bani buwaihi

39
TINJAUAN SOSIAL PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI BUWAYH A. Pendahulaun. Masa kejayaan Bani Buwah y merupakan era transisi berakhirnya kekuasaan bangsa Arab di Kekhalifahan Abbasiyah. Selama mengendalikan kekuasaannya di Baghdad, Dinasti Buwa hy turut berjasa mengembangkan supremasi peradaban Islam di bidang ilmu pengetahuan dan sastra. Sederet ilmuwan, pemikir dan ulama besar lahir di era kekuasaan Buwa uhi di kota Baghdad. Ulama, pemikir dan ilmuwan penting yang muncul di era kejayaan Buwa y h antara lain; Al-Farabi (wafat 950 M), Ibnu Sina (980-1037 M), Al-Farghani, Abdurahman Al-Shufi (wafat 986 M), serta Ibnu Maskawih (wafat 1030 M). 1 1 A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka Alhusna,1993). H. 324 1

Upload: diknas-pendidikan

Post on 27-May-2015

2.065 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: BANI BUWAIHI

TINJAUAN SOSIAL PENDIDIKAN ISLAM

PADA MASA BANI BUWAYH

A. Pendahulaun.

Masa kejayaan Bani Buwahy merupakan era transisi berakhirnya

kekuasaan bangsa Arab di Kekhalifahan Abbasiyah. Selama mengendalikan

kekuasaannya di Baghdad, Dinasti Buwahy turut berjasa mengembangkan

supremasi peradaban Islam di bidang ilmu pengetahuan dan sastra. Sederet

ilmuwan, pemikir dan ulama besar lahir di era kekuasaan Buwauhi di kota

Baghdad. Ulama, pemikir dan ilmuwan penting yang muncul di era

kejayaan Buwayh antara lain; Al-Farabi (wafat 950 M), Ibnu Sina (980-

1037 M), Al-Farghani, Abdurahman Al-Shufi (wafat 986 M), serta Ibnu

Maskawih (wafat 1030 M).1 

Sumbangan ilmuwan dan intelektual yang berada dalam lindungan

dan dukungan para penguasa Buwayh ini bagi pengembangan ilmu

pengatahuan sungguh sangat besar. Tidak cuma itu, Philip K Hitti dalam

bukunya History of Arab juga mencatat peran penting Bani Buwaihi dalam

pembangunan di kota Baghdad. Menurut Hitti, di era kekuasaannya, para

penguasa Buwaihy berhasil membangun masjid, rumah sakit, serta kanal-

kanal. Pembangunan infrastruktur itu turut membuat sektor ekonomi,

pertanian, perdagangan dan industri menggeliat.2

1 A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka Alhusna,1993). H. 3242 Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam ( Jakarta: PT Raja Grapindo, 1985). H. 231

1

Page 2: BANI BUWAIHI

Menurut Ensiklopedi Britannica Online, penguasa Buwayh sempat

membangun bendungan jembatan yang membelah Sungai Kur dengan

Shiraz. Jembatan itu mampu menyambungkan Dinasti Buwayh dengan

kerajaan lainnya seperti Samanid, Hamdaniyah, Bizantium dan Fatimiyah.

Penguasa Buwayh pun turut menopang geliat seni dan kesusasteraan.3

B. PEMBAHASAN

1. Kronologis Kedatangan Bani Buwaih

Masa pemerintahan Buwayh yaitu periode ketiga dari

pemerintahan bani Abbasiah, dimana kekhilafahannya dikuasai  oleh bani

Buwaih  sejak 334 -447 H/945-1055 M kehadiran bani Buwaihi berawal

dari tiga orang putera Abu Syuja' Buwayh, seorang pencari ikan yang

tinggal di daerah Dailam, yaitu Ali, Hasan dan Ahmad. Untuk keluar dari

tekanan kemiskinan, tiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang

ketika itu dipandang banyak mendatangkan rezeki.4 sehingga sebagian

besar ahli sejarah Islam merangkai awal dari kemunculan bani Buwayh 

dala paggung sejarah bani Abbas bermula dari kedudukan panglima

perang yang diraih Ali bin Ahmad dalam psukan Makan Ibn Kali dari

dinasti Saman, tetapi kamudian berpinadah ke kubu Mardawij. Ketika

Mardawij  tebunuh pada tahun 943, Ali sudah menjadi penguaa Isfahan

dan sedang berusaha menjadi  penguasa yang mandiri. Kira-kira dua tahun

kemudian ketiga orang bersaudara ini menguasai bagian barat dan barat

3G.E. Bosworrt Dinasti-dinasti Ilam (Bandung: Mizan, 1993). H 122-123.4Omar A. Farrukh dalam M.M. Syarif (editor), Aliran-Aliran Filsafat Islam (Bandung:

Nuansa Cendikia, 2004), hal. 181

2

Page 3: BANI BUWAIHI

daya Persia, dan pada tahun 945, setelah kematian jendral Tuzun,

penguasa sebenarnya atas Baghdad, Ahmad memasuki Baghdad dan

memulai kekuasaan  Bani Buwaih atas khalifah Abbasiyah. Gelar  mu’izz

al- Daulah (yang memuliakan Negara) diperolehnya dari khalifah. Ia

memerintah Baghdad selama leih dari 24 tahun, sementara kedua

saudaranya menguasai bagian kerajaan sebelah timur.5 Sebenarnya

keturunan Bani Buwayh adalah  keturunan kaum Syi’ah, dan bukan

keturunan Bani Abbas secara langsung pada saat itu. Melihat kekuasaan

Bani abbas yang semakin melemah di dalam bidang pemerinahan atau

perpolitikan yang mngakibatkan timbulnya keinginan dari daulat-daulat

kecil yang ada di bawah kekuasaan Baghdad. Kesempatan ini tidak kalah

pentingnya bagi Ali sebagai pemimpin Bani Buwayh sehingga langkah

awal yang dilakukan yaitu mulai menakkan di daerah-daerah Persia

menjadikan Syiraz sebagi pusat pemerintahan. Ketika Mardawij 

meninggal, Bani Buwayh yang bermarkas di Syiraz itu berhasil

menalukkan beberapa daerah di Persia seperti Rayy, Isfahan, dab daerah-

daerah Jabal. Ali berusaha mendapat legalisasi dari Khlifah abbasiyah Al-

Radhi Billah, dan mengirimkan sejumlah uang untuk pembendaharaan

Negara.Ia berhasil mendapat legalitas itu. Kemudian, melakukan ekspasi

ke Irak, Ahwaz, dan  Wasith. Dari sini tetara Buwaih menuju Baghdad

untuk merebut kekuasaan di pusat pemerintahan .ketika itu ,Baghdad 

dilanda kekisruhan politik, akibat perebutan jabatan Amir Al Umara’

5Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis, (terj.) oleh Zaimul Am, (Bandung: Mizan, 2002), hal. 64

3

Page 4: BANI BUWAIHI

antara wazir dan pemimpin miiter. Para pemimpin militer meminta

bantuan kepada Ahmad Ibnu Buwaih yang berkedudukan di Akhwaz

permintaan itu dikabulkan, Ahmad dan pasukannya tiba di Baghdad pada

tanggal 11 jumadil ula (334 H/945M). 6

2. Orang-Orang Bani Buwaih dan Khilafah Bani Abbasiah

Buwaih bermahzab Syiah sehingga mereka patut menjadikan

seorang khalifah dari syiah zaidiyah, akan tetapi mereka menerima

kailafah Abbasiah. Sehingga timbullah pertanyaan apa yang menjadi

penyebab semua itu?

Seperti yang dicantumkan dalam buku Al isy yusuf, tahun 1968 M

yaitu mereka adalah orang yang berpandangan jauh, para sejarawan

menyebutkan bahwa Ahmad bin Buwaih, pernah bermusyawarah dengan

orang-orang untuk menunjuk seorang khalifah dari keluarga Ali. Namun,

orang-orangnya mengingatkan dia agar menjauhinya mereka berkata, ”jika

kamu membawa salah seorang diantara mereka, kamu pasti menjadi

pembantu, dan dia akan menjadi pemimpin. Dailam adalah kelompoknya.

jika dia menyuruh orang untuk membunuhmu.kanu akan ada didalam

tangannya seperti cincin. Adapun ketika kamu membiarkan khalifah

Abbasiah, kamu akan menjamin untuk dirimu seseorang yang bisa kamu

kendalikan sesuai dengan kehendakmu. Kamu bisa memecatnya jika kamu

mau untuk mengantikannya dengan yang lain kapanpun kamu mau.

6Omar A. Farrukh dalam M.M. Syarif (editor), Aliran-Aliran Filsafat Islam (Bandung: Nuansa Cendikia, 2004), hal. 187

4

Page 5: BANI BUWAIHI

Orang-orang Dailam adalah kelompokmu.mereka tidak akan taat denga

nama madzhab dan nama baiat yang ada didalam pundakmu.”

Dengan hal itulah Ahmad bin Buwayh menghindari penunjukan

kalangan keluarga Ali sebagai Khalifah. padahal pada awalnya rakyat Irak

telah menerima Abbasiyah sebagai khilafah yang sudah menjadi bagian

dari hidup mereka, atau jabatan khalifah adalah jabatan yang bersifat

mutlak di dalam agama yang tidak akan pernah bisa diganggu gugat, dan

inilah alasan untuk memnerima bani Abbasiyah menjadi khilafah pada

masa itu.

Dengan berkuasanya Bani Buwaih, aliran Mu’tazilah bangkit lagi,

terutama diwilayah Persia, bergandengan tangan dengan kaum Syi’ah.

Pada masa ini muncul banyak pemikir Mu’tazilah dari aliran Basrah yang

walaupun nama mereka tidak sebesar para pendahulu mereka dimasa

kejayaannya yang pertama, meninggalkan banyak karya yang bisa dibaca

sampai sekarang. Selama ini orang mengenal Mu’tazilah dari karya-karya

lawan-lawan mereka, terutama kaum Asy’ariyah. Yang terbesar diantara

tokoh Mu’tazilah periode kebangkitan kedua ini adalah al-Qadi Abd al-

jabbar, penerus aliran Basra setelah Abu Ali dan Abu Hasyim.7

3. Keadaan politik pada masa bani buwaihiyah

Di dalam masalah politik yang berperan penting hanya bani

buwaih yang memegang jabatan penting pada Amir Al umara’, sehingga

7Ibid. hal. 188

5

Page 6: BANI BUWAIHI

orang-orang bani Buwaih menetapkan orang-orang Abbasiyah dalam

pemerintahan, namun tidak memberikian kekuasaan. Mereka melarang

khalifah memperoleh pendapatan untuk kemudian mereka ambil

sendiriu.Mereka ,membuat pasukan khusus untuk khlifah yang berjumlah

lima ribu dirham sehari. Hal tersebut terjadi dimasa Almustakfa.8 Sejak

saat itu para khalifah tunduk kepada Bani Buwayh, sehingga para khalifah

Abbasiyah benar-benar tinggal nama saja. Pelaksanaan pemerintahan

sepenuhnya berada di tangan amir-amir Bani Buwaih.

4. Bidang ilmu pengetahuan.

Kekuasaan Buwayh mencapai puncaknya dibawah

kepemimpinan ‘Addud Ad-Daulah (949-983). Hal yang menarik

yang bisa kita banggakan dalam pola dan tatanan kehidupan masyrakat

pada masa Dinasti ini. Sebagaimana para khalifah Abbasiyah periode

pertama, para penguasa Bani Buwayh mencurahkan perhatian secara

langsung dan sungguh-sungguh terhadap pengembangan ilmu pengetahuan

dan kesusasteraan. Para pangeran dan wazir Dinasti ini menjadi contoh

dalam memberikan dukungan terhadap berbagai disiplin ilmu

pengetahuan. Pada masa tersebut, Baghdad sebagai tempat

berkembangnya Dinasti tersebut mengalami kemajuan yang sangat

pesat. Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan.  Kedekatannya dengan

para Ilmuan menjadikan loyalita mereka terhadap pemerintahan sangat

8 Ibit. hal. 190

6

Page 7: BANI BUWAIHI

tinggi. Istana pemerintahan pernah dijadikan sebagai tempat pertemuan

Ilmuwan saat itu. Bahkan saat itu dibangun Rumah sakit besar yang terdiri

dari 24 orang Dokter, dan digunakan juga sebagai tempat Praktek

mahasiswa Kedokteran saat itu. Di bidang sastrawan Para penguasa saling

berlomba-lomba dalam mengumpulkan para sastrawan untuk

menyampaikan syair-syair indahnya di istana. Sehingga bukan sebuah

keanehan jika sarjana dan penyair sering kali melakukan pengembaraan

dari satu istana menuju istana yang lain.

Para penguasapun sering mengumpulkan para kerabatnya dalam

sebuah majlis atau pertemuan untuk mempelajari disiplin ilmu

pengetahuan seperti; ilmu kalam, hadits, fikih, kesusastraan dan lain

sebagainya dengan dipandu oleh para guru yang diundang secara khusus

ke dalam istana. Selain di istana, pertemuan dalam membahas ilmu

pengetahuan juga diselenggarakan di masjid-masjid, rumah-rumah pribadi,

kedai-kedai, alun-alun bahkan di taman-taman kota

Pada masa Dinasti Buwaihy merupakan titik puncak dari apa

yang disebut "humanisme", karena betapa kosmopolitannya atmosfer

budaya pada saat itu. Percampuran pemikiran di antara orang-orang Islam,

Kristen, Yahudi, Kaum Pagan, kelompok-kelompok aliran teologi dan

kelompok religius sangat menghargai pluralitas. Titik tolak kesepakatan

mereka adalah bahwa "ilmu-ilmu kuno" adalah milik seluruh umat manusia

dan tidak ada satu kelompok religius atau kultural satu pun dapat

mengklaim kepemilikan eksklusif ilmu-ilmu tersebut. Dimana semangat

7

Page 8: BANI BUWAIHI

pluralitas itu mereka kembangkan atas prinsip "shadaqah" yang diartikan

"persahabatan" yaitu sebuah prinsip hubungan lintas budaya dan religius

yang mendasarkan hubungannya pada kemanusiaan. Ini berarti hubungan

mereka tidak didasarkan pada ras, suku atau agama, tetapi pada kenyataan

bahwa mereka adalah manusia.9

. Pada masa Bani Buwaih ini banyak bermunculan ilmuwan besar,

di antaranya, al-Farabi (w. 950 M), Ibn Sina (980-1037 M), Abdurrahman

al-Shufi (w. 986 M), Ibn Maskawaih (w. 1030 M), Abu al-'Ala al-

Ma'arri (973-1057 M), Al-Kindi, Sijistani, Nadhim, Al-Amiri, Ibn Rusyd

dan kelompok Ikhwan al-Shafa. Dan pada masa ini dilakukan

penerjemahan terhadap ratusan karya-ilmiah Yunani-Romawi ke bahasa

Arab oleh Hunain Ibn Ishaq, penerjemah Kristen Nestorian, Yuhanna ibn

Hailan dan sebagainya. Yang bertempat di Baghdad dan Iran sebagai pusat

peradaban Islam dengan beragam istana, dibawah kontrol dinasti Buwaihy

yang dipimpinan oleh 'Adhud Al-Daulah.

Karya-karya Ilmuan besar diantaranya:

1). Al-Farabbi (w.950 M)

Al-Farabi tempil sebagai filosof yang menguasai berbagai cabang

ilmu seperti : ilmu alam, matematika, astronomi dan lain-lain. Aliran

filsafat Yunani yang mempengaruhinya ialah filsafat Plato, Aristoteles,

9 Muhammad jalaluddun Surur, Tarikh al-Hadharah al-Islamiah (Fi al-ayarq al-fikral-Arabi, 1976). H. 51

8

Page 9: BANI BUWAIHI

dan Neoplatonisme. Selain itu ia sebagai seorang muslim yang telah

mempelajari pelajaran agama dengan baik ia pun mendapat pengaruh

dari ajaran tersebut. Disini Al-Farabi juga menyesuaikan filsafatnya

dengan ajaran islam, seperti: filsafatnya tentang kenabian ia mengakui

adanya nabi, dan nabi itu lebih tinggi dari filosof. Dimana maksudnya

nabi mempunyai mukzijat sedangkan filosof hanya menggunakan akal

pikiran untuk berfilsafat. Dengan demikian dasar pemikiran filsafat

yang digunakan Al-Farabi yaitu memadukan ajaran filsafat dengan

ajaran agama.

karya-karya Alfarabi adalah

1. Syuruh risalah aainun al-kabir al-Yunani

2. Al-Ta’liqat

3. Risalah fina yajibu ma’rifat qabla ta’allumi al-falsafah

4. Risalah fi itsbt al-mufaraqah

2). Ibn Sina (980-1033M),

Ibnu Sina telah menghasilkan beberapa karya monumental di

bidang ilmu pengetahuan,. Dengan demikian, tidak berlebihan jika

dikatakan bahwa ketika berbicara tentang pemikiran Islam atau ilmu

pengetahuan Islam, maka tidak terlepas dari kontribusi Ibnu Sina. Bahkan

dapat dikatkan bahwa berbicara tentang Ibnu Sina berarti berbicara tentang

pemikiran dan kejayaan Islam. Beberapa karya intelektual Ibnu Sina, dapat

diklasifikasikan ke dalam 15 bidang ilmu yaitu: 1) Falsafah umum, 2)

9

Page 10: BANI BUWAIHI

Logika, 3) Sastra, 4) Syair, 5) Ilmu-ilmu Alam, 6) Psikologi, 7)

Kedokteran, 8) Kimia, 9) Matematika, 10) Metafisika, 11) Tafsir al-

Qur’an, 12) Tasawuf, 13) Akhlak, Rumah Tangga, politik, dan nubuwwah,

14) Surat-surat pribadi, 15) Serba ragam ‘

3). Ibn Maskawaih (w.1030M)

Miskawiah adalah ilmuwan suka meneliti dalam pengetahuan

ilmiah dan akademis. Ia adalah ahli dan mampu di bidang Biologi; ia

merupakan ilmuwan pertama yang menemukan kehidupan tumbuhan

secara umum, membahas tentang evolusi. Ia adalah sarjana sosiologi, yang

ahli tentang kebudayaan dan peradaban dengan spesifikasi pada disiplin

Psikologi, dalam bidang psikologi ia termasuk ahli dibidangnya. Ia adalah

peneliti dan pemikir etika, kerohanian dan penulis besar buku akhlak.

Miskawaih adalah salah seorang tokoh filsafat dalam Islam yang

memusatkan perhatiannya pada etika Islam. Meskipun sebenarnya ia pun

seorang sejarawan, tabib, ilmuwan dan sastrawan. Pengetahuannya tentang

kebudayaan Romawi, Persia, dan India, disamping filsafat Yunani, sangat

luas.

Dilihat dari tahun lahir dan wafatnya, Miskawaih hidup pada masa

pemerintahan Bani Abbas yang berada di bawah pengaruh Bani Buwaihi

yang beraliran Syi’ah dan berasal dari keturunan Parsi Bani Buwaihi yang

mulai berpengaruh sejak Khalifah al Mustakfi dari Bani Abbas

mengangkat Ahmad bin Buwaih sebagai perdana menteri dengan gelar

Mu’izz al Daulah pada 945 M. pada masa inilah Miskawaih memperoleh

10

Page 11: BANI BUWAIHI

kepercayaan untuk menjadi bendaharawan. ‘Adhud al Daulah. Juga pada

masa ini Miskawaih muncul sebagai seorang filosof, tabib, ilmuwan, dan

pujangga. Tapi, disamping itu ada hal yang tidak menyenangkan hati

Miskawaih, yaitu kemerosotan moral yang melanda masyarakat. Oleh

karena itulah agaknya Miskawaih lalu tertarik untuk menitikberatkan

perhatiannya pada bidang etika Islam. 10

Latar belakang pendidikannya tidak diketahui secara rinci, hanya

sebagian yang dapat diketahui antara lain terkenal memepelajari sejarah

dari Abu Bakar Ahmad Ibnu Kamil al-Qadhi, mempelajari filsafat dari

Ibnu al-Akhmar dan mempelajari kimia dari Abi Thayyib. Dalam bidang

pekerjaan tercatat bahwa pekerjaan utama Ibnu Miskawaih adalah

bendaharawan, sekretaris, pustakawan, dan pendidik anak para pemuka

dinasti Buwaihiyyah. Selanjutnya, Ibnu Misakawaih juga dikenal sebagai

dokter, penyair dan ahli bahasa. Keahlian Ibnu Miskawaih dibuktikan

dengan karya tulisnya berupa buku dan artikel.

Jumlah buku dan artikel yang berhasil ditulis oleh Ibnu Miskawaih

ada 41 buah. Semua karyanya tidak luput dari kepentingan pendidikan

akhlak (tahzib al-Akhlak), diantara karyanya adalah:

1. Al-Fauz al-Asghar

2. al-Fauz al-Akbar

3. Tajarib al-Umam (sebuah sejarah tentang banjir besar yang ditulis

pada tahun 369 H/979 M)

10 Tholhah.Imam “Membuka Jendela Pendidikan hal 240

11

Page 12: BANI BUWAIHI

4. Usn al-Farid (kumpulan anekdot, syair, pribahasa dan kata-kata

mutiara).

Tartib al-Sa’adah (tentang akhlak dan politik)

5. al-Musthafa (syair-syair pillihan).

6. Jawidan Khirad (kumpulan ungkapan bijak)

7. al-jami’

8. al-Syiar (tentang aturan hidup)

9. Tentang pengobatan sederhana (mengenai kedokteran)

10. Tentang komposisi Bajat (mengenai seni memasak)

11. Kitab al-Asyribah (mengenai minuman).

12. Tahzib al-Akhlaq (mengenai akhlaq)

Menurut Ibnu Miskawaih dasar pendidikan adalah:

1) Syariat

Ibnu Miskawaih tidak menjelaskan secara pasti tentang dasar pendidikan.

Namun secara tegas ia menyatakan bahwa syari’at agama merupakan faktor

penentu bagi lurusnya karakter manusia, yang menjadikan manusia terbiasa

melakukan perbuatan terpuji, yang menjadikan jiwa mereka siap menerima

kearifan (hikmah), dan keutamaan (fadilah), sehingga dapat memperoleh

kebahagiaan berdasarkan penalaran yang akurat. Dengan demikian syariat

agama merupakan landasan pokok bagi pelaksanaan pendidikan yang merujuk

kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu, prinsip syariat harus

diterapkan dalam proses pendidikan, yang meliputi aspek hubungan manusia

12

Page 13: BANI BUWAIHI

dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan makhluk

lainnya.

2) Psikologi

Menurut Ibnu Miskawaih, antara pendidikan dan pengetahuan tentang jiwa

erat kaitannya. Untuk menjadikan karakter yang baik, harus melalui

perekayasaan (shina’ah) yang didasarkan pada pendidikan serta pengarahan

yang sistematis. Itu semua tidak akan tercapai kecuali dengan mengetahui jiwa

lebih dahulu. Jika jiwa dipergunakan dengan baik, maka manusia akan sampai

kepada tujuan yang tertinggi dan mulia.

Maka dari itu, jiwa merupakan landasan yang penting bagi pelaksanaan

pendidikan. Pendidikan tanpa pengetahuan psikologi laksana pekerjaan tanpa

pijakan. Dengan demikian teori psikologi perlu diaplikasikan dalam proses

pendidikan. Dalam hal ini Ibnu Miskawaih adalah orang yang pertama kali

melandaskan pendidikan kepada pengetahuan psikologi. Ia adalah perintis

psikologi pendidikan, dan layak disebut sebagai ‘Bapak Psikologi Pendidikan’.

C. Metode Pendidikan Menurut Ibnu Miskawaih

Definisi metode yang digunakan dalam topik ini identik dengan alat,

karena fungsinya sebagai pelancar terjadinya proses pendidikan, dan cara yang

harus dilakukan. Ada beberapa metode pendidikan yang dikemukakan oleh

Ibnu Miskawaih, di antaranya adalah :

1) Metode alami (thabi’i)

13

Page 14: BANI BUWAIHI

Manusia mempunyai metode alami yang dilakukan sesuai dengan

proses alam. Cara ini berangkat dari pengamatan potensi manusia, di mana

potensi yang muncul lebih dahulu, selanjutnya pendidikannya diupayakan

sesuai dengan kebutuhan. Menurut Ibnu Miskawaih potensi yang pertama

terbentuk bersifat umum yang juga ada pada hewan dan tumbuhan,

kemudian baru potensi yang khusus manusia. Oleh karena itu, pendidikan

harus dimulai dengan memperhatikan kebiasaan makan dan minum, karena

dengannya akan terdidik jiwa syahwiyyah, kemudian baru yang

berhubungan dengan jiwa ghadhabiyah yang berfungsi memunculkan cinta

kasih, dan baru muncul jiwa nathiqah yang berfungsi memenuhi

kecenderungan pengetahuan. Urutan ini yang disebut dengan metode

alamiah.

2) Metode Bimbingan

Metode ini penting untuk mengarahkan subjek didik kepada tujuan

pendidikan yang diharapkan yaitu mentaati syariat dan berbuat baik. Hal ini

banyak ditemukan dalam Al-Qur’an, yang menunjukkan betapa pentingnya

nasihat dalam interaksi pendidikan yang terjadi antar subjek-didik. Nasihat

merupakan cara mendidik yang ampuh yang hanya bermodalkan kepiawaian

bahasa dan olah kata.

3) Metode Ancaman, Hardikan, dan Hukuman

Berangkat dari metode yang sebelumnya, jika subjek-didik tidak

melaksanakan nilai yang telah diajarkan, maka mereka diberi berbagai cara

14

Page 15: BANI BUWAIHI

secara bertahap sehingga kembali kepada tatanan nilai yang ada. Seperti

ancaman, kemudian baru hukuman, baik bersifat jasmani atau rohani.

4) Metode Pujian

Jika subjek didik melaksanakan syariat dan berperilaku baik, maka ia

perlu dipuji dihadapannya. Hal ini agar mereka merasa bahwa perbuatan

tersebut mendapat nilai tambah bagi dirinya. Jika pandangan ini menyebar,

akan semakin gencar subjek-didik melaksanakan kebajikan.

D. Asas Pendidikan Menurut Ibnu Miskawaih 

Yang dimaksud dengan asas di sini adalah hal-hal yang mendasar, yang

perlu diperhatikan dalam proses kegiatan pendidikan seperti:

1. Asas bertahap, yaitu asas yang didasarkan pada perbedaan yang dimiliki

oleh tiap individu agar pendidikan berdaya dan berhasil guna.

2. Asas kesiapan, di mana manusia mempunyai kesiapan untuk memperoleh

tingkatan, antara yang satu berbeda dengan yang lain.

3. Asas gestalt, yaitu mendahulukan pengetahuan yang umum, baru yang

terinci, karena partikular tidak dapat dipisahkan dari hal yang universal.

4. Asas keteladanan, yaitu pemberian contoh yang baik bagi subjek didik,

baik dalam keluarga, sekolah

5. Asas kebebasan, di mana subjek didik bebas memilih antara kemuliaan

dan kehinaan, atau menjadi makhluk yang setingkat malaikat. Itu semua

diserahkan kepada subjek didik.

15

Page 16: BANI BUWAIHI

6. Asas pembiasaan. Asas ini merupakan upaya praktek dalam pembinaan

subjek didik, sesuai dengan kebiasaan hidupnya, karena kebiasaan hidup

susah untuk diubah.

E. Hubungan Pendidik Dan Subjek Didik

1. Pendidik

Ibnu Miskawaih mengelompokkan orang yang melakukan usaha

pendidikan di antaranya adalah: orang tua, guru atau filsuf, pemuka

masyarakat dan raja atau penguasa. Guru dan filsuf mempunyai kedudukan

yang istimewa yaitu sebagai Bapak Ruhani, Tuan Manusia dan

kebaikannya adalah Kebaikan Ilahi. Hal ini karena dia mendidik murid

dengan keutamaan yang sempurna (al fadillah at tammah), mengajarinya

dengan kearifan yang mapan (al-hikmahtul balighah) dan mengarahkannya

kepada kehidupan yang abadi (al-hayah al abadiyah) dalam kenikmatan

yang kekal (an-ni’mah al abadiyah). Ibnu Miskawaih menyatakan guru dan

filsuf adalah penyebab eksistensi intelektual manusia.

2. Subjek Didik

Pengertian subjek didik yaitu semua orang yang memperoleh atau

memerlukan bimbingan, bantuan dan latihan, baik berupa ilmu,

ketrampilan atau lainnya, guna mengembangkan dirinya sebagai individu,

anggota masyarakat dan hamba Tuhan yang paripurna.

Menurut Ibnu Miskawaih, hubungan antara pendidik dan subjek didik

16

Page 17: BANI BUWAIHI

harus didasarkan pada kemanusiaan yaitu cinta, kasih sayang,

persahabatan, keadilan, kebaikan dan fadhilah. Hal ini karena manusia

adalah makhluk sosial yang harus membagi cinta dan kasih sayang,

bersahabat, menegakkan keadilan dan berupaya memperoleh keutamaan.

Sehingga dalam pendidikan harus terjadi komunikasi dua arah (interaksi),

bahkan multi arah (transaksi).

F. Tujuan Pendidikan Menurut Ibnu Miskawaih

Ibnu Miskawaih memusatkan perhatiannya kepada filsafat akhlak. Karena

itu corak pemikiran pendidikannya bertendensi moral. Adapun tujuan

pendidikan menurut Ibnu Miskawaih adalah:

1. Kebaikan dan kebahagiaan

Manusia yang ingin diwujudkan oleh pendidikan adalah manusia

yang baik, bahagia dan sempurna. Kebaikan, kebahagiaan dan

kesempurnaan adalah suatu mata rantai yang tidak dapat dipisahkan.

Seluruhnya adalah berkaitan dengan akhlak, etika dan moral. Untuk

mencapai tingkatan tersebut, harus memiliki 4 kualitas, yaitu;

kemampuan dan semangat yang kuat, ilmu pengetahuan yang esensial-

substansial, malu kebodohan, dan tekun melakukan keutamaan dan

konsisten mendalaminya.

2. Tercapainya Kemuliaan Akhlak

Manusia yang paling mulia ialah yang paling besar kadar jiwa

rasionalnya, dan terkendali. Oleh karena itu pembentukan individu yang

17

Page 18: BANI BUWAIHI

berakhlak mulia terletak pada bagian yang menjadikan jiwa rasional ini

unggul dan dapat menetralisir jiwa-jiwa lain.

Tujuan pendidikan yang diinginkan Ibnu Miskawaih adalah

idealistik-spiritual, yang merumuskan manusia yang berkemanusiaan.

Rumusan ini sejalan dengan fungsi kerasulan Muhammad yang

digambarkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah yaitu sebagaimana yang

disebutkan dalam QS. Al-Qalam: ayat 4:

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.

Dari sinilah kebanyakan para ahli pendidik Muslim sepakat bahwa

tujuan pendidikan Islam yang paling pokok adalah pendidikan budi

pekerti dan jiwa. Faktor kemuliaan akhlak dalam pendidikan Islam

inilah kemudian menjadi penentu bagi keberhasilan pendidikan Islam.

Sebagaimana yang terangkum dalam firman Allah SWT (QS. Al-

Baqarah: 201)

“Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka"[*].

[*] inilah do’a yang sebaik-baiknya bagi seorang muslim.

3. Sebagai Sarana Sosialisasi Individu

Manusia adalah makhluk sosial, maka pendidikan harus berfungsi

sebagai proses sosialisasi bagi subjek didik. Kebijakan manusia sangat

banyak jumlahnya, yang tidak mampu dicapai oleh individu, perlu

bergabung dengan kelompok lain untuk tujuan tersebut. Gagasan ini

18

Page 19: BANI BUWAIHI

merupakan jalan rintis lahirnya sosiologi pendidikan yang di

kembangkan oleh para sosiolog modern.11

5). Al-Afghani

Beberapa karyanya

1. di bidang politik, yang mengajarkan bahwa semua umat Islam harus

bersatu di bawah pimpinan seorang khalifah untuk membebaskan

mereka dari penjajahan Barat..12

2. Dibidang Agama, Jamaluddin al-Afghani berpendapat, bahwa

kesejahteraan umat Islam tergantung

a) Akal manusia harus disinari dengan tauhid, membersihkan jiwanya

dari kepercayaan Tahyul

b) Orang harus merasa dirinya dapat mencapai kemuliaan budi pekerti

yang utama

c) Orang harus menjadikan aqidah, sehingga prinsip yang pertama

dan dasar keimanan harus diikuti dengan dalil dan tidaklah

keimanan yang hanya ikutan semata (taqlid).13

3. Ajarannya tentang Qada dan Qodar

Menurut al-Jabr (fatalism), qada dan qodar adalah penyerahan

diri secara mutlak tanpa usaha dan ini suatu ajaran baru (bid’ah)

11 Ibid.  hal 240-241

12 M. Sholihan Manan dan Hasanuddin Amin, Pengantar Perkembangan Pemikiran Muslim (dalam Studi Sejarah), PT. Sinar Wijaya, Surabaya, 1988, hlm. 128

13 Ibid. 131

19

Page 20: BANI BUWAIHI

dalam agama yang dimasukkan dalam ajaran Islam oleh musuh Islam

untuk suatu tujuan politik tertentu agar Islam hancur dari dalam. 14

7). Al-Masudi (956)

Dikenal sebagai seorang sejarawan pengembara dan ahli geografi

Arab. Buku-buku Karyanya adalah: Kitab Akhbar az-Zaman (sejarah

dunia), Kitab al-Ausat (tentangn sejarah umum) kemudian kedua kitab

tersebut digabung menjadi kitab Muruj adz-Dzahab wa Ma’adin

(Meadows of Gold and Mines of Precious Stones), Kitab at-Tanbih wa al-

Isyraf (tentang filsafat alam dan teori evolusi).

8). Abu ar-Rayhan Muhammad bin Ahmad al-Biruni (973-1048)

Nama lengkapnya adalah Abu ar-Rayhan Muhammad bin Ahmad

al-Biruni. ia mahir matematika, astronomi, fisika, sejarah, geografi,

bahasa, dan budaya. Buku-buku karyanya tentang sejarah

peradaban India yaitu: Tahqiq ma li al-Hind min Maqulah Maqbulah fi al-

Aql Au Mardzulah, Tarikh al-Umam asy-Syaqiyah, dan Tarikh al-Hind

(sejarah Hindia). Karyanya dalam bidang matematika, Kitabal-Qanun al-

Mas’udi fi al-Haya wa an-Nujum (astronomi geografi dan matematika).

Dalam bidang filsafat, al-Irsyad, Tahdid Nihayat al-Amakin Litashih

Masafat al-Masakin, dll. Beliau telah menulis karyanya sampai 138 karya.

Sampai meninggalnya tahun 1050 di 

14 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 2001, cet.13, hlm. 47

20

Page 21: BANI BUWAIHI

9). Abdurrahman bin Umar as-Sufi Abul Husayn

nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Umar as-Sufi Abul

Husayn. Ia lahir tahun 903 M (291 H) di Rayy, Persia. Ia seorang astronom

terkenal yang bekerja di istana bersama amir Adud al-Dawla. Karyanya

yang terkenal adalah Kitab al-Kawakib ats-Tsabit al-Musawwar (tentang

catalog bintang). Karya lainnya yang telah diilustrasi kembali seperti

Notices at Extraits (oleh Causin de Parceval), Description des Etoiles

Fixes par Abd al-Rahman as-Sufi (oleh H.C.F.C Schjellerup di St.

Petersburg, 1874). Beliau meninggal pada tahun 986 M/376

10). Abu Ali al-Hasan bin al-Haytsam al-Basri al-Misri

nama lengkapnya adalah Abu Ali al-Hasan bin al-Haytsam al-Basri al-

Misri. Masyarkat Barat lebih mengenalnya dengan sebutan (al-Hazen

1973), Avenalan, Avenetan. Lahir tahun 1038 di Basrah, Irak. Ia adalah

ahli fisika dan matematika terbaik. Selain itu ia menguasai beragam ilmu,

seperti fisika, astronomi, matematika, pengobatan, dan filsafat. Pendidikan

tingginya ia tempuh di Universitas Al-Azhar. Karya beliau dibidang Optik

yaitu: Kitab fi Al-Manasit (Kamus Optika), buku-buku tentang lingkaran

cahaya dan gerhana, tentang astronomi dll. Beliau wafat tahun 1039.15

Tokoh-tokoh Kesusastraan Bahasa arab dan fersia

1. Al-Ashfani, Abu al-Faraj (897-966

15 Wahyu Murtiningsih, Biografi Para Ilmuwan Muslim,(Yogyakarta: Insan Madani, 2008.).

21

Page 22: BANI BUWAIHI

2. Badi al-Zaman al Hamadzani (933-1007)

3. Abu Hayyan at-Tauhidi (1018)

4. Daqiqi (1020)

5. Rudaqi (930-an)

6. Al-Firdausi, Abu al-Qosim (920-1020

7. Abu Sa’id ibn Abi al-Khair (1049.16

5. Kemuduran Bani Buwayh

Kekuatan politik Bani Buwaih tidak bertahan lama, setelah

generasi pertama (tiga bersaudara) kekuasaan menjadi ajang pertikaian

diantara anak-anak mereka. Masing-masing merasa berhak atas kekuasaan

pusat.  Misalnya, pertikaian antara ‘Izz Al-Daulah Bakhtiar, putera Mu’izz

Al-daulah dan ‘Adhad Al-Daulah, putera Imad Al-daulah, dalam

perebutan jabatan amir al-umara. Perebutan kekuasaan di kalangan

keturunan Bani Buwaih ini merupakan salah satu faktor internal yang

membawa kemunduran dan kehancuran pemerintahan mereka. Faktor

internal lainnya adalah pertentangan dalam tubuh militer, antara golongan

yang berassal dari Dailam dengan keturunan Turki. Ketika amir al-umara

dijabat oleh Mu’izz Al-Daulah persoalan itu dapat diatasi, tetapi manakala

jabatan itu diduduki oleh orang-orang yang lemah, masalah tersebut

muncul kepermukaan, mengganggu stabilitas dan menjatuhkan wibawa

pemerintah.17

16 Murtiningsih, Biografi Para Ilmuan Muslim. (Yogyakarta: Insan Madani, 2008), hal. 45 17 Harun Nasution . Ensiklopedi Islam.(Jakarta : Djambatan, 1992). H. 186.

22

Page 23: BANI BUWAIHI

C. Kesimpulan

Masa pemerintahan Buwaih yaitu periode ketiga dari pemerintahan bani

Abbas, dimana kekhilafahannya dikuasai  oleh bani Buwaih  sejak 334 -447

H/945-1055 M, Di dalam masalah politik orang-orang bani Buwaih menetapkan

orang-orang Abbasiyah dalam pemerintahan, namun tidak memberikan

23

Page 24: BANI BUWAIHI

kekuasaan. Pelaksanaan pemerintahan sepenuhnya berada di tangan amir-amir

Bani Buwaih.

pendidikan islam pada masa kerajaan buwaih berkembang pesat, hal ini

terlihat pada masa  ini banyak bermunculan ilmuwan besar, di antaranya al-

Farabi (w. 950 M), Ibn Sina (980-1037 M), Abdurrahman al-Shufi (w. 986

M), Ibn Maskawaih (w. 1030 M), Abu al-'Ala al-Ma'arri (973-1057 M), Al-Kindi,

Sijistani, Nadhim, Al-Amiri, Ibn Rusyd dan kelompok Ikhwan al-Shafa. Yang

sebagian besar para ilmuwan tersebut muncul pada paruh terakhir Abad ke-4

H/ke-10 M, dibawah kontrol dinasti Buwaihiyyah yang dipimpinan oleh 'Adhud

Al-Daulah.

Kekuasaan Bani Buwaih tidak bertahan lama, setelah generasi pertama

(tiga bersaudara) kekuasaan menjadi ajang pertikaian diantara anak-anak mereka.

Masing-masing merasa berhak atas kekuasaan pusat dan juga terjadinya

pertentangan dalam tubuh militer,  ini merupakan faktor internal yang membawa

kemunduran dan kehancuran pemerintahan mereka.

Daftar Pustaka

A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Alhusna,1993

G.E. Bosworrt Dinasti-dinasti Ilam. Bandung: Mizan, 1993

Harun Nasution . Ensiklopedi Islam.(Jakarta : Djambatan, 1992). H. 186.

Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: PT Raja Grapindo, 1985

24

Page 25: BANI BUWAIHI

M. Sholihan Manan dan Hasanuddin Amin, Pengantar Perkembangan

Pemikiran Muslim (dalam Studi Sejarah), PT. Sinar Wijaya, Surabaya, 1988

Murtiningsih, Biografi Para Ilmuan Muslim. Yogyakarta: Insan Madani, 2008

Muhammad jalaluddun Surur, Tarikh al-Hadharah al-Islamiah .Fi al-ayarq al-

fikral, 1976

Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis, (terj.) oleh Zaimul Am, Bandung: Mizan, 2002

Omar A. Farrukh dalam M.M. Syarif (editor), Aliran-Aliran Filsafat Islam. Bandung: Nuansa Cendikia, 2004

Wahyu Murtiningsih, Biografi Para Ilmuwan Muslim.Yogyakarta: Insan Madani, 2008.

25