chapter ii
DESCRIPTION
Perdarahan iskemik dan hemoragikTRANSCRIPT
-
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Stroke
2.1.1. Definisi
Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak,
baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain selain daripada gangguan vaskular (Junaidi, 2003; Aliah
dkk, 2007).
2.1.2. Epidemiologi
Kasus stroke di seluruh dunia diperkirakan mencapai 50 juta jiwa, dan 9 juta
di antaranya menderita kecacatan berat. Yang lebih memprihatinkan lagi 10 persen di
antara mereka yang terserang stroke mengalami kematian (Gemari online, 2009).
Di negara industri, penyakit stroke umumnya merupakan penyebab kematian
ketiga terbanyak pada kelompok usia lanjut setelah penyakit jantung dan kanker
(Lumbantobing, 2003). Insiden stroke di Amerika Serikat 700.000 pertahunnya
dan merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung koroner dan
kanker. Perbandingan penderita stroke di Amerika Serikat antara pria dan wanita
adalah 1,2 : 1 serta perbandingan stroke antara kulit hitam dan kulit putih yakni 1,8 :1
(Caplan, 2000).
12 Universitas Sumatera Utara
-
Di Indonesia, stroke juga merupakan salah satu penyebab kematian terbesar.
Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat tajam akhir-akhir ini, bahkan menurut
Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) saat ini Indonesia adalah negara dengan
penderita stroke terbesar di Asia (Ranakusumah dalam Kantor Berita Indonesia (KBI)
Gemari, 2002).
Menurut Misbach dalam Gemari online (2009), penyakit stroke menduduki
urutan ketiga sebagai penyebab kematian di Indonesia. Hal ini tidak jauh berbeda
dengan laporan kematian stroke yang ada di negara-negara maju. Penyebab terjadinya
stroke adalah karena pola hidup yang tidak teratur, serangan jantung terutama atrium
fibrialasi, merokok, serta penyempitan pada pembuluh darah otak.
Berdasarkan laporan WHO, kasus stroke yang terjadi di Indonesia tahun 2002
telah menyebabkan kematian lebih dari 123.000 orang. Dan karena belum adanya
strategi penanganan yang baku, jumlah kematian akibat stroke ini diperkirakan akan
meningkat setiap tahunnya (Lamsudin dalam Suyono, 2005).
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan
tahun 2001, proporsi kematian akibat stroke meningkat dari 5,5% tahun 1986 menjadi
11,5% di tahun 2001 (Yayasan Jantung Indonesia, 2006).
Stroke merupakan salah satu penyakit penyebab kematian dan kecacatan yang
utama di Indonesia. Stroke paling banyak menyebabkan kecacatan pada kelompok
usia diatas 45 tahun. Banyak penderitanya yang menjadi cacat dan tidak mampu lagi
mencari nafkah seperti sediakala, menjadi tergantung pada orang lain dan tidak jarang
menjadi beban bagi keluarganya. Beban ini dapat berupa beban tenaga, beban
perasaan dan beban ekonomi (Lumbantobing, 2003).
Universitas Sumatera Utara
-
Berdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit Umum Dokter Zainoel Abidin
(RSUZA) Banda Aceh mengenai 10 besar penyakit rawat inap tahun 2007 diperoleh
data bahwa penyakit serebrovaskular (stroke) menempati urutan ke enam (304
kasus). Sementara sebagai penyebab kematian, penyakit serebrovaskular menempati
urutan ketujuh dari ratio 10 besar penyakit penyebab kematian tahun 2007 di RSUZA
(RSUZA, 2007).
2.1.3. Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke, semuanya berdasarkan atas
gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar
klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara
pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa
(Misbach, 1999).
Menurut Misbach (1999) dan Junaidi (2003), klasifikasi stroke antara lain;
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
a. Stroke Iskemik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena suplai darah ke
otak terhambat atau berhenti. Terdiri dari: Transient Ischemic Attack (TIA),
trombosis serebri, emboli serebri.
b. Stroke Hemoragik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena pecahnya
pembuluh darah di otak terdiri dari perdarahan intraserebral, perdarahan
subarakhnoid.
Universitas Sumatera Utara
-
2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu :
a. Serangan iskemik sepintas/TIA
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari
24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Progressive stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
d. Complete stroke
Gejala klinis sudah menetap
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah :
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebrobasiler
Untuk penggunaan klinis yang lebih praktis lagi adalah klasifikasi dari New
York Neurologicai Institute, dimana stroke menurut mekanisme terjadinya dibagi
dalam dua bagian besar, yaitu (Caplan, 2000; Rowland, 2000):
1. Stroke Iskemik (85%) yang berdasarkan penyebabnya terdiri dari :
a. Trombosis (75 80%)
b. Emboli (15 -20%)
c. Lain-lain (5%) : vaskulitis, koagulopati, hipoperfusi.
Universitas Sumatera Utara
-
2. Stroke Hemoragik (10 15%) yang terdiri dari :
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
b. Perdarahan subaraknoidal (PSA)
2.1.4. Patofisiologi Stroke
Patofisiologi stroke dapat dibedakan atas (Aliah dkk, 2007):
1. Patofisiologi stroke iskemik
Stroke iskemik terjadi oleh karena adanya perubahan aliran darah di otak, dimana
terjadi penurunan aliran darah secara sigifikan. Ada beberapa faktor yang
memengaruhi aliran darah di otak, antara lain :
a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat aterosklerosis atau
tersumbat oleh trombus atau embolus.
b. Keadaan darah : viskositas darah yang meningkat dan hematokrit yang
meningkat menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat
menyebabkan oksigenasi otak menurun.
c. Tekanan darah sistemik memegang peranan terhadap tekanan perfusi otak.
d. Kelainan jantung : menyebabkan menurunnya curah jantung serta lepasnya
embolus yang menimbulkan iskemia otak.
Sebagai akibat dari menurunnya aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka
akan terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini
dimulai ditingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti
dengan kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel,
selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron (Misbach, 1999).
Universitas Sumatera Utara
-
2. Patofisiologi stroke hemoragik
Gambaran patologik pada otak menunjukkan ekstravasasi darah karena
robeknya pembuluh darah otak diikuti pembentukan edema dalam jaringan otak
disekitar hematom. Akibatnya terjadi diskontuinitas jaringan dan kompresi oleh
hematom dan edema pada struktur sekitar (termasuk pembuluh darah otak) dan
menyempitkannya, sehingga terjadi pula iskemi pada jaringan yang dilayaninya.
Gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi
pembuluh darah otak dan akibat kompresi pada jaringan otak lainnya (Aliah dkk,
2007).
2.1.5. Gejala Klinis
Menurut Yatim (2000) dan Aliah dkk (2007), gejala klinis yang timbul akibat
gangguan peredaran darah otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokalisasinya.
Gejala klinis dari stroke dibedakan atas (Aliah dkk, 2007):
1. Stroke iskemik
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri adalah timbulnya defisit
neurologik secara mendadak, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu
istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya
terjadi pada usia diatas 50 tahun. Pada punksi lumbal, liquor serebrospinalis
jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500. Pemeriksaan CT Scan dapat
dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskemik dan edema.
Universitas Sumatera Utara
-
Pada stroke iskemik akibat emboli serebri, biasanya didapatkan pada usia
yang lebih muda, gejala timbul mendadak dan pada waktu aktif. Bila embolus
cukup besar dapat mengakibatkan penurunan kesadaran. Pada punksi lumbal,
liquor serebrospinalis normal.
Perdarahan otak dilayani oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasiler. Gangguan pada sistim karotis menyebabkan (Mangunsong dan
Hadinoto, 1992):
a. Gangguan penglihatan, seperti : amaurosis fugax, hemianopsi homonim.
b. Gangguan bicara, seperti : disfasia, afasia
c. Gangguan motorik, seperti : hemiplegi, hemiparesis kontralateral.
d. Gangguan sensorik, seperti : hemihipestesia
Gangguan pada sistem vertebrobasilar menyebabkan :
a. Gangguan penglihatan, seperti : pandangan kabur, buta.
b. Gangguan nervus kranialis bila mengenai batang otak.
c. Gangguan motorik, seperti: hemiparesis kontralateral.
d. Gangguan koordinasi.
e. Gangguan sensorik, seperti: hemianestesia kontralateral.
f. Gangguan kesadaran.
g. Kombinasi.
2. Stroke hemoragik
a. Stroke hemoragik dengan perdarahan intra serebral (PIS)
Gejala prodromal biasanya tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi.
Serangan timbul seringkali pada siang hari, sewaktu bekerja atau ketika sedang
Universitas Sumatera Utara
-
emosi. Gejala yang timbul biasanya berupa nyeri kepala yang hebat sekali
disertai mual dan muntah, hemiparesis/hemiplegi. Kesadaran biasanya menurun
dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% terjadi antara
setengah sampai 2 jam dan 12% terjadi setelah 2 jam).
b. Stroke hemoragik dengan perdarahan subaraknoidal (PSA)
Gejala prodromal : nyeri kepala hebat (10%), 90% tanpa keluhan sakit kepala.
Kesadaran sering terganggu serta dijumpai tanda rangsang meningeal. Gejala
neurologik fokal bergantung pada lokasi lesi.
2.1.6. Diagnosis Stroke
Diagnostik stroke didasarkan atas hasil penemuan klinis, pemeriksaan
tambahan dan laboratorium (Aliah dkk, 2007). Diagnosa klinis dapat ditetapkan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang
sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai
dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu (Mangunsong dan Hadinoto
1992).
Pada stroke iskemik, dari anamnesa di dapat keluhan dan gejala neurologik
mendadak, tanpa adanya trauma kepala serta adanya faktor risiko stroke. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai adanya defisit neurologik fokal, ditemukan penyakit
sebagai faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan lain-lain. Pemeriksaan
tambahan berupa Computerized Tomography (CT scan), Magnetic Resonance
Universitas Sumatera Utara
-
Imaging (MRI), angiografi, dan pemeriksaan likuor serebrospinalis dapat membantu
membedakan infark dan perdarahan otak. Pemeriksaan laboratorium,
Electrocardiografi dan lain-lain dapat digunakan untuk menemukan faktor risiko
(Aliah dkk, 2007).
Pada stroke hemoragik, diagnosa ditegakkan juga didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis serta hasil pemeriksaan tambahan, dimana hasil CT scan adalah paling terpercaya (Aliah dkk, 2007).
2.1.7. Penatalaksanaan
Penderita yang baru saja mengalami stroke sebaiknya segera dibawa ke rumah
sakit agar dapat diberikan penanganan yang optimal. Dari penelitian diperoleh
kesimpulan bahwa semakin cepat pertolongan diberikan, semakin baik hasil yang
dicapai (Lumbantobing, 2003). Menurut Misbach (1999), prognosis penderita sangat
tergantung terutama kepada kecepatan pertolongan saat therapeutic window yang
relatif sangat pendek (3 jam). Oleh karena itu pertolongan terpadu dan rasional
secara cepat, tepat dan cermat akan menurunkan mortalitas dan morbiditas sehingga
akan meningkatkan kualitas hidup penderita.
Adapun tujuan terapi pada fase akut adalah (Lumbantobing, 2003):
1. Mencegah agar stroke tidak berlanjut atau berulang
2. Melakukan upaya agar cacat dapat diatasi
3. Mencegah terjadinya komplikasi
4. Mencari dan mengobati penyakit lain yang dapat memengaruhi perjalanan stroke
Universitas Sumatera Utara
-
5. Membantu pemulihan penderita, misalnya melalui obat-obatan, terapi fisik dan
psikis
6. Mencegah terjadinya kematian
Penatalaksanaan stroke terdiri dari (Aliah dkk, 2007):
1. Penatalaksanaan stroke iskemik, dibedakan pada fase akut dan fase pasca akut
a. Pada fase akut, sasaran pengobatan adalah untuk menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tidak mengganggu fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan
harus menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup. Memantau jalan nafas,
fungsi pernafasan dan sirkulasi serta penggunaan obat untuk memulihkan
aliran darah dan metabolisme otak yang menderita.
Menurut Lumbantobing (2003), tujuan terapi medik pada stroke
iskemik adalah agar reaksi lanjutan yang terjadi setelah otak mengalami
iskemi seperti edema (sembab) disebagian otak, perubahan vaskularisasi dan
perubahan neurotransmiter jangan sampai merugikan penderita. Diupayakan
agar aliran darah didaerah yang iskemik dapat dipulihkan, demikian juga
metabolismenya.
b. Pada fase pasca akut, sasaran pengobatan dititik beratkan pada tindakan
rehabilitasi penderita dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi serta
pencegahan terulangnya stroke dengan jalan mengobati dan menghindari
faktor risiko stroke.
Universitas Sumatera Utara
-
2. Penatalaksanaan stroke hemoragik
Karena biasanya penderita berada dalam keadaan koma, maka pengobatan dibagi
dalam pengobatan umum dan pengobatan spesifik (Aliah dkk, 2007).
a. Pengobatan umum: Dengan memperhatikan jalan nafas dan pernafasan,
menjaga tekanan darah, mencegah terjadinya edema otak, memperhatikan
balans cairan serta memperhatikan fungsi ginjal dan pencernaan.
b. Pengobatan spesifik: Dengan pengobatan kausal yaitu pengobatan terhadap
perdarahan di otak dengan tujuan hemostasis, misalnya dengan menggunakan
asam traneksamat. Untuk stroke hemoragik dengan perdarahan subaraknoidal,
setelah lewat masa akut, dianjurkan angiografi untuk mencari lesi sumber
perdarahan. Bila ditemukan maka bisa dilakukan operasi bedah saraf.
2.1.8. Faktor Risiko
Faktor risiko stroke adalah faktor yang dapat menyebabkan orang lebih rentan atau mudah mengalami stroke, baik iskemik maupun hemoragik. Pengenalan faktor-faktor risiko ini penting, karena banyak pasien mempunyai faktor risiko lebih dari satu faktor atau bahkan kadang-kadang faktor risiko ini diabaikan (Aliah dkk, 2007).
Pembagian faktor risiko stroke terdiri dari (Caplan, 2000; Gilroy, 2000;
Rowland, 2000; Junaidi, 2003; Aliah dan Widjaja, 2006):
1. Faktor risiko stroke yang tidak dapat di hindarkan atau tidak dapat diubah (non
modifiable), yaitu :
Universitas Sumatera Utara
-
a. Umur
Umur merupakan salah satu faktor risiko stroke terpenting. Pada studi
Framingham menunjukkan bahwa insiden rates stroke pada 10.000 penduduk
kelompok usia 45-55 tahun 22%, 55-64 tahun 32% dan 65-74 tahun sebanyak
83% (Caplan, 2000). Terdapat pertambahan eksponensial pada insidensi
stroke dengan pertambahan usia, dimana stroke iskemik terbanyak timbul
pada usia diatas 65 tahun (Caplan, 2000; Rowland, 2000). Saat ini stroke juga
mulai mengancam usia-usia produktif dikarenakan perobahan pola hidup tidak
sehat seperti banyak mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat kolesterol,
merokok, minuman keras, kurangnya berolahraga dan stres (Medicastore,
2007).
b. Jenis kelamin
Beberapa penulis menyatakan bahwa insidensi stroke pada lelaki lebih tinggi
dari pada wanita. Namun usia harapan hidup rata-rata pada perempuan
umumnya lebih panjang, sehingga didapati insidensi penderita stroke pada
usia lanjut lebih banyak pada wanita (Caplan, 2000; Aliah dan Widjaja, 2006).
c. Keturunan
Riwayat stroke pada salah seorang anggota keluarga lapis pertama merupakan
faktor risiko stroke yang menentukan (Aliah dan Widjaja, 2006).
d. Ras
Di Amerika Serikat, berbagai laporan epidemiologi menunjukkan
adanya perbedaan yang berarti dalam hal angka stroke atas dasar ras, dimana
Universitas Sumatera Utara
-
orang-orang Afrika Amerika lebih banyak menderita stroke dibandingkan
penduduk kulit putih (Caplan, 2000; Rowland, 2000).
2. Faktor risiko stroke yang dapat dihindarkan atau diubah (Modifiable)
a. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko
stroke yang utama, baik stroke iskemik maupun stroke hemoragik, dimana
kurang lebih 70% penderita stroke adalah pengidap hipertensi. Konsensus
Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia menegaskan bahwa pengendalian
hipertensi merupakan salah satu upaya pencegahan stroke baik primer maupun
sekunder (Aliah dan Widjaja, 2006).
b. Penyakit Jantung
Faktor risiko major dari penyakit jantung antara lain : Fibrilasi Atrial (AF),
infark jantung atrial, stenosis mitral, trombus pada ventrikel kiri, katup
jantung prostetik, kardiomiopati, endokarditis infektif. Fibrilasi atrial
menahun didapati pada 7-30% penderita stroke berusia lebih 60 tahun (Aliah
dan Widjaja, 2006).
c. Diabetes Melitus (DM)
DM dapat menyebabkan stroke iskemik karena terbentuknya plak
aterosklerotik pada dinding pembuluh darah yang disebabkan gangguan
metabolisme glukosa sistemik (Junaidi, 2003). Penyakit DM memberi risiko
Universitas Sumatera Utara
-
relatif bagi terjadinya stroke sebesar 1,5 - 3 kali, tergantung pada tipe dan
beratnya diabetes (Aliah dan Widjaja, 2006).
d. Dislipidemia
Kelainan lipid serum berupa peninggian kolesterol total, Low Density
Lipoprotein (LDL), Trigliserida, dan penurunan High Density Lipoprotein
(HDL) dianggap sebagai faktor yang amat penting dalam patofisiologi
aterosklerosis dan stroke (Junaidi, 2003; Aliah dan Widjaja, 2006). Kadar
kolesterol total > 220 mg/dl meningkatkan risiko stroke antara 1,31 2,9 kali
(Junaidi, 2003).
e. Merokok
Kebiasaan merokok menyebabkan kemungkinan untuk menderita stroke lebih
besar, risiko meningkat sesuai dengan beratnya kebiasaan merokok (Junaidi,
2003).
e. Minum alkohol (Recent heavy alcohol consumption)
Konsumsi alkohol mempunyai efek ganda atas risiko stroke, yang
menguntungkan dan yang merugikan. Apabila minum sedikit alkohol (kurang dari
40 ml perhari) secara merata setiap hari akan mengurangi kejadian stroke iskemik
dengan jalan meningkatkan kadar HDL dalam darah. Tetapi bila minum banyak
alkohol yaitu lebih dari 60 ml perhari akan menambah risiko stroke (Junaidi,
2003). Terdapat bukti-bukti (14 studi dari tahun 1989-1997) bahwa alkohol
adalah faktor risiko stroke, baik stroke iskemik maupun stroke hemoragik.
Universitas Sumatera Utara
-
Peminum alkohol berat adalah penyandang faktor risiko yang independen bagi
semua jenis stroke (Aliah dan Widjaja, 2006).
Universitas Sumatera Utara
-
g. Aktivitas fisik/olahraga
Melakukan aktivitas fisik yang mempunyai nilai aerobik (jalan cepat,
bersepeda, berenang dan lain-lain) secara teratur minimal 3 kali seminggu
untuk dewasa, tiap kali 20-30 menit akan dapat menurunkan tekanan darah,
memperbaiki kontrol diabetes, memperbaiki kebiasaan makan dan
menurunkan berat badan (Kelompok Studi Serebrovaskuler, 2004).
h. Pola makan
Pola makan dapat memengaruhi risiko stroke melalui efeknya pada tekanan
darah, kadar kolesterol serum, gula darah, berat badan dan sebagai prekursor
aterosklerosis lainnya.
i. Stenosis Arteri Karotis Asimtomatik
Penyempitan arteri karotis adalah lazim dan meningkat menurut usia. Risiko
mendapat stroke pertahun pada stenosis < 75% adalah 1,3%, untuk >75% adalah
3,3%, sedangkan risiko stroke ipsilateral adalah sebesar 2,5% (Aliah dan Widjaja,
2006).
j. Obesitas atau kegemukan
Obesitas atau kegemukan adalah ketidakseimbangan jumlah makanan yang
masuk dibanding dengan pengeluaran energi oleh tubuh. Obesitas sering
dikaitkan dengan banyaknya lemak dalam tubuh (Yayasan Jantung Indonesia,
2008). Salah satu cara yang paling sering dipakai di klinik dan di lapangan
dalam menentukan obesitas adalah dengan mengukur Index Massa Tubuh
Universitas Sumatera Utara
-
(IMT) atau Body Mass Index (BMI) yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi
dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Dikatakan obesitas apabila IMT
>30 kg/m2 (Sanif, 2007). IMT dianggap ideal bila hasilnya berkisar antara
18,5
-
l. Penyakit infeksi
Infeksi yang melibatkan otak adalah faktor risiko stroke iskemik yang penting
termasuk TBC, cacingan, malaria, sifilis dan leptospirosis (Junaidi dan
Widjaja, 2006).
m. Kontrasepsi oral
Risiko stroke meningkat jika memakai obat oral kontrasepsi dengan dosis
obstradial 50 ug. Umumnya risiko stroke terjadi jika pemakaian ini
dikombinasi dengan adanya usia > 35 tahun, perokok, hipertensi, diabetes dan
migrain (Bethesda Stroke Center, 2007).
n. Stres
Stres dapat mengakibatkan hati memproduksi radikal bebas lebih banyak.
Selain itu stress dapat menurunkan fungsi imunitas tubuh serta juga
menyebabkan gangguan fungsi hormonal (Aliah dan Widjaja, 2006).
Orang-orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko tersebut diatas
termasuk stroke prone person yaitu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
mendapat serangan stroke daripada orang normal pada suatu saat selama perjalanan
hidupnya bila tidak dikendalikan (Yastroki, 2007).
2.2. Pola Hidup
Ditinjau dari faktor risiko stroke diatas, salah satu yang saat ini diduga sangat
berpengaruh adalah pola hidup. Pola hidup sehat banyak berhubungan dengan
kesehatan jantung serta jaringan pembuluh darah termasuk stroke (Yastroki, 2007).
Universitas Sumatera Utara
-
Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit kardiovaskuler, stroke,
diabetes tipe II, penyakit paru obsruktif kronik dan kanker tertentu, dalam kesehatan
masyarakat sebenarnya dapat digolongkan sebagai satu kelompok Penyakit Tidak
Menular utama yang mempunyai faktor risiko yang sama yaitu rokok, pola makan
yang tidak seimbang, kurang bergerak dan adanya kondisi lingkungan yang tidak
kondusif terhadap kesehatan (Argedireja dalam KBI Gemari 2003).
Dari hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2004), kerjasama
Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan, Penelitian dan Pengembangan (Litbang)
tahun 2004 diperoleh hasil bahwa tiga faktor risiko utama yang saling terkait sebagai
penyebab PTM seperti penyakit kardiovaskuler (hipertensi, jantung koroner) dan
stroke adalah kebiasaan merokok disamping kurang aktifitas fisik, makan tidak
seimbang (diet rendah serat/kurang buah dan sayur, tinggi kalori/ lemak hewani) dan
kegemukan (Yayasan Jantung Indonesia, 2006).
Menurut Misbach dalam Suyono (2005), berdasarkan hasil penelitian di
banyak negara menyatakan bahwa pencegahan serangan stroke dapat dilakukan oleh
semua orang, terutama mereka yang mempunyai risiko stroke kalau secara dini
mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi dan dengan penuh disiplin mengikuti pola
hidup sehat dengan tidak merokok, tidak minum minuman keras, tidak
mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi, dan mengikuti langkah-
langkah hidup sehat sejahtera lainnya dengan olahraga secara teratur dan menghindari
pekerjaan-pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
-
Menurut Guang (2002), dari sekian banyak dan macam-macam penyakit
sekarang ini, sumbernya adalah pola hidup yang keliru. Jika kita menjalankan pola
hidup yang sehat, maka penyakit akan jauh dari kita. Pola hidup sehat meliputi
makanan yang pantas, olahraga dengan takaran yang pas, tidak merokok dan kurangi
alkohol serta batin yang tenang.
Keadaan rawan stroke di Indonesia terus meningkat. Kombinasi perubahan
fisik, lingkungan, kebiasaan dan gaya hidup menyebabkan risiko masyarakat terkena
serangan stroke di Indonesia secara kumulatif bisa terasa meningkat menjadi 10
sampai 15 kali atau yang pasti jauh lebih besar dibandingkan masa-masa sebelumnya
(Yastroki, 2007).
Usia merupakan salah satu faktor risiko stroke, namun saat ini stroke mulai
mengancam usia-usia produktif dikarenakan perubahan pola hidup tidak sehat seperti
banyak mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat kolesterol, merokok, minuman
keras, kurangnya berolahraga dan stress (Ranakusumah dalam Kantor Berita
Indonesia Gemari, 2002).
Pada Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia 1999,
dikemukakan upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan primer penyakit stroke,
yaitu : memasyarakatkan pola hidup sehat bebas stroke dengan menghindari
merokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-
obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya, mengurangi kolesterol, lemak
dalam makanan, mengendalikan hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, serta
menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan berolahraga secara teratur
(Lumbantobing, 2003).
Universitas Sumatera Utara
-
Menurut Samino dalam KBI Gemari (2002), penyebab tingginya angka
kejadian stroke di Indonesia akhir-akhir ini lebih disebabkan karena pola hidup
masyarakat yang tidak sehat, seperti malas bergerak, makanan berlemak dan
kolesterol tinggi, sehingga banyak diantara mereka mengidap penyakit yang menjadi
pemicu timbulnya serangan stroke.
Salah satu penyakit pemicu timbulnya serangan stroke yang utama adalah
hipertensi yang merupakan masalah yang umum dijumpai pada pasien stroke, dan
menetap setelah serangan stroke (Bethesda Stroke Center, 2007). Berdasarkan studi
yang dilakukan oleh Framingham, seorang penderita hipertensi memiliki risiko
terkena stroke 7 kali lebih tinggi dibanding orang normal (Klinik sehat, 2008).
Peningkatan tekanan sistolik maupun diastolik berkaitan dengan risiko yang lebih
tinggi. Untuk setiap kenaikan tekanan diastolik sebesar 7,5 mmHg maka risiko stroke
meningkat 2 kali lipat. Apabila hipertensi dapat dikendalikan dengan baik maka
risiko stroke turun sebanyak 2838% (Bethesda Stroke Center, 2007).
Penelitian Lamassa dkk pada 4462 pasien stroke memperlihatkan bahwa
hipertensi dijumpai pada 48,6% kasus. Penelitian di RS Bethesda pada 117 kasus
stroke diperoleh faktor risiko stroke terdiri dari hipertensi (70,8%), hipertensi dan
DM (12,4%), hipertensi dan penyakit jantung (8,4%), hipertensi dan dislipidemia
(9,4%) (Bethesda Stroke Center, 2007).
Pengendalian hipertensi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu
pengendalian gaya hidup (lifestyle) dan pemberian obat antihipertensi. Pengendalian
gaya hidup meliputi (a) mempertahankan berat badan normal untuk dewasa
dengan perhitungan body mass index 20-25 kg/m2, (b) mengurangi asupan garam,
Universitas Sumatera Utara
-
kurang dari 6 gram garam dapur atau kurang dari 2,4 gram Na+/hari, (c) tidak minum
alkohol, atau minum alkohol kurang dari 3 unit/hari bagi lakilaki dan kurang dari 2
unit bagi perempuan, (d) olahraga aerobik 30 menit/hari, jalan cepat lebih baik
daripada angkat besi, (e) makan buah dan sayur, pilih yang segar dan (f) mengurangi
konsumsi lemak baik yang jenuh maupun yang tidak jenuh (Bethesda Stroke Center,
2007).
Penyakit pemicu stroke lainnya adalah diabetes melitus (DM). Menurut Langi
dalam Patologi (2009), individu yang mengalami diabetes mellitus mempunyai risiko
serangan jantung dan stroke 2 kali lebih sering dibandingkan orang normal. Bahkan
menurut Ranakusumah yang dikutip Aceh Forum Community (2007), meski penyakit
hipertensi termasuk penyakit yang memiliki peluang tinggi untuk mendapatkan
serangan stroke, namun secara umum penderita diabetes justru memiliki risiko tiga
kali lebih besar mendapatkan serangan stroke daripada penderita hipertensi.
Penyakit Diabetes merupakan faktor risiko mayor untuk terkena stroke, di
mana diabetes dapat menyebabkan terjadinya sumbatan pada pembuluh darah di otak
yang dapat menimbulkan kematian pada sel atau jaringan otak (infark subkortikal).
Penyakit DM dapat meningkatkan jumlah radikal bebas dalam darah yang kemudian
berdampak pada terjadinya stress oxidative. Stres tipe ini merupakan faktor risiko
terjadinya pengerasan dan penebalan pembuluh darah. Pembuluh darah yang
mengeras dan menebal tersebut akan menghambat laju peredaran darah atau bahkan
menyumbat aliran darah. Bila sumbatan itu terjadi pada pembuluh darah di otak maka
Universitas Sumatera Utara
-
berpotensi menyebabkan stroke (Ranakusumah dalam Aceh Forum Community,
2007). Menurut Junaidi (2003), DM mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada
pembuluh darah besar maupun pembuluh darah kecil di seluruh tubuh termasuk
pembuluh darah otak.
Penyakit jantung erat kaitannya dengan stroke karena memiliki penyebab
yang sama yaitu hiperkolesterol. Hiperkolesterol menyebabkan terjadinya gangguan
pembuluh darah yang paling umum yaitu aterosklerosis yang dapat mengenai
pembuluh arteri besar dan sedang, seperti pembuluh serebral, vetebral, koroner, renal,
aorta dan pembuluh di tungkai. Pada penderita jantung, risiko stroke akan meningkat.
Demikian sebaliknya, penderita stroke memiliki risiko penyakit jantung yang
meningkat pula (Kalim dalam Medicastore, 2007).
Dari studi Framingham diperoleh bahwa peningkatan insidensi stroke 18 kali
pada fibrilasi atrial yang berhubungan dengan penyakit jantung katup rematik, dan
pada fibrilasi atrial bukan katup risiko stroke meningkat hingga hampir 5 kali.
Dengan demikian, penyakit jantung adalah faktor risiko yang penting bagi stroke
iskemik; sedangkan perannya sebagai faktor risiko pada stroke hemoragik masih
perlu pembuktian yang lebih pasti (Aliah dan Widjaja, 2006).
Seseorang yang mempunyai faktor keturunan penyakit jantung dan stroke
harus lebih berhati-hati dengan pola hidup yang dijalani. Walaupun pola hidup yang
sudah tertanam bertahun tahun sangat sulit dan membutuhkan waktu untuk dirubah,
tetapi manfaat yang akan diperoleh adalah sangat besar. Semakin banyak faktor
pemicu risiko dalam tubuh makin besar kemungkinan seseorang terkena jantung
Universitas Sumatera Utara
-
koroner dan stroke. Apabila seseorang memiliki tiga faktor misalnya perokok,
kolesterol tinggi dan kurang berolahraga kemungkinan terkena serangan jantung 6
kali dibanding orang yang mempunyai satu faktor bahkan 10 kali dari mereka yang
tanpa risiko (Papuamania.com, 2003).
Pola makan tidak seimbang yang tinggi lemak tapi rendah serat dan
karbohidrat akan menimbulkan akibat yang tidak baik bagi tubuh. Selain menimbun
lemak, makanan tersebut juga bisa mengganggu metabolisme dan meningkatkan
kadar kolesterol dalam darah. Jika kadar kolesterol tinggi dalam darah akan
mempercepat terjadinya penebalan pada dinding pembuluh darah dan akhirnya terjadi
penyempitan dan suatu waktu terjadi penyumbatan (Papuamania.com, 2003).
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa jika konsumsi seorang anak tidak
terkontrol sehingga menimbulkan obesitas, maka saat memasuki usia 30 40 tahun
kemungkinan besar anak tersebut akan menderita penyakit jantung koroner. Fakta
lain dari hasil penelitian di Jepang menemukan bahwa dari sekitar 200 pria dan
wanita Jepang yang menjadi objek penelitian, mereka yang terbiasa mengkomsumsi
sayuran lima sampai enam hari dalam seminggu, 58% lebih rendah risiko terserang
stroke dibanding mereka yang hanya mengkonsumsi satu sampai dua kali dalam
seminggu (Papuamania.com, 2003).
Pada studi Framingham pada pria usia setengah baya, diperoleh hasil
hubungan terbalik antara asupan buah dan sayuran dengan risiko stroke (Junaidi,
2003). Penelitian-penelitian epidemiologi juga menunjukkan bahwa negara yang
masyarakatnya mengkonsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol, lebih jarang
Universitas Sumatera Utara
-
terserang penyakit jantung koroner dan penyumbatan darah dibandingkan dengan
negara yang masyarakatnya mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol
(Yatim, 2000).
Menurut Kusmana dalam Papuamania.com (2003), aktivitas fisik terutama
aerobik meningkatkan aliran darah yang bersifat gelombang yang mendorong
peningkatan produksi Nitrit Oksida (NO) serta merangsang pembentukan dan
pelepasan endothelial drive relaxing factor (EDRF) yang merelaksasi dan melebarkan
pembuluh darah. Karena itu bergerak atau melakukan aktivitas fisik secara teratur
merupakan konsep awal upaya pencegahan penyakit kardiovaskuler dan stroke.
Aktivitas apapun asal mampu meningkatkan denyut jantung antara 110 130 per
menit, berkeringat dan disertai peningkatan frekwensi pernapasan namun tidak
sampai terengah-engah sudah cukup baik untuk mencegah penyakit jantung dan
stroke. Orang-orang yang banyak beraktivitas berisiko lebih rendah terkena penyakit
jantung dibanding mereka yang kurang beraktivitas.
Pada studi prospektif terhadap 7735 pria Inggris yang berumur antara 40-59
tahun menunjukkan manfaat dari aktivitas fisik derajat sedang dapat menurunkan
risiko stroke secara bermakna (Junaidi, 2003).
Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko sebesar 2 - 4 kali terkena
penyakit jantung koroner dibandingkan dengan bukan perokok. Dari hasil penelitian
ditemukan 4.000 jenis bahan kimia, 40 diantaranya bersifat karsinogenik. Nikotin dan
Carbon Monoksida (CO) mempunyai efek meningkatkan kebutuhan oksigen juga
mengganggu suplai oksigen ke otot jantung. Selain itu nikotin merangsang pelepasan
Universitas Sumatera Utara
-
adrenalin, meningkatkan frekwensi denyut jantung, tekanan darah serta menyebabkan
gangguan irama jantung. CO menggantikan tempat oksigen di haemoglobin,
menganggu pelepasan oksigen dan mempercepat aterosklerosis. Kandungan bahan
kimia dari asap rokok yang disebarkan ke udara (side stream smoke) mempunyai
kandungan bahan kimia yang lebih banyak dibandingkan dengan asap yang dihirup
langsung oleh perokok (mean stream smoke). Bahan kimia dalam side stream smoke
dapat bertahan beberapa jam lamanya dalam ruang setelah merokok
(Papuamania.com, 2003).
Perokok berat yang setiap hari menghabiskan 20 batang rokok atau lebih,
akan meningkatkan potensi stroke sekitar 4,1 kali dibandingkan dengan mereka yang
tidak merokok. Sedangkan perokok sedang yang menghabiskan 10 batang rokok
sehari memiliki potensi stroke sekitar 2,5 kali dari pada yang tidak merokok (Gemari
online, 2009). Dasar patofisiologinya adalah rokok menaikkan kadar fibrinogen
darah, hematokrit dan menambah agregasi trombosit dan viskositas darah. Secara
keseluruhan risiko relatif stroke pada perokok adalah 1,5 hingga 4 kali dibandingkan
dengan bukan perokok (Aliah dan Widjaja, 2006).
2.3. Landasan Teori
Pengenalan faktor-faktor risiko stroke sangat penting, karena banyak pasien
mempunyai faktor risiko lebih dari satu faktor atau kadang-kadang faktor risiko ini
diabaikan. Setelah mengetahui apa yang menjadi faktor risiko maka perlu diketahui
pula bagaimana cara mengatasi atau menghindari faktor risiko tersebut karena
Universitas Sumatera Utara
-
pengenalan faktor risiko stroke dan penanganannya akan sangat menurunkan
terjadinya stroke. Stroke terjadi setelah kumulasi faktor-faktor risiko dalam jangka
waktu lama. Karenanya pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin (Bethesda
Stroke Center, 2007).
Berdasarkan Guidelines dari American Heart Association (AHA) tahun 2002
tentang pencegahan primer penyakit kardiovaskular dan stroke yaitu:
1. Berhenti merokok
2. Mengontrol tekanan darah
3. Pola makan yang sehat
4. Penggunaan aspirin untuk orang dengan faktor risiko penyakit jantung
koroner
5. Mengontrol kadar lemak dalam darah
6. Melakukan olahraga yang teratur
7. Menjaga berat badan
8. Mengendalikan diabetes
9. Mengendalikan atrial fibrilasi kronik
Dalam penelitian ini, penulis merumuskan beberapa faktor yang relevan
dengan konsep penelitian yaitu aspek pola hidup masyarakat yang terdiri dari pola
makan, olahraga dan merokok.
Universitas Sumatera Utara
-
2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan landasan teori diatas dapat dirumuskan kerangka konsep
penelitian sebagai berikut:
Variabel bebas Variabel terikat
Dislipidemia Hipertensi
DM Penyakit jantung
Pola Makan
Olah Raga
Merokok
Stroke
`
Keterangan ----- : variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara