bab iii-moh hattalibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · bab iii...
TRANSCRIPT
BAB III
BIOGRAFI DAN PENDAPAT MOH. HATTA
TENTANG RIBA DAN BUNGA BANK
A. BIOGRAFI MOH. HATTA
Nama sewaktu lahir adalah Muhammad Khattar yang kemudian
dipanggil dengan nama sayang ‘Khatta’, lama kelamaan menjadi Hatta.
Dilahirkan pada 12 Agustus 1902 di Bukit Tinggi. Beliau berasal dari
keluarga pedagang dari pasangan Haji Muhammad Djamil berasal dari
Batu Hampar kira-kira 16 km dari Bukit Tinggi Arab Payangkumbuh1 dan
Siti Saleha yang berasal dari keluarga kaya Bukit Tinggi, anak seorang
pedagang, Ilyas Bagindo Marah.2 Sejak usia 8 bulan, Moh. Hatta sudah
kehilangan bapaknya, setelah itu Siti Saleha menikah lagi dengan Haji
Ning.3
Masa kecilnya dilalui secara wajar sebagaimana anak-anak pada
umumnya, seperti belajar, bermain dan mengaji.4 Oleh neneknya Siti
Amanah ia diarahkan, sesudah maghrib untuk belajar mengaji kepada
Syeikh Muhammad Djamil Jambek asal Bantam (1860-1947) dan Haji
1 Deliar Noer, Moh. Hatta Biogradi Politik, Jakarta : LPS, 1991, Cet. Ke-2, hlm. 15-16
2 Tugiyono KS, (eds), Dwi Tunggal Soekarno Hatta Pahlawan Proklamator Kemerdekaan
Indonesia, Jakarta : Mutiara Sumber Widya, 1998, Cet. Ke-1, hlm. 67. 3 Mas Agus Haji Ning adalah anak dari Mas Agung Haji Akip, Pemilik pelabuhan
Palembang dan merupakan keturunan ke-7 dari pengerah sidang Bapak dari Palembang,, lihat, Deliar Noer,op., cit, hlm. 18.
4 Ibid., hlm. 19.
44
Abdullah Ahmad (1878-1933). Dari mereka Moh,. Hatta diasuh,
dibimbing dan dididik belajar membaca Al-Qur'an dan al-Hadits serta
pelajaran nahwu, sharaf, fiqh, dan tafsir, hingga menamatkannya. Selain
belajar kepada kedua guru tersebut, ia juga belajar tentang agama Islam
dari syeikh Arsyad.5
Sejak kanak-kanak Moh. Hatta telah menjadikan sikap disiplin
yang tinggi terhadap dirinya, baik dalam pembagian waktu maupun dalam
mengatur keuangannya. Pendidikan formulanya dimulai di SR Bukit
Tinggi namun hanya 2 tahun. Disinilah beliau mulai mempelajari bahasa
Inggris. Walaupun demikian beliau tetap mempelajari ilmu agama
bersama Haji Moh. Djamil Djambek. Kemudian beliau pindah ke Padang
dan bersekolah di Eropase Layers School (EIS-SO untuk orang-orang kulit
putih) pada tahun 1914-1927. Di sini beliau mulai mengenal bahasa
Perancis dan tetap mempelajari ilmu agama di bawah bimbingan ulama
Padang yang bernama Haji Abdullah Ahmad.6 Setelah itu beliau
melanjutkan studinya ke MULO (Meen Uitgetbrelt Layers Obder Wijh,
setingkat sekolah menengah pertama) pada tahun 1917-1919. Di sinilah
beliau mulai berkecimpung dalam organisasi pergerakan dengan menjadi
anggota pengurus (bendahara), JSB (Jong Sumatra Bond – perkumpulan
pemuda Sumatra).
5 Departemen Agama RI., Ensiklopedi Islam di Indonesia, Jakarta : Nada Utama, 1993,
hlm. 771.
6 Ibid.
45
Karena intelektualitas dan kedisiplinannnya yang tinggi, pada
tahun 1919-1921 beliau melanjutkan sekolahnya ke Jakarta, yaitu PHSS
(Prins Hendrik Handles-Sekolah Dagang Prins Hendrik). Seiring dengan
masa studinya di jakarta itu, beliau terus meningkatkan diri dalam
pengembangan pribadinya dengan terus aktif berkiprah dalam JSB di
jakarta dan berhasil menjadi pengurus pusat (bendahara). Dalam
pendidikannya di PHS Jakarta inilah beliau kemudian memperoleh gelar
Doctorandus (Drs).7
Setelah itu beliau melanjutkan studinya ke negeri Belanda. Di
negeri ini, beliau segera terjun dalam Indische Vereneging (Perhimpunan
Hindia) yang pada tahun 1925 berubah menjadi PI (Perhimpunan
Indonesia) yang bergerak untuk persatuan dan kemerdekaan bangsa
Indonesia. Pada tahun 1925-1930, beliau terpilih sebagai ketua. Selain di
PI, beliau juga menjadi anggota pucuk pimpinan liga melawan
imperialisme dan penjajahan yang berada di Berlin.Sekembalinya ke
Indonesia pada tahun 1932-1934, beliau dipilih menjadi ketua PNI
(Pendidikan Nasional Indonesia), yang selanjutnya disebut PNI baru,
sekaligus menangani masalah perhimpunan tersebut (Daulat Rakyat)
menggantikan Sutan Syahrir.8
Tahun 1934, Moh. Hatta kembali ditahan oleh pemerintah Hindia
Belanda di penjara Glodok Jakarta, kemudian pada bulan Desember
7 Hasan Shadily (ed), Ensiklopedi Indonesia, Jakarta : Letoar Baro, t,.t.., hlm. 1269. 8 Ibid. hlm 1270
46
dipindahkan ke Boven Digul selama satu tahun dan selanjutnya bulan
februari tahun 1942 dipindahkan ke Sukabumi, namun pada akhirnya
tahun yang sama ia dibebaskan bersama dengan pendudukan pasukan
Jepang di Indonesia. 9
Pada tahun 1945 bersama Ir. Soekarno memproklamasikan
kemerdekaan republik Indonesia, kemudian Bung Karno sebagai presiden
dan Moh. Hatta sebaai wakil presiden sampai tahun 1948. selain menjabat
sebagai wakil presiden ia pada tahun 1949 Moh. Hatta merangkap sebagai
perdana menteri dan menteri pertahanan. Bulan agustus sampai september
1949 ia memimpin RI ke Den Haag Belanda untuk mengikuti konferensi
meja bundar (KMB) hingga pada akhir tanggal 27 Desember tahun yang
sama menerima penyerahan kedaulatan Republik Indonesia dari Ratu
Juliana.10
Setelah pemilihan DPR dan Dewan konstituante oleh rakyat pada
tahun 1956, ia mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden dengan
kehendak dan kesadaran sendiri. Sejak itu bukan berarti perjuangannya
selesai, akan tetapi dilakukannya melalui pendidikan dengan mengajar di
berbagai universitas dan perguruan tinggi11 ternama di Indonesia.12
9 Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi
Kemerdekaan 1908-1945, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1994, hlm. 150 10 Ibid, 11 Seperti Universitas Gajah Madja, Universitas Hasanudin, Universitas Padjajaran,
Universitas Indonesia, dan juga di SESKOAD, dengan kegiatan ilmiah ini, ia memperoleh gelar Doctor Honoris Causa yang pertama kali dari UGM pada 27 November 1956. pada tahun 1973
47
Tahun 1969 oleh Presiden Soeharto ia diangkat sebagai penasehat
komisi VI tentang masalah korupsi, dan tahun 1972 ia menerima tanda
jasa bintang Republik. Pada tahun berikutnya 1975 ditunjuk menjadi ketua
panitia lima atau panitia pancasila yang dibentuk atas anjuran presiden dan
bertugas melakukan penafsiran tunggal mengenai pancasila.13
Dari sisi kultural dapat ditelusuri dari berbagai literatur, bahwa
Moh. Hatta hidup di daerah Minangkabau. Suatu daerah yang termasuk
cepat dalam mengubah diri untuk serta dalam perkembangan zaman.
Dalam rangka perubahan masyarakat pada masyarakat Minang (dikaitkan
dengan budaya), bentuk biografisnya disebutkan dengan kata-kata = “Adat
menurut syara’ mendaki”. Adat yang berasal dari Minangkabau asli yang
berbukit dan bergunung-gunung dibawa turun ke rantau oleh para
perantau, sedangkan agama Islam, yang semula tiba di pantai timur dan
barat Sumatra dibawa naik gunung ke pedalaman oleh para da'i dan juru
dakwah. Dalam rangka perubahan, terutama pada abad ke-19 dan 20,
mereka tidak mau ketinggalan dengan orang-orang pesisir. Bahkan mereka
lebih menantikan dan acapkali memimpin yang dirantau, malah dalam
banyak hal bersifat nasional (Indonesia).14
dari Universitas Hasanudin dan Universitas Indonesia dalam Ilmu Hukum tanggal 30 Agustus 1975.
12 Saeful Amin, Analisis Pemikiran Bung Hatta tentang Ekonomi Kerakyatan dan Implementasinya dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat, dalam Skripsi, Semarang : Perpustakaan Fakultas Syari'ah IAIN Walisongo,, 2005, hlm.. 26.
13 Hasan Shadily, (ed), op.cit. hlm, 1270 14 Deliar Noer, op. cit., hlm. 2.
48
Perubahan daerah Minangkabau terletak dalam tiga bidang yaitu
ekonomi, sosial, dan agama. Dari sisi ekonomi, ekonomi Minangkabau
pada mulanya berpusat pada usaha bercocok tanam padi di persawahan
yang telah dikerjakan sejak ratusan tahun. Jenis usaha lain yang juga telah
dijalankan secara berabad-abad adalah penambangan dan perdagangan
emas. Karena kandungan emasnya yang tinggi, pada abad ke-17 daerah
Aceh berusaha menguasainya dan berhasil. Namun tidak begitu lama,
bangsa asing lain terutama dari barat termasuk Portugis, Inggris dan
Belanda turut bersaing memperebutkannya. Mereka mencoba mendesak
pedagang-pedagang India yang sebelumnya merupakan pedagang-
pedagang asing yang dominan. Dengan kedatangan orang-orang Barat ini,
struktur ekonomi (dan kemudian kekuasaan) berubah. Perebutan dan
persaingan menjadi-jadi yang menyebabkan orang-orang Minangkabau
terpaksa menyesuaikan diri karena lambat laun kekuasaannya pun jatuh
pada orang-orang asing yaitu Inggris dan akhirnya Belanda. Pengaruh
Aceh berkurang dan dalam banyak hal telah lenyap. Kekuasaan orang
asing berhasil membatasi kekuasaan kerajaan Aceh pada daerah aslinya.15
Persaingan antara Belanda dan Inggris dimanfaatkan oleh orang-
orang Minangkabau untuk kepentingan mereka. Bila Padang menjadi kota
yang lambat laun dikuasai oleh Belanda, maka pedagang-pedagang
Minangkabau tetap mendekati Inggris untuk tetap menguasai persaingan.
15 Ibid, hlm.3
49
Namun mereka tidak berhasil karena Inggris sendiri telah lebih suka
memilih Bengkulu sebagai basisnya.16
Perkembangan ekonomi seperti ini sangat banyak berpengaruh
pada Moh. Hatta karena keluarga ibunya (terutama pihak ayah tirinya)
terlibat dalam kegiatan tersebut. Agaknya sangat perhatian Moh. Hatta
dalam kegiatan ekonomi juga dipengaruhi oleh perkembangan ini.
Bersamaan dengan itu paham bermasyarakat tentu tidak lepas. Adat dan
Islam merupakan bagian dari semua ini.17
Di daerah Minangkabau pada permulaan abad ke-20 ada tiga
paham yang pada umumnya berpengaruh pada diri penduduknya, Ketiga
paham tersebut adalah paham Islam adat dan kolonialisme serta berbagai
implikasi yang dikandungnya. Ketiganya memiliki pendukung walaupun
para pendukung itu juga terpengaruh oleh ketiganya. Namun sering juga
ke-3-nya berkembang secara bersaing. Terutama antara ke-2 pihak
pertama dan pihak kolonialisme di pihak lain. Dalam mengatakan ini
tidaklah menutup kerjasama dan sebaliknya benturan antara ke-3-nya.
Karena keberadaan bersama di satu pihak dan di tengah suatu masyarakat,
dalam masa yang sama tidak bisa mengakibatkan interaksi.18
Akhirnya walau tanpa disengaja, kolonialisme menimbulkan reaksi
yang sangat positif pada sebagian masyarakat Minangkabau atau lebih
16 Ibid, hlm.4 17 Ibid, hlm.5 18 Ibid, hlm.6
50
tepat dikatakan bahwa masyarakat Minangkabau dikatakan berhasil
memanfaatkan apa yang ada, termasuk kolonialisme itu sendiri. Hal ini
terlihat pada sisi pendidikan, dimana sebagian masyarakat Minangkabau
memanfaatkan kemajuan yang diperlihatkan oleh orang-orang barat.
Keikutsertaan penduduk dalam administrasi perdagangan, administrasi
pemerintahan dan sebagai sarana penunjangnya mereka turut serta dalam
pendidikan. Dalam hal pendidikan keikutsertaan penduduk sangat tinggi
sehingga dalam tiga dasawarsa pertama abad 20 ini Bukit Tinggi menjadi
pusat pendidikan Se-Sumatera. Putra-putra daerahpun tidak segan-segan
memanfaatkan kesempatan di pulau Jawa, sehingga dalam tahun-tahun
tersebut sekolah dokter yang terkenal di Jakarta STOVIA (School Tof
Opleiding Voor Indische Artsen) di Jakarta secara relatif lebih banyak
dimasuki oleh putra Minang dibanding dengan anak-anak daerah lain,
termasuk Jawa itu sendiri.19
Moh Hatta sendiri adalah satu diantara putra Minang yang berhasil
memanfaatkan kemajuan yang secara tidak sengaja muncul sebagai akibat
kolonialisme. Dari pendidikannya itu, telah berhasil membuka cakrawala
berfikirnya tentang berbagai hal yang membuat dirinya dewasa dan
matang secara intelektual. Hal ini yang kemudian menyebabkan berfikir
bahwa apapun yang dinamakan dengan penjajahan merupakan suatu
penindasan yang harus dilenyapkan dari muka bumi ini, karena tidak
sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan, prinsip inilah yang
19 Ibid, hlm.14
51
terus menerus mempengaruhi perkembangan jiwanya ketika melakukan
studinya. Dan ini terus berlanjut hingga menempatkan dirinya sebagai
salah seorang pejuang perintis kemerdekaan yang nama dan pemikirannya
masih mempunyai pengaruh yang besar dalam perkembangan
pembangunan bangsa Indonesia terutama dalam bidang ekonomi bahkan
sampai sekarang.
Moh. Hatta wafat pada hari jum’at tanggal 14 Maret 1980 di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dalam usia 78 tahun. Sesuai dengan
amanatnya untuk dikubur di tengah-tengah rakyat, beliaupun kemudian
dimakamkan di pemakaman umum tanah kusir Jakarta selatan. Ia wafat
dengan meninggalkan seorang istri Rahmi Hatta dan tiga orang puteri
(Meutia Farida Hatta, Gamala Rabi’ah Hatta dan Halidah Nuriah Hatta).20
B. KARYA-KARYA ILMIAH
Moh. Hatta merupakan seorang yang produktif, aktif dan mempunyai
kecerdasan spiritual serta intelektual yang memadai. Sepanjang hidupnya,
Moh. Hatta lebih banyak menghasilkan karya ilmiah yang kemudian hari
banyak dirujuk oleh para pemikir dan sarjana. Karya-karya ilmiah yang
merupakan hasil pemikiran Moh. Hatta lebih banyak berfokus dalam bidang
ekonomi. Hal ini karena pengaruh dari latar belakang eksternal pribadinya.
Adapun karya-karya ilmiahnya antara lain :
20 Perpustakaan Departemen RI, Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid VI, Jakarta : Cipta
Adi Pustaka, 1989, hlm. 371.
52
1. Bank dalam masyarakat Indonesia, For De Kock, Bank Nasional, 1942
2. Meninjau masalah koperasi, Jakarta, PT. Pembangunan 1954
3. Di koperasi harus didik manusia susila, buku ini merupakan sambutan
wakil presiden (Moh. Hatta), pada pembukaan kongres koperasi Indonesia,
Jakarta, Kementrian Penerangan Republik Indonesia, 1956
4. Bung Hatta menjawab, Jakarta, Gunung Agung, 1978
5. The cooperative movement in Indonesia, Ithaca, N.Y : Cornell University
Press, 1956
6. The co-operative movement in Indonesia, Ithaca : The Modern Indonesian
Project, Southeast Asia Program, Cornell University, 1957
7. Alam pikiran Yunani ,3 jilid, Jakarta : Tintamas, 1941-1950, terbitan
dalam 1 jilid oleh Tintamas, 1982
8. Ekonomi Terpimpin, Jakarta : Fasco, 1960
9. How far have we got ? Jakarta : Kementrian Penerangan, 1954
10. Ilmu dan Agama, Jakarta : Yayasan Idayu, 1980
11. Indonesia Merdeka, Jakarta : Bulan Bintang, 1976
12. Islam, Masyarakat Demokrasi dan Perdamaian, terj. L.E. Hakim, Jakarta :
Tintamas, 1957
13. Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta : Kementrian Penerangan, 1950
14. Koperasi Jembatan ke Demokrasi Ekonomi, Jakarta : Kementrian
Penerangan, 1953
15. Kumpulan Karangan, 4 jilid, Jakarta : Balai Buku Indonesia, 1953-1954
16. Kumpulan Pidato : Dari tahun 1942-1949, Jakarta : Yayasan Idayu, 1981
53
17. Kumpulan Pidato II : Dari tahun 1950-1979, Jakarta : Inti Idayu Press,
1983
18. Kumpulan Pidato III, Jakarta : Inti Idayu Press,, 1985
19. Kumpulan Pidato-pidato selama berkunjung di RRT, Peking : Kedutaan
Besar RI, 1957.
20. Koperasi Dan Pembangunan, buku ini berisi pidato wakil presiden pada
tanggal 11 Juli pada hari koperasi ke VI, Jakarta, Kementrian Penerangan
Republik Indonesia, 1956
21. Beberapa fasal ekonomi dijalan ke ekonomi dan bank, Djakarta, jilid I, Cet
ke-4, 1950, jilid II, cet. Ke-3, 1958
22. Dasar Politik Luar Negeri Republik Indonesia, Djakarta, Tintamas, 1953
23. Ekonomi dan teknis, buku ini berisi pidato Muhammad Hatta sewaktu
menjabat wakil presiden ditunjukkan bagi pelajar-pelajar pers, teknis
menengah pada tanggal 18 Februari 1955, Djakarta, Kementrian
Penerangan Republik Indonesia, 1955
24. Nuzul Qur’an, buku ini merupakan pidato Mph. Hatta pada tanggal 9
Ferbruari1966, Bandung, Angkasa, 1966
25. Demokrasi Kita, Djakarta, Pustaka Antara, 1960
26. Ekonomi Berencana, buku ini berisi pidato Moh. Hatta yang diucapkan
pada dies natalis ke-X, universitas Sri Wijaya, Djakarta, Gunung Agung,
1971.
54
27. Prinsip Ekonomi dan Pembangunan, buku ini berisi pidato penerimaan
Doctor Honoris Causa, pada tanggal 10 September 1974, Djakarta,
Yayasan Idayu, 1974.
28. Memori, Jakarta, Tintamas Indonesia, 1979
29. menuju Negara Hukum, buku ini berisi pidato pada penerimaan gelar
Doctor honoris Causa, Djakarta, Yayasan Idayu, 1975
30. Beri Contoh dan Selalu ingat kepada tugas kita, buku ini berisi pidato pada
briefing pada pejabat dan tokoh-tokoh masyarakat, Monokrasi, Dinas
Penerbitan, 1970
31. Berpartisipasi Dalam Perjuangan Kemerdekaan nasional Indonesia, buku
ini berisi pidato pada conference of international association of historian,
Jakarta, Yayasan Idayu, 1980.
32. Fasal Berekonomi dan Alam Saudagar Bukittinggi, Firma Cerdas, t.th.
33. Pengantar Kedjalan Ekonomi Sosiologi, Djakarta, fasco, 1957
34. Lampau dan Datang, Jakarta, Djambatan, 1956
35. Masalah Bantuan Perkembangan Ekonomi bagi Indonesia, Jakarta :
Djambatan, 1968
36. Membangun Ekonomi Indonesia, Kumpulan Pidato, Jakarta : Inti Idayu
Press, 1985.
37. Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun : Kumpulan Karangan,
Jakarta, Pusat Koperasi Pegawai Negeri, 1971.
38. Mendayung Antara Dua Karang, Jakarta : Kementrian Penerangan, 1948
55
39. Mengambil Pelajaran dari Masa Lampau Untuk Membangun Masa
Datang, Bandung, Angkasa, 1966
40. Mencari Volkenbond dari Abad ke abad, Bukit Tinggi : Penyiaran Ilmu,
1939.
41. Nama Indonesia (Penemuan Komunis?), Jakarta : Yayasan Idayu, 1980
42. Pancasila Jalan Lurus, Bandung : Angkasa, 1966
43. Pendidikan Menengah Koperasi, Yogyakarta : Yayasan Pendidikan
Koperasi, 1958
44. Pendidikan Nasional Indonesia, Bogor : Melati, 1968
45. Pengantar ke jalan Ekonomi Perusahaan, Jakarta : Pembangunan, 1955.
judul semula “Petunjuk Bagi Rakyat dalam Hal Ekonomi Teori dan
Praktek.
46. Pengantar ke Jalan Ilmu dan Pengetahuan, Jakarta : Pembangunan, 1954
47. Pengertian Pancasila, Jakarta : Idayu press, 1977
48. Petunjuk bagi Rakyat Dalam Hal Ekonomi teori dan Praktek, Bukit Tinggi
: Cerdas, t.th
49. Peranan Pemuda Menuju Indonesia Merdeka, Bandung : Angkasa, 1966
50. Perkembangan Ekonomi Sosialis Indonesia, Jakarta : Gjambatan, 1967
51. Permulaan Pergerakan Nasional, Jakarta : Idayu Press, 1977.
52. persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia, Jakarta : Djambatan, 1963
53. Pikiran-pikiran Dalam Bidang Ekonomi Untuk Mencapai Kemakmuran
yang Merata, Jakarta : Yayasan Idayu, 1972.
54. Portrait of a patriot, Den Haag :Mouton,1972
56
55. The Putera Reports : Problems in Indonesia-Japanese War time
Cooperation, Ithaca, N.Y. Cornell Modern Indonesia Project, 1971.
56. Rasionalisasi, Surabaya : Dunia Dagang, 1939.
57. Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, Jakarta : Tintamas, 1969
58. Sesudah 25 tahun, Jakarta.: Djambatan, 1970
59. Surat menyurat Hatta dan Anak Agung : Menjunjung Tinggi Keagungan
Demokrasi dan Mengutuk Kelaliman Diktatur, Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 1987
60. Tanggung jawab Moril Kaum Inteligensia, Jakarta : Fasco, 1957.
61. Teori Ekonomi, politik ekonomi dan Orde Ekonomi, Jakarta : Tintamas,
1967
62. Uraian pancasila, Jakarta : Mutiara, 1977
63. Verspreide geschriften, Jakarta : Van Der Peet, 1952. 21
C. PENDAPAT MOH. HATTA TENTANG RIBA DAN BUNGA.BANK
Moh. Hatta dalam memandang tentang riba dan setatus bunga bank,
lebih menekankan pinjaman itu digunakan untuk apa dan melihat riba yang
terjadi dijaman jahiliah. Di mana pada waktu itu orang yang meminjam uang
biasanya untuk keperluan hidupnya, dan pinjaman inilah yang disebut
pinjaman konsumtif.22 Dalam pinjaman ini seorang kreditor bersedia menunda
21 Deliar Noer, op., cit. hlm.759-761 22 Moh. Hatta., Beberapa fasal Ekonomi di Jalan Ekonomi dan Bank, Jilid II, Djakarta:
Dinas penerbitan Balai Pustaka, 1958, Cet-III, hlm.32
57
waktu pembayaran kepada debitur dengan syarat debitur juga bersedia
memberikan tambahan, bunga atau interest terhadap pokok pinjaman,
sehingga pinjaman yang semula berjumlah seratus rupiah misalnya, akan
berlipat ganda diterima oleh kreditur. Praktek pinjam meminjam demikian
seringkali menjadikan debitur tidak mampu melunasi hutang-hutangnya.
Bahkan tidak jarang semua harta dijual untuk melunasi pinjaman tersebut.
Apabila hartanya habis maka pinjaman tersebut dibayar dengan badan artinya
debitur menjadi budak kreditur. Maka oleh karena itu pinjaman konsumtif
dilarang oleh agama karena menyerupai riba yang terjadi di zaman jahiliyah.23
Atas dasar pertimbangan tersebut, maka larangan riba dalam
pemahamannya berkaitan dengan pinjaman konsumtif. Sebab itu dalam
pandangan Moh. Hatta, riba yang dilarang adalah riba dalam bentuk lipat
ganda dan yang menimbulkan kezaliman, dari konteks di atas dapat ditelaah
lebih jauh bahwa pinjaman konsumtif merupakan riba karena adanya unsur
lipat ganda dan menimbulkan zalim. Dan bagaimanakah relevansinya dengan
bunga bank ?
Di atas sudah disebutkan bahwa Moh.Hatta menghukumi riba pada
pinjaman konsumtif.Selain itu dalam bukunya Kahar Masyhur yang berjudul
Beberapa pendapat mengenai Riba juga dikemukakan pendapat Moh.Hatta
23 Ibid,
58
yang menyatakan bahwa pinjaman yang tujuannya untuk produktif tidaklah
haram tetapi kalau tujuannya untuk konsumtif adalah haram.24
Dalam perekonomian modern, pada dasarnya bank merupakan sentrum
atau tempat mengumpulkan kapital (dana). Bank usahanya menarik uang atau
kapital orang yang tersebar dan meminjamkannya kembali kepada orang atau
perusahaan yang perlu akan kapital usaha..25 Jadi dapat dikatakan bahwa bank
membeli uang dari masyarakat pemilik dan ketika ia menerima simpanan dan
menjual barang kepada masyarakat yang memerlukan dana ketika ia memberi
pinjaman.
Bank juga dapat dikatakan sebagai perusahaan kredit. Kredit artinya
kepercayaan.26. Sebab itu jika hendak mendapat kredit, harus menunjukkan
bahwa diri seseorang itu dapat dipercayai. Moh. Hatta menyatakan bahwa
unsur-unsur yang terdapat dalam kredit meliputi :
- Kepercayaan
- Tenggang waktu
- Degree of risk (tingkat resiko)
- Keuntungan
Organisasi dan kedudukan bank pada satu negeri adalah cermin dari
pada keadaan dan kemajuan ekonominya. Menurut garis besarnya,
24 Kahar Masyhur, Beberapa Pendapat Mengenai Riba, Jakarta : Kalam Mulia, 1992, hlm..
150. 25 Moh. Hatta, Beberapa, op. cit., hlm. 203 26 Ibid, hlam.92
59
perekonomian tiap-tiap negeri dapat dibagi kepada tiga bagian : Pertama :
pertanian, kedua, industri, ketiga, dagang. Apabila cabang perusahaan sudah
agak besar, ia perlu bantuan kredit dari luar. Kapital yang perlu bagi
perusahaan ada dua sifatnya. Pertama, kapital untuk membeli barang tetap
seperti rumah perusahaan, pabrik mesin, alat transport. Kedua, kapital untuk
sementara guna menjalankan perusahaan umpamanya uang untuk membeli
bibit, barang bahan, upah orang bekerja, belanja persediaan barang yang mesti
ada, dan banyak lainnya. Kredit yang perlu untuk mendapat kedua macam
kapital tersebut itu sudah tentu berlainan pula sifatnya. Kredit yang diminta
untuk membeli barang tetap mestilah lama jangkanya, dan kredit itu adalah
kredit panjang. Kredit panjang itu angka waktunya sekurang-kurangnya dua
puluh tahun. Sedangkan kredit sementara untuk melancarkan jalannya
perusahaan disebut kredit pendek. Lama waktunya kurang dari satu tahun,.
Dan ada juga kredit yang disebut dengan kredit tengah panjang yaitu kredit
untuk setahun, dua tahun.27
Moh. Hatta menyebutkan, berdasarkan golongannya kredit yang terjadi
pada bank, yang berkaitan dengan keperluan masyarakat antara lain :28
1. Kredit barang
2. Kredit perusahaan
3. Kredit pertanian
4. Kredit ternak
27 Ibid, hlm.48-49 28 Ibid, hlm.134-139
60
5. Kredit pembuat rumah
6. Kredit hipotik
7. Kredit industri
Bank dalam melakukan transaksi kredit, menetapkan sistem bunga
dalam pembayarannya. Bunga itu adalah sebagian keuntungan yang diperoleh
dengan bantuan bank, oleh karena uang pinjaman itu menolong memperbaiki
keadaan hidup si peminjam, maka ia mau membayarnya,.
Bunga adalah kerugian dan keuntungan bank. Ia rugi karena
membayarnya kepada mereka yang menyimpan uang, dan ia beruntung karena
bunga didapatnya dari yang meminjam kepadanya.29 Itulah sebabnya mengapa
bank perlu memperhatikan kebaikan penyimpan dana (deposito) dengan
membayar imbalan kepadanya.
Ada juga ulama yang berpendapat bahwa bank bisa hidup dengan
sistem bagi hasil bukan dengan bunga. Akan tetapi Moh. Hatta menyatakan
bahwa sistem bagi hasil tidak rasional mengingat bank mempunyai banyak
percaturan kredit. Apalagi dengan sistem ini dikhawatirkan orang yang
meminjam uang ke bank tidak jujur dan adanya ketidakpastian apakah
pinjaman tersebut menguntungkan atau merugi. Dan usul ini merepotkan pada
uang deposito yang disimpan dalam bank, karena uang deposito itu disimpan
kadang-kadang untuk tiga bulan, enam bulan atau kadang disimpan atau
diambil begitu seterusnya dalam setahun. Menurut Moh. Hatta uang deposito
mendatangkan keuntungan bagi bank, karena ia telah melancarkan
29 Ibid.,
61
perhubungan kredit. Dan uang deposito itu telah memenuhi akan uang kas.
Dengan adanya itu uang simpanan lain dapat dipertukarkan. Sebagai contoh
menurutnya, bank deposito Inggris berusaha dengan uang yang dipertaruhkan
orang kepadanya sebagai kredit pendek, deposito yang dapat diminta kembali
setiap waktu. Dan dengan uang itu juga ia mencapai keuntungan sampai
bermiliun pondsterling setahun. Apakah uang deposito dapat diberi bagian
padahal ia telah mendatangkan keuntungan bagi bank.30 Dan beliau
menyatakan uang deposito tidak dapat diberikan pada kredit panjang karena
bank harus menjaga likwiditet (bank sanggup memenuhi kewajiban setiap
waktu) kedudukan likwiditet itu sangat penting bagi bank.
Moh. Hatta mengatakan ada juga ulama yang mengusulkan agar bank
dalam operasionalnya menggunakan ongkos administrasi bukan bunga, hal ini
berkaitan bahwa bunga bank adalah haram. Menurut Moh. Hatta bunga atau
ongkos administrasi sama saja Cuma kata-katanya saja yang berbeda, bahkan
bank yang menggunakan ongkos administrasi dalam praktiknya memungut
ongkos administrasi sesuai dengan besarnya pinjaman atau mengenakan
tambahan yang lebih besar dari pada bunga.31
Praktek bank menghendaki sistem yang rasional, dan yang rasional
dalam perusahaan kredit adalah memungut bunga dan memberikan bunga
kepada yang mempunyai kapital. Bank tidak bisa hidup tanpa bunga, karena
30 Ibid, hlm. 34-35 31 Ibid, hlm,207
62
dengan bunga itu dibayarnya gaji pegawai, pemeliharaan gedung dan tidak
lupa juga dibagikan kepada penyimpan dana.
Alasan Moh. Hatta menghalalkan bunga bank atau membolehkan
bunga bank, karena bank memang tidak bisa hidup tanpa bunga, adanya
kesepakatan antara nasabah dan bank ketika terjadi transaksi, karena bunga
bank ditetapkan terlebih dahulu maka orang yang datang ke bank sudah
mengkalkulasi untung dan rugi dalam menggunakan jasa bank, untuk
menghindari praktek mindering yang sering terjadi di masyarakat, bunga bank
tidak menimbulkan zulm, malah mendorong kemajuan ekonomi masyarakat.
Uraian di atas menyatakan bahwa bank adalah sendi kemajuan
masyarakat. Jika sekiranya tidak ada bank, tidak akan melancarkan segala
perhubungan dan perhubungan itulah yang membawa kemajuan. Dan beliau
menyatakan negeri yang tidak mempunyai bank, ternyata negeri yang amat
terbelakang.