bab v analisis - · pdf filenantinya pada sub sub-bab analisis sirkulasi dalam tapak. v.5.2....
TRANSCRIPT
126
BAB V
ANALISIS
Pada bab ini dibahas mengenai dasar pertimbangan yang perlu diambil
dalam proses penyelesaian permasalahan perancangan tugas akhir. Dasar
pertimbangan diperoleh dari tinjauan pustaka dan tinjauan kawasan yang telah
dilakukan pada bab sebelumnya. Analisis yang dilakukan pada bab ini meliputi
analisis pengguna, analisis aktivitas, analisis peruangan, analisis tapak, analisis
bentuk, dan analisis struktur serta utilitas. Dengan proses analisis tersebut
diharapkan akan dapat menjadi dasar pengambilan keputusan desain pada bab VI.
V.1. Analisis Pengguna
Analisis pengguna dilakukan agar diperoleh macam pengguna yang
kemudian dapat menjadi dasar pertimbangan pada sub-bab analisis aktivitas.
Dasar pertimbangan analisis pengguna yaitu data yang diperoleh melalui
pengamatan lapangan dan wawancara dalam bentuk kuisioner, serta
penambahan pengguna yang ada karena konsekuensi dari fungsi bangunan
maupun kawasan. Berikut pengelompokan pengguna kawasan:
1) Pengunjung
Pengunjung yang datang ke kawasan dibagi menjadi dua
kategori yaitu pengunjung berkepentingan umum dan khusus. Yang
termasuk dalam pengunjung berkepentingan umum yaitu pengguna
yang datang dengan tujuan rekreasi5. Pemilihan waktu kedatangan
cenderung pada pagi hingga sore hari. Pengamatan menunjukkan
pengunjung laki-laki dan perempuan berkisar dari umur 18 hingga 65
tahun. Asal pengunjung pun tidak hanya dari Solo namun juga dari
luar Solo. Kategori pengunjung berkepentingan khusus meliputi
bertemu seseorang, sebesar 15%; transit dan membeli sesuatu,
masing-masing sebesar 12%; serta lain-lain6, sebesar 7%.
5 diperoleh dari hasil kuisioner sebesar 27% koresponden menyatakan datang untuk rekreasi 6 Memanfaatkan jaringan internet dan kegiatan shooting
127
2) Pengelola
Pengelola meliputi pemilik dan pegawai di pertokoan maupun
restoran sekitar kawasan. Jam buka tiap toko tersebut berkisar dari
pagi hingga malam hari. Selain itu perlu ditambahkan pengelola
kawasan, mencakup pengelola kawasan yang berkantor di area
pedestrian mall dan pegawai kawasan seperti tukang parkir, petugas
kebersihan, serta petugas keamanan.
3) Penyedia barang dan/atau jasa
Pelaku penyedia barang dan/atau jasa yang dimasukkan dalam
kategori ini yaitu pengguna yang memerlukan sebagian ruang di
dalam jalur pejalan kaki untuk barang dan/atau jasa mereka. Kategori
ini meliputi penjual kuliner kaki lima dan penyedia jasa ojek, taksi,
serta becak. Penambahan pengguna ini didasarkan pada hasil
wawancara yang menunjukkan sebesar 76% koresponden menyatakan
perlu untuk ditambahkan jajanan kuliner dan areal pangkalan jasa di
dalam kawasan.
V.2. Analisis Aktivitas
Analisis aktivitas diperoleh dari analisis pengguna yang telah dilakukan
di sub-bab V.1. Hasil dari analisis aktivitas ini kemudian digunakan sebagai
dasar analisis kebutuhan ruang pada sub-bab berikutnya. Proses analisis
aktivitas dilakukan berdasarkan pertimbangan di antaranya:
1) Analisis pengguna pada sub-bab sebelumnya
2) Aktivitas eksisiting kawasan yang diperoleh melalui pengamatan
lapangan dan wawancara dalam bentuk kuisioner
3) Aktivitas tambahan yang perlu ada di dalam ruang publik dan aktivitas
yang memanfaatkan potensi pedestrian mall sebagai ruang terbuka
128
Berikut tabel aktivitas dari pengguna yang diklasifikasikan berdasarkan
macam aktivitas tiap pengguna:
Tabel 12. Tabel analisis aktivitas tiap pengguna
Aktivitas kebutuhan pengunjung Datang
PE
NG
UN
JUN
G
Metabolisme
Istirahat
Ibadah
Aktivitas eksisting kawasan Sirkulasi
Belanja
Pertemuan individual
Pemanfaatan jaringan internet
Konsumsi
Olahraga
Aktivitas tambahan terkait dengan
fungsi ruang publik dan konsep
pedestrian mall
Konser
Teater
Festival atau bazar
Pameran
Diskusi masyarakat
Bermain
Belajar
Pengamatan atau melihat-lihat
Menyampaikan aspirasi
Aktivitas kebutuhan pengelola Datang
PE
NG
EL
OL
A
Metabolisme
Istirahat
Ibadah
Aktivitas bekerja Pengelolaan retail/restoran
Pengelolaan kawasan
Penataan parkir
Pemeliharaan kawasan
129
Pengamanan kawasan
Aktivitas waktu luang Sirkulasi
Belanja
Pertemuan individual
Pemanfaatan jaringan internet
Konsumsi
Olahraga
Konser
Teater
Festival atau bazar
Pameran
Diskusi masyarakat
Bermain
Belajar
Pengamatan atau melihat-lihat
Menyampaikan aspirasi
Aktivitas kebutuhan penyedia
barang/jasa
Datang
PE
NY
ED
IA B
AR
AN
G D
AN
/AT
AU
JA
SA
Metabolisme
Istirahat
Ibadah
Aktivitas bekerja Pengelolaan kios kaki lima
Menunggu pengguna jasa
Aktivitas waktu luang Sirkulasi
Belanja
Pertemuan individual
Pemanfaatan jaringan internet
Konsumsi
Olahraga
Konser
Teater
130
Festival atau bazar
Pameran
Diskusi masyarakat
Bermain
Belajar
Pengamatan atau melihat-lihat
Menyampaikan aspirasi
(analisis pribadi, 2017)
V.3. Analisis Kebutuhan Ruang
Analisis kebutuhan ruang dilakukan sehingga dapat diidentifikasi
peruangan yang perlu ada di dalam pedestrian mall. Dasar pertimbangan
penyusunan kebutuhan ruang yaitu hasil dari analisis pengguna dan analisis
aktivitas yang telah dilakukan pada sub-bab sebelumnya. Hasil analisis
kebutuhan ruang dalam sub-bab ini diharapkan dapat menjadi dasar
pertimbangan analisis peruangan pada sub-bab V.4. hingga V.6. Berikut
kebutuhan ruang dalam pedestrian mall Kawasan Slamet Riyadi:
Tabel 13. Tabel analisis kebutuhan ruang
AKTIVITAS PROGRAM RUANG PENGGUNA
Datang Area parkir Semua pengguna
Area parkir pengelola Pengelola kawasan
Halte bus dan area drop
off
Semua pengguna
Pusat informasi/area
penerima
Semua pengguna
Metabolisme Toilet Semua pengguna
Ruang nursery Semua pengguna
Istirahat Area duduk Semua pengguna
Sidewalk cafe Semua pengguna
Ruang pegawai kawasan Pengelola
kawasan
131
AKTIVITAS PROGRAM RUANG PENGGUNA
Pertemuan individual Area duduk Semua pengguna
Sidewalk cafe Semua pengguna
Ibadah Mushola Semua pengguna
Sirkulasi Jalur pejalan kaki Semua pengguna
Jalur sepeda Semua pengguna
Jalur shuttle bus Semua pengguna
Jalan raya Semua pengguna
Belanja Retail Semua pengguna
Kios kaki lima Semua pengguna
Pemanfaatan jaringan internet Area free wifi internet Semua pengguna
Konsumsi Restoran Semua pengguna
Sidewalk café Semua pengguna
Kios kaki lima Semua pengguna
Area duduk Semua pengguna
Olahraga Jogging track Semua pengguna
Konser Area pertunjukkan Semua pengguna
Teater Area pertunjukkan Semua pengguna
Festival atau bazar Area pameran outdoor Semua pengguna
Pameran Area pameran outdoor Semua pengguna
Diskusi masyarakat Ruang serbaguna Semua pengguna
Bermain Area bermain outdoor Semua pengguna
Taman bermain anak Semua pengguna
Belajar Area free wifi internet Semua pengguna
Taman baca Semua pengguna
Pengamatan atau melihat-
lihat
Public art Semua pengguna
Jalur hijau Semua pengguna
Area duduk Semua pengguna
Menyampaikan aspirasi Ruang serbaguna Semua pengguna
Pengelolaan retail/restoran Retail/restoran Semua pengguna
132
AKTIVITAS PROGRAM RUANG PENGGUNA
Pengelolaan kawasan Ruang pengelola Pengelola
Penataan parkir Area parkir Semua pengguna
Pemeliharaan kawasan Ruang janitor Pengelola kawasan
Ruang ME Pengelola kawasan
Pengamanan kawasan Pos satpam Pengelola kawasan
Ruang keamanan Pengelola kawasan
Pengelolaan kios kaki lima Kios kaki lima Penyedia
barang/jasa
Menunggu pengguna jasa Pangkalan Semua pengguna
(analisis pribadi, 2017)
V.4. Analisis Pola Hubungan Ruang
Analisis pola hubungan ruang dilakukan untuk mengetahui keterkaitan
antar ruang di dalam kawasan sehingga tercapai organisasi ruang yang
mendorong orang untuk berlama-lama dalam kawasan. Prinsip dari
pengolahan pola hubungan ruang yaitu penataan fasilitas kebutuhan
pengguna dengan akses mudah. Untuk memudahkan proses analisis pola
hubungan ruang, program ruang sejenis dikelompokkan menjadi satu zona,
yang kemudian masing-masing zona ruang tersebut ditentukan
keterkaitannya satu sama lain. Berikut bagan pengelompokkan zona ruang
tersebut:
Tabel 14. Tabel analisis pengelompokkan zona ruang
PROGRAM RUANG ZONA RUANG
Jalur pejalan kaki ZONA SIRKULASI
Jalur sepeda
Jalur shuttle bus
Jalan raya
Retail ZONA PENJUALAN
Sidewalk cafe
Kios kaki lima
133
PROGRAM RUANG ZONA RUANG
Restoran
Area duduk
Area free wifi internet ZONA REKREASI
Jogging track
Area pertunjukkan
Area pameran outdoor
Area bermain outdoor
Taman bermain anak
Taman baca
Ruang serbaguna
Public art
Jalur hijau
Toilet ZONA SERVIS
Ruang nursery
Mushola
Ruang janitor
Pos satpam
Area parkir ZONA PENUNJANG
Halte bus dan area drop off
Pusat informasi/area penerima
Area parkir pengelola
Pangkalan ojek/taksi/becak
Ruang pengelola
Ruang pegawai kawasan
Ruang ME
Ruang keamanan
(analisis pribadi, 2017)
Pola hubungan antar zona dibagi menjadi hubungan langsung dan
hubungan tidak langsung. Zona sirkulasi sebagai penghubung antar ruang
134
memiliki hubungan langsung dengan empat zona lainnya. Untuk mendorong
pejalan kaki berlama-lama di kawasan, zona penjualan dengan zona rekreasi
perlu diletakkan berdekatan sehingga memiliki hubungan langsung. Zona
servis dan zona pendukung yang pada dasarnya merupakan pelengkap untuk
zona lainnya memiliki hubungan tidak langsung. Untuk lebih jelas dapat
dilihat pada bagan di bawah ini:
Bagan 3. Pola hubungan antar zona (analisis pribadi, 2017)
V.5. Analisis Persyaratan Ruang
Analisis persyaratan ruang dilakukan untuk mengidentifikasi ketentuan
perancangan tiap ruang di dalam kawasan yang nantinya mempengaruhi
konsep ruang. Persyaratan ruang yang diuraikan pada sub-bab ini
berpedoman pada tinjauan pustaka yang telah dilakukan pada Bab II. Dengan
persyaratan ruang pada sub-bab ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam
pembuatan gambar desain terutama site plan dan gambar interior.
V.5.1. Pengolahan akses
Penyediaan ruang jalur pejalan kaki perlu memenuhi persyaratan
ruang sebagai jalur sirkulasi. Sebagai jalur pejalan kaki, ruang di dalam
pedestrian mall perlu mengakomodasi rute jalan yang tidak terputus
(lihat Gambar 110). Kesinambungan rute ini dicapai dengan
135
penyediaan jalur penyeberangan dan jalur sirkulasi baik di permukaan
tanah, di bawah, maupun di atas permukaan tanah. Pengadaan rute di
bawah atau di atas permukaan tanah berpotensi untuk memastikan
kesinambungan rute ini, karena rute pejalan kaki tidak bersimpangan
dengan sirkulasi kendaraan. Persyaratan mengenai penyediaan jalur
pejalan kaki di atas dan/atau di bawah permukaan tanah selanjutnya
akan dibahas pada sub-bab analisis bentuk. Persyaratan penting lainnya
pada jalur pejalan kaki yaitu pertimbangan karakter psikis pejalan kaki
yang cenderung menghindari kontak fisik dengan pengguna lain,
persyaratan ini akan berpengaruh pada perhitungan besaran ruang yang
akan dilakukan pada sub-bab analisis besaran ruang.
Gambar 110. Persyaratan pengolahan akses menerus dalam pedestrian mall (analisis pribadi,
2017; gambar: dokumentasi pribadi)
Pengolahan akses untuk pejalan kaki juga berkaitan dengan
keamanan pengguna. Pengadaan jalur pejalan kaki di atas atau di bawah
136
permukaan tanah dapat memastikan keamanan pengguna karena
dengan begitu tidak berbagi jalur sirkulasi dengan sepeda maupun
kendaraan. Jika pada beberapa area tidak dimungkinkan pemisahan
jalur seperti itu, dapat ditambahkan fasilitas pagar pengaman.
Ketentuan mengenai pengadaan pagar pengaman telah disampaikan
pada bab tinjauan pustaka halaman 86.
Akomodasi akses kendaraan pribadi pada pedestrian mall
berkaitan dengan penyediaan jalur sirkulasi kendaraan, tempat
memarkirkan kendaraan, dan pencapaian dari parkir ke kawasan
maupun sebaliknya. Pengaturan jalur sirkulasi kendaraan terutama
untuk memastikan keamanan pejalan kaki. Pengaturan ini berfungsi
pula untuk menjaga arus lalu lintas jalan raya sehingga meminimalisir
kemacetan akibat keberadaan pedestrian mall. Analisis mengenai
pembagian jalur sirkulasi kendaraan pada pedestrian mall ini akan
dibahas pada sub-bab analisis zonasi tapak.
Kriteria penyediaan area parkir di antaranya yaitu dipilih tapak
datar untuk mencegah kendaraan menggelinding, dan juga berlaku
persyaratan untuk ruang publik pada umumnya yaitu akomodasi
pengguna kebutuhan khusus, penerangan buatan, perlindungan cuaca,
serta jaminan keamanan baik dengan petugas keamanan maupun tiket
parkir. Penyediaan akomodasi parkir perlu memadai untuk menampung
volume kendaraan yang direncanakan sehingga perlu dilakukan
perhitungan luas dan penataan pola parkir agar diperoleh besaran ruang
yang efektif, analisis ini akan dilakukan pada sub-bab besaran ruang.
Akomodasi terhadap pengguna berkendaraan umum sama
pentingnya dengan akomodasi pengguna berkendaraan pribadi. Tingkat
akomodasi kendaraan umum ditunjukkan dengan penyediaan fasilitas
secara merata di sepanjang kawasan, titik peletakan fasilitas pergantian
moda nantinya akan di analisis pada sub-bab analisis zonasi tapak.
Jika dalam pengolahan akses baik kendaraan umum maupun
pribadi tidak dapat menjangkau seluruh kawasan, perlu
137
dipertimbangkan penyediaan sarana shuttle bus atau sarana rapid
transit lainnya. Penyediaan ini untuk memberikan sistem park-ride bagi
pengguna kendaraan pribadi dan fasilitas transit bagi pengguna
kendaraan umum. Analisis penambahan akses ini akan dibahas
nantinya pada sub sub-bab analisis sirkulasi dalam tapak.
V.5.2. Akomodasi pengguna berkebutuhan khusus
Penyediaan ruang-ruang di dalam pedestrian mall perlu
mengakomodasi kebutuhan pengguna berkebatasan fisik karena
mengingat pedestrian mall sebagai ruang publik. Persyaratan ini
mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan
Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan
Perkotaan, disampaikan pada Bab II halaman 62 hingga 64.
V.5.3. Perlindungan dari cuaca
Perlindungan dari cuaca bertujuan untuk menciptakan
kenyamanan fisik bagi pengguna. Perlindungan disediakan terutama
dari panas terik matahari dan kondisi hujan.
Perlindungan dari panas terik matahari dapat diolah dari
penggunaan vegetasi di sepanjang kawasan (lihat Gambar 111).
Vegetasi dengan kemampuan menyerap panas dapat menurunkan suhu
di dalam jalur pejalan kaki. Dengan penataan vegetasi dalam jarak
tertentu dapat berperan sebagai continuous canopy di sepanjang
kawasan. Pemakaian jenis vegetasi perlu mempertimbangkan tinggi,
jenis, dan bentuk vegetasi sehingga dapat sesuai dengan kebutuhan
masing-masing ruang, tinjauan ini dapat dilihat pada bab II halaman 42
hingga 45. Disampaikan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 03/PRT/M/2014 bahwa pemilihan vegetasi disarankan tipologi
tanaman peneduh pada jalur pejalan kaki dengan lebar lebih dari 1,5
meter. Perlindungan panas terik matahari dapat disediakan pula oleh
bangunan di sekitar kawasan. Bangunan sekitar kawasan yang
138
mayoritas merupakan bangunan bertingkat dapat menyediakan baying-
bayang pada jalur pejalan kaki (lihat Gambar 111).
Gambar 111. Perlindungan dari panas terik matahari (dokumentasi pribadi, 2017)
Perlindungan dari hujan dapat dilakukan dengan menyediakan
peneduh seperti kanopi di depan bangunan maupun kanopi di area
duduk (lihat Gambar 112). Penambahan jalur pejalan kaki di atas dan
di bawah permukaan tanah dapat berpotensi memberikan perlindungan
dari hujan di sepanjang kawasan (lihat Gambar 113).
Gambar 112. Pengolahan desain kanopi peneduh pada area komunal (analisis pribadi, 2017;
gambar atas: https://c1.staticflickr.com; gambar bawah kiri: http://footage.framepool.com;
gambar bawah kanan: http://c8.alamy.com)
139
Gambar 113. Perlindungan cuaca dengan memanfaatkan bentuk objek (analisis pribadi, 2017;
gambar kiri: http://static.asiawebdirect.com; gambar kanan: http://www.francetravelplanner.com)
V.5.4. Pengaturan pandangan visual
Pengaturan pandangan visual diperoleh melalui pengolahan fasad
bangunan dan elemen di dalam jalur pejalan kaki lainnya yang
bertujuan untuk memfokuskan perhatian pengguna pada aktivitas
maupun detail tertentu. Sebagai contoh jika ingin mengarahkan
perhatian pengguna pada toko-toko retail maka bangunan perlu
dihadapkan pada jalur pejalan kaki terutama orientasi pintu masuk
utama dan dilengkapi dengan jendela setinggi level jalan (lihat Gambar
114). Pengaturan pandangan visual terutama perlu diaplikasikan pada
persimpangan jalan melalui penyediaan pandangan yang tidak
terhalang ketika akan menyeberang.
Gambar 114. Pengolahan desain fasad bangunan melalui penambahan kaca display (analisis
pribadi, 2017)
140
Pengaturan pandangan visual dapat diolah dengan menggunakan
unsur vegetasi. Bentuk vegetasi yang beraneka ragam dapat
ditambahkan sebagai elemen pembatas ruang outdoor untuk membantu
fokus aktivitas ke dalam kawasan (lihat Gambar 115). Pemilihan
vegetasi dengan density daun lebat dapat membantu menahan silau
matahari. Pengolahan vegetasi sebagai pengatur pandangan visual
dapat digunakan untuk pembatasan privasi untuk ruang yang perlu dan
menutupi pandangan tidak menyenangkan di kawasan seperti timbunan
sampah. Pertimbangan penentuan vegetasi yang sesuai digunakan dapat
dilihat pembagian morfologi, jenis, dan karakteristik vegetasi pada bab
II halaman 36 hingga 37 dan 42 hingga 45.
Gambar 115. Pengaturan pandangan visual untuk membentuk ruang dengan memanfaatkan
vegetasi (analisis pribadi, 2017)
Pengaturan pandangan visual bertujuan pula untuk mencegah
kekosongan visual pada kawasan. Pada beberapa titik terkadang tidak
terhindarkan keberadaan dinding kosong, kondisi seperti itu dapat
diatasi dengan penambahan dekorasi baik berupa vegetasi maupun
public art. Public art ini dapat berupa patung, seni mural, maupun air
mancur. Selain sebagai unsur dekoratif, public art dapat berperan untuk
menonjolkan keasrian alam ataupun sebagai penampil humor semata.
141
Gambar 116. Penambahan public art yang difungsikan pula sebagai area duduk (https://s-media-
cache-ak0.pinimg.com)
V.5.5. Pemilihan dan peletakan material
Dalam pemilihan dan peletakan material terutama mencakup 3
aspek yaitu estetika, fungsionalitas, serta maintenance. Pemilihan dan
peletakan material yang didesain dengan tujuan menonjolkan estetika
dapat menjadi public art di dalam kawasan. Pola material ini dapat
menjadi aksen yang sekaligus berfungsi sebagai penghubung antar
bangunan, pemisah antar jalur pengguna, dan pemecah area yang
terlihat terlalu luas. Contoh pemilihan dan peletakan material untuk
fungsi estetika dapat dilihat pada Gambar 8 hingga Gambar 11 di bab
II. Pada aspek fungsionalitas, pemilihan material erat kaitannya dengan
intensitas kegiatan yang diakomodasi. Dasar pertimbangan pemilihan
material untuk aspek fungsionalitas dapat dilihat pada bab tinjauan
pustaka halaman 31. Pemilihan material selain dari aspek estetika dan
fungsionalitas juga mencakup aspek maintenance yaitu melalui
pemilihan material yang mudah dalam perawatan dan diganti jika
mengalami kerusakan.
Pola peletakan material mempertimbangkan konsep perancangan
segmen Ngapeman hingga Gladak. Pada dokumen RTBL direncanakan
bahwa segmen ini menggunakan pola paving berdasar pada batik motif
142
ceplok. Pola batik ini mengambil bentuk bunga mekar (Sarwono, 2016)
lihat Gambar 117). Konsep motif ceplok ini tidak hanya diolah pada
pola paving namun dapat pula dimunculkan pada bentuk public art
lainnya.
Gambar 117. Pola batik motif ceplok (sumber: http://3.bp.blogspot.com/-
zBGHVqwB4KQ/VUIz9ZyujlI/AAAAAAAACi0/IBiIjaRXpm8/s1600/ceplok-bligon.jpg)
Terdapat dua macam bahan dan material yang dapat diaplikasikan
pada sebuah kawasan, yaitu material lunak dan material keras. Material
keras sering digunakan sebagai bahan lantai, furniture ruang, maupun
dekorasi. Material keras dapat diperoleh dari hasil geologi seperti batu,
pasir, dan bata; dari hasil buatan manusia seperti alumunium, besi baja,
plastik, serta material campuran seperti beton maupun plywood. Contoh
aplikasi material keras pada kawasan dapat dilihat di bab II Gambar 34
hingga Gambar 36. Material lunak dalam kawasan diwujudkan dalam
vegetasi maupun air. Penambahan elemen air mengalir dapat
memberikan efek privasi pada pengguna karena dapat menyamarkan
perbincangan dan sebagai pengalih bising jalan raya.
V.5.6. Penyediaan sarana jalur pejalan kaki
Tujuan penyediaan sarana jalur pejalan kaki dalam kawasan yaitu
untuk menciptakan perasaan nyaman dan aman selama beraktivitas.
Dalam sub sub-bab ini hanya akan dibahas mengenai persyaratan
penyediaan sarana, untuk persyaratan peletakan antar sarana akan
dibahas selanjutnya pada sub sub-bab analisis zonasi tapak.
1) Area duduk
Untuk memastikan tingkat kenyamanan mencukupi untuk
pengguna, area duduk perlu memenuhi beberapa kriteria. Area duduk
143
perlu dilengkapi dengan sandaran, atau dapat pula memberi kebebasan
pada pengguna untuk duduk menghadap ke depan, belakang, atau
samping. Pertimbangan pemilihan material tempat duduk disesuaikan
dengan tujuan yang ingin dicapai. Bangku dengan bahan kayu dapat
memberikan kenyamanan paling tinggi bagi pengguna, sementara
bangku berbahan batu atau besi biasanya difungsikan pula sebagai
public art. Penting untuk menjadi pertimbangan yaitu penyediaan area
duduk ini tidak mengurangi efektif untuk sirkulasi sehingga perlu
dilakukan pembagian zonasi kawasan yang akan dilakukan pada sub-
bab analisis tapak. Dimensi tempat duduk dapat berkisar 40 hingga 50
centimeter untuk lebar dan panjang 150 centimeter. Diutamakan
material dengan durabilitas tinggi sebagai bahan tempat duduk.
Gambar 118. Pengolahan desain bentuk bangku (analisis pribadi, 2017; gambar atas:
dokumentasi pribadi; gambar kiri bawah: http://www.samsvojmajstor.com; gambar kanan bawah:
https://s-media-cache-ak0.pinimg.com)
Untuk mempromosikan kebersihan di dalam kawasan, di sekitar
area duduk dapat ditambahkan tempat sampah. Desain bak sampah
disarankan dibuat dengan material durabilitas tinggi dan dengan
dimensi yang memadai.
2) Signage
Ketersediaan signage dalam bentuk tanda rambu-rambu jalan
dapat memberikan informasi penting untuk pengguna sehingga
144
berperan memberi rasa aman selama aktivitas. Selain rambu-rambu
jalan, perlu ditambahkan pula tanda penunjuk dan peta informasi
kawasan sehingga menambah rasa nyaman pengguna. Diatur oleh
kementerian pekerjaan umum, pengadaan signage diletakkan pada
titik interaksi sosial dengan material durabilitas tinggi dan tidak
menimbulkan efek silau.
3) Pencahayaan
Persyaratan ruang terkait dengan pencahayaan mencakup pada
tujuan menciptakan perasaan aman dan memastikan kenyamanan
pandangan visual. Penyediaan pencahayaan perlu memenuhi tingkat
iluminasi yang memadai namun tetap di bawah kesan glare. Perhatian
khusus mengenai tata pencahayaan perlu dilakukan terutama pada
perbedaan ketinggian yang dilewati jalur sirkulasi. Kementerian
pekerjaan umum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
03/PRT/M/2014 menyampaikan tinggi tiap lampu maksimal 4 meter
pada jarak 10 meter dari masing-masing titik dan dengan
menggunakan material durabilitas tinggi seperti metal.
V.5.7. Persyaratan khusus untuk penggunaan selain sirkulasi
Pemanfaatan jalur pejalan kaki selain untuk sirkulasi
diperbolehkan selama tidak menghambat sirkulasi pejalan kaki.
Penggunaan jalur pejalan kaki untuk fungsi kegiatan jual beli
diperkenankan karena dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk
kawasan. Selain itu diperbolehkan pula penggunaan pameran outdoor.
Pemanfaatan selain untuk sirkulasi perlu mengacu pada ketentuan
pemanfaatan jalur pejalan kaki yang diperkenankan pada bab II
halaman 90. Selain itu pengadaan penggunaan selain sirkulasi juga
perlu mempertimbangkan luasan yang dipakai oleh kegiatan tambahan
tersebut, yang nantinya di analisis dalam sub-bab analisis besaran
ruang.
145
V.6. Analisis Besaran Ruang
Analisis besaran ruang dilakukan untuk memperoleh lebar maupun luas yang dibutuhkan untuk pengguna dapat beraktivitas
di dalam kawasan. Penentuan besaran ruang diperoleh dari dimensi tubuh manusia dan kriteria perancangan pedestrian mall serta
dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014 tentang pedoman perencanaan, penyediaan, dan pemanfaatan
jalur pejalan kaki. Besaran ruang yang dihasilkan dapat berupa lebar atau luas tergantung pada satuan yang sesuai untuk ruang
terkait (lihat Tabel 15)
Tabel 15. Tabel perhitungan besaran ruang.
ZONA
RUANG
PROGRAM
RUANG DASAR PERTIMBANGAN ANALISIS KETERANGAN
ZO
NA
SIR
KU
LA
SI
Jalur pejalan
kaki
Maksimal lebar 7,6 meter
Rekomendasi ruang bebas 3-6 meter
Dimensi tubuh manusia (lihat bab II
halaman 61 hingga 62)
Karakter perilaku pejalan kaki (lihat bab
II halaman 61 hingga 62)
Lebar jalur minimal 1,5 meter dan luas
2,25 m2 untuk akomodasi pengguna
difabel
146
ZONA
RUANG
PROGRAM
RUANG DASAR PERTIMBANGAN ANALISIS KETERANGAN
Jarak minimum dengan dinding
bangunan 75 cm
Dari dasar pertimbangan diperoleh
lebar pejalan kaki yang sesuai
yaitu berkisar dari 3 hingga 6
meter. Perancangan jalur pejalan
Minimal jalur pejalan kaki untuk jalan
arteri 1,8 meter
Minimal jalur pejalan kaki untuk
kawasan pertokoan 2 meter
Jalur pejalan kaki untuk intensitas
pemakaian tinggi berkisar 1,8-3 meter
147
ZONA
RUANG
PROGRAM
RUANG DASAR PERTIMBANGAN ANALISIS KETERANGAN
kaki tersebut dapat menampung
16 hingga 23 orang/m
Jalur sepeda Dimensi tubuh pengguna ketika
bersepeda (lihat bab II halaman 88)
Direncanakan kapasitas 2
pengguna sepeda berjalan
beriringan
Jalur shuttle bus Dimensi bus yaitu lebar 2,4 meter hingga
3 meter dan panjang kendaraan 6 hingga
8 meter
Penentuan lebar jalur shuttle bus
tergantung dari pemilihan armada
bus. Jalur shuttle bus yang
diperlukan terdiri dari 2 jalur
untuk dua arah sirkulasi yang
berbeda
Jalan raya Kendaraan yang diakomodasi terdiri dari:
Mobil dengan dimensi lebar 1,4
hingga 1,6 meter
Bus dengan dimensi lebar 2,4 hingga
3 meter
Kendaraan yang diakomodasi oleh
pedestrian mall terdiri dari 3 lajur
kendaraan
148
ZONA
RUANG
PROGRAM
RUANG DASAR PERTIMBANGAN ANALISIS KETERANGAN
ZO
NA
PE
NJU
AL
AN
Sidewalk cafe Perbandingan 1:1,5 antara lebar sidewalk
café dengan jalur pejalan kaki
Penentuan lebar sidewalk café
yang diperbolehkan tergantung
pada lebar jalur pejalan kaki di
lokasi sidewalk café berada.
Penentuan panjang sidewalk café
tergantung pada panjang restoran
Kios kaki lima Area makan 0,5 m2/orang
Area penjualan
Antrian 0,81 m2/konter
Kasir 1,2 m2/konter
Dapur 1,1 m2/konter
Kebutuhan 20% untuk keleluasaan
sirkulasi
Ditentukan kapasitas tiap kios kaki
lima yaitu untuk 5 penjual dengan
kapasitas area makan untuk 20
orang. Analisis kapasitas ini
merupakan besaran ruang di tiap
titik kios kaki lima.
Standar besaran
ruang diperoleh
dari dimensi
tubuh manusia
dan perabot.
ZO
NA
RE
KR
EA
SI Area duduk Dimensi lebar bangku 40 hingga 50 cm
dan panjang 150 cm
Lebar minimal jalur perabot sebesar 60
cm
Masing-masing area duduk
memiliki 4 bangku
149
ZONA
RUANG
PROGRAM
RUANG DASAR PERTIMBANGAN ANALISIS KETERANGAN
Sirkulasi untuk kenyamanan fisik sebesar
30%
Area free wifi
internet
Luas yang dibutuhkan 0,52 m2/orang
Kebutuhan 20% untuk keleluasaan
sirkulasi
Area free wifi dapat menampung 7
orang di tiap titik lokasinya.
Luas ruang
diperoleh dari
dimensi orang
duduk dan
perabot
Jogging track Jalur jogging track dapat
digabung dengan jalur pejalan
kaki
Area pertunjukkan Area penonton dengan luas 0,52
m2/orang
Area panggung dengan luas 0,92
m2/orang
Ruang penyimpanan 0,02 m2/kursi
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Area pertunjukkan dapat
menampung kapasitas hingga 200
penonton dengan panggung untuk
20 performer
150
ZONA
RUANG
PROGRAM
RUANG DASAR PERTIMBANGAN ANALISIS KETERANGAN
Area pameran
outdoor
Kebutuhan luas pengguna 0,92 m2/orang
Kebutuhan sirkulasi 50% untuk
keperluan aktivitas
Memiliki kapasitas untuk 200
orang
Area pameran
outdoor
ditempatkan di
ruang bebas
pejalan kaki
karena
kegiatannya
bersifat berkala
Area bermain
outdoor
Kebutuhan bermain anak untuk semua
umur memiliki standar 1,5 hingga 4
m2/anak
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Area dapat menampung kapasitas
20 anak
Dikutip dari Data
Arsitek jilid 1
oleh Neufert
(1996)
Taman bermain
anak
Taman baca Rak buku 0,27 m2/rak
Area baca 0,52 m2/orang
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Tiap lokasi taman baca memiliki 5
rak buku dan menampung
kapasitas 20 orang
Dikutip dari Data
Arsitek jilid 2
oleh (Neufert,
1993)
151
ZONA
RUANG
PROGRAM
RUANG DASAR PERTIMBANGAN ANALISIS KETERANGAN
Ruang serbaguna Luas 0,52 m2/orang
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Menampung kapasitas 50 orang
Public art Besaran public art tergantung
pemilihan bentuk dan fungsi
objeck
Jalur hijau Memiliki lebar minimal 1,5 meter Jalur hijau berada di sepanjang
kawasan
ZO
NA
SE
RV
IS
Toilet Area toilet 0,79 m2/orang
Area toilet untuk difabel 3 m2/orang
Area lavatory 0,75 m2/orang
Area lavatory untuk difabel 1,1 m2/orang
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Kapasitas untuk 6 orang (@gender
3 orang)
Standar besaran
ruang diperoleh
dari dimensi
tubuh dan
perabot
Ruang nursery Kebutuhan 0,79 m2/orang
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Kapasitas untuk 1 orang
152
ZONA
RUANG
PROGRAM
RUANG DASAR PERTIMBANGAN ANALISIS KETERANGAN
Mushola Area wudhu 0,75 m2/orang
Area sholat 0,2 m2/orang
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Kapasitas area wudhu
menampung 4 orang dan area
sholat untuk 20 orang
Ruang janitor Kebutuhan 0,19 m2/orang
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Kapasitas untuk 3 orang
Pos satpam Kebutuhan 0,92 m2/orang Kapasitas 1 orang
ZO
NA
PE
NU
NJA
NG
Area parkir Kebutuhan 15 m2/mobil dan 0,5
m2/motor
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Kapasitas 20 mobil dan 50 motor
Halte bus Kebutuhan 0,93 m2/orang
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Kapasitas untuk 5 hingga 10 orang
Area drop off Kebutuhan 15 m2/mobil Kapasitas untuk 1 hingga 2 mobil
153
ZONA
RUANG
PROGRAM
RUANG DASAR PERTIMBANGAN ANALISIS KETERANGAN
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Pusat
informasi/area
penerima
Kebutuhan 0,93 m2/orang
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Kapasitas untuk 10 orang
Area parkir
pengelola
Kebutuhan 15 m2/mobil dan 0,5
m2/motor
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Kapasitas 20 mobil dan 50 motor
Pangkalan
taksi/ojek/becak
Kebutuhan 15 m2/taksi dan 0,5 m2/ojek
serta 1,5 m2/becak
Kapasitas 3 taksi, 8 ojek, dan 5
becak
Ruang pengelola Area manajer 11,04 m2/orang
Area staf 2,4 m2/orang
Area rapat 0,8 m2/orang
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Kapasitas untuk 9 manajer, 3
staf/manajer, dan rapat untuk 12
orang
154
ZONA
RUANG
PROGRAM
RUANG DASAR PERTIMBANGAN ANALISIS KETERANGAN
Ruang pegawai
kawasan
Ruang loker 1,05 m2/orang
Ruang ganti 0,98 m2/orang
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Kapasitas 5 orang
Ruang ME Kebutuhan 0,92 m2/orang
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Kapasitas 5 orang
Ruang keamanan Area layar cctv 0,61 m2/orang
Kebutuhan untuk keleluasaan sirkulasi
20%
Kapasitas untuk 5 orang
(analisis pribadi, 2017)
155
V.7. Analisis Tapak
V.7.1. Analisis pencapaian tapak
Analisis pencapaian tapak dilakukan berdasar pada data yang
diperoleh dari tinjauan penggunaan lahan kawasan (bab IV.4) dan
tinjauan akses transportasi kawasan (bab IV.6). Pembahasan
pencapaian tapak fokus pada akses kendaraan pribadi dan kendaraan
umum. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengolah
akses masuk yang memudahkan pengguna. Analisis pencapaian tapak
ini nantinya menjadi salah satu komponen dari konsep tapak yang
kemudian menjadi bahan proses desain site plan.
Pencapaian langsung kawasan dengan kendaraan pribadi
memiliki berbagai alternatif karena keberadaan simpang jalan yang
relatif tinggi. Secara keseluruhan segmen Ngapeman hingga Gladak
dapat diakses melalui tiap simpang jalan kecuali dari Jalan
Honggowongso karena diterapkan sistem satu arah ke selatan pada jalan
tersebut (lihat Gambar 119).
Gambar 119. Pencapaian dengan kendaraan pribadi (analisis pribadi, 2017)
156
Banyaknya alternatif akses ini penting karena dengan begitu
pengunjung tidak perlu memutar jauh untuk datang ke toko yang
diinginkan. Konsekuensi dari pencapaian ini yaitu diperlukan
akomodasi parkir dengan jarak relatif dekat ke masing-masing retail.
Peletakan area parkir akan dibahas selanjutnya pada sub-bab analisis
zonasi tapak.
Pencapaian langsung dan tidak langsung dapat dilakukan dengan
kendaraan umum tergantung pada rute jalur yang dipilih. Dengan
kendaraan umum Batik Solo Trans (disingkat BST) koridor 1 hanya
dapat dilakukan pencapaian tidak langsung karena bus menuju utara di
Gendengan. BST koridor 2 dapat mencapai kawasan pedestrian mall
secara langsung karena rute bus ini melewati sepanjang Jalan Slamet
Riyadi dari barat ke timur. Selain dengan BST, pencapaian langsung
dapat dilakukan dengan menggunakan angkutan umum nomor 06 dan
07 yang melewati Jalan Slamet Riyadi di persimpangan Jalan
Honggowongso dan Jalan Gajah Mada (lihat Gambar 120).
Gambar 120. Pencapaian dengan kendaraan umum (analisis pribadi, 2017)
Konsekuensi dari pencapaian dengan kendaraan umum yaitu
perlu adanya halte di sepanjang kawasan untuk BST dan di
157
persimpangan Jalan Honggowongso dengan Jalan Slamet Riyadi untuk
angkutan umum. Peletakan halte akan dibahas selanjutnya pada sub-
bab zonasi tapak.
V.7.2. Analisis sirkulasi dalam tapak
Analisis sirkulasi dalam tapak dilakukan untuk mengetahui
macam sirkulasi yang ada di dalam pedestrian mall di Kawasan Slamet
Riyadi sehingga nantinya dapat menjadi dasar pertimbangan
pengolahan zonasi tapak pada bab V.7.4. Dasar pertimbangan analisis
sirkulasi dalam tapak yaitu dari analisis kebutuhan ruang yang
menyatakan perlu disediakan sirkulasi untuk pejalan kaki, sepeda, dan
kendaraan.
Dalam rangka mencapai kriteria desain konektivitas, dalam
pedestrian mall perlu memudahkan pengguna jika ingin berpindah dari
lokasi satu ke lokasi lainnya. Pertimbangan yang perlu dimasukkan
dalam analisis ini yaitu tidak adanya sarana akomodasi kendaraan dari
arah timur ke barat. Di dalam kawasan, sirkulasi kendaraan terjadi dari
barat ke timur tanpa ada arus contra flow sehingga hanya
mengakomodasi satu arah arus lalu lintas. Untuk mengakomodasi arus
pengguna dari timur ke barat, perlu disediakan sarana shuttle bus.
Sirkulasi shuttle bus ini dapat digabung dengan jalur sirkulasi pejalan
kaki seperti pada bangunan preseden 16th mall di Denver (lihat sub-bab
tinjauan pedestrian mall, sub sub-bab preseden) atau dapat pula
diberikan sirkulasi khusus di area jalan raya bersama dengan kendaraan
umum dan pribadi. Peletakan sarana shuttle bus akan dibahas
selanjutnya pada sub sub-bab analisis zonasi tapak.
Untuk memudahkan proses analisis, maka dalam analisis
sirkulasi ini dilakukan penyusunan prioritas sirkulasi. Fungsi
penyusunan prioritas sirkulasi ini yaitu untuk menunjukkan jenis
sirkulasi yang diutamakan dalam proses pengolahan desain. Prioritas
sirkulasi ini terlihat memberikan konsekuensi pada analisis terutama
pada analisis besaran ruang dan analisis zonasi tapak. Sebagai contoh
158
pedestrian mall yang berfungsi terutama sebagai area pejalan kaki tentu
perlu memprioritaskan kepentingan pejalan kaki. Dengan
memprioritaskan sirkulasi pejalan kaki, maka dari analisis peruangan
hingga analisis bentuk perlu mementingkan kebutuhan dan karakter
pejalan kaki. Begitu pula pertimbangan proses pengolahan kawasan
mengikuti urutan prioritas selanjutnya (lihat Bagan 4). Kendaraan
pribadi sebagai prioritas terakhir menunjukkan akomodasi sirkulasi ini
namun dalam hal pengolahan desain tidak terlalu diutamakan. Hal lain
yang perlu dimasukkan dalam prioritas sirkulasi yaitu keberadaan
kereta api pariwisata Jaladara. Rel kereta jaladara berada di sisi selatan
Jalan Slamet Riyadi dan tidak dimungkinkan untuk dipindahkan.
Bagan 4. Urutan prioritas jenis sirkulasi dalam kawasan (analisis pribadi, 2017)
V.7.3. Analisis zonasi tapak
Analisis zonasi tapak dilakukan agar diperoleh pembagian jalur
dan area yang sesuai dengan aktivitas di dalam kawasan. Analisis
zonasi tapak mengambil dasar pertimbangan tinjauan pustaka dan
tinjauan kawasan serta dari analisis pada sub-bab sebelumnya.
1) Zonasi pembagian jalur sirkulasi
Analisis zona sirkulasi dilakukan untuk menentukan area untuk
masing-masing aktivitas dan pengguna. Pembagian zona sirkulasi
dapat bermanfaat untuk menciptakan perasaan aman bagi tiap
pengguna karena diminimalisir kemungkinan tumpang tindih jalur
yang tidak direncanakan.
Pengolahan zona sirkulasi perlu mempertimbangkan kebutuhan
penyediaan jalur pejalan kaki untuk Kawasan Slamet Riyadi. Sesuai
159
dengan ketentuan penyediaan jalur pejalan kaki berdasarkan fungsi
jalan dan penggunaan bangunan dalam peraturan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014, pada jalan arteri dan
dengan fungsi bangunan sebagai bangunan komersial maka jaringan
jalur pejalan kaki dikembangkan di kedua sisi jalan. Sirkulasi
eksisting tapak perlu diolah kembali karena sisi utara masih berupa
jalur lambat yang diperuntukkan tidak hanya bagi pejalan kaki namun
juga kendaraan motor.
Pertimbangan lain yang dilingkupi dalam analisis yaitu
penambahan fungsi shuttle bus di dalam kawasan. Penambahan fungsi
ini menimbulkan konsekuensi penyediaan jalur sirkulasi menerus di
sepanjang kawasan. Jalur sirkulasi shuttle bus dapat diletakkan
berbatasan dengan jalur pejalan kaki sisi utara sehingga sirkulasi nya
tidak terhambat oleh kendaraan yang melintas di Jalan Slamet Riyadi.
Untuk tetap menjaga keamanan pejalan kaki, antara jalur pejalan kaki
dengan jalur shuttle bus dapat ditambahkan pagar pengaman atau
perbedaan ketinggian lantai. Skenario lain yaitu shuttle bus diletakkan
di jalan raya bersama dengan kendaraan lainnya (lihat Gambar 121).
Jalur hijau dan jalur kereta merupakan zona yang diminimalisir
berbeda dengan eksisting. Jalur hijau di sepanjang kawasan memiliki
vegetasi eksisting yang dapat menjadi peneduh jalur pejalan kaki
sehingga perlu dipertahankan keberadaannya. Jalur kereta di sisi
selatan jalan adalah rel kereta aktif untuk sirkulasi kereta api
pariwisata jaladara sehingga tidak dimungkinkan untuk di relokasi.
Dalam upaya meminimalisir perubahan tersebut, maka zona lain
diolah untuk menyesuaikan kondisi tersebut. Terutama jalur shuttle
bus yang akan terhambat dengan keberadaan vegetasi di jalur hijau
dan dihindari bertabrakan sirkulasi dengan kereta api, kedua jalur
shuttle bus dapat diletakkan di utara jalan mengapit jalur hijau. Selagi
tidak ada shuttle bus yang melintas, jalur dapat digunakan oleh pejalan
kaki.
160
Gambar 121. Pembagian jalur sirkulasi antar pengguna (analisis pribadi, 2017)
2) Zonasi pembagian area pejalan kaki
Zonasi pembagian area pejalan kaki dilakukan untuk mengolah
jalur pejalan kaki agar dapat mengakomodasi aktivitas yang
direncanakan. Proses analisis pembagian area pejalan kaki dilakukan
dengan dasar pertimbangan tipologi pembagian area pejalan kaki
menurut peraturan kementerian pekerjaan umum (lihat bab II halaman
64 hingga 66 poin a-c) dan adanya penambahan beberapa fungsi ruang
dalam pedestrian mall.
Penambahan fungsi ruang menimbulkan konsekuensi
penambahan ruang yang harus diakomodasi jalur pejalan kaki. Pokok
ketentuan pengolahan pembagian area pejalan kaki yaitu peletakan
fungsi ruang tanpa mengganggu sirkulasi pejalan kaki. Hasil analisis
besaran ruang berupa kisaran lebar efektif pejalan kaki dapat
digunakan sebagai parameter pengolahan pembagian area pejalan
kaki. Fungsi ruang di dalam zona rekreasi dan zona penjualan yang
161
masing-masing mengambil dimensi cukup besar tidak dapat
diletakkan pada titik yang sama. Jika zona rekreasi dan zona penjualan
tidak dapat sepenuhnya diletakkan pada jalur pejalan kaki, kedua zona
dapat mengambil sebagian lebar jalur hijau atau jalur bagian depan
gedung. Street furniture peletakannya lebih fleksibel karena tidak
mengambil dimensi yang cukup luas dari jalur pejalan kaki. Street
furniture dapat diletakkan pada jalur pejalan kaki ketika tidak bersama
zona lainnya dan dapat diletakkan pada jalur hijau ketika berada pada
titik yang sama dengan zona rekreasi atau zona penjualan. Zona servis
dan zona penunjang sebagai zona komplemen untuk pejalan kaki
dapat diletakkan di zona sirkulasi. Lihat Gambar 122 berikut.
Gambar 122. Analisis pengolahan pembagian area pejalan kaki (analisis pribadi, 2017)
3) Zona penerima
Penambahan zona penerima bertujuan untuk memberi tanda
batas kawasan pedestrian mall. Zona area penerima dapat memberi
pengguna sense pencapaian kawasan. Area penerima
dipertimbangkan untuk diletakkan di tiap simpang jalan yang dilalui
pedestrian mall. Di dalam area penerima juga dapat ditambahkan area
162
informasi yang memudahkan aktivitas pengunjung. Karena fungsinya
sebagai gerbang penyambut pengunjung, maka pengolahan desain
bentuk area ini dapat dibuat menjadi point of interest kawasan.
Gambar 123. Potensi peletakan zona penerima di kawasan (analisis pribadi, 2017)
Gambar 124. Ide desain zona penerima (analisis pribadi, 2017; gambar:
http://www.landezine.com)
4) Zona parkir
Analisis zona parkir dilakukan sebagai konsekuensi dari analisis
pencapaian tapak yang menyatakan adanya akses masuk kendaraan
pribadi. Hal yang menjadi dasar pertimbangan dalam pemilihan lokasi
area parkir yaitu letak simpang jalan di sepanjang kawasan dan
kondisi eksisting lalu lintas kendaraan mengikut sistem satu arah dari
barat ke timur. Dari dua dasar pertimbangan tersebut muncul beberapa
163
kriteria. Lokasi zona parkir perlu dipertimbangkan pada titik yang
relatif dekat dengan simpang jalan untuk kemudahan akses dan
sirkulasi serta berada di timur dari simpang jalan.
Mempertimbangkan fungsi bangunan yang mayoritas
merupakan pertokoan, diterapkan sistem on-street parking. Sistem
On-street parking ini sesuai untuk segmen Ngapeman hingga Gladak
dengan deretan pertokoan padat bangunan karena memudahkan
pengguna dalam mencapai retail yang diinginkan (lihat Gambar 125).
Gambar 125. Potensi peletakan zona parkir kawasan (analisis pribadi, 2017)
5) Zona halte kendaraan umum
Analisis zona halte kendaraan umum dilakukan agar diketahui
titik lokasi yang perlu dan sesuai untuk diberikan fungsi halte. Dasar
pertimbangan yang diambil untuk analisis ini yaitu peraturan
kementerian pekerjaan umum yang menyatakan halte dapat melayani
pejalan kaki dalam radius jarak 400 meter serta hasil dari analisis
pencapaian tapak yang telah dilakukan. Selain itu perlu
dipertimbangkan pula hasil dari analisis sirkulasi dalam tapak yang
menyatakan perlu untuk menyediakan shuttle bus, karena dengan
164
analisis tersebut menimbulkan konsekuensi penyediaan halte shuttle
bus.
Sesuai dari analisis yang diperoleh pada pencapaian tapak,
diperlukan beberapa titik halte BST dan angkutan umum. Diketahui
bahwa rute angkutan umum yang melewati Kawasan Slamet Riyadi
melalui simpang Jalan Gatot Subroto, sehingga pada simpang jalan ini
perlu diberikan halte untuk angkutan umum (lihat Gambar 126).
Untuk keperluan kemudahan transit, perlu disediakan halte BST di
radius berjalan kaki dari halte angkutan umum tersebut. Dalam upaya
akomodasi kemudahan transit dalam kawasan maka perlu diberikan
halte shuttle bus di sekitar simpang jalan tersebut serta di simpang
jalan sepanjang kawasan. Halte BST eksisting di dalam segmen dapat
dipertahankan lokasinya karena sesuai dengan perencanaan peletakan
halte shuttle bus dan angkutan umum (lihat Gambar 126).
Gambar 126. Analisis peletakan zona halte kendaraan umum (analisis pribadi, 2017)
6) Zona penyeberangan
Analisis zona peletakan penyeberangan dilakukan agar
diketahui lokasi dan jenis penyeberangan di kawasan yang sesuai
dengan ketentuan penyediaan. Dasar pertimbangan dari analisis ini
yaitu ketentuan penyediaan penghubung antar pusat kegiatan dalam
165
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014 (lihat
bab II halaman 75 hingga 77).
Dari jenis penyeberangan yang ada, beberapa sesuai dan lainnya
tidak sesuai untuk diaplikasikan dalam kawasan. Dalam peraturan
kementerian pekerjaan umum disampaikan bahwa pengadaan
penyeberangan pelikan digunakan pada jalan yang memiliki jarak
lebih dari 300 meter antar simpang jalannya. Kondisi kawasan yang
antar simpang jalannya tidak mencapai jarak tersebut menunjukkan
tidak adanya urgensi untuk mengaplikasikan penyeberangan pelikan.
Pada bagian lain dalam peraturan yang sama disampaikan bahwa jalan
arteri menunjukkan kelayakan dalam pengadaan jalur penyeberangan
di atas atau di bawah permukaan tanah. Berdasarkan ketentuan
tersebut maka perlu direncanakan pengolahan jalur penyeberangan di
atas atau di bawah permukaan tanah. Jenis penyeberangan zebra,
jembatan, maupun terowongan dapat digunakan di dalam kawasan.
Prinsip penentuan peletakan lokasi penyeberangan yaitu titik di
mana jika diberikan sarana tersebut dapat memudahkan pejalan kaki.
Peletakan paling mudah dari jalur penyeberangan yaitu di simpang
jalan. Selain itu lokasi penyeberangan akan memudahkan pengguna
jika terletak dekat dengan letak konsentrasi pejalan kaki paling tinggi
dan pada sekitar area halte kendaraan umum (lihat Gambar 127).
Penentuan jalur penyeberangan jenis jembatan dapat
mempertimbangkan lingkungan simpang jalan. Pada simpang jalan
Ngapeman dengan bahu jalan lebar dapat menjadi potensi peletakan
jembatan penyeberangan. Dipertimbangkan pula peletakan jembatan
penyeberangan di simpang jalan Ngarsopuro untuk menghubungkan
area Night Market Ngarsopuro (lihat Gambar 127).
166
Gambar 127. Potensi peletakan jalur penyeberangan (analisis pribadi, 2017)
V.8. Analisis Massa
V.8.1. Analisis bentuk
Analisis bentuk dilakukan sehingga diperoleh bentuk yang sesuai
dengan ketentuan perencanaan jalur pejalan kaki menurut Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014 dan sesuai dengan
kondisi eksisting kawasan.
Terdapat beberapa ketentuan mengenai bentuk jalur pejalan kaki
yang perlu menjadi pertimbangan pengolahan. Ketentuan tersebut
meliputi tinggi dan kedalaman jalur efektif pejalan kaki, perubahan
ketinggian lantai, serta kemiringan lantai. Ketentuan pengolahan dapat
ditinjau pada bab II halaman 64 hingga 64 dan halaman 67. Beberapa
ketentuan perencanaan bentuk jalur pejalan kaki tersebut memunculkan
konsekuensi dalam pengolahan penambahan jalur pejalan kaki di
atas/bawah permukaan tanah (lihat Gambar 128).
167
Gambar 128. Pengolahan jalur pejalan kaki di atas permukaan tanah menurut ketentuan
peraturan (analisis pribadi, 2017)
Melihat kondisi eksisting kawasan, kesesuaian pemilihan jalur
pejalan kaki di atas permukaan tanah lebih tinggi daripada jalur pejalan
kaki di bawah tanah. Pada analisis persyaratan ruang disampaikan
bahwa pada kawasan perlu ditambahkan jalur pejalan kaki di
atas/bawah permukaan tanah. Jalur pejalan kaki yang berada di atas
permukaan tanah memiliki visual yang lebih baik, dari dalam ke luar
maupun sebaliknya. Jumlah vegetasi dalam kawasan Slamet Riyadi
dapat menjadi potensi peneduh sehingga mengurangi urgensi dari
penambahan penutup atap. Selain itu kondisi vegetasi yang rimbun di
kawasan dapat memberi pemandangan visual atraktif untuk
pengunjung.
Pemilihan jalur pejalan kaki di atas permukaan tanah dapat
memberikan kesempatan jumlah kunjungan yang lebih besar ke dalam
kawasan. Peletakan jalur pejalan kaki di atas permukaan tanah tidak
hanya memberikan keleluasaan visual dari jalur ke luar, namun juga
pandangan visual dari jalan ke dalam jalur. Pengguna lalu lintas Jalan
168
Slamet Riyadi memiliki akses pandangan visual yang leluasa ke dalam
jalur pejalan kaki, sehingga dapat menginformasikan aktivitas dan
macam retail yang ada. Diharapkan dari situasi tersebut dapat
mendorong kunjungan dari pengguna lalu lalang di Jalan Slamet
Riyadi. Selain itu peletakan jalur pejalan kaki di atas permukaan tanah
terintegrasi dengan rencana pemerintah kota yang akan memindahkan
sistem kabel listrik ke bawah tanah (berita Solopos tahun 2016 hingga
2017).
Pemilihan letak jalur pejalan kaki di atas permukaan tanah
(skywalk) dapat terintegrasi dengan letak jembatan penyeberangan.
Skywalk jika didesain terintegrasi dengan jembatan penyeberangan
dapat menambah konektivitas jalur pejalan kaki. Selain itu pengolahan
jembatan penyeberangan dan skywalk yang terintegrasikan dapat
memudahkan dapat perancangan desain. Peletakan perlu
mempertimbangkan vegetasi eksisting yang ada dalam segmen (lihat
Gambar 129). Skywalk hanya dapat diolah pada titik dengan vegetasi
lebih dari 8 meter, karena dengan begitu dapat meminimalisir
pengurangan bentuk vegetasi eksisting.
Gambar 129. Potensi letak skywalk yang menyesuaikan vegetasi eksisting dalam segmen (analisis
pribadi, 2017)
169
Di jalur pejalan kaki atas permukaan tanah dapat ditambahkan
penutup atap untuk fungsi perlindungan dari cuaca. Terutama pada area
rekreasi dan penjualan perlu diberikan akomodasi perlindungan dari
cuaca agar mendorong orang untuk berlama-lama di lokasi.
Pemilihan jalur pejalan kaki di bawah permukaan tanah dapat
memberikan kemudahan dalam proses pengolahan tapak. Dengan jalur
pejalan kaki berada di bawah tanah, proses perancangan tidak perlu
memperhitungkan maksimal tinggi massa agar tidak mencapai dahan
pohon. Selain itu jalur pejalan kaki di bawah permukaan tanah dapat
menjamin perlindungan dari cuaca pada pengguna.
V.8.2. Analisis fasad
Analisis fasad dilakukan agar diperoleh tampilan bangunan yang
sesuai dengan perencanaan pedestrian mall di segmen Ngapeman
hingga Gladak. Pertimbangan pengolahan fasad bangunan yaitu
ketentuan bentuk bangunan baru di sepanjang Kawasan Slamet Riyadi
yang mengacu pada arsitektur kolonial agar selaras dengan tampilan
bangunan eksisting. Fasad pedestrian mall diolah mengacu pada
tampilan bangunan kolonial di Kota Surakarta (lihat Gambar 130).
Penentuan bangunan kolonial mengutip dari buku Jejak-Jejak Fisik
Kota Solo yang diterbitkan oleh DTRK Surakarta.
Gambar 130. Bangunan langgam arsitektur kolonial (gambar kiri: http://surakarta.go.id; gambar
kanan atas: http://static.republika.co.id; gambar kanan bawah: http://lh6.ggpht.com)
170
V.8.3. Analisis struktur dan utilitas
Analisis struktur dan utilitas dilakukan agar diketahui sistem
struktur yang dapat menunjang bentuk serta sistem utilitas yang dapat
mendukung fungsi kawasan. Pemilihan struktur mempertimbangkan
kesesuaian bentuk dan estetika sistem struktur tersebut terhadap
bangunan. Sementara pemilihan utilitas berdasarkan pada fungsi ruang
yang ada di dalam kawasan.
Jalur pejalan kaki yang berada di atas permukaan tanah
memerlukan sistem struktur penopang. Sistem struktur yang
diaplikasikan dapat berupa sistem dengan kemampuan menopang
bentang relatif lebar agar jalur sirkulasi tidak terganggu dengan
keberadaan kolom di tengah lintasan. Pemilihan material struktur juga
berdasar pada prinsip yang sama yaitu dapat menopang bentang lebar.
Material yang digunakan dapat berupa komposit dari beberapa material
selama dapat menunjang keperluan bentang lebar. Sama halnya dengan
jalur pejalan kaki, penutup atap memerlukan sistem struktur dengan
bentang lebar. Sistem struktur penutup atap sekaligus dapat menjadi
unsur estetika karena elemennya dapat dilihat dari jalur pejalan kaki.
Karena alasan estetika tersebut maka dipilih konfigurasi dan material
struktur yang secara visual atraktif. Jalur pejalan kaki di bawah
permukaan tanah dapat menggunakan sistem struktur basement.
Analisis kesesuaian antara sistem struktur dengan bangunan di dalam
kawasan dapat dilihat pada Tabel 16. Pemilihan material dapat melihat
pada tinjauan halaman 92 hingga 93.
Tabel 16. Tabel kesesuaian sistem struktur dengan bangunan (analisis pribadi, 2017)
Sistem struktur Analisis
Struktur rangka Dapat digunakan sebagai struktur penopang jalur pejalan kaki
di atas permukaan tanah yang bentuknya tipikal memanjang
Struktur truss
frame
Dapat digunakan pada sistem struktur penutup atap karena
berpotensi menciptakan estetika dari geometri segitiga
Struktur pelat Dapat digunakan sebagai struktur lantai jalur pejalan kaki
171
Struktur bearing
wall
Dapat digunakan pada struktur jalur pejalan kaki di bawah
permukaan tanah karena fungsinya yang mampu menahan
pergerakan tanah sekitar sekaligus menahan rembesan air
Struktur busur Sesuai untuk struktur di beberapa titik maupun sepanjang jalur
pejalan kaki di permukaan tanah Struktur vault
Struktur kubah Tidak sesuai untuk digunakan di kawasan dengan bentuk jalur
pejalan kaki yang memanjang
Struktur cangkang Berpotensi untuk digunakan sebagai penutup atap di ruang
yang memerlukan ruang luas Struktur membrane
Struktur kabel Sesuai untuk digunakan di jalur pejalan kaki yang
memerlukan bentang lebar agar tidak menghalangi sirkulasi
Sistem utilitas perlu ada untuk menunjang fungsi kawasan.
Pengadaan sistem air dapat memberikan perawatan pada jalur hijau dan
penunjang zona servis. Diperlukan sistem utilitas yang mampu
mencakup area luas sehingga dapat mencakup keseluruhan jalur hijau.
Sistem penerangan terutama digunakan untuk menjamin kenyamanan
beraktivitas dan menonjolkan perhatian visual dalam kawasan. Kedua
sistem utilitas tersebut sebaiknya digunakan secara efektif untuk tujuan
penghematan.
172
BAB VI
KONSEP
Pada bab ini dibahas mengenai keputusan desain yang diambil setelah
dilakukan analisis pada bab sebelumnya. Dari enam sub-bab pada bab analisis,
dihasilkan tiga sub-bab dalam bab konsep ini, yaitu konsep peruangan, konsep
tapak dan konsep massa. Deskripsi dalam bab konsep diharapkan dapat menjadi
pedoman pada tahap desain.
VI.1. Konsep Peruangan
VI.1.1. Kebutuhan Ruang
Berikut tabel peruangan yang perlu dirancang di dalam
pedestrian mall
Tabel 17. Tabel kebutuhan ruang
ZONA
RUANG PROGRAM RUANG AKTIVITAS PENGGUNA
ZO
NA
SIR
KU
LA
SI Jalur pejalan kaki Sirkulasi Semua pengguna
Jalur sepeda Sirkulasi Semua pengguna
Jalur shuttle bus Sirkulasi Semua pengguna
Jalan raya Sirkulasi Semua pengguna
ZO
NA
PE
NJU
AL
AN
Retail Belanja, pengelolaan
retail
Semua pengguna
Sidewalk cafe Istirahat, pertemuan
individual, konsumsi
Semua pengguna
Kios kaki lima Belanja, konsumsi,
pengelolaan kios kaki
lima
Semua pengguna
Restoran Konsumsi,
pengelolaan restoran
Semua pengguna
173
ZONA
RUANG PROGRAM RUANG AKTIVITAS PENGGUNA Z
ON
A R
EK
RE
AS
I
Area duduk Istirahat, Pertemuan
individual, Konsumsi,
pengamatan atau
melihat-lihat
Semua pengguna
Area free wifi internet Pemanfaatan jaringan
internet, Belajar
Semua pengguna
Jogging track Olahraga Semua pengguna
Area pertunjukkan Konser, Teater Semua pengguna
Area pameran outdoor Festival atau bazar,
pameran
Semua pengguna
Area bermain outdoor Bermain Semua pengguna
Taman bermain anak Bermain Semua pengguna
Taman baca Belajar Semua pengguna
Ruang serbaguna Diskusi masyarakat,
menyampaikan
aspirasi
Semua pengguna
Public art Pengamatan atau
melihat-lihat
Semua pengguna
Jalur hijau Pengamatan atau
melihat-lihat
Semua pengguna
ZO
NA
SE
RV
IS
Toilet Metabolisme Semua pengguna
Ruang nursery Metabolisme Semua pengguna
Mushola Ibadah Semua pengguna
Ruang janitor Pemeliharaan kawasan Pengelola kawasan
Pos satpam Pengamanan kawasan
Pengelola kawasan
174
ZONA
RUANG PROGRAM RUANG AKTIVITAS PENGGUNA Z
ON
A P
EN
UN
JAN
G
Area parkir Datang, Penataan
parkir
Semua pengguna
Halte bus dan area drop
off
Datang Semua pengguna
Pusat informasi/area
penerima
Datang Semua pengguna
Area parkir pengelola Datang, Penataan
parkir
Pengelola kawasan
Pangkalan
ojek/taksi/becak
Menunggu pengguna
jasa
Semua pengguna
Ruang pengelola Pengelolaan kawasan Pengelola
Ruang pegawai
kawasan
Istirahat Pengelola kawasan
Ruang ME Pemeliharaan kawasan Pengelola kawasan
Ruang keamanan Pengamanan kawasan Pengelola kawasan
(analisis pribadi, 2017)
VI.1.2. Pola hubungan ruang
Zona sirkulasi sebagai penghubung antar ruang diberikan akses
langsung ke masing-masing zona lainnya. Pencapaian langsung
didesain pada ruang-ruang antara zona rekreasi dengan zona penjualan.
Zona penunjang dan zona servis tidak harus didesain dengan
pencapaian langsung terhadap zona penjualan maupun zona rekreasi,
namun sirkulasi yang diberikan harus terarah. Antara zona penjualan
dan zona servis diberikan akses tidak langsung dengan sirkulasi terarah.
VI.1.3. Besaran Ruang
Berikut tabel besaran ruang di pedestrian mall
175
Tabel 18. Tabel besaran ruang dalam pedestrian mall
ZONA
RUANG PROGRAM RUANG BESARAN RUANG KETERANGAN
ZO
NA
SIR
KU
LA
SI
Jalur pejalan kaki Lebar 3 hingga 6 meter
Jalur sepeda Lebar 2 hingga 2,5 meter
Jalur shuttle bus Lebar 4,8 hingga 6 meter
Jalan raya Lebar 7,2 hingga 18
meter
ZO
NA
PE
NJU
AL
AN
Sidewalk cafe Lebar 2 hingga 4 meter Penentuan panjang
sidewalk café
tergantung pada
panjang restoran
Kios kaki lima Luas ±30 m2 Luas tiap titik
ZO
NA
RE
KR
EA
SI
Area duduk Luas 3 hingga 4 m2
Area free wifi internet Luas ±4 m2 Luas tiap titik
Jogging track Jalur jogging track
digabung dengan jalur
pejalan kaki
Area pertunjukkan Luas ±152 m2
Area pameran outdoor Luas ±276 m2 Area pameran
outdoor
ditempatkan di
ruang bebas pejalan
kaki karena
kegiatannya bersifat
berkala
Area bermain outdoor Luas berkisar 36 m2
hingga 96 m2
Taman bermain anak
Taman baca Luas ±14 m2
176
ZONA
RUANG PROGRAM RUANG BESARAN RUANG KETERANGAN
Ruang serbaguna Luas ±31 m2
Public art Besaran public art
tergantung pemilihan
bentuk dan fungsi objek
Jalur hijau Lebar 1,5 meter
ZO
NA
SE
RV
IS
Toilet Luas ±17 m2 Luas tiap titik
Ruang nursery Luas ±1 m2
Mushola Luas ±8 m2
Ruang janitor Luas ±0,7 m2
Pos satpam Luas ±0,92 m2
ZO
NA
PE
NU
NJA
NG
Area parkir Luas ±400 m2 Luas tiap titik
Halte bus Luas antara 5,6 m2
hingga 11 m2
Luas tiap titik
Area drop off Luas antara 18 m2
hingga 36 m2
Luas tiap titik
Pusat informasi/area
penerima
Luas ±11 m2 Luas tiap titik
Area parkir pengelola Luas ±400 m2
Pangkalan
ojek/taksi/becak
Luas ±56 m2
Ruang pengelola Luas ±200 m2
Ruang pegawai kawasan Luas ±12 m2
Ruang ME Luas ±5,5 m2
Ruang keamanan Luas ±4 m2
(analisis pribadi, 2017)
177
VI.1.4. Persyaratan Ruang
1) Pengolahan akses
Dalam memenuhi persyaratan pengolahan akses dirancang
beberapa keputusan desain. Dalam kawasan didesain jalur
penyeberangan dalam bentuk penyeberangan zebra dan jembatan,
peletakan penyeberangan ini akan disampaikan pada sub-bab konsep
zonasi tapak. Diberikan jalur pejalan kaki di atas permukaan tanah.
Pada area yang tidak dimungkinkan dilakukan pemisahan jalur
tersebut ditambahkan pagar pengaman.
Penyediaan area parkir perlu memenuhi kriteria meliputi
pemilihan tapak dengan topografi datar, didesain dengan
mengakomodasi pengguna berkebutuhan khusus, penyediaan sarana
penerangan buatan dan perlindungan cuaca, serta jaminan aspek
keamanan. Penyediaan akomodasi kendaraan umum diberikan
melalui pengadaan fasilitas halte dan sarana shuttle bus di sepanjang
kawasan. Peletakan area parkir dan halte kendaraan umum akan
disampaikan pada sub-bab konsep zonasi tapak
2) Akomodasi pengguna berkebutuhan khusus
Dalam memenuhi persyaratan akomodasi pengguna
berkebutuhan khusus, jalur pejalan kaki dengan kriteria yang
disampaikan pada Bab II halaman 62 hingga 64.
3) Perlindungan dari cuaca
Ditambahkan unsur vegetasi dan desain penutup atap sebagai
pemenuhan persyaratan perlindungan dari cuaca. Vegetasi
menggunakan jenis pohon peneduh dan diletakkan sehingga tercipta
continuous canopy di sepanjang kawasan. Didesain kanopi peneduh
di beberapa bangunan dan penyediaan jalur pejalan kaki di atas
permukaan yang yang dilengkapi dengan penutup atap.
178
4) Pengaturan pandangan visual
Dalam rangka pengaturan pandangan visual didesain beberapa
keputusan desain. Bangunan dihadapkan pada jalur pejalan kaki
terutama orientasi pintu masuk utama dan dilengkapi dengan jendela
setinggi level jalan. Disediakan pandangan yang tidak terhalang di
simpang jalan. Unsur vegetasi dipilih dengan bentuk daun lebat di
beberapa lokasi kawasan yang ingin dilakukan pengaturan pandangan
visual. Ditambahkan public art di beberapa lokasi kawasan yang
memiliki kekosongan visual
5) Pemilihan dan peletakan material
Untuk mencapai kesesuaian pemilihan dan peletakan material
dalam kawasan disusun beberapa keputusan desain. Desain pola
peletakan material dalam kawasan berprinsip pada unsur estetika dari
batik motif ceplok. Pengaturan pola motif ini dapat diolah menjadi
bentuk-bentuk lain selama masih menunjukkan prinsip dasar pola
ceplok seperti bentuk bunga mekar. Pada area kawasan yang
mengakomodasi sirkulasi kendaraan menggunakan material aspal
atau beton. Jalur sirkulasi yang sering dilalui orang menggunakan
lantai perkerasan seperti kerikil, batu lempeng, semen, keramik, atau
batu bata. Pada area yang didesain jarang dilalui orang menggunakan
material lunak seperti rumput. Terkecuali pada ruang-ruang yang
memiliki fungsi khusus menggunakan material yang mengikuti tujuan
dari pengadaan ruang tersebut. Pemilihan material untuk street
furniture menggunakan material keras buatan maupun material
komposit tergantung pada kesesuaian estetika pada lokasi kawasan.
6) Penyediaan sarana jalur pejalan kaki
Untuk memenuhi persyaratan penyediaan sarana jalur pejalan
kaki maka diberikan beberapa keputusan desain. Desain tempat duduk
dengan sandaran jika ingin mengakomodasi kenyamanan atau tanpa
sandaran jika ingin memberi kebebasan duduk pada pengguna. Desain
179
tempat duduk dengan material kayu jika ingin memberikan
kenyamanan atau dengan material batu maupun besi jika ingin
difungsikan pula sebagai public art. Desain dimensi tempat duduk
dengan lebar 40 hingga 50 cm dan panjang 150 cm. Desain peletakan
bak sampah di area duduk dengan material dan dimensi yang
mendukung pengadaan. Ditambahkan signage berupa tanda petunjuk
dan peta informasi di titik interaksi sosial. Ditambahkan signage
berupa rambu-rambu jalan di beberapa titik sepanjang kawasan.
Desain titik lampu penerangan di sepanjang kawasan. Desain titik
lampu penerangan pada lokasi yang perlu menjadi perhatian pengguna
7) Persyaratan khusus untuk penggunaan selain sirkulasi
Pemanfaatan selain untuk sirkulasi mengacu pada ketentuan
pemanfaatan jalur pejalan kaki yang diperkenankan pada bab II
halaman 90 hingga 91 dengan luasan yang dipakai oleh kegiatan
tambahan tersebut
VI.2. Konsep Tapak
VI.2.1. Pencapaian dan Sirkulasi Tapak
Pencapaian tapak terdiri dari pencapaian langsung dan tidak
langsung menggunakan baik kendaraan umum maupun kendaraan
pribadi. Pencapaian langsung dengan kendaraan pribadi dari sisi utara
melalui Jalan Gajah Mada, Jalan Kartini, Jalan Diponegoro, dan Jalan
kartini. Pencapaian langsung dengan kendaraan pribadi dari sisi selatan
melalui Jalan Gatot Subroto. Pencapaian langsung dengan kendaraan
pribadi dari sisi barat melalui Jalan Slamet Riyadi sendiri. Pencapaian
tidak langsung dengan kendaraan pribadi dari sisi timur dengan
memutar di jalan paralel Jalan Slamet Riyadi. Pencapaian tidak
langsung dengan kendaraan umum menggunakan BST koridor 1
dilanjutkan dengan berjalan kaki. Pencapaian langsung dengan
kendaraan umum menggunakan BST koridor 2 dan menggunakan
180
angkutan umum nomor 06 dan 07 yang melewati Jalan Slamet Riyadi
di persimpangan Jalan Honggowongso dan Jalan Gajah Mada.
Sirkulasi yang diakomodasi dalam kawasan meliputi sirkulasi
oleh kereta jaladara, pejalan kaki, sepeda, shuttle bus, kendaraan umum,
dan kendaraan pribadi. Disusun prioritas sirkulasi dalam kawasan
dengan urutan prioritas utama yaitu sirkulasi kereta jaladara, kemudian
sirkulasi pejalan kaki, sirkulasi sepeda, sirkulasi shuttle bus, dan
sirkulasi kendaraan umum serta sirkulasi kendaraan pribadi
VI.2.2. Zonasi Tapak
1) Zonasi pembagian jalur sirkulasi
Sirkulasi untuk kendaraan tetap berorientasi di tengah kawasan.
Dua jalur hijau di sisi utara dan selatan jalan dipertahankan letak
eksistingnya. Jalur rel kereta di sisi selatan jalan dipertahankan letak
eksistingnya. Kawasan memiliki 3 jalur pejalan kaki yang 2
diletakkan di sisi utara dan 1 di sisi selatan. Jalur pejalan kaki sisi
selatan diletakkan di selatan jalur hijau yang memisahkan jalur pejalan
kaki dengan jalur rel kereta, sehingga jalur pejalan kaki diapit oleh
jalur hijau dan bangunan. Dua jalur pejalan kaki sisi utara diletakkan
mengapit jalur hijau, dengan jalur pejalan kaki sebelah selatan jalur
hijau berbatasan dengan bangunan. Dua jalur shuttle bus diletakkan di
sisi utara jalan mengapit jalur hijau. Sirkulasi shuttle bus digabungkan
dengan sirkulasi pejalan kaki di sisi selatan jalan (lihat Gambar 131).
181
Gambar 131. Pembagian sirkulasi antar pengguna (analisis pribadi, 2017)
2) Zona pembagian area pejalan kaki
Fungsi ruang di dalam zona rekreasi dan zona penjualan
diletakkan secara bergantian di sepanjang jalur pejalan kaki. Zona
rekreasi dan zona penjualan dapat mengambil sebagian lebar jalur
hijau atau jalur bagian depan gedung. Street furniture dapat diletakkan
pada jalur pejalan kaki ketika tidak bersama zona lainnya dan dapat
diletakkan pada jalur hijau ketika berada pada titik yang sama dengan
zona rekreasi atau zona penjualan. Zona servis dan zona penunjang
diletakkan di zona sirkulasi (lihat Gambar 132).
182
Gambar 132. Skenario pembagian jalur pejalan kaki (analisis pribadi, 2017)
3) Zona penerima
Area penerima diletakkan di titik awal dan akhir pedestrian mall
serta di tiap simpang jalan yang dilalui pedestrian mall (lihat Gambar
134)
4) Zona parkir
Zona parkir sepanjang segmen menerapkan sistem on-street
parking (lihat Gambar 133).
183
Gambar 133. Sistem on street parking dalam segmen (analisis pribadi, 2017)
5) Zona halte kendaraan umum
Halte shuttle bus diletakkan di awal dan akhir pedestrian mall
serta di tiap simpang jalan yang dilalui pedestrian mall. Ditambahkan
halte angkutan umum di simpang jalan Gatot Subroto. Halte BST di
sepanjang segmen dipertahankan lokasi eksistingnya (lihat Gambar
134).
6) Zona penyeberangan
Jenis penyeberangan yang digunakan di dalam kawasan
meliputi penyeberangan zebra dan jembatan penyeberangan.
Penyeberangan zebra diletakkan di tiap simpang jalan sepanjang
segmen. Sementara jembatan penyeberangan diletakkan pada
simpang jalan Ngapeman dan simpang jalan Ngarsopuro (lihat
Gambar 134).
184
Gambar 134. Peletakan zonasi dalam segmen (analisis pribadi, 2017)
VI.3. Konsep Massa
VI.3.1. Bentuk kawasan
Bentuk jalur pejalan kaki mengikuti ketentuan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014 yang dapat ditinjau pada bab
II halaman 64 hingga 64 dan halaman 67. Ketentuan tersebut mencakup
jalur pejalan kaki baik di permukaan tanah maupun di atas permukaan
tanah. Jalur pejalan kaki di atas permukaan tanah diletakkan pada lokasi
yang memiliki vegetasi dengan jarak antara permukaan tanah dengan
dahan pohon tinggi (lihat Gambar 135). Di beberapa lokasi
kemungkinan orang berlama-lama ditambahkan penutup atap, sehingga
tidak perlu diberikan pada sepanjang jalur.
Gambar 135. Konsep elevasi skywalk (analisis pribadi, 2017)
185
VI.3.2. Fasad Kawasan
Pengolahan desain fasad menggunakan beberapa elemen yang
diaplikasikan pada bangunan kolonial di Surakarta (lihat Gambar 136).
Desain bentuk kolom dapat menggunakan bentuk kolom ramping pada
wisma batari atau kolom kokoh pada loji gandrung. Sistem kantilever
dapat menggunakan desain kantilever pada bangunan omah lawa.
desain dekorasi seperti pediment dapat menggunakan desain pediment
yang digunakan pada bangunan Bank Indonesia.
Gambar 136. Desain fasad pada skywalk (analisis pribadi,2017)
VI.3.3. Struktur dan Utilitas
Struktur rangka digunakan di beberapa bagian jalur pejalan kaki
dengan bentuk tipikal memanjang dengan menggunakan struktur pelat
sebagai struktur lantai. Penutup atap pada jalur pejalan kaki di atas
permukaan tanah dengan bentuk tipologi memanjang menggunakan
struktur truss frame sementara pada ruang yang memiliki spesifikasi
dimensi luas menggunakan struktur cangkang atau struktur membran
tergantung kesesuaian estetika sekitar. Struktur kabel digunakan pada
jalur pejalan kaki yang di bawahnya memerlukan keleluasaan bentang.
Prinsip penggunaan material yaitu dipilih material yang mampu
menopang kebutuhan struktur yang dipakai dan mengacu pada sifat
material di halaman 92 hingga 93.
Sistem penyiraman jalur hijau menggunakan sistem mekanik
berupa keran springkel. Sumber air diperoleh dari PDAM yang
186
dialirkan ke sistem penyimpanan tangki air dengan sistem pemipaan
bahan PVC.
Perencanaan sistem pencahayaan meliputi perencanaan jaringan
kabel dilengkapi dengan panel listrik dan boks sekring. Sistem
penerangan kawasan menggunakan lampu solar cell. Titik lampu yang
diaplikasikan pada kawasan difungsikan sebagai sumber penerangan,
lampu ornament, atau menonjolkan perhatian visual.
187
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, C., Ishikawa, S., & Silverstein, M. (1977). A Pattern Language: Towns,
Buildings, Construction. OUP USA.
Aliyah, I., Setioko, B., & Pradoto, W. (2016). The Roles of Traditional Markets as
the Main Component of Javanese Culture Urban Space (Case Study: The
City of Surakarta, Indonesia).
The IAFOR Journal of Sustainability, Energy & the Environment, 3(1).
Diambil dari
https://docs.google.com/viewer?url=http%3A%2F%2Fiafor.org%2Fwp-
content%2Fuploads%2F2016%2F04%2F7.5.-Article-6The-Roles-of-
Traditional-Markets-as-the-Main-Compnent-of-Javanese-Culture-2016.pdf
Balsas, C. (2016). Japanese shopping arcades, pinpointing vivacity amidst
obsolescence. Town Planning Review, 87(2), 205–232.
https://doi.org/10.3828/tpr.2016.15
Bates, K. (2013). Making Pedestrian Malls Work: Key Elements of Successful
Pedestrian Malls in the US and Europe. Diambil dari
http://scholarsbank.uoregon.edu/xmlui/handle/1794/13018
Bednar, M. J. (1989). Interior Pedestrian Places. Whitney Library of Design.
BPS Surakarta. (2015). Surakarta Dalam Angka 2015. Pemerintah Kota
Surakarta. Diambil dari
https://docs.google.com/viewer?url=https%3A%2F%2Fsurakartakota.bps.
go.id%2Findex.php%2Fpublikasi%2Findex%3FPublikasi%255BtahunJud
188
ul%255D%3D2015%26Publikasi%255BkataKunci%255D%3Dsurakarta
%26yt0%3DTampilkan%23
BPS Surakarta. (2016). Surakarta Dalam Angka 2016. Pemerintah Kota Surakarta.
Diambil dari https://surakartakota.bps.go.id/Publikasi/view/id/53
Brambilla, R., & Longo, G. (1977). For pedestrians only: planning, design, and
management of traffic-free zones. Whitney Library of Design.
Buchanan, P. (1988). What city? A plea for place in the public realm. The
Architectural Review, 184(1101), 31–41.
Carmona, M., Heath, T., Oc, T., & Tiesdell, S. (2012). Public Places - Urban
Spaces. Routledge.
Ching, F. D. K. (2014). Building Construction Illustrated. John Wiley & Sons.
Cohen, L. (1996). From Town Center to Shopping Center: The Reconfiguration of
Community Marketplaces in Postwar America. The American Historical
Review, 101(4), 1050–1081.
Darmawan, E. (2003). Teori dan Kajian Ruang Publik Kota. Universitas
Diponegoro. Diambil dari
http://office.unissula.ac.id/perpusft/index.php?p=show_detail&id=1013
Davies, P. W. (2001). American agora: Pruneyard v. Robins and the shopping
mall in the United States (Ph.D.). University of California, Berkeley,
United States -- California. Diambil dari http://e-
resources.perpusnas.go.id:2071/docview/304683687/abstract/163A311508
9F4228PQ/17
189
Djumiko. (2013). FUNGSI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI KOTA
SURAKARTA. Teknik Sipil Dan Arsitektur, 13(17). Diambil dari
http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JTSA/article/view/198
DTRK Surakarta. (2013). Buku Heritage Surakarta: Jejak-Jejak Fisik Kota Solo.
Pemerintah Kota Surakarta. Diambil dari
http://dtrk.surakarta.go.id/content/publikasi-buku-heritage-surakarta
Duerk, D. P. (1993). Architectural Programming: Information Management for
Design. Wiley.
Dyer, H., & Ngui, M. (2010). Watch This Space: Designing Defending and Sharing
Public Spaces. Kids Can Press Ltd.
Ewing, R. H., & Office, F. D. of T. P. T. (1996). Pedestrian- and transit-friendly
design. Diambil dari
http://scholarsbank.uoregon.edu/xmlui/handle/1794/10317
Gehl, J. (2011). Life Between Buildings: Using Public Space. Island Press.
Gehl Studio. (2016). Downtown Denver 16th Street Mall, Small Steps toward Big
Change (Project Report). Diambil dari
https://docs.google.com/viewer?url=https%3A%2F%2Fwww.denvergov.o
rg%2Fcontent%2Fdam%2Fdenvergov%2FPortals%2F646%2Fdocuments
%2Fplanning%2FPlans%2F16th%2520Street%2F16th-st-gehl-report-02-
2016-web.pdf
Gosling, D., & Maitland, B. (1984). Concepts of urban design. Academy Eds.
Hakim, R., & Utomo, H. (2003). Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap:
Prinsip - Unsur dan Aplikasi Disain. PT Bumi Aksara. Diambil dari
190
https://www.belbuk.com/komponen-perancangan-arsitektur-lansekap-
prinsip-unsur-dan-aplikasi-disain-p-54.html
Harsono, K., Arsandrie, Y., & Setiawan, W. (2015). IDENTIFIKASI
KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET
RIYADI SURAKARTA. Sinektika, 13(1). Diambil dari
http://journals.ums.ac.id/index.php/sinektika/article/view/703
Highway Safety Research Center. (2000). FLORIDA PEDESTRIAN PLANNING
AND DESIGN HANDBOOK. University of North Carolina. Diambil dari
https://trid.trb.org/view.aspx?id=653714
Jackson, K. T. (1996). All the World’s a Mall: Reflections on the Social and
Economic Consequences of the American Shopping Center. The American
Historical Review, 101(4), 1111–1121. https://doi.org/10.2307/2169636
Jacobs, A., & Appleyard, D. (1987). Toward an Urban Design Manifesto. Journal
of the American Planning Association, 53(1), 112–120.
https://doi.org/10.1080/01944368708976642
Jacobs, J. (1961). The Death and Life of Great American Cities. Vintage Books.
Karsono, D. (2010). PERAN CITY WALK SEBAGAI RUANG TERBUKA
PUBLIK DALAM MENDUKUNG KEINDAHAN DAN
KENYAMANAN KOTA Studi Kasus City Walk Koridor Jalan Slamet
Ruyadi Surakarta. Teknik Sipil Dan Arsitektur, 7(11). Diambil dari
http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JTSA/article/view/97
Kementerian Pekerjaan Umum. (2014). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 03/PRT/M/2014. Diambil dari
191
http://peraturan.go.id/permen/kemenpu-nomor-03-prt-m-2014-tahun-
2014.html
Kementerian Pekerjaan Umum. (2015). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 41/PRT/M/2015. Diambil dari
https://docs.google.com/viewer?url=http%3A%2F%2Fbirohukum.pu.go.id
%2Fuploads%2FDPU%2F2015%2FPermenPUPR41-2015.pdf
Lynch, K. (1960). The Image of the City. MIT Press.
Macdonald, A. J. (2007). Structure and Architecture. Taylor & Francis.
Moudon, A. V. (1987). Public Streets for Public Use. Van Nostrand Reinhold.
Neufert, E. (1993). Data Arsitek Jilid 2. (I. S. Amril, Penerj.) (33 ed.). Erlangga.
Ohlenschlager, S. (1990). WOMEN ALSO TRAVEL. CURRENT ISSUES IN
PLANNING. Diambil dari https://trid.trb.org/view.aspx?id=462670
Pei Cobb Freed & Partners. (n.d.). 16th Street Mall. Diambil 6 Maret 2017, dari
http://pcf-p.com/projects/16th-street-transitway-mall/
Pojani, D. (2005). Downtown Pedestrian Malls Including a Case Study of Santa
Monica’s Third Street Promenade. University of Cincinnati. Diambil dari
https://etd.ohiolink.edu/pg_10?0::NO:10:P10_ACCESSION_NUM:ucin11
15906708
Prabasmara, P. G. (2013). FAKTOR-FAKTOR LIVABILITAS SEBAGAI DASAR
OPTIMALISASI RUANG PUBLIK Study kasus : Solo City Walk,
Surakarta. Universitas Gadjah Mada. Diambil dari
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=Pen
elitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=63599&is_local=1
192
Ramsay, A. (1990). EVALUATING PEDESTRIANIZATION SCHEMES.
CURRENT ISSUES IN PLANNING. Diambil dari
https://trid.trb.org/view.aspx?id=462673
Robertson, K. A. (1993). Pedestrianization Strategies for Downtown Planners:
Skywalks Versus Pedestrian Malls. Journal of the American Planning
Association, 59(3), 361–370. https://doi.org/10.1080/01944369308975887
RTD Denver. (2016, Agustus). RTD | Facts and Figures - Free MallRide. Diambil
8 Maret 2017, dari http://www.rtd-denver.com/FF-FreeMallRide.shtml
Rubenstein, H. M. (1978). Central city malls. Wiley.
Rubenstein, H. M. (1992). Pedestrian Malls, Streetscapes, and Urban Spaces. John
Wiley & Sons.
Sarwono, S. (2016, Juni 2). BATIK WONOGIREN Estetika Berbasis Kearifan Lokal
(s3). Institut Seni Indonesia Surakarta. Diambil dari http://repository.isi-
ska.ac.id/161/
Speck, J. (2012). Walkable City: How Downtown Can Save America, One Step at
a Time. Macmillan.
Syamsiyah, N. R. (2012). Konsep Arsitektur Islam “Berkeseimbangan” Dalam
Membentuk Kenyamanan Termal Taman Kota Studi Kasus : City Walk
Jalan Slamet Riyadi Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Diambil dari http://publikasiilmiah.ums.ac.id:80/handle/11617/3520
The Cultural Landscape Foundation. (2009). 16th Street Mall | The Cultural
Landscape Foundation. Diambil 7 Maret 2017, dari
http://tclf.org/landslides/16th-street-mall
193
Tyas, D. A. (2013). Evaluasi Persepsi Pejalan Kaki Dan Pedagang Kakilima
Terhadap Fungsi Fasilitas City Walk ( Studi Kasus Jl. Slamet Riyadi
Surakarta Jawa Tengah (s1). Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Diambil dari http://eprints.ums.ac.id/23956/
Urban Land Institute. (2008). An Advisory Services Panel Report of 16th Street
Mall Denver, Colorado. Urban Land Institute. Diambil dari
https://docs.google.com/viewer?url=http%3A%2F%2Fuli.org%2Fwp-
content%2Fuploads%2FULI-Documents%2F2008DenverReport.pdf
Whyte, W. H. (2001). The Social Life of Small Urban Spaces. Project for Public
Spaces.
Whyte, W. H., & Underhill, P. (1988). City: Rediscovering the Center. LaFarge
Literary Agency.
Yayasan Kota Kita. (2010). Mengenal Sistem Perkotaan: Sebuah Pengantar
Tentang Kota Solo. Yayasan Kota Kita. Diambil dari
https://docs.google.com/viewer?url=http%3A%2F%2Fsolokotakita.org%2
Fwp-content%2Fuploads%2FFINAL-SKK-City-Scale-Analysis-
Bahasa.pdf
Yayasan Kota Kita. (2011). City Vision Profile Solo, Jawa Tengah. UN-Habitat.
Diambil dari http://www.kotakita.org/project-solo-city-vision.html
Yayasan Kota Kita. (2015). The Angkots of Solo. Yayasan Kota Kita. Diambil dari
http://www.kotakita.org/project-angkot-study.html