chapter ii
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Komunikasi
2.2.1. Prinsip Dasar Komunikasi
Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk
lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk memengaruhi perilaku
orang lain. Stimulus atau rangsangan dapat berupa suara/bunyi atau bahasa lisan
berupa gerakan, tindakan atau simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh pihak lain.
Oleh sebab itu reaksi atau respon dalam bentuk simbol merupakan pengaruh atau
hasil proses komunikasi (Notoatmojo, 2007).
2.2.2. Unsur-unsur Komunikasi
Hubungan yang terjadi dalam suatu proses komunikasi adalah untuk mencapai
tujuan dari komunikasi yang dilakukan. Dengan demikian, apabila salah satu dari
unsur tersebut tidak ada, maka akan terhambatlah proses komunikasi tersebut, dan
akan menyebabkan tergantungnya pencapaian tujuan dari proses komunikasi.
Menurut Wilbur Schramm untuk dapat berkomunikasi itu paling sedikit diperlukan 3
(tiga) unsur, yaitu:
- the source
- the message
- the destination
Universitas Sumatera Utara
Unsur-unsur tersebut dapat diperinci lagi ke dalam 5 (lima) unsur, yaitu:
a. Source (sumber)
Yang dimaksud dengan sumber adalah pihak yang mensponsori atau ide yang
melandasi kegiatan-kegiatan komunikasi. Sumber dapat merupakan sebuah
lembaga, sebuah kejadian atau si penyampai pesan sendiri.
b. Encoder (Komunikator)
Komunikator adalah pihak yang menjalankan atau menyampaikan pesan dalam
suatu proses komunikasi. Seorang komunikator dalam suatu proses komunikasi
terkadang dapat berubah menjadi komunikan dan sebaliknya komunikan dapat
berubah menjadi komunikator. Komunikator dalam melancarkan kegiatan
komunikasi dapat melakukannya dalam situasi antar personal, komunikasi
kelompok dan komunikasi massa.
c. Message (pesan)
Yang dimaksud dengan message adalah materi pernyataan yang disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan. Materi pernyataan ini dapat diwujudkan secara
lisan dan tulisan, juga dalam bentuk gambar, warna, isyarat, dan segala lambang
yang ada di alam pikiran manusia, asal saja lambang-lambang ini sama-sama
dapat dipahami baik oleh komunikator maupun komunikan.
Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut ”The condition of success in
comumnication” yakni kondisi yang harus dipatuhi jika kita menginginkan agar
suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki:
Universitas Sumatera Utara
1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat
menarik perhatian komunikan.
2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang
sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama dimengerti.
3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikator dan
menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang
layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakan
untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
d. Dekoder (komunikan/sasaran)
Komunikan atau sasaran adalah orang atau pihak yang menerima pesan didalam
suatu kegiatan komunikasi. Komunikan dalam suatu kegiatan komunikasi dapat
berbentuk:
- Masyarakat umum (general public)
- Masyarakat khusus (special public)
- Individu-individu yang berasal dari suatu particular group atau massa, seperti
pendengar radio, pemirsa televisi, pembaca surat kabar dan lain-lain.
e. Destination (tujuan)
Setiap komunikasi yang dilancarkan pasti mempunyai tujuan, yakni bagaimana
hasil dari komunikasi yang dijalankan mendapat umpan balik yang positif. Atau
dengan kata lain komunikan dapat memberikan respon/tanggapan yang
merupakan umpan balik (feed back) yang positif. (Meinanda,1981)
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Bentuk-bentuk Komunikasi
2.2.3.1. Komunikasi Interpersonal/Tatap Muka (Face to face)
a. Pengertian Komunikasi
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap
muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersonal ini adalah
komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat,
guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2000).
Menurut Effendi dalam Sunarto (2003), pada hakekatnya komunikasi
interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi
jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku
seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat
langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat
komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya
positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan
pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.
Menurut Devito, komunikasi interpersonal adalah pengiriman pesan dari
seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan
umpan balik yang langsung. Dalam menerangkan komunikasi interpersonal, maka
perlu dijelaskan pengertian komunikasi diadik serta komunikasi interpersonal. Karena
dalam proses komunikasi interpersonal secara universal adalah karakteristik atau
konsep-konsep yang relevan dengan semua bentuk komuniksi interpersonal. Konsep-
Universitas Sumatera Utara
konsep ini adalah konsep komunikasi kelompok oleh karenanya, sebagai
konsekuensinya ialah bahwa dalam komunikasi interpersonal tidak ada pemecahan
unit dari komunikasi diadik maupun komunikasi kelompok. Komunikasi diadik
adalah komunikasi antara dua orang individu, sedangkan komunikasi interpersonal
ialah komunikasi dengan pribadi sendiri.
Perlu ditekankan disini bahwa komunikasi interpersonal adalah dasar dari
komunikasi interpersonal, karena tidak mungkin seseorang berbicara dengan orang
lain sebelum ia sendiri mempertanyakan apa gerangan persoalan atau masalah yang
ditemui dalam percakapan yang melibatkan dirinya dengan orang lain. Setelah adanya
jawaban yang keluar dari dirinya sendiri, maka ia baru dapat mengeluarkan atau
mengekspresikan pendapat, perasaan yang terkandung di dalam hatinya.
Sementara pada komunikasi diadik adalah bahwa setiap komunikasi
interpersonal, minimal dilakukan oleh dua orang, tetapi selama tiap individu dapat
berkomunikasi dengan individu lainnya dalam kelompok kecil serta dapat
memperoleh umpan balik dan efek langsung, maka situasi komunikasi juga masih
disebut komunikasi interpersonal.
b. Bentuk-bentuk Komunikasi Interpersonal
Bentuk komunikasi dapat dikasifikasikan menjadi dua yaitu:
a) Komunikasi interpersonal verbal
b) Komunikasi interpersonal non verbal
Komunikasi interpersonal verbal menggunakan kata-kata yang meliputi
bahasa lisan. Komunikasi lisan sering digunakan orang banyak, karena dapat
Universitas Sumatera Utara
mewakili hal yang konkrit dalam dunia dan dapat mewakili hal yang bersifat abstrak
Komunikasi interpersonal non verbal menyangkut tentang sikap, ekspresi wajah dapat
digunakan untuk menyampaikan pesan (Klapper, 1960).
c. Faktor-faktor yang Memengaruhi Komunikasi Interpersonal
Menurut Devito (1989), Faktor-faktor efektivitas komunikasi interpersonal
dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :
1. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka
kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus
dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya memang ini mungkin
menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada
kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya
disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator
untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam,
tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan
yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang
kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk
dan pada ketidakacuhan, bahkan ketidak sependapatan jauh lebih menyenangkan.
Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap
orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner
dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan
dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda
bertanggung jawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini
adalah dengan pesan yang menggunakan kata saya (kata ganti orang pertama
tunggal).
2. Empati (empathy)
Empati adalah sebagai “kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa
yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang
orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah
merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati
adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal
yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang
yang empati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan
dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang.
Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal.
Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan
memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah
dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata,
postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau
belaian yang sepantasnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat
sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan
berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat
berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap
mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan
strategis, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.
4. Sikap positif (positiveness)
Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal
dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif
mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu
pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi
interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka
sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat
penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan
daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak
bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.
5. Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang
mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis
daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam
Universitas Sumatera Utara
segala hal. Terlepas dari ketidak setaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih
efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam
bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing
pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu
hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan
konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada
daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain kesetaraan tidak
mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal
dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau
menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan
“penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.
2.2.3.2. Komunikasi Kelompok (Forum)
a. Pengertian
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa
orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan
sebagainya (Arifin, 1984). Burgoon dalam (Wiryanto, 2005) mendefinisikan
komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau
lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri,
pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik
pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama
Universitas Sumatera Utara
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy,
2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok
pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah rapat untuk mengambil suatu
keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antar pribadi.
Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi
kelompok.
b. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Kelompok
Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yaitu
melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan
pertama diukur dari hasil kerja kelompo disebut prestasi (performance) tujuan kedua
diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan
untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya
dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan
sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.
Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik
kelompok, yaitu:
1. Ukuran kelompok
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung
pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat
dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif,
masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi.
Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi
Universitas Sumatera Utara
untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada
kelompok tugas koatif, jumlah anggota, berkorelasi positif dengan pelaksanaan
tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang
diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk
dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam
satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara
keseluruhan akan berkurang.
Faktor lain yang memengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran
kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan
konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok
kecil supaya produktif, terutama, bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan
sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan
kegiatan yang diverges (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif),
diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar. Dalam hubungan dengan
kepuasan, Hare dan Slater dalam Rahkmat (2004) menunjukkan bahwa makin
besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggotaanggotanya. Slater
menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah
hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap
kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-
anggota kelompok.
Universitas Sumatera Utara
2. Jaringan komunikasi.
Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut:
roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang.
Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk
kelompok tercepat dan terorganisir.
3. Kohesi kelompok.
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota
kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan
kelompok. Mc David dan Harari dalam Jalaluddin (2004) menyarankam bahwa
kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara
interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi
kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk
memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan
kepuasan anggota, kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat
kepuasan anggota, kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa
aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan
lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat
dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas.
Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma
kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.
Universitas Sumatera Utara
4. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok
untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang
paling menentukan keefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya
kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White dan Lippit (1960). Mereka
mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez
faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang
seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan
pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk
membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire
memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan
individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.
2.3. Kepuasan
2.2.2. Pengertian Kepuasan
Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin ”satis” (artinya cukup
baik, memadai) dan ”facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan
sebagai ”upaya pemenuhan sesuatu memadai”. Oxford Advanced Learner’s
Dictionary (2000) mendeskripsikan kepuasan sebagai ” Perasaan baik yang kamu
miliki ketika kamu mendapatkan sesuatu atau ketika sesuatu yang kamu inginkan ada
kemudian ada”, “usaha untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan”, dan ”Suatu cara
yang dapat diterima dalam menangani komplain, hutang, kecelakaan, dll” Richard L.
Universitas Sumatera Utara
Oliver (1997) dalam bukunya berjudul ”Satisfaction: A Behavioral Perspective on the
Consumer” menyatakan bahwa semua orang paham apa itu kepuasan, tetapi begitu
diminta mendefenisikannya, kelihatannya tak seorangpun tahu.(Tjiptono, 2011)
Kepuasan dan ketidak puasan merupakan perbandingan antara harapan kinerja
sebelum membeli dan persepsi kinerja yang diterima konsumen setelah membeli. Jika
harapan kinerja sebelum membeli lebih besar dari kinerja yang ditema setelah
membeli maka dikatakan konsumen mengalami ketidakpuasan. Sebaliknya jika
harapan kinerja sebelum membeli lebih kecil dari persepsi kinerja yang diterima
setelah membeli maka kosumen mengalami kepuasan, Peter, dan Olson dalam
Usmara (2003).
Kebutuhan dan keinginan pasien adalah hal penting untuk dipahami yang
dapat memengaruhi kepusan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat
berharga karena apabila pasien puas maka pasien akan terus melakukan pemakaian
terhadap jasa sesuai pilihannya, tetapi bila tidak puas pasien akan menceritakan dua
kali lebih buruk tentang pengalaman yang telah dialami.
Kepuasan pelanggan atau bisa disebut pelanggan pada industri rumah sakit
merupakan konsep yang sangat terkenal dan senantiasa digunakan pada berbagai
disiplin ilmu. (Andreassen, 1994). Terdapat banyak defenisi mengenai kepuasan
pelanggan, diantaranya adalah Oliver (1989) dalam Supranto (2001) yang
mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan karakteristik pelanggan yang
merasa surprise atas harapan Tse dan Wilson (1988) menyarankan bahwa kepuasan
pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi yang dirasakan antara harapan
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya dan kinerja (performa), Parasurraman et al, dalam Shahin (1994); Engel
et al. (1994) dalam Supranto (2001) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan
merupakan evaluasi purna beli yang mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya
memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan
ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan
pelanggan. Defenisi-defenisi mengenai kepuasan pelanggan tersebut secara umum
menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi atas post consumtion
suatu barang dan jasa.
Menurut Sebayang (2004), pengertian kepuasan pasien adalah merupakan
nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, walaupun subyektif tetapi
tetap ada dasar obyektif, artinya walaupun penilaian itu dilandasi oleh hal
pengalaman masa lalu pendidikan, situasi phsikis waktu itu: tetap akan didasari oleh
kebenaran dan kenyataan obyektif yang ada. Tidak semata-mata menilai buruk kalau
memang tidak ada pengalaman yang menjengkelkan, tidak semata-mata bilang baik
bila memang tidak ada. Suasana yang menyenangkan yang dialami.
Penilaian kepuasan pasien penting diketahui karena :
a. Bagian dari kualitas pelayanan
Kepuasan pasien merupakan bagian dari kualitas pelayanan, karena upaya
pelayanan haruslah dapat memberikan kepuasan tidak semata-mata kesembuhan
belaka.
b. Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit
c. Pasien yang puas akan memberitahu pada teman, keluarga dan tetangga
Universitas Sumatera Utara
d. Pasien yang puas akan datang lagi, kontrol atau membutuhkan pelayanan yang
baik.
e. Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan yang baru.
f. Berhubungan dengan prioritas
Peningkatan pelayanan dalam dana yang terbatas, peningkatan pelayanan
harus selektif, dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi
pelanggan atas performance atau jasa dalam memenuhi harapan pelanggan.
Pelanggan merasa puas apabila harapannya terpenuhi atau akan sangat puas jika
harapan pelanggan terlampaui. Persepsi didefenisikan sebagai proses dimana individu
memilih mengorganisasikan, serta mengartikan stimulus yang diterima melalui alat
inderanya menjadi suatu makna, meskipun demikian, maka dari proses persepsi
tersebut juga terpengaruhi pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan.
(Rangkuti, 2002).
Selanjutnya adalah harapan, harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan
yang besar dalam menentukan kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan
pelanggan. Pada dasarnya ada hubungan yang erat antara penentuan kualitas dengan
kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasinya, pelanggan akan menggunakan
harapannya sebagai standar atau acuan. Dalam konteks kepuasan pelanggan pada
umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang
akan diterimanya. (Parasuraman, et al, dalam Shahin (1994).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Model Kepuasan Pelanggan
Paradigma diskonfimasi merupakan model yang paling banyak digunakan dan
dijadikan acuan (Churchill & Surprenant, 1982; La Tour & Peat, 1977; Oliver, 1980;
Spreng, MacKenzie & Olshawsky, 1996; Tse & Wilton, 1988). Paradigma ini
menegaskan bahwa kepuasan/ketidakpuasan purnabeli ditentukan oleh evaluasi
konsumen terhadap perbedaan antara ekspektasi awal (atau standar pembanding
lainnya) dan persepsi terhadap kinerja produk aktual setelah pemakaian produk.
Berdasarkan konsep Zone of Indifference yang diadopsi dari Erevelles &
Leavit (1992), Santos & Boote (2003 mengidentifikasi empat tipe keadaan afektif
purnabeli: (1) delight; (2) kepuasan (indiferen positif); (3) acceptance (inferen
negatif); dan (4) ketidak puasan. Keempat keadaan afektif (delight, kepuasan,
acceptance, dan ketidakpuasan) berpengaruh terhadap tindakan efektif, yaitu perilaku
komplain dan complimenting behavior.
Stauss & Neuhaus (1997) mengembangkan model kepuasan kualitatif, mereka
membedakan tiga tipe kepuasan dan dua tipe ketidakpuasan berdasarkan kombinasi
antara emosi-emosi spesifik terhadap penyedia jasa, ekspektasi menyangkut
kapabilitas kinerja masa depan pemasok jasa, dan minat berperilaku untuk memilih
lagi penyedia jasa bersangkutan. Tipe-tipe kepuasan dan ketidakpuasan tersebut
adalah demanding satisfaction, stable satisfaction, resigned satisfaction, stable
dissatisfaction, dan demanding dissatisfaction. (Tjiptono, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Ada beberapa metode yang bisa dipergunakan setiap perusahaan untuk
mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Dan
mengidentifikasi dalam empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan: sistem
keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer anlysis, dan survei kepuasan
pelanggan.
1. Sistem Keluhan dan Saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu
menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para
pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka.
Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi
strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar
(yang bisa diisi langsung maupun yang dikirim via pos kepada perusahaan),
saluran telepon khusus bebas pulsa, websites, dan lain-lain.
2. Ghost Shopping (Mystery shopping)
Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah
dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan atau
berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing.
3. Analisa Pelanggan yang Hilang (Lost Customer Analysis)
Sedapat mungkin perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang
telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami
mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/
penyempurnaan selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
4. Survei Kepuasan Pelanggan
Sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan metode
survei, baik survei melalui pos, telepon, e-mail, websites, maupun wawancara
langsung. (Tjiptono, 2011)
2.3.4. Strategi Kepuasan Pelanggan
Pada umumnya setiap perusahaan menerapkan strategi bisnis kombinasi
antara strategi ofensif dan defensif. Strategi ofensif terutama ditujukan untuk meraih
atau mendapatkan pelanggan baru. Melalui strategi ini, perusahaan berharap dapat
meningkatkan pangsa pasar, penjualan, dan jumlah pelanggannya.
Strategi defensif meliputi usaha mengurangi kemungkinan customer exit dan
beralihnya pelanggan ke pemasar lain. Tujuan strategi defensif ini adalah untuk
meminimalisasi customer tunover atau memaksimalkan customer retention dengan
melindungi produk dan pasarnya dari serangan para pesaing. Salah satu cara untuk
mencapai tujuan ini adalah dengan meningkatkan kepuasan pelanggan saat ini.
Strategi defensif terdiri atas dua bentuk, yaitu rintangan beralih (switching
barries) dan kepuasan pelanggan. Dalam strategi rintangan beralih, perusahaan
berupaya menciptakan rintangan pengalihan tertentu supaya para pelanggan merasa
enggan, rugi, atau perlu mengeluarkan biaya besar untuk berganti pemasok. Strategi
kepuasan pelanggan menyebabkan para pesaing harus berusaha keras dan
memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan sebuah perusahaan
spesifik. Satu hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa kepuasan pelanggan
merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut
dana maupun sumber daya manusia (Tjiptono, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.4. Perilaku
2.4.1 Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis,
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.
Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,
dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-
O-R” atau Stimulus – Organisms – Respon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua :
1. Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini
masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang
terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
Universitas Sumatera Utara
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
2.4.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon
seseorang (organisms) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau
penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari
batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering
disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
sosial budaya, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Domain Perilaku
Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2003), membagi perilaku itu didalam 3
domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai
batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan
tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku
tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affectifie
domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain). Dalam perkembangan
selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil, ketiga
domain itu diukur dari pengetahuan, sikap dan tindakan.
a. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan adalah hasil penginderaan
manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya
(mata, telinga, hidung, dsb). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sehingga
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
indera pendengaran dan mata. Pengetahuan atau kognitif merupakakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang
a. Faktor Internal faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat,
kondisi fisik.
b. Faktor Eksternal faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.
c. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode
dalam pembelajaran.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Andersen & Krathwohl (2001), dimensi pengetahuan terdiri dari
empat jenis pngetahuan, yaitu: pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual,
pengetahuan prosedur, dan pengetahuan metakognitif. Perbedaan antara
pengetahuan-pengetahuan faktual dan pengtahuan konseptual perlu dijelaskan disini,
perlu perbedaan antara pengetahuan elemen-elemen kandungan yang tidak
berkembang atau tertutup dan terpisah contohnya istilah-istilah dan fakta-fakta
dengan pengetahuan bagian-bagian pengetahuan yang lebih tersusun dan lebih luas
(contohnya konsep-konsep, prinsip-prinsip, model-model, atau teori-teori).
a. Pengetahuan faktual meliputi elemen-elemen dasar yang para ahli gunakan dalam
menyampaikan disiplin ilmu akademis mereka, memahaminya dan mengaturnya
secara sistematis. Elemen-elemen ini biasanya dapat diberikan pada orang-orang
yang bekerja pada beragam bentuk disiplin antara elemen-elemen tersebut
disajikan, mereka memerlukan sedikit atau tidak ada perubahan dari elemen atau
penerpan yang digunakan pada elemen lainnya.
b. Pengetahuan konseptual meliputi skema-skema, model-model, mental dan teori-
teori eksplisit dan implisit dalam model-model psikologis kognitif yang berbeda,
skema-skema, model-model dan teori-teori ini menunjukkan pengetahuan yang
seseorang miliki.
c. Pengetahuan prosedur (terminologi) meliputi nama-nama dan simbol-simbol
verbal dan non verbal tertentu (contohnya: kata-kata, angka-angka, tanda-tanda,
dan gambar-gambar) setiap pokok bahasan berisi sejumlah besar nama-nama dan
simbol, baik verbal maupun non verbal, yang memiliki rujukan tertentu, mereka
Universitas Sumatera Utara
berada pada bahasan disiplin dasar jalan pintas yang digunakan para ahli untuk
mengungkapkan apa yang mereka ketahui.
d. Pengetahuan metakognitif yaitu pengetahuan yang detail dan elemen yang
spesifik mengacu pada pengetahuan peristiwa-peristiwa, tempat, orang-orang,
tanggal, sumber informasi dan semacamnya. Hal ini dapat melibatkan informasi
yang sangat tepat dan spesifik, seperti tanggal yang tepat dari suatu peristiwa
atau besarnya fenomena dengan tepat. Hal ini dapat juga meliputi informasi
perkiraan seperti periode waktu dimana suatu peristiwa terjadi atau besarnya tata
cara yang dapat terpisah, elemen terpisah berlawanan dengan elemen-elemen
yang hanya dapat dikethui dalam kontek yang lebih jelas.
b. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo
(2010) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (obyek).
Universitas Sumatera Utara
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi.
c. Praktik atau Tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan
faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan:
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama
2. Respon terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.
Universitas Sumatera Utara
3. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik
tingkat tiga.
4. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau
bulan yang lalu (recall). Pengucuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni
dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
Menurut penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003),
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang
tersebut terjadi proses berurutan yakni
1. Kesadaran (awareness)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap
stimulus (objek)
2. Tertarik (interest)
Dimana orang mulai tertarik pada stimulus
Universitas Sumatera Utara
3. Evaluasi (evaluation)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Mencoba (trial)
Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Menerima (Adoption)
Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus.
2.4.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), ada tiga faktor yang
merupakan penyebab perilaku, yaitu faktor pendorong (predisposing) seperti
pengetahuan, sikap, keyakinan, dan nilai yang berkenaan dengan motivasi seseorang
untuk bertindak. Faktor kedua adalah faktor pendukung (enabling) yaitu tersedianya
fasilitas, sarana atau prasarana yang mendukung dan memfasilitasi terjadinya perilaku
seseorang atau masyarakat. Faktor ketiga adalah faktor penguat (reinforcing) seperti
keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan dan juga termasuk
undang-undang atau peraturan-peraturan baik yang dan pusat maupun kebijakan
daerah yang terkait dengan kesehatan.
2.4.5 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku
Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perubahan perilaku
itu dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Perubahan alamiah
Sebagian perubahan alamiah disebabkan oleh perubahan alam yang terjadi.
Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau
sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga
akan mengalami perubahan.
2. Perubahan terencana
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.
3. Kesediaan untuk berubah
Apabila tedadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam
masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang akan mengadopsi
inovasi tersebut dengan cepat dan sebagian mengadopsi secara lambat. Hal ini
menegaskan bahwa setiap orang di dalam suatu masyarakat mempunyai kesediaan
untuk berubah.
2.5 Rumah Sakit
2.4.3 Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit dalam bahasa Inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dari
kata bahasa latin hospital yang berarti tamu. Secara lebih luas kata itu bermakna
menjamu para tamu. Memang menurut sejarahnya, hospital atau rumah sakit adalah
suatu lembaga yang bersifat kedermawanan (charitable), untuk merawat pengungsi
atau memberikan pendidikan bagi orang-orang yang kurang mampu atau miskin,
berusia lanjut, cacat, atau para pemuda. (Kepmenkes RI, No.
1426/MENKES/SK/XII/2006).
Universitas Sumatera Utara
Rumah sakit adalah saran kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta
dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian. Rumah sakit juga
merupakan institusi yang dapat memberi keteladanan dalam budaya hidup bersih dan
sehat serta kebersihan lingkungan (Depkes RI, 2003).
2.4.4 Fungsi Rumah Sakit
Adapun fungsi-fungsi yang harus diselenggarakan oleh rumah sakit adalah:
a. Menyelenggarakan pelayanan medis, yang meliputi rawat jalan, rawat inap, rawat
darurat, bedah sentral, perawatan intensif, dan kegiatan pelayanan medis lain.
b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis, yang meliputi
radiologi, farmasi, gizi, rehabilitasi, medis, patologi klinis, patologi anatomi,
pemulasaran jenasah, pemeliharaan sarana rumah sakit, dan penunjang medis lain.
c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan.
d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan.
e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan.
g. Menyelenggarakan administrasi umun dan keuangan.
2.8. Promosi Kesehatan
Berdasarkan WHO promosi kesehatan adalah suatu proses yang bertujuan
memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan
Universitas Sumatera Utara
mengingkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan
diri sendiri (self empowerment) “Promosi Kesehatan adalah kombinasi berbagai
dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundang-
undangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan”
(Maulana, 2009).
Promosi Kesehatan rumah sakit adalah bagian dari pendidikan kesehatan
dengan memberi informasi tentang kesehatan kepada pasien, keluarga pasien juga
petugas yang bekerja di rumah sakit.
Menurut Ewles & Simnett (1994), promosi kesehatan adalah memperbaiki
kesehatan atau mendorong untuk menempatkan kesehatan sebagai kebutuhan yang
lebih tinggi pada agenda individu ataupun dalam masyarakat. Aspek promosi
kesehatan yang mendasar bertujuan untuk melakukan pemberdayaan sehingga orang
memiliki keinginan lebih besar terhadap aspek kehidupan yang mempengaruhi
kesehatan. Dengan peningkatan pengetahuan maka informasi masalah kesehatan akan
membantu individu maupun masyarakat untuk tanggap dengan masalah kesehatannya
dan cepat bertindak untuk mencari tahu ke tempat pelayanan kesehatan atau untuk
mendapatkan pengobatan (Hartono, 2010).
Promosi kesehatan dilakukan dengan perencanaan melaui tahap analisis untuk
mengetahui permasalahan dan apa yang menjadi penyebabnya, dilakukan penyusunan
program agar dapat dilakukan penyelesaian permasalahan tersebut (Diagnan dan
Carr, 1992).
Sesuai dengan perkembangan promosi kesehatan, WHO memberi pengertian
Universitas Sumatera Utara
bahwa promosi kesehatan merupakan “the process of enabling individuals and
communities to increase control over the determinants of health and thereby improve
their health” (proses mengupayakan individu-individu dan masyarakat untuk
meningkatkan kemampuan dalam mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan, dengan demikian meningkatkan derajat kesehatan). Di Indonesia promosi
kesehatan dirumuskan sebagai “upaya untuk meningkatakan kemampuan masyarakat
melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat agar dapat
menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan” (Depkes RI, 2005b).
2.5.1. Promosi Kesehatan oleh Rumah Sakit
Jika promosi kesehatan rumah sakit ditetapkan di rumah sakit, maka dapat
dibuat rumusan sebagai berikut: Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) adalah
upaya rumah sakit meningkatkan kemampuan pasien kelompok masyarakat agar
dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, klien dan
kelompok-kelompok masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan,
mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya mereka serta didukung kebijakan
publik yang berwawasan kesehatan (Depkes RI, 2008).
Sebagaimana tercantum dalam keputusan menteri Nomor
1114/MENKES/SK/VII/2005 tentang pedoman pelaksanaan promosi kesehatan di
daerah, Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar
mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber
daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan.
Menolong diri sendiri artinya masyarakat mampu menghadapi masalah-masalah
kesehatan potensial (yang mengancam) dengan cara mencegahnya, dan mengatasi
masalah-masalah kesehatan yang sudah terjadi dengan cara menanganinya secara
efektif serta efisien. Dengan kata lain, masyarakat mampu berprilakuhidupbersih dan
sehatdalam rangka memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya
(problem solving), baik masalah-masalah kesehatan yang sudah diderita maupun yang
potensial (mengancam), secara mandiri (dalam batas-batas tertentu). (Depkes RI,
2008).
Jika defenisi itu ditetapkan di rumah sakit, maka dapat dibuat rumusan sebagai
berikut ”Promosi Kesehatan oleh Rumah Sakti (PKRS) adalah upaya rumah sakit
untuk meningkatkan kemampuan pasien, klien, dan kelompok-kelompok masyarakat,
agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, klien
dan kelompok-kelompok masyarakat dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan
dan rehailitasinya, klien dan kelompok-kelompok masyarakat dapat mandiri dalam
meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan dan
mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, melalui pembelajaran
dari, oleh, untuk dan bersama mereka sesuai sosial budaya serta didukung kebijakan
publik yang berwawasan kesehatan.” (Depkes RI, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Doherty (1997) dalam Agustin (2003), menyatakan bahwa beberapa
alasan mengapa rumah sakit dianggap perlu melaksanakan penyuluhan atau promosi
kesehatan adalah sebagai berikut:
a) Karyawan rumah sakit berada pada posisi yang paling tepat untuk memberikan
penyuluhan kesehatan karena pasien dan keluarganya saling berada pada keadaan
dimana mereka akan paling memperhatikan pesan-pesan dari penyuluhan.
b) Bila dimanfaatkan dengan tepat maka sistem informasi dirumah sakit akan dapat
mendeteksi perubahan angka morbiditas yang berkaitan dengan perubahan pola
hidup, perilaku masyarakat setempat atau karena pencemaran lingkungan.
c) Sebagai suatu organisasi yang memiliki banyak karyawan dan sebagai pusat
sumber daya untuk wilayahnya, maka rumah sakit mempunyai tanggung jawab
moral untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan karyawannya agar dapat
menjadi teladan masyarakat diwilayah cakupannya.
d) Karena relatif banyaknya karyawan rumah sakit dengan keluarganya, maka
mereka paling cocok untuk dijadikan panutan bagi masyarakat luas dalam segi
perilaku hidup sehat, keselamatan dan keamanan kerja, serta kesehatan
lingkungan.
e) Sebagai suatu instansi yang relatif besar dan dihormati di lingkungan sekitarnya,
maka pesan-pesan dari rumah sakit dalam penyuluhan kesehatan akan memiliki
bobot yang jauh lebih besar daripada instansi lain.
Universitas Sumatera Utara
f) Sebagai pusat sumber daya untuk jaringan rujukannya, kerjasama rumah sakit
dengan fasilitas pelayanan kesehatan lain diwilayahnya, dalam hal penyuluhan
atau promosi kesehatan, akan memberi dampak dan cakupan yang lebih luas.
2.5.3 Tujuan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit
Menurut Notoatmojo (2005) tujuan promosi kesehatan sesuai dengan
sasaran-sasarannya yaitu:
a. Bagi pasien:
1. Mengembangkan perilaku kesehatan (healthy behavior) : promosi kesehatan
di rumah sakti mempunyai tujuan untuk mengembangkan pengetahuan sikat
dan perilaku tentang kesehatan khususnya masalah penyakit yang diderita
pasien. Apabila pengetahuan, sikap, dan perilaku ini dipunyai oleh pasien,
maka pengaruhnya antara lain:
1) Mempercepat kesembuhan dan pemulihan pasien
2) Mencegah terserangnya penyakit yang sama atau mencegah
kekambuhan penyakit.
3) Mencegah terjadinya penularan penyakit kepada orang lain atau
keluarga.
4) Menyebarluaskan pengalamannya tentang proses penyebuhan kepada
orang lain, sehingga orang lain dapat belajar dari pasien tersebut.
2. Mengembangkan perilaku pemanfaatan fasilitas kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
b. Bagi keluarga
Keluarga adalah merupakan lingkungan sosial yang aling dekat dengan
pasien. Proses penyembuhan dan terutama pemulihan terjadi bukan hanya
semata-mata karena faktor rumah sakit, tetapi juga faktor keluarga. Oleh sebab
itu promosi kesehatan bagi keluarga pasien penting karena dapat:
1. Membantu mempercepat proses penyembuhan pasien.
2. Keluarga tidak terserang atau tertular penyakit.
3. Membantu agar tidak menularkan penyakitnya ke orang lain.
c. Bagi rumah sakit
Pengalaman-pengalaman bagi rumah sakit yang telah melaksanakan
promosi kesehatan membuktikan bahwa mempunyai keuntungan bagi rumah
sakit antara lain:
1. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
2. Meningkatkan citra rumah sakit.
3. Meningkatkan angka hunian rumah sakit.
2.5.3. Strategi Promosi Kesehatan Masyarakat
Menurut Hartono (2005) Strategi Promosi Kesehatan diharapkan dapat
dilaksanakan secara paripurna (komprehensif) khususnya dalam menciptakan perilaku
baru. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar
promosi kesehatan, yaitu: 1. Advokasi; 2. Bina suasana yang diperkuat oleh
kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat dan; 3. Gerakan
pemberdayaan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Advokasi menurut Hopkins dalam Notoatmodjo (2003) adalah usaha untuk
memengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam bentuk komunikasi
persuasif. Advokasi diartikan sebagai upaya atau proses yang strategis dan terencana
untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders). Bina suasana dijelaskan oleh Hartono (2005) sebagai upaya
pembentukan opini publik dengan membuat suasana atau iklim yang kondusif atau
menunjang sehingga masyarakat terdorong untuk melakukan perilaku hidup bersih
dan sehat. Fokus bina suasana adalah sasaran sekunder dengan luaran berupa adanya
kemitraan dan suasana yang mendukung. Selanjutnya pemberdayaan oleh
Notoatmodjo (2003) didefenisikan sebagai proses pemberian informasi secara
berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran,
agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).
Promosi kesehatan di rumah sakit telah diselenggarakan sejak tahun 1994
dengan nama Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS). Seiring
dengan perkembangannya, pada tahun 2003, istilah PKRS berubah menjadi Promosi
Kesehatan Rumah Sakit (PKRS). Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk
pengembangan PKRS seperti penyusunan pedoman PKRS, advokasi dan sosialisasi
PKRS kepada Direktur Rumah Sakit Pemerintah, Pelatihan PKRS, pengembangan
dan distribusi media serta pengembangan model PKRS antara lain di Rumah Sakit
Pasar Rebo di Jakarta dan Syamsuddin, SH di Sukabumi. Namun demikian
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan PKRS dalam kurun waktu lebih dari 15 tahun belum memberikan hasil
yang maksimal dan kesinambungan di rumah sakit tidak terjaga dengan baik
tergantung pada kuat tidaknya komitmen direktur rumah sakit.
(www.Kemenkesstandarpkrs, 2010).
Berdasarkan hal tersebut, beberapa isu strategis yang muncul dalam promosi
kesehatan di rumah sakit yaitu:
1. Sebagian besar rumah sakit belum menjadikan PKRS sebagai salah satu kebijakan
upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit.
2. Sebagian besar rumah sakit belum memberikan hak pasien untuk mendapatkan
informasi tentang pencegahan dan pengobatan yang berhubungan dengan
penyakitnya.
3. Sebagian besar rumah sakit belum mewujudkan tempat kerja yang aman, bersih
dan sehat. Sebagian besar rumah sakit kurang menggalang kemitraan untuk
meningkatkan upaya pelayanan yang bersifat preventif dan promotif.
2.5.4. Sasaran Promosi Kesehatan Rumah Sakit
Sasaran promosi kesehatan diarahkan pada indvidu/keluarga, masyarakat,
pemerintah/lintas sektor/politis/swasta dan petugas atau pelaksana program.
1. Individu/keluarga diharapkan
a. Memperoleh informasi kesehatan melalui berbagai saluran (baik langsung
maupun melalui media massa),
b. Mempunyai pengetahuan dan kemauan untuk memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatannya,
Universitas Sumatera Utara
c. Mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
d. Berperan serta dalam kegiatan sosial khususnya yang berkaitan dengan
lembaga swadaya masyarakat (LSM) kesehatan.
2. Masyarakat diharapkan
a. Menggalang potensi untuk mengembangkan gerakan atau upaya kesehatan.
b. Bergotong royong mewujudkan lingkungan sehat,
3. Pemerintah/Lintas sektoral/Politisi/Swasta diharapkan
a. Peduli dan mendukung upaya kesehatan, minimal dalam mengembangkan
perilaku dan lingkungan sehat,
b. Membuat kebijakan sosial yang memperhatikan dampak dibidang kesehatan,
4. Petugas atau pelaksana program diharapkan
a. Memasukkan komponen promosi kesehatan dalam setiap program kesehatan,
b. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang memberi kepuasan kepada
masyarakat.
2.5.5. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan
Adapun ruang lingkup promosi kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Kesehatan (perubahan perilaku)
2. Kampanye Sosialisasi (social marketing)
3. Penyuluhan (komunikasi, informasi dan edukasi)
4. Upaya peningkatan (upaya promotif)
5. Advokasi (upaya memengaruhi lingkungan)
6. Pengorganisasian dan penggerakan dan pemberdayaan masyarakat
7. Upaya lain sesuai dengan keadaan dan kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
2.5.6. Peluang Promosi Kesehatan
Banyak tersedia peluang untuk melaksanakan promosi kesehatan di rumah
sakit (Petunjuk Teknis PKRS, 2008), secara umum peluang itu dapat dikategorikan
sebagai berikut:
a. Di dalam gedung
Di dalam gedung rumah sakit, PKRS dilaksanakan seiring dengan pelayanan yang
diselenggarakan rumah sakit. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa di dalam
gedung terdapat peluang-peluang:
1. PKRS di ruang pendaftaran/administrasi yaitu diruang dimana pasien/klien
harus melapor/mendaftar sebelum mendapatkan pelayanan rumah sakit.
2. PKRS dalam pelayanan rawat jalan bagi pasien, yaitu di poliklinik-poliklinik
seperti poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik anak, poliklinik mata,
poliklinik bedah, poliklinik penyakit dalam, poliklinik THT, dan lain-lain.
3. PKRS dalam pelayanan rawat inap bagi pasien, yaitu di ruang-ruang darurat,
rawat intensif dan rawat inap.
4. PKRS dalam pelayanan penunjang medik bagi pasien, yang terutama di
pelayanan obat, pelayanan laboratorium dan pelayanan rehabilitasi medik
bahkan juga kamar mayat.
5. PKRS dalam pelayan bagi klien (orang sehat) adalah seperti di pelayanan KB,
konseling gizi, bimbingan senam, pemeriksaan kesehatan (check up),
konseling kesehatan jiwa, konseling kesehatan remaja dan
Universitas Sumatera Utara
6. PKRS diruang pemberdayaan rawat inap yaitu di ruang dimana pasien rawat
inap harus menyelesaikan pembayaran biaya rawat inap, sebelum
meninggalkan rumah sakit.
b. Di luar gedung
Di luar gedung RS tidak tersedia peluang untuk melakukan PKRS. Kawasan luar
gedung rumah sakit pun dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk PKRS yaitu
1. PKRS di tempat parkir yaitu pemanfaatan ruang yang ada di lapangan/gedung
parkir sejak dari bangunan gardu parkir sampai ke sudut-sudut
lapangan/gedung parkir.
2. PKRS di taman rumah sakit yaitu aman-taman yang ada di depan,
samping/sekitar maupun di dalam/halaman dalam rumah sakit.
3. PKRS di dinding luar rumah sakit.
4. PKRS di kantin/warung-warung/toko-toko/kios-kios yang di kawasan rumah
sakit.
5. PKRS di tempat ibadah yang tersedia di rumah sakit (mesjid dan mushala)
6. PKRS di pagar pembatas kawasan rumah sakit.
2.5.7 Indikator Keberhasilan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit
Indikator keberhasilan perlu dirumuskan untuk keperluan pemantauan dan
evaluasi PKRS (Kemenkes, 2010). Indikator keberhasilan mencakup indikator
masukan (input), indikator proses, indikator (output), dan indikator dampak.
Universitas Sumatera Utara
1. Indikator Masukan
Masukan yang perlu diperhatikan adalah yang berupa komitmen, sumber daya
manusia, sarana/peralatan, dan dana. Oleh karena itu, indikator masukan ini dapat
mencakup:
a. Ada/ tidaknya komitmen direksi yang tercermin dalam rencana umum PKRS.
b. Ada/tidaknya komitmen seluruh jajaran yang tercermin dalam rencana
operasional PKRS
c. Ada/tidaknya unit dan petugas rumah sakit yang ditunjuk sebagai koordinator
PKRS dan mengacu kepada standar
d. Ada tidaknya petugas koordinator PKRS dan petugas-petugas lain yang sudah
dilatih.
e. Ada/tidaknya sarana dan peralatan promosi kesehatan yang mengacu pada
standar.
f. Ada/tidaknya dana yang mencukupi untuk penyelenggaraan PKRS
2. Indikator Proses
Proses yang dipantau adalah proses pelaksanaan PKRS yang meliputi PKRS
untuk pasien (rawat inap, rawat jalan, pelayanan penunjang), PKRS untuk klien sehat
dan PKRS diluar gedung rumah sakit. Indikator yang digunakan disini meliputi :
a. Sudah/belum dilaksanakannya kegiatan (pemasangan poster, konseling dan lain-
lain) dan atau frekuensinya.
b. Kondisi media komunikasi yang digunakan (poster, leaflet, giant banner,
spanduk, neon box, dan lain-lain) yaitu masih bagus atau sudah rusak.
Universitas Sumatera Utara
3. Indikator Keluaran
Keluaran yang dipantau adalah keluaran dari kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan baik secara umum maupun secara khusus, oleh karena itu, indikator
yang digunakan disini adalah berupa cakupan kegiatan, yaitu misalnya:
a. Apakah semua bagian rumah sakit sudah tercakup PKRS
b. Berapa pasien/klien yang sudah terlayani oleh berbagai kegiatan PKRS
(konseling, biblioterapi, senam, dan lain-lain)
4. Indikator Dampak
Indikator dampak mengacu pada tujuan dilaksanakannya PKRS, yaitu
berubahnya pengetahuan, sikap dan perilaku pasien/klien rumah sakit serta
terpeliharanya lingkungan rumah sakit dan dimanfaatkannya dengan baik semua
pelayanan yang disediakan rumah sakit. Oleh sebab itu kondisi ini sebaiknya di nilai
melalui observasi, dan kondisi pemanfaatan pelayanan dapat di nilai dari pengolahan
terhadap catatan/data pasien/klien rumah sakit. Sedangkan kondisi pengetahuan,
sikap, perilaku pasien/klien hanya dapat diketahui dengan menilai diri pasien/klien
tersebut. Oleh karena itu data untuk inikator ini biasanya didapat melalui survey.
Survei pasien/klien yang berada di rumah sakit maupun mereka yang tidak berada di
rumah sakit pernah menggunakan rumah sakit.
Penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan di luar sekolah yang
berfungsi untuk menjembatani kesenjangan antara praktik yang biasa dijalankan
dengan pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang menjadi kebutuhan.
Dengan demikian, penyuluhan merupakan penghubung yang bersifat dua arah antara
Universitas Sumatera Utara
lain: 1) Pengetahuan yang dibutuhkan dan pengalaman yang biasa dilakukan dan 2)
Pengalaman baru yang terjadi pada pihak para ahli dan kondisi yang nyata dialami
setelah menerima penyuluhan. (Setiani, 2005).
2.5.9 Promosi Kesehatan Bagi Pasien Rawat Inap
Terdapat tiga kategori pasien rawat inap di rumah sakit yaitu: (1) pasien yang
sedang sakit akut, (2) pasien yang dalam proses penyembuhan, dan (3) pasien dengan
penyakit kronis. Promosi kesehatan bagi pasien rumah sakit dalam pelaksanaannya
perlu:
1. Pemberdayaan yang terdiri dari :
a. Konseling di tempat tidur
b. Biblioterapi (penggunaan bahan-bahan bacaan sebagai sarana)
c. Konseling berkelompok
2. Bina suasana terdiri dari
a. Pemanfaatan ruang tunggu
b. Pembekalan penjenguk secara berkelompok
c. Pendekatan keagamaan
4. Advokasi perlu diperhatikan yaitu membantu pasien miskin melalui program
Jamkesmas.
2.9. Landasan Teori
Menurut teori komunikasi Devito (1989), bahwa faktor yang berpengaruh
terhadap tingkat kepuasan keluarga pasien adalah efektivitas komunikasi
Universitas Sumatera Utara
interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu
keterbukaan (opennes), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap
positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). Berdasarkan faktor-faktor yang
memengaruhinya, konsumen akan puas dan menerima informasi yang diberikan oleh petugas
PKMRS.
2.10. Kerangka Konsep
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Komunikasi Interpersonal :
- Keterbukaan (Openess)
- Empati (Empathy)
- Sikap mendukung (Supporti
- Sikap positif (Positiveness)
- Kesetaraan (Equality)
Tingkat kepuasan keluarga pasien rawat inap di RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh
Universitas Sumatera Utara