang negatif yang mempunyai titik didih 2C diatas

    amina. Etilendiamina sebagai salah satu golongan kimia, merupakan antihistamin

    tertua yang bermanfaat dengan efek samping depresan sistem saraf pusat dan

    gastrointestinal yang kejadiannya relatif tinggi (Roberts, 1982).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.5. Basa Schiff

    Imina atau basa Schiff adalah senyawa yang dapat diperoleh dengan mereaksikan

    amina dengan keton atau aldehida. Senyawa ini menunjukkan gugus fungsi dari C=N

    (Streitwieser et al, 1992). Basa Schiff telah dikenal sejak tahun 1964 oleh Hugo

    Schiff yang mengenalkan reaksi kondensasi antara amina primer dengan senyawa

    karbonil (Cimerman, 2000).

    RCHO + R'NH2 RCH NR' + H2O

    Basa SchiffAldehida Amina primer Gambar 2.10. Reaksi Pembentukkan Basa Schiff

    Ammonia adalah nukleofil yang dapat menyerang gugus karbonil dari suatu

    aldehida atau keton dalam suatu reaksi adisi-eliminasi. Reaksi ini reversible dan

    biasanya dikatalis oleh runutan asam. Produknya adalah imina tak tersubstitusi yang

    relatif tidak stabil dan berpolimerisasi bila didiamkan (Fessenden, 1999). Dalam

    larutan asam, imina dapat terhidrolisis menjadi aldehida kembali (Sarker and Lutfun,

    2005).

    Turunan amonia sederhana seperti amonia (NH3) dan amina primer (R-NH2)

    bila ditambahkan aldehida akan menghasilkan basa Schiff atau imina (Wingrove et al,

    1981).

    Sebagai contoh:

    H3C C

    O

    H + H3C NH2 H3C C

    N CH3

    H

    etanal aminometana asetaldehin

    H+eter

    (asetaldehida) (metilamina)

    CaCl2

    Benzaldeanilina adalah salah satu contoh basa Schiff yang diperoleh dengan

    reaksi kondensasi anilin dengan bezaldehida (Gambar 2.11) (Bahl, 2004).

    Universitas Sumatera Utara

  • NH2 + CO

    anilina benzildehida

    H

    N C

    H+ H2O

    N-benzylidenebenzenamine Gambar 2.11. Reaksi Anilina dengan Benzaldehida

    Beberapa peneliti yang telah mensintesis basa Schiff adalah sebagai berikut :

    1) Ummathur et al (2009) mereaksikan senyawa diamina alifatik (1,2-diaminoetana,

    1,3-diaminopropana and 1,6-diaminoheksana) dengan 3-[2-(1,3-benzothiazol-2-

    yl) hydrazinylidene] pentane-2,4-dione dalam kondisi yang spesifik (Gambar

    2.12).

    N

    R1

    H H

    HR2 R2 H

    O N

    R1

    MeOH KOH,

    CH3COOH

    +

    Gambar 2.12. Reaksi cefixime dengan aldehida

    2) Essa et al (2012) telah mensintesis beberapa basa Schiff melalui kondensasi

    antara 4-(4-aminobenzyl) benzanamine dengan 2-hydroxybenzaldehide, 4-(4-

    aminophenylthio) benzanamine dengan 2-hydroxybenzaldehide serta kondensasi

    antara terephtalohydrazide dengan 2-hydoxy-3-methoxybenzaldehyde (Gambar

    2.13).

    3) Aslam et al (2012) mereaksikan cefixime dengan aldehydes menghasilkan basa

    Schiff dengan gambaran reaksi sebagai berikut (Gambar 2.14).

    Universitas Sumatera Utara

  • H2C

    H2N NH2

    H2C

    N NCHO

    OH+

    CH

    OH HO

    HC

    4-(4-aminobenzyl)benzenamine 2-hydroxybenzaldehyde

    2 + 2H2O

    basa Schiff I

    H2N NH2

    S+ 2

    CHO

    OH

    N N

    S

    CH

    OH HO

    HC

    4-(4-aminophenylthio)benzenamine 2-hydroxybenzaldehyde

    + 2H2O

    basa Schiff II

    C C

    OO

    HN NH

    NH2 NH2

    + 2

    H3CO

    HO

    CH

    2-hydroxy-3-methoxybenzaldehydeterephthalohydrazide

    C C

    OO

    HN NH

    N N

    OH

    OCH3

    HC

    H3COHO

    OHC

    + 2H2O

    basa Schiff III Gambar 2.13. Beberapa Reaksi Kondensasi Pembentukan Basa Schiff

    N

    SN

    H

    H3CO

    CH3+ H2N (CH2)n NH2

    -2 H2O

    N

    SN

    N

    H

    H3CO

    CH3N

    N

    SN

    NCH3

    2

    (CH2)n

    H3CO

    NH

    N

    O

    3-[2-(1,3-benzothiazol-2-yl) hydrazinylidene] pentane-2,4-dione

    Gambar 2.14. Reaksi diamina alifatik dengan 3-[2-(1,3-benzothiazol-2-yl)

    hydrazinylidene]pentane-2,4-dione

    Universitas Sumatera Utara

  • 4) Gravier et al (2012) melakukan reaksi kondensasi antara aldehida turunan minyak kedelai dengan benzilamina membentuk basa Schiff, dimana reaksinya dapat

    dilihat pada Gambar 2.15.

    H2NH2C

    N C

    OO

    O

    C

    C

    O

    O

    NH2C

    NH2C

    NH2C

    +

    +

    +

    benzilamina

    H2C

    Basa Schiff

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    O

    O

    O

    OO O

    +

    + +

    Pelargonaldehida

    Malonaldehida Kaproaldehida

    campuran aldehida turunan minyak kedelai

    Gambar.2.15. Reaksi Campuran Aldehida Turunan Minyak Kedelai dengan

    Benzilamina

    Dalam analisa spektroskopi infra merah senyawa basa Schiff (RCH=NR)

    memperlihatkan serapan C=N basa Schiff pada daerah bilangan gelombang 1689-

    1471 cm-1 (5,92-6,80m). Walaupun intensitas dari uluran C=N bervariasi, biasanya

    lebih kuat daripada uluran C=C (Silverstein, 1981).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.6. Korosi

    Korosi atau yang sering disebut karat adalah suatu proses pembusukkan suatu bahan

    atau perubahan sifat suatu bahan akibat pengaruh atau reaksinya dengan lingkungan

    sekitarnya. Hampir tidak ada benda padat yang tidak dapat berkarat atau kebal

    terhadap serangan karat, masing-masing bahan memiliki kelebihan dan kelemahan

    terhadap jenis-jenis karat tertentu (Widharto, 2004).

    Fontana (1986) mendefenisikan korosi sebagai fenomena kerusakan material

    yang diakibatkan oleh adanya reaksi kimia antara material tersebut dengan lingkungan

    yang tidak mendukung. Reaksi elektrokimia korosi dapat dilihat pada kerusakan zinc

    (seng) akibat asam klorida (HCl). Ketika zinc ditaruh dalam larutan HCl, maka akan

    terjadi reaksi dimana gas hidrogen akan terbentuk dan zinc akan terlarut, membentuk

    zinc klorida.

    Persamaannya adalah :

    Zn(s) ZnCl2(aq) H2(g)++ 2HCl(aq)

    Ion klorida bukan merupakan unsur yang ikut bereaksi maka persamaannya dapat

    dituliskan :

    Zn(s) + 2H+(aq) Zn2+(aq) + H2(g)

    Dengan melihat persamaan reaksi kimia di atas maka dapat disimpulkan bahwa zinc

    dioksidasi menjadi menjadi ion zinc dan ion hidrogen. Oleh sebab itu maka reaksi

    kimia di atas dapat dibagi menjadi 2 kelompok :

    Zn(s) Zn2+

    (aq)+ 2e (Reaksi Anoda)

    2H+(aq)+ 2e H2(g) (Reaksi Katoda)

    Universitas Sumatera Utara

  • Reaksi anoda diindikasikan dengan naiknya bilangan valensi dan terjadinya

    produksi elektron. Reaksi katoda diindikasikan dengan terjadinya konsumsi elektron

    sehingga menyebabkan penurunan jumlah elektron. Hal ini merupakan prinsip utama

    korosi yang dapat dituliskan Ketika dalam suatu logam terjadi korosi maka laju

    oksidasi akan sama dengan laju reduksi (Fontana, 1986).

    2.6.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Korosi

    Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi proses korosi, yaitu :

    1. Suhu

    Kenaikan suhu akan menyebabkan bertambahnya laju korosi. Hal ini terjadi karena

    makin tinggi suhu maka energi kinetik dari partikel-partikel yang bereaksi akan

    meningkat sehingga melampaui besarnya harga energi aktivasi dan akibatnya laju

    korosi juga akan makin cepat, begitu juga sebaliknya (Fogler, 1992).

    2. Kecepatan alir fluida

    Laju korosi cenderung bertambah jika laju atau kecepatan aliran fluida bertambah

    besar. Hal ini karena kontak antara zat pereaksi dan logam akan semakin besar

    sehingga ion-ion logam akan makin banyak yang lepas sehingga logam akan

    mengalami kerapuhan.

    3. pH Larutan

    pH rendah (kondisi asam) merupakan penyebab utama terjadinya korosi. Hal ini

    berhubungan dengan keasaman atau kebasaan suatu larutan.

    4. Gas dan Padatan terlarut

    Adanya gas yang terdapat di dalam media korosif dapat bereaksi dengan permukaan

    logam sehingga meyebabkan terjadinya korosi. Demikian juga pada padatan terlarut

    yang berpotensi untuk menyerang lapisan logam dan membentuk kerak.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5. Waktu kontak

    Besarnya laju korosi tergantung pada lamanya waktu kontak antara logam dengan

    media korosif. Semakin lama waktu kontak antara logam dengan media korosif, maka

    laju korosi pun semakin kecil, begitu juga sebaliknya (Setiadi, 2007).

    2.6.2. Pencegahan Korosi

    Korosi tidak dapat dicegah tetapi lajunya dapat dikurangi (Hermawan, 2007). Cara

    terbaik untuk mencegah terjadinya serangan karat adalah dengan menciptakan suatu

    situasi atau suasana lingkungan yang menetralisir terjadinya proses pengkaratan,

    mempergunakan bahan pelapis permukaan yang anti terhadap suatu jenis karat

    tertentu, atau menggunakan bahan yang tahan terhadap jenis karat tertentu (Widharto,

    2004). Pencegahan korosi dapat dijelaskan sebagai berikut.

    1. Pelapisan / Coating

    Proses pelapisan dilakukan dengan memberikan suatu lapisan yang dapat mengurangi

    kontak antara logam dengan lingkungannya. Lapisan pelindung yang sering dipakai

    adalah bahan metalik, anoganik ataupun organik yang relatif tipis.

    2. Aliasi logam

    Aliasi logam dibuat dengan cara mencampurkan suatu logam dengan logam yang lain.

    Unsur yang biasa ditambahkan dalam pencampuran logam adalah krom (Cr). Aliasi

    logam ini bertujuan agar mutu suatu logam akan meningkat (Djaprie, 1995).

    3. Proteksi katodik

    Proteksi katodik dilakukan dengan membuat suatu sel elektrokimia yang bersifat

    katodik dengan cara menghubungkan logam yang mempunyai potensial tinggi sebagai

    katoda (logam yang ingin diproteksi) ke struktur logam yang berpotensial rendah

    sebagai anoda (terkorosi) (Fahrurrozie, 2009).

    Universitas Sumatera Utara

  • 4. Penambahan inhibitor

    Inhibitor adalah senyawa tertentu yang ditambahkan pada larutan elektrolit untuk

    mengurangi korosi logam. Inhibitor terdiri dari anion atom-ganda yang dapat masuk

    ke permukaan logam, dengan demikian dapat menghasilkan selaput lapisan tunggal

    yang kaya oksigen (Djaprie, 1995).

    2.6.3. Inhibitor Korosi

    Inhibitor korosi adalah zat kimia, baik senyawa anorganik maupun organik, yang

    bereaksi dengan permukaan logam, atau dengan lingkungan tempat permukaan logam

    berinteraksi, dan kemudian memberikan perlindungan yang cukup pada permukaan

    logam terhadap proses korosi (Bentiss et al, 2004; Lopez et al, 2004). Apabila

    inhibitor ditambahkan kedalam lingkungan korosif, maka laju serangan zat agresif

    akan berlangsung sampai tingkat tertentu (Trethewey, 1991). Prinsip intraksi antara

    inhibitor dengan permukaan logam adalah adsorpsi kimia (Ashraf et al, 2011).

    Inhibitor akan membentuk lapisan pelindung yang terbentuk akibat reaksi dari larutan

    dengan permukaan yang mengalami korosi (Jones, 1996).

    Secara kualitatif inhibitor terdiri dari :

    1. Inhibitor Anodik

    Inhibitor anodik adalah inhibitor yang menurunkan laju reaksi di anodik dengan

    cara meningkatkan polarisasi anoda melalui reaksi dengan ion-ion logam untuk

    menghasilkan selaput-selaput pasif tipis berupa lapisan-lapisan garam yang

    kemudian menyelimuti permukaan logam

    2. Inhibitor katodik

    Inhibitor katodik adalah inhibitor yang berpengaruh terhadap reaksi di katoda.

    Pembentukan hidrogen di katoda akan dikendalikan melalui peningkatan

    polarisasi sistem. Garam-garam logam seperti arsen, bismut, dan antimon

    ditambahkan dalam kebutuhan ini, untuk membentuk selaput tipis hidrogen

    yang teradsorpsi pada permukaan katoda.

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Inhibitor Adsorpsi

    Inhibitor adsorbsi adalah molekul-molekul organik rantai panjang dengan rantai

    samping teradsorpsi dan terdesorpsi dari permukaan logam. Molekul-molekul

    berukuran besar ini dapat membatasi difusi O2 kepermukaan logam atau

    memerangkap ion-ion logam dipermukaan, memantapakan lapisan ganda dan

    mereduksi laju pelarutan.

    4. Inhibitor Amina

    Inhibitor amina adalah suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen

    trivalen, yang terikat pada satuatom karbon atau lebih, seperti : RNH2, R2NH,

    dan R3N. Amina dapat dikelompokan dalam tiga jenis yaitu amina primer,

    sekunder, dan tersier. Pengelompokan ini berdasarkan banyaknya substituen

    alkil atau aril yang terikat pada nitrogen. Produksi senyawa amino alipatik di

    dunia adalah 100.000 ton per tahun yang merupakan senyawa organik perantara

    yang terpenting dalam industri kimia. Penggunaan senyawa ini cukup luas,

    seperti : obat-obatan, bahan celup, surfaktan, danplastik. Selain itu senyawa

    amino alipatik ini juga dikenal sebagai zat anti korosi (Ulmann, 1985).

    Adapun mekanisme kerja inhibitor dapat dibedakan sebagai berikut:

    1. Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam, dan membentuk suatu lapisan tipis

    dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak dapat dilihat

    oleh mata biasa, namun dapat menghambat penyerangan lingkungan terhadap

    logamnya.

    2. Melalui pengaruh lingkungan (misalnya pH) menyebabkan inhibitor dapat

    mengendap dan selanjutnya teradsorpsi pada permukaan logam serta

    melindunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup banyak, sehingga

    lapisan yang terjadi dapat terlihat oleh mata.

    3. Inhibitor terlebih dahulu mengkorosi logamnya, dan menghasilkan suatu zat

    kimia yang kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi tersebut

    membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan logam.

    4. Inhibitor menghilangkan konstituen yang agresif dari lingkungannya

    ( Dalimunthe, 2004).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.6.4. Teknik Penentuan Efisiensi Inhibitor

    Ada beberapa cara untuk menguji atau mengevaluasi efisiensi suatu inhibitor dapat

    dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu teknik kehilangan berat, teknik gasometrik,

    teknik elektrokimia, spektroskopi impedansi elektrokimia, dan pengukuran polarisasi.

    1. Teknik Kehilangan Berat

    Penentuan dengan teknik kehilangan berat, persentasi efisiensi inhibitor dapat

    dihitung dengan variasi konsentrasi inhibitor menggunakan rumus berikut ini:

    EI (%) =W0 - W1

    W0x 100 %

    dimana:

    EI : Efisiensi Inhibitor

    W0 : Berat kehilangan tanpa inhibitor

    W1 : Berat kehilangan dengan inhibitor

    2. Teknik Gasometri

    Penentuan efisiensi inhibitor dengan teknik gasometri didasarkan pada volume gas

    hidrogen yang dibebaskan dengan variasi konsentrasi larutan inhibitor dalam kondisi

    yang sama. Rumus efisiensi inhibitor dengan teknik ini adalah sebagai berikut :

    EI (%) =VB - VI

    VBx 100

    Dimana,

    VB : Volume gas hidrogen yang bertambah tanpa inhibitor

    VI : Volume gas hidrogen yang bertambah dengan inhibitor

    3. Teknik Elektrokimia

    Universitas Sumatera Utara

  • Pengukuran efisiensi inhibitor dengan teknik ini menggunakan suatu anoda dan

    katoda pada permukaan suatu logam, dimana pengaruh inhibitor akan mereduksi

    arus.

    4. Spektroskopi impedansi elektrokimia

    Pada teknik ini dilakukan dengan bantuan komputer dengan mengukur perpindahan

    muatan resistansi pada logam.

    EI (%) =Rt(inh) - Rt(blank)

    Rt(inh)x 100

    Dimana,

    Rt(inh) : Perpindahan muatan resistansi dengan adanya inhibitor

    Rt(blank) : Perpindahan muatan resistansi tanpa adanya inhibitor (Chitra et al,

    2010).

    Dalam penelitian ini peneliti memlilih menggunakan teknik kehilangan berat untuk

    menentukan efisiensi inhibitor korosi, dimana lempengan seng ditimbang sebelum

    dan sesudah dilakukan perendaman dalam larutan inhibitor untuk menentukan

    kehilangan beratnya sehingga dapat ditentukan efisiensi inhibitor korosinya.

    Universitas Sumatera Utara