chapter ii

44
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Komunikasi 2.2.1. Prinsip Dasar Komunikasi Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk memengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau rangsangan dapat berupa suara/bunyi atau bahasa lisan berupa gerakan, tindakan atau simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh pihak lain. Oleh sebab itu reaksi atau respon dalam bentuk simbol merupakan pengaruh atau hasil proses komunikasi (Notoatmojo, 2007). 2.2.2. Unsur-unsur Komunikasi Hubungan yang terjadi dalam suatu proses komunikasi adalah untuk mencapai tujuan dari komunikasi yang dilakukan. Dengan demikian, apabila salah satu dari unsur tersebut tidak ada, maka akan terhambatlah proses komunikasi tersebut, dan akan menyebabkan tergantungnya pencapaian tujuan dari proses komunikasi. Menurut Wilbur Schramm untuk dapat berkomunikasi itu paling sedikit diperlukan 3 (tiga) unsur, yaitu: - the source - the message - the destination Universitas Sumatera Utara

Upload: dermawanti-malau

Post on 24-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Komunikasi

2.2.1. Prinsip Dasar Komunikasi

Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk

lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk memengaruhi perilaku

orang lain. Stimulus atau rangsangan dapat berupa suara/bunyi atau bahasa lisan

berupa gerakan, tindakan atau simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh pihak lain.

Oleh sebab itu reaksi atau respon dalam bentuk simbol merupakan pengaruh atau

hasil proses komunikasi (Notoatmojo, 2007).

2.2.2. Unsur-unsur Komunikasi

Hubungan yang terjadi dalam suatu proses komunikasi adalah untuk mencapai

tujuan dari komunikasi yang dilakukan. Dengan demikian, apabila salah satu dari

unsur tersebut tidak ada, maka akan terhambatlah proses komunikasi tersebut, dan

akan menyebabkan tergantungnya pencapaian tujuan dari proses komunikasi.

Menurut Wilbur Schramm untuk dapat berkomunikasi itu paling sedikit diperlukan 3

(tiga) unsur, yaitu:

- the source

- the message

- the destination

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II

Unsur-unsur tersebut dapat diperinci lagi ke dalam 5 (lima) unsur, yaitu:

a. Source (sumber)

Yang dimaksud dengan sumber adalah pihak yang mensponsori atau ide yang

melandasi kegiatan-kegiatan komunikasi. Sumber dapat merupakan sebuah

lembaga, sebuah kejadian atau si penyampai pesan sendiri.

b. Encoder (Komunikator)

Komunikator adalah pihak yang menjalankan atau menyampaikan pesan dalam

suatu proses komunikasi. Seorang komunikator dalam suatu proses komunikasi

terkadang dapat berubah menjadi komunikan dan sebaliknya komunikan dapat

berubah menjadi komunikator. Komunikator dalam melancarkan kegiatan

komunikasi dapat melakukannya dalam situasi antar personal, komunikasi

kelompok dan komunikasi massa.

c. Message (pesan)

Yang dimaksud dengan message adalah materi pernyataan yang disampaikan oleh

komunikator kepada komunikan. Materi pernyataan ini dapat diwujudkan secara

lisan dan tulisan, juga dalam bentuk gambar, warna, isyarat, dan segala lambang

yang ada di alam pikiran manusia, asal saja lambang-lambang ini sama-sama

dapat dipahami baik oleh komunikator maupun komunikan.

Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut ”The condition of success in

comumnication” yakni kondisi yang harus dipatuhi jika kita menginginkan agar

suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki:

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat

menarik perhatian komunikan.

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang

sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama dimengerti.

3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikator dan

menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang

layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakan

untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

d. Dekoder (komunikan/sasaran)

Komunikan atau sasaran adalah orang atau pihak yang menerima pesan didalam

suatu kegiatan komunikasi. Komunikan dalam suatu kegiatan komunikasi dapat

berbentuk:

- Masyarakat umum (general public)

- Masyarakat khusus (special public)

- Individu-individu yang berasal dari suatu particular group atau massa, seperti

pendengar radio, pemirsa televisi, pembaca surat kabar dan lain-lain.

e. Destination (tujuan)

Setiap komunikasi yang dilancarkan pasti mempunyai tujuan, yakni bagaimana

hasil dari komunikasi yang dijalankan mendapat umpan balik yang positif. Atau

dengan kata lain komunikan dapat memberikan respon/tanggapan yang

merupakan umpan balik (feed back) yang positif. (Meinanda,1981)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II

2.2.3. Bentuk-bentuk Komunikasi

2.2.3.1. Komunikasi Interpersonal/Tatap Muka (Face to face)

a. Pengertian Komunikasi

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap

muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara

langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersonal ini adalah

komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat,

guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2000).

Menurut Effendi dalam Sunarto (2003), pada hakekatnya komunikasi

interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi

jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku

seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat

langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat

komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya

positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan

pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

Menurut Devito, komunikasi interpersonal adalah pengiriman pesan dari

seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan

umpan balik yang langsung. Dalam menerangkan komunikasi interpersonal, maka

perlu dijelaskan pengertian komunikasi diadik serta komunikasi interpersonal. Karena

dalam proses komunikasi interpersonal secara universal adalah karakteristik atau

konsep-konsep yang relevan dengan semua bentuk komuniksi interpersonal. Konsep-

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II

konsep ini adalah konsep komunikasi kelompok oleh karenanya, sebagai

konsekuensinya ialah bahwa dalam komunikasi interpersonal tidak ada pemecahan

unit dari komunikasi diadik maupun komunikasi kelompok. Komunikasi diadik

adalah komunikasi antara dua orang individu, sedangkan komunikasi interpersonal

ialah komunikasi dengan pribadi sendiri.

Perlu ditekankan disini bahwa komunikasi interpersonal adalah dasar dari

komunikasi interpersonal, karena tidak mungkin seseorang berbicara dengan orang

lain sebelum ia sendiri mempertanyakan apa gerangan persoalan atau masalah yang

ditemui dalam percakapan yang melibatkan dirinya dengan orang lain. Setelah adanya

jawaban yang keluar dari dirinya sendiri, maka ia baru dapat mengeluarkan atau

mengekspresikan pendapat, perasaan yang terkandung di dalam hatinya.

Sementara pada komunikasi diadik adalah bahwa setiap komunikasi

interpersonal, minimal dilakukan oleh dua orang, tetapi selama tiap individu dapat

berkomunikasi dengan individu lainnya dalam kelompok kecil serta dapat

memperoleh umpan balik dan efek langsung, maka situasi komunikasi juga masih

disebut komunikasi interpersonal.

b. Bentuk-bentuk Komunikasi Interpersonal

Bentuk komunikasi dapat dikasifikasikan menjadi dua yaitu:

a) Komunikasi interpersonal verbal

b) Komunikasi interpersonal non verbal

Komunikasi interpersonal verbal menggunakan kata-kata yang meliputi

bahasa lisan. Komunikasi lisan sering digunakan orang banyak, karena dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II

mewakili hal yang konkrit dalam dunia dan dapat mewakili hal yang bersifat abstrak

Komunikasi interpersonal non verbal menyangkut tentang sikap, ekspresi wajah dapat

digunakan untuk menyampaikan pesan (Klapper, 1960).

c. Faktor-faktor yang Memengaruhi Komunikasi Interpersonal

Menurut Devito (1989), Faktor-faktor efektivitas komunikasi interpersonal

dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :

1. Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi

interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka

kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus

dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya memang ini mungkin

menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada

kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya

disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.

Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator

untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam,

tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan

yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang

kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk

dan pada ketidakacuhan, bahkan ketidak sependapatan jauh lebih menyenangkan.

Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap

orang lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II

Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner

dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan

dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda

bertanggung jawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini

adalah dengan pesan yang menggunakan kata saya (kata ganti orang pertama

tunggal).

2. Empati (empathy)

Empati adalah sebagai “kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa

yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang

orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah

merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati

adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal

yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang

yang empati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan

dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang.

Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal.

Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan

memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah

dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata,

postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau

belaian yang sepantasnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II

3. Sikap mendukung (supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat

sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan

berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat

berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap

mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan

strategis, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.

4. Sikap positif (positiveness)

Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal

dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif

mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu

pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi

interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka

sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat

penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan

daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak

bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.

5. Kesetaraan (Equality)

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang

mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis

daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II

segala hal. Terlepas dari ketidak setaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih

efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam

bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing

pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu

hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan

konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada

daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain kesetaraan tidak

mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal

dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau

menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan

“penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.

2.2.3.2. Komunikasi Kelompok (Forum)

a. Pengertian

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa

orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan

sebagainya (Arifin, 1984). Burgoon dalam (Wiryanto, 2005) mendefinisikan

komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau

lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri,

pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik

pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat.

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang

berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II

lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy,

2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok

pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah rapat untuk mengambil suatu

keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antar pribadi.

Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi

kelompok.

b. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Kelompok

Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yaitu

melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan

pertama diukur dari hasil kerja kelompo disebut prestasi (performance) tujuan kedua

diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan

untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya

dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan

sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.

Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik

kelompok, yaitu:

1. Ukuran kelompok

Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung

pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat

dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif,

masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi.

Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II

untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada

kelompok tugas koatif, jumlah anggota, berkorelasi positif dengan pelaksanaan

tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang

diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk

dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam

satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara

keseluruhan akan berkurang.

Faktor lain yang memengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran

kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan

konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok

kecil supaya produktif, terutama, bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan

sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan

kegiatan yang diverges (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif),

diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar. Dalam hubungan dengan

kepuasan, Hare dan Slater dalam Rahkmat (2004) menunjukkan bahwa makin

besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggotaanggotanya. Slater

menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah

hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap

kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-

anggota kelompok.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II

2. Jaringan komunikasi.

Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut:

roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang.

Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk

kelompok tercepat dan terorganisir.

3. Kohesi kelompok.

Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota

kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan

kelompok. Mc David dan Harari dalam Jalaluddin (2004) menyarankam bahwa

kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara

interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi

kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk

memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan

kepuasan anggota, kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat

kepuasan anggota, kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa

aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan

lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat

dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas.

Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma

kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II

4. Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok

untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang

paling menentukan keefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya

kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White dan Lippit (1960). Mereka

mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez

faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang

seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan

pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk

membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire

memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan

individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.

2.3. Kepuasan

2.2.2. Pengertian Kepuasan

Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin ”satis” (artinya cukup

baik, memadai) dan ”facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan

sebagai ”upaya pemenuhan sesuatu memadai”. Oxford Advanced Learner’s

Dictionary (2000) mendeskripsikan kepuasan sebagai ” Perasaan baik yang kamu

miliki ketika kamu mendapatkan sesuatu atau ketika sesuatu yang kamu inginkan ada

kemudian ada”, “usaha untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan”, dan ”Suatu cara

yang dapat diterima dalam menangani komplain, hutang, kecelakaan, dll” Richard L.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II

Oliver (1997) dalam bukunya berjudul ”Satisfaction: A Behavioral Perspective on the

Consumer” menyatakan bahwa semua orang paham apa itu kepuasan, tetapi begitu

diminta mendefenisikannya, kelihatannya tak seorangpun tahu.(Tjiptono, 2011)

Kepuasan dan ketidak puasan merupakan perbandingan antara harapan kinerja

sebelum membeli dan persepsi kinerja yang diterima konsumen setelah membeli. Jika

harapan kinerja sebelum membeli lebih besar dari kinerja yang ditema setelah

membeli maka dikatakan konsumen mengalami ketidakpuasan. Sebaliknya jika

harapan kinerja sebelum membeli lebih kecil dari persepsi kinerja yang diterima

setelah membeli maka kosumen mengalami kepuasan, Peter, dan Olson dalam

Usmara (2003).

Kebutuhan dan keinginan pasien adalah hal penting untuk dipahami yang

dapat memengaruhi kepusan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat

berharga karena apabila pasien puas maka pasien akan terus melakukan pemakaian

terhadap jasa sesuai pilihannya, tetapi bila tidak puas pasien akan menceritakan dua

kali lebih buruk tentang pengalaman yang telah dialami.

Kepuasan pelanggan atau bisa disebut pelanggan pada industri rumah sakit

merupakan konsep yang sangat terkenal dan senantiasa digunakan pada berbagai

disiplin ilmu. (Andreassen, 1994). Terdapat banyak defenisi mengenai kepuasan

pelanggan, diantaranya adalah Oliver (1989) dalam Supranto (2001) yang

mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan karakteristik pelanggan yang

merasa surprise atas harapan Tse dan Wilson (1988) menyarankan bahwa kepuasan

pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi yang dirasakan antara harapan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II

sebelumnya dan kinerja (performa), Parasurraman et al, dalam Shahin (1994); Engel

et al. (1994) dalam Supranto (2001) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan

merupakan evaluasi purna beli yang mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya

memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan

ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan

pelanggan. Defenisi-defenisi mengenai kepuasan pelanggan tersebut secara umum

menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi atas post consumtion

suatu barang dan jasa.

Menurut Sebayang (2004), pengertian kepuasan pasien adalah merupakan

nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, walaupun subyektif tetapi

tetap ada dasar obyektif, artinya walaupun penilaian itu dilandasi oleh hal

pengalaman masa lalu pendidikan, situasi phsikis waktu itu: tetap akan didasari oleh

kebenaran dan kenyataan obyektif yang ada. Tidak semata-mata menilai buruk kalau

memang tidak ada pengalaman yang menjengkelkan, tidak semata-mata bilang baik

bila memang tidak ada. Suasana yang menyenangkan yang dialami.

Penilaian kepuasan pasien penting diketahui karena :

a. Bagian dari kualitas pelayanan

Kepuasan pasien merupakan bagian dari kualitas pelayanan, karena upaya

pelayanan haruslah dapat memberikan kepuasan tidak semata-mata kesembuhan

belaka.

b. Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit

c. Pasien yang puas akan memberitahu pada teman, keluarga dan tetangga

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II

d. Pasien yang puas akan datang lagi, kontrol atau membutuhkan pelayanan yang

baik.

e. Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan yang baru.

f. Berhubungan dengan prioritas

Peningkatan pelayanan dalam dana yang terbatas, peningkatan pelayanan

harus selektif, dan sesuai dengan kebutuhan pasien.

Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi

pelanggan atas performance atau jasa dalam memenuhi harapan pelanggan.

Pelanggan merasa puas apabila harapannya terpenuhi atau akan sangat puas jika

harapan pelanggan terlampaui. Persepsi didefenisikan sebagai proses dimana individu

memilih mengorganisasikan, serta mengartikan stimulus yang diterima melalui alat

inderanya menjadi suatu makna, meskipun demikian, maka dari proses persepsi

tersebut juga terpengaruhi pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan.

(Rangkuti, 2002).

Selanjutnya adalah harapan, harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan

yang besar dalam menentukan kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan

pelanggan. Pada dasarnya ada hubungan yang erat antara penentuan kualitas dengan

kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasinya, pelanggan akan menggunakan

harapannya sebagai standar atau acuan. Dalam konteks kepuasan pelanggan pada

umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang

akan diterimanya. (Parasuraman, et al, dalam Shahin (1994).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II

2.2.2. Model Kepuasan Pelanggan

Paradigma diskonfimasi merupakan model yang paling banyak digunakan dan

dijadikan acuan (Churchill & Surprenant, 1982; La Tour & Peat, 1977; Oliver, 1980;

Spreng, MacKenzie & Olshawsky, 1996; Tse & Wilton, 1988). Paradigma ini

menegaskan bahwa kepuasan/ketidakpuasan purnabeli ditentukan oleh evaluasi

konsumen terhadap perbedaan antara ekspektasi awal (atau standar pembanding

lainnya) dan persepsi terhadap kinerja produk aktual setelah pemakaian produk.

Berdasarkan konsep Zone of Indifference yang diadopsi dari Erevelles &

Leavit (1992), Santos & Boote (2003 mengidentifikasi empat tipe keadaan afektif

purnabeli: (1) delight; (2) kepuasan (indiferen positif); (3) acceptance (inferen

negatif); dan (4) ketidak puasan. Keempat keadaan afektif (delight, kepuasan,

acceptance, dan ketidakpuasan) berpengaruh terhadap tindakan efektif, yaitu perilaku

komplain dan complimenting behavior.

Stauss & Neuhaus (1997) mengembangkan model kepuasan kualitatif, mereka

membedakan tiga tipe kepuasan dan dua tipe ketidakpuasan berdasarkan kombinasi

antara emosi-emosi spesifik terhadap penyedia jasa, ekspektasi menyangkut

kapabilitas kinerja masa depan pemasok jasa, dan minat berperilaku untuk memilih

lagi penyedia jasa bersangkutan. Tipe-tipe kepuasan dan ketidakpuasan tersebut

adalah demanding satisfaction, stable satisfaction, resigned satisfaction, stable

dissatisfaction, dan demanding dissatisfaction. (Tjiptono, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II

2.3.3. Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Ada beberapa metode yang bisa dipergunakan setiap perusahaan untuk

mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Dan

mengidentifikasi dalam empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan: sistem

keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer anlysis, dan survei kepuasan

pelanggan.

1. Sistem Keluhan dan Saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu

menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para

pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka.

Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi

strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar

(yang bisa diisi langsung maupun yang dikirim via pos kepada perusahaan),

saluran telepon khusus bebas pulsa, websites, dan lain-lain.

2. Ghost Shopping (Mystery shopping)

Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah

dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan atau

berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing.

3. Analisa Pelanggan yang Hilang (Lost Customer Analysis)

Sedapat mungkin perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang

telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami

mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/

penyempurnaan selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II

4. Survei Kepuasan Pelanggan

Sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan metode

survei, baik survei melalui pos, telepon, e-mail, websites, maupun wawancara

langsung. (Tjiptono, 2011)

2.3.4. Strategi Kepuasan Pelanggan

Pada umumnya setiap perusahaan menerapkan strategi bisnis kombinasi

antara strategi ofensif dan defensif. Strategi ofensif terutama ditujukan untuk meraih

atau mendapatkan pelanggan baru. Melalui strategi ini, perusahaan berharap dapat

meningkatkan pangsa pasar, penjualan, dan jumlah pelanggannya.

Strategi defensif meliputi usaha mengurangi kemungkinan customer exit dan

beralihnya pelanggan ke pemasar lain. Tujuan strategi defensif ini adalah untuk

meminimalisasi customer tunover atau memaksimalkan customer retention dengan

melindungi produk dan pasarnya dari serangan para pesaing. Salah satu cara untuk

mencapai tujuan ini adalah dengan meningkatkan kepuasan pelanggan saat ini.

Strategi defensif terdiri atas dua bentuk, yaitu rintangan beralih (switching

barries) dan kepuasan pelanggan. Dalam strategi rintangan beralih, perusahaan

berupaya menciptakan rintangan pengalihan tertentu supaya para pelanggan merasa

enggan, rugi, atau perlu mengeluarkan biaya besar untuk berganti pemasok. Strategi

kepuasan pelanggan menyebabkan para pesaing harus berusaha keras dan

memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan sebuah perusahaan

spesifik. Satu hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa kepuasan pelanggan

merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut

dana maupun sumber daya manusia (Tjiptono, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II

2.4. Perilaku

2.4.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis,

tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.

Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,

dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-

O-R” atau Stimulus – Organisms – Respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua :

1. Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini

masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang

terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati

secara jelas oleh orang lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau

praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.4.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon

seseorang (organisms) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau

penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari

batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga

kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.

2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering

disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior).

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita penyakit dan atau kecelakaan.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun

sosial budaya, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II

2.4.3 Domain Perilaku

Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2003), membagi perilaku itu didalam 3

domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai

batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan

tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku

tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affectifie

domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain). Dalam perkembangan

selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil, ketiga

domain itu diukur dari pengetahuan, sikap dan tindakan.

a. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan adalah hasil penginderaan

manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya

(mata, telinga, hidung, dsb). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sehingga

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

indera pendengaran dan mata. Pengetahuan atau kognitif merupakakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang

a. Faktor Internal faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat,

kondisi fisik.

b. Faktor Eksternal faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.

c. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode

dalam pembelajaran.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II

Menurut Andersen & Krathwohl (2001), dimensi pengetahuan terdiri dari

empat jenis pngetahuan, yaitu: pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual,

pengetahuan prosedur, dan pengetahuan metakognitif. Perbedaan antara

pengetahuan-pengetahuan faktual dan pengtahuan konseptual perlu dijelaskan disini,

perlu perbedaan antara pengetahuan elemen-elemen kandungan yang tidak

berkembang atau tertutup dan terpisah contohnya istilah-istilah dan fakta-fakta

dengan pengetahuan bagian-bagian pengetahuan yang lebih tersusun dan lebih luas

(contohnya konsep-konsep, prinsip-prinsip, model-model, atau teori-teori).

a. Pengetahuan faktual meliputi elemen-elemen dasar yang para ahli gunakan dalam

menyampaikan disiplin ilmu akademis mereka, memahaminya dan mengaturnya

secara sistematis. Elemen-elemen ini biasanya dapat diberikan pada orang-orang

yang bekerja pada beragam bentuk disiplin antara elemen-elemen tersebut

disajikan, mereka memerlukan sedikit atau tidak ada perubahan dari elemen atau

penerpan yang digunakan pada elemen lainnya.

b. Pengetahuan konseptual meliputi skema-skema, model-model, mental dan teori-

teori eksplisit dan implisit dalam model-model psikologis kognitif yang berbeda,

skema-skema, model-model dan teori-teori ini menunjukkan pengetahuan yang

seseorang miliki.

c. Pengetahuan prosedur (terminologi) meliputi nama-nama dan simbol-simbol

verbal dan non verbal tertentu (contohnya: kata-kata, angka-angka, tanda-tanda,

dan gambar-gambar) setiap pokok bahasan berisi sejumlah besar nama-nama dan

simbol, baik verbal maupun non verbal, yang memiliki rujukan tertentu, mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II

berada pada bahasan disiplin dasar jalan pintas yang digunakan para ahli untuk

mengungkapkan apa yang mereka ketahui.

d. Pengetahuan metakognitif yaitu pengetahuan yang detail dan elemen yang

spesifik mengacu pada pengetahuan peristiwa-peristiwa, tempat, orang-orang,

tanggal, sumber informasi dan semacamnya. Hal ini dapat melibatkan informasi

yang sangat tepat dan spesifik, seperti tanggal yang tepat dari suatu peristiwa

atau besarnya fenomena dengan tepat. Hal ini dapat juga meliputi informasi

perkiraan seperti periode waktu dimana suatu peristiwa terjadi atau besarnya tata

cara yang dapat terpisah, elemen terpisah berlawanan dengan elemen-elemen

yang hanya dapat dikethui dalam kontek yang lebih jelas.

b. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo

(2010) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (obyek).

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

merupakan sikap yang paling tinggi.

c. Praktik atau Tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan

faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan:

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama

2. Respon terpimpin (guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II

3. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,

atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik

tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau

bulan yang lalu (recall). Pengucuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni

dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Menurut penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003),

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang

tersebut terjadi proses berurutan yakni

1. Kesadaran (awareness)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap

stimulus (objek)

2. Tertarik (interest)

Dimana orang mulai tertarik pada stimulus

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II

3. Evaluasi (evaluation)

Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Mencoba (trial)

Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Menerima (Adoption)

Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan

sikapnya terhadap stimulus.

2.4.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), ada tiga faktor yang

merupakan penyebab perilaku, yaitu faktor pendorong (predisposing) seperti

pengetahuan, sikap, keyakinan, dan nilai yang berkenaan dengan motivasi seseorang

untuk bertindak. Faktor kedua adalah faktor pendukung (enabling) yaitu tersedianya

fasilitas, sarana atau prasarana yang mendukung dan memfasilitasi terjadinya perilaku

seseorang atau masyarakat. Faktor ketiga adalah faktor penguat (reinforcing) seperti

keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan dan juga termasuk

undang-undang atau peraturan-peraturan baik yang dan pusat maupun kebijakan

daerah yang terkait dengan kesehatan.

2.4.5 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku

Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perubahan perilaku

itu dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter II

1. Perubahan alamiah

Sebagian perubahan alamiah disebabkan oleh perubahan alam yang terjadi.

Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau

sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga

akan mengalami perubahan.

2. Perubahan terencana

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

3. Kesediaan untuk berubah

Apabila tedadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam

masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang akan mengadopsi

inovasi tersebut dengan cepat dan sebagian mengadopsi secara lambat. Hal ini

menegaskan bahwa setiap orang di dalam suatu masyarakat mempunyai kesediaan

untuk berubah.

2.5 Rumah Sakit

2.4.3 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit dalam bahasa Inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dari

kata bahasa latin hospital yang berarti tamu. Secara lebih luas kata itu bermakna

menjamu para tamu. Memang menurut sejarahnya, hospital atau rumah sakit adalah

suatu lembaga yang bersifat kedermawanan (charitable), untuk merawat pengungsi

atau memberikan pendidikan bagi orang-orang yang kurang mampu atau miskin,

berusia lanjut, cacat, atau para pemuda. (Kepmenkes RI, No.

1426/MENKES/SK/XII/2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter II

Rumah sakit adalah saran kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan

pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya

peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta

dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian. Rumah sakit juga

merupakan institusi yang dapat memberi keteladanan dalam budaya hidup bersih dan

sehat serta kebersihan lingkungan (Depkes RI, 2003).

2.4.4 Fungsi Rumah Sakit

Adapun fungsi-fungsi yang harus diselenggarakan oleh rumah sakit adalah:

a. Menyelenggarakan pelayanan medis, yang meliputi rawat jalan, rawat inap, rawat

darurat, bedah sentral, perawatan intensif, dan kegiatan pelayanan medis lain.

b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis, yang meliputi

radiologi, farmasi, gizi, rehabilitasi, medis, patologi klinis, patologi anatomi,

pemulasaran jenasah, pemeliharaan sarana rumah sakit, dan penunjang medis lain.

c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan.

d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan.

e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan.

g. Menyelenggarakan administrasi umun dan keuangan.

2.8. Promosi Kesehatan

Berdasarkan WHO promosi kesehatan adalah suatu proses yang bertujuan

memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter II

mengingkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan

diri sendiri (self empowerment) “Promosi Kesehatan adalah kombinasi berbagai

dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundang-

undangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan”

(Maulana, 2009).

Promosi Kesehatan rumah sakit adalah bagian dari pendidikan kesehatan

dengan memberi informasi tentang kesehatan kepada pasien, keluarga pasien juga

petugas yang bekerja di rumah sakit.

Menurut Ewles & Simnett (1994), promosi kesehatan adalah memperbaiki

kesehatan atau mendorong untuk menempatkan kesehatan sebagai kebutuhan yang

lebih tinggi pada agenda individu ataupun dalam masyarakat. Aspek promosi

kesehatan yang mendasar bertujuan untuk melakukan pemberdayaan sehingga orang

memiliki keinginan lebih besar terhadap aspek kehidupan yang mempengaruhi

kesehatan. Dengan peningkatan pengetahuan maka informasi masalah kesehatan akan

membantu individu maupun masyarakat untuk tanggap dengan masalah kesehatannya

dan cepat bertindak untuk mencari tahu ke tempat pelayanan kesehatan atau untuk

mendapatkan pengobatan (Hartono, 2010).

Promosi kesehatan dilakukan dengan perencanaan melaui tahap analisis untuk

mengetahui permasalahan dan apa yang menjadi penyebabnya, dilakukan penyusunan

program agar dapat dilakukan penyelesaian permasalahan tersebut (Diagnan dan

Carr, 1992).

Sesuai dengan perkembangan promosi kesehatan, WHO memberi pengertian

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter II

bahwa promosi kesehatan merupakan “the process of enabling individuals and

communities to increase control over the determinants of health and thereby improve

their health” (proses mengupayakan individu-individu dan masyarakat untuk

meningkatkan kemampuan dalam mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi

kesehatan, dengan demikian meningkatkan derajat kesehatan). Di Indonesia promosi

kesehatan dirumuskan sebagai “upaya untuk meningkatakan kemampuan masyarakat

melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat agar dapat

menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya

masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang

berwawasan kesehatan” (Depkes RI, 2005b).

2.5.1. Promosi Kesehatan oleh Rumah Sakit

Jika promosi kesehatan rumah sakit ditetapkan di rumah sakit, maka dapat

dibuat rumusan sebagai berikut: Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) adalah

upaya rumah sakit meningkatkan kemampuan pasien kelompok masyarakat agar

dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, klien dan

kelompok-kelompok masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan,

mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan

bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya mereka serta didukung kebijakan

publik yang berwawasan kesehatan (Depkes RI, 2008).

Sebagaimana tercantum dalam keputusan menteri Nomor

1114/MENKES/SK/VII/2005 tentang pedoman pelaksanaan promosi kesehatan di

daerah, Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter II

masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar

mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber

daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang

berwawasan kesehatan.

Menolong diri sendiri artinya masyarakat mampu menghadapi masalah-masalah

kesehatan potensial (yang mengancam) dengan cara mencegahnya, dan mengatasi

masalah-masalah kesehatan yang sudah terjadi dengan cara menanganinya secara

efektif serta efisien. Dengan kata lain, masyarakat mampu berprilakuhidupbersih dan

sehatdalam rangka memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya

(problem solving), baik masalah-masalah kesehatan yang sudah diderita maupun yang

potensial (mengancam), secara mandiri (dalam batas-batas tertentu). (Depkes RI,

2008).

Jika defenisi itu ditetapkan di rumah sakit, maka dapat dibuat rumusan sebagai

berikut ”Promosi Kesehatan oleh Rumah Sakti (PKRS) adalah upaya rumah sakit

untuk meningkatkan kemampuan pasien, klien, dan kelompok-kelompok masyarakat,

agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, klien

dan kelompok-kelompok masyarakat dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan

dan rehailitasinya, klien dan kelompok-kelompok masyarakat dapat mandiri dalam

meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan dan

mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, melalui pembelajaran

dari, oleh, untuk dan bersama mereka sesuai sosial budaya serta didukung kebijakan

publik yang berwawasan kesehatan.” (Depkes RI, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter II

Menurut Doherty (1997) dalam Agustin (2003), menyatakan bahwa beberapa

alasan mengapa rumah sakit dianggap perlu melaksanakan penyuluhan atau promosi

kesehatan adalah sebagai berikut:

a) Karyawan rumah sakit berada pada posisi yang paling tepat untuk memberikan

penyuluhan kesehatan karena pasien dan keluarganya saling berada pada keadaan

dimana mereka akan paling memperhatikan pesan-pesan dari penyuluhan.

b) Bila dimanfaatkan dengan tepat maka sistem informasi dirumah sakit akan dapat

mendeteksi perubahan angka morbiditas yang berkaitan dengan perubahan pola

hidup, perilaku masyarakat setempat atau karena pencemaran lingkungan.

c) Sebagai suatu organisasi yang memiliki banyak karyawan dan sebagai pusat

sumber daya untuk wilayahnya, maka rumah sakit mempunyai tanggung jawab

moral untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan karyawannya agar dapat

menjadi teladan masyarakat diwilayah cakupannya.

d) Karena relatif banyaknya karyawan rumah sakit dengan keluarganya, maka

mereka paling cocok untuk dijadikan panutan bagi masyarakat luas dalam segi

perilaku hidup sehat, keselamatan dan keamanan kerja, serta kesehatan

lingkungan.

e) Sebagai suatu instansi yang relatif besar dan dihormati di lingkungan sekitarnya,

maka pesan-pesan dari rumah sakit dalam penyuluhan kesehatan akan memiliki

bobot yang jauh lebih besar daripada instansi lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Chapter II

f) Sebagai pusat sumber daya untuk jaringan rujukannya, kerjasama rumah sakit

dengan fasilitas pelayanan kesehatan lain diwilayahnya, dalam hal penyuluhan

atau promosi kesehatan, akan memberi dampak dan cakupan yang lebih luas.

2.5.3 Tujuan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit

Menurut Notoatmojo (2005) tujuan promosi kesehatan sesuai dengan

sasaran-sasarannya yaitu:

a. Bagi pasien:

1. Mengembangkan perilaku kesehatan (healthy behavior) : promosi kesehatan

di rumah sakti mempunyai tujuan untuk mengembangkan pengetahuan sikat

dan perilaku tentang kesehatan khususnya masalah penyakit yang diderita

pasien. Apabila pengetahuan, sikap, dan perilaku ini dipunyai oleh pasien,

maka pengaruhnya antara lain:

1) Mempercepat kesembuhan dan pemulihan pasien

2) Mencegah terserangnya penyakit yang sama atau mencegah

kekambuhan penyakit.

3) Mencegah terjadinya penularan penyakit kepada orang lain atau

keluarga.

4) Menyebarluaskan pengalamannya tentang proses penyebuhan kepada

orang lain, sehingga orang lain dapat belajar dari pasien tersebut.

2. Mengembangkan perilaku pemanfaatan fasilitas kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Chapter II

b. Bagi keluarga

Keluarga adalah merupakan lingkungan sosial yang aling dekat dengan

pasien. Proses penyembuhan dan terutama pemulihan terjadi bukan hanya

semata-mata karena faktor rumah sakit, tetapi juga faktor keluarga. Oleh sebab

itu promosi kesehatan bagi keluarga pasien penting karena dapat:

1. Membantu mempercepat proses penyembuhan pasien.

2. Keluarga tidak terserang atau tertular penyakit.

3. Membantu agar tidak menularkan penyakitnya ke orang lain.

c. Bagi rumah sakit

Pengalaman-pengalaman bagi rumah sakit yang telah melaksanakan

promosi kesehatan membuktikan bahwa mempunyai keuntungan bagi rumah

sakit antara lain:

1. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

2. Meningkatkan citra rumah sakit.

3. Meningkatkan angka hunian rumah sakit.

2.5.3. Strategi Promosi Kesehatan Masyarakat

Menurut Hartono (2005) Strategi Promosi Kesehatan diharapkan dapat

dilaksanakan secara paripurna (komprehensif) khususnya dalam menciptakan perilaku

baru. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar

promosi kesehatan, yaitu: 1. Advokasi; 2. Bina suasana yang diperkuat oleh

kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat dan; 3. Gerakan

pemberdayaan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Chapter II

Advokasi menurut Hopkins dalam Notoatmodjo (2003) adalah usaha untuk

memengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam bentuk komunikasi

persuasif. Advokasi diartikan sebagai upaya atau proses yang strategis dan terencana

untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait

(stakeholders). Bina suasana dijelaskan oleh Hartono (2005) sebagai upaya

pembentukan opini publik dengan membuat suasana atau iklim yang kondusif atau

menunjang sehingga masyarakat terdorong untuk melakukan perilaku hidup bersih

dan sehat. Fokus bina suasana adalah sasaran sekunder dengan luaran berupa adanya

kemitraan dan suasana yang mendukung. Selanjutnya pemberdayaan oleh

Notoatmodjo (2003) didefenisikan sebagai proses pemberian informasi secara

berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran,

agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek

knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu

melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).

Promosi kesehatan di rumah sakit telah diselenggarakan sejak tahun 1994

dengan nama Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS). Seiring

dengan perkembangannya, pada tahun 2003, istilah PKRS berubah menjadi Promosi

Kesehatan Rumah Sakit (PKRS). Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk

pengembangan PKRS seperti penyusunan pedoman PKRS, advokasi dan sosialisasi

PKRS kepada Direktur Rumah Sakit Pemerintah, Pelatihan PKRS, pengembangan

dan distribusi media serta pengembangan model PKRS antara lain di Rumah Sakit

Pasar Rebo di Jakarta dan Syamsuddin, SH di Sukabumi. Namun demikian

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Chapter II

pelaksanaan PKRS dalam kurun waktu lebih dari 15 tahun belum memberikan hasil

yang maksimal dan kesinambungan di rumah sakit tidak terjaga dengan baik

tergantung pada kuat tidaknya komitmen direktur rumah sakit.

(www.Kemenkesstandarpkrs, 2010).

Berdasarkan hal tersebut, beberapa isu strategis yang muncul dalam promosi

kesehatan di rumah sakit yaitu:

1. Sebagian besar rumah sakit belum menjadikan PKRS sebagai salah satu kebijakan

upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit.

2. Sebagian besar rumah sakit belum memberikan hak pasien untuk mendapatkan

informasi tentang pencegahan dan pengobatan yang berhubungan dengan

penyakitnya.

3. Sebagian besar rumah sakit belum mewujudkan tempat kerja yang aman, bersih

dan sehat. Sebagian besar rumah sakit kurang menggalang kemitraan untuk

meningkatkan upaya pelayanan yang bersifat preventif dan promotif.

2.5.4. Sasaran Promosi Kesehatan Rumah Sakit

Sasaran promosi kesehatan diarahkan pada indvidu/keluarga, masyarakat,

pemerintah/lintas sektor/politis/swasta dan petugas atau pelaksana program.

1. Individu/keluarga diharapkan

a. Memperoleh informasi kesehatan melalui berbagai saluran (baik langsung

maupun melalui media massa),

b. Mempunyai pengetahuan dan kemauan untuk memelihara, meningkatkan dan

melindungi kesehatannya,

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Chapter II

c. Mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),

d. Berperan serta dalam kegiatan sosial khususnya yang berkaitan dengan

lembaga swadaya masyarakat (LSM) kesehatan.

2. Masyarakat diharapkan

a. Menggalang potensi untuk mengembangkan gerakan atau upaya kesehatan.

b. Bergotong royong mewujudkan lingkungan sehat,

3. Pemerintah/Lintas sektoral/Politisi/Swasta diharapkan

a. Peduli dan mendukung upaya kesehatan, minimal dalam mengembangkan

perilaku dan lingkungan sehat,

b. Membuat kebijakan sosial yang memperhatikan dampak dibidang kesehatan,

4. Petugas atau pelaksana program diharapkan

a. Memasukkan komponen promosi kesehatan dalam setiap program kesehatan,

b. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang memberi kepuasan kepada

masyarakat.

2.5.5. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan

Adapun ruang lingkup promosi kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan Kesehatan (perubahan perilaku)

2. Kampanye Sosialisasi (social marketing)

3. Penyuluhan (komunikasi, informasi dan edukasi)

4. Upaya peningkatan (upaya promotif)

5. Advokasi (upaya memengaruhi lingkungan)

6. Pengorganisasian dan penggerakan dan pemberdayaan masyarakat

7. Upaya lain sesuai dengan keadaan dan kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Chapter II

2.5.6. Peluang Promosi Kesehatan

Banyak tersedia peluang untuk melaksanakan promosi kesehatan di rumah

sakit (Petunjuk Teknis PKRS, 2008), secara umum peluang itu dapat dikategorikan

sebagai berikut:

a. Di dalam gedung

Di dalam gedung rumah sakit, PKRS dilaksanakan seiring dengan pelayanan yang

diselenggarakan rumah sakit. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa di dalam

gedung terdapat peluang-peluang:

1. PKRS di ruang pendaftaran/administrasi yaitu diruang dimana pasien/klien

harus melapor/mendaftar sebelum mendapatkan pelayanan rumah sakit.

2. PKRS dalam pelayanan rawat jalan bagi pasien, yaitu di poliklinik-poliklinik

seperti poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik anak, poliklinik mata,

poliklinik bedah, poliklinik penyakit dalam, poliklinik THT, dan lain-lain.

3. PKRS dalam pelayanan rawat inap bagi pasien, yaitu di ruang-ruang darurat,

rawat intensif dan rawat inap.

4. PKRS dalam pelayanan penunjang medik bagi pasien, yang terutama di

pelayanan obat, pelayanan laboratorium dan pelayanan rehabilitasi medik

bahkan juga kamar mayat.

5. PKRS dalam pelayan bagi klien (orang sehat) adalah seperti di pelayanan KB,

konseling gizi, bimbingan senam, pemeriksaan kesehatan (check up),

konseling kesehatan jiwa, konseling kesehatan remaja dan

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Chapter II

6. PKRS diruang pemberdayaan rawat inap yaitu di ruang dimana pasien rawat

inap harus menyelesaikan pembayaran biaya rawat inap, sebelum

meninggalkan rumah sakit.

b. Di luar gedung

Di luar gedung RS tidak tersedia peluang untuk melakukan PKRS. Kawasan luar

gedung rumah sakit pun dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk PKRS yaitu

1. PKRS di tempat parkir yaitu pemanfaatan ruang yang ada di lapangan/gedung

parkir sejak dari bangunan gardu parkir sampai ke sudut-sudut

lapangan/gedung parkir.

2. PKRS di taman rumah sakit yaitu aman-taman yang ada di depan,

samping/sekitar maupun di dalam/halaman dalam rumah sakit.

3. PKRS di dinding luar rumah sakit.

4. PKRS di kantin/warung-warung/toko-toko/kios-kios yang di kawasan rumah

sakit.

5. PKRS di tempat ibadah yang tersedia di rumah sakit (mesjid dan mushala)

6. PKRS di pagar pembatas kawasan rumah sakit.

2.5.7 Indikator Keberhasilan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit

Indikator keberhasilan perlu dirumuskan untuk keperluan pemantauan dan

evaluasi PKRS (Kemenkes, 2010). Indikator keberhasilan mencakup indikator

masukan (input), indikator proses, indikator (output), dan indikator dampak.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Chapter II

1. Indikator Masukan

Masukan yang perlu diperhatikan adalah yang berupa komitmen, sumber daya

manusia, sarana/peralatan, dan dana. Oleh karena itu, indikator masukan ini dapat

mencakup:

a. Ada/ tidaknya komitmen direksi yang tercermin dalam rencana umum PKRS.

b. Ada/tidaknya komitmen seluruh jajaran yang tercermin dalam rencana

operasional PKRS

c. Ada/tidaknya unit dan petugas rumah sakit yang ditunjuk sebagai koordinator

PKRS dan mengacu kepada standar

d. Ada tidaknya petugas koordinator PKRS dan petugas-petugas lain yang sudah

dilatih.

e. Ada/tidaknya sarana dan peralatan promosi kesehatan yang mengacu pada

standar.

f. Ada/tidaknya dana yang mencukupi untuk penyelenggaraan PKRS

2. Indikator Proses

Proses yang dipantau adalah proses pelaksanaan PKRS yang meliputi PKRS

untuk pasien (rawat inap, rawat jalan, pelayanan penunjang), PKRS untuk klien sehat

dan PKRS diluar gedung rumah sakit. Indikator yang digunakan disini meliputi :

a. Sudah/belum dilaksanakannya kegiatan (pemasangan poster, konseling dan lain-

lain) dan atau frekuensinya.

b. Kondisi media komunikasi yang digunakan (poster, leaflet, giant banner,

spanduk, neon box, dan lain-lain) yaitu masih bagus atau sudah rusak.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Chapter II

3. Indikator Keluaran

Keluaran yang dipantau adalah keluaran dari kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan baik secara umum maupun secara khusus, oleh karena itu, indikator

yang digunakan disini adalah berupa cakupan kegiatan, yaitu misalnya:

a. Apakah semua bagian rumah sakit sudah tercakup PKRS

b. Berapa pasien/klien yang sudah terlayani oleh berbagai kegiatan PKRS

(konseling, biblioterapi, senam, dan lain-lain)

4. Indikator Dampak

Indikator dampak mengacu pada tujuan dilaksanakannya PKRS, yaitu

berubahnya pengetahuan, sikap dan perilaku pasien/klien rumah sakit serta

terpeliharanya lingkungan rumah sakit dan dimanfaatkannya dengan baik semua

pelayanan yang disediakan rumah sakit. Oleh sebab itu kondisi ini sebaiknya di nilai

melalui observasi, dan kondisi pemanfaatan pelayanan dapat di nilai dari pengolahan

terhadap catatan/data pasien/klien rumah sakit. Sedangkan kondisi pengetahuan,

sikap, perilaku pasien/klien hanya dapat diketahui dengan menilai diri pasien/klien

tersebut. Oleh karena itu data untuk inikator ini biasanya didapat melalui survey.

Survei pasien/klien yang berada di rumah sakit maupun mereka yang tidak berada di

rumah sakit pernah menggunakan rumah sakit.

Penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan di luar sekolah yang

berfungsi untuk menjembatani kesenjangan antara praktik yang biasa dijalankan

dengan pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang menjadi kebutuhan.

Dengan demikian, penyuluhan merupakan penghubung yang bersifat dua arah antara

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Chapter II

lain: 1) Pengetahuan yang dibutuhkan dan pengalaman yang biasa dilakukan dan 2)

Pengalaman baru yang terjadi pada pihak para ahli dan kondisi yang nyata dialami

setelah menerima penyuluhan. (Setiani, 2005).

2.5.9 Promosi Kesehatan Bagi Pasien Rawat Inap

Terdapat tiga kategori pasien rawat inap di rumah sakit yaitu: (1) pasien yang

sedang sakit akut, (2) pasien yang dalam proses penyembuhan, dan (3) pasien dengan

penyakit kronis. Promosi kesehatan bagi pasien rumah sakit dalam pelaksanaannya

perlu:

1. Pemberdayaan yang terdiri dari :

a. Konseling di tempat tidur

b. Biblioterapi (penggunaan bahan-bahan bacaan sebagai sarana)

c. Konseling berkelompok

2. Bina suasana terdiri dari

a. Pemanfaatan ruang tunggu

b. Pembekalan penjenguk secara berkelompok

c. Pendekatan keagamaan

4. Advokasi perlu diperhatikan yaitu membantu pasien miskin melalui program

Jamkesmas.

2.9. Landasan Teori

Menurut teori komunikasi Devito (1989), bahwa faktor yang berpengaruh

terhadap tingkat kepuasan keluarga pasien adalah efektivitas komunikasi

Universitas Sumatera Utara

Page 44: Chapter II

interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu

keterbukaan (opennes), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap

positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). Berdasarkan faktor-faktor yang

memengaruhinya, konsumen akan puas dan menerima informasi yang diberikan oleh petugas

PKMRS.

2.10. Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Komunikasi Interpersonal :

- Keterbukaan (Openess)

- Empati (Empathy)

- Sikap mendukung (Supporti

- Sikap positif (Positiveness)

- Kesetaraan (Equality)

Tingkat kepuasan keluarga pasien rawat inap di RSUD dr. Zainoel

Abidin Banda Aceh

Universitas Sumatera Utara