beton01

7
1. Jelaskan gambar di bawah ini. JAWAB: Gambar di atas merupakan uji tarik belah atau split sylinder test. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan tarik belah (splitting tensile strength) dari spesimen beton berbentuk silinder. Kekuatan tarik belah umumnya lebih besar daripada kekuatan tarik langsung ( direct tensile strength) dan lebih rendah dari kekuatan lentur. Penentuan kuat tarik pada beton diperlukan untuk menentukan pada beban berapa elemen beton akan retak, dimana retak tersebut merupakan bentuk dari kegagalan tarik. Pada uji tarik belah, sebuah silinder beton berukuran 15 cm X 30 cm pada diameter dikenakan beban tekan yang seragam (uniform) di sepanjang silinder pada kedua ujung beton. Beban diaplikasikan secara kontinyu dan laju konstan hingga spesimen gagal atau mengalami retak belah (gambar c). Pada gambar a terlihat bahwa akibat pembebanan tekan, elemen disepanjang dimeter vertikal dari silinder beton akan mengalami tegangan tekan vertical dan tegangan tarik horizontal. Kondisi pembebanan akan mengakibatkan terjadinya tegangan tekan yang tinggi pada bagian beton tepat di bawah pembebanan. Namun, pada bagian silinder yang lebih besar, sesuai dengan kedalaman silinder beton, maka beton akan mengalami tegangan tarik yang seragam dan horizontal (gambar b). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar distribusi tegangan di bawah.

Upload: rizki-amalia-tri-cahyani

Post on 03-Oct-2015

220 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

School work

TRANSCRIPT

  • 1. Jelaskan gambar di bawah ini.

    JAWAB:

    Gambar di atas merupakan uji tarik belah atau split sylinder test. Pengujian ini dilakukan untuk

    mengetahui kekuatan tarik belah (splitting tensile strength) dari spesimen beton berbentuk

    silinder. Kekuatan tarik belah umumnya lebih besar daripada kekuatan tarik langsung (direct

    tensile strength) dan lebih rendah dari kekuatan lentur. Penentuan kuat tarik pada beton

    diperlukan untuk menentukan pada beban berapa elemen beton akan retak, dimana retak

    tersebut merupakan bentuk dari kegagalan tarik.

    Pada uji tarik belah, sebuah silinder beton berukuran 15 cm X 30 cm pada diameter dikenakan

    beban tekan yang seragam (uniform) di sepanjang silinder pada kedua ujung beton. Beban

    diaplikasikan secara kontinyu dan laju konstan hingga spesimen gagal atau mengalami retak

    belah (gambar c). Pada gambar a terlihat bahwa akibat pembebanan tekan, elemen

    disepanjang dimeter vertikal dari silinder beton akan mengalami tegangan tekan vertical dan

    tegangan tarik horizontal. Kondisi pembebanan akan mengakibatkan terjadinya tegangan

    tekan yang tinggi pada bagian beton tepat di bawah pembebanan. Namun, pada bagian

    silinder yang lebih besar, sesuai dengan kedalaman silinder beton, maka beton akan

    mengalami tegangan tarik yang seragam dan horizontal (gambar b). Untuk lebih jelasnya

    dapat dilihat pada gambar distribusi tegangan di bawah.

  • Tegangan tekan vertical yang terjadi pada silinder beton diperkirakan terjadi pada kedalaman

    1/6 dari diameter silinder dan sisanya akan mengalami tegangan tarik horizontal. Fenomena

    ini sebenarnya sama seperti pada efek poisson, dimana elemen yang ditekan akan mengalami

    tekan pada ujung elemen yang terkena pembebanan dan elemen pada bagian tengah akan

    mengalami tarik.

    2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi susut pada beton:

    a. Volume/surface ratio

    b. Type of cement

    c. Admixture

    d. Relative humidity

    e. Typical magnitude of strain

    JAWAB:

    Volume/surface ratio:

    Kelajuan dan besarnya susut akan berkurang apabila volume elemen beton semakin besar.

    Volume elemen beton yang besar berarti semakin banyak air yang terkandung di dalamnya

    karena semakin banyak beton yang diperlukan untuk membentuk elemen tersebut. Sehingga

    sebenarnya susut yang terjadi akan besar hanya saja terjadi dalam waktu yang sangat lama.

    Hal tersebut karena semakin besar elemen beton maka akan lebih banyak waktu yang

    diperlukan untuk pengeringan sampai ke bagian dalam elemen beton.

    Namun efek luas permukaan pada elemen beton juga patut diperhitungkan. Dua elemen beton

    dengan volume yang sama namun dengan luas permukaan yang berbeda akan menghasilkan

    susut yang berbeda, dimana elemen dengan permukaan lebih luas pasti akan mengalami

    susut yang lebih besar dan cepat. Dengan demikian elemen beton dengan volume/surface

    ratio yang lebih kecil akan mengalami susut yang lebih besar dan laju susut juga akan semakin

    cepat.

    Dalam ACI (American Concrete Institute) terdapat persamaan yang dapat memprediksi

    besarnya regangan susut ultimit, yaitu:

    () = 780 106 . . , ( )

    Dimana merupakan faktor koreksi susut pada berbagai kondisi. Faktor koreksi

    berdasarkan volume/surface ratio dari elemen atau member diberikan pada persamaan

    berikut dimana merupakan volume/surface ratio dalam mm.

    = 1.2 exp (0.00472 )

  • Faktor koreksi untuk volume/surface ratio dapat juga ditentukan berdasarkan tabel berikut

    (ACI 1993):

    Type of cement:

    Troxell (1956) menjelaskan bahwa tipe semen akan mempengaruhi besarnya susut yang

    terjadi pada pasta semen (tabel 1). Semen dengan kekuatan awal tinggi akan mengalami

    susut 10% lebih banyak daripada normal semen. Tingginya susut pada semen dengan panas-

    rendah (low-heat) dan semen portland-pozzolan diindikasi terjadi karena tipe semen tersebut

    memproduksi prosentase gel yang besar. Setelah mengalami hidrasi semen akan terdiri atas

    material yang mengkristal (crystalline material) dan gel kalsium silika (calcium silicate). Gel

    tersebut memiliki pori-pori yang kecil (finely porous) dan akan mengalami perubahan volume

    yang besar saat basah dan mengering. Karenanya kuantitas dan karakteristik dari gel kalsium

    silika akan dapat menentukan besarnya potensi susut pada semen yang terhidrasi (hydrated

    cement).

    Tabel 1. Shrinkage of Neat Cement in Air at Age of 1 Year

    Shrinkage,

    millionths

    Type I, normal, 7% CA, 1,400 sq cm per g 2,150

    Type III, high-early-strength, 29% minus 5 micros 2,335

    Type IV, low heat, 5% CA, 1,900 sq cm per g 2,870

    Portland-pozzolan 3,150

    Cement

  • Serangkaian tes yang dilakukan pada semen portland-pozzolan menunjukkan bahwa dengan

    mengganti sebanyak 20& semen high-lime portland dengan pozzolan maka penyusutan

    mortar di udara pada umur 1 tahun meningkat sebanyak 25% dibandingkan dengan mortar

    yang memakai semen high-lime portland. Semen yang memiliki butiran lebih kecil (finely

    ground cement) akan mengurangi, atau setidaknya tidak menambah, susut yang terjadi pada

    pasta semen. Hal ini karena fine cement umumnya membutuhkan air yang lebih sedikit untuk

    kelecakan dibanding dengan semen yang kasar (coarse cement).

    Namun meski demikian, disebutkan dalam Mehta (1993) banyak peneliti yang mengamati

    bahwa meskipun perubahan pada komposisi semen atau fineness dari semen memiliki

    pengaruh terhadap susut pada pasta semen atau mortar, efek yang sama tidak terjadi pada

    beton. Neville (1981) juga menyebutkan hal yang sama dimana properti dari semen memiliki

    pengaruh yang kecil terhadap susut pada beton. Beberapa penelitian telah menunjukkan

    semakin besar susut yang terjadi pada pasta semen tidak berarti beton yang menggunakan

    semen tersebut akan mengalami susut yang semakin tinggi pula.

    Neville (1981) menjelaskan lebih lanjut, fineness dari semen dapat menjadi faktor hanya jika

    partikel semen lebih kasar dari ayakan No. 200, dimana akan mengalami hidrasi yang lebih

    kecil dan akan memiliki efek penghambatan susut yang sama seperti pada agregat.

    Karenanya finer cement tidak meningkatkan susut pada beton dengan agregat normal.

    Komposisi kimia pada semen juga dipercaya memiliki efek yang kecil terhadap susut pada

    beton kecuali semen dengan kandungan gypsum yang rendah. Semen yang demikian akan

    mengakibatkan penyusutan yang tinggi.

    Admixture:

    Disebutkan dalam Troxell (1956), umumnya bahan tambah atau admixture yang

    meningkatkan kebutuhan air pada beton akan turut menambah potensi susut, dan bahan

    tambah yang mengurangi kebutuhan air akan mengurangi potensi susut. Susut akan

    bertambah cukup tinggi dengan mengganti beberapa bagian semen portland dengan tanah

    liat (clay) dan beberapa material pozzolanic seperti pumicite. Hal ini karena penambahan

    tanah liat akan mengurangi efek penghambatan susut pada agregat dan tanah liat sendiri

    merupakan material yang mudah mengalami susut (clay is subject to shrinkage). Meski

    demikian, penggantian dengan fly ash atau lime (termasuk material pozzolan) tidak merubah

    karateristik susut beton secara spesifik. Bahan tambah berupa dispersing agent dan wetting

    agent juga memiliki efek yang kecil terhadap susut.

  • Mehta (1993) menambahkan, bahan tambah beton seperti kalsium klorida, slag, dan pozzolan

    cenderung meningkatkan volume dari pori (fine pores) pada produk hidrasi semen. Beton

    yang memiliki kandungan bahan tambah yang dapat meningkatkan pori atau rongga

    umumnya memiliki susut kering yang tinggi karena susut kering berhubungan erat dengan air

    yang dikandung oleh pori kecil dengan ukuran antara 3 hingga 20 nm. Water-reducing dan

    set-retarding admixture mampu untuk memberikan efek penyebaran partikel semen

    anhydrous yang lebih baik sehingga menyebabkan adanya peningkatan pori pada produk

    hidrasi dan menyebabkan peningkatan susut kering.

    Bahan air-entraining memiliki efek terhadap susut beton, dimana ketika entrained air

    meningkat maka susut kering juga akan meningkat. Namun karena penggunaan entrained air

    akan mengurangi penggunaan air sehingga susut kering pada air-entrained concrete akan

    menjadi kecil. Menurut Neville (1981), variasi bahan tambah akan menyebabkan variasi dalam

    peningkatan susut namun prosentase hubungan dari susut akan konstan sesuai dengan

    admixture yang ditambahkan, agregat apapun yang digunakan.

    Relative Humidity:

    Neville (1981) menjelaskan kelembapan relatif dari medium yang mengelilingi beton

    memberikan efek yang besar terhadap basarnya susut. Beton akan menyusut pada udara

    yang kering atau tidak jenuh namun akan mengembang (swell) pada udara dengan

    kelembapan relatif 100% atau pada air. Hal ini mengindikasi bahwa tekanan uap air (vapour

    pressure) di dalam pasta semen selalu lebih kecil dari tekanan uap air jenuh.

    Terdapat satu penelitian dimana specimen beton dikeringkan dalam suatu periode dengan

    temperature dan kelembapan yang telah dikondisikan. Susut yang terjadi pada kondisi

    tersebut sama dengan susut yang terjadi pada beton yang terekspos di udara cukup lama

    dengan kelembapan relatif kira-kita 65%.

    Lebih lanjut dijelaskan dalam Mehta (1993) dan Troxell (1956) difusi dari air yang terserap

    dan air yang ditahan oleh tekanan kapiler pada pori kecil (di bawah 50 nm) oleh hydrated

    cement paste ke pori yang lebih besar dalam suatu system atau ke atmosfir merupakan

    proses yang tergantung waktu (time-dependant) dan membutuhkan waktu atau periode yang

    panjang. Hubungan antara kelembapan relatif dengan susut kering dapat dilihat pada gambar

    berikut.

  • Untuk kelembapan relatif lingkungan (ambient relative humidity) lebih besar dari 40%, maka

    maka faktor koreksi susut dapat ditentukan dengan persamaan berikut dengan merupakan

    kelembapan relatif dalam persen (ACI 1993).

    = 1.40 0.010 , 40 80

    = 3.00 0.030 , 80 100

    Typical magnitude of strain:

    Perubahan volume signifikan pada beton akibat proses pengeringan dan pembasahan (drying

    and wetting processes) pada beton yang menyebabkan berubahnya kadar air pada rongga

    atau pori disebut susut (shrinkage). Susut umumnya atau khasnya (typically) menyebabkan

    regangan yang berkisar antara 0.0002 hingga 0.0006 dan pada beton mutu rendah nilai

    regangan akibat susut bisa mencapai 0.0012. Regangan ini disebut regangan susut

    (shrinkage strain).

  • Daftar Pustaka

    ACI Manual of Concrete Practice 1993 Part 1: Materials and General Properties of Concrete

    A.M. Neville. 1981. Properties of Concrete. Singapore: ELBS

    Mehta, P. Kumfar; Monteiro, Paulo J.M. 1993. Concrete: Structure, Properties, and Materials.

    New Jersey: Prantice Hall

    Troxell, George Earl; Davis, Harmer E. 1956. Composition and Properties of Concrete. United

    States of America: Mc-Graw Hill Book Company, Inc.

    Nawy, Edward G. 2008. Beton Berrtulang Suatu Pendekatan Dasar. Bandung: PT. Refika

    Aditama

    http://en.wikipedia.org/wiki/Creep_and_shrinkage_of_concrete

    http://www.theconcreteportal.com/hard_strength.html

    http://sagarkdalal.wordpress.com/2014/03/15/the-origins-of-split-cylinder-test-brazilian-test/