chapter ii

Upload: nora-dwi-saputri

Post on 19-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Minyak Jarak

    Tanaman jarak (Ricinus communis Linn) termasuk famili Euphorbiceae, merupakan

    tanaman tahunan yang hidup di daerah tropik maupun subtropik dan dapat tumbuh

    pada ketinggian sekitar 800 m dari permukaan laut .

    Adapun komposisi dari biji jarak adalah 75% kernel (daging biji ) dan 25 %

    kulit dan terdiri dari 13% karbohidrat, 54% minyak, 12,5% serat , 2,5% abu dan 18 %

    protein (Ketaren.,1984).

    Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak dari Minyak Jarak

    Asam Lemak Persentase

    Asam Palmitat

    Asam Stearat

    Asam Oleat

    Asam Linoleat

    Asam Linolenat

    Asam Risinoleat

    1,5 %

    0,5 %

    5 ,0 %

    4,0 %

    0,5 %

    87,5 %

    (Johnson,R.,1989)

    Minyak jarak mempunyai rasa asam dan dapat dibedakan dengan trigliserida

    lainnya karena bobot jenis, kekentalan (viskositas), dan bilangan asetil serta

    kelarutannya dalam alkohol yang sangat tinggi. Minyak jarak larut dalam alkohol 95%

    Universitas Sumatera Utara

  • 6

    pada suhu kamar serta pelarut organik yang polar dan sedikit larut dalam pelarut

    hidrokarbon alifatis.

    Minyak jarak mempunyai sifat yang sangat beracun disamping kandungan

    asam lemak essensialnya yang sangat rendah sehingga minyak jarak tidak dapat

    digunakan sebagai minyak makan dan bahan pangan.

    Minyak jarak dan turunannya digunakan dalam industri cat, pelumas, tinta

    cetak, linoleum, oil cloth dan bahan baku industri plastik dan nilon. Dalam jumlah

    kecil minyak jarak dan turunannya juga digunakan untuk pembuatan kosmetik, semir

    dan lilin (Ketaren., 1984).

    2.2 Oleokimia

    Oleokimia pada dasarnya merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari trigliserida

    yang berasal dari minyak dan lemak menjadi asam lemak dan gliserin serta turunan

    asam lemak baik dalam bentuk ester, amida, sulfat, sulfonat, alkohol, alkoksi, maupun

    sabun. Oleokimia merupakan turunan gliserol dengan asam lemak yang berubah

    dalam bentuk turunannnya yang digunakan baik sebagai surfaktan, deterjen, polimer,

    aditif bahan bakar dan sebagainya. Bahan dasar oleokimia seperti gliserol, asam

    lemak, alkil ester asam lemak, amina asam lemak dan alkohol asam lemak dapat

    diperoleh dengan mengubah lipida baik dari yang berasal hewan maupun tumbuhan

    menmjadi gliserol dan turunan asam lemak.

    Penggunaan terbesar daripada asam lemak adalah dengan mengubahnya

    menjadi alkohol asam lemak, amida, garam asam lemak dan juga plastik termasuk

    nilon (hampir mencapai 40% dari total penggunaannya). Penggunaan terbesar

    berikutnya sebesar 30% untuk dijadikan sabun, deterjen, dan kosmetik.

    Asam lemak juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan resin dan cat sekitar

    15%, sisanya digunakan sebagai pembantu dalam industri pembuatan ban, tekstil,

    kulit kertas, pelumas, lilin (Richtler dan Knaut, 1984).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7

    Tabel 2.2 Diagram Alur Oleokimia

    2.3 Ester Asam Lemak

    Asam lemak di alam terdapat dalam bentuk ester dimana gliserol dengan asam lemak,

    ataupun terkadang ada gugus hidroksinya yang teresterkan tidak dengan asam lemak

    melainkan dengan posfat seperti phospolipid. Di samping itu ada juga ester antara

    asam lemak dengan alkoholnya yang membentuk monoester seperti yang terdapat

    pada minyak jojoba. Dalam hal ini, ester asam lemak yang dimaksud adalah ester hasil

    sintesis ataupun transformasi, untuk menghasilkan ester asam lemak dengan

    monoalkohol maupun polialkohol.

    Ester asam lemak yang paling sederhana adalah ester antara metanol dengan

    asam lemak yang dikenal luas sebagai metil ester asam lemak pada industri oleokimia.

    Metil ester asam lemak ini dapat dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi secara

    metanolisis terhadap ester asam lemak dengan gliserol (gliserida).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8

    Reaksi transesterifikasi antara metanol dengan gliserida dapat dilakukan

    dengan dua cara, yakni:

    1. Metanolisis trigliserida dengan katalis asam yang memerlukan pemanasan.

    Reaksi ini dapat berjalan walaupun trigliserida tersebut mengandung air dan

    asam lemak bebas lebih besar dari 2,5%.

    2. Metanolisis trigliserida dengan katalis basa tanpa pemanasan dengan bantuan

    pengadukan kecepatan tinggi. Reaksi ini menghendaki gliserida yang bebas air

    serta kadar asam lemak bebas tidak lebih dari 2,5% (Mittlebach dan

    Tritthart.,1988).

    2.4 Epoksidasi

    Alkena dapat dioksidasi menjadi anekaragam produk, bergabung pada reagensia yang

    digunakan. Reaksi yang melibatkan oksidasi ikatan rangkap karbon-karbon dapat

    dikelompokkan menjadi dua gugus umum :

    1. Oksidasi ikatan pi tanpa memutuskan ikatan sigma

    2. Oksidasi ikatan pi yang memutuskan ikatan sigma.

    Produk oksidasi tanpa pemutusan ikatan sigma ialah suatu epoksida atau 1,2-

    diol.Reagensia yang paling popular dipakai untuk mengubah alkena menjadi suatu

    1,2-diol adalah larutan kalium permanganat (dalam air) basa dan dingin (meskipun

    biasanya reagensia ini memberikan rendemen yang rendah). Osmium tetraoksida

    (OsO4) diikuti reduksi dengan reagensia seperti Na2SO3 atau NaHSO3 menghasilkan

    diol dengan rendemen yang lebih baik, tetapi penggunaan terbatas karena mahal dan

    bersifat racun (Fessenden,R.J.,1997).

    Epoksidasi dari minyak nabati merupakan hal yang penting dan sangat berguna

    terutama dalam hal sebagai stabilisator dan plastisasi bahan polimer. Berdasarkan

    pada kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiran, epoksida juga dapat dipakai untuk

    berbagai jenis bahan kimia yaitu alkohol, glikol, alkanolamin, senyawa karbonil,

    senyawa olefin, dan polimer seperti poliester, poliuretan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 9

    R C

    O

    OH + H2O2 R C

    O

    O OH + H2O

    R C

    O

    O OH + CH

    CH

    HC

    HC

    O+ R C

    O

    OH

    H+

    Peroksida Peracid

    EpoksidaOlefin

    C

    OH

    C

    OH

    Asam karboksilat

    Peracid

    HC

    HC

    OEpoksida

    H2O

    Adapun contoh reaksi epoksidasi terhadap senyawa alkena dan menghasilkan senyawa

    diol adalah sebagai berikut:

    Ada empat teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan epoksida dari

    molekul olefin:

    1. Epoksida dengan asam perkarboksilat yang sering digunakan dalam industri

    dan dapat dipercepat dengan bantuan katalis atau enzim

    2. Epoksida dengan peroksida organik dan anorganik, termasuk epoksidasi alkali

    dengan hydrogen peroksida nitril dan epoksida yang dikatalisis logam transisi.

    3. Epoksida dengan halohidrin, menggunakan asam hipohalogen (HOX) dengan

    garamnya sebagai reagen, dan epoksida olefin dengan defisiensi elektron

    ikatan rangkap.

    4. Epoksida dengan menggunakan molekul oksigen, untuk minyak nabati jarang

    digunakan karena dapat menyebabkan degadrasi dari minyak menjadi senyawa

    yang lebih kecil seperti aldehid dan keton atau asam dikarboksilat berantai

    pendek sehingga oksidasi dengan O2

    2.5 Surfaktan

    merupakan metode yang tidak efisien

    untuk epoksida minyak nabati (Goud, dkk.,2006).

    Molekul-molekul atau ion-ion yang teradsorbsi pada perbatasan (interfasa) disebut

    dengan bahan aktif permukaan (surface active agents) atau surfaktan. Surfaktan

    Universitas Sumatera Utara

  • 10

    mempunyai peran penting untuk menurunkan tegangan permukaan bahan yang

    dikenai. Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan

    pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agents), dan sebagai bahan

    penglarut (solubilizing agents). Aktifitas kerja suatu surfaktan karena sifat ganda dari

    molekul tersebut (Pavia D.,1976).

    Struktur kimia surfaktan mempengaruhi sifat kelarutan yang cocok untuk

    aktifitas surfaktan tersebut tergantung pelarut dan dan kondisi yang digunakan. Di

    dalam bentuk surfaktan yang umum , kepala menggambarkan gugus yang larut

    dalam air, sering disebut gugus hidrofil atau gugus lipofob dan ekor

    menggambarkan gugus lipofil atau hidrofob di dalam air.

    Klasifikasi kimia yang paling berguna dari surfaktan didasarkan pada sifat

    hidrofil dan lipofilnya. Di bawah ini ada empat klasifikasi dasar dari surfaktan yaitu :

    1. Surfaktan anionik, memiliki gugus hidrofil yang bermuatan negatif seperti

    gugus karboksilat (RCOO- M+), sulfonasi (RSO3- M+), sulfat (ROSO3- M+)

    atau posfat (ROPO3- M+

    2. Surfaktan kationik, gugus hidrofil memiliki muatan positif. Sebagai contoh

    ammonium halida kwartener (R

    ).

    4N+ X-

    3. Surfaktan nonionik, dimana gugus hidrofil tidak memiliki muatan tetapi

    turunannya memiliki kelarutan yang besar terhadap air dibandingkan gugus

    polar tertinggi seperti senyawa (POE atau R-OCH

    ).

    2CH2

    4. Surfaktan amfoter (zwitter ion) memiliki muatan positif dan muatan negatif,

    sebagai contoh sulfobetain RN

    O-) R adalah gugus

    poliol termasuk gula.

    +(CH3)2CH2CH2SO3-

    Secara umum, gugus hidrofob memiliki lebih banyak variasi dibandingkan

    gugus hidrofil. Selain gugus hidrokarbon berantai panjang, di bawah ini merupakan

    variasi struktur gugus hidrofob lainnya, yaitu:

    .

    1. Gugus alkil rantai panjang lurus (n = C8-C22 dengan substitusi dari gugus

    kepala) CH3(CH2)n2. Gugus alkil rantai panjang bercabang (n = C

    -S

    8-C22, substitusi internal)

    CH3(CH2)nC(CH3)H(CH2)mCH2-S

    Universitas Sumatera Utara

  • 11

    O C

    O C

    OC + 3 NaOHH2O

    OH

    OH

    HO + 3 R C

    O

    ONaRO

    O

    O

    Trigliserida Basa Gliserol Sabun

    R

    R

    3. Rantai alkena tidak jenuh, contohnya turunan dari minyak nabati

    CH3(CH2)nCH=CH(CH2)m4. Alkil benzena (C

    -S

    8-C15C6H4 dengan bentuk substitusi yang berbeda-beda)

    C9H19(C6H45. Alkil naftalena (alkil R biasanya C

    )-S

    3 atau lebih besar) Rn-C10H(7-n)6. Gugus Fluroalkil (n > 4, sebagian atau seluruhnya terfluoronasi) CF

    -S

    3(CF2)n7. Polidimetilsiloksan, CH

    -S

    3-(Osi[CH3]2O)n8. Turunan polioksipropilena glikol CH

    -S

    3CH(OH)-CH2-O(-CH(CH3)CH2O)n9. Biosurfaktan

    -S

    10. Turunan polimer alami dan sintetik

    Dengan banyaknya variasi struktur senyawa yang dapat digunakan sebagai

    surfaktan maka akan memberikan banyak aplikasi surfaktan yang dihasilkan

    tergantung kepada kegunaannya (Myers,D.,2006)

    2.5.1 Sabun

    Garam dari alkali asam lemak merupakan sabun dari reaksi safonifikasi, seperti yang

    ditunjukkan pada reaksi di bawah. Caranya lemak dan minyak dipanaskan dengan

    natrium hidroksida sampai terhidrolisis sempurna. Penambahan NaCl ke dalam

    campuran kemudian menyebabkan sabun mengendap. Sabun yang masih belum murni

    dapat dimurnikan dengan beberapa represipitasi ( Solomons T.W.G, 2004).

    Universitas Sumatera Utara

  • 12

    Sabun kalium disebut sabun lunak dan digunakan sebagai sabun untuk bayi.

    Asam lemak yang digunakan untuk sabun umumnya adalah asam palmitat atau stearat.

    Dalam industri, sabun tidak dibuat dari asam lemak tetapi langsung dari minyak yang

    berasal dari tumbuhan. Minyak adalah ester asam lemak tidak jenuh dengan gliserol.

    Melalui proses hidrogenasi dengan bantuan katalis logam Pt atau Ni, asam lemak

    tidak jenuh diubah menjadi asam lemak jenuh dan melalui proses penyabunan dengan

    basa NaOH atau KOH akan terbentuk sabun dan gliserol (Poejiadi,A., 1994).

    Molekul sabun terdiri atas rantai hidrokarbon panjang dan atom karbon dengan

    gugus yang sangat polar atau ionik pada satu ujungnya. Rantai karbon bersifat

    lipofilik (tertarik pada atau larut dalam lemak dan minyak), dan ujung polar yang

    hidrofilik (tertarik atau larut dalam air).

    Bila sabun dikocok dengan air akan membentuk dispersi koloid, bukannya

    larutan sejati. Larutan sabun ini mengandung agregat molekul sabun yang disebut

    misel (Hart, H.,2003).

    Setiap molekul sabun memiliki gugus hidrofil dan hidrofob dimana dapat

    ditulis sebagai RCOONa. Ketika sabun dilarutkan ke dalam air maka akan terionisasi

    menjadi RCOO-Na+. Bagian yang berperan aktif dalam sifat deterjennya ialah RCOO-

    a. Mereduksi atau menurunkan tegangan permukaan dari air

    dan menghasilkan anion, sehingga sabun dimasukkan ke dalam jenis suirfaktan anion.

    Fungsi dari sabun ialah untuk menghilangkan kotoran dari permukaan seperti

    kulit, lantai atau pakaian. Kotoran biasanya campuran bahan berlemak dan partikel

    padat. Meskipun dapat berupa kotoran tanpa lemak, partikel padat dapat berupa

    pigmen, karbon, karat besi. Lemak yang dihasilkan dari kulit ataupun sumber lain

    dapat dihilangkan dari permukaan dengan menggunakan deterjen dengan cara :

    b. Memindahkan atau mengangkat kotoran

    c. Mendispersikan kotoran

    Pada saat lemak ikut bersama kotoran lainnya, bagian hidrofob masuk ke

    dalam permukaan daripada lemak tersebut dan bagian hidrofil larut dalam air.

    Universitas Sumatera Utara

  • 13

    Partikel berkarat akan ikut bersama bagian hidrofil dari molekul deterjen dan akan

    diangkut bersama bagian hidrofob (Parasuram, K.S.,1995).

    2.5.2 Misel

    Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi, tetapi ketika surfaktan dilarutkan ke

    dalam air maka tegangan permukaan dari larutan itu akan turun sampai tercapainya

    suatu konsentrasi. Konsentrasi dimana tegangan permukaan turun disebut CMC

    (konsentrasi misel kritis). CMC ini dapat ditentukan dari ketika sejumlah kecil dari

    surfaktan ditambahkan ke dalam air, ion-ion surfaktan (atau molekul pada surfaktan

    nonionik) terkonsentrat pada permukaan tipis dari cairan.

    Pada permukaan cairan, ion-ion surfaktan terorientasi pada gugus hidrofil ke

    dalam air dan gugus hidrofob ke udara (menjauhi air). Secara bersamaan, jika

    surfaktan dapat dilarutkan dalam minyak maka gugus hidrofob akan ikut dengan

    minyak dan gugus hidrofil akan ke udara (menjauhi minyak). Pada CMC, larutan

    menjadi jenuh dalam keadaan normal, tetapi pada kebanyakan surfaktan, apabila

    dilarutkan pada cairan maka akan membentuk misel. Misel ini adalah kumpulan ion-

    ion surfaktan atau molekul surfaktan yang berkumpul menjadi satu bentuk, dengan

    gugus hidrofil di luar dan terikat pada air sedangkan gugus hidrofob berada di dalam

    untuk membentuk globulan-globulan minyak. Dalam hal surfaktan yang terionisasi,

    akan ada beberapa gegenion (seperti ion Na+ pada garam NaCl atau Cl- dari surfaktan

    kationik) kemungkinan ikut pada misel dan berpengaruh kepada titik CMC.

    Gambar 2.1 Skema Penampang Melintang dari Misel sabun

    Universitas Sumatera Utara

  • 14

    Kelarutan dari surfaktan berubah sesuai temperatur dan temperatur sangat

    penting dikenal dengan titik Krafft, dimana kelarutan naik secara cepat dengan

    berubahnya bentuk dari misel.

    Misel merupakan bagian dari larutan surfaktan yang menyebabkan larutan itu

    disebut dengan larutan koloid murni dan sangat penting hubungannya dengan sifat

    deterjen karena :

    Misel mempertahankan permukaan larutan agar tetap jenuh dan tegangan

    permukaan dari larutan berada pada titik minimumnya

    Misel dapat melarutkan bahan berlemak. Bagian misel yang hampir

    menyerupai pelarut hidrokarbon yang mana dapat melarutkan bahan

    berminyak dan membawanya dalam proses pencucian. Sifat ini digunakan

    ketika larutan sabun digunakan untuk melarutkan kresol untuk menghasilkan

    Lysol (sejenis desinfektan) serta penggunaan yang sama lainnya.

    (Woollatt, E.,1985)

    2.5.3 Tegangan Permukaan

    Tegangan permukaan () suatu cairan dapat didefenisikan sebagai banyaknya kerja

    yang dibutuhkan untuk memperluas permukaan cairan sebanyak satu satuan luas.

    Tegangan permukaan suatu larutan akan bergantung pada sifat zat terlarut. Bila

    molekul zat terlarut cenderung untuk mengumpul pada permukaan, tegangan

    permukaan akan turun. Misalnya pada sabun, molekul-molekul sabun terdiri dari

    bagian hidrofobik yaitu rantai hidrokarbon yang panjang dan bagian hidrofilik yaitu

    gugus karboksilat COO- Na+

    Tegangan permukaan cairan (), berbeda-beda bergantung pada jenis cairan

    dan suhu. Pada umumnya cairan yang memiliki gaya tarik antara molekulnya besar

    seperti air, maka tegangan permukaannya juga besar. Sebaliknya pada cairan seperti

    bensin karena gaya tarik antara molekulnya kecil maka tegangan permukaannya kecil.

    . Karena itu, molekul-molekul sabun cenderung untuk

    tersusun pada batas antara air dan udara, akibatnya tegangan permukaan akan

    menurun (Bird, T.,1985).

    Universitas Sumatera Utara

  • 15

    Tegangan permukaan cairan turun bila suhu naik, karena dengan

    bertambahnya suhu molekul-molekul cairan bergerak lebih cepat dan pengaruh

    interaksi antara molekulnya berkurang sehingga tegangan permukaannya menurun.

    Pada suhu yang sama tegangan permukaan logam cair dan lelehan garam lebih besar

    bila dibandingkan dengan cairan organik.

    Adanya zat terlarut pada cairan dapat menaikkan atau menurunkan tegangan

    permukaan bergantung sifat zat terlarutnya. Untuk air adanya elektrolit anorganik dan

    nonelektrolit tertentu seperti sukrosa dan gliserin menaikkan tegangan permukaan.

    Sedangkan adanya zat-zat seperti sabun, deterjen, dan alkohol adalah efektif dalam

    menurunkan tegangan permukaan atau tegangan antarmuka. Zat ini sering disebut

    dengan surface active agents atau surfaktan. Penurunan tegangan permukaan oleh

    sabun menyebabkan perluasan film air dengan pembentukan gelembung atau busa.

    Adanya hubungan antara besar kecilnya tegangan permukan cairan dengan

    kemampuannya untuk membasahi benda. Makin kecilnya nilai tegangan permukaan

    suatu cairan maka makin besar kemampuan zat tersebut untuk membasahi benda.

    Hubungan ini banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari; misalnya untuk

    menghasilkan cucian pakaian agar lebih bersih dapat digunakan air panas atau air

    sabun. Keduanya dapat menurunkan tegangan permukaan air sehingga meningkatkan

    kemampuan air untuk membasahi kotoran pakaian. Akibatnya kotoran mudah larut

    dan terbawa oleh air pada saat pembilasan (Yazid,E.,2005).

    2.5.4 Penentuan Uji HLB (Hydrophilic Lipophilic Balance)

    Griffin merancang suatu skala sembarang dari berbagai angka untuk dipakai

    sebagai suatu ukuran keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB) dari zat-zat aktif

    permukaan (surfaktan). Dengan bantuan angka ini, adalah mungkin untuk membentuk

    suatu jarak HLB untuk efisiensi optimum atau terbaik dari masing-masing golongan

    surfaktan seperti terlihat pada gambar 2.2 sebagai berikut.

    Universitas Sumatera Utara

  • 16

    Gambar 2.2 Skala Petunjuk Fungsi Surfaktan Berdasarkan Nilai HLB

    HLB dari sejumlah senyawa dapat dihitung dengan menggunakan rumus

    sebaagi berikut :

    HLB = 20 (1 S/A)

    Dimana S adalah bilangan penyabunan senyawa tersebut dan A adalah bilangan asam

    senyawa tersebut.

    Tabel 2.3 Nilai HLB Beberapa Surfaktan

    Zat HLB

    Asam Oleat

    Gliseril Monostearat

    Sorbitan mono-oleat

    Sorbitan monolaurat

    Trietanolamin oleat

    Polioksitilena sorbitan mono-oleat

    Polioksitilena sorbitan monolaurat

    Natrium oleat

    Natrium lauril sulfat

    1

    3,8

    4,3

    8,6

    12

    15

    16,7

    18

    40

    Universitas Sumatera Utara

  • 17

    Davies telah menghitung nilai HLB untuk zat aktif permukaan dengan

    memecah berbagai molekul surfaktan ke dalam gugus-gugus penyusunnya, yang

    masing-masing diberi suatu angka gugus. Penjumlahan dari angka-angka gugus untuk

    suatu surfaktan tertentu memungkinkan perhitungan nilai HLB-nya menurut

    persamaan berikut :

    HLB = (angka-angka gugus hidrofilik) - (angka-angka gugus lipofilik) + 7

    Tabel 2.4 Harga HLB Gugus Fungsi

    Gugusan senyawa Angka gugus

    Gugus hidrofilik

    -SO4- Na+

    -COO- Na+

    Ester (cincin sorbitan)

    Ester (bebas)

    Hidroksil (bebas)

    Hidroksil (cincin sorbitan)

    Grup lipofilik

    -CH-

    -CH2-

    -CH3

    38,7

    19,1

    6,8

    2,4

    1,9

    0,5

    0,475

    0,475

    0,475

    0,475

    -

    =CH-

    (Martin,A., 1993)

    Universitas Sumatera Utara