chapter ii

Upload: mdiikkacivil09

Post on 14-Oct-2015

88 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sipil

TRANSCRIPT

  • BAB II

    STUDI PUSTAKA

    2.1 Pendahuluan

    Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan

    dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dari campuran aspal

    dengan agregat, digelar di atas suatu permukaan material granular mutu tinggi

    disebut perkerasan lentur, sedangkan perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton (

    Portland Cement Concrete ) disebut perkerasan Rigid ( FAA, 2009 ).

    Pada struktur perkerasan bekerja muatan roda pesawat terjadi sampai beberapa

    juta kali selama periode rencana. Setiap kali muatan ini lewat, terjadi defleksi lapisan

    permukaan dan lapisan dibawahnya. Pengulangan beban (repetisi) menyebabkan

    terjadinya retakan yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan /kegagalan total.

    Perkerasan dibuat dengan tujuan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman

    pada segala kondisi cuaca, serta ketebalan dari setiap lapisan harus cukup aman

    untuk menjamin bahwa beban pesawat yang bekerja tidak merusak perkerasan

    lapisan di bawahnya ( Basuki, 1986 ).

    Perkerasan lentur terdiri dari satu lapisan bahan atau lebih yang digolongkan

    sebagai lapisan permukaan, lapisan pondasi, dan lapisan pondasi bawah yang terletak

    di atas lapisan tanah dasar yang telah dipersiapkan. Lapisan tanah dasar dapat berupa

    galian atau timbunan. Lapisan permukaan terdiri dari bahan berbitumen yang

    berfungsi untuk memberikan permukaan yang halus yang dapat memikul beban-

    beban yang bekerja dan berpengaruh pada lingkungan untuk jangka waktu

    operasional tertentu untuk menyebarkan beban yang bekerja kelapisan dibawahnya.

    Lapisan pondasi atas adalah bahan yang terdiri dari material berbutir dengan bahan

    Universitas Sumatera Utara

  • pengikat atau tanpa pengikat yang berfungsi memikul beban yang bekerja dan

    menyebarkan ke lapisan-lapisan dibawahnya ( Yoder dan Witczak, 1975 ).

    Fungsi perkerasan adalah untuk menyebarkan beban ke tanah dasar dan semakin

    besar kemampuan tanah dasar untuk memikul beban, maka tebal lapisan perkerasan

    yang dibutuhkan semakin kecil. Karena keseluruhan struktur perkerasan didukung

    sepenuhnya oleh tanah dasar, maka identifikasi dan evaluasi terhadap struktur tanah

    dasar adalah sangat penting bagi perencanaan tebal perkerasan.

    Pada perencanaan perkerasan pada runway, memiliki konsep dasar yang sama

    dengan perencanaan perkerasan pada jalan raya, dimana perencanaan berdasarkan

    beban yang bekerja dan kekuatan bahan yang digunakan untuk mendukung beban

    yang bekerja. Namun, pada aplikasi sesungguhnya, tentu terdapat perbedaan pada

    perencanaan perkerasan runway dan jalan raya, yaitu :

    1. Jalan raya dirancang untuk kendaraan yang berbobot sekitar 9000 lbs,

    sedangkan runway dirancang untuk memikul beban pesawat yang rata-rata

    berbobot jauh lebih besar yaitu sekitar 100.000 lbs.

    2. Jalan raya direncanakan mampu melayani perulangan beban (repetisi) 1000-

    2000 truk per harinya. Sedangkan ruway direncanakan untuk melayani

    repetisi beban 20.000 sampai 40.000 kali selama umur rencana.

    3. Tekanan ban pada kendaran yang bekerja kira-kira 80-90 psi. Sedangkan

    pada runway tekanan ban yang bekerja diatasnya adalah mencapai 400 psi.

    4. Perkerasan jalan raya mengalami distress yang lebih besar karena beban

    bekerja lebih dekat ke tepi lapisan, berbeda pada runway dimana beban

    bekerja pada bagian tengah perkerasan.

    Universitas Sumatera Utara

  • Ada beberapa metode perencanaan perkerasan bandar udara walaupun tidak

    terdapat satu metode yang banyak digunakan dan diterima oleh banyak pihak, namun

    terdapat beberapa metode yang dapat diajukan. Metode-metode tersebut adalah :

    Metode ICAO ( LCN ), metode FAA dan metode CBR.

    2.2 Fasilitas Pendukung Bandar Udara

    Sebuah bandar udara adalah suatu komponen yang saling berkaitan antara satu

    komponen dengan yang lainnya, sehingga analisa dari satu kegiatan tanpa

    memperhatikan pengaruhnya terhadap kegiatan yang lain bukan merupakan

    pemecahan yang memuaskan.

    Sebuah bandar udara melingkupi kegiatan yang sangat luas, yang mempunyai

    kebutuhan yang berbeda-beda, bahkan kadang berlawanan, seperi misalnya kegiatan

    keamanan yang membatasi sedikit mungkin hubungan antara land side dan air side,

    sedangkan kegiatan pelayanan memerlukan sebanyak mungkin pintu terbuka dari

    land side ke air side agar pelayanan berjalan lancar.

    Sistem bandar udara dibagi dua, yaitu :

    1. Sisi darat ( land side )

    2. Sisi udara ( air side )

    Sistem bandar udara dari sisi darat terdiri dari sistem jalan penghubung (jalan

    masuk bandara), lapangan parkir, dan bangunan terminal. Sedangkan sistem bandar

    udara dari sisi udara terdiri dari taxiway, holding pad, exit taxiway, runway, terminal

    angkasa, dan jalur penerbangan di angkasa ( Horonjeff dan McKelvey, 1993 ).

    Dalam sistem lapangan terbang, sifat-sifat kendaraan darat dan kendaraan

    udara mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perencanaan bandar udara.

    Penumpang dan pengiriman barang berkepentingan terhadap waktu yang dijalani

    Universitas Sumatera Utara

  • mulai dari keluar rumah sampai ke tempat tujuan, tetapi tidak berpengaruh terhadap

    lama waktu perjalanan darat ataupun udara. Dengan alasan lain, jalan masuk menuju

    lapangan terbang perlu mendapatkan perhatian dalam pembuatan rancangan bandar

    udara. Berikut adalah gambar fasilitas pendukung sistem penerbangan pada bandar

    udara :

    Gambar 2.1 Diagram sistem penerbangan

    Sumber : Sandhyavitri dan Taufik, ( 2005 ).

    Beberapa istilah kebandar-udaraan yang perlu diketahui adalah sebagai berikut

    ( Basuki, 1986; Sandhyavitri dan Taufik, 2005 ) :

    Airport, yaitu area daratan atau air yang secara regular dipergunakan untuk

    kegiatan take-off and landing pesawat udara. Diperlengkapi dengan fasilitas

    untuk pendaratan, parkir pesawat, perbaikan pesawat, bongkar muat

    penumpang dan barang, dilengkapi dengan fasiltas keamanan dan terminal

    Universitas Sumatera Utara

  • building untuk mengakomodasi keperluan penumpang dan barang dan

    sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi.

    Airfield, yaitu area daratan atau air yang dapat dipergunakan untuk kegiatan

    take-off and landing pesawat udara, fasilitas untuk pendaratan, parkir

    pesawat, perbaikan pesawat dan terminal building untuk mengakomodasi

    keperluan penumpang pesawat.

    Aerodrom, yaitu area tertentu baik di darat maupun di air (meliputi

    bangunan sarana dan prasarana, instalasi infrastruktur, dan peralatan

    penunjang) yang dipergunakan baik sebagian maupun keseluruhannya

    untuk kedatangan, keberangkatan penumpang dan barang, pergerakan

    pesawat terbang. Namun aerodrom belum tentu dipergunakan untuk

    penerbangan yang terjadwal.

    Aerodrom reference point, yaitu letak geografi suatu aerodrom.

    Landing area, yaitu bagian dari lapangan terbang yang dipergunakan untuk

    take off dan landing, tidak termasuk terminal area.

    Landing strip, yaitu bagian yang berbentuk panjang dengan lebar tertentu

    yang terdiri atas shoulders dan runway untuk tempat tinggal landas dan

    mendarat pesawat terbang.

    Runway (r/w), yaitu bagian memanjang dari sisi darat bandara yang

    disiapkan untuk lepas landas dan tempat mendarat pesawat terbang.

    Taxiway (t/w), yaitu bagian sisi darat dari bandara yang dipergunakan

    pesawat untuk berpindah (taxi) dari runway ke apron atau sebaliknya.

    Universitas Sumatera Utara

  • Apron, yaitu bagian bandara yang dipergunakan oleh pesawat terbang

    untuk parkir, menunggu, mengisi bahan bakar, mengangkut dan

    membongkar muat barang dan penumpang. Perkerasannya dibangun

    berdampingan dengan terminal building.

    Holding apron, yaitu bagian dari bandara yang berada didekat ujung

    landasan yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari

    semua instrumen dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan juga

    untuk tempat menunggu sebelum take off.

    Holding bay, yaitu area diperuntukkan bagi pesawat untuk melewati

    pesawat lainnya atau berhenti.

    Terminal Building, yaitu bagian dari bandara yang difungsikan untuk

    memenuhi berbagai keperluan penumpang dan barang, mulai dari tempat

    pelaporan tiket, imigrasi, penjualan ticket, ruang tunggu, cafetaria,

    penjualan souvenir, informasi, komunikasi, dan sebagainya.

    Turning area, yaitu bagian dari area di ujung landasan pacu yang

    dipergunakan oleh pesawat untuk berputar sebelum lepas landas.

    Over run (o/r), yaitu bagian dari ujung landasan yang dipergunakan untuk

    mengakomodasi keperluan pesawat gagal lepas landas. Over run biasanya

    terbagi 2 (dua) : (i) Stop way : bagian over run yang lebarnya sama dengan

    runway dengan diberi perkerasan tertentu, dan (ii) Clear way: bagian over

    run yang diperlebar dari stop way, dan biasanya ditanami rumput.

    Universitas Sumatera Utara

  • Fillet, yaitu bagian tambahan dari perkerasan yang disediakan pada

    persimpangan runmway atau taxiway untuk menfasilitasi beloknya pesawat

    terbang agar tidak tergelincir keluar jalur perkerasan yang ada.

    Shoulders, yaitu bagian tepi perkerasan baik sisi kiri kanan maupun muka

    dan belakang runway, taxiway dan apron.

    2.3 Konfigurasi Bandar Udara

    Konfigurasi bandar udara adalah jumlah dan arah orientasi dari landasan serta

    penempatan bangunan terminal termasuk lapangan parkirnya yang relatif terhadap

    landasan pacu.

    Jumlah landasan bergantung pada volume lalu-lintas dan orientasi landasan,

    tergantung pada arah angin dominan yang bertiup, tetapi kadang juga bergantung

    pada luas tanah yang tersedia bagi pengembangan. Karena orientasi utama dalam

    bandar udara adalah landasan pacu (runway), maka penempatan landasan hubung

    (Taxiway) pun harus benar-benar tepat sehingga lokasinya memberi kemudahan

    dalam melayani penupang. Orientasi yang paling penting dalam perencanaan bandar

    udara adalah: Landasan pacu (Runway, landasan hubung (Taxiway) dan tempat parkir

    ( Apron ).

    2.3.1 Landasan Pacu ( Runway )

    Runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oleh pesawat terbang

    untuk mendarat (landing) dan melakukan lepas landas (take off). Menurut Horonjeff

    (1994), sistem runway terdiri dari terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan

    (shoulder), bantal hembusan (blast pad), dan daerah aman runway (runway end

    safety area). Pada dasarnya landasan pacu diatur sedemikian rupa untuk :

    Universitas Sumatera Utara

  • a) Memenuhi persyaratan pemisahan lalu lintas udara.

    b) Meminimalisasi gangguan akibat operasional suatu pesawat dengan pesawat

    lainnya, serta akibat penundaan pendaratan.

    c) Memberikan jarak landas hubung yang sependek mungkin dari daerah

    terminal menuju landasan pacu.

    d) Memberikan jumlah landasan hubung yang cukup sehingga pesawat yang

    mendarat dapat meninggalkan landasan pacu yang secepat mungkin dan

    mengikuti rute yang paling pendek ke daerah terminal.

    Konfigurasi runway ada bermacam-macam, dan konfigurasi itu biasanya

    merupakan kombinasi dari beberapa macam konfigurasi dasar (basic configuration).

    Konfigurasi dasar itu adalah :

    a) Landasan Pacu Tunggal

    b) Landasan Pacu Paralel

    c) Landasan Pacu Dua Jalur

    d) Landasan Pacu yang Berpotongan

    e) Landasan Pacu V-terbuka

    Gambar 2.2 Sistem Runway

    Sumber : Sandhyavitri dan Taufik, ( 2005 )

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3.1.1 Landasan Pacu Tunggal

    Konfigurasi ini merupakan konfigurasi yang paling sederhana. Kapasitas

    runway jenis ini dalam kondisi VFR berkisar diantara 50 sampai 100 operasi per jam,

    sedangkan dalam kondisi IFR kapasitasnya berkurang menjadi 50 sampai 70 operasi,

    tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang dan alat-alat bantu navigasi

    yang tersedia.

    2.3.1.2 Landasan Pacu Paralel

    Kapasitas sistem ini sangat tergantung pada jumlah runway dan jarak

    diantaranya. Untuk runway sejajar berjarak rapat, menengah dan renggang

    kapasitasnya per jam dapat bervariasi di antara 100 sampai 200 operasi dalam

    kondisi-kondisi VFR, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang.

    Sedangkan dalam kondisi IFR kapasitas per jam untuk yang berjarak rapat berkisar

    di antara 50 sampai 60 operasi, tergantung pada komposisi campuran pesawat

    terbang. Untuk runway sejajar yang berjarak menengah kapasitas per jam berkisar

    antara 60 sampai 75 operasi dan untuk yang berjarak renggang antara 100 sampai

    125 operasi per jam.

    2.3.1.3 Landasan Pacu Dua Jalur

    Runway dua jalur dapat menampung lalu lintas paling sedikit 70 persen lebih

    banyak dari runway tunggal dalam kondisi VFR dan kira-kira 60 persen lebih banyak

    dari runway tunggal dalam kondisi IFR.

    2.3.1.4 Landasan Pacu yang Berpotongan

    Kapasitas runway yang bersilangan sangat tergantung pada letak

    persilangannya dan pada cara pengoperasian runway yang disebut strategi (lepas

    landas atau mendarat). Makin jauh letak titik silang dari ujung lepas landas runway

    Universitas Sumatera Utara

  • dan ambang (threshold) pendaratan, kapasitasnya makin rendah. Kapasitas tertinggi

    dicapai apabila titik silang terletak dekat dengan ujung lepas landas dan ambang

    pendaratan.

    2.3.1.5 Landasan Pacu V-terbuka

    Runway V terbuka merupakan runway yang arahnya memencar (divergen)

    tetapi tidak berpotongan. Strategi yang menghasilkan kapasitas tertinggi adalah

    apabila operasi penerbangan dilakukan menjauhi V.

    2.3.2 Landasan Hubung

    Fungsi utama dari landasan hubung (taxiway) adalah untuk memberikan jalan

    masuk dari landasan pacu ke daerah terminal dan hanggar pemeliharaan atau

    sebaliknya.

    Landasan hubung diatur sedemikian rupa sehingga pesawat yang baru

    mendarat tidak mengganggu gerakan pesawat yang sedang bergerak perlahan untuk

    lepas landas. Pada bandar udara yang sibuk dimana pesawat yang akan menuju

    landasan pacu diduga akan bergerak serentak dalam dua arah, harus disediakan

    landasan hubung yang sejajar satu sama lain. Pada bandar udara yang sibuk, landasan

    hubung harus terletak di berbagai tempat di sepanjang landasan pacu, sehingga

    pesawat yang baru mendarat dapat meninggalkan landasan pacu secepat mungkin

    sehingga landasan pacu dapat digunakan oleh pesawat yang lain.

    2.3.3 Apron Tunggu (Holding Apron)

    Apron tunggu yaitu bagian dari bandar udara yang berada didekat ujung

    landasan yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari semua

    instrumen dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan juga untuk tempat

    menunggu sebelum take off.

    Universitas Sumatera Utara

  • Apron tunggu harus dibuat ditempat yang sangat dekat dengan ujung

    landasan pacu agar dapat mengadakan pemeriksaan akhir sebelum pesawat lepas-

    landas. Apron harus cukup luas, diperhitungkan agar mampu dipakai untuk 2

    pesawat terbang yang bisa saling bersimpangan, sehingga apabila pesawat tidak

    dapat lepas landas karena adanya kerusakan mesin, maka pesawat lainnya yang siap

    lepas landas dapat mendahuluinya. Juga dimungkinkan untuk melakukan perbaikan-

    perbaikan kecil pada pesawat yang akan lepas landas. Apron tunggu harus dirancang

    untuk dapat menampung dua atau bahkan empat pesawat sekaligus dan menyediakan

    tempat yang cukup sehingga pesawat dapat saling mendahului.

    2.4 Karakteristik Pesawat Terbang

    Sebelum kita merancang sebuah bandar udara lengkap dengan fasilitasnya,

    dibutuhkan pengetahuan tentang spesisikasi pesawat terbang secara umum untuk

    merencanakan prasarananya.

    Pesawat yang digunakan untuk operasional penerbangan mempunyai

    kapasitas bervariasi mulai dari 10 hingga 1000 penumpang. Pesawat terbang

    General Aviation dikategorikan sebagai pesawat-pesawat terbang berukuran kecil

    jika memiliki daya angkut berkisar 50 orang.

    Beberapa karakteristik dari penerbangan umum tipikal maupun pesawat

    terbang komuter (commuter) jarak pendek, termasuk yang digunakan pada

    kepentingan perusahaan. Untuk menyadari bahwa karakter-karakter tersebut, seperti

    berat kosong, kapasitas penumpang, dan panjang landasan pacu tidak dapat dibuat

    secara tepat dalam pembuatan tabel tersebut karena terdapat banyak faktor yang

    dapat mengubah nilai-nilai didalamnya. Ukuran roda pendaratan utama dan tekanan

    udara pada ban tipikal untuk beberapa pesawat terbang juga harus diperhitungkan

    Universitas Sumatera Utara

  • guna perencanaan lanjut. Karakter yang dijelaskan di atas adalah perlu untuk

    perencanaan bandar udara. Berat pesawat terbang memiliki peran penting untuk

    menentukan tebal perkerasan landasan pacu, landas hubung, taxiway, dan perkerasan

    appron. Bentangan sayap dan dan panjang badan pesawat mempengaruhi ukuran

    appron, yang akan mempengaruhi susunan gedung-gedung terminal. Ukuran pesawat

    juga menentukan lebar landasan pacu, landas hubung dan jarak antar keduanya, serta

    mempengaruhi jari-jari putar yang dibutuhkan saat pesawat akan parkir. Kapasitas

    penumpang mempunyai pengaruh penting dalam menentukan pengadaan fasilitas-

    fasilitas yang ada di dalam terminal. Panjang landasan pacu mempengaruhi sebagian

    besar daerah yang dibutuhkan suatu bandar udara.

    Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik lapangan

    terbang adalah :

    a) Karakteristik dan ukuran pesawat yang direncanakan akan beroperasi di

    bandar udara

    b) Perkiraan volume penumpang

    c) Kondisi meteorologi (rata-rata temperatur udara maksimum dan rata-rata

    kecepatan angin)

    d) Elevasi permukaan bandar udara

    e) Kondisi lingkungan setempat, misalnya ketinggian gedung-gedung eksisting

    yang ada disekitar bandar udara.

    Universitas Sumatera Utara

  • Dilihat dari faktor-faktor diatas, maka faktor tersebut hampir sama dengan

    parameter dalam menentukan suatu panjang landasan pacu (runway), karena itu

    setiap bandar udara harus memiliki data-data tersebut diatas.

    Seperti halnya dalam karakteristik kemampuan pesawat yang berpengaruh

    langsung terhadap penentuan panjang landasan pesawat dan temperatur yang juga

    mempengaruhi panjang landasan, bila suatu temperatut tinggi, maka diperlukan

    landasan yang lebih panjang.

    Kondisi lingkungan lapangan terbang yang berpengaruh terhadap panjang

    landasan pacu (runway) adalah temperatur, angin permukaan, kemiringan landasan

    pacu, ketinggian lapangan terbang dari permukaan laut dan kondisi permukaan

    landasan. Seberapa jauh hal-hal diatas mempengaruhi panjang landasan pacu, hanya

    merupakan pendekatan, namun demikian analisa terhadap hal-hal diatas akan

    menguntungkan terhadap perhitungan landasan pacu.

    Selanjutnya untuk semua perhitungan panjang landasan pacu dipakai standar

    yang disebut ARFL (Aeroplane Reference Field Length), yaitu landasan pacu

    minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas, pada kondisi berat landas maksimum

    (maximum take off weight), elevasi muka laut, kondisi atmosfer normal, keadaan

    tanpa ada angin yang bertiup landasan pacu tanpa kemiringan ( kemiringan = 0 ).

    Perbedaan dalam menentukan kebutuhan panjang landasan pacu (runway),

    disebabkan oleh faktor-faktor lokal, yang mempengaruhi kemampuan pesawat.

    Panjang landasan pacu yang dibutuhkan oleh pesawat sesuai dengan kemampuannya

    menurut perhitungan pabrik yang disebutkan ARFL. Maka bila ada suatu landasan

    yang dipertanyakan terhadap kemampuan pesawat yang akan mendarat di landasan

    itu, maka harus dikonfirmasikan kepada ARFL.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.5 Geometrik Landasan Pacu

    International Civil Aviation Organization (ICAO), dan Federal Aviation

    Administration (FAA) telah memberikan ketentuan dan kriteria-kriteria dalam

    membuat perancangan bandar udara yang meliputi fasilitas-fasilitas yang tersedia,

    lebar, kemiringan (gradien), jarak pisah landasan pacu, landsan hubung, dan hal-hal

    lainnya yang berhubungan dengan daerah pendaratan yang dipengaruhi oleh variasi

    prestasi pesawat, cara penerbang, dan kondisi cuaca. Ketentuan yang diberikan oleh

    FAA hampir sama dengan ketentuan yang diberikan oleh ICAO, yang memberikan

    keseragaman fasilitas-fasilitas bandar udara yang ada di Amerika Serikat, dan

    memberikan pedoman bagi para perencana bandar udara dan operator pesawat

    terbang mengenai fasilitas-fasilitas yang harus disediakan pada masa yag akan

    datang. Klasifikasi pelabuhan udara oleh ICAO untuk mengadakan penyeragaman

    itu ditunjukkan dengan kode A, B, C, D, dan E. Dasar dari pembagian kelas-kelas ini

    adalah didasarkan pada pengelompokan panjang runway (landasan pacu) bandara

    tersebut saja, tidak berdasarkan pada fungsi dari bandara tersebut.

    Tabel 2.1 Klasifikasi Bandar Udara oleh ICAO

    Tanda Kode Panjang Runway (ft) Panjang Runway

    (m)

    A >7.000 >2.133

    B 5.000-7.000 1.524-2.133

    C 3.000-5.000 914-1.524

    D 2.500-3.000 762-914

    E 2.000-2.500 610-762

    Sumber : Basuki, ( 1986 ).

    Universitas Sumatera Utara

  • Dimensi pesawat adalah dasar utama dalam perencanaan geometrik bandar

    udara. Untuk dimensi yang berhubungan dengan perencanaan runway, pesawat

    dikelompokkan berdasarkan dimensinya masing-masing menjadi 4 kelas. Kelas-kelas

    ini berdasarkan pada dimensi wings-pan ( lebar sayap), under carriage width (lebar

    bagian bawah), wheel-treat atau wheel-base (jarak antara kepala dengan roda dan

    roda dengan badan). Masing-masing kelas itu dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :

    Tabel 2.2 Tabel kelas pesawat yang berhubungan dengan perencanaan geometrik

    Group Jenis-Jenis Pesawat

    I B 727-100, B 737-100, B 737-200, DC 9.30, DC. 9-40

    II BAC 111 (kebanyakan pesawat-pesawat bermesin 2dan 3)

    III DC 8S, B 707, B 720, B 727-200, DC 10, L 10H

    IV Jenis pesawat yang lebih besar dari group III

    Sumber : Basuki, ( 1986 ).

    Elemen-elemen landasan pacu meliputi :

    Perkerasan struktur (structural pavement), berfungsi untuk mendukung beban

    yang bekerja pada runway yaitu beban pesawat sehingga mampu melayani

    lalu-lintas pesawat.

    Bahu landasan (shoulder), yang terletak berdekatan dengan tepi perkerasan

    yang berfungsi untuk menahan erosi akibat hembusan mesin jet dan

    menampung peralatan untuk pemeliharaan saat kondisi darurat.

    Bantalan hembusan (blast pad), adalah suatu area yang dirancang khusus

    untuk mencegah erosi permukaan pada ujung-ujung landasan pacu akibat

    hembusan mesin jet yang terus-menerus atau berulang-ulang. Biasanya area

    Universitas Sumatera Utara

  • ini ditanami dengan rumput. ICAO menetapkan panjang bantal hembusan

    100 kaki, sedangkan FAA menetapkan panjang bantal hembusan harus 100

    kaki untuk penggunaan pesawat kelas I, 150 kaki untuk penggunaan pesawat

    kelas II, 200 kaki untuk penggunaan pesawat kelas III dan IV dan , dan 400

    kaki untuk kelompok rancangan V dan VI.

    Daerah aman untuk landasan pacu (runway safety area) adalah daerah yang

    bersih tanpa benda-benda yang mengganggu, dimana terdapat saluran

    drainase, memiliki permukaan yang rata, dan mencakup bagian perkerasan,

    bahu landasan, bantalan hembusan, dan daerah perhentian, apabila

    diperlukan. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung peralatan

    pemeliharaan saat keadaan darurat juga harus mampu menjadi tempat aman

    bagi pesawat seandainya pesawat keluar dari jalur landasan pacu. ICAO

    menetapkan bahwa daerah aman landsan pacu harus lurus sepanjang 275 kaki

    dari setiap ujung landasan pacu untuk runway yang menggunakan pesawat

    rencana kelas III dan IV, dan untuk seluruh landsan pacu dengan

    operasi0operasi instrumentasi. FAA menetapkan bahwa daerah aman landsan

    pacu harus memiliki panjang 240 kaki dari ujung landasan pacu untuk

    pesawat kecil dan 1000 kaki untuk seluruh rancangan kelas pesawat rencana.

    Perluasan area aman (safety area extended), dibuat apabila dianggap perlu,

    yang bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya

    kecelakaan yang disebabkan karena pesawat mengalami undershoot ataupun

    overuns. Panjang area ini normalnya adalah 800 kaki, tetapi itu bukan suatu

    ukuran baku karena bergantung pada kebutuhan lokal dan luas area yang

    tersedia.

    Universitas Sumatera Utara

  • Menurut ICAO, ada 5 faktor koreksi yang mempengaruhi perencanaan panjang

    runway, yaitu :

    1. Faktor koreksi ketinggian dari muka air laut ( Altitude of the Airport), kalau

    letak pelabuhan udara semakin tinggi dari muka air laut, maka udara semakin

    tipis, temperatur semakin kecil, sehingga panjang landasan pacu harus

    semakin panjang.

    2. Faktor koreksi temperatur, keadaan temperatur di bandar udara pada tiap

    tempat tidaklah sama. Makin tinggi temperatur di suatu bandar udara, maka

    semakin panjang landasan pacu yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena

    semakin tinggi temperatur udara maka semakin kecil density nya, yang

    mengakibatkan daya desak pesawat berkurang. Sehingga dituntut panjang

    runway yang lebih panjang.

    3. Faktor koreksi gradient (kemiringan memanjang), dimana tanjakan pada

    landasan akan menyebabkan kebutuhan akan landasan pacu yang lebih panjang

    dan pada landasam pacu yang datar. Begitu juga sebaliknya, apabila landasan

    menurun maka panjang landasan pacu dapat lebih pendek. Sebagai

    standardisasi untuk runway, tiap 1% kenaikan gradien landasan akan

    membutuhkan penambahan panjang landasan pacu sebanyak 7% sampai

    dengan 10%.

    4. Faktor koreksi angin (Surface wind), dimana apabila kondisi arah angin sejajar

    dengan arah gerak pesawat maka kebutuhan akan panjang landasan akan

    semakin besar, sebaliknya apabila arah angin berlawanan dengan arah gerak

    pesawat maka kebutuhan akan panjang landasan pacu akan semakin kecil.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5. Faktor koreksi kondisi permukaan landasan, dimana apabila pada permukaan

    landasan pacu terdapat genangan air, maka pada saat pesawat akan mengudara

    akan mengalami hambatan kecepatan, sehingga dibutuhkan landasan pacu yang

    lebih panjang.

    2.6 Struktur Perkerasan Landasan Pacu

    Perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih

    lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan terpilih. Perkerasan dapat berupa aggregat

    bermutu tinggi yang diikat dengan aspal yang disebut perkerasan lentur, atau dapat

    juga plat beton yang disebut perkerasan kaku.

    Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman

    pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setap lapisan harus cukup aman untuk

    menjamin bahwa beban pesawat yang bekerja tidak merusak lapisan dibawahnya.

    Perkerasan lentur dapat terdiri dari satu lapisan atau lebih yang digolongkan

    sebagai permukaan (surface course), lapisan pondasi atas (base course), dan lapisan

    pondasi bawah (subbase course) yang terletak di antara pondasi atas dan lapisan

    tanah dasar (subgrade) yang telah dipersiapkan.

    Lapisan permukaan terdiri dari campuran bahan berbitumen (biasanya aspal)

    dan agregat, yang tebalnya bervariasi tergantung dari kebutuhan. Fungsi utamanya

    adalah untuk memberikan permukaan yang rata agar lalu-lintas menjadi aman dan

    nyaman dan juga untuk memikul beban yang bekerja diatasnya dan meneruskannya

    kelapisan yang ada dibawahnya. Lapisan pondasi atas dapat terdiri dari material

    berbutir kasar dengan bahan pengikat (misalnya dengan aspal atau semen) atau tanpa

    bahan pengikat tetapi menggunakan bahan penguat (misalnya kapur). Lapisan

    pondasi harus dapat memikul beban-beban yang bekerja dan meneruskan dan

    Universitas Sumatera Utara

  • menyebarkannya ke lapisan yang ada dibawahnya. Lapisan pondasi bawah dapat

    terdiri dari batu alam yang dipecahkan terlebih dahulu atau yang alami. Seringkali

    digunakan bahan sirtu (batu-pasir) yang diproses terlebih dahulu atau bahan yang

    dipilih dari hasil galian di tempat pekerjaan. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak

    setiap perkerasan lentur memerlukan lapisan pondasi bawah. Sebaliknya perkerasan

    yang tebal dapat terdiri dari beberapa lapisan pondasi bawah.

    2.6.1 Stuktur Perkerasan Lentur ( Flexible Pavement )

    Menurut Basuki, ( 1986 ) dalam buku Merancang Merencanakan Lapangan

    Terbang, perkerasan flexible adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat elastis,

    maksudnya adalah perkerasan akan melendut saat diberi pembebanan. Adapun

    struktur lapisan perkerasan lentur sebagai berikut :

    1. Tanah dasar (Sub Grade)

    Tanah dasar (sub grade) pada perencanaan tebal perkerasan akan menentukan

    kualitas konstruksi perkerasan sehingga sifatsifat tanah dasar menentukan kekuatan

    dan keawetan konstruksi landasan pacu.

    Banyak metode yang dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar,

    dari cara yang sederhana sampai kepada cara yang rumit seperti CBR (California

    Bearing Ratio), MR (Resilient Modulus), dan K (Modulus Reaksi Tanah Dasar). Di

    Indonesia daya dukung tanah dasar untuk kebutuhan perencanaaan tebal lapisan

    perkerasan ditentukan dengan menggunakan pemeriksaan CBR.

    Penentuan daya dukung tanah dasar berdasarkan evaluasi hasil pemeriksaan

    laboratorium tidak dapat mencakup secara detail (tempat demi tempat), sifat sifat

    daya dukung tanah dasar sepanjang suatu bagian jalan. Koreksikoreksi perlu

    dilakukan baik dalam tahap perencanaan detail maupun tahap pelaksanaan,

    Universitas Sumatera Utara

  • disesuaikan dengan kondisi tempat. Koreksikoreksi semacam ini akan di berikan

    pada gambar rencana atau dalam spesifikasi pelaksanaan.

    Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :

    a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu

    akibat beban lalu lintas.

    b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar

    air.

    c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada

    daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya,

    atau akibat pelaksanaan.

    d. Lendutan dan lendutan selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari

    macam tanah tertentu.

    e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang

    diakibatkanya, yaitu pada tanah berbutir kasar ( Granular Soil ) yang tidak

    dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.

    2. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)

    Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course) adalah bagian dari konstruksi

    perkerasan landasan pacu yang terletak di antara tanah dasar ( Sub Grade ) dan

    lapisan pondasi atas ( Base Course ).

    Menurut Horonjeff dan McKelvey, ( 1993 ) fungsi lapisan pondasi bawah adalah

    sebagai berikut :

    Universitas Sumatera Utara

  • a. Bagian dari konstruksi perkerasan yang telah mendukung dan menyebarkan

    beban roda ke tanah dasar.

    b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang murah agar lapisan lapisan

    selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).

    c. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapisan pondasi atas.

    3. Lapisan Pondasi Atas ( Base Coarse )

    Lapisan pondasi atas ( Base Coarse ) adalah bagian dari perkerasan landasan

    pacu yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan.

    Fungsi lapisan pondasi atas adalah sebagai berikut :

    a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan

    menyebarkan beban lapisan dibawahnya.

    b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

    c. Bantalan terhadap lapisan pondasi bawah.

    4. Lapisan Permukaan ( Surface Course )

    Lapisan permukaan (Surface Course) adalah lapisan yang terletak paling atas.

    Lapisan ini berfungsi sebagai berikut :

    a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai stabilitas

    yang tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.

    b. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke

    lapisan dibawahnya.

    Universitas Sumatera Utara

  • c. Lapisan aus ( wearing Course ), lapisan yang langsung menderita gesekan

    akibat rem kendaraan sehingga mudah nenjadi aus.

    d. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga lapisan bawah

    yang memikul daya dukung lebih kecil akan menerima beban yang kecil juga.

    Penggunaan lapisan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, di

    samping itu bahan aspal sendiri memberikan tegangan tarik, yang berarti

    mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan

    untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan kegunaanya, umur rencana serta

    pentahapan konstruksi agar tercapai manfaat yang sebesar besarnya dari biaya yang

    dikeluarkan.

    2.6.2 Stuktur Perkerasan Kaku ( Rigid Pavement )

    Perkerasan kaku adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat dimana saat

    pembebanan berlangsung perkerasan tidak mengalami perubahan bentuk, artinya

    perkerasan tetap seperti kondisi semula sebelum pembebanan berlangsung. Sehingga

    dengan sifat ini, maka dapat dilihat apakah lapisan permukaan yang terdiri dari plat

    beton tersebut akan pecah atau patah. Perkerasan kaku ini biasanya terdiri dua

    lapisan yaitu :

    a. Lapisan permukaan (surface course) yang dibuat dari plat beton

    b. Lapisan pondasi (base course)

    Pada perkerasan kaku biasanya dipilih untuk : Ujung landasan, pertemuan

    antara landasan pacu dan taxiway, apron dan daerah-daerah lain yang dipakai untuk

    parkir pesawat atau daerah-daerah yang mendapat pengaruh panas blast jet dan

    limpahan minyak ( Basuki, 1986 ).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.7 Sistem Drainase Bandar Udara

    Sistem drainase adalah aspek yang sangat penting dalam perencanaan bandar

    udara. Drainase yang baik akan menjamin dan menjaga umur perkerasan. Drainase

    yang kurang baik akan menimbulkan genangan air pada permukaan yang dapat

    membahayakan pesawat yang akan melakukan pendaratan dan lepas landas.Fungsi

    dari sistem drainase bandar udara adalah sebagai berikut :

    a. Mengalirkan dan membuang air permukaan dan bawah tanah yang berasal

    dari tanah di sekitar bandar udara.

    b. Membuang air permukaan yang berasal dari permukaan bandar udara.

    2.8 Metode-Metode Perencanaan Perkerasan

    Dalam merencanakan perkerasan suatu landasan pacu, terdapat berbagai

    metode-metode yang digunakan untuk mendesain perkerasannya. Pola

    penyelesaiannya pun berbeda-beda pula, namun semuanya sama-sama bertujuan

    untuk menghasilkan desain perkerasan yang aman dan terjamin.

    Beberapa pertimbangan dalam desain perkerasan landasan pacu meliputi :

    a. Prosedur pengujian bahan untuk subgrade dan komponen-komponen

    lainnya harus akurat dan teliti.

    b. Metode yang dipakai harus sudah dapat diterima umum dan sudah

    terbukti telah menghasilkan desain perkerasan yang memuaskan.

    c. Dapat dipakai untuk mengatasi persoalan-persoalan perkerasan landasan

    pacu dalam waktu yang relatif singkat.

    Universitas Sumatera Utara

  • Adapun beberapa metode yang digunakan untuk merencanakan suatu

    perkerasan landasan pacu terurai di bawah ini.

    2.8.1 Metode California Division of Highway (CBR )

    Pada sejarah singkatnya, metode CBR pertama kali digunakan oleh

    California Division of Highway yaitu badan pengembangan jalan milik pemerintah

    negara bagian California di Amerika serikat. Metode ini adalah berdasarkan atas

    investigasi kekuatan daya dukung tanah dasar. Investigasi ini meliputi 3 jenis utama

    kegagalan yang terjadi pada perkerasan, yaitu : (1) pergeseran lateral material pada

    lapisan pondasi akibat adanya penyerapan air oleh lapisan perkerasan, (2) penurunan

    yang terjadi pada lapisan di bawah perkerasan, dan (3) lendutan yang berlebihan

    pada perkerasan akibat adanya beban yang berkerja.

    Metode ini bertujuan untuk mendesain suatu perkerasan yang kokoh yang

    dibuat dari bahan bahan material yang dipersiapkan. Sehingga untuk memprediksi

    karakter atau sifat material yang akan digunakan untuk perkerasan maka pada tahun

    1929 diperkenalkan suatu test uji bahan yang disebut test uji CBR (California

    Bearing Ratio). Uji CBR dilakukan pada banyak jenis material yang dianggap

    representatif terhadap material yang akan digunakan untuk bahan pondasi.

    CBR adalah persentase perbandingan antara kuat penetrasi suatu material uji

    terhadap kuat penetrasi bahan standar berupa batu pecah yang memiliki CBR 100

    persen. Kemudian karena metode ini memiliki prosedur yang sederhana, korps

    insinyur dari Angkatan Darat Amerika Serikat mengadopsi metode ini untuk

    mendesain perkerasan lapangan udara dan jalan raya untuk kebutuhan yang

    mendadak pada saat Perang Dunia II.

    Universitas Sumatera Utara

  • Penggunaan metode ini memungkinkan perencanaan untuk menentukan

    ketebalan lapisan sub base, base, dan surface yang diperlukan untuk memakai kurva-

    kurva desain, dengan prosedur pengujian test terhadap tanah yang sederhana.

    2.8.1.1 Tanah Dasar

    Sampel tanah dasar untuk pengujian CBR diuji dalam laboratorium untuk

    menentukan nilai CBR. Pengujian dilakukan dengan melakukan pemadatan dengan

    kadar air tertentu. Dalam penentuan nilai CBR, apabila pada tiap area yang dari

    sampel tanah didapat nilai CBR yang berbeda, maka perencanaan tebal perkerasan

    ditentukan berbeda-beda sesuai dengan nilai CBR dari tanah pada area tersebut.

    2.8.1.2 Menentukan Equivalent Single Wheel Load ( ESWL )

    ESWL adalah nilai yang menunjukkan beban roda tunggal yang akan

    menghasilkan respon dari struktur perkerasan pada satu titik tertentu di dalam

    struktur perkerasan,dimana besarnya sama dengan beban yang dipikul pada titik roda

    pendaratan. Dalam penentuan nilai ESWL biasanya prosedur perhitungannya

    berdasarkan tegangan vertikal, lendutan dan regangan.

    2.8.1.3 Menentukan Pesawat Rencana

    Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang

    beroperasi dan besar MSTOW (Maksimum Structural Take Off Weight) dan data

    jumlah keberangkatan tiap jenis pesawat yang berangkat tersebut. Lalu dipilih jenis

    pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar. Pemilihan pesawat

    rencana ini pada dasarnya bukanlah berasumsi harus berbobot paling besar, tetapi

    jumlah keberangkatan yang paling banyak melalui landasan pacu yang direncanakan.

    Universitas Sumatera Utara

  • Pesawat rencana kemudian ditetapkan sebagai pesawat yang membutuhkan

    tebal perkerasan yang paling besar dan tidak perlu pesawat yang paling besar yang

    beroperasi di dalam bandara.

    2.8.1.4 Menentukan Lalu-Lintas Pesawat

    Pada metode CBR, jumlah total repetisi beban pesawat rencana yang telah

    dihitung dalam bentuk ESWL selama umur rencana digunakan untuk menghitung

    tebal perkerasan total. Total repetisi pesawat rencana tersebut mencakup data

    keberangkatan dan kedatangan pesawat rencana. Dari data yang diperoleh maka

    dapat ditentukan jumlah lintasan pesawat tahunan yang direncanakan dengan cara

    mengalikan jumlah penerbangan setiap minggunya dalam satu tahun.

    2.8.1.5 Menentukan Tebal Perkerasan

    Metode ini dikembangkan berdasarkan teori yang telah diteliti dan

    pendekatan empiris. Untuk mendapatkan tebal perkerasan total, metode ini

    memberikan persamaan sebagai berikut :

    t =

    pCBRP 1

    1.81

    (2.1)

    dimana : t = Tebal perkerasan yang dibutuhkan (inci)

    P = Beban pesawat yang dipikul roda ( pound)

    p = Tekanan udara pada roda (psi)

    Universitas Sumatera Utara

  • Penelaahan yang baru dilakukan baru-baru ini terhadap perkerasan yang

    menerima beban mewakili beban poros roda pendaratan utama pesawat berat dengan

    susunan banyak roda menunjukkan bahwa tebal perkerasan yang terdapat pada

    pengulangan-pengulangan beban yang lebih besar adalah kurang memadai. Oleh

    karenanya persamaan di atas diperbaharui lagi menjadi :

    t = ( )

    +pCBR

    PogC 11.8

    1100

    4.14311.2 (2.2)

    dimana : t = Ketebalan perkerasan yang dibutuhkan (inci)

    P = Beban yang dipikul oleh roda setelah dihitung ESWL.

    C = Faktor repetisi beban

    P = Tekanan Udara pada Roda ( psi )

    2.8.1.6 Syarat Tebal Minimum Untuk Lapisan Pondasi dan Permukaan

    Pembebanan Berat

    Tabel 2.3 Syarat Tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan

    Traffic Area

    Tebal Minimum (in) Base ( CBR 100) Base (CBR 80)

    Permukaan Base Total Permukaan Base Total

    A

    B

    C

    D

    5

    4

    4

    3

    10

    9

    9

    6

    15

    13

    13

    9

    6

    5

    5

    3

    9

    8

    8

    6

    15

    13

    13

    9

    Sumber : Basuki, ( 1986 ).

    Pembebanan Medium

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 2.4 Syarat Tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan

    Traffic Area

    Tebal Minimum (in) Base ( CBR 100) Base (CBR 80)

    Permukaan Base Total Permukaan Base Total

    A

    B

    C

    4

    3

    3

    6

    6

    6

    10

    9

    9

    5

    4

    4

    6

    6

    6

    11

    10

    10

    Sumber : Basuki, ( 1986 ).

    Pembebanan Ringan

    Tabel 2.5 Syarat tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan

    Traffic Area

    Tebal Minimum (in) Base ( CBR 100) Base (CBR 80)

    Permukaan Base Total Permukaan Base Total B

    C

    3

    3

    6

    6

    9

    9

    4

    3

    6

    6

    10

    9

    Sumber : Basuki, ( 1986 ).

    2.8.2 Metode Federal Aviation Administration (FAA, 2009)

    Metode perencanaan FAA yang dibahas pada bab ini adalah metode

    perencanaan yang mengacu pada standar perencanaan perkerasan FAA Advisory

    Circular (AC) 150/5320-6E (FAA, 2009). Metode ini adalah pengembangan

    perencanaan perkerasan berdasarkan metode CBR.

    2.8.2.1 Klasifikasi Tanah

    Metode yang dikembangkan oleh Federal Aviation Administration (FAA) ini

    pada dasarnya menggunakan statistik perbandingan kondisi lokal dari tanah, sistem

    drainase dan cara pembebanan untuk berbagai tingkah laku beban. Klasifikasi tanah

    didasarkan atas hal-hal berikut ini :

    Universitas Sumatera Utara

  • a) Butiran yang tertahan pada saringan no. 10.

    b) Butiran yang lewat saringan no. 10 tetapi ditahan no. 40.

    c) Butiran yang lewat saringan no. 40 tetapi tertahan saringan no. 200.

    d) Butiran yang lewat saringan no. 200.

    e) Liquid Limit.

    f) Plasticity Index.

    Klasifikasi tanah diatas hanya membutuhkan analisa mekanis (analisa

    saringan) serta penentuan liquid limit dan plasticity index. Namun untuk

    menentukan baik buruknya jenis tanah kita tidak hanya mendasarkan kepada analisa

    laboratorium, tetapi memerlukan penelitian di lapangan terutama yang berhubungan

    dengan drainase, kemampuan melewatkan air permukaan.

    Drainase yang jelek akan menghasilkan subgrade yang tidak stabil, dengan

    sistem drainase yang baik, maka akan menghindarkan subgrade dari genangan air,

    topografi, jenis tanah, dan muka air tanah akan berpengaruh pada sistem drainase di

    lapangan. Drainase yang jelek akan menghasilkan subgrade yang labil, dengan

    sistem drainase yang baik maka menghindarkan subgrade dari genangan air dan akan

    menjaga kestabilan subgrade.

    FAA telah membuat klasifikasi tanah, untuk perencanaan perkerasan yang

    dibagi dalam 13 kelas dari E1 sampai E13. Klasifikasi ini diambil dari Airport

    Paving FAA, Advisory Circular, adalah sebagai berikut :

    Group E1

    Adalah jenis tanah yang mempunyai gradasi tanah yang baik, kasar, butiran-

    butiran tanahnya tetap stabil walaupun sistem drainasenya tidak baik. Di

    Universitas Sumatera Utara

  • negara-negara beriklim dingin tanah grup E1 tidak terpengaruh oleh salju yang

    merugikan, biasanya terdiri dari pasir bergradasi baik, kerikil tanpa butiran-

    butiran halus.

    Group E2

    Jenis tanah mirip dengan grup E1, tetapi kandungan pasirnya lebih sedikit,

    dan mungkin mengandung presentase lumpur dan tanah liat yang lebih banyak.

    Tanah dalam kelas ini bisa menjadi tidak stabil apabila sistem drainasenya

    tidak baik.

    Group E3 dan E4

    Terdiri dari tanah yang berbutir halus, tanah berpasir dengan gradasi lebih jelek

    dibanding dengan grup E1 dan E2. Grup ini terdiri dari pasir berbutir halus

    tanpa daya kohesi, atau tanah liat berpasir dengan kualitas pengikatan mulai

    dari cukup sampai baik.

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 2.6 Klafifikasi Tanah Dasar untuk Perencanaan Perkerasan oleh FAA

    Group tanah

    Analisa saringan

    Liquid Limit

    Plasticit

    y Inde

    x

    Sudgrade Class % bahan tersisa

    saringan no. 10

    % Bahan lebih kecil dari saringan no. 10

    Drainase baik

    Drainase jelek

    Pasir kasar lolos

    saringan no. 10

    tapi ditahan saringan

    no.40

    Pasir halus lewat

    saringan no. 40 ditahan no.200

    Campuran lumpur

    dan tanah liat lolos no.

    200

    Kerikil

    E1

    E2

    E3

    E4

    Butiran halus

    E5

    E6

    E7

    E8

    E9

    E10

    E11

    E12

    0-45

    0-45

    0-45

    0-45

    0-55

    0-55

    0-55

    0-55

    0-55

    0-55

    0-55

    0-55

    40

    15

    60

    85

    15

    25

    25

    35

    45

    45

    45

    45

    45

    45

    45

    45

    25

    25

    25

    35

    40

    40

    50

    60

    40

    70

    80

    80

    6

    6

    6

    10

    15

    10

    10-30

    15-40

    30

    20-50

    30

    Fa atau Fa

    Fa atau Ra

    F1 atau Fa

    F1 atau Ra

    Fa atau Ra

    F1 atau Ra

    F2 atau Rb

    F3 atau Rb

    F3 atau Rb

    F4 atau Rc

    F5 atau Rc

    F6 atau Rc

    F7 atau Rd

    F8 atau Rd

    F9 atau Re

    F10 atau Fa

    E13 TANAH GAMBUT, TIDAK BISA DIGUNAKAN

    Sumber : Basuki, ( 1986 ).

    Group E5

    Universitas Sumatera Utara

  • Terdiri dari tanah yang bergradasi yang jelek, dengan kandungan lumpur dan

    tanah liat campuran lebih dari 35% tetapi kurang dari 45%, dengan plastisitas

    index antara 10-15.

    Group E6

    Terdiri dari lumpur yang berpasir dengan index plastisitas yang sangat rendah.

    Jenis ini relatif stabil bila kering atau pada moisture content rendah.

    Stabilitasnya akan kurang bahkan hilang dan menjadi sangat lembek dalam

    keadaan basah, maka sangat sukar dipadatkan kecuali jika moiture content nya

    betul-betul dikontrol dengan sangat teliti sesuai kebutuhan.

    Group E7

    Termasuk didalamnya tanah liat berlumpur, tanah liat berpasir, pasir berlempung

    dan lumpur berlempung, mempunyai rentang konsitensi kaku sampai lunak

    ketika kering dan plastis ketika basah.

    Group E8

    Mirip dengan E7, tetapi pada liquid limit yang lebih tinggi akan menghasilkan

    derajat pemampatan yang lebih besar, pengembangan pengerutan dan stabilitas

    yang lebih rendah dibawah kondisi kelembaban yang kurang menguntungkan.

    Group E9

    Terdiri dari campuran lumpur dan tanah liat sangat elastis dan sangat sulit

    dipadatkan. Stabilitasnya rendah, baik keadaan basah dan kering.

    Universitas Sumatera Utara

  • Group E10

    Adalah tanah liat yang berlumpur dan tanah liat yang membentuk gumpalan

    keras dalam keadaan kering, serta sangat plastis bila basah. Pada pemadatan

    perubahan volumenya sangat besar, mempunyai kemampuan mengembang

    menyusut dan sangat elastis.

    Group E11

    Mirip dengan tanah grup E10, tetapi mempunyai liquid limit yang lebih tinggi,

    termasuk didalamnya tanah dengan liquid limit antara 70-80 dengan index

    plastisitas diatas 30.

    Group E12

    Jenis tanah yang mempunyai liquid limit di atas 80, tidak diukur berapapun

    index plastisitasnya.

    Group E13

    Meliputi semua jenis tanah rawa organik, seperti gambut, mudah dikenal di

    lapangan. Dalam keadaan asli, sangat rendah stabilitasnya, sangat rendah

    densitynya dan sangat tinggi kelembabannya.

    Karena perencanaan perkerasan merupakan suatu masalah rekayasa yang

    kompleks sehingga perencanaan ini melibatkan banyak pertimbangan dari banyak

    variabel. Parameter-parameter yang dibutuhkan untuk merencanakan perkerasan

    meliputi berat kotor lepas landas pesawat (MSTOW), konfigurasi dan ukuran roda

    pendaratan utama dan volume lalu-lintas. Kurva-kurva perencanaan terpisah

    disajikan untuk roda pendaratan tunggal, roda tandem, roda tandem ganda, dan

    pesawat berbadan lebar.

    Universitas Sumatera Utara

  • Langkah pertama prosedur adalah menentukan ramalan keberangkatan pesawat

    tahunan dari setiap type pesawat dan mengelompokkannya ke dalam pesawat

    menurut konfigurasi roda pendaratan. Berat landas maksimum dari setiap pesawat

    digunakan dan 95% dari berat pasawat ini dipikul oleh roda pendaratan utama.

    Tabel 2.7 Faktor konversi keberangkatan tahunan pesawat menjadi keberangkatan

    tahunan ekivalen pesawat rencana

    Sumber : Basuki, ( 1986 ).

    Poros roda pendaratan pesawat

    sebenarnya

    Poros roda pendaratan pesawat rencana

    Faktor Pengali untuk keberangkatan

    ekivalen

    Roda tunggal

    Roda ganda

    Tandem ganda

    Double tandem ganda

    Roda tunggal

    Tandem ganda

    Double tandem ganda

    Roda tunggal

    Roda ganda

    Roda ganda

    Tandem Ganda

    0.8 0.5 0.51

    1.3 0.6 0.64 2.0 1.7

    1.7 1.0

    Roda ganda

    Tandem ganda

    Double tandem ganda

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.8.2.2 Menentukan Tipe Roda Pendaratan Utama

    a. Sumbu Tunggal Roda Tunggal ( Single )

    Gambar 2.3 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda tunggal

    Sumber : Yang, ( 1984 ).

    b. Sumbu Tunggal Roda Ganda ( Dual wheel )

    Gambar 2.4 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda ganda

    Sumber : Yang, ( 1984 ).

    Universitas Sumatera Utara

  • c. Sumbu Tandem Roda Ganda ( Dual Tandem )

    Gambar 2.5 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda tandem ganda

    Sumber : Yang, ( 1984 ).

    d. Sumbu Tandem Roda Ganda Dobel ( DDT )

    Gambar 2.6 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda ganda dobel

    Sumber : Yang, ( 1984 ).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.8.2.3 Menentukan Pesawat Rencana

    Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang

    beroperasi dan besar MSTOW (Maksimum Structural Take Off Weight) dan data

    jumlah keberangkatan tiap jenis pesawat yang berangkat tersebut. Lalu dipilih jenis

    pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar. Pemilihan pesawat

    rencana ini pada dasarnya bukanlah berasumsi harus berbobot paling besar, tetapi

    jumlah keberangkatan yang paling banyak melalui landasan pacu yang direncanakan.

    Pesawat rencana kemudian ditetapkan sebagai pesawat yang membutuhkan

    tebal perkerasan yang paling besar dan tidak perlu pesawat yang paling besar yang

    beroperasi di dalam bandara. Karena pesawat yang beroperasi di bandara memiliki

    angka keberangkatan tahunan yang berbeda-beda, maka harus ditentukan

    keberangkatan tahunan ekivalen dari setiap pesawat dengan konfigurasi roda

    pendaratan dari pesawat rencana.

    2.8.2.4 Menentukan Beban Roda Pendaratan Utama Pesawat ( W2 )

    Untuk pesawat yang berbadan lebar yang dianggap mempunyai MTOW

    cukup tinggi dengan roda pendaratan utama tunggal dalam perhitungan Equivalent

    Annual Departure ( R1 ) ditentukan beban roda tiap pesawat, 95% berat total dari

    pesawat ditopang oleh roda pendaratan utama, dalam perhitungannya dengan

    menggunakan rumus :

    W2 = P x MSTOW x BA1x 1 (2.3)

    Dimana :

    W2 = Beban roda pendaratan dari masing-masing jenis pesawat

    MSTOW = Berat kotor pesawat saat lepas landas

    Universitas Sumatera Utara

  • A = Jumlah konfigurasi roda

    B = Jumlah roda per satu konfigurasi

    P = Persentase beban yang diterima roda pendaratan utama

    Tipe roda pendaratan utama sangatlah menentukan dalam perhitungan tebal

    perkerasan. Hal ini dikarenakan penyaluran beban pesawat melalui roda-roda ke

    perkerasan.

    2.8.2.5 Menentukan Nilai Ekivalen Keberangkatan Tahunan Pesawat Rencana

    Pada lalu-lintas pesawat, struktur perkerasan harus mampu melayani berbagai

    macam jenis pesawat, yang mempunyai type roda pendaratan yang berbeda-beda dan

    bervariasi beratnya. Pengaruh dari beban yang diakibatkan oleh semua jenis model

    lalu-lintas itu harus dikonversikan ke dalam pesawat rencana dengan equivalent

    annual departure dari pesawat-pesawat campuran tadi, sehingga dapat disimpulkan

    bahwa perhitungan ini berguna untuk mengetahui total keberangkatan keseluruhan

    dari bermacam pesawat yang telah dikonversikan ke dalam pesawat rencana. Untuk

    menentukan R1 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

    Log R1 = Log R2 2/1

    1

    2

    WW

    (2.4)

    Dimana :

    R1 = Keberangkatan tahunan ekivalen oleh pesawat rencana ( pound )

    R2 = Jumlah keberangkatan tahunan oleh pesawat berkenaan dengan

    konfigurasi roda pendaratan rencana

    W1 = Beban roda pesawat rencana ( pound )

    Universitas Sumatera Utara

  • W2 = Beban roda pesawat yang harus diubah

    Karena pesawat berbadan lebar mempunyai konfigurasi roda pendaratan

    utama yang berbeda dengan pesawat lainnya, maka pengaruhnya terhadap perkerasan

    diperhitungkan dengan menggunakan berat lepas landas kotor dengan susunan roda

    pendaratan utama adalah roda tunggal yang dikonversikan dengan nilai yang ada,

    Dengan anggapan demikian maka dapat dihitung keberangkatan tahunan ekivalen

    (Equivalent Annual Departure, R1).

    2.8.2.6 Menentukan Tebal Perkerasan Total

    Perencanaan perkerasan yang dikembangkan oleh FAA ini adalah

    perencanaan untuk masa umur rencana, dimana selama masa layan tersebut harus

    tetap dilakukan pemeliharaan secara berkala.

    Grafik-grafik pada perencanaan perkerasan FAA menunjukkan ketebalan

    perkerasan total yang dibutuhkan (tebal pondasi bawah + tebal pondasi atas + tebal

    lapisan permukaan). Nilai CBR tanah dasar digunakan bersama-sama dengan berat

    lepas landas kotor dan keberangkatan tahunan ekivalen dari pesawat rencana.

    Grafik-grafik perencanaan digunakan dengan memulai menarik garis lurus

    dari sumbu CBR, ditentukan secara vertikal ke kurva berat lepas landas kotor

    (MSTOW), kemudian diteruskan kearah horizontal ke kurva keberangkatan tahunan

    ekivalen dan akhirnya diteruskan vertikal ke sumbu tebal perkerasan dan tebal total

    perkerasan didapat.

    Beban lalu-lintas pesawat pada umumnya akan disebarkan pada daerah lateral

    dari permukaan perkerasan selama operasional. Demikian juga, pada sebagian

    Universitas Sumatera Utara

  • landasan pacu, pesawat akan meneruskan beban ke perkerasan. Oleh karena itu, FAA

    memperbolehkan perubahan tebal perkerasan pada pemukaan yang berbeda-beda :

    Tebal penuh T pada seluruh daerah kritis, yang digunakan untuk tempat

    pesawat yang akan berangkat, seperti apron daerah tunggu ( Holding Apron),

    bagian tengah landasan hubung dan landasan pacu (Runway).

    Tebal perkerasan 0.9 T diperlukan untuk jalur pesawat yang akan datang,

    seperti belokan landasan pacu berkecepatan tinggi.

    Tebal perkerasan 0.7 T diperlukan untuk tempat yang jarang dilalui pesawat,

    seperti tepi luar landasan hubung dan tepi luar landasan pacu.

    2.8.2.7 Kurva-kurva Perencanaan Tebal Perkerasan

    a. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total Untuk Pesawat Rencana Beroda

    Tunggal

    Grafik 2.1 Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal

    Sumber : Basuki, ( 1986 ).

    Universitas Sumatera Utara

  • b. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total Untuk Pesawat Rencana Beroda

    Ganda

    Grafik 2.2 Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Ganda

    Sumber : Basuki, ( 1986 ).

    c. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total Untuk Pesawat Rencana Beroda

    Dual Tandem

    Universitas Sumatera Utara

  • Grafik 2.3 Kurva Perencanaa Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda tandem ganda

    Sumber : Basuki, ( 1986 ).

    d. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total Untuk Pesawat Rencana Beroda

    Dual Tandem

    Universitas Sumatera Utara

  • Grafik 2.4 Kurva Perencanaa Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Dual Tandem

    Sumber : Basuki, ( 1986 ).

    Grafik perencanaan yang tersedia diatas adalah grafik perencanaan untuk

    tingkat keberangkatan tahunan maksimum 25.000 keberangkatan. Untuk

    kebarangkatan tahunan diatas 25.000, grafik tersebut juga dapat digunakan dengan

    Universitas Sumatera Utara

  • mengalikan hasil akhir tebal total perkerasan yang didapat dengan mengggunakan

    grafik keberangkatan tahunan 25.000 dengan angka persentase yang diberikan pada

    tabel 2.8 dibawah ini :

    Tabel 2.8 Persentase pengali untuk mendapatkan tebal total perkerasan dengan

    tingkat keberangkatan tahunan diatas 25.000

    Tingkat keberangkatan tahunan

    % tebal total keberangkatan tahunan 25.000

    50.000

    100.000

    150.000

    200.000

    104

    108

    110

    112

    Sumber : Basuki, ( 1986 ).

    2.8.2.8 Material yang Digunakan untuk Perkerasan

    Lapisan permukaan

    Untuk lapisan permukaan digunakan aspal beton ( asphaltic concrete sebagai item

    P-401)

    Lapisan pondasi

    Untuk lapisan pondasi, digunakan beberapa item yaitu :

    Item P-208 (Aggregate Base Course)

    Item P-209 (Crushed Agregate Base Course)

    Item P-211 (Lime Rock Base Course)

    Item P-304 (Cement Treated Base Course)

    Item P-306 (Econocrete Subbase Course)

    Universitas Sumatera Utara

  • Lapisan pondasi bawah

    Untuk lapisan pondasi bawah, digunakan beberapa item, yaitu:

    Item P-154 (Subbase Course)

    Item P-210 (Caliche Base Course)

    Item P-212 (Shell Base Course)

    Item P-213 (Sand Clay Base Course)

    Item P-301 (soil Cement Base Course)

    Untuk semua item material perkerasan diatas berdasarkan FAA, (2009).

    Tabel 2.9 Faktor Equivalent untuk Bahan yang Digunakan

    Bahan Faktor Equivalent

    P-401, ( Asphalt Concrete) 1,7 2,3

    P-201, (Bituminous Base Course) 1,7 2,3

    P-215, (Cold Laid Bituminous Base Course) 1,5 1,7

    P-216, (Mixed In-Place Base Course ) 1,5 1,7

    P-304, (Cement Treated Base Course) 1,6 2,3

    P-301, (Soil Cement Base Course) 1,5 2,0

    P-209, (Crushed agregate Base Course) 1,4 2,0

    P-154, (Subbase Course) 1,0

    Sumber : Basuki, ( 1986 ).

    2.8.3 Metode Perencanaan Perkerasan ICAO ( LCN )

    Metode Load Classification Number (LCN) adalah metode perencanaan

    perkerasan dan evaluasi, merupakan formulasi dari Air Ministry Directorat General

    Universitas Sumatera Utara

  • of Work, Inggris dan dewasa ini telah diakui oleh ICAO. Dalam prosedurnya

    kapasitas daya dukung perkerasan dinyatakan dalam angka LCN.

    Seperti halnya ESWL, setiap pesawat dapat dinyatakan dalam LCN, dimana

    angka-angka LCN tergantung kepada geometri roda pendaratan, tekanan roda

    pesawat dan komposisi dari tebal perkerasan (Basuki, 1986).

    ICAO ( International Civil Aviation Organization) menggunakan sistem

    penggolongan perkerasan untuk menentukan kekuatan perkerasan suatu bandar udara

    berguna untuk menentukan kelayakan suatu perkerasan melayani pesawat dengan

    type tertentu sesuai dengan daya dukung perkerasan tersebut.

    LCN (Load Classification Number ) adalah nilai yang menunjukkan beban

    tertentu dari pesawat yang harus dipikul suatu sistem perkerasan bandara. LCN

    adalah angka yang menunjukkan kekuatan dukung tanah dasar bandar udara

    terhadap pesawat yang boleh beroperasi di bandara tersebut. Maka bila angka LCN

    perkerasan lapangan terbang lebih besar daripada LCN pesawat, maka dapat

    disimpulkan pesawat dapat mendarat di lapangan terbang tersebut dengan selamat.

    Bermacam-macam tipe perkerasan rigid dan flexible telah diuji memakai test

    bearing plate dengan rentang kontak area dari 200-700 in2 yang mewakili pesawat-

    pesawat yang beroperasi di dunia saat ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada

    rentang kontak area itu, perkerasan rigid dan flexible mempunyai karakteristik beban

    vs penurunan yang mirip.

    2.8.3.1 Equivalent Single Wheel Load ( ESWL )

    ESWL adalah nilai yang menunjukkan beban roda tunggal yang akan

    menghasilkan respon dari struktur perkerasan pada satu titik tertentu di dalam

    struktur perkerasan,dimana besarnya sama dengan beban yang dipikul pada titik roda

    Universitas Sumatera Utara

  • pendaratan. Dalam penentuan nilai ESWL biasanya prosedur perhitungannya

    berdasarkan tegangan vertikal, lendutan dan regangan.

    2.8.3.2 Pesawat Rencana

    Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang

    beroperasi dan besar MSTOW ( Maksimum Structural Take Off Weight ) , data

    jumlah keberangkatan tiap jenis pesawat yang berangkat tersebut. Lalu dipilih jenis

    pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar.

    Pemilihan pesawat rencana ini pada dasarnya bukanlah berasumsi harus

    berbobot paling besar, tetapi jumlah keberangkatan yang paling banyak melalui

    landasan pacu yang direncanakan.

    2.8.3.3 Garis Kontak Area Pesawat

    Beban runtuh pada perkerasan flexible diartikan sebagai beban yang

    menyebabkan perkerasan turun secara progresif tanpa penambahan beban.

    2.8.3.4 Menentukan Tebal Perkerasan

    Perencanaan perkerasan yang dikembangkan oleh LCN ini adalah

    perencanaan untuk masa umur rencana, dimana selama masa layan tersebut harus

    tetap dilakukan pemeliharaan secara berkala.

    Beban lalu-lintas pesawat pada umumnya akan disebarkan pada daerah lateral

    dari permukaan perkerasan selama operasional. Oleh karena itu LCN juga

    memperbolehkan perubahan tebal perkerasan pada pemukaan yang berbeda-beda.

    Universitas Sumatera Utara