catatan jc - pediatric neurology

28
IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 1 – Jc KejAnG DeMaM BATASAN 1. Kejang demam : Bangkitan kejang Suhu tubuh > 38°C (Rektal Core Temperature ) Sebab : Proses extrakranial 2. Menurut “Consensus Statement on Febrile Seizure”, batasan kejang demam : Bangkitan kejang Bayi/ anak (3 bulan – 5 tahun) Berhubungan dengan demam Tak terbukti ada : Infeksi intrakranial Penyebab tertentu Tak termasuk : Anak kejang tanpa demam Bayi < 4 minggu Suhu 38 °C (suhu sebenarnya?) FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJANG DEMAM Demam : suhu 38 °C Umur : pada 85% kasus, kejang pertama tjd pd umur < 4 tahun (17 – 23 bulan) Genetik/ familial : positif Dominan autosomal sederhana Ada riwayat ortu/ saudara kandung dengan kejang demam Riwayat pranatal & perinatal yang kurang baik MANIFESTASI KLINIS Umumnya berlangsung singkat Kejang klonik, tonik – klonik bilateral Sering berhenti sendiri Pasca iktal (Post ictal * ) [ * pasca serangan] Sejenak tak bereaksi apapun Setelah beberapa detik/ menit : Terbangun/ sadar kembali Umumnya tanpa defisit neurologis Kadang diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis TODD * ) selama beberapa jam/ hari setelah serangan Kejang unilateral lama dapat diikuti hemiparesis menetap Kejang demam pertama bangkitan kejang lebih lama 16% kasus kejang berulang dalam 24 jam PEMBAGIAN KEJANG DEMAM a. Livingston Kejang demam sederhana (Simple Febrile Convulsion) Epilepsi terprovokasi oleh demam (Epilepsy Triggered Off By Fever - ETOF) b. Prichard & Mc.Greal Kejang demam sederhana Kejang demam atipikal

Upload: arvin-pramudita

Post on 13-Jul-2016

22 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Catatan JC - Pediatric Neurology

TRANSCRIPT

Page 1: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 1 –

Jc

KejAnG DeMaM

BATASAN 1. Kejang demam :

Bangkitan kejang Suhu tubuh > 38°C (Rektal Core Temperature) Sebab : Proses extrakranial

2. Menurut “Consensus Statement on Febrile Seizure”, batasan kejang demam : Bangkitan kejang Bayi/ anak (3 bulan – 5 tahun) Berhubungan dengan demam Tak terbukti ada :

Infeksi intrakranial Penyebab tertentu

Tak termasuk : Anak kejang tanpa demam Bayi < 4 minggu

Suhu ≥ 38 °C (suhu sebenarnya?) FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJANG DEMAM

Demam : suhu ≥ 38 °C Umur : pada 85% kasus, kejang pertama tjd pd umur < 4 tahun (17 – 23 bulan) Genetik/ familial : positif

Dominan autosomal sederhana Ada riwayat ortu/ saudara kandung dengan kejang demam Riwayat pranatal & perinatal yang kurang baik

MANIFESTASI KLINIS

Umumnya berlangsung singkat Kejang klonik, tonik – klonik bilateral Sering berhenti sendiri Pasca iktal (Post ictal*) [*pasca serangan]

Sejenak tak bereaksi apapun Setelah beberapa detik/ menit :

Terbangun/ sadar kembali Umumnya tanpa defisit neurologis Kadang diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis TODD*) selama beberapa jam/ hari setelah serangan

Kejang unilateral lama dapat diikuti hemiparesis menetap Kejang demam pertama bangkitan kejang lebih lama 16% kasus kejang berulang dalam 24 jam

PEMBAGIAN KEJANG DEMAM a. Livingston

Kejang demam sederhana (Simple Febrile Convulsion) Epilepsi terprovokasi oleh demam (Epilepsy Triggered Off By Fever - ETOF)

b. Prichard & Mc.Greal Kejang demam sederhana Kejang demam atipikal

Page 2: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 2 –

Jc

c. Kejang demam kompleks Kejang demam lebih dari 15 menit Fokal Multipel (lebih dr 1 kali kejang per episode demam) Kejang sederhana :

Kejang demam yang bukan kompleks d. Pasien kejang demam yang tak perlu th/ rumat

Pasien kejang demam yang perlu th/ rumat e. Modifikasi kriteria Livingston (IKA-FKUI)

Untuk pedoman diagnosis kejang demam : 1. Umur saat kejan (6 bulan – 4 tahun) 2. Kejang sebentar (≤ 15 menit) 3. Kejang bersifat umum 4. Timbul dalam 16 jam pertama setelah demam 5. Pemeriksaan neurologis (pra dan pasca kejang) : normal 6. EEG normal (dibuat ≥ 1 minggu setelah bebas demam) 7. Kekerapan kejang ≤ 4 kali dalam 1 tahun Di luar kriteria tersebut epilepsi terprovokasi demam

EEG

Gelombang lambat di daerah belakang : Bilateral, sering asimetris Kadang unilateral Kurang mempunyai nilai prognostik

DIAGNOSIS BANDING

Infeksi SSP = pemeriksaan klinis & cairan serebrospinal (CSS) Kejang oleh karena proses intrakranial

!DD/ dengan kejang demam yang berlangsung lama diikuti dengan hemiparesis Sinkop juga dapat terprovokasi oleh demam Delirium, menggigil, pucat, sianosis pada anak dengan demam tinggi

FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERHATIKAN PADA PERJALANAN PENYAKIT KEJANG DEMAM

A. Mortalitas B. Perkembangan mental tingkah laku dan neurologis C. Berulangnya kejang demam & risiko mjd epilepsi di masa yang akan datang

ad. A Sangat rendah (0,64 – 0,74%)

ad. B 1. Tetap normal terutama pada anak yang sebelumnya normal 2. Sebagian kecil kasus dengan gangguan neurologis dan perilaku, sbb :

Terbanyak hemiparesis Diplegia Koreoatetosis Rigiditas deserebrasi, terutama pada kejang lama/ kejang berulang, baik umum

maupun fokal Hiperaktivitas tanpa therapy fenobarbital

3. Gangguan kecerdasan dan gangguan belajar Jarang pada kejang demam sederhana IQ lebih rendah pada kejang demam berlangsung lama dan dengan komplikasi

Page 3: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 3 –

Jc

Risiko retardasi mental (RM) 5 kali lebih besar pada kasus kejang demam yang diikuti kejang tanpa demam

Angka kejadian kejang tanpa demam atau epilepsi dilaporkan 2 – 5% ad. C

Livingston (KOHORT) 10 tahun : 3% (6/ 200 kasus kejang demam) kemudian menderita kejang tanpa demam (epilepsi) 93% (276/ 279 kasus dengan ETOF) kemudian menderita epilepsi

Richard & Mc.Greal : Angka kejadian epilepsi 2% pada KDsederhana dan 30% pada KD atipikal

Lumban Tobing : 6,5% (5/ 85) kasus kejang demam menjadi epilepsi

Anak kejang demam kemungkinan mengalami 2 risiko :

30 – 40% kejang demam akan berlangsung Sebagian kecil epilepsi di kemudian hari

FAKTOR RISIKO TERJADI EPILEPSI DI KEMUDIAN HARI

1. Pra kejang demam pertama sudah ada gangguan neurologis atau perkembangan 2. Ada riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orang tua/ saudara kandung 3. Kejang berlangsung lama (> 15’) atau kejang fokal 4. Bila hanya 1/2/3 saja 2 – 3% menjadi epilepsi

Bila 2 dari 1/2/3 13% menjadi epilepsi Angka kejadian epilepsi :

Pada kasus kejang demam 1 – 3 kali lebih besar daripada populasi umum Pada kasus kejang demam berulang, 2 kali lebih besar drpd kasus KD tak berulang

BERULANGNYA KEJANG DEMAM

30 – 35% kasus mengalami berulangnya kejang demam Sebagian besar kasus berulang 2 – 3 kali. 9,17% kasus berulang > 3 kali Setengah kasus berulang dalam 6 bulan pertama. 75% berulang dalam 1 tahun

Serangan pertama :

Umur < 1 tahun kejang demam lebih sering berulang (50%) Umur ≥ 1 tahun kejang demam berulang pada persentase 28%

Anak dengan gangguan perkembangan dan anak dengan epilepsi dalam riwayat keluarga berulangnya kejang demam ↑↑

TATA LAKSANA

1. Therapi fase akut/ penghentian kejang 2. Mencari dan th/ penyebabnya 3. Th/ profilaksis agar kejang demam tak berulang

ad. 1 Fase akut – Penghentian kejang

Kejang sering berhenti sendiri Sewaktu kejang :

Pakaian terutama yang ketat dibuka OS dimiringkan terutama kalau muntah/ banyak lendir cegah aspirasi Jalan napas dibebaskan oksigenasi baik dan terjamin Isap lendir secara teratur, beri oksigen KP – intubasi

Page 4: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 4 –

Jc

Awasi keadaan vital : Kesadaran Tekanan darah Pernapasan Fungsi jantung

Upaya menurunkan suhu yang ↑ : Diazepam • IV : kadar diazepam tertinggi 1 – 3 menit

Dosis 0,3 – 0,5 mg/ kg BB perlahan-lahan (1–2 mg/ menit) dlm wkt > 2 menit Dosis maksimal 20 mg Bila masih kejang ulangi dengan dosis dan cara sama

• IR : kadar diazepam tertinggi 5 menit 0,5 – 0,75 mg/ kg BB 5 mg pada BB < 10 kg 10 mg pada BB ≥ 10 kg

Kejang tak berhenti fenitoin Dosis awal 10 – 20 mg/kg BB (I.V) perlahan-lahan dengan kecepatan 1 mg/kg BB/ menit atau < 50 mg/ menit.

Dosis lanjut 4 – 8 mg/kg BB/ hari, 12 – 24 jam setelah dosis awal Dalam 30 – 60 menit kadar diazepam dalam otak menurun anak bisa kejang lagi

Asam valproat atau fenobarbital (masa kerja lama)

Diberikan setelah diazepam Fenobarbital : I.M dengan loading dose Dosis awal : 10 – 20 mg/kg BB Selanjutnya : 4 – 8 mg/kg BB/ hari Efek samping: dosis tinggi IR dpt tjd depresi napas, hipotensi letargi – somnolen (hrs

dipantau ketat) Jangan diberikan diazepam setelah pemberian fenobarbital dosis tinggi (cave hipotensi dan depresi pernapasan) ad. 2

Therapy profilaksis kejang : a. Profilaksis intermiten pada waktu demam b. Profilaksis kontinyu dengan antikonvulsan – tiap hari

~Profilaksis Intermiten ~ OAKD (Obat Anti Kejang Demam) hanya diberikan sewaktu demam (orang tua/

pengasuh harus cepat mengetahui bahwa anak demam) Obat yang cepat diabsorpsi dan cepat masuk otak OAKD intermiten :

o Fenobarbital intermiten hasil kurang memuaskan o Diazepam (lebih cepat penyerapannya)

IR : tiap 8 jam setiap suhu ≥ 38.5°C (* dosis – lihat catatan sebelumnya) Oral : dosis 0.5 mg/kg BB/ hari dalam 3 dosis pada waktu anak demam Efek samping : ataksia, ngantuk, hipotonia

Page 5: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 5 –

Jc

~ Profilaksis Kontinyu ~ 1. Fenobarbital

4 – 5 mg/kg BB/ hari kadar fenobarbital darah 16 mg/ ml hasil bermakna Untuk cegah berulangnya kejang demam Efek samping : iritabel hiperaktif, pemarah, agresif (30 – 50% pasien)

2. Asam valproat Sama atau lebih baik drpd fenobarbital utk mencegah berulangnya kejang Dosis 15 – 40 mg/kg BB/ hari Tidak menyebabkan kelainan watak Efek samping : hepatotoksik

3. Fenitoin karbamazepin tak efektif

Profilaksis kontinyu : o Berguna utk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat mengakibatkan

kerusakan otak o Tak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari

Indikasi profilaksis kontinyu 1. Sebelum kejang demam pertama sudah ada gangguan neurologis atau perkembangan 2. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua/ saudara kandung 3. Kejang demam > 15 menit, fokal, diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap 4. Pemberian profilaksis dipertimbangkan apabila :

Kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan Kejang multipel dalam 1 episode demam

Lama pemberian OAKD profilaksis kontinyu 1 – 2 tahun setelah kejang terakhir Lalu dihentikan bertahap dalam 1 – 2 bulan

EpiLepSi

BATASAN Gangguan kronik

Berulangnya kejang Implikasi :

Medis Psikososial

BANGKITAN EPILEPSI

A. Manifestasi klinis – lepasnya muatan listrik yang sinkron dan berlebihan pada sel neuron otak fungsi sel neuront erganggu secara fisiologis, biokimia anatomis atau gabungan hal-hal tersebut

- Bangkitan kejang - Serangan epilepsi

B. Kelainan (lokal/ umum) yang menganggu : Fungsi sel otak Fungsi sel neuron

Page 6: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 6 –

Jc

BANGKITAN KEJANG/ SERANGAN EPILEPSI TERCETUS OLEH KARENA Inaktivitas sinaps inhibisi, atau Stimulasi berlebih pada sinaps eksitasi atau Perubahan keseimbangan neurotranmiter palsu blokade aksi neurotransmiter alamiah

Bangkitan kejang terjadi

Secara spontan atau Oleh rangsang ringan

nilai ambang kejang yang rendah Insiden : 20 – 70 per 100.000 per tahun Prevalensi sewaktu 4 – 10 per 1000 populasi umum Populasi anak : 0,3 – 0,4% menderita epilepsi Jadi epilepsi adalah kelainan neurologi yang sangat menonjol MASALAH BESAR DALAM PEDIATRI

Lebih sering terjadi pada usia dini Insidens tahunan dalam dasa warsa 1 kehidupan 60 per 100.000, prevalensi 3 per 1000

Laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dari perempuan MENURUT ETIOLOGI EPILEPSY DIBAGI DALAM 2 KELOMPOK

1. Epilepsi idiopatik (EI) – penyebab tak diketahui 2. Epilepsi simtomatik (ES) – penyebab diketahui = Kriptogeniik (EK)

Tumor otak, pasca trauma kepala, pasca ensefalitis, dsb ~Epilepsi Idiopatik ~

Penyebab : Tak diketahui Tak ada manifestasi cacat otak Pasien tak bodoh

Pengetahuan kedokteran ↑ & diagnostik ↑ golongan EI makin ↓ Macam EI :

Petit mal/ absens : gangguan kesadaran berlangsung singkat Grand mal : kesadaran terganggu lebih lama, disertai kontraksi oto tonik – klonik (T-

K) Dalam praktek, EI :

Manifestasi patologi otak (-) Penyebab tak diketahui Faktor genetik ⊕

~ Epilepsi Simtomatik ~

Fungsi otak terganggu, E.C : Kelainan intrakranial: anomali kongenital, trauma otak, neoplasma otak, lesi iskemik,

ensefalopati, abses otak, jaringan parut di otak, dsb Kelainan extrakranial gangguan fungsi otak : Gagal jantung, gangguan pernapasan, gangguan metabolisme (hiperglikemi, uremia), gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat, gangguan hidrasi (Dehidrasi atau over hidrasi), dsb

Page 7: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 7 –

Jc

DI BIDANG EPILEPSI DIKENAL 2 ISTILAH

1. Klasifikasi bangkitan/ serangan kejang : Bukan klasifikasi epilepsi Berdasarkan manifestasi kejang : klinis dan EEG Masing-masing kejang dapat terjadi pada sindrom epilepsi yang berbeda

2. Klasifikasi sindrom epilepsi = klasifikasi epilepsi Sindrom epilepsi :

Epilepsi yang ditandai dengan adanya sekumpulan gejala dan tanda klinis yang terjadi bersama-sama meliputi :

• Jenis serangan • Etiologi • Anatomi • Faktor pencetus • Umur onset/ awitan • Berat penyakit • Kronisitas • Prognosis (kadang-kadang)

Satu sindrom epilepsi dapat dengan serangan kejang bervariasi KLASIFIKASI BANGKITAN KEJANG (International League Against Epilepsy, 1981)

I. Kejang parsial (fokal, lokal) a. Parsial sederhana : dapat dengan manifestasi motor, autonomik, somatosensori, psi b. Parsial kompleks

1. Dengan gangguan kesadaran sejak onset (awitan) 2. Onset parsial sederhana diikuti penurunan kesadaran

c. Parsial jadi tonik-klonik umum secara sekunder 1. Parsial sederhana menjadi tonik-klonik umum 2. Parsial kompleks menjadi tonik-klonik umum

II. Kejang umum a. Absens :

i. Absens tipik (1) Hanya gangguan kesadaran (2) Dengan komponen klonik ringan (3) Dengan komponen atonik (4) Dengan komponen tonik (5) Dengan automatisme (6) Dengan komponen autonomik (i sampai vi dpt tjd sendiri atau dalam

kombinasi) ii. Absens atipik

b. Mioklonik c. Klonik d. Tonik e. Tonik-klonik f. Atonik atau astatik

III. Tidak dapat diklasifikasi

Page 8: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 8 –

Jc

PEMERIKSAAN PENUNJUANG PADA EPILEPSI UNTUK MENGETAHUI LATAR BELAKANG PENYEBAB Urin (atas indikasi)

Kelainan ginjal Adanya asam amino dalam urin : PKU (PhenylKetonUria, Histidin Uria), dll

Darah (atas indikasi) Polisitemia, leukemia, anemia sickle cell Gula darah, elektrolit, ureum Infeksi kongenital/ intrauterin (TORCH)

CSS (Cairan Serebrospinal, CSF), atas indikasi : Pada epilepsi umumnya normal Pungsi lumbal pada pasien suspek meningitis SSPE (SubAcute Sclerotizing Panencephalitis) adanya zat anti morbili dalam CSS

EEG, dst EEG

Harus dilakukan Pemeriksaan penunjang yang paling baik untuk diagnosis epilepsi Kelainan fokal pada EEG lesi struktural di otak Kelainan umum pada EEG kemungkinan kelainan genetik/ metabolik EEG tak selalu mencerminkan gangguan fungsi otak :

EEG normal dijumpai pada anak dengan gangguan yang nyata EEG abnormal dijumpai pada anak normal dan sehat

10% kasus epilepsi EEG normal 15% populasi normal EEG abnormal ringan dan tidak khas

Pencitraan : Foto polos kepala Angiografi serebral CT-scan, MRI, PET (Positron Emission Tomography)

OBAT PILIHAN PERTAMA DAN KEDUA

Serangan parsial (sederhana, kompleks dan umum sekunder) OAE pilihan pertama : karbamezepin, fenobarbital, primidon, fenitoin OAE pilihan kedua : benzodiazepin, asam valproat

Serangan tonik-klonik OAE pilihan pertama : karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin, asam valproat OAE pilihan kedua : benzodiazepin, asam valproat

Serangan absens OAE pilihan pertama : etosuksimid, asam valproat OAE pilihan kedua : benzodiazepin

Serangan mioklonik OAE pilihan pertama : benzodiazepin, asam valproat OAE pilihan kedua : etoksusimid

Serangan tonik, klonik, atonik Semua OAE kecuali etoksusimid

DIAGNOSIS EPILEPSI 1. Diagnosis etiologi 2. Diagnosis jenis serangan (mis.absens dan parsial kompleks) 3. Diagnosis sindrom epilepsi terutama untuk menentukan prognosis dan lama therapy Dalam ketiga-tiganya anamnesis yang terarah memegang kunci peranan

Page 9: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 9 –

Jc

PROGNOSIS Faktor penentu Medis : - kekerapan kejang terkontrolnya - jenis dan lamanya kejang kejang - ada/ tak ada defisit neurologis atau mental

Kehidupan jauh lebih baik dan normal bila : Tidak membutuhkan OAE Bebas serangan ≥ 1 tahun

MORTALITAS ANAK DENGAN EPILEPSI

57% dalam dasawarsa I setelah di diagnosis 2.9% antara 11 – 24 tahun Mortalitas >> :

Anak dengan epilepsi sebelum umur 1 tahun Epilepsi simtomatik Spasme infantil

Dibanding dengan kasus epilepsi dengan serangan kejang tonik-klonik umum Risiko tenggelam anak epilepsi 4 kali lebih sering dibanding anak non epilepsi

CaiRaN SerEbRo-SpiNaL (CSS)

Fungsi

Penangkal goncangan (shock absorber ; buffer) Pelicin (lubrikan) antara otak dan medula spinalis dengan tulang tengkorak dan vertebra Mengisi rongga kosong, pada atrofi otak (pada SOL) Mencuci otak dari sisa metabolisme, benda asing dan zat toksis

Gerakan aliran CSS

Ventrikel Lateralis → Foramen Monroi → Ventrikel III → Aquaductus Sylvii → Ventrikel IV→ Foramen Luschka & Magendie → Rongga Subarachnoid

Pemeriksaan CSS 1. Bentuk cairan :

Normal : seperti air (jernih, bening dan tak berwarna) Abnormal: bercampur darah (oleh karena perdarahan serebral/ subarachnoid atau

perdarahan artifisial/ bloody tap), xantochrome, opalesen, keruh 2. Tekanan

Normal : 75 – 150 mm H2O Abnormal : > 200 mm H2O

3. Uji Quickenstedt : ada tidaknya sumbatan di kanal spinalis 4. Jumlah sel dalam CSS :

Normal : 0 – 5 sel/ml terdiri atas sel mononukleus & limfosit Abnormal : > 8/ ml Neonatus : 0 – 15/ ml

Page 10: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 10 –

Jc

Jumlah leukosit ↑ (pleiositosis) meningitis, ensefalitis, dsb 5. Kadar protein

Normal : 20 – 40 mg/ 100 ml 6. Kadar glukosa

Normal : 50 – 90 mg/ 100 ml 7. Kadar klorida

Normal : 108.8 – 130.5 mEq/ L 8. Lain-lain :

Bakteriologis, virologis ; dsb, antara lain : - preparat langsung (pewarnaan) - biakan dan resistensi - percobaan binatang

Kejang Pada Bayi Baru Lahir (BBL) Kejang pada bayi baru lahir :

Keadaan darurat : Kejang merupakan tanda adanya :

Penyakit SSP Kerusakan Kelainan metabolik otak Gangguan lain

Aktivitas kejang sewaktu periode deferensiasi neuron, mielinisasi dan proliferasi glia pada BBL juga menyebabkan kerusakan otak

Kejang berulang : Oksigenasi SSP ↓ Ventilasi ↓ Nutrisi ↓

ANGKA KEJADIAN

1.5 – 14 per 1000 kelahiran MANIFESTASI KLINIS

I. Bentuk kejang hampir tak tampak (Subtle) 1. Pergerakan muka, mulut atau lidah : menyeringai, berkejat-kejat, isap, mengunyah,

menelan, menguap 2. Pergerakan bola mata : kedip-kedip, deviasi bola mata horizontal, gerakan cepat

bola mata (Nistagmoid Jerk) 3. Pergerakan anggota gerak : mengayuh, berenang 4. Manifestasi pernapasan : apne, hiperpne

II. Pergerakan abnormal, perubahan tonus badan atau anggota gerak 1. Klonik fokal unilateral, fokal menjadi bilateral dan multifokal berpindah-pindah

(multifocal migratory)

Page 11: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 11 –

Jc

2. Tonik satu ekstremitas, ekstensi lengan dan tungkai (deserebrasi), ekstensi tungkai, fleksi lengan (dekortikasi)

3. Mioklonik setempat, umum PENYEBAB KEJANG PADA BAYI BARU LAHIR

I. Intrakranial 1. Asfiksia 2. Ttrauma (perdarahan) 3. Infeksi (mengarah ke meningitis atau sepsis)

Bakteri Virus

4. Kelainan bawaan II. Ekstrakranial

1. Gangguan metabolik Hipoglikemia Hipokalsemia Hipomagnesemia Gangguan elektrolit (Na dan K)

2. Toksik Intoksikasi anestesi lokal Drug withdrawal

3. Kelainan yang diturunkan Gangguan metabolisme asam amino Ketergantungan dan kekurangan piridoksin

4. Kern Icterus III. Idiopatik

1. Benign Familial Neonatal Convulsions 2. The Fifth Day Fits

DIAGNOSIS DIFERENSIAL Antara lain secara klinis :

1. Jitteriness 2. Apne 3. Mioklonus nokturnal benigna

Jitteriness Bukan bentuk klinis kejang pada bayi baru lahir (BBL) Bayi normal yang lapar : hipoglikemia, hipokalsemia dengan hiperiritabilitas

neuromuskular terutama pada BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) Pada ensefalopati hipoksik iskemik

Manifestasi Klinis Jitteriness Kejang BBL Gerakan abnormal bola mata & kelopak mata - + Peka terhadap rangsang + - Gerakan dominan Tremor Kejatan klonikGerakan dapat dihentikan dg fleksi pasif + -

Apne BBLR : (pernapasan tak teratur) Apne 3 – 6’ hiperpne 10 – 15’ Waktu apne tak ada perubahan pada denyut jantung, tekanan darah, warna kulit

Page 12: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 12 –

Jc

Pernapasan periodik e.c pucat pernapasan di batang otak belum sempurna Serangan apne tiba-tiba dengan kesadaran menurun pada BBLR perdarahan intrakranial

yang menekan batang otak USG kepala Mioklonus Nokturnal Benigna

Gerakan terkejut tiba-tiba pd anggota gerak pd semua orang waktu tidur (terutama awal) Tak perlu therapy

PEMERIKSAAN FISIS

1. Diupayakan oleh pemeriksa utk melihat sendiri manifestasi klinik 2. Kesadaran tiba-tiba menurun koma

Hipoventilasi apne cave : Kejang tonik, posisi deserebrasi perdarahan intraventrikuler Reaksi cahaya (-) Quadriparese Flaksid

3. * Fraktur Depresi cave : trauma Moulding ↑ * Ubun-ubun tegang/ membonjol tekanan intrakranial ↑ Cave : perdarahan subarachnoid/ subdural * Bayi lahir dengan kesadaran ↓ : cari bekas tusukan jarum pada kepala/ fontanel

cave : kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu 4. Stigma jarak antar mata lebar atau kelainan kraniofasial gangguan perkembangan

korteksi serebri 5. Funduskopi :

Perdarahan retina patognomonik untuk Perdarahan subhialoid hematom subdural

Karioretinitis : infeksi tokso, cytomegalovirus, rubela 6. Transiluminasi ⊕ penimbunan cairan subdural, porensefali, hidrosefalus 7. Sianosis kemungkinan menyebabkan

Bising jantung iskemia otak ANAMNESIS

Harus rinci dan runut : Kejangnya Riwayat kelahiran dan kehamilan Kesehatan/ penyakit ibu

PENATALAKSANAAN (KEJANG PADA BBL)

Merupakan kegawatan oleh karena kejang = tanda ada gangguan SSP tindakan segera mencegah kerusakan otak lebih lanjut

Terjadi pennyakit utama primer Th/ OAK sekunder

Bayi dengan hipoglikemia simptomatik : Mini bolus glukosa 20 mg/kg BB atau 2 ml/ kg BB lar glukosa 10% : I.V pelan-

pelan > 1’ KP.diulangi bila belum ada perbaikan

Bayi asymptomatik : Infus glukosa terus menerus dosis 8 mg/ kgBB/ menit tanpa minibolis [gluk]

darah = 40 mg/dL dalam 10’ kalau [gluk]darah 70 – 100 mg/Dl infus glukosa dikurangi 2 mg/ kgBB/ menit

Page 13: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 13 –

Jc

OAK dimulai bila gangguan metabolik, misalnya hipoglikemia dll tak dijumpai Diazepam (bila tak ada fenobarbital) Diazepam: 0,5 mg i.v perlahan kalo kejang telah (-) hentikan KP.ulangi sekali

lagi setelah 3’ diazepam bisa juga I.R Disusul dengan fenobarbital

Dosis awal 30 mg i.m tunggu 30’ bila masih kejang ulangi 15 mg i.m Kalau dengan fenobarbital yang ke2 masih kejang berikan diazepam 0,5

mg/ kg BB i.v Dosis rumat :

• 8 – 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis oral selama 2 hari pertama • 4 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis • Pengobatan rumat dihentikan pada umur ± 3 bulan apabila tak ada

gejala sisa dan EEG normal PROGNOSIS

Tergantung pada : Penyebab kejang Klinis kejang Gambaran EEG

Hubungan Antara EEG dengan Prognosis

Perkembangan EEG N Mati (%) Abnormal (%) Normal (%)

Normal 49 4.1 10.2 85.7 Unifokal 36 0 30.6 69.4

Multifokal 34 44.1 44.1 11.8 Periodik 13 46.2 53.8 0

Datar 5 80 20 0 Hubungan Antara Kejang Pada Bayi Baru Lahir Dengan Etiologi

Etiologi Perkembangan Normal (%) Ensefalopati hipoksi – iskemik 16 -50 Perdarahan

Intraventrikular Subarachnoid

0 – 10 85 - 90

Meningitis bakterialis 25 - 65 Kelainan bawaan 0 – 5 Hipoglikemia 25 – 50 Hipokalsemia

Dini Lambat

42 – 50 94 – 100

Tak diketahui 55 - 62

Page 14: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 14 –

Jc

PaLsY CeReBraL

DEFINISI Keadaan kerusakan jaringan otak yang menetap dan tak progresif Gambaran klinis dapat berubah selama hidup Terjadi pada usia dini (p.u usia < 1 tahun), merintangi perkembangan otak normal :

Kelainan posisi (postur) dan pergerakan Kelainan neurologis : gangguan korteks serebri, ganglia basalis dan serebelum

Pada saat diagnosis ditegakkan : o Penyakit SSP yang aktif tidak ada lagi

PENYEBAB

1. Pranatal 2. Natal & Perinatal (wkt persalinan dan bbrp saat stlh persalinan) 3. Pascanatal

ad. 1. Pranatal Infeksi pranatal menyebabkan kelainan pada janin, misalnya infeksi TORCH, dsb Anoxia (kekurangan O2) dalam kandungan, radiasi sinar x, keracunan kehamilan Kelainannya yang mencolok : o Gangguan pergerakan o Retardasi mental (R.M)

ad. 2. Natal dan Perinatal a. Anoksia/ hipoksia menyebabkan cedera otak (Brain Injury); ditemukan keadaan2:

presentasi abnormal bayi, disporporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, partus dengan alat, bedah kaisar, dsb

b. Perdarahan otak Dapat bersama-sama dengan (a)

c. Prematuritas Kemungkinan menderita perdarahan otak lebih besar pada bayi cukup bulan oleh karena pembuluh darah, enzim, faktor-faktor pembekuan darah dsb belum sempurna

d. Ikterus Kerusakan jaringan otak menetap akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal misalnya inkompatibilitas golongan darah shg terjadi kernikterus

e. Meningitis purulenta pada bayi baru lahir menyebabkan gejala sisa yang berakibat terjadinya Palsy Cerebral (PS)

ad. 3. Pasca Natal

Trauma kapitis, meningitis, ensefalitis, dsb GAMBARAN KLINIS

Kelainan fungsi motor 1. Spastisitas (2/3 – ¾ kasus Palsy Cerebral) 2. Tonus otot berubah (10 – 20% kasus Palsy Cerebral)

Semula flaksid (lemas) spastik (kaku) 3. Koreo-atetosis (5 – 15% kasus Palsy Cerebral)

Terjadi Involuntary movements : gerakan tak menentu dan tak disadari 4. Ataksia (ganggaun koordinasi), 5% kasus Palsy Cerebral 5. Gangguan pendengaran (5 – 10% kasus Palsy Cerebral)

Page 15: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 15 –

Jc

6. Gangguan bicara e.c (et causa – dpt disebabkan) gangguan pendengaran, ggn bicara (ekspresif dan reseptif) dan retardasi mental, gerakan dengan sendirinya di bibir dan lidah sukar mengontrol otot-otot tsb sulit membentuk kata-kata & banyak liur

7. Gangguan mata (25% kasus Palsy Cerebral) Strabismus konvergens dan kelainan refleks mata Pada asfiksia berat dapat terjadi katarak mata

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

1. Proses degeneratif 2. Higroma subdural 3. Arterio – vena yang pecah 4. Kerusakan medula spinalis 5. Tumor intrakranial

PENGOBATAN

Secara kausal : tak ada Symptomatis : o Upaya rehabilitasi medis

Fisioterapi Contohnya : utk mengurangi spastisitas supaya tidak terjadi kontraktur

Terapi okupasi Contohnya : prewriting skills – sblm bisa menulis, diajarkan cara megang pensil, posisi duduk yang benar dan baik

Terapi wicara (ekspresif dan reseptif/ pemahaman), dsb Dilakukan sesuai kondisi memungkinkan

o Pembedahan atas indikasi o Pendidikan sesuai tingkat kecerdasannya o Obat-obatan misalnya OAK (Obat Anti Kejang)

KERN KERNIKTERUS Kernikterus = Ensefalopati bilirubin

Ensefalopati akut dengan sekuele neurologi yang disebabkan meningkatnya kadar bilirubin serum dalam darah

Kadar bilirubin indirek darah yang menyebabkan kerusakan otak: 20 mg/ dL pada bayi cukup bulan 10 mg/ dL pada bayi prematur yang sakit

KERUSAKAN OTAK TERJADI OLEH KARENA :

Tingginya kadar bilirubin Lamanya hiperbilirubinemia

Page 16: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 16 –

Jc

BAYI PREMATUR SAKIT : Sindrom distress pernapasan Risiko tinggi Asidosis untuk Sepsis kernikterus

MANIFESTASI KLINIS

Hari 1 pasca lahir : hipotonia, letargi, refleks hisap lemah Hari 2 pasca lahir : demam, rigiditas, posisi opistotonus, kejang (oleh karena ensefalopati

hipoksik – iskemik) Bulan-bulan pertama : tonus otot meningkat progresif

SINDROM KLINIS (setelah tahun ke 1)

1. Disfungsi extrapiramidal : Atetosis dan Korea 2. Gangguan gerak bola mata vertikal : ke atas lebih banyak dari ke bawah (90% kasus) 3. Kehilangan pendengaran frekuensi tinggi (60% kasus) 4. Retardasi mental (R.M) pada 25% kasus

PoLioMieLitiS

Disebut juga : Paralisis infantil, penyakit Heine – Medin (Jacob Heine & Karl Medin) Infeksi akut oleh virus yang melibatkan medula spinalis & batang otak Dikenal 3 jenis virus sehubungan dg polio : Brunhilde, Lansing, Leon Tak ada imunitas silang pada ketiga virus Imunisasi :

Vaksin virus yang dimatikan (Killed Vaccine) Vaksin virus hidup yang dilemahkan (Life Attenuated Vaccine)

Transmisi virus : dari manusia ke manusia melalui sekresi saluran napas bagian atas atau kontaminasi dengan tinja penderita

Masa tunas : 6 – 20 hari MANIFESTASI KLINIS, ada 4 jenis :

1. Asymptomatic 2. Abortif 3. Non-paralitik 4. Paralitik

- Asymptomatic - Sebagian besar kasus Penyakit ringan dan sepintas

- Abortif - Berlangsung singkat Demam, rasa lemah (malaise), gangguan gastrointestinal dan gejala lain yg tak khas Penyembuhan dalam 2 – 4 hari

Page 17: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 17 –

Jc

- Nonparalitik - Klinis seperti infeksi selaput otak oleh enterovirus lainnya, tanpa gangguan parenkim

- Paralitik - Paling berbahaya Spinal bilbar & bulbospinal Penyakit berat Gejala prodromal :

Demam, sakit tenggorok dan gejala-gejala infeksi tak khas lainnya, selama 1 – 2 hari lalu agak mereda, namun beberapa hari kemudian kembali demam dan kambuh dengan nyeri kepala, muntah, gejala rangsang meningeal

Pada sebagian kasus stadium prodromal tak dijumpai/ tak terdeteksi gejala awal :

Demam dengan gejala rangsang meningeal dan nyeri otot ekstremitas (kaki & tangan) Kelumpuhan bersifat flaksid (layuh) : dalam 1 – 2 hari stlh gejala rangsang meningeal

Timbul cepat dan mencapai puncak dalam waktu 48 jam (pada bag terbesar kasus) Kelumpuhan berbeda pd tiap kasus. Umumnya asimetris : otot lengan, tungkai badan,

tenggorok, kuduk/ leher, otot wajah (yg diurus oleh saraf otak) Hanya 1 – 2 % kasus CSS abnormal [protein] agak ↑ (± 2 bulan)

Pada awalnya jumlah leukosit ↑↑ (t.u. sel PMN) Lalu jumlah limfosit akan lebih banyak Akhirnya akan normal dalam 2 – 3 minggu

Sampai umur 4 bulan, bayi masih agak terlindung oleh karena transfer antibodi ibu lewat plasenta. Namun kadang-kadang ditemukan kasus polio pada neonatus

DIAGNOSIS Polio paralitik :

Lumpuh flaksid & asimetris CSS hampir selalu abnormal Virus sudah dapat terisolasi 19 hari sebelum gambaran klinis dan masih dapat

diisolasi sampai 3 bulan setelah penyakit mulai lama ekskresi virus : ± 5 minggu setelah penampakan klinis penyakit Sumber : tinja dan sekret orofaring

Pengobatan : Kausal : belum ada Pencegahan dengan vaksinasi :

o virus mati (killed vaccine) – vaksin SALK (tahun 1955) o virus hidup yang dilemahkan – vaksin SABIN (tahun 1962)

Yang sekarang banyak dipakai adalah vaksin oral trivalen (th 1963) Kontraindikasi vaksin polio hidup : sindrom imunodefisiensi/ kasus imunitas tertekan (immunocompromised cases)

Fisioterapi, jika kondisi telah memungkinkan Vaksin Salk diberi pada kasus immunocompromised (daya tahan tubuh rendah). Tidak

diberi vaksin Sabin karena virusnya kan hidup, ditakutkan dapat menjadi ganas.

Page 18: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 18 –

Jc

SindrOM GuiLLaiN BaRRe

SINDROM GUILLAIN BARRE

Gangguan autoimun pada saraf tepi Proses radang non infeksi di daerah radiks – saraf tepi Infiltrasi sel limfosit & makrofag, akibat infiltrasi sel radang tersebut ke dalam membran basement serabut saraf kerusakan mielin dan degenerasi wallerian

MANIFESTASI KLINIS

Kelumpuhan akut, simetris & asenden Didahului oleh infeksi saluran napas/ cerna Kadang-kadang infeksi virus CMV, morbili, parotitis, hepatitis A/B/C, Rubela, influenza dianggap sebagai penyebab sindrom Guillain Barre, 2 – 4 minggu sebelum timbul sindrom Guillain Barre

15% kelumpuhan N.VII, 3% terjadi oftalmoplegia selain gejala klasik sindrom guillain barre

Pada penyakit berat kelumpuhan otot pernapasan Pada keterlibatan sistem autonom hipotensi/ hipertensi (10 – 30% kasus) & aritmia (30% kasus), kadang-kadang henti jantung

Konstipasi (40% kasus), rasa sakit, kesemutan Reflex fisiologis biasanya menurun CSS yang khas adalah

[Protein] ↑ tanpa diikuti pleiositosis – (albumino cytologic dissociation) meski 15% kasus ditemukan pleiositosis

Awal penyakit CSS normal, tinggi [protein] tergantung pada derajat kerusakan sawar otak dari darah (blood brain barrier)

EMG : Perlambatan kecepatan antar saraf dg latensi distal yg memanjang Adanya fibrilasi prognosis kurang baik Gambaran EMG pada awal penyakit normal Kelumpuhan terjadi pada minggu ke-1 dengan puncak pada akhir minggu kedua. Pada akhir minggu ke-3 mulai timbul perbaikan

Bila ada kekambuhan, atau pada akhir minggu ke-4 tak terjadi perbaikan termasuk Chronic Inflammatory Demyelinating Poly-Radiculo Neuropathy

Sindrom Miller Fisher : kelumpuhan otot muka, otot extra okuli beserta ataksi dan hiporefleksi (1% kasus sindrom guillain barre)

DIAGNOSIS

Dibuat kriteria ASBURY : 1. Kelumpuhan progresif & simetris disertai gangguan perasa yang ringan, tanpa

gangguan fungsi otot sfingter, tak disertai demam 2. Perjalanan penyakit ≤ 4 minggu, tanpa keterlibatan SSP 3. Gambaran khas pada CSS : [protein] ↑ tanpa pleiositosis

DIAGNOSIS DIFERENSIAL 1. Poliomielitis : kelumpuhan disertai demam, tidak simetris, CSS pada fase awal tidak

normal 2. Miositis akut : kelumpuhan biasanya proksimal, (CPK) ↑, CSS normal

Page 19: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 19 –

Jc

3. Kelumpuhan akibat lesi pada medula spinalis CT mielografi & MRI 4. Pada anak < 1 tahun kemungkinan infantile batulism PENGOBATAN

Suportif Fisioterapi Kadang tracheostomy & ventilator bila vital capacity ↓ < 50% Kelumpuhan bulbar/ disfagi = NGT Kortikosteroid kurang bermanfaat Immunoglobulin i.v 0.4 gram/kgBB/ hari selama 5 hari

PROGNOSIS

Biasanya baik Bila ada degenerasi akson dengan kelumpuhan hebat prognosis jelek

Angka mortalitas : 1 – 5% oleh karena gagal napas 25 – 3% dari yang hidup gejala sisa : drop foot atau postural tremor

MeNinGitiS tUbErKuLoSa Merupakan penyulit penyakit tuberkulosis dengan :

Morbiditas tinggi Mortalitas tinggi Prognosis buruk

PATOFISIOLOGI

Infeksi primer penyebaran basil secara hematogen tuberkel di otak, selaput otak, medula spinalis

Rangsangan (trauma, faktor imunologis) tuberkel pecah lesi (segera setelah trauma atau setelah periode laten, beberapa bulan atau tahun) basil & antigennya langsung masuk ruang subarachnoid atau ventrikel reaksi peradangan sekitar tuberkel yang pecah kemudian di selaput otak pada dasar otak & ependim meningitis dengan perubahan dalam CSS

Meningitis basalis komplikasi neurologis : parese/ paralisis saraf kranial, infark e.c penyumbatan arteri & vena, hidrosefalus e.c aliran CSS tersumbat. Perlengketan dalam canalis centralis medula spinalis blok spinal & paraplegia

Page 20: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 20 –

Jc

PATOLOGI (4 TIPE) 1. Disseminated Miliary Tubercles ~ tuberkulosis milier (hematogen) 2. Focal Caseolis Plaques : tuberkuloma meningitis difus 3. Acute Inflammatory Caseous Meningitis :

Terlokalisasi dengan perkijuan dr tuberkel, biasanya di korteks Difus dengan eksudat gelatinosa di ruang subarachnoid

4. Meningitis proliferatif Terlokalisasi pada selaput otak Difus gambaran tak jelas

Tipe-tipe ini tak terpisah-pisah dan dapat bersamaan gambaran-gambaran patologi tergantung faktor-faktor:

Umur Berat & lamanya sakit Respons imun Lama & respons therapy yang diberikan Virulensi & jumlah basil

MANIFESTASI KLINIS

Ada 3 stadium (LINCOLN) dan tiap stadium berakhir ± 1 minggu Stadium I

Demam, sakit perut, nausea, muntah, apatis/ iritabel Belum ada kelainan neurologis

Stadium II Tidak sadar, sopor, kelainan neurologis/ paresis, tanda Brudzinski & Kernig ⊕,

refleks abdomen hilang , klonus pada ankle (mata kaki) & patela Saraf otak yang terkena : III, IV, VI, VII

Stadium III Koma, pupil tak bereaksi, kadang-kadang spasme klonik pada ekstremitas,

pernapasan tak teratur, demam tinggi, hidrosefalus (pada ± 2/3 kasus)

Ketiga stadium tsb tak jelas masing-masing batasnya, kalau tak diterapi biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien meninggal

DIAGNOSIS

Ditegakkan berdasarkan : Gambaran klinis Riwayat ada kontak dengan pasien TBC (kadang-kadang asymptomatis, uji tuberkulin dan kelainan CSS)

Lab rutin : LED kadang-kadang meningkat Pemeriksaan CSS :

Warna jernih, bila dibiarkan mengendap membentuk batang-batang. Kadang-kadang berwarna xantokrom (penyakitnya telah berlangsung lama)

[Protein] ↑ & glukosa ↓ Jumlah sel : 200 – 500/ mm3 Awalnya sel PMN & limfosit dalam jumlah seimbang, kadang-kadang sel PMN lebih banyak kemudian sel limfosit lebih banyak

PCR, ELISA, aglutinasi lateks Biakan CSS EEG : kelainan pada 80% kasus : kelainan difus atau fokal

Page 21: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 21 –

Jc

CT scan MRI dengan kontras

PENATALAKSANAAN & PENGOBATAN

Harus tepat & adekuat : kemoterapi yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, penurunan peningkatan tekanan intrakranial

OAT : kombinasi INH, Rifampisin & Pyrazinamid (minimal selama 9 bulan) Kortikosteroid : anti inflamasi, turunkan tekanan intrakranial, mengobati edema otak selama 2 – 3 minggu diturunkan secara bertahap (tapering off) sampai lama pemberian 1 bulan

Hidrosefalus pemasangan pirau (shunt) ventrikulo-peritoneal OAT (Obat Anti TBC) :

INH : bakterisid & bakteriostatik Dosis 10 -20 mg/kgBB/hari, max 300 mg/ hari p.o. minimal 1 tahun Komplikasi : neuropati perifer terapi piridoksin 20 – 50 mg/ hari INH dg Rifampisin hepatotoksik, t.u bila dosis INH lbh dr 10 mg/kgBB/hari

Rifampisin : bakteriostatik 10 – 20 mg/kgBB/hari oral, sebelum makan selama 9 bulan Urin jadi merah Efek samping : hepatitis, gangguan gastrointestinal, trombositopenia

Pyrazinamid (PZA) : bakteriostatik Dosis 20 – 40 mg/kgBB/hari oral ; selama 2 bulan

Etambutol : bakteriostatik Dosis 15 – 25 mg/kgBB/hari, selama 9 bulan

Streptomisin : bakteriosid Dosis 20 mg/kgBB/hari, i.m Efek samping : gangguan vestibular & auditori

Upaya rehabilitasi medis, secepatnya begitu kondisi memungkinkan (fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, dsb)

PROGNOSIS

Tergantung faktor-faktor : Stadium penyakit saat terapi dimulai Umur pasien : pasien < 3 tahun prognosis lebih buruk 18% dari kasus yang hidup : neurologi dan kecerdasan normal Gejala sisa neurologis : paresis spastik, kejang, paraplegia, gangguan sensorik

ekstremitas, atrofi optik, kebutaan, kadang-kadang gangguan pendengaran & keseimbangan

Page 22: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 22 –

Jc

MeNinGitiS BakTeRiaL

DEFINISI

Disebut juga Meningitis Purulenta Peradangan selaput otak, yang ditandai oleh :

Peningkatan jumlah sel PMN dalam CSS Terbukti adanya bakteri dalam CSS sebagai penyebab infeksi

PATOGENESIS 1. Hematogen : infeksi awal di tempat lain : faringitis, tonsilitis, infeksi gigi, endokarditis 2. Perkontinuitatum : infeksi asal sinusitis – paranasalis, mastoiditis, abses otak, sinus

kavernosus 3. Implantasi langsung : trauma terbuka kepala, bedah otak, pungsi lumbal & miokel 4. Pada neonatus :

Aspirasi cairan amnion sewaktu bayi melalui jalan lahir atau oleh kuman-kuman normal di jalan lahir

Infeksi bakterial secara transplasental – (Listeria) TAHAP-TAHAP JALUR HEMATOGEN 1. Bakteri melekat pada sel epitel nasofaring (kolonisasi) 2. Bakteri tembus rintangan mukosa 3. Bakteri perbanyak diri di aliran darah (menghindari sel fagosit & aktivitas bakteriolitik)

bakteriemia 4. Bakteri masuk ke CSS 5. Bakteri memperbanyak diri di CSS 6. Bakteri menimbulkan peradangan di selaput otak & otak FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA MENINGITIS PURULENTA

1. Host 2. Mikroorganisme 3. Lingkungan

FAKTOR PEJAMU 1. Laki-laki > perempuan (neonatus ♂ : ♀ = 1.7 : 1) 2. BBRL & prematur lebih rentan 3. K.P.D, partus lama, manipulasi berlebih selama kehamilan, infeksi pada ibu pada akhir

kehamilan mempermudah terjadinya sepsis dan meningitis 4. Pada bayi : kekurangan jumlah/ aktivitas bakteriosidal dari leukosit defisiensi komplemen

serum, IgM & IgA sedikit sekali ditransfer via plasenta : IgG dapat ditransfer via ari-ari 5. Defisiensi ketiga Ig, kekurangan jaringan timus kongenital, kekurangan sel B & T,

asplenia kongenital mempermudah terjadinya meningitis 6. Keganasan : sistem RES, leukemia, dsb mempermudah terjadinya infeksi 7. Pemberian antibiotika, radiasi, imunosupresan mudah infeksi 8. Malnutrisi

Page 23: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 23 –

Jc

FAKTOR MIKROORGANISME Neonatus :

Golongan enterobacter (E.coli) Streptococcus grup B, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus sp., Salmonella sp.

2 bulan – 4 tahun : Haemophillus influenzae tipe B Streptococcus pneumoniae & N.meningitis

> 4 tahun Streptococcus pneumoniae, N.meningitis Kuman-kuman lain : kuman batang gram negatif Proteus, Aerobacter, Klebsiella sp., Seprate sp.

FAKTOR LINGKUNGAN

Penduduk padat, sanitasi ↓, pendidikan ↓, sosial ekonomi ↓ MANIFESTASI KLINIS

Tak ada gambaran klinis yang patognomonik Bervariasi tergantung umur, lama sakit sebelum diagnosis dan respons tubuh thdp infeksi Pada bayi baru lahir & prematur, gambaran klinis kabur dan tak khas :

Demam ditemukan hanya pada ½ jumlah kasus Lemah, malas, tak mau minum, muntah-muntah, kesadaran ↓, ubun-ubun tegang &

membonjol, leher lemas, napas tak teratur, kadang-kadang disertai ikterus dan sepsis (sepsis pada BBL curigai ada meningitis)

Bayi 3 bulan – 2 tahun : jarang gambaran klasik meningitis : Demam, muntah, gelisah, kejang berulang, kadang-kadang “High Pitched Cry”

(pada bayi) Ubun-ubun tegang dan membonjol Tanda Brudzinski & kernig sukar dievaluasi Karena pada umur ini kejadian meningitis sangat tinggi, curigai infeksi SSP pada

anak dengan demam terus menerus tanpa penyebab yang jelas Anak besar & dewasa kadang-kadang gambaran klasik

Demam, menggigil, muntah, nyeri kepala Kejang, gelisah, gangguan tingkah laku, penurunan kesadaran, delirium, stupor, koma Kaku kuduk, tanda Brudzinski & Kernig Inflamasi pembuluh darah meningen nyeri kepala, fotofobi & hiperestesi Iritasi meningen & radix spinalis kaku kuduk dan rigiditas spinal Saraf-saraf kranial VI, VII, IV, paling sering terkena yg disebabkan karena inflamasi

lokal pada perineurium & terganggunya suplai vaskular ke saraf-saraf tersebut

Tanda-tanda serebri fokal sekunder e.c. nekrosis kortikal/ vaskulitis oklusif, tersering e.c. trombosis vena kortikal

Vaskulitis serebral serebritis & abses Trombosis vaskular kejang hemiparesis

DIAGNOSIS

Diagnosis pasti dari meningitis bakterial dibuat dengan pemeriksaan CSS pungsi lumbal (pl)

Bayi dengan sepsis pungsi lumbal 20% neonatus dengan sepsis menderita juga meningitis

Anak-anak dengan bakteriemia dengan demam tak turun-turun dan ada rangsang meningeal

Page 24: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 24 –

Jc

Karena meningitis bakterial itu progresif hasil pemeriksaan CSS pertama yang normal tetap waspada kemungkinan meningitis, PL KP dapat diulang setelah 8 jam

CSS : Fase akut (beberapa hari pertama) : sel polimorfonuklear dominan sampai 95% [Protein] ↑ lebih dari 75% [Glukosa] ↓ sampai 20 mg% kadang-kadang negatif C-Reactiprotein : menentukan bakteri penyebab (kepekaan & ketepatan yang tinggi) Identifikasi bakteri penyebab :

Pewarnaan gram : etiologi & therapy Counter immunoelectropharesis : bedakan Haemophillus influenzae,

N.meningitidis, Streptococcus group B, S.pneumoniae (selain CSS juga dari urin dan serum)

Aglutinasi lateks (CSS dan urin) : lebih sensitif, sedikit spesimen dan cepat (30’) PCR (Polymerase Chain Reaction) Biakan dan uji resistensi dari CSS

KOMPLIKASI

Ventrikulitis Efusi subdural Gangguan cairan elektrolit Meningitis berulang Abses otak Paresis, paralisis Gangguan pendengaran Hidrosefalus Retardasi mental Epilepsi

PENGOBATAN

Cairan intra vena KP. koreksi asidosis, plasma darah (kesadaran OS sering menurun, muntah, diare)

Status Konvulsivus o Diazepam i.v 0.2 – 0.5 mg/kgBB pelan-pelan KP. diulang sekali lagi bila masih

kejang o Kejang berhenti: Fenobarbital dosis awal 10-20 mg/kg, i.m 24 jam kemudian dosis

rumat 4 – 5 mg/kgBB/hari o Kalau dengan 2x diazepam i.v kejang belum berhenti Fenitoin i.v 10 – 20

mg/kgBB/menit. Dosis selanjutnya: 5mg/kgBB/hari 12 – 24 jam kemudian Kortikosteroid o Mengurangi kecacatan neurologis: paresis dan tuli o Menurunkan mortalitas (kasus ringan & sedang) o Diberikan 15-20’ sebelum antibiotika o Dexametason ! : 0.6 mg/kgBB/hari selama 4 hari

Antibiotika o Fase 1 (sebelum ada hasil biakan dan resistensi) emperis

Ampisilin: 200 – 300 mg/kgBB/hari. 6 dosis kombinasi Kloramfenikol: 100 mg/kgBB/hari, 4 dosis iv

Bayi & anak 10 – 14 hari Neonatus 21 hari, dosis kloramfenikol 50 mg/kgBB/hari

Page 25: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 25 –

Jc

Lainnya: Neonatus: Ampisilin & aminoglikosid

Ampisilin & sefotaksim 3 bulan – 10 tahun: ampisilin & kloramfenikol atau sefuroksius, sefotaksius atau

seftriaksan > 10 tahun: penisilin

o Fase 2 (setelah hasil biakan & sensitivitas) sesuaikan dengan hasil tersebut P.L ulangan: klinis membaik hari ke 10 pengobatan Upaya rehabilitasi medis (fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara dsb) sesegera mungkin, begitu keadaan memungkinkan

PROGNOSIS

Tergantung pada: o Umur pasien o Jenis kuman penyebab o Lamanya sakit sebelum therapy o Kepekaan terhadap antibiotika yang diberikan

PENGOBATAN

Cairan intravena KP. koreksi asidosis, plasma darah (kesadaran OS sering ↓, muntah, diare)

Status Konvulsivus Diazepam i.v 0.2 – 0.5 mg/kgBB pelan-pelan KP diulang sekali lagi bila masih kejang Kejang berhenti fenobarbital dosis awal 10 – 20 mg/kg, i.m. Lalu 24 jam

kemudian dosis rumat 4 – 5 mg/kgBB/hari Bila dengan 2x diazepam i.v, kejang belum berhenti fenitoin i.v 10 – 20

mg/kgBB/menit. Dosis selanjutnya 5 mg/kgBB/hari 12 – 24 jam kemudian Kortikosteroid

Mengurangi kecacatan neurologis : paresis dan tuli Menurunkan mortalitas (kasus ringan & sedang) Diberikan 15 – 20’ sebelum antibiotika Dexametason ! : 0.6 mg/kgBB/hari selama 4 hari

Antibiotik Fase 1 (sebelum ada hasil biakan & resistensi) emperis

Ampisilin 200 – 300 mg/ kgBB/hari, 6 dosis kombinasi Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari, 4 dosis , i.v

Bayi & anak 10 – 14 hari Neonatus 21 hari, dosis kloramfenikol 50 mg/kgBB/hari

Lainnya : Neonatus :

Ampisilin & Aminoglikosid Ampisilin & Sefotaksim

3 bulan – 10 tahun : ampisilin & kloramfenikol atau sefuroksius, sefotaksius atau seftriaksan

> 10 tahun : penisilin Fase 2 (setelah hasil biakan & sensitivitas) sesuaikan dengan hasil tersebut

Pungsi Lumbal ulangan Klinis membaik hari ke-10 pengobatan

Upaya rehabilitasi medis (fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, dsb) sesegera mungkin, begitu keadaan memungkinkan

Page 26: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 26 –

Jc

PROGNOSIS

Tergantung : Umur pasien Jenis kuman penyebab

Lamanya sakit sebelum therapy Kepekaan thdp antibiotik yang diberikan

Gambar 13-1. Patofisiolgi Molekular Meningitis Bakterial (lampiran)

EnCePhaLiTiS DEFINISI

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme (istilah ensefalopati yang dulu dipakai untuk gejala yang sama, tanpa tanda-tanda infeksi, sekarang tak dipakai lagi)

ETIOLOGI

Bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta & virus KLASIFIKASI ROBIN UNTUK ETIOLOGI VIRUS PADA ENSEFALITIS 1. Infeksi virus epidemik :

a. Golongan enterovirus : virus poliomielitis, virus coxsackie, virus echo b. Golongan virus arbo : Western Equine Encephalitis, St.Louis Encephalitis, Japanese

B Encephalitis, Russian Spring Summer Encephalitis, Murray Valley Encephalitis 2. Infeksi virus sporadik : rabies, herpes simpleks, herpes zoster, limfogranuloma, mumps,

koriomeningitis limfositik & jenis lain yg disebabkan oleh virus tetapi belum jelas 3. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varicela, pasca rubela, pasca vaksinia,

pasca mononukleus infeksiosa dan jenis-jenis yang mengikuti, infeksti traktus respiratorius yg tak spesifik

Di Indonesia meski secara klinis dikenal banyak kasus encephalitis, baru Japanese B Encephalitis yang ditemukan secara pasti

GEJALA KLINIS

Hampir sama dan khas Suhu ↑ mendadak, kadang-kadang hiperpireksia Kesadaran ↓ dengan cepat, pada anak besar sering didahului dg sakit kepala Muntah-muntah Kejang : umum, fokal atau “Twitching” saja dapat berjam-jam Gejala serebral : aneka ragam, timbul sendiri/ bersama-sama : paresis, paralitis, afasia. CSS :

Sering normal Kadang-kadang sedikit pleiositosis, [protein]/ [glukosa] agak ↑

Pada encephalitis pasca infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat membantu membuat diagnosis

EEG sering menunjukkan aktivitas listrik ↓ sesuai kesadaran yang menurun

Page 27: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 27 –

Jc

DIAGNOSIS Secara klinis sesuai dengan gejala-gejala klinis tadi Diagnosis etiologis : 1. Biakan :

a) Darah, viremia berlangsung sebentar saja sukar hasil positif b) CSS/ jaringan otak (nekropsi) c) Feses (enterovirus sering positif)

2. Serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi, uji netralisasi, dsb 3. Termasuk PA post mortem

Tidak bisa memastikan diagnosis satu macam virus, dengan gejala-gejala sama dapat menimbulkan gambaran berbeda Kadang-kadang pada kasus-kasus yang jelas disebabkan virus, tak ditemukan sama sekali tanda radang yang khas

TERAPI

OAK (Obat Anti Kejang) menanggulangi kejang Cairan i.v sesuai sikon Upaya atasi hiperpireksia :

Hibernasi dengan Largaktil 2 mg/kgBB/hari dan Phenergan 4 mg/kgBB/hari i.v atau i.m dalam 3 kali pemberian

Antipiretik Glukosa 20% 10 ml i.v beberapa kali sehari (via giving set) untuk menghilangkan udema otak, ada yg untuk ini memberikan dosis tinggi kortikosteroid i.v/ i.m

Untuk mencegah infeksi sekunder: antibiotika secara polifragmasi Di bagian IKA FKUI : Percobaan dg centrophenoxin (melfegrin), neuro anabolik i.v dengan dosis :

0 – 2 tahun 250 mg 2 – 5 tahun 500 mg ≥ 5 tahun 750 mg

PROGNOSIS & KOMPLIKASI

Mortalitas tinggi, 35 – 50% Dari yang hidup : 20 – 40% ada komplikasi/ gejala sisa berupa paresis, paralitis ; gerakan-gerakan karioatetoid ; gangguan penglihatan ; gejala neurologis lain ; retardasi mental ; gangguan tingkah laku ; epilepsi, dsb

Page 28: Catatan JC - Pediatric Neurology

IKA II ~ Dr. Titi, SpA - 28 –

Jc

KOMPONEN BAKTERI

Sel Endotel Sel makrofag SSP

Interaksi Endotel - Leukosit

TNF & IL-1

PAF

IL-1

BBBP ↑ Cedera Endotel

Kaskade koagulasi

Edema vasogenik TIK ↑ ADO ↓

Kekurangan O2

Protein CSS ↑

Pleiositosis CSS

Edema sitotoksik Glukosa CSS ↓

Laktat CSS ↑

Edema interstisial

Hambatan aliran keluar CSS

Trombosis

PGE2

ADO = Aliran Darah Otak BBBP = Blood Brain Barrier Permeability SSP = Susunan Saraf Pusat CSS = Cairan Serebrospinal TIK = Tekanan Intrakranial IL-1 = Interleukin-1 TNF = Tumor Necrosis Factor PGE2 = Prostaglandin E2PAF = Platelet-Activating Factor

Gambar 13-1. Patofisiologi molecular meningitis bacterial (Dikutip dengan modifikasi dari J.Pediatri 1990)