bab ii tinjauan pustaka a. ascariasisrepository.unimus.ac.id/343/3/11. bab ii.pdf · gambar 2....
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ascariasis
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2015,
infeksi cacing Soil Transmitted Helminth adalah salah satu infeksi yang paling
umum di seluruh dunia terutama pada masyarakat miskin. Penularan terjadi
melalui telur dalam kotoran manusia yang mencemari tanah di daerah dengan
sanitasi buruk. Salah satu spesies utama yang menginfeksi manusia adalah cacing
gelang (Ascaris lumbricoides).
Hospes definitif satu-satunya dari cacing Ascaris lumbricoides adalah
manusia. Cacing ini menyebabkan penyakit yang disebut askariasis. Ascariasis
dapat dijumpai di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dengan tingkat
kelembaban yang cukup tinggi. Frekuensi prevalensi ascariasis di Indonesia cukup
tinggi terutama pada anak-anak antara 60% sampai 90%. Kurangnya kesadaran
masyarakat akan pemakaian jamban keluarga dapat menimbulkan pencemaran
tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, dan di tempat-
tempat pembuangan sampah (Jangkung Samidjo, 2001).
B. Ascaris lumbricoides
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
http://repository.unimus.ac.id
7
Sub-kelas : Phasmida
Ordo : Rhabdidata
Sub-ordo : Ascaridata
Familia : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides
(Koes Irianto, 2013)
Ciri-ciri Nematoda secara umum yaitu memiliki bentuk badan bulat seperti
benang dan diliputi kutikula, tidak bersegmen, berukuran besar dan panjang
beragam, memiliki kepala, dinding, ekor, rongga badan saluran pencernaan,
sistem saraf, sistem ekskresi, dan sistem reproduksi yang terpisah, mempunyai
kelamin jantan dan betina, serta berkembangbiak secara oviparius dan viviparous
(Rosdiana Safar, 2010).
2. Morfologi
Gambar 1. Telur Ascaris lumbricoides (a)Telur fertil, (b)Telur infertil, (c)Telur dengan kulit luar yang mengelupas (CDC, 2013)
Telur yang dibuahi (fertilized) berukuran sekitar 60 x 45 mikron. Telur
Ascaris lumbricoides berbentuk bulat atau oval dengan dinding telur kuat yang
a b c
http://repository.unimus.ac.id
8
terdiri dari tiga lapis dinding yaitu lapisan pertama atau lapisan luar terdapat
lapisan albuminoid yang permukaannya tidak rata atau bergerigi dan berwarna
kecoklatan akibat menyerap zat warna empedu. Lapisan ke dua atau yang tengah
terdapat lapisan chitin yang terbuat dari bahan polisakarida. Lapisan ke tiga atau
yang paling dalam terdapat selubung vitelin tipis yang terbuat dari bahan sterol
yang liat, untuk meningkatkan daya tahan telur cacing Ascaris lumbricoides
terhadap lingkungan sekitar sehingga dapat bertahan hidup hingga satu tahun
lamanya dan dapat terapung di dalam larutan garam jenuh (pekat). Telur yang
telah di buahi ini mengandung sel telur (ovum) yang tidak bersegmen (eds
Natadisastra & Agoes, 2009).
Telur yang tidak dibuahi (unfertilized) dijumpai di dalam tinja jika di
dalam tubuh hospes hanya terdapat cacing betina. Telur ini berbentuk lebih
lonjong daripada telur bentuk fertil dengan ukuran sekitar 90 x 40 mikron.
Dindingnya tipis berwarna coklat dengan lapisan albumin yang tidak teratur (eds
Natadisastra & Agoes, 2009).
Telur yang mengalami dekortikasi yaitu telur yang telah dibuahi, tetapi
kehilangan lapisan albuminoidnya. Telur ini juga terapung di dalam larutan garam
jenuh (pekat) sama halnya dengan telur yang dibuahi (eds Natadisastra & Agoes,
2009).
Cacing dewasa berwarna agak kemerahan atau putih kekuningan,
berbentuk silindris memanjang, dengan ujung anterior tumpul memipih dan ujung
posterior agak meruncing. Bagian kepala dilengkapi dengan tiga buah bibir yaitu
satu di bagian mediodorsal dan dua lainnya berpasangan di bagian latero ventral.
http://repository.unimus.ac.id
9
Terdapat pula sepasang papilla, di bagian pusat di antara ketiga bibir terdapat
lubang mulut (bukal kaviti) yang berbentuk segitiga dan kecil. Bagian posterior
terdapat anus yang melintang. Cacing dewasa jantan berukuran panjang 15cm -
31cm, sedangkan cacing betina berukuran panjang 20cm-35cm (Koes Irianto,
2013).
3. Siklus Hidup
Gambar 2. Siklus hidup Ascaris lumbricoides (CDC, 2015)
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides.
Cacing dewasa hidup di rongga usus kecil. Seekor cacing betina setiap harinya
diperkirakan menghasilkan telur antara 100.000-200.000 butir. Telur yang telah
dibuahi dikeluarkan dari tubuh hospes bersama tinja. Telur menjadi larva infektif
dalam waktu kurang lebih 3 minggu di lingkungan yang sesuai yaitu pada tanah
liat yang lembab dengan suhu 25ºC-30ºC (FKUI, 2008).
http://repository.unimus.ac.id
10
Telur infektif yang tertelan manusia akan menetas di usus halus. Larva
yang aktif keluar kemudian menembus dinding usus halus menuju pembuluh
darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran
darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, masuk ke
rongga alveolus dan naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus kemudian
larva tersebut menuju faring, sehingga menimbulkan ransangan pada faring.
Penderita mengalami batuk akibat rangsangan tersebut dan larva akan tertelan ke
dalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Larva akan menjadi cacing dewasa di
dalam usus halus. Masa pertumbuhan cacing mulai dari telur matang yang tertelan
sampai menjadi cacing dewasa yang meletakkan telur kira-kira 2 sampai 3 bulan
(FKUI, 2008).
4. Epidemiologi
Penyebaran Ascaris lumbricoides atau cacing gelang secara kosmopolit,
terutama di daerah panas dan lembab. Frekuensi penyebarannya di Indonesia
cukup tinggi mencapai 60-90% (Rosdiana Safar, 2010).
Ascariasis dapat ditemukan di semua kalangan umur, namun lebih sering
ditemukan pada anak-anak umur 5 sampai 9 tahun. Salah satu sumber penyebaran
ascariasis adalah pencemaran tinja pada tanah dan air, sehingga pola pembuangan
tinja akan sangat menentukan (Marleta, Harijani, & Marwoto, 2005).
Tanah liat yang memiliki kelembaban tingi dengan suhu 25ºC-30ºC
merupakan kondisi yang sangat baik untuk perkembangan telur Ascaris
lumbricoides menjadi bentuk infektif (FKUI, 2008).
http://repository.unimus.ac.id
11
5. Diagnosa Laboratorium
Diagnosa dapat ditegakkan dengan ditemukannya telur Ascaris
lumbricoides di dalam tinja, atau mengidentifikasi cacing dewasa yang keluar dari
tubuh hospes setelah hospes memakan obat. Diagnosa adanya larva pada paru-
paru dapat dilakukan dengan rontgenologis (hasil foto rontgen pada rongga dada),
dan dapat pula memeriksa dahak yang dikeluarkan. Penderita ascariasis juga dapat
diketahui dengan cara serologi melalui uji penggumpalan atau tes presipitasi
(Koes Irianto, 2013).
C. Teknik Pemeriksaan Telur Ascaris lumbricoides
Pelaksanaan diagnosa untuk infeksi cacing gelang dilakukan dengan
beberapa cara yaitu:
1. Cara Langsung
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari telur serta larva cacing
menggunakan bahan yang segar. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
menempatkan sejumlah kecil bahan segar yang telah dipilih di atas kaca benda
dan campurkan dengan setetes air menggunakan lidi, sehingga terdapat suspensi
yang homogen. Bahan yang kasar misalnya sisa makanan harus dikelurkan agar
tidak mengganggu pembacaan. Tutuplah dengan kaca penutup kemudian periksa
dengan perbesaran lemah (objektif 10x) (FKUI, 2000).
Keuntungan pemeriksaan parasit secara langsung yaitu mudah dikerjakan,
tidak memerlukan alat banyak, tidak merusak bentuk telur dan waktunya singkat
serta hanya menggunakan sedikit tinja sehingga kemungkinan kesalahan
http://repository.unimus.ac.id
12
tekniknya kecil dan tidak mudah kering atau terkontaminasi dengan lingkungan
sekitar (Sehatman, 2006).
Kerugian pemeriksaan secara langsung yaitu jika sampel terlalu banyak
maka preparat akan menjadi tebal yang menyebabkan telur sulit untuk ditemukan
karena tertutup oleh unsur-unsur lain dalam sampel, jika sampel terlalu sedikit
maka preparat menjadi terlalu tipis dan cepat kering sehingga telur akan
mengalami kerusakan (Marlina, 2009).
2. Cara Konsentrasi
Cara konsentrasi dibagi menjadi dua golongan yaitu (a) sedimentasi dan
(b) flotasi. Kedua golongan itu dilakukan penyaringan tinja terlebih dahulu
menggunakan kain kasa untuk menghilangkan bahan padat dan bahan yang kasar
(Brown HW, 1982).
(a) Sedimentasi
Sedimentasi sederhana dilakukan dengan pengendapan dalam tabung reaksi besar,
penuangan yang hati-hati, dan penggantian dengan air cuci, walaupun cara ini
memakan waktu cukup lama, namun tidak menyebabkan perubahan bentuk telur
(Sehatman, 2006).
(b) Flotasi
Larutan yang digunakan dalam tehnik flotasi adalah larutan gula, NaCl, atau
ZnSO4. Telur akan mengapung di permukaan larutan, sedangkan tinja akan
tenggelam ke dasar. Flotasi ZnSO4 biasanya sering digunakan serta lebih baik
daripada flotasi gula, NaCl, atau larutan garam jenuh (brine). Sebaiknya sediaan
http://repository.unimus.ac.id
13
larutan yang mengandung bahan kimia segera dipriksa dalam waktu 5 sampai 20
menit, karena telur akan rusak setelah 30 menit (Brown HW, 1982).
3. Cara Sediaan Tebal
Cara ini menggunakan selofan atau cellophane tape sebagai pengganti kaca
penutup. Telur cacing yang dapat ditemukan akan lebih banyak karena tinja yang
diperiksa lebih banyak. Cara ini digunakan untuk pemeriksaan tinja orang banyak
seperti pada penelitian epidemiologi karena lebih sederhana dan murah.
Morfologi cacing yang terlihatpun cukup jelas (FKUI, 2000).
D. Potential of Hydrogen (pH)
pH merupakan derajat keasaman atau ukuran pada suatu zat atau larutan.
Asam maupun basa ada yang bersifat lemah dan juga ada yang bersifat kuat.
Asam yang bersifat kuat misalnya asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl), asam
nitrat (HNO3), sedangkan asam yang bersifat lemah misalnya asam asetat
(CH3COOH), asam benzoat (C6H5COOH). Basa yang bersifar kuat misalnya
natrium hidroksida (NaOH), kalsium hidroksida (KOH), sedangkan basa yang
bersiafat lemah misalnya ammonium hidroksida (NH4(OH)), alumunium
hidroksida (Al(OH)3).
Interval nilai pH dimulai dari 0 sampai 14. Semakin kecil nilai pH makan
akan semakin tinggi pula konsentrasi asam suatu zat atau larutan, sedangkan
semakin besar nilai makan semakin tinggi konsentrasi basa suatuzat atau larutan.
Suatu zat dikatakan bersifat asam apabila memiliki nilai pH di bawah 7,
http://repository.unimus.ac.id
14
sedangkan zat yang memiliki nilai pH di atas 7 dikatakan bersifat basa, dan zat
yang memiliki nilai pH tepat 7 dikatakan bersifat netral (Wikipedia, 2016).
Asam pada umumnya memiliki rasa masam dan bersifat korosif,
mengubah lakmus biru menjadi merah, dapat menghantarkan arus listrik (untuk
asam kuat), bereasksi dengan logam (untuk asam kuat). Basa pada umumnya
memiliki rasa pahit dan merusak kulit serta terasa licin jika terkena kulit,
mengubah lakmus merah menjadi biru, menghantarkan listik, serta dapat
menetralkan asam (Wikibuku, 2015).
E. Albumin
Albumin merupakan salah satu jenis protein yang larut dalam air dan
larutan garam encer, terkoagulasi dalam panas serta mengendap dalam larutan
garam konsentrasi tinggi. Substansi yang memiliki kandungan albumin seperti
putih telur disebut albuminoid (Anna Poedjiadi, 2005).
Menurut Demodaran dan Paraf (1997), protein dapat mengalami kerusakan
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:
a. Panas
Panas merupakan agen fisik umum yang dapat mendenaturasi protein. Denaturasi
protein oleh panas diperlukan media air untuk proses denaturasi. Protein akan
mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50ᵒC atau lebih (Anna
Poejiadi, 2005). Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan
interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat
meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein
http://repository.unimus.ac.id
15
bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul
tersebut (Ophart, 2003).
b. pH (derajat keasaman)
Denaturasi dalam larutan encer yang dipengaruhi oleh pH dan suhu sangat dekat
hubungannya dengan proses denaturasi selain dengan panas saja. Dalam suasana
asam molekul protein akan membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa
akan membentuk ion negatif. Pada titik isolistrik protein mempunyai muatan
positif dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak ke arah elektroda positif
maupun negatif apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut. Titik
isolistrik pada albumin adalah pada pH 4,55-4,90 (Anna Poedjiadi, 2005).
c. Ion Logam
Ion logam berat seperti Ag, pb, dan Hg akan membentuk endapan logam
proteinat. Ikatan yang terbentuk amat kuat dan akan memutuskan jembatan garam,
sehingga protein mengalami denaturasi. (Anna Poedjiadi, 2005).
Perubahan konformasi alamiah menjadi suatu konformasi yang tidak
menentu merupakan suatu proses yang disebut denaturasi. Penggumpalan protein
biasanya didahului oleh proses denaturasi yang berlangsung dengan baik pada
titik isolistrik protein tersebut. Selain oleh pH, suhu tinggi, dan ion logam berat,
denaturasi dapat pula terjadi oleh adanya gerakan mekanik, alkohol, aseton, eter,
dan detergen (Anna Poejiadi, 2005).
http://repository.unimus.ac.id
16
F. Daya Tahan Telur Ascaris lumbricoides
Telur Ascaris lumbricoides tidak tahan terhadap kekeringan dan akan
rusak apabila terpapar oleh sinar matahari langsung dalam waktu 15 jam serta
akan mati pada suhu lebih dari 40ºC, namun telur cacing ini tahan terhadap
desinfektan kimiawi dan terhadap rendaman sementara di dalam berbagai bahan
kimia yang keras (Nugroho, 2010).
G. Larutan untuk Pemeriksaan Telur Ascaris lumbricoides
Larutan yang digunakan untuk pemeriksaan morfologi telur Ascaris
lumbricoides yaitu:
1. Asam Sulfat (H2SO4)
Asam sulfat merupakan asam mineral (anorganik) yang bersifat kuat. Zat ini dapat
larut dalam air pada semua perbandingan. Tanah yang memiliki pH rendah
biasanya ditemukan banyak mengandung asam sulfat.
2. Aquades
Aquades merupakan air hasil penyulingan, kandungannya murni H2O. Idealnya
memiliki pH 7 dan reaksi dengan udara mampu menciptakan suasana lembab.
3. Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida adalah sejenis basa logam kaustik yang bersifat kuat. Zat ini
dapat larut dalam air dan akan melepaskan kalor saat dilarutkan dalam air,
biasanya digunakan untuk mengurangi keasaman pada tanah. Natrium hidroksida
bersifat lembab cair dan menyerap karbon dioksida secara spontan dari udara
bebas.
http://repository.unimus.ac.id
17
H. Kerangka Teori
Gambar 3. Kerangka Teori
I. Kerangka Konsep
Gambar 4. Kerangka Konsep
J. Hipotesis
Ada pengaruh konsentrasi pH dan variasi waktu kontak terhadap
morfologi telur Ascaris lumbricoides.
Morfologi Telur Ascaris Lumbricoides
Pemanasan
Albumin
pH Ion Logam Berat
Denaturasi
pH Morfologi Telur Ascaris Lumbricoides
http://repository.unimus.ac.id