beton01
DESCRIPTION
School workTRANSCRIPT
-
1. Jelaskan gambar di bawah ini.
JAWAB:
Gambar di atas merupakan uji tarik belah atau split sylinder test. Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui kekuatan tarik belah (splitting tensile strength) dari spesimen beton berbentuk
silinder. Kekuatan tarik belah umumnya lebih besar daripada kekuatan tarik langsung (direct
tensile strength) dan lebih rendah dari kekuatan lentur. Penentuan kuat tarik pada beton
diperlukan untuk menentukan pada beban berapa elemen beton akan retak, dimana retak
tersebut merupakan bentuk dari kegagalan tarik.
Pada uji tarik belah, sebuah silinder beton berukuran 15 cm X 30 cm pada diameter dikenakan
beban tekan yang seragam (uniform) di sepanjang silinder pada kedua ujung beton. Beban
diaplikasikan secara kontinyu dan laju konstan hingga spesimen gagal atau mengalami retak
belah (gambar c). Pada gambar a terlihat bahwa akibat pembebanan tekan, elemen
disepanjang dimeter vertikal dari silinder beton akan mengalami tegangan tekan vertical dan
tegangan tarik horizontal. Kondisi pembebanan akan mengakibatkan terjadinya tegangan
tekan yang tinggi pada bagian beton tepat di bawah pembebanan. Namun, pada bagian
silinder yang lebih besar, sesuai dengan kedalaman silinder beton, maka beton akan
mengalami tegangan tarik yang seragam dan horizontal (gambar b). Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar distribusi tegangan di bawah.
-
Tegangan tekan vertical yang terjadi pada silinder beton diperkirakan terjadi pada kedalaman
1/6 dari diameter silinder dan sisanya akan mengalami tegangan tarik horizontal. Fenomena
ini sebenarnya sama seperti pada efek poisson, dimana elemen yang ditekan akan mengalami
tekan pada ujung elemen yang terkena pembebanan dan elemen pada bagian tengah akan
mengalami tarik.
2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi susut pada beton:
a. Volume/surface ratio
b. Type of cement
c. Admixture
d. Relative humidity
e. Typical magnitude of strain
JAWAB:
Volume/surface ratio:
Kelajuan dan besarnya susut akan berkurang apabila volume elemen beton semakin besar.
Volume elemen beton yang besar berarti semakin banyak air yang terkandung di dalamnya
karena semakin banyak beton yang diperlukan untuk membentuk elemen tersebut. Sehingga
sebenarnya susut yang terjadi akan besar hanya saja terjadi dalam waktu yang sangat lama.
Hal tersebut karena semakin besar elemen beton maka akan lebih banyak waktu yang
diperlukan untuk pengeringan sampai ke bagian dalam elemen beton.
Namun efek luas permukaan pada elemen beton juga patut diperhitungkan. Dua elemen beton
dengan volume yang sama namun dengan luas permukaan yang berbeda akan menghasilkan
susut yang berbeda, dimana elemen dengan permukaan lebih luas pasti akan mengalami
susut yang lebih besar dan cepat. Dengan demikian elemen beton dengan volume/surface
ratio yang lebih kecil akan mengalami susut yang lebih besar dan laju susut juga akan semakin
cepat.
Dalam ACI (American Concrete Institute) terdapat persamaan yang dapat memprediksi
besarnya regangan susut ultimit, yaitu:
() = 780 106 . . , ( )
Dimana merupakan faktor koreksi susut pada berbagai kondisi. Faktor koreksi
berdasarkan volume/surface ratio dari elemen atau member diberikan pada persamaan
berikut dimana merupakan volume/surface ratio dalam mm.
= 1.2 exp (0.00472 )
-
Faktor koreksi untuk volume/surface ratio dapat juga ditentukan berdasarkan tabel berikut
(ACI 1993):
Type of cement:
Troxell (1956) menjelaskan bahwa tipe semen akan mempengaruhi besarnya susut yang
terjadi pada pasta semen (tabel 1). Semen dengan kekuatan awal tinggi akan mengalami
susut 10% lebih banyak daripada normal semen. Tingginya susut pada semen dengan panas-
rendah (low-heat) dan semen portland-pozzolan diindikasi terjadi karena tipe semen tersebut
memproduksi prosentase gel yang besar. Setelah mengalami hidrasi semen akan terdiri atas
material yang mengkristal (crystalline material) dan gel kalsium silika (calcium silicate). Gel
tersebut memiliki pori-pori yang kecil (finely porous) dan akan mengalami perubahan volume
yang besar saat basah dan mengering. Karenanya kuantitas dan karakteristik dari gel kalsium
silika akan dapat menentukan besarnya potensi susut pada semen yang terhidrasi (hydrated
cement).
Tabel 1. Shrinkage of Neat Cement in Air at Age of 1 Year
Shrinkage,
millionths
Type I, normal, 7% CA, 1,400 sq cm per g 2,150
Type III, high-early-strength, 29% minus 5 micros 2,335
Type IV, low heat, 5% CA, 1,900 sq cm per g 2,870
Portland-pozzolan 3,150
Cement
-
Serangkaian tes yang dilakukan pada semen portland-pozzolan menunjukkan bahwa dengan
mengganti sebanyak 20& semen high-lime portland dengan pozzolan maka penyusutan
mortar di udara pada umur 1 tahun meningkat sebanyak 25% dibandingkan dengan mortar
yang memakai semen high-lime portland. Semen yang memiliki butiran lebih kecil (finely
ground cement) akan mengurangi, atau setidaknya tidak menambah, susut yang terjadi pada
pasta semen. Hal ini karena fine cement umumnya membutuhkan air yang lebih sedikit untuk
kelecakan dibanding dengan semen yang kasar (coarse cement).
Namun meski demikian, disebutkan dalam Mehta (1993) banyak peneliti yang mengamati
bahwa meskipun perubahan pada komposisi semen atau fineness dari semen memiliki
pengaruh terhadap susut pada pasta semen atau mortar, efek yang sama tidak terjadi pada
beton. Neville (1981) juga menyebutkan hal yang sama dimana properti dari semen memiliki
pengaruh yang kecil terhadap susut pada beton. Beberapa penelitian telah menunjukkan
semakin besar susut yang terjadi pada pasta semen tidak berarti beton yang menggunakan
semen tersebut akan mengalami susut yang semakin tinggi pula.
Neville (1981) menjelaskan lebih lanjut, fineness dari semen dapat menjadi faktor hanya jika
partikel semen lebih kasar dari ayakan No. 200, dimana akan mengalami hidrasi yang lebih
kecil dan akan memiliki efek penghambatan susut yang sama seperti pada agregat.
Karenanya finer cement tidak meningkatkan susut pada beton dengan agregat normal.
Komposisi kimia pada semen juga dipercaya memiliki efek yang kecil terhadap susut pada
beton kecuali semen dengan kandungan gypsum yang rendah. Semen yang demikian akan
mengakibatkan penyusutan yang tinggi.
Admixture:
Disebutkan dalam Troxell (1956), umumnya bahan tambah atau admixture yang
meningkatkan kebutuhan air pada beton akan turut menambah potensi susut, dan bahan
tambah yang mengurangi kebutuhan air akan mengurangi potensi susut. Susut akan
bertambah cukup tinggi dengan mengganti beberapa bagian semen portland dengan tanah
liat (clay) dan beberapa material pozzolanic seperti pumicite. Hal ini karena penambahan
tanah liat akan mengurangi efek penghambatan susut pada agregat dan tanah liat sendiri
merupakan material yang mudah mengalami susut (clay is subject to shrinkage). Meski
demikian, penggantian dengan fly ash atau lime (termasuk material pozzolan) tidak merubah
karateristik susut beton secara spesifik. Bahan tambah berupa dispersing agent dan wetting
agent juga memiliki efek yang kecil terhadap susut.
-
Mehta (1993) menambahkan, bahan tambah beton seperti kalsium klorida, slag, dan pozzolan
cenderung meningkatkan volume dari pori (fine pores) pada produk hidrasi semen. Beton
yang memiliki kandungan bahan tambah yang dapat meningkatkan pori atau rongga
umumnya memiliki susut kering yang tinggi karena susut kering berhubungan erat dengan air
yang dikandung oleh pori kecil dengan ukuran antara 3 hingga 20 nm. Water-reducing dan
set-retarding admixture mampu untuk memberikan efek penyebaran partikel semen
anhydrous yang lebih baik sehingga menyebabkan adanya peningkatan pori pada produk
hidrasi dan menyebabkan peningkatan susut kering.
Bahan air-entraining memiliki efek terhadap susut beton, dimana ketika entrained air
meningkat maka susut kering juga akan meningkat. Namun karena penggunaan entrained air
akan mengurangi penggunaan air sehingga susut kering pada air-entrained concrete akan
menjadi kecil. Menurut Neville (1981), variasi bahan tambah akan menyebabkan variasi dalam
peningkatan susut namun prosentase hubungan dari susut akan konstan sesuai dengan
admixture yang ditambahkan, agregat apapun yang digunakan.
Relative Humidity:
Neville (1981) menjelaskan kelembapan relatif dari medium yang mengelilingi beton
memberikan efek yang besar terhadap basarnya susut. Beton akan menyusut pada udara
yang kering atau tidak jenuh namun akan mengembang (swell) pada udara dengan
kelembapan relatif 100% atau pada air. Hal ini mengindikasi bahwa tekanan uap air (vapour
pressure) di dalam pasta semen selalu lebih kecil dari tekanan uap air jenuh.
Terdapat satu penelitian dimana specimen beton dikeringkan dalam suatu periode dengan
temperature dan kelembapan yang telah dikondisikan. Susut yang terjadi pada kondisi
tersebut sama dengan susut yang terjadi pada beton yang terekspos di udara cukup lama
dengan kelembapan relatif kira-kita 65%.
Lebih lanjut dijelaskan dalam Mehta (1993) dan Troxell (1956) difusi dari air yang terserap
dan air yang ditahan oleh tekanan kapiler pada pori kecil (di bawah 50 nm) oleh hydrated
cement paste ke pori yang lebih besar dalam suatu system atau ke atmosfir merupakan
proses yang tergantung waktu (time-dependant) dan membutuhkan waktu atau periode yang
panjang. Hubungan antara kelembapan relatif dengan susut kering dapat dilihat pada gambar
berikut.
-
Untuk kelembapan relatif lingkungan (ambient relative humidity) lebih besar dari 40%, maka
maka faktor koreksi susut dapat ditentukan dengan persamaan berikut dengan merupakan
kelembapan relatif dalam persen (ACI 1993).
= 1.40 0.010 , 40 80
= 3.00 0.030 , 80 100
Typical magnitude of strain:
Perubahan volume signifikan pada beton akibat proses pengeringan dan pembasahan (drying
and wetting processes) pada beton yang menyebabkan berubahnya kadar air pada rongga
atau pori disebut susut (shrinkage). Susut umumnya atau khasnya (typically) menyebabkan
regangan yang berkisar antara 0.0002 hingga 0.0006 dan pada beton mutu rendah nilai
regangan akibat susut bisa mencapai 0.0012. Regangan ini disebut regangan susut
(shrinkage strain).
-
Daftar Pustaka
ACI Manual of Concrete Practice 1993 Part 1: Materials and General Properties of Concrete
A.M. Neville. 1981. Properties of Concrete. Singapore: ELBS
Mehta, P. Kumfar; Monteiro, Paulo J.M. 1993. Concrete: Structure, Properties, and Materials.
New Jersey: Prantice Hall
Troxell, George Earl; Davis, Harmer E. 1956. Composition and Properties of Concrete. United
States of America: Mc-Graw Hill Book Company, Inc.
Nawy, Edward G. 2008. Beton Berrtulang Suatu Pendekatan Dasar. Bandung: PT. Refika
Aditama
http://en.wikipedia.org/wiki/Creep_and_shrinkage_of_concrete
http://www.theconcreteportal.com/hard_strength.html
http://sagarkdalal.wordpress.com/2014/03/15/the-origins-of-split-cylinder-test-brazilian-test/