buku= tradisi sedekah kampung peradong
TRANSCRIPT
i
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
ii
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
iii
Suryan Masrin
TRADISI SEDEKAH KAMPONG PERADONG
el-rayyan printing
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
iv
TRADISI SEDEKAH KAMPUNG PERADONG
© Suryan Masrin
Hak Cipta @ 2010 Pada Penulis
Penulis: Suryan Masrin
Layout: Rahmi Susila
Desain Cover & Setting: Suryan Masrin
Edisi Khusus:
Cetakan Pribadi, Februari 2010 M/Rabiul Awwal 1431 H
Disetak oleh:
el-rayyan printing, Bangka 33215
HP. 0813 6862 7422, e-mail: [email protected]
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
v
DUSTUR ILAHI
����������� ���������� ��������� ������ ��������� � �� !��" #$���� %���&
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.
Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,
kecuali bagi orang-orang yang khusyu',
(Al-Baqarah: 45)
‘Ýé„ω `¶9#‰%$ù
Orang yang tidak memiliki sesuatu,
Tidak akan pernah bisa memberikan sesuatu apapun.
(Al-Makhfuzhat)
¨%⊥=9Μγè∀Σ&¨%⊥9#��z
Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat
kepada manusia lainnya
(Al-Hadits)
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
vi
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan buku ini untuk:
� Ayahanda dan Ibunda tercinta, yang senantiasa menghaturkan bait-bait do’a, yang
membuat aku memiliki ketegaran ’tuk bertahan menjalani ’hidup’, melewati
serpihan-serpihan noda dunia sampai detik ini;
� Adik-adikku tersayang, Irwin dan Rahmat Hariyadi;
� Terkhusus kepada istriku tercinta, yang selalu memberikan motivasi dan desakan
kebaikan kepadaku, yang selalu menemani setiap fikirku dan langkahku;
� Kepada saudara--saudaraku, yang dengan dukungannya, memberikan semangat dan
pesan-pesan kritis dalam setiap kata dan tulisanku, yang membuatku larut dalam
’gairah kerinduan’;
� Tulisan ini, semoga menjadi sebuah ’karya’,
� yang membutuhkan penyempurnaan, karena sebuah akhir adalah dari
keberlanjutan.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, Sang
Penguasa Segala, karena hanya dengan Rahmat dan Taufik-Nya jualah tulisan ini
bisa dirangkumkan. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada
Junjungan Besar Nabi Muhammad SAW beserta para Sahabat, yang telah
membuka tabir jahiliyah sehingga terbentang jalan kebenaran yang terang,
sebagai jalan keselamatan bagi umat manusia, semoga Nur yang terpancarkan
tidak redup diterpa perkembangan zaman.
Buku kecil ini merupakan rangkuman dari laporan hasil penelitian
penulis akhir 2007 hingga akhir 2009, yang telah mengalami penambahan dan
perbaikan di sana-sini. Rangkuman hasil penelitian dalam bentuk buku ini
merupakan upaya penulis untuk menyebarkan informasi dan pengetahuan kepada
masyarakat umum tentang salah satu tradisi yang ada di Kepulauan Bangka
Belitung, yang hampir jarang ditemui dan hampir tidak dilestarikan lagi. Oleh
karena itu, perlu pendokumentasian agar dikemudian hari generasi selanjutnya
dapat mengetahui salah satu tradisi kita.
Tulisan ini merupakan hasil kajian tentang Tradisi Sedekah Kampung Di
Desa Peradong Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat, yang
menjelaskan prosesi pelaksanaannya mulai dari persiapan sebelum pelaksanaan
hingga selesai jalannya upacara tradisi tersebut.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian tulisan ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan, bimbingan, motivasi, dan dorongan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan rasa terima kasih kepada; bapak M. Ikhsan Ghozali, M.Si dan Drs.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
viii
H. Zulkifli, MA, Ph.D, yang telah memberikan bimbingan dan arahan,
masyarakat Desa Peradong Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka
Barat, yang dengan suka rela membantu dan memberikan informasinya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, serta kepada istri tercinta, yang telah
memberikan motivasi dan bantuan.
Demikianlah tulisan ini adanya, banyak kekurangan di sana-sini. Namun
demikian, terlepas dari berbagai kelemahan dan kekurangan, besar harapan
penulis, agar tulisan ini bisa bermanfaat. Akhirnya, saran dan kritik yang
membangun penulis harapkan demi perbaikan dan pengembangan tulisan ini.
Peradong, Februari 2010
Suryan Masrin
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN MUKA ......................................................................
DUSTUR ILAHI ...........................................................................
PERSEMBAHAN .........................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................... A. Latar Belakang ……………………………………..
B. Kerangka Teori ………………………………….....
C. Metodologi Penelitian ……………………………..
BAB 2 POTRET MASYARAKAT PERADONG .................. A. Asal Mula Desa Peradong …………………………
B. Letak Wilayah ……………………………………..
C. Kondisi Geografis …………………………………
D. Kependudukan …………………………………….
1. Jumlah Penduduk ………………………….........
2. Agama dan Kepercayaan …………………….....
3. Mata Pencaharian ……………………………....
4. Pendidikan ……………………………………...
5. Etnis ………………………………………….....
E. Sosial dan Budaya …………………………………
F. Pemerintahan Desa ………………………………...
BAB 3 KEHIDUPAN BERAGAMA .......................................
1. Pengertian Kehidupan Beragama ………………....
2. Unsur-unsur Kehidupan Beragama ……………….
3. Kehidupan Beragama Masyarakat Peradong ……..
i
v
vi
vii
ix
xi
xi
1
1
6
9
11
11
13
14
15
15
15
16
18
20
21
22
24
24
25
32
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
x
BAB 4 UPACARA TRADISI SEDEKAH KAMPUNG ........ A. Sebuah Pengertian ...................................................
B. Persiapan Sebelum Upacara ....................................
C. Jalannya Upacara .....................................................
BAB 5 RITUAL TRADISI SEDEKAH KAMPUNG ............ 1. Tamat Ngaji (Betamat) ............................................
2. Nganggung ..............................................................
3. Sunat Kapong ..........................................................
4. Semarang ................................................................
5. Penampilan Pencak Silat ........................................
BAB 6 SEDEKAH KAMPUNG DALAM KEHIDUPAN
BERAGAMA ...............................................................
BAB 7 PENUTUP ....................................................................
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT PENULIS
LAMPIRAN
37
37
40
40
42
42
44
45
49
50
52
55
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Peta Kecamatan Simpang Teritip dan Desa Peradong
Kabupaten Bangka Barat .................
Gambar 2 Skema Penduduk Asli dan Pendatang .............
Gambar 3 Skema Poko-pokok agama Islam ....................
Gambar 4 Skema Nisbah antara Aqidah, Muamalah, dan Akhlak
.............................................................
Gambar 5 Pembacaan Surat-surat Pendek Juz 30 Al-Qur’an oleh
Peserta Tamat Ngaji ....................
Gambar 6 Pelaksanaan Sunat Kapong dan Pemotongan Ujung
Penis Peserta Sunat Kapong oleh Mudim
..............................................................
Gambar 7 Arak-arakan Peserta Sunat Kapong .................
Gambar 8 Penampilan Pencak Silat .................................
14
20
31
32
43
46
48
50
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data Usia Penduduk Tahun 2008 ……………..
Tabel 2 Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Peradong
............................................................
Tabel 3 Penghasilan Rata-rata Masyarakat Desa Peradong
Perbulan .............................................
Tabel 4 Data Pendidikan Masyarakat Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Tahun 2007-2008 ..............
Tabel 5 Data Etnis Masyarakat Desa Peradong .............
15
16
18
19
21
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
23
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap masyarakat tentunya memiliki agama sebagai kepercayaan yang
mempengaruhi manusia sebagai individu, juga sebagai pegangan hidup. Di
samping agama, kehidupan manusia juga dipengaruhi oleh kebudayaan.
Kebudayaan menjadi identitas dari bangsa dan suku bangsa. Suku tersebut
memelihara dan melestarikan budaya yang ada.1 Kebudayaan sebagai hasil dari
cipta, karsa dan rasa manusia menurut Alisyahbana; merupakan suatu
keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda-beda
seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala
kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.2 Dalam
masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai
budaya yang satu dengan lain saling berkaitan hingga menjadi suatu sistem, dan
sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan memberi
pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya.3
Tradisi sebagai salah satu bagian dari kebudayaan menurut pakar hukum
F. Geny adalah fenomena yang selalu merealisasikan kebutuhan masyarakat.
Sebab yang pasti dalam hubungan antar individu, ketetapan kebutuhan hak
mereka, dan kebutuhan persamaan yang merupakan asas setiap keadilan
menetapkan bahwa kaidah yang dikuatkan adat yang baku itu memiliki balasan
materi, yang diharuskan hukum. Kaidah ini sesuai dengan naluri manusia yang
1 Bustanudin Agus, Islam dan Pembangunan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 15. 2 Atang Abdullah Hakim Dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006),
cet. kedelapan, hal. 28. 3 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), cet. kedelapan, hal. 190.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
24
tersembunyi, yang tercermin dalam penghormatan tradisi yang baku dan perasaan
individu dengan rasa takut ketika melanggar apa yang telah dilakukan pendahulu
mereka.4
Menurut Hardjono dalam I Nyoman Beratha memberikan ulasan singkat
bahwa tradisi adalah suatu pengetahuan atau ajaran-ajaran yang diturunkan dari
masa ke masa. Ajaran dan pengetahuan tersebut memuat tentang prinsip universal
yang digambarkan menjadi kenyataan dan kebenaran yang relatif. Dengan
demikian segala kenyataan dan kebenaran dalam alam yang lebih rendah itu
adalah peruntukan (application) daripada prinsip-prinsip universal.5 Sedangkan
menurut Harapandi Dahri, tradisi didefinisikan sebagai berikut:
Tradisi adalah suatu kebiasaan yang teraplikasikan secara terus-menerus dengan
berbagai simbol dan aturan yang berlaku pada sebuah komunitas. Awal-mula
dari sebuah tradisi adalah ritual-ritual individu kemudian disepakati oleh
beberapa kalangan dan akhirnya diaplikasikan secara bersama-sama dan bahkan
tak jarang tradisi-tradisi itu berakhir menjadi sebuah ajaran yang jika
ditinggalkan akan mendatangakan bahaya.6
Tradisi-tradisi tersebut dapat disaksikan pada; ’Upacara Tawar
Laut/Ketupat Laut’, ’Tahun Baru Cina’, ’Sembahyang Kubur Cina’,
’Sembahyang Pantai’, ’Kawin Massal’,7 ’Perang Ketupat’, ’Mandi Belimau’,
’Sedekah Kampung’, ’Rebo Kasan’, ’Nganggung’8 dan lainnya yang dilakukan di
Kepulauan Bangka Belitung. Tradisi ini dilakukan sebagai pengungkapan atas
rasa syukur terhadap anugerah yang telah diberikan oleh Sang Pencipta, yang
kental dengan nuansa keagamaan. Pewarisan tradisi tersebut dapat terjadi melalui
pertunjukkan upacara adat pada suatu masyarakat.
Sejalan dengan pengertian di atas, upacara di sini merupakan sumber
pengetahuan tentang bagaimana seseorang bertindak dan bersikap terhadap suatu
gejala yang diperolehnya melalui proses belajar dari generasi sebelumnya dan
kemudian harus diturunkan kepada generasi berikutnya.9 Ritual keagamaan yang
dibungkus dengan bentuk tradisi ini dilakukan secara turun temurun dan
berkelanjutan dalam periodik waktu tertentu, bahkan hingga terjadi akulturasi
dengan budaya lokal.10
Seperti apa yang diperlihatkan masyarakat Bangka
4 Samir Aliyah, Sistem Pemerintahan, Peradilan & Adat dalam Islam, penerjemah: H. Asmuni, (Jakarta:
Khalifa, 2004), cet. petama, hal. 512. 5 I Nyoman Beratha, Desa, Masyarakat Desa dan Pembangunan Desa, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hal.
22. 6 Harapandi Dahri, Tabot: Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu, (Jakarta: Penerbit Citra, 2009), cet. I, hal. 45. 7 Tim Penyusun, Provinsi Bangka Belitung; Jembatan Menuju Kesejahteraan Rakyat, (Bangka: Presidium
Pembentukan Provinsi Bangka Belitung, 2000), hal. 47. 8 Nganggung adalah membawa makanan di dalam dulang atau talam yang ditutup dengan tudung saji ke masjid,
surau, atau balai desa untuk dimakan bersama setelah pelaksanaan ritual agama. Lihat Zulkifli, Kontinuitas
Islam Tradisonal di Bangka, (Sungailiat: Shiddiq Press, 2007), hal. 53. 9 Irwan Abdullah, Simbol, Makna dan Pandangan Hidup Jawa: Analisis Gunungan pada Upacara Garabeg,
(Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 2002), cet. pertama, hal. 4. 10 Irwan Abdullah, dkk, (ed.), Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global, (Yogyakarta: Sekolah
Pasca Sarjana UGM, 2008), cet. I, hal. 187.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
25
Belitung dalam pengungkapan rasa syukur atas anugerah yang diberikan oleh
Sang Pencipta tersebut.
Kajian penelitian ini difokuskan pada tradisi Sedekah Kampung di desa
Peradong Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat, yang telah
melakukan tradisi Sedekah Kampung selama puluhan tahun, yang diwariskan
oleh nenek moyang. Akan tetapi selama itu pula tradisi tersebut belum dikenal
masyarakat luas, khususnya di Kepulauan Bangka Belitung.
Perayaan ini biasa dilaksanakan penduduk desa Peradong setiap tahun
bertepatan dengan bulan Maulud (Rabiul Awwal). Biasanya perayaannya
berlangsung selama 2 hari, yaitu pada hari Sabtu dan Minggu. Perayaan ini
dilaksanakan setelah lima belas hari bulan dilangit11
tahun Hijriyah. Sedekah
Kampung seperti halnya tradisi-tradisi lainnya merupakan bagian dari rumpun
Pesta Adat12
yang dikenal dan banyak dilakukan di wilayah pedesaan.
Dalam pelaksanaannya (selama dua hari), proses dimulai dengan arak-
arakan masyarakat menuju istana13
untuk melaksanakan ritual upacara
permohonan izin melaksanakan Sedekah Kampung. Setelah upacara permohonan
izin kepada leluhur, serta setelah naber dan nangkel14
kampung selesai, kemudian
dukun (tetua adat) kembali kekediamannya. Sedangkan arak-arakan masyarakat
dilanjutkan dengan penjemputan peserta khataman Al-Qur’an menuju masjid
untuk melaksanakan tamat ngaji (betamat15
). Upacara ini dilakukan sebagai
petanda bahwa seorang anak yang telah melaksanakan tamat ngaji dianggap
pandai membaca al-Qur’an. Setelah tamat ngaji selesai, acara dilanjutkan dengan
nganggung bersama dimasjid tersebut. Pada malam harinya (malam minggu) di
adakan hiburan kampung, yaitu penampilan musik Dambus dan Campak serta
nyanyian lagu-lagu daerah dan diiringi dengan tarian oleh ibu-ibu dan gadis-gadis
penduduk.
Hari berikutnya, dilaksanakan upacara Sunat Kapong16
yang
pelaksanaannya masih menggunakan alat-alat secara tradisional, dimulai pukul
11 Yaitu antara pertengahan hingga penghujung bulan Rabiul Awwal (antara tanggal 15 sampai 30) kalender
Hijriyah. 12 http://www.antaranews.com, 02/09/07 22:05, Pesta adat perang ketupat di Desa Tempilang Kabupaten Bangka
Barat Diminati Warga, Copyright © 2008 ANTARA, diakses tanggal 21 Desember 2008, 16:34 WIB. 13 Istana adalah sebutan masyarakat terhadap makam keturunan tetua adat yang dijadikan sebagai tempat ritual
upacara permohonan izin untuk melaksanakan Sedekah Kampung. 14 Naber kampung adalah pemercikkan air taber (batu pensucian) yang terbuat dari bahan-bahan tradisional serta
dedaunan ke rumah-rumah masyarakat dan gaharu (dupa) dari kayu buluh (bambu) yang menurut tetua adat
dahulunya dimaksudkan sebagai alat untuk menarik orang-orang Cina yang berdiam di desa tersebut agar
memeluk agama Islam. Sedangkan Nangkel adalah pemberian tangkal (jimat) dimulai dari gerbang masuk
kampung hingga perbatasan kampung. Pemberian jimat ini dimaksudkan untuk menangkal segala bentuk
gangguan dari luar yang tidak menginginkan acara ini berlangsung. Lihat Booklet Pariwisata Negeri Sejiran
Setason, Dinas Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangka Barat, hal. 6. 15 Betamat adalah membaca surat-surat pendek dari al-Qur’an secara bergantian. Lihat Zulkifli, op. cit., hal. 54.
Biasanya pembacaan surat-urat pendek tersebut dimulai dari surat ad-Dhua sampai an-Naas. 16 Sunatan adalah upacara memotong ujung penis anak lelaki dalam ukuran tertentu. Lihat Yahya Andi Saputra,
Upacara Daur Hidup Adat Betawi, (Jakarta: Wedatama Wydia Sastra, 2008), cet. Pertama, hal. 17.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
26
03.00 WIB peserta (anak-anak) yang akan disunat berendam didalam air (di Aek
Kapong) kurang lebih selama 3 jam, kemudian kira-kira pukul 06.00-07.00
pelaksanaan sunatan yang dilakukan oleh mudim (tukang sunat kampung).
Setelah selesai, peserta sunatan diarak-arak keliling kampung dengan
menggunakan kereta hiasan dengan berbagai macam variasi. Setiap arak-arakan
yang dilakukan, baik arak-arakan tamat ngaji dan sunat kapong selalu diiringi
dengan semarang.
Dari kajian ini ada dua manfaat yang diharapkan. Petama, dapat
menambah pengetahuan tentang salah satu bagian dari tradisi orang Bangka
Belitung yang masih bertahan hingga saat ini, juga sebagai usaha untuk
memperkaya kepustakaan antropologi. Kedua, diharapkan agar menjadi informasi
yang penting bagi pemerintah mengenai tradisi masyarakat Bangka Belitung.
Juga sebagai pengetahuan untuk meninjau kembali program pengembangan
kebudayaan daerah dan bagi pengembangan pariwisata di Kabupaten Bangka
Barat, khususnya di kecamatan Simpang Teritip. Selain itu juga semoga dapat
menjadi informasi bagi kajian-kajian yang sejenis dengan cara memahami
bentuk-bentuk yang menyimpan makna bagi kehidupan orang banyak dan
bermanfaat untuk memahami tradisi-tradisi lain yang sejenis yang ada pada
masyarakat Bangka Belitung.
B. Kerangka Teori
Pernyataan Geertz yang menjelaskan bahwa kebudayaan dapat dilihat
pada peristiwa-peristiwa publik seperti ritual, festival atau perayaan tertentu
karena pada peristiwa-peristiwa tersebut orang mengekspresikan tema-tema
kehidupan sosial melalui tindakan simbolik. Sebagai sistem-sistem yang saling
terkait dari tanda-tanda yang dapat ditafsirkan (dengan mengabaikan pemakaian
yang sempit, akan disebut simbol-simbol), kebudayaan bukanlah sebuah kekuatan
untuk memberikan ciri kausal pada peristiwa-peristiwa sosial, perilaku-perilaku,
pranata-pranata, atau proses-proses. Lanjutnya, kebudayaan merupakan sebuah
konteks yang di dalamnya semua hal itu dapat dijelaskan dengan terang yakni
secara mendalam.17
Menurut Geertz, seorang antropolog dapat melakukan
interpretasi terhadap kejadian-kejadian atau kelakukan masyarakat dengan
memperlakukannya sebagai ‘teks’ (teks sosial), yakni sebagai model realitas dan
model untuk realitas sehingga dapat mengungkapkan makna di balik pola sosial
dimaksud.
Dalam tradisi, ‘teks’ tersebut berupaya menggambarkan kepada
masyarakat bagaimana berkelakuan.18
Eaton menjelaskan, bahwa ”tradisi-tradisi
agama yang ‘diturunkan’ atas manusia (meminjam frase yang sering digunakan
17 Clifford Geetz, Tafsir Kebudayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 2004) penerjemah: Francisco Budi Hardiman, cet.
7, hal. 17. 18 Zulkifli, Antropologi Sosial Budaya, (Bangka: Shiddiq Press, bekerjasama dengan Penerbit Grha Guru
Yogyakarta, 2008), cet. 1, hal. 87.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
27
al-Qur’an) mengaku menawarkan sebuah paspor menuju surga. Jika hal ini benar;
sesungguhnya ia merupakan kekayaan yang tak ternilai juga.”19
Tradisi sebagai
salah satu bagian dari kebudayaan sebagaimana telah dikemukakan oleh pakar
hukum F. Geny adalah fenomena yang selalu merealisasikan kebutuhan
masyarakat, yang merupakan asas setiap keadilan menetapkan bahwa kaidah
yang dikuatkan adat yang baku itu memiliki balasan materi yang diharuskan
hukum, yang tercermin dalam penghormatan tradisi yang baku dan perasaan
individu dengan rasa takut ketika melanggar apa yang telah dilakukan pendahulu
mereka.
Pewarisan tradisi tersebut dapat terjadi melalui pertunjukkan upacara adat
pada suatu masyarakat. Upacara di sini merupakan sumber pengetahuan tentang
bagaimana seseorang bertindak dan bersikap terhadap suatu gejala yang
diperolehnya melalui proses belajar dari generasi sebelumnya dan kemudian
harus diturunkan kepada generasi berikutnya.20
Ritual keagamaan yang
dibungkus dengan bentuk tradisi ini dilakukan secara turun temurun dan
berkelanjutan dalam periodik waktu tertentu, bahkan hingga terjadi akulturasi
dengan budaya lokal.21
Menurut Geertz, Upacara selalu mengingatkan manusia tentang
eksistensi mereka dan hubungan mereka dengan lingkungan, karena melalui
upacara warga suatu masyarakat dibiasakan untuk menggunakan simbol-simbol
yang bersifat abstrak yang berada pada tingkat pemikiran untuk berbagai kegiatan
sosial yang ada dalam kehidupan mereka sehari-hari.22
Inkulturasi bentuk upacara
tradisi keagamaan itu dipahami sebagai sesuatu yang berbeda atau variasi
(diferensiasi).23
Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh kebudayaan Indonesia dimasa
lalu yang masih mewarnai tradisi keagamaan sampai sekarang, yaitu adanya
dualisme kebudayaan yang menunjukkan dua sub sistem dalam masyarakat
tradisional.
Tradisi keagamaan yang dinamakan dengan Sedekah Kampung yang
berkembang dilingkungan pedesaan, khusunya di desa Peradong kecamatan
Simpang Teritip berbeda dengan di tempat lainnya. Walaupun maksud dari
pelaksanaan tersebut sama, namun corak dan gayanya berbeda. Tidak menuntut
kemungkinan adanya pengaruh atau perembesan budaya, dari budaya yang
dipandang lebih tinggi, yang biasanya memancarkan sinarnya kepada budaya
rakyat atau desa. Sedekah kampung tergolong sebagai upacara jenis ceremony
karena Sedekah Kampung merupakan tingkah laku pengukuhan dari pernyataan
kelompok terhadap situasi tertentu, sebagai pengungkapan rasa syukur atas
19 Charles Le Gai Eaton, Zikir: Nafas Peradaban Modern, penerjemah: Zainul Am, (Bandung: Pustaka Hidayah,
2003), cet. Ketiga, hal. 162. 20 Irwan Abdullah, op. cit.,, hal. 4. 21 Irwan Abdullah, dkk, (ed.), Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global, (Yogyakarta: Sekolah
Pasca Sarjana UGM, 2008), cet. I, hal. 187. 22 Irwan Abdullah, op. cit., hal. 3-4. 23 Y. Sumandiyo Hadi, Seni dalam Ritual Agama, (Yogyakarta: Buku Pustaka, 2006), cet. II, hal. 60.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
28
anugerah yang telah diberikan oleh Sang Pencipta. Studi terhadap aneka macam
ritus keagamaan bisa dimaknai sebagai upaya memahami budaya materi yang
memiliki maksud umum, bahwa benda juga mengkomunikasikan arti seperti
halnya bahasa.24
Pendekatan yang digunakan untuk mengkaji ritual dalam tradisi Sedekah
Kampung ini adalah pendekatan yang dikembangkan oleh Leslie White dan
Julian Steward; ’materialis kultural’, bahwa struktur sosial dan suprastruktur
ideologi ditentukan oleh mode produksi dan mode reproduksi masyarakat, yang
menjelaskan tentang cara-cara manusia dengan sarana kebudayaan yang
dimilikinya memanipulasi dan membentuk ekosistem sendiri. Sehingga pada
akhirnya menghasilkan keragaman konfigurasi dan sistem budaya.25
Pendekatan ini dikenal juga sebagai ’neo-evolusionisme’ atau ’ekologi
budaya’ yang menjelaskan bahwa cara-cara khas yang digunakan masyarakat
untuk menghadapi keharusan itu pada tempat dan waktu yang berlainan,
setidaknya dapat memberikan sebagian jawaban tentang cara masyarakat tersebut
mengorganisasikan kehidupan ekonomi dan sosial, menciptakan ritual
keagamaan, dan mengembangkan pandangan serta keyakinan artistik di samping
mengembangkan falsafahnya. Dengan pendekatan ini berarti kita melihat
bagaimana masyarakat menjalankan, melanggar, dan memanipulasi norma-norma
dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Sedekah Kampung tersebut. Tradisi
ini dilakukan biasanya dihubungkan dengan keinginan-keinginan masyarakat,
maksud-maksud, tujuan-tujuan, dan arti yang dirumuskan secara eksplisit.
C. Metodologi penelitian
Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah masyarakat Desa Peradong Kecamatan
Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat yang diperoleh dari nara sumber dan
informan, yaitu tetua adat (sebagai sumber utama) dan masyarakat sekitar sebagai
informan.
Jenis Data
Dari sumber data yang telah dihimpun di lapangan, maka jenis data yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang merupakan bentuk luar dari ciri-
ciri yang teramati yang membantu dalam memahami interpretasi yang
dikemukakan oleh narasumber dan informan, yaitu data yang dihimpun, yang
berhubungan dengan ritual tradisi Sedekah kampung, kehidupan beragama, nilai
pendidikan Islam dan aktivitas kebiasaan masyarakat Desa Peradong.
24 Irwan Abdullah, dkk, (ed.), op. cit., hal. 188. 25 Zulkifli, ibid., hal. 69.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
29
Metode Pengumpulan Data
1. Wawancara mendalam dan langsung (indepth interview) kepada narasumber
dan informan. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data berupa sejarah
dilaksanakannya Sedekah Kampung, ritual dan tujuan dilaksanaannya.
2. Observasi langsung terlibat (participant observation), teknik/metode ini
digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta empirik yang tampak (kasat mata)
dan guna memperoleh dimensi-dimensi baru untuk pemahaman konteks
maupun fenomena yang diteliti,26
yang digunakan untuk mendapatkan data
mengenai ritual upacara tradisi Sedekah Kampung.
3. Dokumentasi, metode ini merupakan pengumpulan data yang mendukung
kegiatan penelitian, yaitu tentang keadaan realitas sosial budaya masyarakat
Desa Peradong.
Analisis Data
Setelah semua data terkumpul dan dihimpun, selanjutnya dilakukan
analisis data. Dalam penelitian kualitatif ini, data yang terkumpul dianalisis setiap
waktu secara induktif selama penelitian berlangsung dengan mengolah bahan
empirik synthesizing, supaya dapat disederhanakan ke dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca, dipahami, dan diinterpretasikan.27
Analisis data dalam penelitian
ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menghubungkan dan
menafsirkan hasil data kemudian memberi kesimpulan induktif28
berdasarkan/berkenaan dengan kualitas atau mutu, juga disebut dengan analisis
data kualitatif, yaitu data yang berhubungan dengan katagorisasi, karakteristik
atau sifat sesuatu; misalnya baik, sedang, kurang baik, dan tidak baik, biasanya
data ini tidak berhubungan dengan angka-angka.29
26 Widodo, Cerdik Menyusun Proposal Penlitian Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Jakarta: Yayasan Kelopak, 2004),
cet. kedua, hal. 50. 27 Y. Sumandiyo Hadi, op. cit., hal. 78. 28 Ermiwati, “Dampak Adat Istiadat Terhadap Kehidupan Keagamaan Masyarakat Islam Suku Mapur Dusun
Pejem Desa Gunung Pelawan Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka”, Skripsi, Fakultas Dakwah STAIN
Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung, Sungailiat, 2007, hal. 9. 29 Bahmi Baid, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bangka: STAI YPTIB, 2004), hal. 46.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
30
BAB 2 POTRET MASYARAKAT PERADONG
A. Asal Mula Desa Peradong
Masyarakat Peradong pada awalnya tinggal di daerah perbukitan dan
pesisir pantai, kemudian mereka bercocok tanam di daerah tersebut. Setelah
sekian lama tinggal, mereka merasa butuh tempat untuk bermukim (menetap
dalam sebuah perkampungan). Setelah dilakukan pertemuan untuk menentukan
tempat bermukim, maka diutuslah salah seorang di antara mereka untuk
menelusuri daerah tersebut dan mencari tempat yang cocok untuk dijadikan
tempat bermukim. Kemudian ditemukanlah tempat tersebut, yaitu di kawasan
dataran rendah dekat dari sungai yang kemudian sungai tersebut dinamakan
dengan Sungai Pelangas. Dinamakan dengan Sungai Pelangas karena sumber
aliran sungai tersebut berasal dari Gunung Pelangas, yang alirannya melewati
Desa Berang hingga ke Desa Peradong. Dari Desa Peradong aliran sungai
mengalir hingga ke pesisir pantai dan bertemu dengan air laut. Pertemuan antara
air sungai dengan air laut tersebut disebut dengan ’muara’,30
atau masyarakat
setempat biasa mengenalnya dengan sebutan ’kuala’. Pantai tersebut kemudian
dinamakan dengan Pantai Mesirak dan 200 meter berikutnya ada juga pantai yang
dinamakan dengan Pantai Metibak. Kedua pantai ini bila ditelusuri menuju
hingga ke Pantai Tanjung Ular yang berada di daerah Muntok kabupaten Bangka
Barat.
30 Muara adalah tempat berakhirnya aliran sungai di laut, danau, atau sungai lain; sungai yang dekat
dengan laut. Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1990), cet. ketiga, hal. 593.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
31
Setelah itu mulailah penduduk melakukan penggarapan di tempat mukim
(tempat tinggal) yang baru tersebut. Seperti diceritakan oleh Kek Jemat tetua adat
Desa Peradong (dikenal sebagai dukun kampung), bahwa “sewaktu penduduk
tersebut mulai melakukan penggarapan tempat mukim yang baru tersebut, banyak
kayu-kayu (pohon) besar yang harus ditebang”.31
Kayu tersebut dikenal penduduk
dengan sebutan kayeow Peradong yang besarnya sampai tige pelok (tiga pelukan
orang dewasa). Untuk menebang kayu tersebut menurut tetua adat harus
menggunakan/memberikan sesajen (sesembahan), berupa bubur puteh mirah32
ditambah dengan pulot item33
dan telok ayem butet.34
Inilah cikal bakal berdirinya Desa Peradong (Kapong Peradong).
Mungkin dinamakan demikian karena banyaknya kayu Peradong yang besar-
besar. Bahkan menurut Kek Jemat bahwa; ”Kapong Peradong ik adelah kapong
yang paling dulok kalei ade di wilayah kita suwat ik (di Kecamatan Simpang
Teritip, Kelapa, Jebus dan sekitar Muntok)”.35
(Kampung Peradong ini adalah
kampung–desa–dusun yang paling pertama kali ada di wilayah kita sekarang ini
(di Kecamatan Simpang Teritip, Kelapa, Jebus, dan sekitar Muntok)).
Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, memang benar Desa
Peradong merupakan desa yang pertama kali, tetapi hanya di sekitar Kecamatan
Simpang Teritip, khususnya di sekitar Desa Pangek, Air Nyatoh, dan Berang.
Seperti diceritakan oleh Atok Pardi (dikenal masyarakat dengan panggilan Mang
Pek) bahwa Desa Pangek, Air Nyatoh, dan Berang merupakan desa yang tanahya
pemberian dari tanah milik Desa Peradong.36
Hal ini juga dibenarkan oleh Nek
Limah, bahwa seingat beliau yang sekarang telah berumur 90-an lebih tahun,
Kampung Peradong sudah menjadi tempat tinggal masyarakat.37
Menurut beliau,
bahwa Kampung Peradong telah ada semasa penjajahan Belanda. Untuk
keberadaannya tidak diketahui apakah Kampung Peradong telah ada sebelum
penjajahan Belanda atau semasa penjajahan Belanda. Pada masa itu, untuk
jabatan kepala desa masih menggunakan istilah Gegading.38
31 Kutipan di atas adalah terjemahan bebas dari penulis. Wawancara dengan Kek Jemat, Desa Peradong di
Ume (ladang)–nya, hari Sabtu tanggal 10 Januari 2009. 32 Bubur yang warnanya harus putih dan merah, biasanya terbuat dari beras dicampur dengan santan
Kelapa. 33 Pulot/pulut (Jawa) adalah makanan yang terbuat dari beras ketan/pulut yang dimasak menggunakan
santan Kelapa sebagai airnya. Untuk memasaknya seperti halnya memasak nasi biasa. 34 Telok ayem butet adalah telur ayam yang tunggal. 35 Wawancara dengan Kek Jemat, Desa Peradong di Ume (ladang)–nya, hari Sabtu tanggal 10 Januari
2009. 36 Wawancara dengan Atok Pardi, di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 11 Juli 2009. 37 Wawancara dengan Nek Limah, di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 11 Juli 2009. 38 Gegading adalah jabatan tertinggi dalam pemerintahan desa yang dikenal sekarang dengan kepala desa.
Nama-nama yang pernah menjabat sebagai gegading di Desa Peradong pada masa penjajahan Belanda hingga
Jepang, seperti yang diceritakan oleh Atok Pardi (Wawancara, tanggal 11 Juli 2009) sebagai berikut; 1) Kek
Manar, 2) Kek Bakri, 3) Bang Cit dari Muntok, 4) Bang Oemar dari Muntok, 5) Kek Jakfar dan 6) Kek Muen.
Untuk masa jabatannya tidak diketahui.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
32
B. Letak Wilayah
Desa Peradong mempunyai dua dusun, yaitu Dusun Peradong dan Dusun
Menggarau. Antara Dusun Peradong dan Dusun Menggarau dibatasi oleh Sungai
Pelangas. Desa Peradong menempati wilayah seluas 40 Km², memiliki tanah
basah seluas 5,6 ha, hutan lindung seluas 221 ha, hutan produksi seluas 272 ha,
dan hutan konversi seluas 165 ha.39
Secara administratif batas wilayah Desa
Peradong, di sebelah utara berbatasan dengan Desa Air Nyatoh, sebelah selatan
berbatasan dengan Desa Pengek, sebelah barat berbatasan dengan Laut Natuna,
dan sebelah timurnya berbatasan dengan Desa Berang dan Desa Ibul. Dengan
orbitasi jarak tempuh ke ibu kota kecamatan sekitar 5 Km, jarak ke ibu kota
kabupaten sekitar 39 Km, dan jarak tempuh ke ibu kota provinsi sekitar 105 Km.
Gambar 1
Peta Kecamatan Simpang Teritip dan Desa Peradong
Kabupaten Bangka Barat
C. Kondisi Geografis
Secara geografis terletak pada 105˚.00-106˚.00 detik Bujur Timur dan
01˚.00-02˚.00 menit Lintang Selatan dengan curah hujan rata-rata 100 mm per
bulan atau sekitar enam bulan jumlah bulan hujan (tergolong iklim tropis dan
basah), dan suhu udaranya berkisar antara 23,5˚C sampai maksimum 31,1˚C.40
Sebagian besar wilayahnya adalah dataran rendah, sebelah barat berupa
pesisir pantai, sedangkan sebelah timur dan utara berupa bukit dan hutan tropis.
39 Sumber dari Arsip Desa Peradong Tahun 2007. 40 Sumber dari Arsip Desa Peradong Tahun 2008 sampai awal 2009.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
33
Desa Peradong juga memiliki sungai kecil dan cadangan hutan yang luas, iklim
dan curah hujan yang relatif merata sepanjang tahun sangat menguntungkan bagi
pertanian dan nelayan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
D. Penduduk
1. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data kependudukan, Desa Peradong memiliki jumlah
penduduk 1546 jiwa dari jumlah laki-laki 771 jiwa dan perempuan 775 jiwa
yang terdiri dari 323 kepala keluarga (KK) dengan pertumbuhan penduduk
rata-rata 2% per tahun.41
Dilihat dari asal penduduk, sebagian besar (90%) merupakan
penduduk asli keturunan masyarakat Desa Peradong (Melayu) dan Tionghoa
(Cina), selebihnya sekitar 10% merupakan pendatang yang berasal dari luar
daerah, seperti Sumatra, Bangka, dan Jawa.
Tabel 1
Data usia penduduk tahun 2008
NO. USIA JUMLAH PERSENTASE
(%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
0 – 5 tahun
6 – 12 tahun
13 – 20 tahun
21 – 30 tahun
31 – 50 tahun
51 – di atas 60 tahun
167
186
204
269
456
262
10,80
12,03
13,20
17,40
29,50
16,95
Jumlah Total 1546 100 %
Sumber: Arsip Desa Peradong
2. Agama dan Kepercayaan
Sebagian besar penduduk Desa Peradong beragama Islam (98,6%)
dari jumlah penduduk 1546 jiwa, yaitu 1521 orang dan 25 orang beragama
Budha. Jumlah rumah ibadah yang ada di Desa Peradong terdiri dari:
• Masjid : 2 Buah
• Mushalla : 2 Buah
• Kelenteng : 1 Buah (tidak difungsikan lagi)
Jumlah tersebut, satu masjid dan dua mushalla terdapat di Dusun
Peradong dan masjid yang satunya terdapat di Dusun Menggarau. Sedangkan
satu buah kelenteng tersebut terdapat di Dusun Menggarau dengan keadaan
tidak difungsikan lagi karena telah dialihkan ke kecamatan (di lingkungan
mayoritas orang Cina).
41 Ibid.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
34
3. Mata Pencaharian Pada umumnya masyarakat Desa Peradong tergolong masyarakat
kehidupan sederhana dan tradisional. Tingkat ketergantungan hidup pada
kekayaan alam seperti laut, sungai, tanah, hutan, dan tambang timah masih
relatif tinggi. Seperti keterangan dalam Selayang Pandang Kabupaten
Bangka bahwa masyarakat Bangka secara turun temurun mengembangkan
tanaman karet, sahang (lada), kelapa, dan kelapa sawit yang sebagian besar
hasilnya diperdagangkan ke luar daerah atau ke luar negeri.42
Tabel 2
Mata Pencaharian Pokok masyarakat Desa Peradong
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Persentase
(%)
1
2
3
4
5
6
Petani
Buruh/Swasta
Pegawai Negeri Sipil
(PNS)
Pedagang
Nelayan
142
68
7
43
15
5
orang
orang
orang
orang
orang
orang
45,08
24,29
2,22
13,65
4,76
1,59
Jumlah 280 orang 100 %
Sumber: Arsip Desa Peradong
Berdasarkan tabel di atas, membuktikan bahwa masyarakat Peradong
sangat ketergantungan kepada kekayaan alam, terutama dalam hal pertanian
yang menunjukkan jumlahnya lebih tinggi sebagai mata pencaharian pokok.
Secara garis besar masyarakat Peradong tergolong tingkat
penghasilan menengah ke bawah per bulannya, yang menunjukkan kehidupan
tergolong kelompok ekonomi lemah. Untuk jumlah penghasilan rata-rata
masyarakat Peradong dapat dilihat pada tabel III. Hal ini berdasarkan tingkat
hidup masyarakat di Bangka Belitung yang relatif tinggi dan berdasarkan
Upah Minimum Kabupaten (UMK) Bangka Barat tahun 2009, yaitu Rp.
978,000,- per bulan.
Kebodohan menyebabkan mereka dalam berusaha memenuhi
kebutuhan hidup masih dengan cara tradisional yang diajarkan turun temurun.
Pertanian dan perkebunan merupakan usaha pokok yang dilakukan
masyarakat Peradong sebagai sumber kehidupan. Umumnya masyarakat
Peradong bertani di lahan yang dimilikinya dalam jangka waktu lama dengan
ragam tanaman yang kualitas dan kuantitasnya rendah. Artinya tanaman
tersebut hasil dari pembibitan masyarakat sendiri, yang tentunya diambil dari
tanaman mereka yang terdahulu. Sehingga tidak memungkinkan untuk
menghasilkan kualitas yang baik.
42 Pemerintah Kabupaten Bangka, Selayang Pandang Kabupaten Bangka, (Bangka: 2003), hal. 22.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
35
Hasil pertanian hanya dipergunakan sendiri dan sebagian kecil dijual.
Keterbatasan modal dan sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini
menjadikan petani dan nelayan di Desa Peradong terpuruk dalam
perekonomian yang lemah. Pola kehidupan sederhana dengan menerima apa
adanya adalah yang dijalani masyarakat setempat.
Di samping pertanian dan perkebunan, masyarakat Peradong juga
sebagai pedagang, wiraswata, dan nelayan yang merupakan mata pencaharian
pokok. Selain itu juga masyarakat Peradong sebagai budidaya (perikanan),
peternak, dan sebagai buruh harian tambang inkonvensional (TI). Pekerjaan
ini mereka lakukan sebagai pilihan alternatif untuk menunjang dan
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Tabel 3
Penghasilan Rata-rata masyarakat Desa Peradong perbulan
No Penghasilan rata-rata /bulan Jumlah Persentase
(%)
1
2
3
4
5
6
Di atas 2.000.000
1.500.000 – 2.000.000
1.000.000 – 1.500.000
750.000 – 1.000.000
500.000 – 750.000
Di bawah 500.000
3
10
37
53
112
65
orang
orang
orang
orang
orang
orang
1,07
3,58
13,21
18,93
40
23,21
Jumlah 280 orang 100 %
Sumber: Arsip Desa Peradong
4. Pendidikan
Pendidikan wajib belajar sembilan tahun di Desa Peradong belum
terlaksana dengan baik, hal ini faktor utamanya dikarenakan di Desa
Peradong belum memiliki sekolah lanjutan dan rendahnya minat orang tua
untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang selanjutnya. Orangtua yang
anaknya ingin melanjutkan ke sekolah lanjutan pertama harus keluar dari
desa tersebut, sekolah lanjutan pertama (SLTP) hanya ada di ibu kota
kecamatan, yaitu di Simpang Teritip dengan jarak tempuh sekitar 5 km atau +
5-10 menit jika menggunakan kendaraan bermotor, karena faktor jalan yang
rusak (banyak berlubang). Untuk jenjang SLTA juga harus ke ibu kota
kecamatan, sedangkan untuk perguruan tinggi (PT) harus ke luar kabupaten,
karena di Kabupaten Bangka Barat hanya ada Universitas Terbuka (UT),
itupun khusus bagi guru. Hal ini tentu saja sangat memberatkan bagi pihak
orangtua karena lokasi sekolah lanjutan di luar daerah banyak membutuhkan
biaya, baik untuk biaya kebutuhan sekolah maupun biaya transport.
Penyebabnya, karena penghasilan mereka tidak sesuai dengan kebutuhan
yang diperlukan. Hal ini juga yang menyebabkan angka lulusan tingkat
pendidikan minim.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
36
Masyarakat Peradong dengan angka lulusan tingkat pendidikan
minim, sangat mempengaruhi perkembangan dan pertahanan ekonomi
masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dapat dilihat dari angka
tersebut, yang lulusan sarjana (S1) hanya dua orang itupun bukan dari
perguruan tinggi formal, melainkan dari UT (universitas terbuka). Sedangkan
untuk lulusan D2 4 orang (UT), SMA 25 orang, SMP 48 orang dan SD hanya
92 orang untuk tahun kelulusan hingga tahun 2008, selebihnya tidak tamat
sekolah dan tidak sekolah sama sekali. Untuk tempat menyelenggarakan
pendidikan tersebut, di Desa Peradong hanya terdapat 1 SD Negeri (SDN 6
Simpang Teritip) dan 1 PAUD.
Tabel 4 Data pendidikan masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan
Tahun 2007-2008
Pendidikan Berdasarkan Tingkat
Pendidikan No
Jenjang Pendidikan Jumlah
Keterangan Persentase
(%)
1 Belum sekolah 94 orang - 19,67
2 Usia 7 – 45 tahun tidak
pernah sekolah 117 orang - 24,48
3 Tidak Tamat SD 96 orang - 20,08
4 SD 92 orang Tamat 19,25
5 SMP 48 orang Tamat 10,04
6 SMA 25 orang Tamat 5,23
7 D1 - -
8 D2 4 orang Tamat 0,84
9 D3 - -
10 D4 - -
11 S1 2 orang Tamat 0,42
12 S2 - -
Jumlah Total 478 orang - 100 %
Sumber: Arsip Desa Peradong
Banyaknya jumlah masyarakat yang hanya tamat SD dan yang tidak
sekolah dipengaruhi oleh tingkat ekonomi yang tergolong rendah dan
rendahnya minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah
lanjutan. Faktor tersebut karena kurang terpenuhinya biaya kehidupan sehari-
hari, yang hanya banyak mengharapkan hasil dari kekayaan alam, walaupun
ada sebagian masyarakat berprofesi sebagai pedagang, wiraswasta dan
pegawai negeri.
Akibat dari tidak terpenuhinya biaya hidup, banyak anak-anak yang
menjadi korban harus bekerja membantu orangtua. Di antara mereka ada
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
37
Asli
Pendatang
Penduduk
Melayu
Tionghoa
Sumatra
Jawa
Bangka
yang melimbang timah, sebagian lagi menjadi pekerja tambang
inkonvensional (TI), bahkan menjadi kuli nelayan sebagai penjemur ikan
asin, dan lain sebagainya.
5. Etnis
Secara etnis penduduk asli Desa Peradong dikelompokkan menjadi
dua, yaitu; Pertama, kelompok Melayu yang hidup menetap dan berintegrasi
dengan penduduk sekitar, yaitu; Air Nyatoh, Pangek, Simpang Teritip,
Berang, Ibul, Pelangas, Simpang Gong, dan Mayang. Kedua, kelompok
Tionghoa (Cina) yang sebagian telah memeluk agama Islam dan sebagian
besar berpindah ke daerah lain.
Gambar 2
Skema penduduk asli dan pendatang
Tabel 5 Data etnis masyarakat Desa Peradong berdasarkan data Profil Desa tahun 2007
No Etnis Jumlah Persentase
(%)
1
2
Asli
Pendatang
Melayu
Tionghoa
Sumatra
Jawa
Bangka
1321
25
35
25
140
orang
orang
orang
orang
orang
85,44
1,61
2,3
1,61
9,05
Jumlah 1546 orang 100 %
Sumber: Arsip Desa Peradong
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
38
E. Sosial dan Budaya
Dalam kehidupan sehari-hari, di Desa Peradong belum mempunyai
kendaraan umum untuk alat transpotasi, yang ada hanyalah kendaraan pribadi
beroda empat yang dijadikan pengganti alat transportasi tersebut. Di samping itu,
kendaraan bermotor juga dijadikan sebagai alat transportasi. Untuk sarana jalan
umum, di Desa Peradong sudah cukup baik, walaupun aspal jalannya sudah
banyak yang berlubang. Penerangan di Desa Peradong telah menggunakan aliran
listrik umum (PLTD) dari Muntok sejak tahun 1997.
Masyarakat Desa Peradong pada mulanya tinggal di perbukitan kawasan
desa tersebut yang selanjutnya berpindah ke daerah dataran. Kemudian mereka
membuat pemukiman menjadi kampung yang terus bertambah dan menyebar
menjadi dua wilayah yang dibatasi oleh Sungai Pelangas. Wilayah tersebut
dinamakan dengan Peradong (sebagai desa induk) dan Menggarau (yang
dijadikan sebagai dusun), sekarang telah ditambah menjadi 2 dusun, yaitu di
tambah dengan Dusun Rimbak sebagai dusun baru.
Secara kebudayaan, masyarakat desa Peradong memiliki beberapa tradisi
yang telah turun temurun dilakukan, yaitu Sure43
(nge-bubur campur-campur)
setiap tanggal 10 Muharram, Sedekah Ruwah44
bulan Sya’ban dan Sedekah
Kampung setiap bulan Maulud (Rabiul Awwal). Dua dari tradisi yang
dimeriahkan adalah Sure dan Sedekah Kampung.
F. Pemerintahan Desa
Pemerintahan Desa Peradong secara administrasi sudah berjalan lancar,
dengan disiplin 5 hari jam kerja sesuai dengan jam kerja Pemerintah Kabupaten
Bangka Barat. Sebelum menggunakan istilah ’kepala desa’ sebagai jabatan
tertinggi dalam pemerintahan desa,45
di Desa Peradong menggunakan istilah
’gegading’. Istilah tersebut berubah setelah Indonesia merdeka. Periode jabatan
kepala desa pada waktu itu selama 10 tahun, setelah tahun 2000 baru kemudian
dengan 5 tahun periode jabatan. Untuk jabatan sebagai kepala desa di Desa
Peradong pertama kali dijabat oleh Saidi (tahun 1978-1986), kemudian
digantikan oleh anaknya Almin dengan masa dua periode jabatan (tahun 1986-
1994 dan tahun 1994-2002), namun diperiode kedua tidak sampai habis masa
43 Sure adalah upacara nge-bubur campur-campur yang dilakukan di halaman masjid secara bersama-sama
(gotong-royong). Dahulunya harus 44 macam bahan untuk campurannya, namun sekarang yang penting lebih
dari 3 macam. Untuk bahan-bahannya diperoleh dari masyarakat setempat yang dikeluarkan dengan suka rela.
Biasanya setelah bubur masak, dilakukan ritual agama (selamatan/Nganggung) dan selanjutnya bubur tersebut
dibagikan kepada masyarakat untuk dibawa pulang dalam tempat yang telah mereka sediakan. 44 Sedekah Ruwah adalah upacara Nyepiang Kubur (membersihkan kuburan) desa. Masing-masing
keluarga membersihkan kuburan sanak familinya. Keunikan dari upacara tersebut karena membersihkan
kuburan dilakukan secara serentak (dalam satu hari), walaupun di hari yang lain masih ada yang
membersihkannya. Biasanya bagi yang membersihkan kuburan di hari yang lain dikarenakan berhalangan atau
karena faktor jarak yang jauh dan lain sebagainya. 45 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Pasal 13 tentang Desa, Pemerintahan Desa
adalah kegiatan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
39
jabatan. Ia digantikan oleh Piker sebagai pengganti sementara (Pgs) selama satu
tahun (1999-2000), kemudian dilanjutkan oleh Roni (Pgs) selama dua tahun
(2000-2002).46
Pada tahun 2002, jabatan kepala desa dijabat oleh Kardin (periode 2002-
2007). Ia menjabat sebagai kepala desa hanya sampai tiga tahunan dari periode
jabatannya. Kemudian ia digantikan oleh Runi Pardi, yang menjabat selama satu
tahun (2006-2007). Kardin berhenti menjabat sebagai kepala desa bukan karena
ia tidak sanggup lagi untuk memimpin pemerintahan desa, tetapi ia dilengserkan
oleh masyarakat. Ia dilengserkan karena dianggap masyarakat tidak pantas lagi
menjabat sebagai kepala desa, dan kebetulan juga dia bukan penduduk asli Desa
Peradong.
Pada tahun 2007, pemilihan kepala desa dilakukan dengan sistem
demokrasi. Ada empat calon yang lolos dari seleksi administrasi, yaitu Runi
Pardi, Rahman, Dahlan, dan Haidir. Setelah dilakukan pemilihan, akhirnya Runi
Pardi terpilih sebagai kepala desa periode 2007-2012. Ia menjabat sebagai kepala
desa hingga sekarang. Dalam menjalankan tugasnya, kepala desa dibantu oleh
perangkat desa dan Badan Permusyawarahan Desa (BPD).
46 Wawancara dengan Acuhan, di Pelangas tanggal 14 Maret 2009.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
40
BAB 3 KEHIDUPAN BERAGAMA
1. Pengertian Kehidupan Beragama
Kata kehidupan berasal dari kata dasar ’hidup’ yang berarti mengalami
kehidupan dalam keadaan atau dengan cara tertentu. Kata dasar hidup ini dibubuhi awalan
”ke-” dan akhiran ”-an” menjadi kehidupan dan berarti; perihal, keadaan, dan sifat
hidup.47
Sedangkan beragama yang berasal dari kata dasar agama, merupakan
kepercayaan kepada Tuhan (dewa, dan sebagainya) dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu,48
setelah dibubuhi awalan
”ber-” menjadi beragama berarti menganut (memeluk) agama; beribadah dan taat kepada
agama; baik hidupnya (menurut agama).49
Agama, religi atau dien pada umumnya merupakan suatu sistema credo ’tata
keimanan’ atau ’tata keyakinan’ atas adanya sesuatu Yang Mutlak di luar manusia. Selain
itu, ia juga merupakan suatu sistema ritus ’tata peribadahan’ manusia kepada sesuatu
yang dianggap Yang Mutlak, juga sebagai sistema norma ’tata kaidah’ yang mengatur
hubungan antara manusia dengan manusia alam lainnya sesuai dan sejalan dengan tata
keimanan dan tata peribadahan itu.50
Jadi kehidupan beragama merupan keadaan sesuatu
yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama atau keadaan kehidupan yang mencerminkan
pelaksanaan ajaran-ajaran agama yang terlihat pada tingkah laku dalam kehidupan sehari-
hari.
47 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., hal. 306-307. 48 Ibid., hal. 18. 49 Ibid., hal. 9. 50 Endang Saefuddin Anshari, Wawasan Islam: Pokok-pokok Pikiran Tentang Paradigma dan Sistem Islam,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2004), cet. I, hal. 30.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
41
Perbuatan manusia yang bersifat keagamaan dipengaruhi dan ditentukan oleh
tiga fungsi berikut:
a. Cipta (Reason) merupakan fungsi intelektual jiwa manusia. Melalui cipta manusia
dapat manilai dan membandingkan dan selanjutnya memutuskan suatu tindakan
terhadap stimulan tertentu. Cipta berperan untuk menentukan benar atau tidaknya
ajaran suatu agama berdasarkan pertimbangan intelek seseorang.
b. Rasa (Emotion) adalah suatu tenaga dalam jiwa manusia yang banyak berperan
dalam membentuk motivasi dalam corak tingkah laku seseorang. Rasa menimbulkan
sikap batin yang seimbang dan positif dalam menghayati kebenaran ajaran agama.
c. Karsa (Will) merupakan fungsi eksekutif dalam jiwa manusia. Karsa berfungsi
mendorong timbulnya pelaksanaan doktrin sebagai ajaran agama berdasarkan fungsi
kejiwaan yang menimbulkan amalan-amalan atau praktik keagamaan yang benar dan
logis.51
2. Unsur-unsur Kehidupan Beragama
Agama Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits pada dasarnya
memiliki tiga unsur atau pokok-pokok ajaran, yaitu; Iman, Islam, dan Ihsan. Ada juga
yang membaginya menjadi aqidah dan syari’ah52
saja, dan ada lagi yang membaginya
menjadi aqidah, ibadah, dan muamalah.53
Pembagian pokok-pokok ajaran Islam tersebut yang akan penulis uraikan sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Endang Saefuddin Anshari, bahwa garis besar agama
Islam meliputi; aqidah, syari’ah, dan akhlak.54
Sebelum menguraikan lebih lanjut
mengenai pokok-pokok ajaran Islam tersebut, terlebih dahulu akan penulis uraikan
tentang Iman, Islam, dan Ihsan sebagai perbandingan.
a. Iman, dalam arti khusus adalah arkanul iman, rukun iman yang enam, yaitu; iman
kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, rasul-Nya, qadha dan qadar, yang dalam
pengertian luas sama dengan dienul Islam.
b. Islam, dalam arti khusus adalah arkanul Islam, rukun Islam yang lima, yaitu;
syahadatain, shalat, puasa, zakat, dan haji, yang dalam arti luas sama dengan dienul
Islam. Seperti firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 19 dan 85 dan surat Al-
Maidah ayat 5:
¨βÎ) šÏe$!$# y‰ΨÏã «!$# ÞΟ≈n= ó™ M}$# 3 $ tΒuρ y#n= tF ÷z$# šÏ% ©!$# (#θ è?ρé& |=≈tG Å3ø9$# �ωÎ) .ÏΒ Ï‰÷è t/ $tΒ
ãΝ èδ u!% y ÞΟù= Ïèø9$# $J‹ øó t/ óΟ ßγoΨ÷�t/ 3 tΒuρ ö� à�õ3tƒ ÏM≈tƒ$ t↔Î/ «!$# χ Î*sù ©!$# ßìƒ Î� | É>$|¡Ït ø:$# ∩⊇∪
51 Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), cet. Ketujuh, hal.29-31. 52 Dikutip dari Ermiwati, op. cit., hal. 15. 53 Ibid. 54 Endang Saefuddin Anshari, op. cit., hal. 44.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
42
Artinya: ”Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada
berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab55
kecuali sesudah
datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di
antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya (QS. Ali Imran: 19).”56
tΒ uρ Æ" tGö;tƒ u�ö& xî ÄΝ≈ n=ó™ M} $# $YΨƒ ÏŠ n= sù Ÿ≅ t6 ø) ムçµ÷Ψ ÏΒ uθ èδ uρ ’ Îû Íο t�Åz Fψ $# z ÏΒ zƒ Ì� Å¡≈ y‚ ø9$# ∩∇∈∪
Artinya: ”Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi (QS. Ali Imran: 85).”57
tΠ öθ u‹ ø9$# ¨≅ Ïm é& ãΝ ä3 s9 àM≈ t6 Íh‹ ©Ü9$# ( ãΠ$yè sÛ uρ tÏ%©! $# (#θ è?ρ é& |=≈ tGÅ3 ø9$# @≅ Ïm ö/ä3 ©9 öΝ ä3 ãΒ$yè sÛ uρ @≅ Ïm öΝ çλ °; ( àM≈ oΨ |Á ós çRùQ$# uρ
z ÏΒ ÏM≈ oΨÏΒ ÷σ ßϑø9$# àM≈ oΨ |Á ós çRùQ$# uρ z ÏΒ tÏ%©! $# (#θ è?ρ é& |=≈ tGÅ3 ø9$# ÏΒ öΝ ä3 Î= ö6 s% !# sŒ Î) £ èδθ ßϑçF ÷� s?# u £ èδ u‘θ ã_ é& t ÏΨ ÅÁ øt èΧ
u�ö& xî t Ås Ï�≈ |¡ãΒ Ÿω uρ ü“É‹ Ï‚ −GãΒ 5β# y‰ ÷{ r& 3 tΒ uρ ö� à� õ3 tƒ Ç≈ uΚƒ M} $$Î/ ô‰ s) sù xÝ Î6 ym … ã& é# yϑtã uθ èδ uρ ’ Îû Íο t�Åz Fψ $# z ÏΒ zƒ Î�Å£≈ sƒ ø: $# ∩∈∪
Artinya: ”Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan)
orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu
halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita yang
menjaga kehormatan58
di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-
wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-
Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka
dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak
(pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah
beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya
dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi (QS. Al-Maidah: 5).”59
c. Ihsan, dalam arti khusus sering disamakan dengan akhlak, yaitu tingkah laku dan
budi pekerti yang baik menurut Islam dan dalam arti luas sama dengan dienul
Islam yang pada garis besarnya terdiri dari akidah dan ibadah dalam arti yang
luas.
Yang dimaksud dengan dienul Islam dalam uraian di atas adalah satu sistem
kaidah dan tata kaidah yang mengatur segala perikehidupan dan penghidupan
manusia dalam berbagai hubungan, baik hubungan manusia dan Tuhannya, sesama
55 Maksudnya ialah Kitab-Kitab yang diturunkan sebelum Al-Qur’an. 56 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Asy-Syifa’, 1998), hal.40. 57 Ibid., hal. 48. 58 Ada yang mengatakan wanita-wanita yang merdeka. 59 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, op. cit., hal. 86.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
43
manusia, dan hubungan antara manusia dengan alam lainnya (nabati, hewani, dan
lain sebagainya).60
Di bawah ini akan diuraikan tentang aqidah, syari’ah, dan akhlak menurut
Endang Saefuddin Anshari adalah: 61
a. Aqidah
Pengertian aqidah secara etimologis berarti ’ikatan’ dan ’angkutan’.
Secara teknis berarti ’kepercayaan’, ’keyakinan’, dan ’iman’ yang menjadi
pegangan bagi setiap penganut agama Islam (sebagai pegangan hidup) dan
sebagai dasar Islam. Aqidah atau iman pada umumnya menyangkut pada arkanul
iman (rukun iman yang enam), yaitu; iman kepada Allah, iman kepada malaikat-
malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, iman
kepada hari akhirat, dan iman kepada qadha qadar.
b. Syari’ah
Pengertian syari’ah secara etimologis berarti ’jalan’ atau ’hukum
agama’ (yang diamalkan menjadi perbuatan-perbuatan, upacara, dan sebagainya)
yang bertalian dengan agama Islam.62
Syariat Islam adalah satu sistem norma
ilahi yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan sesama
manusia, serta hubungan antara manusia dengan alam lainnya.
Secara garis besar syari’ah terbagi atas dua kaidah, yaitu kaidah ibadah
dan kaidah muamalah.
1) Kaidah ibadah dalam arti khusus (Kaidah Ubudiyah), yaitu tata aturan ilahi
yang mengatur hubungan ritual lansung antara hamba dan Tuhan-Nya yang
acara, tatacara, serta upacaranya telah ditentukan terinci dalam Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul SAW, yang meliputi; thaharah (bersuci), shalat, puasa,
zakat, dan haji. Sedangkan dalam arti luas, ibadah meliputi sikap, gerak-
gerik, tingkah-laku dan perbuatan yang memiliki tiga tanda, yaitu a) niat
yang ikhlas sebagai titik tolak; b) keridhaan Allah sebagai titik uji; dan c)
amal shaleh sebagai garis amalan.
Pensyari’atan ibadah yang diwahyukan Allah SWT melalui Rasul-
Nya tidak terlepas dari empat tujuan:
a) Syari’at dimaksudkan untuk mengenal, mengesakan, dan menyucikan
Allah dengan berbagai sifat-sifat yang Dia miliki, baik sifat wajib,
mustahil maupun jaiz (boleh) bagi-Nya;
b) Digunakan sebagai sarana dan cara bagi seorang hamba untuk
mengagungkan dan mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang tak
terbilang;
60 Endang Saefuddin Anshari, op. cit., hal. 39. 61 Ibid., hal. 44-47. 62 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., hal. 878.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
44
c) Ditetapkan untuk menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran
yang karenanya kita semua harus menghiasi diri dengan berbagai
perbuatan baik dan akhlak mulia; dan
d) Ditujukan untuk mencegah kesewenangan manusia yang melanggar
hukum-hukum yang telah digariskan agama.63
2) Kaidah muamalah dalam arti luas adalah tata aturan ilahi yang mengatur
hubungan sesama manusia dan hubungan antara manusia dengan benda.
Muamalah dalam arti luas secara garis besar terdiri atas dua bagian:
a) Al-Qanunul Khas ’hukum perdata’ yang meliputi; (1) muamalah dalam
arti sempit sama dengan hukum niaga, (2) munakahah (hukum nikah),
(3) waratsah (hukum waris), dan lain sebagainya.
b) Al-Qanunul ’Am ’hukum publik’ yang meliputi; (1) jinayah (hukum
pidana), (2) khilafah (hukum kenegaraan), (3) jihad (hukum perang dan
damai), dan lain sebagainya.
c. Akhlak
Pengertian akhlak secara etimologis berarti ’perbuatan’ dan ada
sangkut-pautnya dengan kata Khalik ’pencipta’, dan makhluk ’yang diciptakan’.
Kata akhlak berasal dari kata khuluk yang berarti perangai, sikap, tingkah laku,
watak, dan budi pekerti. Menurut Imam Ghazali, akhlak adalah suatu istilah
tentang bentuk batin yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong ia
berbuat (bertingkah laku), bukan karena sesuatu pemikiran dan bukan pula
karena suatu pertimbangan.64
Tingkah laku manusia tidak bersumber pada satu faktor yang tunggal,
tetapi terdiri dari beberapa unsur, antara lain yang dianggap memegang peranan
penting adalah: fungsi cipta (reason), rasa (emotion) dan karsa (will). Secara
garis besar mencakup tiga hal berikut:
1) Akhlak manusia terhadap Allah SWT.
2) Akhlak manusia terhadap makhluk; flora, fauna, dan lain-lain.
3) Akhlak manusia terhadap manusia; akhlak terhadap nabi/rasul, akhlak
terhadap diri sendiri, akhlak terhadap keluarga, akhlak terhadap tetangga,
dan akhlak terhadap masyarakat luas.
63 Syaikh ’Ali Ahmad Al-Jurjawi, Rahasia-Rahasia Ibadah, penerjemah: Yusuf Burhanuddin, (Bandung:
Pustaka hidayah, 2003), cet. I, hal. 17. 64 Zakiah Daradjat, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), cet. 2, hal.
68.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
45
Gambar 3
Skema Pokok-pokok agama Islam
menururt Endang Saefuddin Anshari (2004: 47)
d. Nisbah antara Aqidah, Ibadah, Muamalah, dan Akhlak
Aqidah adalah keyakinan hidup, iman dalam arti khusus, yakni
pengikraran yang bertolak dari hati. Ibadah, muamalah, dan akhlah, ketiga-
tiganya pada hakikatnya bertitik tolak dari aqidah, merupakan manifestasi dan
konsekuensi dari aqidah (iman atau keyakinan hidup). Ibadah, muamalah, dan
akhlak setiap muslim berhubungan secara korelatif, terjalin erat satu dengan
lainnya dan tidak dapat dipisahkan.
Dari uraian singkat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa akidah seorang
Muslim tercermin dalam pelaksanaan ibadah, muamalah dan akhlak dalam
kehidupan sehari-hari.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
46
Aqidah
Syari’ah
Akhlak
Ibadah
Muamalah
Sistem-sistem1. Politik2. Ekonomi3. Sosial4. Pendidikan5. Kekeluargaan6. Dan lain sebagainya
Gambar 4 Skema Nisbah antara Aqidah, Muamalah dan Akhlak
menurut Endang Saefuddin Anshari (2004: 47)
3. Kehidupan Beragama Masyarakat Peradong
Agama Islam merupakan agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat di Desa
Peradong yang dibawa oleh pendatang dari luar Desa Peradong melalui asimilasi secara
damai. Islam secara perlahan berhasil membentuk masyarakat Muslim di Desa Peradong.
Kehidupan beragama yang kuat dan kebudayaan lama yang telah melekat pada
masyarakat Desa Peradong menjadikan keduanya saling mempengaruhi dalam kehidupan
masyarakat. Tidak sedikit yang percaya terhadap mistis walaupun telah beragama Islam.
Masyarakat percaya dengan adanya kekuatan-kekuatan gaib yang ada di sekeliling
mereka.
Banyak dari penduduk yang masih pergi ke makam-makam yang dianggap
keramat sebagai tanda kaul atau menyampaikan permohonan atau ijin sebelum melakukan
suatu hal yang dianggap penting, seperti akan diadakannya pesta, mendirikan rumah, dan
melakukan usaha lainnya. Dalam kehidupannya dikenal tahap-tahap upacara dalam
lingkaran hidupnya mulai dari pengungkapan atas anugerah yang telah diberikan oleh
Tuhan, kelahiran, menikah, memasuki rumah untuk menetap, sampai kepada upacara
meninggalnya seseorang, walaupun sebagian dari hal tersebut telah dihilangkan. Bahasa
yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa Bangka yang dipengaruhi oleh
bahasa Melayu. Namun uniknya bahasa yang dipakai tersebut tidak begitu dimengerti
oleh masyarakat Bangka pada umumnya, kecuali mayoritas di Kecamatan Simpang
Teritip.
Walaupun hampir semua penduduk asli Desa Peradong beragama Islam namun
masih banyak terdapat unsur-unsur yang tidak bernafaskan Islam. Masyarakatnya masih
percaya dengan hal-hal yang berbau tahayyul dan mistik, yang dianggap bisa memberikan
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
47
keberkahan bagi kehidupan mereka. Seperti halnya memohon kepada makam yang
dianggap keramat agar diberikan kemurahan rizki, keselamatan, dan kemudahan hidup.
1. Pengamalan ajaran Islam
Pengamalan ajaran Islam di Desa Peradong belum dihayati secara sungguh-
sungguh ke dalam kehidupan beragama, hal ini tercermin dari prilaku dan ungkapan-
ungkapan masyarakat yang belum dilaksanakan sebagaimana lazimnya yang
dilakukan oleh umat Islam. Mereka masih sering menggunakan ungkapan-ungkapan
yang kurang baik, seperti ungkapan ’lah gile’ yang diucapkan ketika merasa takjub
atau kagum pada sesuatu, atau terkadang ketika mereka mendapat musibah, seperti
tersandung dan lain sebagainya mereka mengucapkan ’ubok pulot pukang ayem
serabi lembek cacak dudul’ yang artinya nasi pulut/ketan, paha Ayam, kue serabi
dingin, bubur cacak dan dodol. Tidak diketahui darimana asal usulnya dan tujuannya
untuk apa. Menurut Ana, ungkapan tersebut diucapkan tujuannya untuk mengobati
rasa sakit akibat dari musibah yang mereka alami.65
Untuk pengamalan agama, di Desa Peradong tergolong rendah tingkat
pengamalannya. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pemahaman agama yang kurang.
Terlihat dalam hal menjalan ibadah, contohnya shalat (dikenal masyarakat dengan
istilah sembahyang) hanya sebagian kecil yang benar-benar menjalankannya (tidak
pernah meninggalkannya), itupun dikerjakan sendiri-sendiri (di rumah). Sedangkan
di masjid, biasanya hanya jum’at dan magrib saja yang ada jamaahnya. Untuk shalat
jum’at, dikerjakan di Masjid Al-’Amal Dusun Menggarau dan di Masjid Baitul
Mukminin Dusun Peradong.
Pengajaran agama Islam bagi anak-anak dilakasanakan secara formal di SD
Negeri 6 Simpang Teritip. Sedikit demi sedikit mereka menghafal surat-surat pendek
dalam Al-Qur’an dan bacaan-bacaan dalam shalat. Minimnya waktu pertemuan
pelajaran agama menyebabkan pelajaran ngaji (membaca Al-Qur’an) dilakukan di
luar jam pelajaran (sekolah), biasanya dilakukan di waktu sore hari secara non
formal. Tempat mereka belajar ngaji di sore hari tersebut di TKA/TPA (Taman
Kanak/Al-Qur’an dan Taman Pendidikan Al-Qur’an).
Untuk sarana peningkatan pendidikan agama Islam secara non formal
tersebut terdapat dua TKA/TPA, yaitu satu unit di Dusun Peradong dan satu unit di
Dusun Menggarau. Jumlah anak yang mengikuti pengajian di TKA/TPA tergolong
sedikit, hal ini karena pengaruh orang tua yang tidak mendukung anaknya untuk
menitipkannya belajar ngaji di TKA/TPA tersebut.
Sedangkan untuk pengajian ibu-ibu, dilakukan satu kali dalam seminggu,
yaitu setiap Kamis sore. Pengajian tersebut dilakukan dengan berpindah-pindah,
artinya dilakukan secara bergantian (dari rumah ke rumah). Dalam pengajian
tersebut, mereka lebih banyak mengurusi masalah keduniaan saja, seperti halnya
arisan, terkadang juga membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan masalah aib
(gosip), dan lain sebagainya. Dapat dikatakan bahwa pengajian tersebut hanyalah
sebagai jembatan atau wadah untuk mengumpulkan masyarakat (ibu-ibu) untuk
65 Wawancaara dengan Ana, di Dusun Menggarau tanggal 14 Maret 2009.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
48
kepentingan keduniaan, sedangkan belajar agamanya hanyalah dijadikan sebagai
pelengkap rutinitas mereka saja.
Untuk pengajian bapak-bapak dan remaja di Desa Peradong belum ada.
Sehingga wajar pemahaman agama masyarakat masih kurang. Hal ini dapat
dibuktikan salah satunya dengan jumlah masyarakat yang telah naik haji.
Berdasarkan observasi dan wawancara di lapangan, bahwa masyarakat di Desa
Peradong yang telah haji hanya dua orang, yaitu pasangan suami istri Hj. Fatemah
(tahun 1990-an) dan H. Sulaiman (tahun 2009).
2. Kematian
Untuk ritual kematian, warga yang meninggal dunia oleh keluarga atau
masyarakat yang ditinggalkan melakukan pemandian, menshalatkan dan
menguburkannya sebagaimana mestinya. Setelah ritual kematian selesai, biasanya
keluarga dan masyarakat setempat mengadakan pesta kematian, yaitu mengadakan
selamatan. Selamatan dilakukan pada malam hari setelah meninggalnya warga,
kemudian pada hari ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus, dan seterusnya. Dalam
ritual pesta kematian tersebut biasanya selalu disertai dengan pembakaran kemenyan
dan wangi-wangian.
3. Perkawinan
Remaja di Desa Peradong yang sudah dewasa dalam memilih pasangannya
untuk membina rumah tangga biasaya melalui perkenalan atau sering disebut dengan
pacaran. Mereka bebas mencari dan memilih calon pasangannya, orangtua hanya
sebagai fasilitator. Pernikahan bagi pasangan yang saling mencintai tentunya lebih
memungkinkan bahtera rumah tangga yang mereka jalani bertahan (tidak mudah
untuk bercerai).
Dalam prosesi pernikahan biasanya dimulai dengan dilakukannya
peminangan (lamaran) oleh calon pengantin laki-laki ke calon pengantin perempuan.
Setelah diterima lamaran, kemudian dilakukan penentuan hari dan tanggal untuk
melangsungan pernikahan tersebut. Pesta pernikahan biasanya dilakukan di rumah
mempelai perempuan.
Dalam tradisi masyarakat Peradong, setelah dilakukan pesta pernikahan di
rumah mempelai perempuan, akan dilakukan lagi ngulang runot66
di rumah
mempelai laki-laki.
66 Ngulang runot adalah pesta perayaan pernikahan yang kedua, bedanya dilakukan di rumah mempelai laki-laki
dan biasanya hanya dengan selamatan yang ala kadarnya.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
49
BAB 4 UPACARA TRADISI SEDEKAH KAMPUNG
A. Sebuah Pengertian
Sebelum menjelaskan pengertian Sedekah Kampung, terlebih dahulu penulis
uraikan makna sedekah pada umumnya dan pemaknaan terhadap kampung itu sendiri.
Sedekah atau kenduri adalah konsep yang paling umum dipakai baik untuk perayaan
tanda syukur maupun peringatan tanda duka cita.67
Sedekah sebagai tanda syukur
dilaksanakan untuk merayakan kelahiran, khitanan, perkawinan, pindah rumah, habis
panen, terhindar dari bahaya, dan sebagainya. Sedekah dilakukan sebagai ungkapan rasa
syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan rizki dan kasih sayang kepada yang
mnyelenggarakan sedekah dan permohonan agar senantiasa diberi keselamatan dan
perlindungan kepada yang melaksanakan sedekah dan semua anggota masyarakat pada
umumnya.68
Kampung atau yang sering disebut dengan desa69
, merupakan kesatuan
administrasi terkecil yang menempati wilayah tertentu, terletak di bawah kecamatan;
berkaitan dengan kebiasaan di kampung.70
Sedangkan menurut Bouman yang dikutip oleh
Beratha, mendefinisikan desa dari segi pergaulan hidup:
67 Zulkifli, op. cit., hal. 52. 68 Ibid. 69 Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Pasal 13 tentang Desa, ‘desa adalah Kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas–batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal–usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan RI.’ 70 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., hal. 383.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
50
Desa adalah salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu
orang, hampir semuanya saling mengenal; kebanyakan yang termasuk di dalamnya hidup
dari pertanian, perikanan, dan sebagainya, usaha-usaha yang dapat dipengaruhi oleh
hukum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan-ikatan
keluarga yang rapat, ketaatan pada tradisi dan kaidah-kaidah sosial.71
Sedekah Kampung adalah upacara adat yang dilakukan untuk mengungkapkan
rasa syukur atas anugerah yang telah diberikan oleh Sang Pencipta, sekaligus
memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilakukan dengan berbagai ritual
yang terkandung dalam tradisi atau kebiasaan masyarakat kampung yang telah mengakar.
Juga dimaknai sebagai kebiasaan atau tradisi yang turun temurun dilakukan, hingga
menjadi bagian dari budaya dengan menyediakan makanan di suatu tempat yang telah
ditentukan dan di rumah masing-masing masyarakat setempat, dengan dilakukan berbagai
aktivitas atau kebiasaan kedaerahan sesuai dengan daerah masing-masing yang bisa
disebut dengan adat.
Sedekah kampung sebagai tradisi atau kebiasaan dari sebuah budaya merupakan
hasil cipta, karsa dan rasa manusia. Manusia sebagai khalifatu fii al-Ard (pewaris nenek
moyang) merupakan suatu ikatan yang tidak lepas dari kebudayaan. Kebudayaan
sebagaimana telah dikemukakan oleh Geertz dapat dilihat pada peristiwa-peristiwa publik
seperti ritual, festival atau perayaan tertentu karena pada peristiwa-peristiwa tersebut
orang mengekspresikan tema-tema kehidupan sosial melalui tindakan simbolik. Tindakan
tersebut mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia
sebagai anggota masyarakat.72
Di dalam kehidupan, budaya ternyata mengalami proses seperti proses biologi,
artinya budaya juga mengalami masa-masa lahir, berkembang, surut, dan bahkan hilang
sama sekali. Pasang surutnya budaya tersebut tergantung pada stabilitas sosial kehidupan
manusia, karena budaya menyatu dan melekat dalam kehidupannya. Dengan kata lain,
budaya merupakan identitas bagi manusia, kalau budaya suram tentunya identitas tersebut
akan kabur dan jika ia tereleminasi sama dengan tidak berbudaya lagi.
Budaya sebagai warisan bangsa yang dapat dirasakan sampai sekarang (cultural
heritage) mempunyai beberapa kandungan nilai yang sangat berharga bagi kelangsungan
suatu bangsa atau etnis tertentu. Sedekah Kampung sebagai budaya lokal yang merupakan
warisan generasi sebelumnya memiliki nilai-nilai budaya yang mampu melindungi aspek
kehidupan lainnya, seperti kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan religius. Di antara
kandungan-kandungan yang sudah disepakati dalam budaya daerah antara lain adanya:
1. Identifikasi daerah (local identification). Sudah disebut di atas bahwa budaya
menjadi identifikasi suatu bangsa atau etnik;
2. Kearifan daerah (local wisdom). Sikap arif dapat dipastikan dimiliki oleh setiap
daerah karena walaupun berbeda daerah tetap ada hal-hal yang bersifat umum;
3. Pencerdas daerah (local genius). Hampir setiap masyarakat ada minoritas yang
memiliki kemampuan berpikir yang luas. Merekalah sebenarnya obor
masyarakat yang akan membawa kemana masyarakat pergi. Dari sumber
71 I Nyoman Beratha, op. cit., hal. 26-27. 72 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), cet. 32, hal. 188.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
51
pemikiran mereka itu akan dijadikan oleh pelaksana pemerintahan yang
kemudian diikuti oleh masyarakatnya;
4. Budaya kreatif (creative culture). Sebagai kelanjutan dari minoritas kreatif
tentunya mereka yang sudah ada dalam ranah budaya kreatif akan menghasilkan
kreasi-kreasi baru. Kreasi inilah yang menyambung kehidupan budaya yang
telah ada;
5. Kemandirian budaya (cultural independence). Keberadaan suatu budaya sejak
awalnya adalah kreasi elit yang merupakan minoritas kreatif yang dalam
kelangsungannya didukung oleh kekuasaan politik dan ekonomi. Kait-mengait
antarfaktor itu tidak dapat dilepaskan. Namun, faktor-faktor itu hidup dalam
suatu daerah yang sudah merupakan kebulatan. Oleh karena itu, kebulatan
budaya harus dijaga supaya kelestariannya berjalan menggenerasi;
6. Iklim sosio-kultural (socio-cultural sphere). Lajunya modernisasi di semua
bidang kehidupan diperlukan iklim sosial budaya yang mendukung agar
masyarakat sebagai pemilik warisan budaya itu secara sadar melakukan
pelestarian budaya. 73
B. Persiapan Sebelum Upacara
Perayaan Sedekah Kampung telah dilaksanakan secara turun temurun dan tidak
diketahui asal usul serta awal mulai dilaksanakannya. Perayaan ini biasa dilaksanakan
penduduk Desa Peradong setiap tahun bertepatan dengan bulan Maulud (Rabiul Awwal)
dan acaranya berlangsung selama 2 hari yang biasanya pada hari Sabtu dan Minggu.
Biasanya acara ini dilaksanakan antara tanggal 15 sampai 30 Rabiul Awwal. Sebelum
pelaksanaan acara tersebut, jauh sebelumnya pada malam hari sang tetua adat (dukun)
sekarang Kek Jemat mengadakan ceriak74
pemanggilan orang-orang kampung sebagai
pemberitahuan akan dilaksankannya upacara adat dan menentukan tanggal yang cocok
untuk pelaksanaan upacara tersebut.
Pada tanggal yang telah ditetapkan tetua adat sebagai pawang desa dengan
dibantu penduduk setempat memulai membuat batu persucian (taber) dengan
menggunakan bahan-bahan tradisional serta dedaunan dan gaharu (dupa) dari kayu buluh
(bambu). Menurut sang dukun dahulu kala penggunaan dupa ini adalah sebagai alat untuk
menarik minat orang-orang cina yang berdiam di desa tersebut agar memeluk agama
Islam.75
C. Jalannya Upacara
Setelah persiapan, seperti; batu persucian (taber) dan gaharu selesai, kemudian
pada hari yang telah ditentukan tersebut, tetua adat dan masyarakat menyiapkan makanan
dan minuman, serta buah-buahan, uang dan binatang peliharaan seperti; ayam dan bebek
untuk diperebutkan setelah ritual upacara permohonan izin dilakukan. Semua peralatan
telah dipersiapkan, kira-kira pukul 13.00 WIB siang dimulai dari balai adat, tetua adat
73 A.B. Lapian, dkk, (ed.), Sejarah dan Dialog Peradaban: Persembahan 70 Tahun Prof. Dr. Taufik Abdullah,
(Jakarta: LIPI Press, 2005), hal. 867-868. 74 Ceriak-beceriak atau becerita adalah bermusyawarah dengan melakukan pemanggilan orang-orang kampung
oleh dukun yang tujuannya untuk menentukan waktu pelaksanaan Sedekah Kampung. 75 Dinas Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangka Barat, Booklet Pariwisata Negeri Sejiran
Setason, t.t., hal. 6.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
52
bersama penduduk arak-arakan menuju Istana76
dengan diiringi semarang (selawatan
barzanji) guna untuk meminta izin dan memulai pelaksanaan sedekah kampung.77
Setelah
sampai di sana, sang dukun kemudian duduk di atas makam bersamaan dengan
dihidangkan berbagai macam jenis makanan khas desa, uang serta hewan peliharaan
seperti ayam dan bebek, kemudian mulai pembacaan do’a dan mantera. Setelah
pembacaan do’a dan mantera selesai, penduduk naik ke atas makam dan memperebutkan
ayam, bebek dan buah-buahan serta uang yang ada di atas makam tersebut. Upacara
kemudian dilanjutkan dengan penampilan silat yang dilakukan oleh dua orang, kemudian
sang dukun dan penduduk pembantunya melakukan pemberian tangkel (jimat) di empat
penjuru, dimulai dari istana tersebut menuju gerbang pintu masuk ke desa sampai akhir
perbatasan desa tersebut. Pemberian jimat ini dimaksudkan untuk menangkal segala
bentuk gangguan dari luar yang tidak menginginkan acara ini berlangsung.
Dalam pelaksanaa upacara ini, terdapat beberapa pantangan yang harus dipatuhi
oleh semua orang yang mengikuti jalannya upacara ritual ini, yaitu duduk di atas pagar,
meletakkan jemuran/pakaian berupa apapun di atas pagar dan bermain senter. Menurut
penduduk, apabila pantangan tersebut dilanggar, maka akan didatangi oleh makhluk-
makhluk halus dan mengubahnya menjadi tepuler (kepala dengan wajah terbalik ke
belakang). Untuk tetua adat selama acara berlangsung, tidak boleh makan dan minum
(berpuasa).78
76 Istana adalah sebutan masyarakat terhadap makam keturunan tetua adat yang dijadikan sebagai tempat ritual
upacara permohonan izin untuk melaksanakan Sedekah Kampung (makam leluhur yang merupakan kakek buyut
tetua adat yang menurut Kek Jemat, sekarang sudah keturunan kelima). 77 Wawancara dengan Runi Pardi (Kepala Desa), hari Sabtu tanggal 10 Januari 2009. 78 Wawancara dengan Kek Jemat, Desa Peradong di Ume (ladang)–nya, hari Sabtu tanggal 10 Januari 2009.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
53
BAB 5 RITUAL TRADISI SEDEKAH KAMPUNG
1. Tamat Ngaji (Betamat)
Tamat ngaji (betamat/tamatan/khataman Qur’an) merupakan upacara yang
dilakukan sebagai petanda bahwa seorang yang telah melaksanakan tamat ngaji dianggap
telah pandai membaca Al-Qur’an. Upacara ini dilakukan dalam rangka mensyukuri anak-
anak khususnya dan remaja yang telah menamatkan bacaan Al-Qur’an. Dalam tamat
ngaji, peserta yang ikut dalam upacara tersebut membaca surat-surat pendek dari Al-
Qur’an secara bergantian. Biasanya pembacaan surat-urat pendek tersebut dimulai dari
surat Ad-Dhuha sampai An-Naas. Anak-anak dan remaja yang tidak (belum) pernah
menamatkan pembacaan Al-Qur’an tentu tidak dapat ikut betamat. Namun bagi mereka
yang telah menamatkan Al-Qur’an boleh mengikuti untuk kedua kalinya. Bagi
masyarakat Peradong, tamatnya anak-anak mereka membaca 30 juz Al-Qur’an
merupakan sesuatu yang sangat istimewa, sehingga perlu disyukuri secara khusus. Ritual
ini memiliki makna dan fungsi yang sangat penting dalam pendidikan keagamaan di
masyarakat, karena orang yang tidak mampu membaca Al-Qur’an atau tidak fasih dalam
membacanya akan menanggung malu dan mendapat gunjingan dari masyarakat.79
Untuk
upacara ini, tampuk kegiatan dipegang oleh Penghulu mulai acara berlangsung sampai
selesai.
79 Zulkifli, Kontinuitas Islam Tradisonal di Bangka, (Sungailiat: Shiddiq Press, 2007), hal. 54.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
54
Gambar 5
Pembacaan surat-surat pendek Juz 30 Al-Qur’an oleh peserta tamat ngaji
di Masjid Baitul Mukmin Desa Peradong.
Jalannya upacara ini dimulai pukul 15.00 WIB dengan mengadakan arak-arakan
penjemputan peserta ke rumah masing-masing. Arak-arakan masyarakat tersebut dimulai
dari balai desa diiringi dengan semarang (selawatan barzanji) menuju perbatasan
kampung, kemudian setelah sebagian peserta bergabung dalam arak-arakan tersebut, rute
kembali menuju ke perkampungan. Kalau dalam upacara Sayyang Pattudu di Kabupaten
Polewali Mandar Sulawesi Barat, peserta tamat ngaji duduk di atas kuda dengan satu kaki
ditekuk ke belakang, lutut menghadap ke depan, sementara satu kaki yang lainnya terlipat
dengan lutut dihadapkan ke atas dan telapak kaki berpijak pada punggung kuda. Dengan
posisi seperti itu, para peserta didampingi agar keseimbangannya terpelihara ketika kuda
yang ditunggangi menari.80
Dalam upacara Sedekah Kampung, peserta (anak-anak dan remaja) tamat ngaji
duduk di atas sepeda yang telah dihiasi dengan berbagai bentuk dan variasi yang didorong
oleh orang tuanya dan orang dewasa lainnya dengan diikuti anak-anak dan remaja lainnya
yang sebaya. Setelah semua peserta bergabung dalam arak-arakan tersebut, rute terus
dilakukan menuju ke masjid. Setelah sampai di masjid, acara dimulai dengan sambutan
dari penghulu, kepala desa, dan guru ngaji, sebagaimana tersusun dalam susunan acara.
Kemudian mulailah tamat ngaji dilakukan, diawali oleh guru ngaji memberikan aba-aba
kepada peserta. Mulailah peserta membaca surat-surat pendek dalam Al-Qur’an, yaitu
dalam juz 30 diawali dari surat Ad-Duha terus menerus secara bergantian hingga sampai
pada surat An-Naas. Setelah selesai, dilanjutkan dengan pembacaan do’a khatam Al-
Qur’an yang biasanya dibacakan oleh penghulu. Akhirnya selesailah upacara tamat ngaji,
peserta dan orang tuanya keluar dari masjid menuju ke rumah masing-masing. Bagi orang
tua yang mampu, biasanya pada malam harinya atau ada juga sebagian yang langsung
setelah tamat ngaji mengadakan selamatan di rumahnya.
80 http://www.panyingkul.com, Home > Obyek Wisata Sulawesi Barat - Indonesia > Kabupaten Polewali
Mandar > Wisata Upacara Adat / Ritual > Pesta Adat Sayyang Pattudu, Isnain, 19 Syawal 1429 (Senin, 20
Oktober 2008), di akses tanggal 07 November 2008.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
55
2. Nganggung
Nganggung adalah suatu tradisi turun temurun yang hanya bisa dijumpai di
Bangka. Karena tradisi nganggung merupakan identitas Bangka, sesuai dengan slogan
Sepintu Sedulang, yang mencerminkan sifat kegotong royongan, berat sama dipikul
ringan sama dijinjing.81
Nganggung atau Sepintu Sedulang merupakan warisan nenek moyang yang
mencerminkan suatu kehidupan sosial masyarakat berdasarkan gotong-royong. Setiap
bubung rumah melakukan kegiatan tersebut untuk dibawa ke masjid, surau atau tempat
berkumpulnya warga kampung. Adapun nganggung merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan masyarakat dalam rangka memperingati hari besar agama Islam, menyambut
tamu kehormatan, acara selamatan orang meninggal, acara pernikahan atau acara apapun
yang melibatkan orang banyak. Nganggung adalah membawa makanan di dalam dulang
atau talam yang ditutup tudung saji ke masjid, surau, atau balai desa untuk dimakan
bersama setelah pelaksanaan ritual agama.82
Dalam acara ini, setiap kepala keluarga membawa dulang yaitu sejenis nampan
bulat sebesar tampah yang terbuat dari aluminium dan ada juga yang terbuat dari
kuningan. Untuk yang terakhir ini sekarang sudah agak langka, tapi sebagian masyarakat
Bangka masih mempunyai dulang kuningan ini. Didalam dulang ini tertata aneka jenis
makanan sesuai dengan kesepakatan apa yang harus dibawa. Kalau nganggung kue, yang
dibawa kue, nganggung nasi, isi dulang nasi dan lauk pauk, nganggung ketupat biasanya
pada saat lebaran. Dulang ini ditutup dengan tudung saji yang terbuat dari daun, sejenis
pandan, dan di cat, tudung saji ini banyak terdapat dipasaran. Dulang ini dibawa ke
masjid, atau tempat acara yang sudah ditetapkan, untuk dihidangkan dan dinikmati
bersama. Hidangan ini dikeluarkan dengan rasa ikhlas, bahkan disertai dengan rasa
bangga.
Namun dalam perkembangannya sekarang, kegiatan nganggung yang masih
eksis dipertahankan hanya pada saat memperingati hari besar agama Islam, dan
menyambut tamu kehormatan saja.
3. Sunat Kapong
Sunat atau khitan secara harfiah berarti sama dengan sunnah dalam bahasa
Arab.83
Sunat atau khitan makna aslinya dalam bahasa Arab adalah bagian yang dipotong
dari kemaluan laki-laki atau perempuan.84
Sedangkan sunat kapong adalah pemotongan
ujung penis anak laki-laki dalam ukuran tertentu yang masih menggunakan alat-alat
secara tradisional. Alat-alat tersebut seperti daun sirih berfungsi untuk pencegah infeksi,
pisau (dahulunya menggunakan bambu yang telah ditajamkan) sebagai alat pemotong
ujung penis, gunting, kapas, dan tali dari kain yang digunakan untuk mengikat sekaligus
81 http://www.mancung64’s.com., Theme: Andreas04 oleh Andreas Viklund. Blog pada WordPress.com.
Membawa Cerita, “Cinta,” Budaya dan Mestika dari Bumi Persada, diakses tanggal 07 November 2008. 82 Zulkifli, op. cit., hal. 53. 83 Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, (Jakarta Selatan: Wedatama Widiya Sastra, 2008),
cet. Pertama, hal. 17. 84 Bagian yang disunat/dikhitan pada anak laki-laki adalah tepi bulat yang menutupi hasyafah (ujung kemaluan),
sedangkan pada anak perempuan adalah kulit yang berbentuk jengger ayam jantan di bagian atas farji. Lihat
Saad Al-Marshafi, Khitan, penerjemah: Amir Zain Zakaria, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), cet. Kedua, hal.
13.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
56
penahan bagi penis agar tidak bergerak. Sunat dimaksudkan di sini hanya bagi laki-laki
saja. Sunat merupakan upacara pemotongan ujung penis anak laki-laki dalam ukuran
tertentu dalam ajaran Islam bagi anak yang akan memasuki akil balig. Dalam tradisi
Betawi, sunat diartikan sebagai proses atau etape pembeda. Bagi seorang anak laki-laki
yang telah disunat berarti telah memasuki dunia akil balig, maka dia dituntut atau
seharusnya telah mampu membedakan antara yang hak dan yang bathil. Ia sudah
selayaknya mampu menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang melanggar ajaran agama
dan adat kesopanan di masyarakat.85
Dengan kata lain, seorang anak laki-laki yang telah
disunat dianggap sudah menjadi manusia yang sempurna dalam arti untuk menjalankan
kewajiban sebagaimana halnya manusia dewasa sebagai pengabdi.
Gambar 6
Pelaksanaan sunat kapong dan pemotongan ujung penis peserta sunat kapong
oleh mudim (tukang sunat kampung)
Pelaksanaan upacara sunat kapong dimulai pukul 03.00 WIB peserta (anak-anak)
yang akan disunat berendam di dalam air (di aek kapong) kurang lebih selama 3 jam, hal
ini bertujuan untuk menahan rasa sakit pada saat pemotongan ujung penis. Setelah
berendam di aek kapong selama kurang lebih 3 jam, kira-kira pukul 06.00-07.00
pelaksanaan sunatan dilakukan oleh mudim (tukang sunat kampung), orang Betawi
menyebutnya dengan bengkong, yang dilakukan secara bergantian kepada peserta. Untuk
peralatan yang digunakan masih menggunakan alat-alat tradisional, seperti daun sirih
sebagai pencegah infeksi, pisau (bambu yang telah ditajamkan) sebagai alat pemotong,
gunting, kapas, dan tali dari kain yang digunakan untuk mengikat sekaligus penahan bagi
penis agar tidak bergerak. Setelah selesai, peserta sunat diarak keliling kampung dengan
menggunakan kereta hiasan dengan berbagai macam variasi.86
Sebagaimana dikutip dari Majalah Kompas tanggal 04 September 2001 tentang
proses pelaksanaan sunatan massal di desa Kundi Kecamatan Simpang Teritip yang
hampir sama dengan proses pelaksanaan di Desa Peradong:
85 Yahya Andi Saputra, loc. cit. 86 Wawancara dengan Runi Pardi (Kepala Desa), di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 10 Januari 2009.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
57
Menjelang pelaksanaan khitanan adat, dini hari sekitar pukul 03.30, warga
dibangunkan dengan pukulan kenong oleh Jenang dari Balai Pertemuan sederhana yang
disebut warga Kundi sebagai balai desa. Pukulan kenong itu terdengar jauh juga,
sehingga bisa membangunkan orang yang tengah terlelap tidur. Meski demikian,
kehidupan pasar malam di Kundi yang berlangsung sampai hampir tengah malam,
agaknya banyak membuat warga Kundi kelelahan sehingga hanya sedikit yang bisa
datang ke balai desa.
Di balai desa inilah empat anak yang akan dikhitan kemudian duduk bersama dua
orang Jenang, dibacakan doa, sementara sejumlah warga lainnya, tua maupun muda,
melakukan tarian Tabo dengan diiringi kenong dan tiga gendang. Beberapa seri tarian
Tabo dimainkan, sampai kemudian para anak yang akan dikhitan dibawa berjalan
beriringan menuju sungai yang lebih mirip kolam. Di tempat yang jauhnya sekitar satu
kilometer dari Bal.
Di desa inilah, keempat anak itu kemudian diminta berendam di sebuah kolam yang
terlebih dulu didoa-doai oleh dua orang Jenang. Anak-anak itu ditemani para orang tua,
sebagian warga, dengan iringan musik kenong dan gendang. Dari pukul 04.00 sampai
06.20 keempat anak itu berjongkok merendam setengah badan bagian bawahnya dalam
air, membius kemaluan mereka agar tidak terasa sakit ketika dikhitan nanti.87
Setelah upacara sunat kapong selesai, kemudian anak-anak tersebut diarak
keliling kampung didampingi teman-temannya yang sebaya. Arak-arak dilakukan dengan
menggunakan tandu dan sepeda yang telah dihiasi dengan berbagai macam hiasan dan
diiringi dengan semarang, mulai dari ujung kampung (tempat sunat dilaksanakan, di
dekat aek kapong) menuju lorong (gang) hingga ke jalan umum, kemudian diselingi
dengan penampilan pencak silat dan akhirnya kembali ketempat masing-masing.
Sebagai contoh, dalam adat Betawi peserta (pengantin sunat) diarak duduk di
atas kuda yang dirias dengan sedemikian rupa, antara lain dengan bunga-bunga dan
bermacam buah-buahan. Di dekat ekor kuda digantungkan seikat padi dan sebuah kelapa.
Biasanya, si pengantin sunat akan didampingi teman-temannya mengiringinya dengan
naik delman. Berjalan di barisan paling depan adalah grup ondel-ondel yang menari
berkeliling kampung. Rebana ketimpring terus mengiringi sepanjang perjalanan.88
Tidak
demikian halnya di Desa Peradong, peserta sunat diarak sebagaimana arak-arakan tamat
ngaji, yaitu dengan duduk di atas sepeda yang telah dihiasi dengan berbagai bentuk dan
variasi yang didorong oleh orang tuanya dan orang dewasa lainnya dengan diikuti anak-
anak dan remaja lainnya yang sebaya. Rombongan depan adalah sebagai pembaca
semarang (selawatan barzanji) yang dikomandoi oleh tetua adat. Setelah selesai, bagi
keluarga (orang tua anak) yang mampu, biasanya mengadakan hajatan (selamatan) di
rumah masing-masing.
87 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0109/04/daerah/sema20.htm, Semangat Kundi Mempertahankan Adat,
Kompas/rakaryan sukarjaputra, From: [email protected], Date: Tue Sep 04 2001 - 10:54:29 EDT,
Selasa, 4 September 2001, di akses tanggal 07 November 2008. 88 Yahya Andi Saputra, Ibid., hal. 21.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
58
Gambar 7
Arak-arakan peserta sunat kapong
4. Semarang
Semarang atau lebih dikenal dengan Selawatan Barzanji merupakan bacaan
shalawat yang diambil dari kitab Al-Barzanji89
yang dibacakan ketika mengiringi setiap
arak-arakan yang dilakukan, baik untuk arak-arakan tamat ngaji maupun untuk sunat
kapong. Pembacaan tersebut dilakukan oleh rombongan arak-arakan di barisan paling
depan, yang dikomandoi oleh tetua adat. Untuk irama pembacaan tersebut, hanya
beberapa orang saja yang masih bisa untuk melafalkannya.
Selawatan tersebut dilakukan tanpa ada paksaan, bagi remaja yang telah bisa
membaca selawatan tersebut juga diperbolehkan untuk membaca Selawatan Barzanji.
Selain untuk mengiringi arak-arakan, juga untuk memeriahkan dan meramaikan sekaligus
89 Kitab ’Iqd Al-Jawahir (Kalung Permata) yang lebih dikenal dengan kitab Al-Barzanji adalah kitab yang ditulis
oleh Syekh Ja’far al-Barzanji bin Husin bin Abdulkarim. Secara garis besar isi di dalam kitab Al-Barzanji
melingkupi; 1) Silsilah Nabi Muhamad SAW, yakni Muhammad bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul
Manaf bin Qusay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Fihr bin Malik bin Nadar bin Kinanah bin Khuzaimah bin
Mudrikah bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Dari inilah silsilah akan berlanjut dengan Nabi
Ismail AS dan Nabi Ibrahim AS. 2) Pada kanak-kanaknya banyak kelihatan hal luar biasa pada dan atau dari diri
Muhammad SAW, misalnya malaikat yang membelah dadanya menyucikan hatinya, serta keluarga ibu susunya
Halimah As-Sa’diah yang dilimpahi berbagai keberkahan. 3) Pada masa remajanya, kepedulian Muhammad
SAW kepada masyarakat Makkah, seperti kegiatannya dalam kepanduan, menghindari pertentangan antar
qobilah di Makkah dalam hal penempatan Hajar Aswat sehingga digelari al-Amin. Lalu umur 12 tahun, beliau
dibawa pamannya Abu Thalib berniaga ke Syam (Suriah-Yordania) dan dalam perjalanan pulang Pendeta
Nasrani bernama Buhaira melihat tanda-tanda kenabian padanya. Buhaira berpesan agar Abu Thalib waspada
dalam memelihara keponankannya itu. 4) Usia 25 tahun menikah dengan Khodijah binti Khuwailid, mempunyai
putra-putri, beberapa saat setelah beliau wafat, hanyalah tinggal Fatimah dan dari putrinya itulah beliau
mempunyai cucu. Pada usia 40 tahun beliau menerima wahyu dan sekaligus pengangkatannya sebagai nabi dan
rasul yang terakhir. Sejak itulah beliau menyiarkan agama Islam, 13 tahun di Makkah dan hijrah ke Madinah
melanjutkan dakwahnya, sampai beliau wafat usia 62 tahun. Beliau mensyi’arkan agama Islam di Madinah
selama 10 tahun. Dikutip dari H Zulkarnain Karim, ”Al-Barzanji” dalam Majalah Budaya Lawang, No.
02/th.I/Okt.–Nov, 2001, hal. 39.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
59
untuk menghibur peserta yang diarak. Khusus untuk arak-arakan tamat ngaji, bertujuan
untuk memotivasi bagi anak-anak dan remaja lainnya agar menamatkan 30 juz Al-Qur’an,
sehingga bisa menjadi peserta tamat ngaji di tahun yang akan datang. Begitu juga dengan
arak-arakan sunat kapong, juga untuk memberikan semangat dan keberanian kepada
mereka yang belum disunat.
5. Penampilan Pencak Silat
Upacara ini dilakukan untuk menghibur para penonton yang menyaksikan
jalannya kegiatan upacara Sedekah Kampung dan juga untuk menghibur anak yang baru
saja di sunat. Selain masyarakat Peradong, banyak para pengunjung yang datang untuk
menyaksikan jalannya acara tersebut. Pencak silat tersebut diperankan oleh masyarakat
dengan pakaian bebas, bahkan hansip–pun boleh memperagakannya sebagai aktor.
Pencak silat ini tidak seperti silat pada umumnya, karena dalam pencak silat ini
hanya menirukan sebagian gerakan-gerakan jurus silat saja. Dalam penampilannya,
terlihat sedikit lucu karena gerakan-gerakannya bukan gerakan-gerakan dalam jurus silat.
Gerakan tersebut dilakukan sesuai dengan gaya masing-masing pemeran dengan sedikit
meniru gerakan dalam jurus silat kampung. Yang menarik perhatian dari penampilan
pencak silat tersebut, adalah ketika pemeran (sebagai aktor) berupaya memperebutkan
dan mempertahankan uang yang telah didapat (dalam kekuasaan), yang diletakkan oleh
masyarakat dan pengunjung yang dikeluarkan dengan suka rela.
Dengan gayanya yang sedikit konyol, mereka–pemeran berupaya
mempertahankan uang yang telah mereka dapatkan agar tidak diambil oleh pemeran
lainnya. Penampilan ini biasanya dilakukan oleh dua orang.
Gambar 8 Penampilan pencak silat oleh masyarakat setempat
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
60
BAB 6 SEDEKAH KAMPUNG DALAM
KEHIDUPAN BERAGAMA
Tingkat pengamalan ajaran agama masyarakat Desa Peradong secara umum
tergolong masyarakat yang pengamalannya biasa-biasa saja. Artinya ada sebagian yang
taat dan sebagian lagi tidak taat. Dari segi akhlak, tergolong rendah tingkat
pengamalannya (menengah ke bawah). Sedangkan dari sisi syari’at, tergolong tingkat
pengamalan menengah ke atas.90
Dengan demikian masyarakat tersebut dikategorikan
masyarakat yang menjalankan ajaran agama, walaupun tidak secara keseluruhan
(sempurna).
Dalam pemahaman ajaran agama, masyarakat Desa Peradong tergolong
muqallid, yaitu mengikuti orang lain dalam i’tikad (perkataan dan perbuatan) yang
semata-mata berbaik sangka tanpa alasan yang tepat untuk mengikutinya. Mereka tidak
berfikir yang menjadi dasar akidah Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits, tetapi yang
terpenting adalah pikiran dinamis yang tidak dibebani oleh kekeliruan-kekeliruan yang
turun temurun. Namun demikian, ada juga sebagian masyarakat yang telah tersentuh oleh
perkembangan zaman, yang mengamalkan ajaran agama merujuk pada Al-Qur’an dan
Hadits, hanya saja tidak konsisten (sungguh-sungguh) dalam pelaksanaannya.
Nuansa sifat masyarakat Desa Peradong yang memiliki sistem kekerabatan yang
tinggi menyebabkan setiap kegiatan sosial dan agama dilakukan secara gotong-royong
dan tolong-menolong. Mengenai yang dilakukan, benar dan salah tidak menjadi sorotan,
orientasinya adalah keamanan dan ketentraman hidup bermasyarakat. Perbuatan benar
atau salah tergantung dari baik atau buruknya tujuan dari perbuatan yang dilakukan.
Begitu juga dengan tradisi Sedekah Kampung yang dilakukan setiap satu tahun sekali, di
dalamnya terdapat berbagai macam unsur; seperti mistik (alam gaib), khurafat dan
90 Wawancara dengan Sartoni (P2N), di Dusun Menggarau tanggal 11 Juli 2009.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
61
tahayul. Nilai Islam yang mendominasi dalam tradisi, membuat ketiga unsur tersebut
secara perlahan sirna.
Sedekah Kampung dalam kehidupan beragama masyarakat Desa Peradong
memiliki peranan yang sangat penting dalam menjalankan ajaran agama, khususnya bagi
generasi muda. Peran tersebut adalah memberikan dorongan bagi generasi muda untuk
lebih menjalankan ajaran agama, terutama dalam hal menjalankan sunnah Nabi
Muhammad SAW, dalam sunat kapong dan dalam hal belajar membaca Al-Qur’an. Tidak
hanya itu, juga sebagai perwujudan atas kecintaan kepada nabi, dengan memperingati hari
kelahirannya.
Dalam sunat kapong, bagi anak yang telah disunat merupakan bukti atau
pertanda bahwa mereka telah balig dan wajib menjalankan ajaran agama (Islam) secara
kaffah (menyeluruh), baik menjalankan perintah maupun menjauhi larangan-Nya. Setelah
disunat, kemudian mereka diarak keliling kampung dengan tujuan memberitahukan
kepada masyarakat akan pentingnya disunat/khitan bagi seorang anak yang telah cukup
usia, juga sebagai motivasi bagi anak-anak lainnya yang belum disunat untuk besunat di
tahun depannya. Tentu hal ini memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup beragama msayarakat Peradong, karena sunat merupakan puncak pensucian diri
sebelum syarat dan rukun dalam menjalankan ajaran agama Islam.
Selanjutnya, dalam tamat ngaji yang terlebih dahulu dilakukan arak-arakan
penjemputan bagi peserta yang kemudian rutenya berakhir ke masjid dan langsung
memulai tamat ngaji tersebut. Tujuan arak-arakan tersebut adalah untuk memberikan
semangat dan kegembiraan bagi mereka yang akan melaksanakan tamat ngaji. Selain itu,
juga sebagai pemotivasi bagi mereka yang belum tamat untuk lebih giat lagi belajar
membaca Al-Qur’an (mengaji), sebagaimana dalam sunat kapong.
Setiap arak-arakan yang dilakukan, selalu diiringi dengan semarang atau
selawatan barzanji. Hal ini sebagai bukti kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW,
karena di dalam semarang tersebut banyak membaca dan melantunkan shalawat atas nabi.
Juga sebagai isyarat akan pentingnya bershalawat kepada nabi.
Dalam kehidupan sosial, sedekah kampung mengingatkan akan pentingya
gotong-royong dan tolong-menolong sesama, karena di dalam sedekah kampung tersebut
membuktikan rasa persaudaraan masyarakat Peradong yang masih kental yang terlihat
dalam acara nganggung. Hal ini sejalan dengan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an:
...(#θ çΡ uρ$yè s? uρ ’ n?tã Îh�É9 ø9$# 3“uθ ø) −G9$# uρ ( Ÿω uρ (#θ çΡ uρ$yè s? ’ n?tã ÉΟ øO M} $# Èβ≡uρ ô‰ ãè ø9$# uρ 4 (#θ à) ¨? $# uρ ©! $# ( ¨β Î) ©! $# ߉ƒ ω x© É>$s) Ïè ø9$#
∩⊄∪
Artinya: ”... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,
dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
(QS. Al-Maidah: 2).”91
91 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Asy-Syifa’, 1998), hal. 85.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
62
Uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya sedekah kampung bagi
kelangsungan hidup beragama masyarakat Peradong, terutama dalam hal beribadah
kepada Allah SWT. Selain berfungsi sebagai pendorong bagi kelangsungan hidup
beragama masyarakat, di dalam sedekah kampung tersebut memiliki beberapa nilai-nilai
pendidikan yang telah menyatu, yang secara tidak sadar telah memberikan pendidikan
Islam bagi masyarakat setempat.
Walaupun di dalamnya banyak mengandung nilai-nilai islami, tidak menuntut
kemungkinan dengan dilakukannya sedekah kampung mampu memberikan perubahan
total bagi kehidupan beragama masyarakat di Desa Peradong, karena baik dan buruk
tergantung dari individu yang menjalaninya. Setidaknya dengan dilakukannya sedekah
kampung, yang di dalamnya banyak mengandung nilai-nilai islami tersebut dapat
memberikan gambaran ajaran-ajaran dalam agama Islam yang harus dan wajib dijalankan
sebagai makhluk ciptaan-Nya.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
63
BAB 7 PENUTUP
Perayaan sedekah kampung merupakan salah satu upaya masyarakat Peradong
dalam mengungkapkan rasa syukur atas anugerah yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Paa prinsipnya, tradisi sedekah kampung memiliki hubungan erat dengan hari kelahiran
Nabi Muhammad SAW, karena perayaan ini bertepatan dengan bulan Maulid (Rabiul
Awwal) kalender Hijriyah.
Perayaan sedekah kampung berdampak positif dalam kehidupan bergama
masyarakat Peradong, karena dalam perayaan tersebut dikemas dengan berbagai ritual,
yang kesemuanya mengandung nilai-nilai penidikan Islam, di antaranya; nilai keimanan,
ibadah, dan nilai kesehatan. Ketiga nilai tersebut berdasarkan hasil penelitian dan
pengamatan penulis di lapangan.
Diharapkan studi tentang ritual tradisi Sedekah Kampung ini dapat
disempurnakan dengan mengadakan penelitian lebih lanjut dari sisi lain. Sehingga dapat
memberikan gambaran lengkap pada tradisi Sedekah Kampung tersebut dalam skala
yang lebih luas.
Sebagai generasi muda dan penerus cita-cita bangsa yang berkpribadian muslim,
dengan sendirinya mempunyai kewajiban dan tanggungjawab akan kelangsungan agama,
umat maupun masa depan bangsa. Untuk tegaknya ajaran Islam, terutama yang
menyangkut akidah Islamiyah dan memberikan pembinaan bagi para pengunjung dan
masyarakat sekitarnya agar tidak terjerumus pada perbuatan yang berbau syirik.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
64
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya. 1998. Departemen Agama RI, Semarang: Asy-Syifa
Abdullah, Irwan, dkk., (ed.). 2008. Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global,
Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana UGM
Abdullah, Irwan. 2002. Simbol, Makna dan Pandangan Hidup Jawa: Analisis Gunungan
pada Upacara Garabeg, Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional
Agus, Bustanudin. 2002. Islam dan Pembangunan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Aliyah, Samir. 2004. Sistem Pemerintahan, Peradilan & Adat dalam Islam, penerjemah:
H. Asmuni, Jakarta: Khalifa
Al-Barik, Haya Binti Mubarak. 1423. Ensiklopedi Wanita Muslimah, penerjemah: Amir
Hamzah Fachrudin, Jakarta: Darul Falah
Al-Barry, M. Dahlan. Y. dan L. Lya Sofyan Yacub. 2003. Kamus Induk Istilah Ilmiah,
Surabaya: Target Press
Al-Jurjawi, Syaikh ’Ali Ahmad. 2003. Rahasia-rahasia Ibadah, penerjemah: Yusuf
Burhanuddin, Bandung: Pustaka Hidayah
Al-Marshafi, Saad. 1996. Khitan, penerjemah: Amir Zain Zakaria, Jakarta: Gema Insani
Press
Aly, Hery Noer. 1999. Ilmu Pendidikan Islam, Ciputat: Logos Wacana Ilmu
Anshari, Endang Saefuddin. 2004. Wawasan Islam: Pokok-pokok Pikiran tentang
Paradigma dan Sistem Islam, Jakarta: Gema Insani Press
Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara
Baid, Bahmi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan, Bangka: STAI YPTIB
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
65
Beratha, I Nyoman. 1982. Desa, Masyarakat Desa dan Pembangunan Desa, Jakarta:
Ghalia Indonesia
Dahri, Harapandi. 2009. Tabot: Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu, Jakarta: Penerbit
Citra
Daradjat, Zakiah, dkk. 2001. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Aksara
Dawud, Abi. t.t. Sunan Abi Dawud, Jilid I, Baerut: Dar Al Fikr
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka
Dinas Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Bangka Barat. t.t. .Booklet
Pariwisata Negeri Sejiran Setason
Eaton, Charles Le Gai. 2003. Zikir: Nafas Peradaban Modern, penerjemah: Zaimul Am,
Bandung: Pustaka Hidayah
Ermiwati. 2007. “Dampak Adat Istiadat Terhadap Kehidupan Keagamaan Masyarakat
Islam Suku Mapur Dusun Pejem Desa Gunung Pelawan Kecamatan Belinyu
Kabupaten Bangka”, Skripsi, Fakultas Dakwah STAIN Syaikh Abdurrahman
Siddik Bangka Belitung
Geertz, Clifford. 2004. Tafsir Kebudayaan, penerjemah: Francisco Budi Hardiman,
Yogyakarta: Kanisius
Hadi, Y. Sumandiyo. 2006. Seni dalam Ritual Agama, Yogyakarta: Buku Pustaka
Hakim, Atang Abdullah dan Jaih Mubarok. 2006. Metodologi Studi Islam, Bandung, PT
Remaja Rosdakarya
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Rineka Cipta
Lapian, A.B., dkk., (ed). 2005. Sejarah dan Dialog Peradaban: Persembahan 70 Tahun
Prof. Dr. Taufik Abdullah, Jakarta: LIPI Press
Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi III, Yogyakarta: Rake
Sarasin
Nata, Abuddin. 1999. Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Pemerintah Kabupaten Bangka. 2003. Selayang Pandang Kabupaten Bangka, Bangka
Ramayulis. 2004. Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia
Saputra, Yahya Andi. 2008. Upacara Daur Hidup Adat Betawi, Jakarta Selatan:
Wedatama Widiya Sastra
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
66
Shihab, M. Quraish. 1999. Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan
Soekanto, Soerjono. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Tim Penyusun. 2000. Provinsi Bangka Belitung; Jembatan Menuju Kesejahteraan
Rakyat, Bangka: Presidium Pembentukan Provinsi Bangka Belitung
Widodo. 2004. Cerdik Menyusun Proposal Penelitian Skripsi, Tesis dan Disertasi,
Jakarta: Yayasan Kelopak
Zulkifli. 2007. Kontinuitas Islam Tradisional di Bangka, Sungailiat-Bangka: Shiddiq
Press
______. 2008. Antropologi Sosial Budaya, Bangka: Shiddiq Press, bekerjasama dengan
Penerbit Grha Guru Yogyakarta
Internet
http://www.panyingkul.com, Home > Obyek Wisata Sulawesi Barat - Indonesia >
Kabupaten Polewali Mandar > Wisata Upacara Adat / Ritual > Pesta Adat Sayyang
Pattudu, Isnain, 19 Syawal 1429/Senin, 20 Oktober 2008 (diakses tanggal 07
November 2008)
http://www.mancung64’s.com., Theme: Andreas04 oleh Andreas Viklund. Blog pada
WordPress.com. Membawa Cerita, “Cinta,” Budaya dan Mestika dari Bumi
Persada, 02 Agustus 2008 (diakses tanggal 07 November 2008)
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0109/04/daerah/sema20.htm, Semangat Kundi
Mempertahankan Adat, Kompas/rakaryan sukarjaputra, From:
[email protected], Date: Tue Sep 04 2001 - 10:54:29 EDT, Selasa, 4
September 2001 (diakses tanggal 07 November 2008)
http://www.bangkapos.com, Pesta Adat Perang Ketupat Tempilang 2008--Tampilkan
Debus dan Pencak Silat, edisi: Sabtu, 21 Juni 2008, Topik: Seni-Budaya Sumber:
Harian Pagi Bangka Pos - Hal: Community News BangkaPos_CyberMedia
Gerbang Informasi Kepulauan Bangka Belitung.htm (diakses tanggal 21 Desember
2008)
http://www.antaranews.com, 02/09/07 22:05, Pesta adat perang ketupat di Desa
Tempilang Kabupaten Bangka Barat Diminati Warga, Copyright © 2008
ANTARA (diakses tanggal 21 Desember 2008)
Jurnal dan Majalah
H Zulkarnain Karim, ”Al-Barzanji” dalam Majalah Budaya Lawang, No. 02/th.I/Okt.–
Nov, 2001
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
67
Wawancara
Wawancara dengan Kek Jemat, Desa Peradong di Ume (ladang)–nya, hari Sabtu tanggal
10 Januari 2009
Wawancara dengan Runi Pardi (Kepala Desa), di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 10
Januari 2009.
Wawancara dengan Sartoni (P2N), di Dusun Menggarau tanggal 11 Juli 2009.
Wawancara dengan Atok Pardi, di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 11 Juli 2009.
Wawancara dengan Nek Limah, di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 11 Juli 2009.
Wawancara dengan Acuhan, di Desa Pelangas tanggal 14 Maret 2009.
Wawancaara dengan Ana, di Dusun Menggarau tanggal 14 Maret 2009.
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
68
RIWAYAT PENULIS
SURYAN MASRIN (nama pena; Nayrus al-‘Alim el-Rayyan), lahir
di Menggarau-Peradong, Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten
Bangka Barat pada tanggal 26 Maret 1986 dari pasangan Masrin B
Masdar dan Yuliana binti Jamsah. Anak pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan pembinaan murni dari kedua orangtua yang secara
disiplin, penuh perhatian, dan kesabaran, baik dalam pembinaan ilmu
agama mupun ilmu umum. Pendidikan tersebut, yang terutama adalah
dari sang Ayah tercinta. Terlahir di tengah kehidupan masyarakat
pedesaan yang letaknya jauh dari kota.
Jenjang pendidikan formal yang ditempuh, tingkat dasar di SD Negeri 109
Peradong (sekarang SD Negeri 6 Simpang Teritip) selesai tahun 1997, tingkat SMP di
MTs Miftahul Jannah Pelangas selesai tahun 2000, kemudian melanjutkan ke Pondok
Pesantren Assalam Sri Gunung, Sungai Lilin MUBA, masuk di kelas eksprimen (I’dadi)
selama 6 bulan dan kemudian berhenti karena tempat yang jauh. Setahun kemudian
melanjutkan kembali ke MA Al-Islam Kemuja Bangka dan selesai tahun 2004. setelah
tamat dari MA, melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di STAIN Syaikh Abdurrahman
Siddik Bangak Belitung (STAIN SAS Babel) mengambil fakultas Tarbiyah, jurusan
Pendidkan Agama Islam (PAI) hingga sekarang.
Selama di STAIN, aktif mengikuti berbagai pelatihan, di antaranya; pelatihan
jurnalistik BEM STAIN tahun 2005, pelatihan Da’i Muda angkatan pertama Kabupaten
Bangka tahun 2006, dan pelatihan jurnalistik P3M STAIN bekerjasama dengan Bangka
Pos Group tahun 2007. Di STAIN, pernah dipercaya menjadi Ketua Umum HMI
Komisariat STAIN tahun 2007-2008.
Tulisan dalam bentuk artikel yang pernah di publikasikan di harian pagi Bangka
Pos tahun 2007 berjudul “Pendidikan Islam Pacsa UN”.
Semua hal di atas dilakukan karena penulis punya motto “Orang yang tidak
mempunyai apa-apa (kehilangan) tidak akan pernah bisa memberikan sesuatu apapun
(kemanfaatan).”
Hp. 0813 6862 7422, E-mail: [email protected]
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
69
Lampiran
Tabel Data sarana sosial di Desa Peradong berdasarkan data Profil Desa tahun 2007
No Nama Fasilitas Sosial Jumlah
1 Sarana Pendidikan
1
2
3
SD Sederajat
Jumlah murid
Jumlah guru
Jumlah lembaga pendidikan
keagamaan
Jumlah peserta didik
Jumlah pengajar
Perpustakaan
1
187
8
TPA 2
38
12
1
unit
orang
orang
unit
orang
orang
unit
2 Sarana Air Bersih
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Sumur Pompa
Sumur Gali
Mata Air
Hidran Umum
MCK
Pengguna air sumur pompa
Pengguna air sumur gali
Pengguna mata air
Pengguna MCK
Pengguna air sungai
11
17
9
4
3
33
115
43
74
58
unit
unit
unit
unit
unit
KK
KK
KK
KK
KK
3 Sarana Pemerintahan
1
2
3
4
Balai desa/sejenisnya
Balai dusun
Kantor desa
Kendaraan dinas
2
1
1
1
buah
buah
buah
buah
4 Sarana Peribadatan 1
2
Masjid
Langgar/surau/musholla
2
2
buah
buah
5 Sarana Olah Raga
1
2
3
Lapangan sepak bola
Lapangan bulu tangkis
Lapangan volly
3
1
1
buah
buah
buah
6 Sarana Kesehatan 1
2
Posyandu
Polindes
1
1
buah
buah
7 Sarana Penerangan
1
2
3
Listrik PLN
Diesel
Lampu minyak
7 Sarana Kesehatan
1
2
3
Bidan
Dukun beranak
Posyandu/Pustu
2
1
1
orang
orang
buah
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
70
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
71
kapong
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
72
Glosarium Bahasa Jerieng
Kata /Kalimat Makna
A
1. Ade
2. Agik–dak agik
3. Aok
4. Aok gek
5. Ayuk
6. Aek
7. Angein
B
8. Balek pegek
9. Bateng
10. Basing
11. Bareng ge ko lah neyerita
12. Bilong
13. Bekinjak
14. Balek
15. Bine
16. Bine temen
17. Bebini
18. Bekawak
19. Becakep
20. Bekisah/Becerita
21. Bekurong
22. Bekelumbus
23. Belacen
24. Betesah
25. Bayek
26. Bong umah
27. Buloh
C 28. Cabek
29. Cakeir
30. Cemedak
31. Cerepak
32. Ceriak
33. Cikar
D
34. Dak ungang/Dak kawa
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Ada
Lagi – tidak ada lagi = habis
Ya, iya
Benarkah
Kakak perempuan
Air
Angin
Pulang pergi
Batang.pohon, untuk penyebutan nama
tanaman, misalnya bateng rambutan, dll
Terserah
Saya kan sudah bilang
Telinga
Bergurau
Pulang
Banyak
Banyak sekali
Nikah/kawin
Berteman
Berbicara
Bercerita
Berkurung
Berkelumbus
Terasi
Mencuci pakaian
Baik
Bawahnya rumah panggung
Bambu
Cabe
Cangkir
Cempedak
Patah – dahan yang patah
Musyawarah, rembuk, dll
Cantik
Tidak mau
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
73
35. Dak rengakk
36. Den
37. Dilak
38. Dak pecaya
39. Dak ade/dakde
G
40. Gapek
41. Galek
42. Gek
43. Gawi
44. Garem
45. Garang
46. Ganjel
47. Gedang
48. Gerei
49. Gerigit
50. Gek gerei
51. Gek lah
52. Gulei
53. Gelugut/kelenjer
54. Gule-gule
I
55. Ikak
56. Ilah gek
57. Ilang
58. Jareng
59. Jareng-jareng
60. Jalen
61. Jerambah
62. Jiet/Jibol
63. Jiet tubet
K
64. Kaben
65. Kapong
66. Kawak
67. Kakei
68. Kaye
69. Kayeow
70. Kitel
71. Kiyun
72. Kemaik
73. Kreng
74. Kui
75. Kuala
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Tidak suka
Dahan
Nanti
Tidak percaya
Tidak ada
Habis, kosong, tidak ada
Sering
Pergi
Kerja
Garam
Galak
Sejenis gotong-royong, terdiri dari
beberapa orang, biasanya membersihkan
kebun dengan cara bergantian
Pepaya
Jalan-jalan
Kesal hati, ’sebel’
Pergi jalan-jalan
Pergilah
Masakan = biasanya dengan kuah (bukan
tumisan)
Demam
Permen
Kalian
Benarkah
Hilang
Jarang, kaang, bersela, renggang
Kadang-kadang
Jalan
Jembatan
Jelek
Jelek sekali
Orang yang mengiring / menemani
Kampung
Kawan, teman, sahabat
Kaki
Kaya
Kayu/pohon
Teko/Cerek
Kesana
Kesini
Marah
Kue
Muara, tempat bertemunya air sungai
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
74
76. Kuteng
77. Kutan
L
78. Lingah – Lambet
79. La gek
80. Leteh
81. Laot
82. Lembeg
83. Luser
84. Luroh/jatoh
M
85. Maen Cupiang
86. Maen batu tujoh
87. Malieng
88. Mak jande
89. Melehkok
90. Mereh
91. Macem
92. Macem-macem
93. Malek
94. Masu-perebut
95. Minjem
96. Mikol
97. Maen
98. Mekacai
99. Meteng-meteng
100. Melideng
101. Men
102. Megale
N
103. Nabok
104. Namaok
105. Namaik
106. Nakak
107. Napek
108. Napek sama
109. Nye
110. Nye urang
111. Nyelek
112. Ngapan/ngapa
113. Ngeliet
114. Nok
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
dan air laut
Putus
Ke hutan
Lambat
Sudah belum
Lelah
Laut
Dingin
Kuali
Jatuh
Main sembunyi gong, biasanya dengan
botol plastik bekas
Main sembunyi gong dengan
menngunakan tujuh buah batu, biasanya
dari genteng bekas
Pencuri, maling
Janda
Mungkin
Mendatangi – di / pada (menunjukkan
tempat untuk orang)
Seperti
Bermacam-macam
Bosan
Mencuci perabot
Minjam
Memikul
Main
Mengolok-olok, mengejek – mengatai
Mentang-mentang
Melempari
Kalau
Singkong
Tinju, pukul
Begitu
Begini
Nangka
Dekat, hampir
Hampir sama
Dia
Mereka
Mengintip/ngintip
Mengapa, kenapa
Melihat
Yang
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
75
115. Nok yuk
116. Ngulau
117. Ngalok
118. Ngeleset
119. Ngerupot
120. Ngileow
121. Ngitong arei
122. Ngulek
123. Ngulang runot
124. Ngigew
125. Nugel
126. Nyepiang
127. Nyuloh=sulohi
128. Nyuroh
P
129. Pak jande
130. Pelicoh
131. Panggak
132. Pacol
133. Pekal
134. Pelem
135. Pekal Bawah
136. Pinggen
137. Punggo-eng
138. Pukang
R
139. Rebah
S
140. Sebile
141. Sige-ek /sutek
142. Siko-k
143. Suat
144. Suat ik
145. Silu/lebei
146. Singgah
147. Suduk
148. Suleh be
149. Selai
150. Sedekah ruwah
151. Setila
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Yang itu
Mencaci, mengomel
Menjelekkan – mengatai
Mengupas
Membersihkan rumput
Ngilu
Menghitung hari untuk orang yang telah
meninggal, nige, nujoh, nyelawi, pat
puloh arei, nyetaon, dst.
Kembali
Pesta/peryaan (walimah) nikah yang
diadakan di rumah mempelai laki-laki,
setelah di rumah perempuan
Mengigau
Menugal padi
Membersihkan
Menyinari=sinari
Merintah – membuat
Duda
Curang
Kayak, seperti
Cangkul
Pangkal
Mangga
Pangkal yang rendah/dataran rendah
Piring
Punggung
Paha
Roboh, jatuh
Kapan
Satu, sebuah,
seekor
Sebentar
Sekarang
Hayolah!
Berhenti
Sendok
Biarlah
Selembar
Upacara nyepiang kubur (membersihkan
kuburan) desa
Ketela/ubi jalar
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
76
T
152. Taipaw
153. Tangen
154. Tebalek
155. Tegulew-gulew
156. Teletang
157. Tepundur tepare
158. Terap
159. Temen ge
160. Tubet
161. Tubet tisal
162. Tubir
163. Tumbang
U
164. Ubok
165. Ubok pulot
166. Ubok mirah
167. Uben – Nek uben
168. Ume
169. Umah
170. Umbang
Y 171. Yuk
172. Yik
173. yeik lah
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Sombong
Tangan
Terbalik
Banyak omong
Terlentang
Mondar mandir
Tiarap
Benarkah
Tidak mau
Tidak mau sama sekali, enggan
Tebing/tanjakan
Rebah, ke arah
Nasi
Nasi ketan/pulut
Nasi merah, beras baru
Uban – nenek yang bermbut sudah
ubanan
Ladang
Rumah
Mirip
Itu
Ini
Inilah
Untuk yang lainnya harap maklum, karena keterbatasan pengetahuan penulis tentang
istilah-istilah bahasa Jering yang lainnya.
Peradong, Februari 2010
Penulis
Tradisi Sedekah Kampung Peradong
77
ebuah tradisi warisan nenek moyang yang ada di kepulauan
Bangka Belitung, dan telah dilakukan selama puluhan
tahun, bahkan kemungkinan telah lebih dari seratus tahun.
Warisan tradisi tersebut dilakukan masyarakat Peradong
dalam setiap tahun bertepatandengan bulan Maulid (Rabiul
Awwal) kelender Hijriyah. Tradisi tersebut dilakukan bertujuan
untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad, sebagai wujud
kecintaan masyarakat peradong terhadap belaiu.
Dilihat dari corak dan gayanya, tradisi ini dipengaruhi oleh
tradisi orang dari Sulawesi Barat, Betawi (Jakarta), dan Aceh.
Kemiripan ini dapat dilihat pada pelaksanaan sunat kapong dan
tamat ngaji (khataman Al-Qur’an). Seperti halnya “Upacara Daur
hidup Adat Betawi”, yang di dalamnya terdapat tamatan Qur’an dan
sunat yang dilakukan secara tradisional oleh bengkong. Sedangkan
di Sulawesi Barat dapat dilihat pada “Pesta Adat Sayyang Pattudu”,
yang dirayakan untuk mensyukuri anak-anak yang khatam (tamat)
Al-Qur’an.
Untuk kebenarannya belum diketahui,
hanya saja menurut informasi masyarakat
Peradong, tradisi tersebut telah ada sebelum
Indonesia merdeka, walaupun sempat terhenti
dan akhirnya dihidupkan kembali setelah
kemerdekaan Indonesia.
Dalam buku ini pembaca akan mendapatkan
sedikit pemahaman dan pengetahuan tentang
prosesi dan ritual yang terdapat dalam tradisi
Sedekah Kampung di Peradong.