chapter ii

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Stroke 2.1.1. Definisi Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain daripada gangguan vaskular (Junaidi, 2003; Aliah dkk, 2007). 2.1.2. Epidemiologi Kasus stroke di seluruh dunia diperkirakan mencapai 50 juta jiwa, dan 9 juta di antaranya menderita kecacatan berat. Yang lebih memprihatinkan lagi 10 persen di antara mereka yang terserang stroke mengalami kematian (Gemari online, 2009). Di negara industri, penyakit stroke umumnya merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak pada kelompok usia lanjut setelah penyakit jantung dan kanker (Lumbantobing, 2003). Insiden stroke di Amerika Serikat ± 700.000 pertahunnya dan merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung koroner dan kanker. Perbandingan penderita stroke di Amerika Serikat antara pria dan wanita adalah 1,2 : 1 serta perbandingan stroke antara kulit hitam dan kulit putih yakni 1,8 :1 (Caplan, 2000). 12 Universitas Sumatera Utara

Upload: muhammad-rizal-bayu-wicaksono

Post on 09-Nov-2015

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Perdarahan iskemik dan hemoragik

TRANSCRIPT

  • BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.2. Stroke

    2.1.1. Definisi

    Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak,

    baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, dengan

    gejala-gejala yang berlangsung selama lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian

    tanpa adanya penyebab lain selain daripada gangguan vaskular (Junaidi, 2003; Aliah

    dkk, 2007).

    2.1.2. Epidemiologi

    Kasus stroke di seluruh dunia diperkirakan mencapai 50 juta jiwa, dan 9 juta

    di antaranya menderita kecacatan berat. Yang lebih memprihatinkan lagi 10 persen di

    antara mereka yang terserang stroke mengalami kematian (Gemari online, 2009).

    Di negara industri, penyakit stroke umumnya merupakan penyebab kematian

    ketiga terbanyak pada kelompok usia lanjut setelah penyakit jantung dan kanker

    (Lumbantobing, 2003). Insiden stroke di Amerika Serikat 700.000 pertahunnya

    dan merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung koroner dan

    kanker. Perbandingan penderita stroke di Amerika Serikat antara pria dan wanita

    adalah 1,2 : 1 serta perbandingan stroke antara kulit hitam dan kulit putih yakni 1,8 :1

    (Caplan, 2000).

    12 Universitas Sumatera Utara

  • Di Indonesia, stroke juga merupakan salah satu penyebab kematian terbesar.

    Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat tajam akhir-akhir ini, bahkan menurut

    Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) saat ini Indonesia adalah negara dengan

    penderita stroke terbesar di Asia (Ranakusumah dalam Kantor Berita Indonesia (KBI)

    Gemari, 2002).

    Menurut Misbach dalam Gemari online (2009), penyakit stroke menduduki

    urutan ketiga sebagai penyebab kematian di Indonesia. Hal ini tidak jauh berbeda

    dengan laporan kematian stroke yang ada di negara-negara maju. Penyebab terjadinya

    stroke adalah karena pola hidup yang tidak teratur, serangan jantung terutama atrium

    fibrialasi, merokok, serta penyempitan pada pembuluh darah otak.

    Berdasarkan laporan WHO, kasus stroke yang terjadi di Indonesia tahun 2002

    telah menyebabkan kematian lebih dari 123.000 orang. Dan karena belum adanya

    strategi penanganan yang baku, jumlah kematian akibat stroke ini diperkirakan akan

    meningkat setiap tahunnya (Lamsudin dalam Suyono, 2005).

    Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

    tahun 2001, proporsi kematian akibat stroke meningkat dari 5,5% tahun 1986 menjadi

    11,5% di tahun 2001 (Yayasan Jantung Indonesia, 2006).

    Stroke merupakan salah satu penyakit penyebab kematian dan kecacatan yang

    utama di Indonesia. Stroke paling banyak menyebabkan kecacatan pada kelompok

    usia diatas 45 tahun. Banyak penderitanya yang menjadi cacat dan tidak mampu lagi

    mencari nafkah seperti sediakala, menjadi tergantung pada orang lain dan tidak jarang

    menjadi beban bagi keluarganya. Beban ini dapat berupa beban tenaga, beban

    perasaan dan beban ekonomi (Lumbantobing, 2003).

    Universitas Sumatera Utara

  • Berdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit Umum Dokter Zainoel Abidin

    (RSUZA) Banda Aceh mengenai 10 besar penyakit rawat inap tahun 2007 diperoleh

    data bahwa penyakit serebrovaskular (stroke) menempati urutan ke enam (304

    kasus). Sementara sebagai penyebab kematian, penyakit serebrovaskular menempati

    urutan ketujuh dari ratio 10 besar penyakit penyebab kematian tahun 2007 di RSUZA

    (RSUZA, 2007).

    2.1.3. Klasifikasi Stroke

    Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke, semuanya berdasarkan atas

    gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar

    klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara

    pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa

    (Misbach, 1999).

    Menurut Misbach (1999) dan Junaidi (2003), klasifikasi stroke antara lain;

    1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :

    a. Stroke Iskemik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena suplai darah ke

    otak terhambat atau berhenti. Terdiri dari: Transient Ischemic Attack (TIA),

    trombosis serebri, emboli serebri.

    b. Stroke Hemoragik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena pecahnya

    pembuluh darah di otak terdiri dari perdarahan intraserebral, perdarahan

    subarakhnoid.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu :

    a. Serangan iskemik sepintas/TIA

    Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran

    darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam

    b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

    Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari

    24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.

    c. Progressive stroke atau stroke in evolution

    Gejala neurologik yang makin lama makin berat.

    d. Complete stroke

    Gejala klinis sudah menetap

    3. Berdasarkan sistem pembuluh darah :

    a. Sistem karotis

    b. Sistem vertebrobasiler

    Untuk penggunaan klinis yang lebih praktis lagi adalah klasifikasi dari New

    York Neurologicai Institute, dimana stroke menurut mekanisme terjadinya dibagi

    dalam dua bagian besar, yaitu (Caplan, 2000; Rowland, 2000):

    1. Stroke Iskemik (85%) yang berdasarkan penyebabnya terdiri dari :

    a. Trombosis (75 80%)

    b. Emboli (15 -20%)

    c. Lain-lain (5%) : vaskulitis, koagulopati, hipoperfusi.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Stroke Hemoragik (10 15%) yang terdiri dari :

    a. Perdarahan Intraserebral (PIS)

    b. Perdarahan subaraknoidal (PSA)

    2.1.4. Patofisiologi Stroke

    Patofisiologi stroke dapat dibedakan atas (Aliah dkk, 2007):

    1. Patofisiologi stroke iskemik

    Stroke iskemik terjadi oleh karena adanya perubahan aliran darah di otak, dimana

    terjadi penurunan aliran darah secara sigifikan. Ada beberapa faktor yang

    memengaruhi aliran darah di otak, antara lain :

    a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat aterosklerosis atau

    tersumbat oleh trombus atau embolus.

    b. Keadaan darah : viskositas darah yang meningkat dan hematokrit yang

    meningkat menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat

    menyebabkan oksigenasi otak menurun.

    c. Tekanan darah sistemik memegang peranan terhadap tekanan perfusi otak.

    d. Kelainan jantung : menyebabkan menurunnya curah jantung serta lepasnya

    embolus yang menimbulkan iskemia otak.

    Sebagai akibat dari menurunnya aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka

    akan terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini

    dimulai ditingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti

    dengan kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel,

    selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron (Misbach, 1999).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Patofisiologi stroke hemoragik

    Gambaran patologik pada otak menunjukkan ekstravasasi darah karena

    robeknya pembuluh darah otak diikuti pembentukan edema dalam jaringan otak

    disekitar hematom. Akibatnya terjadi diskontuinitas jaringan dan kompresi oleh

    hematom dan edema pada struktur sekitar (termasuk pembuluh darah otak) dan

    menyempitkannya, sehingga terjadi pula iskemi pada jaringan yang dilayaninya.

    Gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi

    pembuluh darah otak dan akibat kompresi pada jaringan otak lainnya (Aliah dkk,

    2007).

    2.1.5. Gejala Klinis

    Menurut Yatim (2000) dan Aliah dkk (2007), gejala klinis yang timbul akibat

    gangguan peredaran darah otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh

    darah dan lokalisasinya.

    Gejala klinis dari stroke dibedakan atas (Aliah dkk, 2007):

    1. Stroke iskemik

    Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri adalah timbulnya defisit

    neurologik secara mendadak, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu

    istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya

    terjadi pada usia diatas 50 tahun. Pada punksi lumbal, liquor serebrospinalis

    jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500. Pemeriksaan CT Scan dapat

    dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskemik dan edema.

    Universitas Sumatera Utara

  • Pada stroke iskemik akibat emboli serebri, biasanya didapatkan pada usia

    yang lebih muda, gejala timbul mendadak dan pada waktu aktif. Bila embolus

    cukup besar dapat mengakibatkan penurunan kesadaran. Pada punksi lumbal,

    liquor serebrospinalis normal.

    Perdarahan otak dilayani oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem

    vertebrobasiler. Gangguan pada sistim karotis menyebabkan (Mangunsong dan

    Hadinoto, 1992):

    a. Gangguan penglihatan, seperti : amaurosis fugax, hemianopsi homonim.

    b. Gangguan bicara, seperti : disfasia, afasia

    c. Gangguan motorik, seperti : hemiplegi, hemiparesis kontralateral.

    d. Gangguan sensorik, seperti : hemihipestesia

    Gangguan pada sistem vertebrobasilar menyebabkan :

    a. Gangguan penglihatan, seperti : pandangan kabur, buta.

    b. Gangguan nervus kranialis bila mengenai batang otak.

    c. Gangguan motorik, seperti: hemiparesis kontralateral.

    d. Gangguan koordinasi.

    e. Gangguan sensorik, seperti: hemianestesia kontralateral.

    f. Gangguan kesadaran.

    g. Kombinasi.

    2. Stroke hemoragik

    a. Stroke hemoragik dengan perdarahan intra serebral (PIS)

    Gejala prodromal biasanya tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi.

    Serangan timbul seringkali pada siang hari, sewaktu bekerja atau ketika sedang

    Universitas Sumatera Utara

  • emosi. Gejala yang timbul biasanya berupa nyeri kepala yang hebat sekali

    disertai mual dan muntah, hemiparesis/hemiplegi. Kesadaran biasanya menurun

    dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% terjadi antara

    setengah sampai 2 jam dan 12% terjadi setelah 2 jam).

    b. Stroke hemoragik dengan perdarahan subaraknoidal (PSA)

    Gejala prodromal : nyeri kepala hebat (10%), 90% tanpa keluhan sakit kepala.

    Kesadaran sering terganggu serta dijumpai tanda rangsang meningeal. Gejala

    neurologik fokal bergantung pada lokasi lesi.

    2.1.6. Diagnosis Stroke

    Diagnostik stroke didasarkan atas hasil penemuan klinis, pemeriksaan

    tambahan dan laboratorium (Aliah dkk, 2007). Diagnosa klinis dapat ditetapkan dari

    anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang

    sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai

    dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu (Mangunsong dan Hadinoto

    1992).

    Pada stroke iskemik, dari anamnesa di dapat keluhan dan gejala neurologik

    mendadak, tanpa adanya trauma kepala serta adanya faktor risiko stroke. Pada

    pemeriksaan fisik dijumpai adanya defisit neurologik fokal, ditemukan penyakit

    sebagai faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan lain-lain. Pemeriksaan

    tambahan berupa Computerized Tomography (CT scan), Magnetic Resonance

    Universitas Sumatera Utara

  • Imaging (MRI), angiografi, dan pemeriksaan likuor serebrospinalis dapat membantu

    membedakan infark dan perdarahan otak. Pemeriksaan laboratorium,

    Electrocardiografi dan lain-lain dapat digunakan untuk menemukan faktor risiko

    (Aliah dkk, 2007).

    Pada stroke hemoragik, diagnosa ditegakkan juga didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis serta hasil pemeriksaan tambahan, dimana hasil CT scan adalah paling terpercaya (Aliah dkk, 2007).

    2.1.7. Penatalaksanaan

    Penderita yang baru saja mengalami stroke sebaiknya segera dibawa ke rumah

    sakit agar dapat diberikan penanganan yang optimal. Dari penelitian diperoleh

    kesimpulan bahwa semakin cepat pertolongan diberikan, semakin baik hasil yang

    dicapai (Lumbantobing, 2003). Menurut Misbach (1999), prognosis penderita sangat

    tergantung terutama kepada kecepatan pertolongan saat therapeutic window yang

    relatif sangat pendek (3 jam). Oleh karena itu pertolongan terpadu dan rasional

    secara cepat, tepat dan cermat akan menurunkan mortalitas dan morbiditas sehingga

    akan meningkatkan kualitas hidup penderita.

    Adapun tujuan terapi pada fase akut adalah (Lumbantobing, 2003):

    1. Mencegah agar stroke tidak berlanjut atau berulang

    2. Melakukan upaya agar cacat dapat diatasi

    3. Mencegah terjadinya komplikasi

    4. Mencari dan mengobati penyakit lain yang dapat memengaruhi perjalanan stroke

    Universitas Sumatera Utara

  • 5. Membantu pemulihan penderita, misalnya melalui obat-obatan, terapi fisik dan

    psikis

    6. Mencegah terjadinya kematian

    Penatalaksanaan stroke terdiri dari (Aliah dkk, 2007):

    1. Penatalaksanaan stroke iskemik, dibedakan pada fase akut dan fase pasca akut

    a. Pada fase akut, sasaran pengobatan adalah untuk menyelamatkan neuron yang

    menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang

    menyertai tidak mengganggu fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan

    harus menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup. Memantau jalan nafas,

    fungsi pernafasan dan sirkulasi serta penggunaan obat untuk memulihkan

    aliran darah dan metabolisme otak yang menderita.

    Menurut Lumbantobing (2003), tujuan terapi medik pada stroke

    iskemik adalah agar reaksi lanjutan yang terjadi setelah otak mengalami

    iskemi seperti edema (sembab) disebagian otak, perubahan vaskularisasi dan

    perubahan neurotransmiter jangan sampai merugikan penderita. Diupayakan

    agar aliran darah didaerah yang iskemik dapat dipulihkan, demikian juga

    metabolismenya.

    b. Pada fase pasca akut, sasaran pengobatan dititik beratkan pada tindakan

    rehabilitasi penderita dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi serta

    pencegahan terulangnya stroke dengan jalan mengobati dan menghindari

    faktor risiko stroke.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Penatalaksanaan stroke hemoragik

    Karena biasanya penderita berada dalam keadaan koma, maka pengobatan dibagi

    dalam pengobatan umum dan pengobatan spesifik (Aliah dkk, 2007).

    a. Pengobatan umum: Dengan memperhatikan jalan nafas dan pernafasan,

    menjaga tekanan darah, mencegah terjadinya edema otak, memperhatikan

    balans cairan serta memperhatikan fungsi ginjal dan pencernaan.

    b. Pengobatan spesifik: Dengan pengobatan kausal yaitu pengobatan terhadap

    perdarahan di otak dengan tujuan hemostasis, misalnya dengan menggunakan

    asam traneksamat. Untuk stroke hemoragik dengan perdarahan subaraknoidal,

    setelah lewat masa akut, dianjurkan angiografi untuk mencari lesi sumber

    perdarahan. Bila ditemukan maka bisa dilakukan operasi bedah saraf.

    2.1.8. Faktor Risiko

    Faktor risiko stroke adalah faktor yang dapat menyebabkan orang lebih rentan atau mudah mengalami stroke, baik iskemik maupun hemoragik. Pengenalan faktor-faktor risiko ini penting, karena banyak pasien mempunyai faktor risiko lebih dari satu faktor atau bahkan kadang-kadang faktor risiko ini diabaikan (Aliah dkk, 2007).

    Pembagian faktor risiko stroke terdiri dari (Caplan, 2000; Gilroy, 2000;

    Rowland, 2000; Junaidi, 2003; Aliah dan Widjaja, 2006):

    1. Faktor risiko stroke yang tidak dapat di hindarkan atau tidak dapat diubah (non

    modifiable), yaitu :

    Universitas Sumatera Utara

  • a. Umur

    Umur merupakan salah satu faktor risiko stroke terpenting. Pada studi

    Framingham menunjukkan bahwa insiden rates stroke pada 10.000 penduduk

    kelompok usia 45-55 tahun 22%, 55-64 tahun 32% dan 65-74 tahun sebanyak

    83% (Caplan, 2000). Terdapat pertambahan eksponensial pada insidensi

    stroke dengan pertambahan usia, dimana stroke iskemik terbanyak timbul

    pada usia diatas 65 tahun (Caplan, 2000; Rowland, 2000). Saat ini stroke juga

    mulai mengancam usia-usia produktif dikarenakan perobahan pola hidup tidak

    sehat seperti banyak mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat kolesterol,

    merokok, minuman keras, kurangnya berolahraga dan stres (Medicastore,

    2007).

    b. Jenis kelamin

    Beberapa penulis menyatakan bahwa insidensi stroke pada lelaki lebih tinggi

    dari pada wanita. Namun usia harapan hidup rata-rata pada perempuan

    umumnya lebih panjang, sehingga didapati insidensi penderita stroke pada

    usia lanjut lebih banyak pada wanita (Caplan, 2000; Aliah dan Widjaja, 2006).

    c. Keturunan

    Riwayat stroke pada salah seorang anggota keluarga lapis pertama merupakan

    faktor risiko stroke yang menentukan (Aliah dan Widjaja, 2006).

    d. Ras

    Di Amerika Serikat, berbagai laporan epidemiologi menunjukkan

    adanya perbedaan yang berarti dalam hal angka stroke atas dasar ras, dimana

    Universitas Sumatera Utara

  • orang-orang Afrika Amerika lebih banyak menderita stroke dibandingkan

    penduduk kulit putih (Caplan, 2000; Rowland, 2000).

    2. Faktor risiko stroke yang dapat dihindarkan atau diubah (Modifiable)

    a. Hipertensi

    Peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko

    stroke yang utama, baik stroke iskemik maupun stroke hemoragik, dimana

    kurang lebih 70% penderita stroke adalah pengidap hipertensi. Konsensus

    Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia menegaskan bahwa pengendalian

    hipertensi merupakan salah satu upaya pencegahan stroke baik primer maupun

    sekunder (Aliah dan Widjaja, 2006).

    b. Penyakit Jantung

    Faktor risiko major dari penyakit jantung antara lain : Fibrilasi Atrial (AF),

    infark jantung atrial, stenosis mitral, trombus pada ventrikel kiri, katup

    jantung prostetik, kardiomiopati, endokarditis infektif. Fibrilasi atrial

    menahun didapati pada 7-30% penderita stroke berusia lebih 60 tahun (Aliah

    dan Widjaja, 2006).

    c. Diabetes Melitus (DM)

    DM dapat menyebabkan stroke iskemik karena terbentuknya plak

    aterosklerotik pada dinding pembuluh darah yang disebabkan gangguan

    metabolisme glukosa sistemik (Junaidi, 2003). Penyakit DM memberi risiko

    Universitas Sumatera Utara

  • relatif bagi terjadinya stroke sebesar 1,5 - 3 kali, tergantung pada tipe dan

    beratnya diabetes (Aliah dan Widjaja, 2006).

    d. Dislipidemia

    Kelainan lipid serum berupa peninggian kolesterol total, Low Density

    Lipoprotein (LDL), Trigliserida, dan penurunan High Density Lipoprotein

    (HDL) dianggap sebagai faktor yang amat penting dalam patofisiologi

    aterosklerosis dan stroke (Junaidi, 2003; Aliah dan Widjaja, 2006). Kadar

    kolesterol total > 220 mg/dl meningkatkan risiko stroke antara 1,31 2,9 kali

    (Junaidi, 2003).

    e. Merokok

    Kebiasaan merokok menyebabkan kemungkinan untuk menderita stroke lebih

    besar, risiko meningkat sesuai dengan beratnya kebiasaan merokok (Junaidi,

    2003).

    e. Minum alkohol (Recent heavy alcohol consumption)

    Konsumsi alkohol mempunyai efek ganda atas risiko stroke, yang

    menguntungkan dan yang merugikan. Apabila minum sedikit alkohol (kurang dari

    40 ml perhari) secara merata setiap hari akan mengurangi kejadian stroke iskemik

    dengan jalan meningkatkan kadar HDL dalam darah. Tetapi bila minum banyak

    alkohol yaitu lebih dari 60 ml perhari akan menambah risiko stroke (Junaidi,

    2003). Terdapat bukti-bukti (14 studi dari tahun 1989-1997) bahwa alkohol

    adalah faktor risiko stroke, baik stroke iskemik maupun stroke hemoragik.

    Universitas Sumatera Utara

  • Peminum alkohol berat adalah penyandang faktor risiko yang independen bagi

    semua jenis stroke (Aliah dan Widjaja, 2006).

    Universitas Sumatera Utara

  • g. Aktivitas fisik/olahraga

    Melakukan aktivitas fisik yang mempunyai nilai aerobik (jalan cepat,

    bersepeda, berenang dan lain-lain) secara teratur minimal 3 kali seminggu

    untuk dewasa, tiap kali 20-30 menit akan dapat menurunkan tekanan darah,

    memperbaiki kontrol diabetes, memperbaiki kebiasaan makan dan

    menurunkan berat badan (Kelompok Studi Serebrovaskuler, 2004).

    h. Pola makan

    Pola makan dapat memengaruhi risiko stroke melalui efeknya pada tekanan

    darah, kadar kolesterol serum, gula darah, berat badan dan sebagai prekursor

    aterosklerosis lainnya.

    i. Stenosis Arteri Karotis Asimtomatik

    Penyempitan arteri karotis adalah lazim dan meningkat menurut usia. Risiko

    mendapat stroke pertahun pada stenosis < 75% adalah 1,3%, untuk >75% adalah

    3,3%, sedangkan risiko stroke ipsilateral adalah sebesar 2,5% (Aliah dan Widjaja,

    2006).

    j. Obesitas atau kegemukan

    Obesitas atau kegemukan adalah ketidakseimbangan jumlah makanan yang

    masuk dibanding dengan pengeluaran energi oleh tubuh. Obesitas sering

    dikaitkan dengan banyaknya lemak dalam tubuh (Yayasan Jantung Indonesia,

    2008). Salah satu cara yang paling sering dipakai di klinik dan di lapangan

    dalam menentukan obesitas adalah dengan mengukur Index Massa Tubuh

    Universitas Sumatera Utara

  • (IMT) atau Body Mass Index (BMI) yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi

    dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Dikatakan obesitas apabila IMT

    >30 kg/m2 (Sanif, 2007). IMT dianggap ideal bila hasilnya berkisar antara

    18,5

  • l. Penyakit infeksi

    Infeksi yang melibatkan otak adalah faktor risiko stroke iskemik yang penting

    termasuk TBC, cacingan, malaria, sifilis dan leptospirosis (Junaidi dan

    Widjaja, 2006).

    m. Kontrasepsi oral

    Risiko stroke meningkat jika memakai obat oral kontrasepsi dengan dosis

    obstradial 50 ug. Umumnya risiko stroke terjadi jika pemakaian ini

    dikombinasi dengan adanya usia > 35 tahun, perokok, hipertensi, diabetes dan

    migrain (Bethesda Stroke Center, 2007).

    n. Stres

    Stres dapat mengakibatkan hati memproduksi radikal bebas lebih banyak.

    Selain itu stress dapat menurunkan fungsi imunitas tubuh serta juga

    menyebabkan gangguan fungsi hormonal (Aliah dan Widjaja, 2006).

    Orang-orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko tersebut diatas

    termasuk stroke prone person yaitu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk

    mendapat serangan stroke daripada orang normal pada suatu saat selama perjalanan

    hidupnya bila tidak dikendalikan (Yastroki, 2007).

    2.2. Pola Hidup

    Ditinjau dari faktor risiko stroke diatas, salah satu yang saat ini diduga sangat

    berpengaruh adalah pola hidup. Pola hidup sehat banyak berhubungan dengan

    kesehatan jantung serta jaringan pembuluh darah termasuk stroke (Yastroki, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit kardiovaskuler, stroke,

    diabetes tipe II, penyakit paru obsruktif kronik dan kanker tertentu, dalam kesehatan

    masyarakat sebenarnya dapat digolongkan sebagai satu kelompok Penyakit Tidak

    Menular utama yang mempunyai faktor risiko yang sama yaitu rokok, pola makan

    yang tidak seimbang, kurang bergerak dan adanya kondisi lingkungan yang tidak

    kondusif terhadap kesehatan (Argedireja dalam KBI Gemari 2003).

    Dari hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2004), kerjasama

    Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan, Penelitian dan Pengembangan (Litbang)

    tahun 2004 diperoleh hasil bahwa tiga faktor risiko utama yang saling terkait sebagai

    penyebab PTM seperti penyakit kardiovaskuler (hipertensi, jantung koroner) dan

    stroke adalah kebiasaan merokok disamping kurang aktifitas fisik, makan tidak

    seimbang (diet rendah serat/kurang buah dan sayur, tinggi kalori/ lemak hewani) dan

    kegemukan (Yayasan Jantung Indonesia, 2006).

    Menurut Misbach dalam Suyono (2005), berdasarkan hasil penelitian di

    banyak negara menyatakan bahwa pencegahan serangan stroke dapat dilakukan oleh

    semua orang, terutama mereka yang mempunyai risiko stroke kalau secara dini

    mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi dan dengan penuh disiplin mengikuti pola

    hidup sehat dengan tidak merokok, tidak minum minuman keras, tidak

    mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi, dan mengikuti langkah-

    langkah hidup sehat sejahtera lainnya dengan olahraga secara teratur dan menghindari

    pekerjaan-pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi.

    Universitas Sumatera Utara

  • Menurut Guang (2002), dari sekian banyak dan macam-macam penyakit

    sekarang ini, sumbernya adalah pola hidup yang keliru. Jika kita menjalankan pola

    hidup yang sehat, maka penyakit akan jauh dari kita. Pola hidup sehat meliputi

    makanan yang pantas, olahraga dengan takaran yang pas, tidak merokok dan kurangi

    alkohol serta batin yang tenang.

    Keadaan rawan stroke di Indonesia terus meningkat. Kombinasi perubahan

    fisik, lingkungan, kebiasaan dan gaya hidup menyebabkan risiko masyarakat terkena

    serangan stroke di Indonesia secara kumulatif bisa terasa meningkat menjadi 10

    sampai 15 kali atau yang pasti jauh lebih besar dibandingkan masa-masa sebelumnya

    (Yastroki, 2007).

    Usia merupakan salah satu faktor risiko stroke, namun saat ini stroke mulai

    mengancam usia-usia produktif dikarenakan perubahan pola hidup tidak sehat seperti

    banyak mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat kolesterol, merokok, minuman

    keras, kurangnya berolahraga dan stress (Ranakusumah dalam Kantor Berita

    Indonesia Gemari, 2002).

    Pada Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia 1999,

    dikemukakan upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan primer penyakit stroke,

    yaitu : memasyarakatkan pola hidup sehat bebas stroke dengan menghindari

    merokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-

    obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya, mengurangi kolesterol, lemak

    dalam makanan, mengendalikan hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, serta

    menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan berolahraga secara teratur

    (Lumbantobing, 2003).

    Universitas Sumatera Utara

  • Menurut Samino dalam KBI Gemari (2002), penyebab tingginya angka

    kejadian stroke di Indonesia akhir-akhir ini lebih disebabkan karena pola hidup

    masyarakat yang tidak sehat, seperti malas bergerak, makanan berlemak dan

    kolesterol tinggi, sehingga banyak diantara mereka mengidap penyakit yang menjadi

    pemicu timbulnya serangan stroke.

    Salah satu penyakit pemicu timbulnya serangan stroke yang utama adalah

    hipertensi yang merupakan masalah yang umum dijumpai pada pasien stroke, dan

    menetap setelah serangan stroke (Bethesda Stroke Center, 2007). Berdasarkan studi

    yang dilakukan oleh Framingham, seorang penderita hipertensi memiliki risiko

    terkena stroke 7 kali lebih tinggi dibanding orang normal (Klinik sehat, 2008).

    Peningkatan tekanan sistolik maupun diastolik berkaitan dengan risiko yang lebih

    tinggi. Untuk setiap kenaikan tekanan diastolik sebesar 7,5 mmHg maka risiko stroke

    meningkat 2 kali lipat. Apabila hipertensi dapat dikendalikan dengan baik maka

    risiko stroke turun sebanyak 2838% (Bethesda Stroke Center, 2007).

    Penelitian Lamassa dkk pada 4462 pasien stroke memperlihatkan bahwa

    hipertensi dijumpai pada 48,6% kasus. Penelitian di RS Bethesda pada 117 kasus

    stroke diperoleh faktor risiko stroke terdiri dari hipertensi (70,8%), hipertensi dan

    DM (12,4%), hipertensi dan penyakit jantung (8,4%), hipertensi dan dislipidemia

    (9,4%) (Bethesda Stroke Center, 2007).

    Pengendalian hipertensi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu

    pengendalian gaya hidup (lifestyle) dan pemberian obat antihipertensi. Pengendalian

    gaya hidup meliputi (a) mempertahankan berat badan normal untuk dewasa

    dengan perhitungan body mass index 20-25 kg/m2, (b) mengurangi asupan garam,

    Universitas Sumatera Utara

  • kurang dari 6 gram garam dapur atau kurang dari 2,4 gram Na+/hari, (c) tidak minum

    alkohol, atau minum alkohol kurang dari 3 unit/hari bagi lakilaki dan kurang dari 2

    unit bagi perempuan, (d) olahraga aerobik 30 menit/hari, jalan cepat lebih baik

    daripada angkat besi, (e) makan buah dan sayur, pilih yang segar dan (f) mengurangi

    konsumsi lemak baik yang jenuh maupun yang tidak jenuh (Bethesda Stroke Center,

    2007).

    Penyakit pemicu stroke lainnya adalah diabetes melitus (DM). Menurut Langi

    dalam Patologi (2009), individu yang mengalami diabetes mellitus mempunyai risiko

    serangan jantung dan stroke 2 kali lebih sering dibandingkan orang normal. Bahkan

    menurut Ranakusumah yang dikutip Aceh Forum Community (2007), meski penyakit

    hipertensi termasuk penyakit yang memiliki peluang tinggi untuk mendapatkan

    serangan stroke, namun secara umum penderita diabetes justru memiliki risiko tiga

    kali lebih besar mendapatkan serangan stroke daripada penderita hipertensi.

    Penyakit Diabetes merupakan faktor risiko mayor untuk terkena stroke, di

    mana diabetes dapat menyebabkan terjadinya sumbatan pada pembuluh darah di otak

    yang dapat menimbulkan kematian pada sel atau jaringan otak (infark subkortikal).

    Penyakit DM dapat meningkatkan jumlah radikal bebas dalam darah yang kemudian

    berdampak pada terjadinya stress oxidative. Stres tipe ini merupakan faktor risiko

    terjadinya pengerasan dan penebalan pembuluh darah. Pembuluh darah yang

    mengeras dan menebal tersebut akan menghambat laju peredaran darah atau bahkan

    menyumbat aliran darah. Bila sumbatan itu terjadi pada pembuluh darah di otak maka

    Universitas Sumatera Utara

  • berpotensi menyebabkan stroke (Ranakusumah dalam Aceh Forum Community,

    2007). Menurut Junaidi (2003), DM mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada

    pembuluh darah besar maupun pembuluh darah kecil di seluruh tubuh termasuk

    pembuluh darah otak.

    Penyakit jantung erat kaitannya dengan stroke karena memiliki penyebab

    yang sama yaitu hiperkolesterol. Hiperkolesterol menyebabkan terjadinya gangguan

    pembuluh darah yang paling umum yaitu aterosklerosis yang dapat mengenai

    pembuluh arteri besar dan sedang, seperti pembuluh serebral, vetebral, koroner, renal,

    aorta dan pembuluh di tungkai. Pada penderita jantung, risiko stroke akan meningkat.

    Demikian sebaliknya, penderita stroke memiliki risiko penyakit jantung yang

    meningkat pula (Kalim dalam Medicastore, 2007).

    Dari studi Framingham diperoleh bahwa peningkatan insidensi stroke 18 kali

    pada fibrilasi atrial yang berhubungan dengan penyakit jantung katup rematik, dan

    pada fibrilasi atrial bukan katup risiko stroke meningkat hingga hampir 5 kali.

    Dengan demikian, penyakit jantung adalah faktor risiko yang penting bagi stroke

    iskemik; sedangkan perannya sebagai faktor risiko pada stroke hemoragik masih

    perlu pembuktian yang lebih pasti (Aliah dan Widjaja, 2006).

    Seseorang yang mempunyai faktor keturunan penyakit jantung dan stroke

    harus lebih berhati-hati dengan pola hidup yang dijalani. Walaupun pola hidup yang

    sudah tertanam bertahun tahun sangat sulit dan membutuhkan waktu untuk dirubah,

    tetapi manfaat yang akan diperoleh adalah sangat besar. Semakin banyak faktor

    pemicu risiko dalam tubuh makin besar kemungkinan seseorang terkena jantung

    Universitas Sumatera Utara

  • koroner dan stroke. Apabila seseorang memiliki tiga faktor misalnya perokok,

    kolesterol tinggi dan kurang berolahraga kemungkinan terkena serangan jantung 6

    kali dibanding orang yang mempunyai satu faktor bahkan 10 kali dari mereka yang

    tanpa risiko (Papuamania.com, 2003).

    Pola makan tidak seimbang yang tinggi lemak tapi rendah serat dan

    karbohidrat akan menimbulkan akibat yang tidak baik bagi tubuh. Selain menimbun

    lemak, makanan tersebut juga bisa mengganggu metabolisme dan meningkatkan

    kadar kolesterol dalam darah. Jika kadar kolesterol tinggi dalam darah akan

    mempercepat terjadinya penebalan pada dinding pembuluh darah dan akhirnya terjadi

    penyempitan dan suatu waktu terjadi penyumbatan (Papuamania.com, 2003).

    Sebuah penelitian menunjukkan bahwa jika konsumsi seorang anak tidak

    terkontrol sehingga menimbulkan obesitas, maka saat memasuki usia 30 40 tahun

    kemungkinan besar anak tersebut akan menderita penyakit jantung koroner. Fakta

    lain dari hasil penelitian di Jepang menemukan bahwa dari sekitar 200 pria dan

    wanita Jepang yang menjadi objek penelitian, mereka yang terbiasa mengkomsumsi

    sayuran lima sampai enam hari dalam seminggu, 58% lebih rendah risiko terserang

    stroke dibanding mereka yang hanya mengkonsumsi satu sampai dua kali dalam

    seminggu (Papuamania.com, 2003).

    Pada studi Framingham pada pria usia setengah baya, diperoleh hasil

    hubungan terbalik antara asupan buah dan sayuran dengan risiko stroke (Junaidi,

    2003). Penelitian-penelitian epidemiologi juga menunjukkan bahwa negara yang

    masyarakatnya mengkonsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol, lebih jarang

    Universitas Sumatera Utara

  • terserang penyakit jantung koroner dan penyumbatan darah dibandingkan dengan

    negara yang masyarakatnya mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol

    (Yatim, 2000).

    Menurut Kusmana dalam Papuamania.com (2003), aktivitas fisik terutama

    aerobik meningkatkan aliran darah yang bersifat gelombang yang mendorong

    peningkatan produksi Nitrit Oksida (NO) serta merangsang pembentukan dan

    pelepasan endothelial drive relaxing factor (EDRF) yang merelaksasi dan melebarkan

    pembuluh darah. Karena itu bergerak atau melakukan aktivitas fisik secara teratur

    merupakan konsep awal upaya pencegahan penyakit kardiovaskuler dan stroke.

    Aktivitas apapun asal mampu meningkatkan denyut jantung antara 110 130 per

    menit, berkeringat dan disertai peningkatan frekwensi pernapasan namun tidak

    sampai terengah-engah sudah cukup baik untuk mencegah penyakit jantung dan

    stroke. Orang-orang yang banyak beraktivitas berisiko lebih rendah terkena penyakit

    jantung dibanding mereka yang kurang beraktivitas.

    Pada studi prospektif terhadap 7735 pria Inggris yang berumur antara 40-59

    tahun menunjukkan manfaat dari aktivitas fisik derajat sedang dapat menurunkan

    risiko stroke secara bermakna (Junaidi, 2003).

    Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko sebesar 2 - 4 kali terkena

    penyakit jantung koroner dibandingkan dengan bukan perokok. Dari hasil penelitian

    ditemukan 4.000 jenis bahan kimia, 40 diantaranya bersifat karsinogenik. Nikotin dan

    Carbon Monoksida (CO) mempunyai efek meningkatkan kebutuhan oksigen juga

    mengganggu suplai oksigen ke otot jantung. Selain itu nikotin merangsang pelepasan

    Universitas Sumatera Utara

  • adrenalin, meningkatkan frekwensi denyut jantung, tekanan darah serta menyebabkan

    gangguan irama jantung. CO menggantikan tempat oksigen di haemoglobin,

    menganggu pelepasan oksigen dan mempercepat aterosklerosis. Kandungan bahan

    kimia dari asap rokok yang disebarkan ke udara (side stream smoke) mempunyai

    kandungan bahan kimia yang lebih banyak dibandingkan dengan asap yang dihirup

    langsung oleh perokok (mean stream smoke). Bahan kimia dalam side stream smoke

    dapat bertahan beberapa jam lamanya dalam ruang setelah merokok

    (Papuamania.com, 2003).

    Perokok berat yang setiap hari menghabiskan 20 batang rokok atau lebih,

    akan meningkatkan potensi stroke sekitar 4,1 kali dibandingkan dengan mereka yang

    tidak merokok. Sedangkan perokok sedang yang menghabiskan 10 batang rokok

    sehari memiliki potensi stroke sekitar 2,5 kali dari pada yang tidak merokok (Gemari

    online, 2009). Dasar patofisiologinya adalah rokok menaikkan kadar fibrinogen

    darah, hematokrit dan menambah agregasi trombosit dan viskositas darah. Secara

    keseluruhan risiko relatif stroke pada perokok adalah 1,5 hingga 4 kali dibandingkan

    dengan bukan perokok (Aliah dan Widjaja, 2006).

    2.3. Landasan Teori

    Pengenalan faktor-faktor risiko stroke sangat penting, karena banyak pasien

    mempunyai faktor risiko lebih dari satu faktor atau kadang-kadang faktor risiko ini

    diabaikan. Setelah mengetahui apa yang menjadi faktor risiko maka perlu diketahui

    pula bagaimana cara mengatasi atau menghindari faktor risiko tersebut karena

    Universitas Sumatera Utara

  • pengenalan faktor risiko stroke dan penanganannya akan sangat menurunkan

    terjadinya stroke. Stroke terjadi setelah kumulasi faktor-faktor risiko dalam jangka

    waktu lama. Karenanya pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin (Bethesda

    Stroke Center, 2007).

    Berdasarkan Guidelines dari American Heart Association (AHA) tahun 2002

    tentang pencegahan primer penyakit kardiovaskular dan stroke yaitu:

    1. Berhenti merokok

    2. Mengontrol tekanan darah

    3. Pola makan yang sehat

    4. Penggunaan aspirin untuk orang dengan faktor risiko penyakit jantung

    koroner

    5. Mengontrol kadar lemak dalam darah

    6. Melakukan olahraga yang teratur

    7. Menjaga berat badan

    8. Mengendalikan diabetes

    9. Mengendalikan atrial fibrilasi kronik

    Dalam penelitian ini, penulis merumuskan beberapa faktor yang relevan

    dengan konsep penelitian yaitu aspek pola hidup masyarakat yang terdiri dari pola

    makan, olahraga dan merokok.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

    Berdasarkan landasan teori diatas dapat dirumuskan kerangka konsep

    penelitian sebagai berikut:

    Variabel bebas Variabel terikat

    Dislipidemia Hipertensi

    DM Penyakit jantung

    Pola Makan

    Olah Raga

    Merokok

    Stroke

    `

    Keterangan ----- : variabel yang tidak diteliti

    Gambar 2.1 Kerangka Konsep

    Universitas Sumatera Utara