chapter ii

Upload: fachrurrazie

Post on 30-Oct-2015

49 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/16/2019 Chapter II

    1/26

    Universitas Sumatera Utara

    BAB II

    RETAK PADA PERKERASAN JALAN RAYA

    II.1 Kerusakan Pada Jalan Raya

    Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum mencapai

    umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat dilihat dari kegagalan fungsional dan

    struktural.

    Kegagalan fungsional adalah apabila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi sesuai

    dengan yang direncanakan dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi pengguna jalan.

    Sedangkan kegagalan struktural terjadi ditandai dengan adanya rusak pada satu atau lebih

    bagian dari struktur perkerasan jalan yang disebabkan lapisan tanah dasar yang tidak stabil,

    beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan pengaruh kondisi lingkungan sekitar (Yoder,

    1975).

    Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2007), kerusakan pada konstruksi jalan

    (demikian juga dengan bahu beraspal) dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

    a. Air, yang dapat berasal dari hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik, atau naiknya

    air berdasarkan sifat kapilaritas air bawah tanah.

    b. Iklim, di Indonesia yang termasuk beriklim tropis dimana suhu dan curah hujan yang

    umumnya tinggi.

    c. Lalu lintas, yang diakibatkan dari peningkatan beban (sumbu kendaraan) yang

    melebihi beban rencana, atau juga repetisi beban (volume kendaraan) yang melebihi

    volume rencana sehingga umur rencana jalan tersebut tidak tercapai.

    d. Material konstruksi perkerasan, yang dapat disebabkan baik oleh sifat/ mutu material

    yang digunakan ataupun dapat juga akibat cara pelaksanaan yang tidak sesuai.

  • 7/16/2019 Chapter II

    2/26

    Universitas Sumatera Utara

    e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil, yang mungkin disebabkan karena cara

    pemadatan tanah dasar yang kurang baik, ataupun juga memang sifat tanah dasarnya

    yang memang jelek.

    Kerusakan yang terjadi pada perkerasan lentur adalah mencakup semua kerusakan

    seperti:

    1. Retak (cracks)

    Berdasarkan bentuknya retak dibagi menjadi: meander, garis, blok, kulit buaya

    dan parabola.

    2. Perubahan bentuk (deformation)

    Dikenal juga dengan istilah Distorsion. Kerusakan ini menyebabkan perubahan

    bentuk permukaan perkerasan dari bentuk aslinya. Deformasi dapat dibedakan

    atas: alur (rutting), keriting (corrugation), sungkur (shoving), amblas

    (depression), dan jembul (upheaval).

    3. Cacat permukaan (surface defect)

    Kerusakan ini sering disebut dengan Disintegration. Kerusakan ini ditimbulkan

    akibat pecahnya lapisan permukaan menjadi fragmen-fragmen kecil yang jika

    dibiarkan akan menyebabkan kehancuran total seluruh perkerasan. Kerusakan ini

    dikelompokan menjadi: delaminasi (delamination), kegemukan (bleeding),

    pengausan (polishing), pelepasan butir (raveling), pengelupasan lapis perkerasan

    (stripping), dan tambalan (patches).

    4. Cacat tepi (edge defect)

    Kerusakan ini terjadi pada pertemuan tepi permukaan perkerasan dengan bahu

    jalan tanah (bahu tidak beraspal) atau juga pada tepi bahu jalan beraspal dengan

    tanah sekitarnya. Bentuk kerusakan cacat tepi permukaan dibedakan atas gerusan

    tepi (edge break) dan penurunan tepi (edge drop).

  • 7/16/2019 Chapter II

    3/26

    Universitas Sumatera Utara

    Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu faktor

    saja, tetapi dapat merupakan gabungan dari penyebab yang saling kait-mengait. Sebagai

    contoh adalah retak pinggir, pada awalnya dapat diakibatkan oleh tidak baiknya sokongan

    dari damping. Dengan terjadinya retak pinggir, memungkinkan air meresap masuk ke lapis di

    lubang-lubang disamping melemahkan daya dukung lapisan dibawahnya (Departemen

    Pekerjaan Umum, 2007). Adapun gambar-gambar kerusakan jalan dapat dilihat pada

    lampiran.

    Sedangkan menurutHighway Development and Management(2001), kerusakan pada

    perkerasan jalan terbagi ke dalam beberapa kategori, yaitu:

    1. Kerusakan permukaan jalan

    Pada kategori kerusakan permukaan jalan dibagi menjadi tiga bagian:

    Retak (cracking)

    Lubang (potholing)

    Pelepasan butir (raveling)

    Cacat tepi perkerasan (edge break)

    2. Kerusakan deformasi

    Pada kategori kerusakan deformasi dibagi menjadi dua bagian:

    Alur (rutting)

    Ketidakrataan (roughness)

    3. Kerusakan tekstur permukaan jalan

    Pada kategori tekstur permukaan jalan dibagi menjadi dua bagian:

    Kedalaman tekstur (texture depth)

    Kekesatan (skid resistance)

    4. Kerusakan akibat sistem drainase yang buruk.

  • 7/16/2019 Chapter II

    4/26

    Universitas Sumatera Utara

    II.2 Retak

    II.2.1 Umum

    Retak adalah suatu gejala kerusakan/ pecahnya permukaan perkerasan sehingga akan

    menyebabkan air pada permukaan perkerasan masuk ke lapisan dibawahnya dan hal ini

    merupakan salah satu faktor yang akan membuat luas/ parah suatu kerusakan

    (Departemen Pekerjaan Umum, 2007).

    Di dalam pendekatan mekanika retak diasumsikan ada bagian yang lemah pada setiap

    material. Ketika pembebanan terjadi, ada konsentrasi tegangan yang lebih tinggi di sekitar

    bagian tersebut, sehingga material tersebut tidak lagi memiliki distribusi tegangan yang

    seragam dan terjadilah kerusakan/ retak pada bagian tersebut dan berkembang ke bagian yang

    lainnya. Mekanika retak juga menggambarkan perkembangan retak tergantung pada sifat

    material tersebut (Roque, 2010).

    II.2.2 Jenis - jenis retak

    Pengelompokan jenis-jenis kerusakan yang terjadi pada retak bermacam-macam,

    seperti jenis retak berdasarkan bentuk retak, penyebab terjadinya kerusakan retak, tingkat

    keparahan retak, lokasi retak, dan cara berkembangnya.

    II.2.2.1 Berdasarkan bentuk retak

    Departemen Pekerjaan Umum (2007) mengelompokkan jenis kerusakan retak

    berdasarkan bentuknya menjadi:

    1. Meander (meandering)

    Yaitu retak yang terjadi berbentuk seperti sungai yang berkelok-kelok (meander).

    Jenis retak yang termasuk dalam kerusakan ini adalah: retak halus (hair cracks).

    Retak halus (hair cracks)

  • 7/16/2019 Chapter II

    5/26

    Universitas Sumatera Utara

    Yang dimaksud retak halus adalah retak yang terjadi mempunyai lebar celah

    3 mm. Sifat penyebarannya dapat setempat atau luas pada permukaan jalan.

    Kemungkinan penyebab:

    1. Bahan perkerasan/ kualitas material kurang baik.

    2. Pelapukan permukaan.

    3. Air tanah pada badan perkerasan jalan.

    4. Tanah dasar/ lapisan dibawah permukaan kurang stabil.

    Akibat lanjutan:

    a. Meresapnya air pada badan jalan sehingga mempercepat kerusakan dan

    menimbulkan ketidak-nyamanan berkendaraan.

    b. Berkembang menjadi retak buaya (alligator cracks).

    Gambar 2.1 Retak Halus (Hair Cracks)

    2. Garis (line)

    Yaitu retak yang terjadi berbentuk garis dan dapat berupa memanjang (longitudinal),

    melintang (transverse), dan diagonal. Jenis kerusakan retak yang termasuk dalam

    kerusakan ini adalah: retak tepi (edge cracks), retak pertemuan perkerasan dan bahu (edge

    joint cracks), retak sambungan jalan (lane joint cracks), dan retak sambungan pelebaran

    (widening cracks).

  • 7/16/2019 Chapter II

    6/26

    Universitas Sumatera Utara

    Retak tepi (edge cracks)

    Retak ini disebut juga dengan retak garis (lane cracks) dimana terjadi pada sisi

    tepi perkerasan/ dekat bahu dan berbentuk retak memanjang (longitudinal cracks)

    dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu. Retak ini dapat terdiri atas

    beberapa celah yang saling sejajar.

    Kemungkinan penyebab:

    1. Bahan dibawah retak pinggir kurang baik atau perubahan volume akibat jenis

    ekspansif clay pada tanah dasar .

    2. Sokongan bahu samping kurang baik.

    3. Drainase kurang baik.

    4. Akar tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab

    terjadinya retak tepi.

    Akibat lanjutan:

    a. Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan sehingga

    mengganggu kenyamanan berkendaraan.

    b. Retak akan berkembang menjadi besar yang diikuti oleh pelepasan butir pada

    tepi retak.

    Gambar 2.2 Retak Tepi (Edge Cracks)

  • 7/16/2019 Chapter II

    7/26

    Universitas Sumatera Utara

    Retak pertemuan perkerasan bahu (edge joint cracks)

    Sesuai dengan namanya retak ini umumnya terjadi pada daerah sambungan

    perkerasan dengan bahu yang beraspal. Retak ini berbentuk retak memanjang

    (longitudinal cracks) dan biasanya terbentuknya pada permukaan bahu beraspal.

    Retak ini dapat terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar.

    Kemungkinan penyebab:

    1. Perbedaan ketinggian antara bahu beraspal dengan perkerasan, akibat

    penurunan bahu.

    2. Penyusutan material bahu/ badan perkerasan jalan.

    3. Drainase kurang baik.

    4. Roda kendaraan berat yang menginjak bahu beraspal.

    5. Material pada bahu yang kurang baik/ kurang memadai.

    Akibat lanjutan:

    a. Menimbulkan kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan

    akibat meresapnya air pada badan jalan dan mengganggu kenyamanan

    berkendaraan.

    b. Berkembang menjadi besar yang diikuti oleh pelepasan butir pada tepi retak.

    Retak sambungan jalan (lane joint cracks)

    Sesuai dengan namanya retak ini terjadi pada sambungan dua jalur lalu lintas dan

    berbentuk retak memanjang (longitudinal cracks). Retak ini dapat terdiri atas

    beberapa celah yang saling sejajar.

    Kemungkinan penyebab:

  • 7/16/2019 Chapter II

    8/26

    Universitas Sumatera Utara

    1. Ikatan sambungan kedua jalur yang kurang baik.

    Akibat lanjutan:

    a. Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan dan akan

    mengganggu kenyamanan berkendaraan.

    b. Lepasnya butir pada tepi retak dan bertambah lebar.

    Gambar 2.3 Retak Sambungan Jalan (Lane Joint Cracks)

    Retak sambungan pelebaran (widening cracks)

    Bentuk retak ini adalah retak memanjang (longitudinal cracks) yang akan terjadi

    pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran. Retak ini dapat

    terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar dan akan meresapkan air pada lapisan

    perkerasan.

    Kemungkinan penyebab:

    1. Ikatan sambungan yang kurang baik.

    2. Perbedaan kekuatan/ daya dukung perkerasan pada jalan pelebaran dengan

    jalan lama.

    Akibat lanjutan:

  • 7/16/2019 Chapter II

    9/26

    Universitas Sumatera Utara

    a. Menimbulkan kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan dan

    akan mengganggu kenyamanan berkendaraan.

    b. Lepasnya butir pada tepi retak sehingga kerusakan akan bertambah parah.

    Gambar 2.4 Retak Sambungan Pelebaran (Widening Cracks)

    3. Blok (block)

    Yaitu retak yang saling berhubungan membentuk serangkaian blok, dengan bentuk

    menyerupai persegi empat. Jenis kerusakan retak yang termasuk dalam kerusakan ini

    adalah: retak refleksi (reflection cracks), dan retak susut (shrinkage cracks).

    Retak refleksi (reflection cracks)

    Kerusakan ini terjadi pada lapisan tambahan (overlay), dapat berbentuk

    memanjang (longitudinal cracks), diagonal (diagonal cracks), melintang (transverse

    cracks), ataupun kotak (blocks cracks) yang menggambarkan pola retakan perkerasan

    dibawahnya. Retak ini dapat terjadi bila retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki

    secara benar sebelum pekerjaan pelapisan ulang (overlay) dilakukan.

    Kemungkinan penyebab:

  • 7/16/2019 Chapter II

    10/26

    Universitas Sumatera Utara

    1. Pergerakan vertikal/ horizontal di bawah lapis tambahan (lapisan overlay)

    sebagai akibat perubahan kadar air pada tanah dasar yang ekspansif .

    2. Perbedaan penurunan (settlement) dari timbunan/ pemotongan badan jalan

    dengan struktur perkerasan.

    Akibat lanjutan:

    a. Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan dan akan

    mengganggu kenyamanan berkendaraan.

    b. Lepasnya butir pada tepi retak sehingga kerusakan akan bertambah parah.

    Gambar 2.5 Retak Refleksi (Reflection Cracks)

    Retak susut (shrinkage cracks)

    Retak yang terjadi tersebut saling bersambungan membentuk kotak besar dengan

    sudut tajam atau dapat dikatakan suatu interconnected cracks yang membentuk suatu

    seri blocks cracks. Umumnya penyebaran retak ini menyeluruh pada perkerasan jalan.

    Kemungkinan penyebab:

    1. Perubahan volume perkerasan yang mengandung terlalu banyak aspal dengan

    penetrasi rendah.

    2. Perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar.

  • 7/16/2019 Chapter II

    11/26

    Universitas Sumatera Utara

    Akibat lanjutan:

    a. Retak ini akan menyebabkan meresapnya air pada badan jalan sehingga akan

    menimbulkan kerusakan setempat atau menyeluruh pada perkerasan jalan dan

    mengganggu kenyamanan berkendaraan.

    b. Lepasnya butir pada tepi retak sehingga timbul lubang (potholes).

    Gambar 2.6 Retak Susut (Shrinkage Cracks)

    4. Kulit buaya (crocodile)

    Yaitu retak yang berbentuk kulit buaya. Jenis yang termasuk dalam kerusakan ini

    adalah: retak kulit buaya (alligator cracks).

    Retak kulit buaya (crocodile cracks)

    Istilah lain adalah chickenwire cracks, alligator cracks, polygonal cracks, dan

    crazing. Lebar celah retak 3 mm dan saling berangkai membentuk serangkaian

    kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya atau kawat untuk kandang ayam.

    Umumnya daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika daerah dimana

    terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan oleh repetisi beban

    lalulintas yang melampaui beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut.

    Kemungkinan penyebab:

  • 7/16/2019 Chapter II

    12/26

    Universitas Sumatera Utara

    1. Bahan perkerasan/ kualitas material kurang baik.

    2. Pelapukan permukaan.

    3. Air tanah pada badan perkerasan jalan.

    4. Tanah dasar/ lapisan dibawah permukaan kurang stabil.

    Akibat lanjutan:

    a. Kerusakan setempat/ menyeluruh pada perkerasan.

    b. Berkembang menjadi lubang akibat dari pelepasan butir-butir.

    Gambar 2.7 Retak Kulit Buaya (Alligator Cracks)

    5. Parabola (crescent)

    Yaitu retak yang berbentuk parabola. Jenis yang termasuk dalam kerusakan ini

    adalah: retak selip (slipage cracks).

    Retak selip (slipage cracks)

    Kerusakan ini sering disebut denganparabolic cracks,shear cracks, atau crescent

    shaped cracks. Bentuk retak lengkung menyerupai bulan sabit atau berbentuk seperti

    jejak mobil disertai dengan beberapa retak. Kadang-kadang terjadi bersama dengan

    terbentuknya sungkur (shoving).

    Kemungkinan penyebab:

  • 7/16/2019 Chapter II

    13/26

    Universitas Sumatera Utara

    1. Ikatan antar lapisan aspal dengan lapisan dibawahnya tidak baik yang

    disebabkan kurangnya aspal/ permukaan berdebu

    2. Pengunaan agregat halus terlalu banyak.

    3. Lapis permukaan kurang padat/ kurang tebal

    4. Penghamparan pada temperature aspal rendah atau tertarik roda penggerak

    oleh mesin penghampar aspal/ mesin lainnya.

    Akibat lanjutan:

    a. Kerusakan setempat atau menyeluruh pada perkerasan jalan dan akan

    mengganggu kenyamanan berkendaraan.

    b. Lepasnya butir pada tepi retak sehingga timbul lubang (potholes).

    Gambar 2.8 Retak Selip (Slipage Cracks)

    II.2.2.2 Berdasarkan penyebab retak

    Menurut Mamlouk (2006) berdasarkan penyebab terjadinya kerusakan retak, retak

    dibagi menjadi 3 bagian:

    1. Retak struktural (structural cracking)

    Retak struktural yang disebut juga sebagai retak lelah (fatigue cracking) adalah

    serangkaian retak memanjang dan saling berhubungan pada permukaan jalan yang

  • 7/16/2019 Chapter II

    14/26

    Universitas Sumatera Utara

    disebabkan oleh pembebanan yang berulang dari roda kendaraan. Jenis retak ini

    umumnya dimulai sebagai retak longitudinal pendek di jalan dan berkembang menjadi

    retak berpola kulit buaya (retak saling berhubungan). Jenis retak ini terjadi karena

    aksi lentur yang berulang pada perkerasan saat beban diberikan. Hal ini

    menghasilkan tegangan tarik yang akhirnya membuat retak pada bagian bawah

    lapisan aspal. Retak secara bertahap merambat ke bagian atas lapisan dan kemudian

    berkembang dan saling berhubungan. Jenis kerusakan ini akhirnya akan menyebabkan

    hilangnya integritas struktural dari sistem perkerasan.

    Gambar 2.9 Retak Struktural (Fatigue Cracking)

    2. Retak melintang akibat suhu ( transverse thermal cracking)

    Retak ini terjadi karena perubahan suhu pada material perkerasan jalan. Karena

    material ini digerus berulang akibat gaya gesekan dengan material lain, tegangan tarik

    berkembang dalam material perkerasan. Jika tegangan tarik melebihi kekuatan

    tegangan tarik material, maka retak thermal akan berkembang seperti Gambar 2.10.

    Retak thermal biasanya terjadi dalam arah melintang dan tegak lurus dari arah arus

    lalu lintas. Jenis retak ini biasanya memiliki jarak yang sama. Retak ini adalah jenis

    retak yang tidak berhubungan dengan beban lalu lintas dan retak ini dimulai saat

    musim dingin. Lebar retak thermal biasanya mengalami perubahan dari musim panas

  • 7/16/2019 Chapter II

    15/26

    Universitas Sumatera Utara

    ke musim dingin. Dalam beberapa kasus, retak yang kecil dapat tertutup selama

    musim panas. Dalam kasus lain, lebarnya retak meningkat dari tahun ke tahun.

    Gambar 2.10 Retak Thermal (Transverse Thermal Cracking)

    3. Retak refleksi (reflection cracking)

    Retak refleksi merupakan retak di bawah lapisan yang bisa terjadi overlay. Retak

    refleksi sering terjadi di aspal overlay pada perkerasan beton dan cement treated basis.

    Mereka juga terjadi ketika retak pada lapisan aspal yang lama tidak benar diperbaiki

    sebelum dioverlay. Retak refleksi memiliki beberapa bentuk tergantung pada pola

    retak di lapisan bawahnya.

    Gambar 2.11 Retak Refleksi (Reflection Cracking)

  • 7/16/2019 Chapter II

    16/26

    Universitas Sumatera Utara

    II.2.2.3 Berdasarkan tingkat keparahan (severity)

    Menurut Metropolitan Transportation Commission (1986) berdasarkan tingkat keparahan,

    retak dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

    Ringan (low)

    Kerusakan yang ditandai dengan serangkaian retak halus yang saling terhubung tanpa

    ada retakan yang pecah.

    Gambar 2.12 Retak dengan Tingkat Keparahan Rendah

    Sedang (medium)

    Kerusakan yang ditandai dengan serangkaian retak yang terhubung membentuk

    kotak-kotak kecil dan pola retak sudah cukup kelihatan jelas karena sudah terdapat

    retak yang mulai pecah.

    Gambar 2.13 Retak dengan Tingkat Keparahan Sedang

  • 7/16/2019 Chapter II

    17/26

    Universitas Sumatera Utara

    Berat (high)

    Kerusakan yang ditandai dengan serangkaian retak menyerupai kulit buaya yang

    keseluruhan retaknya sudah pecah sehingga jika dibiarkan dapat menyebabkan

    terjadinya alur bahkan lubang pada jalan.

    Gambar 2.14 Retak dengan Tingkat Keparahan Berat

    II.2.2.4 Berdasarkan lokasi retak

    Berdasarkan lokasi retak, NDLI (1995) membagi retak menjadi dua bagian, yaitu:

    Retak pada tepi

    Retak pada tepi ini sama halnya dengan edge break, retak ini terjadi pada pertemuan

    tepi permukaan perkerasan dengan bahu jalan tanah (bahu tidak beraspal) atau juga

    pada tepi bahu jalan beraspal dengan tanah sekitarnya.

    Retak pada wheel path

    Retak yang terjadi pada lintasan roda (wheel path), yang umumnya retak akibat

    pembebanan berulang dari kendaraan yang melintasi jalan tersebut.

    II.2.2.5 Berdasarkan cara berkembang retak

    Berdasarkan cara berkembangnya, NDLI (1995) membagi dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

    Retak dari atas ke bawah (top-down cracking)

  • 7/16/2019 Chapter II

    18/26

    Universitas Sumatera Utara

    Top-down cracks (TDC) adalah retak memanjang dan/ atau melintang yang dimulai

    pada permukaan perkerasan aspal dan berkembang ke bawah. Menurut Kuennen

    (2009), retak ini biasanya terjadi akibat segregasi campuran aspal dan sifat

    viscoelastic aspal sebagai pengikat yang rentan terhadap perubahan suhu yang

    ekstrim.

    Retak dari bawah ke atas (bottom-up cracking)

    Kuennen (2009) menyebutkan bahwa bottom-up cracking atau fatigue cracking

    adalah hasil dari perkembangan tegangan pada lapis pondasi perkerasan aspal yang

    menyebabkan lapis pondasi retak dan merambat ke atas. Retak ini diakibatkan

    repetisi beban lalu lintas dan bisa berupa kumpulan retak kecil yang saling

    berhubungan.

    II.3 Beban Lalu Lintas

    Suatu lapisan lentur yang terdiri dari beberapa lapis yaitu lapisan permukaan berasal

    dari aspal hotmix, base dan sub-base, dan sub-grade. Pada saat menerima beban roda lapisan

    perkerasan melentur dan pada lapisan bekerja tegangan-tegangan tekan maupun tarik. Karena

    beban roda tersebut terjadi berulang-ulang, maka tegangan-tegangan tersebut juga berulang.

    Gambar 2.15 Penyebaran Beban Roda

  • 7/16/2019 Chapter II

    19/26

    Universitas Sumatera Utara

    Lapisan permukaan merupakan suatu lapisan yang bound (terikat), sehingga lapisan

    tersebut dapat menahan gaya tekan tarik. Umumnya karena lapisan permukaan ini dapat

    mendukung tegangan tekan yang lebih besar daripada tegangan tarik, maka tegangan tarik di

    bagian bawah lapisan biasanya lebih menentukan dalam umur tekanan terhadap beban

    berulang.

    Pada lapisan base, sub-base, dan sub-grade, lapisan umumnya terdiri dari bahan

    granular(berbutir) yang lepas. Bahan seperti ini dapat menahan tekan tetapi dapat dianggap

    praktis tidak dapat menahan tegangan tarik. Jadi lapisan ini hanya menahan beban tekan saja

    dan deformasi yang terjadi dianggap hanya akibat beban tekan pada permukaan lapisan saja.

    Pada AASHO Road Test di Negara bagian Illinois USA, telah dilakukan pengujian

    bermacam-macam jenis dan struktur perkerasan jalan, lentur maupun kaku, untuk diketahui

    kekuatannya. Pengujian tersebut dilakukan dengan menggunakan as 18.000 lbs (8,16 ton)

    pada as beroda tunggal ganda pada Gambar 2.14. Dengan beban tersebut dapat diketahui

    jumlah repetisi yang dapat ditanggung oleh bermacam-macam struktur perkerasan sampai

    pada tingkat kerusakan yang ditinjau.

    Gambar 2.16 Konfigurasi Beban As Standar

    Beban as standar pada Gambar 2.16 dikenal dengan nama Standard Single Axle Load.

    Untuk beban-beban as lain yang besarnya 18.000 lbs maka digunakan prinsip beban ekivalen

    dan damage factor.

  • 7/16/2019 Chapter II

    20/26

    Universitas Sumatera Utara

    Untuk menghitung tebal perkerasan, umumnya digunakan unit (satuan) beban as

    standar 8,16 ton di atas melintas satu kali menghasilkan DF = 1. Biasanya satuan untuk

    perancangan tidak disebut dalam Damage Factor tetapi dalam Equivalent Standard Axle

    Load(ESAL).

    Di Indonesia Muatan Sumbu Terberat (MST) yang resmi diberlakukan adalah 8,0 ton

    tekanan sumbu gandar tunggal. Diambilnya besaran (angka) 8,0 ton sebagai batasan muatan

    sumbu terberat untuk sumbu tunggal tersebut didasarkan atas daya pengrusak (damage

    factor) terhadap perkerasan yang bernilai satu (1); sebagai akibat yang ditimbulkan muatan

    sumbu tadi. Sebagaimana diketahui bahwa tekanan gandar tunggal sebesar 8,16 ton atau

    18.000 lbs (dibulatkan menjadi 8,0 ton) mempunyai nilai daya pengrusak perkerasan

    (damage factor) sebesar satu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa besarnya batasan

    muatan ganda ditentukan berdasarkan ketentuan nilai damage factorharus = 1 untuk standar

    muatan gandar yang dimaksud.

    Ketentuan muatan sumbu terberat yang sudah ditetapkan masih terbatas pada sumbu

    tunggal saja (MST 8000 kg). Meskipun demikian untuk jenis sumbu yang lain, yaitu sumbu

    ganda dan sumbu tiga (triple), besarnya muatan maksimum dapat dihitung dengan pedoman

    bahwa nilai damage factordari beban sumbu yang bersangkutan harus sama dengan satu.

    Untuk menghitung besarnya damage factor tiap-tiap jenis muatan sumbu kendaraan

    dapat dipergunakan rumus sebagai berikut:

    Damage factor sumbu tunggal : DF-tgl =

    4

    P(2.1)

    8,16

    4

    P Damage factor sumbu ganda : DF-tdm = 0,086 (2.2)

    8,16

    4

    P Damage factor sumbu triple : DF-trpl = 0,053 (2.3)

    8,16

  • 7/16/2019 Chapter II

    21/26

    Dengan menggunakan rumus-rumus di atas serta batasan nilai damage factor = 1,

    maka akan diperoleh batasan beban maksimum untuk setiap jenis sumbu sebagai berikut:

    MST sumbu tunggal = 8,15 ton, dibulatkan menjadi 8 ton.

    MST sumbu tandem = 15,09 ton, dibulatkan menjadi 15 ton.

    MST sumbu triple = 20,34 ton, dibulatkan menjadi 20 ton.

    Ketentuan MST tersebut di atas berlaku untuk dual wheel atau ban dobel. Untuk

    single wheel atau ban tunggal yang biasanya terdapat pada sumbu tunggal saja, besarnya

    MST sumbu tunggal- ban tunggal adalah sekitar 5,5 ton (Muis, 1993). Beberapa contoh

    perhitungan beban lalu lintas dapat dilihat pada lampiran.

    II.4 Structural Number

    Structural Number (SN) adalah indeks yang diturunkan dari analisis lalu lintas,

    kondisi tanah dasar, dan lingkungan yang dapat dikonversi menjadi tebal lapisan perkerasan

    dengan menggunakan koefisien relatif yang sesuai untuk tiap-tiap jenis material masing-

    masing lapis struktur perkerasan (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002).

    Nilai structural number (SN) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

    berikut:

    log10

    PSI

    log10 (W18)=Z

    R

    S0 9.36 log

    10

    (SN+ 1) 0.20+

    IP0 IP

    t + 2.32

    log10 (MR

    ) 8.07

    0.40 + 1094

    (SN+ 1)5.19

    (2.4)

    Dimana:

    W18 = Perkiraan jumlah beban lalu lintas dari beban sumbu standar ekivalen 8,16 kN

    ZR = Deviasi normal standar

  • 7/16/2019 Chapter II

    22/26

    S0

    PS

    I

    = Gabungan standard error untuk perkiraan lalu lintas dan kinerja

    = Perbedaan antara initial design serviceability index (IP 0 ) dan design terminal

    serviceability index (IPt)

    MR

    IP t

    = Modulus resilien

    = Indeks permukaan jalan hancur (minimum 1,5)

    Structural number(SN) juga dapat ditentukan dengan nomogram di bagian lampiran.

    Structural number (SN) berbeda dengan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) yang

    umumnya dipakai di Indonesia, berikut adalah beberapa perbedaan antarastructural number

    dan Indeks Tebal Perkerasan:

    Persamaan nilaistructural number(SN) adalah persamaan 2.4, yaitu:

    log10

    PSI

    log10 (W18)=ZR S0 9.36 log10 (SN+ 1) 0.20 +

    IP0

    IPt

    + 2.32 log10 (MR ) 8.07

    0.40 + 1094

    (SN+ 1)5.19

    Sedangkan untuk persamaan nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP) adalah:

    log10

    PSI

    log10 (W18)= 9.36

    log10

    (ITP+ 1) 0.20 +IP0 IPt

    + logFR + 0.372(DDT 3.0)

    0.40 + 1094

    (ITP+ 1)5.19

    (2.5)

    Dimana:

    W18 = Perkiraan jumlah beban lalu lintas dari beban sumbu standar ekivalen 8,16 kN

    ITP = Indeks Tebal Perkerasan

    FR = Faktor Regional yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana jalan

    tersebut berada

    PSI = Perbedaan antara initial design serviceability index (IP 0 ) dan design terminal

    serviceability index (IPt)

  • 7/16/2019 Chapter II

    23/26

    DDT = Daya Dukung Tanah Dasar yang besarnya merupakan nilai korelasi dengan nilai

    CBR.

    Tabel 2.1 Perbandingan Structural Number dan Indeks Tebal Perkerasan

    Indeks Tebal Perkerasan (ITP) Structural Number (SN)

    Parameter daya dukung tanah dasar

    dinyatakan dalam DDT, yang dikonversikan

    terhadap nilai CBR.

    Parameter daya dukung tanah dasar

    dinyatakan dalam modulus resilien (Mr) yang

    dapat diperoleh dengan pemeriksaan

    AASHTO T-274 atau korelasi dengan CBR

    Faktor regional, adalah parameter yang

    dipergunakan untuk perbedaan kondisi lokasi

    Parameter ini tidak dipergunakan lagi, diganti

    dengan parameter yang lain.

    Ada beberapa parameter baru:

    - Reliabilitas

    - Simpangan baku

    - Koefisien Drainase

    ITP= a1 D1 + a2 D2 + a3 D3 SN= a1 D1 + a2 D2 m2 + a3 D3 m3

    Tebal perkerasan dalam satuan centimeter

    (cm)

    Tebal perkerasan dalam satuan inci (inch)

    Didesain untuk umur rencana 10 tahun Didesain untuk umur rencana 20 tahun

    Pada pemodelan prediksi HDM-4 (2001) dan Wiyono (2010), nilaistructural number

    (SN) yang dipakai untuk memprediksi kerusakan jalan merupakan modified structural

    number (SNC) yaitu structural number yang dimodifikasi dengan adanya penambahan

    structural number dari sub-grade, yang merupakan fungsi dari CBR sub-grade. Berikut

    adalah persamaanstructural number modified(SNC):

  • 7/16/2019 Chapter II

    24/26

    Performance

    SNC = SN + SNSG (2.6)

    SN = a1 D1 + a2 D2 m2 + a3 D3m3

    (2.7)

    SNSG = 3.51 (log10 CBR) 0.85 (log10 CBR)2

    1.43 (2.8)

    Dimana:

    SNC =Modified structural number

    SN = Structural numberdari AASHTO

    a1 ,a2 ,a3

    D1, D2, D3

    m2, m3

    = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan

    = Tebal masing-masing perkerasan

    = Koefisien drainase

    SNSG = Structural number of Sub-grade

    Adapun nilai koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan dan koefisien drainase dapat

    dilihat pada lampiran.

    Walaupun nilai structural number (SN) pada perkerasan sama, bukan berarti

    perlakuan atau kinerja perkerasan juga sama. Kinerja perkerasan, dalam hal ini retak (crack)

    dan alur (rut) yang terjadi juga tergantung pada jenis-jenis lapisan perkerasan yang ada. Di

    bawah ini adalah beberapa kinerja perkerasan menurut jenis-jenis lapisan perkerasan:

    a.

    Riding Quality (RQ) Thin seal

    Rut

    Crack

    Base

    Sub-base

    Time

  • 7/16/2019 Chapter II

    25/26

    Performance

    Performance

    Performance

    Perform

    ance

    b.

    RQ

    Thin seal

    Concrete base

    Rut Cement Treatment Sub-base (CTSB)

    Crack

    Time

    c.

    RQ

    Crack

    Rut

    Thin seal

    CTB

    CTSB

    Time

    d.

    AC > 100 mmRQ

    Rut Sub-base

    Crack

    Time

    e.

    RQ Concrete

    Sub-base

    Crack

    Rut

    Time

    Gambar 2.17 Grafik kinerja perkerasan menurut jenis-jenis lapisan perkerasan.

  • 7/16/2019 Chapter II

    26/26

    Sesuai pada pembatasan masalah, untuk prediksi mulainya retak dan

    perkembangannya dipakai jenis perkerasan tipe a pada gambar di atas.