bab ii tinjauan pustaka 2.1 pendahuluan ii.pdf · kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan...

38
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Definisi lingkungan menurut Undang-Undang No. 23 Tahun1997 adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Dalam definisi tersebut terdapat unsur makhluk hidup, yaitu manusia, di mana peran aktif manusia dapat menjadikan lingkungan hidup seperti apa yang diinginkan. Bumi yang dihuni manusia menyediakan berbagai jenis makanan dan sumber kebutuhan untuk hidup berbagai spesies. Namun, sisi dasar manusia tidak cukup hanya memenuhi kebutuhannya saja, tetapi juga ingin meningkatkan kenyamanan hidupnya. Sumber daya alam yang tersedia merupakan salah satu modal pembangunan. Oleh sebab itu pemanfaatannya harus memperhatikan keberkelanjutan dan tidak dengan cara merusak. Cara-cara yang dipergunakan harus dipilih secara tepat agar tetap memelihara sumber daya alam tersebut sehingga makin besar manfaatnya untuk pembangunan di masa datang (Ervianto, 2012). Pembangunan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan manusia tidak terlepas dari penggunaan berbagai jenis sumber daya alam. Eksploitasi sumber daya alam yang tidak memerhatikan kemampuan dan daya dukung lingkungan dapat mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Sektor konstruksi merupakan penyumbang pertumbuhan ekonomi suatu negara, tetapi dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan konstruksi terhadap lingkungan sangat besar. Bangunan gedung dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik

Upload: vuongngoc

Post on 06-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Definisi lingkungan menurut Undang-Undang No. 23 Tahun1997 adalah

kesatuan ruang dengan semua benda dan perilakunya, yang memengaruhi

kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Dalam definisi tersebut terdapat unsur makhluk hidup, yaitu manusia, di mana

peran aktif manusia dapat menjadikan lingkungan hidup seperti apa yang

diinginkan.

Bumi yang dihuni manusia menyediakan berbagai jenis makanan dan

sumber kebutuhan untuk hidup berbagai spesies. Namun, sisi dasar manusia tidak

cukup hanya memenuhi kebutuhannya saja, tetapi juga ingin meningkatkan

kenyamanan hidupnya. Sumber daya alam yang tersedia merupakan salah satu

modal pembangunan. Oleh sebab itu pemanfaatannya harus memperhatikan

keberkelanjutan dan tidak dengan cara merusak. Cara-cara yang dipergunakan

harus dipilih secara tepat agar tetap memelihara sumber daya alam tersebut

sehingga makin besar manfaatnya untuk pembangunan di masa datang (Ervianto,

2012).

Pembangunan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan

meningkatkan kesejahteraan manusia tidak terlepas dari penggunaan berbagai

jenis sumber daya alam. Eksploitasi sumber daya alam yang tidak memerhatikan

kemampuan dan daya dukung lingkungan dapat mengakibatkan merosotnya

kualitas lingkungan. Sektor konstruksi merupakan penyumbang pertumbuhan

ekonomi suatu negara, tetapi dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan konstruksi

terhadap lingkungan sangat besar.

Bangunan gedung dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 adalah

wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat

kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah

dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik

6

untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan

sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Bangunan gedung sebagai tempat

manusia melakukan kegiatan yang mempunyai peranan dalam pembentukaan

watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia.

Tabel 2.1 Data jumlah gedung dari tahun 2002 sampai 2007

Tahun Jumlah Gedung

2002 73

2003 94

2004 70

2005 146

2006 130

2007 112

Sumber:Badan Pusat Statistik Kota Denpasar

2.2 Sick Building Syndrome

Sick building syndrome (SBS) atau Building related illness (BRI) adalah

situasi dimana penghuni gedung mengeluhkan permasalahan kesehatan,

keselamatan dan kenyamanan yang akut dalam suatu gedung selama mereka

berada di dalam gedung tersebut dan secara berangsur menghilang setelah mereka

meninggalkan gedung. Fenomena ini sering terjadi, tetapi kurang disadari oleh

kebanyakan orang. SBS terdiri dari sekumpulan gejala iritasi kulit dan gejala

lainnya terkait dengan gedung sebagai tempat kerja, penyebabnya adalah gedung

yang tidak terawat dengan baik (Hedge, 2003).

Istilah Sick Building Syndrome pertama kali dikenalkan oleh para ahli di

negara Skandinavia di awal tahun 1980-an, karena sindrom ini umumnya

dijumpai dalam ruangan gedung-gedung pencakar langit (O. Bruce Dickerson,

1988). Namun dari penelitian tahun 1978-1988 oleh NIOSH ditemukan pada

gedung-gedung biasa dengan karakteristik kualitas udara yang buruk (NIOSH,

1998).

7

Berbagai keluhan dan gejala yang timbul pada saat seseorang berada di

dalam gedung dan kondisi membaik setelah tidak berada di dalam gedung, besar

kemungkinan karena menderita “sick building syndrome” atau “sindrom gedung

sakit”. Kasus-kasus SBS memang tidak menunjukkan gejala-gejala yang khas dan

secara obyektif tidak dapat diukur. Keluhan dan tanda berupa sakit kepala, lesu,

iritasi mata maupun kulit serta berbagai problema pernafasan, seringkali sulit

diperoleh penyebab yang nyata dan kadang-kadang dihubungkan dengan SBS

apabila terdapat riwayat tinggal di gedung dengan kualitas ruangan yang buruk

Istilah SBS sudah digunakan lebih dari 20 tahun tanpa definisi yang jelas.

Umumnya gejala dan keluhan SBS tidak cukup spesifik bahkan biasanya tidak

dianggap serius. Penyakit akibat lingkungan semakin hari semakin menimbulkan

problem kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah

standar (Anies, 2004). Kualitas udara, ventilasi, pencahayaan serta penggunaan

berbagai bahan kimia di dalam gedung, merupakan penyebab yang sangat

potensial bagi timbulnya SBS (Hedge, 2003). Kondisi semakin buruk jika gedung

yang bersangkutan menggunakan air-conditioned (AC) yang tidak terawat dengan

baik (Slamet, 2002). Namun, selain karena penyebab yang bersumber pada

lingkungan, ternyata keluhan-keluhan pada SBS juga dipengaruhi oleh faktor-

faktor di luar lingkungan, seperti problem pribadi, pekerjaan dan psikologis yang

dianggap mempengaruhi kepekaan seseorang terhadap SBS (Hedge, 2003).

Pada hakikatnya, SBS merupakan problem kesehatan yang unik dan

khusus serta dipandang cukup penting. Upaya untuk mengatasi SBS harus selalu

dilakukan oleh para pengelola gedung, hotel, perkantoran maupun perumahan.

Upaya ini mestinya dilakukan sejak tahap perencanaan, konstruksi maupun

operasional. SBS menurut Slamet (2002) adalah gejala-gejala gangguan

kesehatan, umumnya berkaitan dengan saluran pernafasan. Sekumpulan gejala ini

dihadapi oleh orang yang bekerja di gedung atau di rumah yang ventilasinya tidak

direncanakan dengan baik.

8

Gambar 2.1 Gejala Sick Building Syndrome (SBS)

Sumber: http://nymaspramana.blogspot.com/2012/12/sick-building-

syndrome.html

Banyak kasus SBS menunjukkan gejala-gejala yang tidak jelas secara klinis,

sehingga tidak dapat diukur. Sebagian besar penderita adalah para pekerja rutin di

gedung-gedung (WHO, 1983). Meskipun keluhan dan tanda yang dikemukakan

oleh para penderita bersifat kronis dan mencapai 80% dari pekerja dilaporkan

menderita SBS, tetapi seringkali tidak ditemukan polusi yang jelas. Para penghuni

gedung yang tidak sehat ini umumnya mengalami gejala-gejala SBS yang

bervariasi. Gejala-gejala tersebut meliputi sakit kepala, pusing, mual, iritasi pada

mata, hidung maupun tenggorokan yang disertai dengan batuk kering. Gejala khas

pada kulit, berupa kulit kering dan gatal-gatal. Keluhan SBS yang sering

dikemukakan antara lain kelelahan, peka terhadap bau yang tidak sedap serta sulit

berkonsentrasi (Hedge, 2003).

Lingkungan bekerja perkantoran biasanya berbeda dari lingkungan kerja di

pabrik. Perkantoran menangani kegiatan administrasi atau merangkap kegiatan

pelayanan jasa kepada masyarakat umum, sedangkan pada pabrik menangani

produksi barang atau komoditi. Umumnya lingkungan kerja administrasi lebih

baik daripada pekerjaan produksi. Hal ini karena adanya anggapan bahwa

pekerjaan administrasi dan jasa lebih menggunakan pikiran dinilai lebih berat

daripada pekerjaan produksi yang menggunakan kekuatan fisik. Dengan demikian

9

para eksekutif yang menangani administrasi dan jasa memerlukan tempat yang

nyaman untuk meningkatkan produktivitas kerja.

2.3 Penyebab Sick Building Syndrome

Berdasarkan penelitian NIOSH pada kurun waktu tahun 1978 sampai

dengan 1988, diperoleh hasil adanya karakteristik kualitas udara yang buruk pada

gedung-gedung. Selanjutnya EPA mendefinisikan sindrom gedung sakit

merupakan istilah untuk menguraikan situasi dimana penghuni gedung atau

bangunan mengalami gangguan kesehatan akut dan efek timbul saat berada dalam

suatu bangunan, tetapi tidak ada penyebab yang spesifik.

Istilah SBS menurut Aditama (2002), mempunyai maksud yaitu:

1. Kumpulan gejala (sindrom) yang dikeluhkan seseorang atau kelompok

orang meliputi perasaan-perasaan tidak spesifik yang mengganggu

kesehatan berkaitan dengan kondisi gedung tertentu.

2. Kondisi gedung tertentu berkaitan dengan keluhan atau gangguan

kesehatan tidak spesifik yang dialami penghuninya, sehingga dikatakan

gedung yang sakit.

Beberapa keluhan atau gejala SBS menurut Aditama (2002), terbagi dalam

tujuh kategori antara lain:

1. Iritasi selaput lendir, seperti iritasi mata, pedih, merah dan berair.

2. Iritasi hidung, seperti iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, bersin,

batuk kering.

3. Gangguan neurotoksik (gangguan saraf/gangguan kesehatan secara

umum), seperti sakit kepala, lemah, capek, mudah tersinggung, sulit

berkonsentrasi.

4. Gangguan paru dan pernafasan, seperti batuk, nafas bunyi, sesak nafas,

rasa berat di dada.

5. Gangguan kulit, seperti kulit kering, kulit gatal.

6. Gangguan saluran cerna, seperti diare.

7. Gangguan lain seperti gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, dll.

10

Sedangkan penyebab SBS meurut EPA (1968), sebagai berikut:

1. Ventilasi tidak cukup

Standar ventilasi pada sebuah gedung yaitu kira-kira 15 kaki berbentuk

kubus sehingga udara keluar dapat masuk dan menyegarkan penghuni di

dalamnya tidak semata-mata untuk melemahkan dan memindahkan bau.

Dengan ventilasi yang tidak cukup, maka proses pengaturan suhu tidak

secara efektif mendistribusikan udara pada penghuni ruangan sehingga

menjadi faktor pemicu timbulnya SBS.

2. Zat pencemar kimia bersumber dari dalam ruangan

Polusi udara dalam ruangan bersumber dari dalam ruangan itu sendiri,

seperti bahan pembersih karpet, mesin foto copy, tembakau, dan termasuk

formaldehid dan triplek.

3. Zat pencemar kimia bersumber dari luar gedung

Udara luar yang masuk pada suatu bangunan bisa merupakan suatu sumber

polusi udara dalam gedung, seperti pengotor dari kendaraan bermotor, dan

semua bentuk partikel baik padat maupun cair yang dapat masuk melalui

lubang angin atau jendela dekat sumber polutan. Bahan-bahan polutan

yang mungkin ada dalam ruangan dapat berupa gas karbon monoksida,

nitrogen dioksida, dan berbagai bahan organik lainnya bersumber dari luar

gedung. Karbon monoksida dapat timbul pada berbagai proses

pembakaran, seperti pemanas ruangan. Gas CO juga dapat masuk ke

dalam ruangan melalui asap mobil dan kendaraan lain yang lalu lalang di

luar suatu gedung. Kadar CO yang tinggi akan berakibat buruk pada

jantung dan otak. Nitrogen oksida juga dapat keluar pada proses memasak

dengan kompor gas. Gas ini dapat menimbulkan kerusakan di saluran

nafas di dalam paru.

4. Zat pencemar biologi

Bakteri, virus dan jamur adalah jenis pencemar biologi yang berkumpul di

dalam pipa saluran udara dan alat pelembab udara, serta dari alat

pembersih karpet. Mikroorganisme yang berasal dari dalam ruangan

contohnya adalah bakteri dan jamur.

11

Menurut Hedge (2003), SBS merupakan kategori penyakit umum yang

berkaitan dengan beberapa aspek fisik sebuah gedung dan selalu berhubungan

dengan sistem ventilasi. Sementara menurut Soemirat (2002), SBS merupakan

gejala-gejala gangguan kesehatan, umumnya berkaitan dengan saluran

pernapasan. Sekumpulan gejala ini dihadapi oleh orang yang bekerja di gedung

atau di rumah yang ventilasinya tidak direncanakan dengan baik.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Sick Building Syndrome

Faktor yang dapat menimbulkan SBS sangat bervariasi. Paling dominan

adalah gedung atau bangunan itu sendiri, di samping polutan-polutan lingkungan

yang spesifik. Namun faktor-faktor yang bersifat individual seperti jenis kelamin

wanita, riwayat alergi, stress emosional yang terkait dengan pekerjaan,

memberikan andil bagi timbulnya SBS (Anies, 2004). Fenomena SBS berkaitan

dengan faktor bangunan atau kondisi gedung itu sendiri, terutama rendahnya

kualitas udara ruangan. Menurut Aditama (2002), berbagai bahan pencemar

(kontaminan) dapat mengganggu lingkungan udara dalam gedung (indoor air

environment) melalui empat mekanisme utama, yaitu:

1. Gangguan sistem kekebalan tubuh (imunologik).

2. Terjadinya infeksi.

3. Bahan pencemar yang bersifat racun (toksik).

4. Bahan pencemar yang mengiritasi dan menimbulkan gangguan kesehatan.

Gangguan sistem kekebalan tubuh dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi.

Konsumsi zat gizi yang baik akan memperbaiki status gizi, sehingga

meningkatkan ketahanan fisik dan meningkatkan produktivitas kerja, di samping

membantu mengurangi infeksi (Depkes RI, 1990). Sedangkan bahan kimia yang

bersifat racun (toksik) lebih banyak diserap oleh usia tua (Frank C. Lu, 1995).

Biasanya sulit untuk menemukan suatu penyebab tunggal dari SBS.

Sebagai berikut faktor-faktor individu yang mempengaruhi timbulnya SBS

antara lain sebagai berikut:

a. Umur

Karakteristik pekerja yang berhubungan dengan SBS salah satunya adalah

umur. Pemaparan pada suatu zat yang bersifat toksik akan menimbulkan

12

dampak yang lebih serius pada mereka yang berusia tua daripada yang

berusia lebih muda dengan kata lain udara yang buruk lebih mudah

mempengaruhi kekebalan orang usia tua (Frank C.Lu, 1995). Sedangkan

penelitian yang dilakukan oleh NIOSH tahun 1980 menyatakan bahwa

umur diatas 40 tahun berhubungan dengan peningkatan kejadian SBS

karena umur berkaitan dengan daya tahan tubuh. Semakin tua umur

seseorang maka semakin menurun pula daya tahan tubuhnya (Apte, 2005).

b. Jenis kelamin

Wanita memiliki risiko mengalami gejala SBS lebih besar yaitu sebanyak

35% dibandingkan dengan laki-laki. Biasanya wanita lebih mudah lelah

dan lebih berisiko dibanding pria. Hal tersebut dikarenakan ukuran tubuh

dan kekuatan otot tenaga kerja wanita relatif kurang dibanding pria, secara

biologis wanita mengalami siklus haid, kehamilan dan menopause, dan

secara sosial, kultural, yaitu akibat kedudukan sebagai ibu dalam rumah

tangga dan tradisi sebagai pencerminan kebudayaan (Suma’mur PK, 1996)

c. Masa kerja

Pekerja yang masa kerjanya lebih lama berisiko mengalami SBS lebih

banyak sebesar 30% dibandingkan yang masa kerjanya baru sebanyak

17% (Hartoyo, 2009). Semakin lama seseorang bekerja semakin berisiko

daripada yang lebih sedikit masa kerjanya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ilmu

kesehatan, hanya ditemukan satu komponen penyebab terjadinya SBS yaitu dari

komponen kesehatan saja, di mana komponen tersebut selalu berkaitan dengan

sistem sirkulasi udara dan pernapasan. Padahal jika dilihat dari sudut pandang

ilmu teknik, kita bisa mendapatkan tiga komponen dasar dalam SBS, yaitu

kenyamanan, kesehatan, dan keselamatan yang saling berkaitan satu sama lain.

berikut ini ditampilkan bagan komponen dalam SBS pada Gambar 2.1.

13

Gambar 2.2 Komponen dasar dalam SBS

Sesungguhnya, pertimbangan segi kesehatan pada perencanaan bangunan

gedung sudah ada Undang-Undangnya, yaitu UU No. 28 Tahun 2002. Undang-

Undang ini mengharuskan adanya perpaduan atau pengintegrasian segi kesehatan

dan lingkungan kedalam segi rancang bangun (engineering), supaya resiko

kesehatan penghuni bangunan dapat dihilangkan atau paling tidak diminimalkan.

Kesalahan pemilihan material atau bahan bangunan adalah faktor yang vital

karena dapat meracuni penghuni bangunan.

Selain faktor di atas, masalah lingkunganpun mempengaruhi dan

menyebabkan sindrom ini. Udara tidak bersih yang disebabkan oleh polusi asap

kendaraan bermotor, pabrik, dan dapur, pencahayaan yang tidak baik, semua itu

berkaitan erat dengan sistem tata ruang. Saat desain belum terbangun, memang

belum terasa akibat dari kesalahan desain tersebut. Namun, setelah bangunan

ditempati, maka akan mulai terasa ketidaknyamanan saat berada dalam bangunan

tersebut. Faktor berikutnya adalah kualitas pelaksanaan kosntruksi, yang dinilai

dari spesifikasi pelaksanaan terhadap gambar, penggunaan mutu material yang

kurang dari standar yang telah ditentukan.

kenyamanan

kesehatan

keselamatan

14

2.5 Kenyamanan

2.5.1. Pengertian Kenyamanan

Konsep tentang kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan

karena lebih merupakan penilaian responsif individu. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, nyaman adalah segar; sehat sedangkan kenyamanan adalah

keadaan nyaman; kesegaran; kesejukan. Kenyamanan adalah suatu keadaan telah

terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang bersifat individual dan holistik.

Dengan terpenuhinya kenyamanan dapat menyebabkan perasaan sejahtera pada

individu tersebut.

Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif

seseorang terhadap lingkungannya. Manusia menilai lingkungannya berdasarkan

rangsangan yang masuk ke dalam dirinya melalui keenam indra dan rangsangan

syaraf yang dicerna otak. Dalam hal ini yang terlibat tidak hanya masalah fisik

biologis, namun juga perasaan, suara, cahaya, bau, suhu, dan lain-lain.

Rangsangan ditangkap oleh otak kemudian diolah lalu otak memberikan penilaian

apakah keadaan tersebut nyaman atau tidak (Satwiko, 2009).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kenyamanan adalah

suatu kontinum perasaan dari paling nyaman sampai paling tidak nyaman yang

dinilai berdasarkan persepsi masing-masing individu pada suatu hal yang dimana

nyaman pada individu tertentu mungkin berbeda pada individu lain.

2.5.2 Kriteria Pokok Dalam Kenyamanan

1. Kenyaman spasial

Kata spasial berasal dari kata space, dalam arsitektur secara sederhana

diartikan sebagai ruang. Maka kenyamanan spasial adalah kenyamanan

ruang yang dapat diartikan pula dengan kemudahan pergerakan individu.

2. Kenyamanan udara dalam ruang (thermal)

keseimbangan antara suhu tubuh manusia dengan suhu tubuh sekitarnya.

3. Kenyamanan visual

Berkaitan dengan standar pencahayaan dan standar silau yang diijinkan.

15

4. Kenyamanan akustik

Kenyamanan yang berkaitan dengan bunyi.

2.5.3 Aspek dalam Kenyamanan

Menurut Kolcaba (2010) ada 4 aspek dalam kenyamanan, yaitu:

1. Kenyamanan fisik berkenaan dengan sensasi tubuh yang dirasakan oleh

individu sendiri.

2. Kenyamanan psikospiritual berkenaan dengan kesadaran internal diri,

yang meliputi konsep diri, harga diri, makna kehidupan.

3. Kenyamanan lingkungan berkenaan dengan lingkungan, kondisi dan

pengaruh dari luar kepada manusia seperti temperatur, warna suhu,

pencahayaan, suara, dan lain-lain.

4. Kenyamanan sosial skultural berkenaan dengan hubungan interpersonal,

keluarga dan sosial atau masyarakat (keuangan, perawatan kesehatan

individu, kegiatan religius, serta tradisi keluarga).

2.5.4 Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung

Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 ada beberapa persyaratan

kenyamanan dalam bangunan gedung, yaitu:

1. Kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan ruang gerak dan

hubungan antarruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat

getaran dan tingkat kebisingan.

2. Kenyamanan ruang gerak merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh

dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan kenyamanan

bergerak dalam ruangan.

3. Kenyamanan hubungan antarruang merupakan tingkat kenyamanan yang

diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antar ruang dalam bangunan

gedung.

4. Kenyamanan kondisi udara merupakan tingkat kenyamanan yang

diperoleh dari temperatur dan kelembaban di dalam ruang untuk

terselenggaranya fungsi bangunan gedung.

16

5. Kenyamanan pandangan merupakan kondisi dimana hak pribadi orang

dalam melaksanakan kegiatan di dalam bangunan gedungnya tidak

terganggu dari bangunan gedung lainnya.

6. Kenyamanan tingkat getaran dan kebisingan merupakan tingkat

kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang tidak

mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleh

getaran dan/atau kebisingan yang timbul baik dari dalam bangunan gedung

maupun lingkungannya.

2.5.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kenyamanan

Menurut Hakim (2006) dan GBCI (2010) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kenyamanan antara lain:

1. Sirkulasi

Kenyamanan dapat berkurang karena sirkulasi yang kurang baik, seperti

tidak adanya pembagian ruang yang jelas untuk sirkulasi manusia dan

kendaraan bermotor, atau tidak ada pembagian sirkulasi antar ruang satu

dengan yang lainnya.

2. Daya alam atau iklim

Segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk

memenuhi kebutuhan hidup manusia dan kondisi rata-rata cuaca

berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi.

a) Radiasi matahari

Dapat mengurangi kenyamanan pada siang hari sehingga

diperlukan peneduh.

b) Angin

Perlu memperhatikan arah angin dalam menata ruang sehingga

tercipta pergerakan angin mikro yang sejuk dan memberikan

kenyamanan.

c) Curah hujan

Faktor curah hujan sering menimbulkan gangguan pada aktivitas

manusia di ruang luar sehingga perlu disediakan tempat berteduh

apabila terjadi hujan.

17

d) Temperatur

Jika temperatur ruang sangat rendah maka temperatur permukaan

kulit akan menurun dan sebaliknya jika temperatur dalam ruang

tinggi akan mengalami kenaikan pula. Pengaruhnya temperatur

yang terlalu dingin akan mempengaruhi gairah kerja dan

temperatur yang terlampau panas dapat membuat kelelahan dalam

bekerja dan cenderung banyak membuat kesalahan.

3. Kebisingan

Pada daerah yang padat seperti perkantoran atau industri, kebisingan

adalah satu masalah pokok yang mengganggu kenyamanan para pekerja

yang berada di sekitarnya.

4. Aroma atau bau-bauan

Jika ruang kerja dekat dengan tempat pembuangan sampah maka bau yang

tidak sedap akan tercium oleh orang yang melaluinya. Hal tersebut dapat

diatasi dengan memindahkan sumber bau tersebut ke tempat yang tertutup

pandangan visual serta terhalangi oleh tanaman pepohonan ataupun

semak.

5. Bentuk bangunan

Bentuk dari sebuah bangunan harus disesuaikan dengan ukuran standar

manusia agar dapat menimbulkan rasa nyaman.

6. Keamanan

Keamanan merupakan hal terpenting, karena ini dapat mengganggu dan

menghambat aktivitas yang dilakukan. Keamanan bukan saja berarti dari

segi kejahatan (kriminal), tapi juga termasuk kekuatan/keandalan

konstruksi, bentuk ruang, dan kejelasan fungsi.

7. Kebersihan

Sesuatu yang bersih selain menambah daya tarik lokasi, juga menambah

rasa nyaman karena bebas dari kotoran sampah atupun bau-bauan yang

tidak sedap.

8. Keindahan

Keindahan merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam kenyamanan

karena mencakup masalah kepuasan batin dan panca indra. Untuk menilai

18

keindahan cukup sulit karena setiap orang memiliki persepsi yang berbeda

untuk menyatakan sesuatu itu adalah indah.

9. Penerangan

Untuk memperoleh penerangan yang baik dalam ruangan perlu

memperhatikan beberapa hal yaitu cahaya alami, kuat penerangan, kualitas

cahaya, daya penerangan, pemilihan dan perletakan lampu.

2.5.6 Keandalan Konstruksi

Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi setiap bangunan gedung

adalah persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan

teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan

keandalan bangunan gedung. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2002 tentang bangunan gedung. Yang di dalamnya berisi persyaratan

keandalan bangunan gedung yang meliputi:

1. Persyaratan keselamatan

Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi persyaratan

kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan.

Kemampuan bangunan gedung untuk menahan muatannya merupakan

kemampuan struktur bangunan yang stabil dan kukuh dalam mendukung

beban muatan.

2. Persyaratan kesehatan

Persyaratan sistem tata udara, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan

bahan bangunan gedung.

3. Persyaratan kenyamanan

Meliputi kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi

udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran.

4. Persyaratan kemudahan

Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di

dalam bangunan gedung serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam

pemanfaatan bangunan gedung.

19

2.5.7 Bangunan Ramah Lingkungan

Bangunan dapat dikategorikan sebagai bangunan ramah lingkungan

apabila memenuhi kriteria antara lain (Peraturan Menteri Negara Lingkungan

Hidup Nomor 8 Tahun 2010):

1. Menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan yang antara lain

meliputi: (a) material bangunan yang bersifat eco-label; (b) material

bangunan lokal

2. Terdapat fasilitas sarana dan prasarana untuk konservasi sumber daya air

dalam bangunan gedung, antara lain: (a) mempunyai sistem pemanfaatan

air yang dapat dikuantifikasi; (b) menggunakan sumber air yag

memperhatikan konservasi sumber daya air; (c) mempunyai sistem

pemanfaatan air hujan.

3. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana konservasi dan diversifikasi

energi antara lain: (a) menggunakan sumber energi alternatif terbarukan

yang rendah emisi gas rumah kaca; (b) menggunakan sistem pencahayaan

dan pengkondisian udara buatan yang hemat energi.

4. Menggunakan bahan yang bukan perusak ozon dalam bangunan gedung,

antara lain; (a) refrigran untuk pendingin udara yang bukan bahan perusak

ozon; (b) melengkapi bangunan gedung dengan peralatan pemadam

kebakaran yang tidak menggunakan bahan perusak ozon.

5. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana pengelolaan air limbah domestik

pada bangunan gedung.

6. Terdapat fasilitas pemilahan sampah.

7. Memperhatikan aspek kesehatan bagi penghuni bangunan, antara lain: (a)

melakukan pengelolaan sistem sirkulasi udara bersih; (b) memaksimalkan

penggunaan sinar matahari.

8. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk mengantisipasi bencana.

2.5.8 Ruang Terbuka Hijau

Ada beberapa definisi yang menjelaskan tentang apa yang dimaksud

dengan ruang terbuka hijau ini, yang dikemukakan oleh para pakar. Menurut

Roger Trancik, seorang pakar dibidang Urban Design, ruang terbuka hijau adalah

20

ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun di dalam kota,

dalam bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau. Sementara

menurut Rooden Van FC dalam Grove dan Gresswell (1983), ruang terbuka hijau

adalah fasilitas yang memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan kualitas

lingkungan permukiman, dan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam

kegiatan rekreasi.

Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan definisi tentang ruang terbuka

hijau ini dengan istilah ruang terbuka hijau kawasan perkotaan atau RTHKP. Jika

mengacu pada Peraturan Mendagri No.1 tahun 2007 tentang penataan ruang

terbuka hijau kawasan perkotaan ini, maka pengertian ruang terbuka hijau adalah

bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan

tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan

estetika. Ruang terbuka hijau itu sendiri terbagi atas dua jenis, yaitu RTHKP

Publik dan RTHKP Privat. RTHKP Publik adalah RTHKP yang penyediaan dan

pemeliharaannya menjadi tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Sementara

RTHKP Privat adalah RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi

tanggungjawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang

dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota,

kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi.

2.5.9 Tata Letak Bangunan

Tata letak bangunan memang suatu hal yang seharusnya diperhatikan

betul, karena menyangkut produktivitas masyarakat yang berada di permukiman

tersebut. Kurang tegasnya peraturan dan ditambah lagi masyarakat yang tidak

perduli memang berakibat ketidakteraturanya suatu bangunan, ruang lingkup yang

semakin lama akan semakin sempit akan membentuk suatu daerah atau kawasan

menjadi kumuh jika tidak ada penataan yang tepat dan sesuai dengan kawasan

tersebut.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, rencana tata bangunan

dan lingkungan digunakan untuk pengendalian pemanfaatan ruang suatu

lingkungan/kawasan. Rencana tata bangunan dan lingkungan memuat persyaratan

tata bangunan yang terdiri atas ketentuan program bangunan gedung dan

21

lingkungan, rencana umum, dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan

pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan.

2.6 Tata Ruang Dalam

2.6.1 Pengertian Tata Ruang dan Kantor

Menurut Sayuti (2013), kantor merupakan tempat karyawan melakukan

aktivitas kerjanya, tempat proses penanganan informasi mulai dari menerima,

mengumpulkan, mengolah, menyimpan sampai menyalurkan informasi dalam

rangka mendukung tercapainya tujuan organisasi. Untuk melakukan kegiatan ini

maka diperlukan tata ruang dan kondisi fisik kantor yang standar, agar karyawan

dapat melakukan pekerjaan dengan tenang, nyaman, dan lancar. Hal ini

dikarenakan penataan tata ruang kantor ditujukan untuk meningkatkan

produktivitas suatu organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kantor adalah tempat diselenggarakanya kegiatan tata usaha di mana

terdapat ketergantungan sistem antara orang, teknologi, dan prosedur untuk

menangani data dan informasi mulai dari menerima, mengumpulkan, mengolah,

menyimpan, sampai menyalurkan. Sedangkan pengertian Tata Ruang Kantor

menurut beberapa ahli:

1. Ida Nuraida, SE dalam bukunya Manajemen Administrasi Perkantoran

adalah pengaturan ruangan kantor serta penyusunan alat-alat dan

perabotan kantor pada luas lantai dan ruangan kantor yang tersedia untuk

memberikan sarana bagi pekerja.

2. The Liang Gie dalam bukunya yang berjudul “Administrasi Perkantoran

Modern” menyebutkan bahwa tata ruang perkantoran adalah penyusunan

alat-alat kantor pada letak yang tepat serta pengaturan tempat kerja yang

menimbulkan kepuasan bekerja bagi para pegawai.

2.6.2 Asas Tata Ruang Kantor

Agar pekerjaan dalam kantor dapat dilakukan dengan baik maka ruang

kerja itu perlu di tata sedemikian rupa atau karyawan bekerja menggunakan tata

ruang kantor yang baik. Penataan ruangan kantor mulai dari penempatan meja,

22

kursi, dan alat-alat perkantoran harus mempertimbangkan luas ruangan dan

jumlah para pegawai yang ada di dalam ruangan tersebut (Sayuti, 2013).

Menurut Komaruddin (1998), agar penataan ruang kantor dapat dilakukan

dengan baik, maka perlu berdasarkan asas-asas tertentu, adapun asas tata ruang

kantor adalah:

a. Asas jarak pendek

Memungkinkan proses penyelesaian suatu pekerjaan menempuh jarak

yang sependek-pendeknya, begitu pula dengan peralatan dan semua

kebutuhan yang mereka gunakan saat bekerja juga perlu pada posisi

terdekat.

b. Asas rangkaian

Penempatan posisi karyawan dengan karyawan lain yang ada hubungan

kerja yang berkesinambungan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan harus

ditempatkan secara berdekatan dan berurutan dari mulai hingga selesainya

pekerjaan.

c. Asas penggunaan segenap

Mempergunakan sepenuhnya semua ruangan yang ada. Sedapat mungkin

tidak ada ruangan yang tidak terpakai.

d. Asas perubahan setempat

Suatu tata ruang yang terbaik adalah yang dapat diubah ataupun disusun

kembali dengan tidak terlampaui sukar atau tidak memakan biaya yang

besar.

Ada pula prinsip-prinsip yang penting untuk dipedomi pada saat menata

ruang kantor. Menurut MC Maryati (2008), prinsip-prinsip tata ruang kantor

adalah sebagai berikut:

1. Pekerjaan harus mengalir secara terus-menerus.

2. Fungsi yang sama atau berhubungan diletakan berdekatan.

3. Pengaturan perkakas membuat pengawasan lebih mudah.

4. Tidak permanen, agar fleksibel jika terjadi perubahan.

5. Ada ruang yang cukup untuk bergerak atau berjalan.

23

6. Pekerjaan yang menimbulkan suara gaduh, misalnya bagian produksi

dijauhkan dari yang lainnya.

2.6.3 Lingkungan Perkantoran

Selain soal layout atau desain sebuah kantor, faktor lain yang dapat

mempengaruhi kinerja pegawai kantor adalahlingkungan kantor. Pegawai dapat

bekerja dengan maksimal jika lingkungan kerjanya sehat. Saat ini terdapat ilmu

untuk melihat tentang kenyamanan dalam bekerja, yaitu ergonomic. Ergonomic

adalah ilmu terapan yang digunakan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan

dengan tingkat kenyamanan, efisiensi, dan keamanan dalam mendesain tempat

kerja demi memuaskan kebutuhan fisik dan psikologis pegawai di kantor.

Konsep kantor masa depan adalah kantor pintar atau smart office. Smart

office mengintergrasi beberapa komponen lingkungan kantor, seperti

pencahayaan, AC, konservasi energi melalui komputerisasi kantor. Beberapa fitur

smart office, yaitu:

1. Small-zone areas: kantor hanya akan menyalahkan sistem yang terbatas

pada area yang digunakan ketika mereka lembur.

2. Smart wired telecommunication sistem: pemasangan sistem komunikasi

yang terintergrasi (telephone, faximile, LAN, Hotspot dan lain-lain)

mengurangi biaya.

Lokasi fisik atau tata ruang tempat orang bekerja mempunyai pengaruh

terhadap sikap, produktivitas dan interaksi dengan sekitarnya. Ruang kantor yang

di dalamnya termasuk lemari dan meja kantor modern saat ini dirancang dan

dibangun sesuai dengan pemikiran tersebut dan perkembangan interior ruang serta

teknologi alat-alat kantor. Rancangan ruang kantor saat ini mengarah ke sistem

kantor terbuka yang mempermudah komunikasi dan terjalinnya kerja yang

harmonis.

Sistem ruang kantor terbuka merupakan suatu sistem tata ruang yang

memberikan keterbukaan untuk mempermudah berkomunikasi dan interaksi,

namun sekaligus menjamin kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi diciptakan

dengan pemasangan sekat-sekat yang dapat dipindahkan atau digeser. Sekat-sekat

tersebut juga menghindarkan para manajer dari isolasi dinding yang tertutup serta

24

suatu perasaan tidak nyaman yang menghinggapi sesorang bila dalam ruangan

sama sekali tertutup. Keuntungan yang diperoleh dari sistem ruang kantor terbuka

adalah:

1. Ruang kantor terbuka memungkinkah perubahan terus-menerus dengan

biaya minimum setelah pola dasarnya ditetapkan.

2. Adanya kenyamanan karena sirkulasi udara berputar dengan lancar,

pnerangan merata, kursi dan meja yang enak dipakai memperbaiki

semangat kerjadan cenderung menghilangkan sebagian dari perselisihan

yang timbul akibat tempat kerja yang terlalu berdekatan.

3. Arus pekerjaan lebih lancar dan hal-hal yang saling berkaitan dapat

ditempatkan sedemikian rupa sehingga pekerjaan dapat dengan mudah

beralih dari seksi satu ke seksi lain, karena ada ketersambungan antar meja

kantor di dalamnya.

2.6.4 Green Office Management

Dewasa ini semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk

mengimplementasikan green office management untuk mengelola kantornya.

Perkantoran hijau (green office) adalah sistem manajemen lingkungan

(environmental management system/EMS) yang praktis dan sederhana dan

dikembangkan khusus untuk kondisi perkantoran. Upaya ini dilakukan untuk

membantu dan mendukung para manajer perkantoran untuk mendorong ke gaya

hidup operasional kantor yang lebih ramah lingkungan. Target pelaksanaan kantor

hijau meliputi, mengurangi konsumsi sumber daya alam melalui perbaikan sistem

manajemen lingkungan kantor, mempromosikan praktik lestari melalui

peningkatan kesadartahuan karyawan, dan mempromosikan cara-cara mitigasi

perubahan iklim lewat penghematan energi dan pemakaian energi terbarukan.

2.6.5 Sistem Pencahayaan yang Baik di Lingkungan Perkantoran

McShane (1997) dalam Badru Munir (2007) mendeskripsikan bahwa

80% - 85% informasi yang diterima pegawai di kantor menggunakan indera

pengelihatan (mata), seperti membaca surat atau memeriksa tagihan pembayaran.

Hal inilah yang menjadikan kenyamanan visual bagi pegawai di kantor sangat

25

penting karena akan mempengaruhi produktivitas mereka. Apabila tingkat cahaya

di tempat kerja tidak sesuai maka akan mengakibatkan pegawai mengalami

ketegangan pada mata, sehingga berdampak terhadap penurunan motivasi pegawai

dan kinerja pegawai menurun. Oleh karena itu, sistem pencahayaan yang efektif

harus memperhitungkan kualitas dan kuantitas cahaya yang sesuai dengan tugas,

ruangan, serta pegawai itu sendiri.

Pencahayaan di lingkungan kerja baru disebut efektif apabila pegawai

merasa nyaman secara visual akibat pencahayaan yang seimbang. Rahmawati

(2014) menjelaskan, bahwa ada 4 jenis pencahayaan yang di gunakan di kantor,

antara lain:

1. Ambient lighting: pencahayaan pada seluruh ruangan dan biasanya

dipasang pada langit-langit ruang kantor.

2. Task lighting: menerangi area kerja seorang pegawai, misalnya meja

kerja.

3. Accent lighting: memberikan cahaya pada area yang dituju. Dirancang

pada sebuah lorong kantor.

4. Natural lighting: berasal dari jendela, pintu kaca, serta cahaya langit/sinar

matahari.

Terdapat 4 jenis cahaya yang dapat digunakan dalam kantor, yaitu:

1. Cahaya alami: sinar matahari.

2. Cahaya fluorescent: cahaya dengan tingkat terang yang mirip dengan

cahaya alami. Kelebihan: memproduksi lebih sedikit panas dan silau,

daya tahan lebih lama, hemat listrik, terangnya lebih tersebar, lebih

efisien.

3. Cahaya Incandescent: menggunakan tabung filamen, banyak digunakan di

rumah.

4. High Intensity Discharge Lamps: biasanya dipakai di jalan raya atau

stadion olah raga. Kelebihan: sistem pencahayaan sangat efisien.

Kelemahan: menyulitkan untuk membedakan warna.

Pemilihan pencahayaan bagi kantor harus tepat agar tidak terjadi gangguan

dalam proses kerja pegawai. Pemilihan juga harus berdasarkan parameter

efektivitas pencahayaan di kantor, yaitu:

26

1. Visibility: pegawai harus bisa melihat dengan nyaman dan jelas.

2. Fokus: pencahayaan harus dapat membuat pegawai memusatkan

perhatiannya dalam melaksanakan tugas dengan membuat terang tempat

kerja utama pegawai.

3. Image: modifikasi pencahayaan akan membuat kesan yang berbeda bagi

pegawai.

Karakteristik yang harus dipenuhi oleh sistem penerangan kantor adalah:

1) Equivalent Spherical Illumination (ESI): mengukur tingkat efisiensi sistem

penerangan, yaitu tingkat silau dan pemantulan.

2) Visual Comfort Probability (VCP): rasio tingkat terang langsung dan lebih

dari 0.70, nilai VCP 0.80 berarti 80% pegawai yang duduk pada area yang

tidak diinginkan tidak merasa terganggu atau silau dengan sistem

pencahayaan.

3) Task Illumination (TI): ukuran foot candle, mengukur jumlah cahaya pada

area kerja. Nilai TI 100-159 foot candle.

2.6.6 Sistem Penerangan

1. Direct: mengarahkan cahaya 90-100% secara langsung ke area kerja.

Mengakibatkan munculnya silau dan bayangan karena sedikit cahaya yang

tersebar.

2. Semidirect: pencahayaan 60-90%, cahaya diarahkan ke bawah dan sisanya

diarahkan ke atas lalu dipantulkan kembali ke bawah.

3. Indirect: direkomendasikan untuk kebanyakan ruang kantor karena cahaya

yang disebarkan mengurangi bayangan dan silau yang ditimbulkan. Sistem

ini 90-100% cahaya pertama diarahkan ke atas dan kemudian menyebar

dan memantul ke bawah ke area kerja.

4. Semiindirect: mengarahkan 60-90% cahaya ke atas dan kemudian

dipantulkan ke bawah dan sisanya juga diarahkan ke area kerja. Bayangan

dan silau masih menjadi kendala.

5. General Diffuse: mengarahkan 40-60% cahaya ke atas area kerja dan

sisanya diarahkan ke bawah. Sistem ini menghasilkan lebih banyak cahaya

27

pada tingkat watt yang sama dengan indirect, bayangan dan silau juga

lebih banyak daripada menggunakan semiindirect.

2.6.7 Perawatan Sistem Pencahayaan

Semakin lama, lampu yang digunakan untuk memberikan cahaya mulai

berkurang. Penurunan cahaya lampu mulai terjadi pada kira-kira 100 jam

penggunaan dan pada beberapa situasi, kadang kala lebih efektif mengganti

dengan lampu yang baru, meskipun belum mati. Saat ini semakin banyak

perusahaan menjalankan program penggantian lampu secara berkala pada area

yang ditentukan. Program pembersihan atap dan bagian permanen lain pada

perkantoran secara berkala juga menjadi aspek penting dalam perawatan cahaya.

Saat bagian tersebut semakin kotor, permukaan memantulkan cahaya tidak lagi

efektif yang tentunya akan mengurangi keefektifan sistem penerangan. Kotoran

atau debu ditambah usia pemakaian lampu yang sudah tua akan mengurangi

cahaya hingga 50%.

2.6.8 Pencahayaan dan Layar Monitor

Untuk mendesain sistem penerangan yang efektif, keberadaan layar

monitor akan menambah tingkat kompleksitansi. Kurangnya perhatian pada

pencahayaan yang sesuai terhadap layar monitor berada, dapat mengakibatkan

gangguan yang signifikan pada pengelihatan karyawan. Mendesain sistem

penerangan pada sekitar layar monitor, antara lain:

1. Mengurangi silau dengan mengurangi jumlah cahaya lampu atau cahaya

alami mengenai layar monitor.

2. Menggunakan layar monitor yang dapat diubah posisinya, sehingga bila

cahaya yang mengenai layar monitor dianggap terlalu berlebihan dan

mengakibatkan silau, pegawai akan menyesuaikan dengan menggeser

layar monitor.

3. Menyesuaikan tingkat kontras dan terang pada layar monitor untuk

meminimalkan silau.

4. Menggunakan layar untuk mengurangi jumlah cahaya pada layar monitor.

28

5. Meminimalkan jumlah cahaya langsung mengarah ke bawah dan

memaksimalkan jumlah cahaya yang tidak langsung pada area komputer.

6. Menggunakan layar datar dari pada layar cembung.

Dari pembahasan di atas, berikut akan dibahas perbedaan penataan cahaya

pada dua ruangan utama di sebuah kantor:

a. Ruang rapat, ruang rapat menggunakan lampu fluorescent yang linear,

sedangkan yang terakhir menggunakan chandelier dengan cahaya yang

terfusi. Dengan cahaya yang tidak langsung dua ruangan terakhir akan

menghasilkan cahaya yang lembut. Penataan cahaya yang baik telah fokus

pada meja rapat namun pencahayaan dari luar melalui jendela terlalu

membuat fokus cahaya menjadi pudar. Penataan cahaya yang terbaik

adalah dengan pencahayaan yang berimbang, tampak lebih elegan.

Kondisi ini ditambah adanya kemungkinan menggunakan dua hingga tiga

jenis lampu yang dapat dimatikan atau dihidupkan sesuai dengan tingkat

pencahayaan yang dibutuhkan peserta rapat.

b. Ruang lobby. Pada ruang lobby, kafetaria maupun ruang publik lain

dibutuhkan pencahayaan yang secara visual melegakan. Cahaya

difokuskan pada resepsionis yang siap menyambut pengunjung atau tamu

dengan ruangan lebih lembut dan nyaman.

Pencahayaan yang terbaik adalah penggunaan cahaya matahari membuat

kesan kantor lebih alami dan penggunaan lampu bercahaya tidak langsung

akan dapat memfokuskan perhatian pengunjung pada resepsionis dan

papan nama perusahaan.

2.6.9 Warna

Menurut Rahmawati (2014), pemilihan warna sangat berpengaruh

terhadap psikologis seseorang. Memang hal tersebut bukan patokan atau harga

mati. Tetapi pengaruh warna pada kondisi psikologis tidak dapat dipungkiri

kebenarannya. Pengaruh psikologis warna terhadap perasaan dari segi jarak, suhu

dan kejiwaan seperti terlihat pada tabel di bawah ini:

29

Tabel 2.2 Pengaruh Warna

Warna Efek jarak Efek suhu Efek jiwa

Biru Jauh Dingin Menenangkan

Hijau Jauh Netral, dingin Sangat menenangkan

Orange Sangat dekat Sangat panas Semangat

Coklat Sangat dekat Netral Tenang, semangat

Abu-abu Sangat dekat Dingin Melesukan

Kuning Dekat Sangat panas Semangat

Merah Dekat Panas Sangat mengusik

Sumber : Maryati (2007)

Jika ruangan sempit agar terkesan luas, maka harus memilih warna-warna

yang mempunyai efek jauh. Misalnya dinding di cat warna hijau muda atau biru

langit. Jika menginginkan ruangan terkesan sejuk maka harus memilih warna

yang mempunyai efek dingin. Jenis-jenis warna antara lain:

1) Warna menyala

Warna merah atau kuning. Warna menyala dihindari penggunaan untuk

ruang bidang yang luas. Warna tersebut digunakan untuk benda kecil yang

ditonjolkan atau sebagai aksen warna yang dipadukan dengan warna yang

lainnya.

2) Warna kontras

Contohnya adalah paduan warna kuning dan hitam, oranye dan hijau.

Warna kontras bisa digunakan dalam satu ruangan, tetapi jangan terlalu

banyak, maksimal 3 warna karena akan menimbulkan kesan ramai.

3) Warna tua

Warna tua menimbulkan rasa tertekan atau terkesan cenderung kotor.

Warna ini dihindari untuk penataan ruang kantor.

4) Warna pastel

Warna ini bersifat cerah, ceria dan menimbulkan kesan bersih.

Demikian juga halnya dengan pemilihan warna pada tembok kantor.

Beberapa faktor pemilihan warna adalah: (Sukoco, 2007).

30

a. Kombinasi warna: kombinasi dari warna-warna primer-kuning, merah dan

biru menghasilkan warna sekunder.

b. Efek cahaya pada warna: karena berbagai jenis cahaya buatan mempunyai

spektrum yang berbeda, sistem pencahayaan yang digunakan pada kantor

juga memiliki efek yang signifikan terhadap pilihan warna. Sumber cahaya

hanya akan meningkatkan warna yang sesuai dengan spektrumnya.

c. Dampak dari warna: warna sering kali mempengaruhi perasaan. Warna

sejuk-biru, hijau dan violet menghasilkan perasaan yang tenang

melelahkan.

d. Nilai pemantulan pada warna: warna yang lebih terang memantulkan

presentase cahaya yang lebih besar daripada warna yang gelap. Beberapa

area perkantoran membutuhkan nilai pemantulan warna yang lebih terang

dibanding yang lain.

2.6.10 Prinsip Dalam Pemilihan Warna

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebelum memulai proses

perencanaan memilih warna ruang kantor, yaitu:

a. Penutup lantai.

Warna pada dinding dan atap hanya satu di antara beberapa aspek yang

berpengaruh dalam pemilihan warna pada ruang kantor. Warna yang

digunakan untuk menutup lantai juga sangat penting, dan menutup lantai

dengan karpet merupakan pilihan yang bagus. Beberapa manfaat dari

penggunaan karpet sebagai penutup lantai adalah:

1. Karpet dapat digunakan sebagai pengontrol suara (peredam suara)

2. Karpet lebih murah dalam perawatan dibandingkan penutup lantai

lainnya

3. Karpet jika dibandingkan dengan jenis penutup lantai lain, lebih

nyaman dan tidak terlalu melelahkan bagi pegawai yang berdiri

lama atau dalam melakukan pekerjaannya yang membutuhkan

frekuensi beraktivitas yang relatif tinggi di dalam kantor.

31

b. Penutup dinding.

Karpet juga menjadi pilihan favorit untuk menutup dinding karena nilai

estetikanya serta kemampuannya untuk menyerap suara. Karpet yang

digunakan pada dinding harus memiliki tingkat ketahanan api yang tinggi.

Karpet dengan bahan busa di belakangnya tidak direkomendasikan karena

dapat menimbulkan asap yang besar ketika terbakar.

c. Warna furniture.

Pemilihan warna furniture yang akan digunakan dalam ruang kantor juga

harus disesuaikan dengan kedua hal tersebut di atas. Pemilihan warna

furniture harus mempertimbangkan jangka waktu pemakaiannya. Ketika

memilih, nilai kekontrasan dan nilai pemantulan pada permukaan kerja

harus dipertimbangkan. Jika tidak, dikhawatirkan ketegangan mata

pegawai dan pelanggan yang mengunjungi kantor akan terjadi. Permukaan

furniture yang memantulkan cahaya harus dihindari jika sistem

pencahayaan yang akan digunakan menghasilkan pencahayaan yang cukup

besar.

2.7 Suara dan Udara

Tingkat kebisingan pada kantor merupakan faktor lingkungan yang harus

dipertimbangkan untuk mengelola tingkat produktifitas pegawai yang diinginkan.

Apabila tingkat kebisingan melampaui batas yang tidak diinginkan, beberapa

gangguan fisik dan psikologis terhadap mereka akan terjadi. Misalnya, tingkat

kebisingan yang terus menerus berlangsung dapat mengakibatkan kehilangan

pendengaran sementara atau permanen bagi pegawai, disamping mengakibatkan

kelelahan fisik dan mentalk sehingga mengurangi produktivitas mereka, serta

dapat pula menimbulkan keresahan, gangguan, dan ketegangan dengan

meningkatkan tekanan darah serta metabolisme tubuh, dan dalam waktu lama

dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius (Rahmawati, 2014).

2.7.1 Kontrol Suara pada Ruang Kantor

Beberapa teknik dapat digunakan dalam mengontrol kebisingan pada

ruang kantor antara lain:

32

1. Kontruksi yang sesuai jumlah kebisingan pada perkantoran dapat dikontrol

dengan menggunakan teknik kontruksi bangunan yang efektif. Terdapat

dua suara yang akan merambat di udara, yaitu suara yang merambat

melalui udara (disebut suara udara) atau melalui struktur bangunan.

Berikut adalah teknik konstruksi yang direkomendasikan untuk

mengurangi kebisingan yang tidak diinginkan.

a. Memasang jaringan yang terhubung dengan jaringan utama dari sistem

HVAC. Hal ini diharapkan akan mengurangi tingkat kebisingan yang

dihasilkan oleh sistem tersebut.

b. Penggunaan jendela dan pintu yang rapat dan memilki seal yang

terbuat dari karet, sehingga suara lebih dapat diredam dan tidak mudah

keluar dari ruangan.

c. Membangun udara diam pada beberapa struktur bangunan,

yaitudengan menempatkan ruang berongga sehingga suara dapat

teredam ke dalamnya. Hal ini akan mengurangi jumlah suara yang

merambat dari suatu ruangan ke ruangan lain.

d. Penggunaan material kontruksi yang dapat mengurangi kemungkinan

terjadinya getaran suara, seperti penggunaan kayu atau alumunium

pada jendela yang lebih empuk dibandingkan baja dan sebagainya.

2. Penggunaan material peredam suara: Peredaman suara diukur dengan

menggunakan NRC, yang kebanyakan materialnya mempunyai ukuran 50

sampai 95. Nilai 50 berarti 50 persen suara diredam oleh material tersebut.

Untuk tujuan meredam suara, material dengan nilai di bawah 75 kurang

efektif. Ada 3 kriteria yang dapat digunakan dalam memilih material yang

mampu menghasilkan peredaman suara yang optimal, antara lain:

a. Peredam yaitu tingkat suara yang dapat diredam oleh material.

Tingkat peredaman diukur oleh NRC.

b. Pemantulan tingkat pemantulan yang dimiliki material, yaitu suara

yang diserap dan dipantulkan kembali ke udara.

c. Isolasi tingkat material yang dapat menghalangi suara melewati

material tersebut. Isolasi suara dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti

kepadatan dan berat suara, serta ketebalan material yang akan

33

digunakan untuk meredam suara. Keseimbangan yang sesuai antara

pemantulan dan penyerapan suara dibutuhkan pada ruang kantor

tertentu untuk membantu mengurangi keberadaan silent voice pada

area kerja. Apabila tingkat kebisingan diprediksikan akan meningkat,

peredaman harus ditingkatkan dan pemantulan dikurangi. Material

dengan struktur keras besi, gelas, maupun plastik akan memantulkan

sebagian besar sura jika dibandingkan dengan penggunaan material

yang berkarakteristik lebih lembut, misalnya kayu dan spon.

3. Alat peredam suara: beberapa alat peredam suara sering digunakan untuk

mengontrol suara perkantoran. Alat peredam suara itu dapat diletakkan

pada beberapa mesin di perkantoran. Contohnya mesin tik manual atau

printer.

4. Masking: Metode ini melibatkan pencampuran suara kantor dengan suara

rendah yang tidak mengganggu. Juga dikenal dengan white noise, masking

hamping sama suara yang terdengar ketika suara melewati lorong atau

saluran.

2.7.2 Udara

Faktor lingkungan kantor lainnya yang dapat mempengaruhi kondisi fisik

dan psikologis pegawai adalah kondisi udara di dalam kantor. Jika diasumsikan

pegawai akan menghabiskan 90 persen jam kerjanya di dalam ruangan (kurang

lebih 2.500 jam per tahun), kualitas udara patut menjadi perhatian utama manajer

administrasi. Sebagian besar bangunan perkantoran saat ini memiliki udara yang

mengandung zat kimia dan biologi dari pada di luar ruangan. Hal ini disebabkan

oleh off-gas (bahan kimia yang dihasilkan oleh penuaan gedung maupun beberapa

alat perkantoran, misalnya furniture serta penutup lantai yang jarang dibersihkan).

Kondisi inilah yang akan menimbulkan sick building syndrome (sindrom gedung

sakit) dan menyebabkan pegawai mengalami kepusingan permanen jika mereka

menghirupnya dalam waktu yang relatif lama (Damato dan Richter,2003).

Beberapa faktor kualitas udara yang perlu diperhatikan adalah temperatur,

kelembaban, ventilasi, serta kebersihan udara antara lain:

34

1. Temperatur udara

Apabila di luar kantor sedang panas dengan temperatur 30o C, sebaiknya

temperatur diatur 26o C, dan apabila temperatur di luar sebesar 14

o C,

sebaiknya temperatur di dalam kantor diatur pada tingkat 18o C. Di masa

depan, energi matahari, tidak diragukan lagi akan menjadi sumber

pemanas utama dalam bangunan perkantoran di beberapa bagian dunia.

Tergantung pada lokasi geografi bangunan, energi matahari mungkin

dapat memberikan semua pemanasan yang dibutuhkan.

2. Tingkat kelembaban udara

Tingkat kelembaban udara dipengaruhi temperatur udara. Jika tingkat

kelembaban udara sesuai dengan skala yang direkomendasikan, maka

temperatur pada perkantoran dapat diturunkan pada musim dingin dan

dinaikkan pada musim panas tanpa mengurangi kenyamanannya.

3. Sirkulasi udara

Pada beberapa tempat kerja, terutama yang peralatannya

menghasilkan panas, harus disirkulasikan untuk menghasilkan

kenyamanan. Tanpa sirkulasi udara, temperatur udara sekitar akan

meningkat dan keberadaan off-gas, seperti yang dibahas sebelumnya, akan

semakin menetap di tempat yang sama dan mengakibatkan gangguan

pernafasan serta gangguan fisik lainnya pada pegawai.

4. Kebersihan udara

Alat yang didesain untuk membersihkan udara dipasang pada beberapa

bangunan perkantoran guna membersihkan udara dari kuman, debu, dan

kotoran. Sebagian besar AC yang dipasarkan pada saat ini telah dilengkapi

dengan alat tersebut. Cahaya ultraviolet digunakan untuk membunuh

kuman, serta filter mekanik digunakan untuk membuang debu serta

kotoran lain.

2.7.3 Musik

Musik dapat membantu meningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas

pegawai dengan menghilangkan rasa bosan dan monoton dalam melakukan

pekerjaan kantor. Musik memberikan efek menenangkan dari kelelahan mental

35

dan fisik serta mengurangi ketegangan. Tipe musik yang dimainkan akan

mempengaruhi produktivitas karyawan (Rahmawati, 2014).

2.8 Membangun Perkantoran Ramah Lingkungan

Membangun dan menciptakan perkantoran hijau yang ramah lingkungan

kini sudah menjadi suatu tuntutan. Perkantoran hijau (green office) adalah sistem

manajemen lingkungan (enviromental management system/EMS) yang praktis dan

sederhana dan dikembangkan khusus untuk kondisi perkantoran. Program kantor

hijau merupakan sarana pendidikan untuk menginspirasi karyawan dalam

menerapkan kebiasaan ramah lingkungan yang pada ujungnya akan membantu

menekan biaya perusahaan secara keseluruhan (Joga, 2014).

2.9 Konservasi Energi

Menurut UU No. 30/2007 tentang energy dan PP No. 70/2009 tentang

Konservasi energi, definisi konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana,

dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta

meningkatkan efisiensi pemanfaatannya. Keberhasilan penggunaan energi secara

efisien sangat dipengaruhi oleh perilaku, kebiasaan, kedisiplinan dan kesadaran

akan hemat energi. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah yang terencana

dan terorganisasi di seluruh organisasi untuk melaksanakan program penghematan

energi. Program ini perlu mendapatkan komitmen dan dukungan dari struktur

manajemen paling atas perusahaan.

Program ini menurut Quible (2001) dalam (Sukoco, 2007), terdiri dari

beberapa komponen, yaitu:

1. Komite Konservasi Energi

Pembetukan komite konservasi energi, yang biasa dikenal sebagai “komite

kantor hijau“, sering kali dibentuk oleh manajemen perusahaan sebagai

bentuk adanya komitmen dan dukungan manajemen terhadap program

tersebut. Aktivitas komite ini di antaranya melakukan penelitian tentang

penggunaan energi di kantor secara efisien dan merumuskan tujuan yang

ingin dicapai oleh program yang dimaksud. Agar berjalan dengan efektif,

36

komite ini harus memiliki wewenang untuk memastikan berjalannya

rekomendasi yang mereka berikan.

2. Penelitian Efisiensi Energi

Sebelum rencana konservasi dijalankan, perlu dilakukan penelitian yang

bertujuan untuk mengetahui area mana yang penggunaan energinya

berlebih, dan area mana yang perlu melaksanakan penghematan energi

beserta teknik yang direkomendasikan. Hasil penelitian ini akan

memberikan dasar bagi pengembangan tujuan konservasi, yaitu komponen

vital dari program konservasi energi.

3. Pengembangan Tujuan Konservasi Energi

Setelah penelitian dilakukan, tujuan konservasi dapat dikembangkan.

Setelah disetujui oleh komite, segala sesuatu harus dilakukan untuk

memastikan pencapaian tujuan yang ingin dicapai. Pengawasan periodik

harus dilakukan untuk menentukan perkembangannya dalam mencapai

tujuan. Apabila terdapat departemen yang kurang berhasil dalam mencapai

tujuan penghemata energi yang telah diharapkan dapat tercapai.

2.10 Kesehatan Bangunan Gedung

Pengertian sehat menurut WHO adalah keadaan yg meliputi kesehatan

fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya berarti suatu keadaan yang bebas dari

penyakit dan kecacatan. Sedangkan menurut UU No 23 / 1992 Tentang kesehatan

keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang

hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pengertian Lingkungan Menurut

Riyadi (1976) adalah tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana

organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung

maupun tidak dapat diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun

kesehatan dari organisme itu.

Terdapat beberapa pendapat tentang pengertian Kesehatan Lingkungan

sebagai berikut:

1. Pengertian Kesehatan Lingkungan Menurut World Health Organisation

(WHO) pengertian Kesehatan Lingkungan: “Suatu keseimbangan ekologi

37

yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin

keadaan sehat dari manusia.”

2. Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia)

“Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi

yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung

tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.”

3. Jika disimpulkan Pengertian Kesehatan Lingkungan adalah “ Upaya

perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan

menuju keseimbangan ekologi pada tingkat kesejahteraan manusia yang

semakin meningkat.”

2.10.1 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan

Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan

hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan

dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap

timbulnya masalah kesehatan masyarakat. Ruang lingkup kesehatan lingkungan

adalah:

a. Menurut WHO

Menurut WHO ruang lingkupkesehatan lingkungan antara lain:

penyediaan air minum, pengelolaan air buangan dan pengendalian

pencemaran, pembuangan sampah padat, pengendalian vektor,

pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia,

higiene makanan termasuk higiene susu, pengendalian pencemaran udara,

pengendalian radiasi, kesehatan kerja, pengendalian kebisingan,

perumahan dan pemukiman, aspek kesling dan transportasi udara,

perencanaan daerah dan perkotaan, pencegahan kecelakaan, rekreasi

umum dan pariwisata, tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan

dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk,

tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

b. Menurut UU No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan (Pasal 22 ayat 3),

ruang lingkup kesehatan lingkungan sebagai berikut:

38

Penyehatan air dan udara, pengamanan limbah padat/sampah, pengamanan

limbah cair, pengamanan limbah gas, pengamanan radiasi, pengamanan

kebisingan, pengamanan vektor penyakit, penyehatan dan pengamanan

lainnya: Misalnya pasca bencana.

Menurut Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan,

Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan

yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap

orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan sehat

tersebut antara lain mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat

rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.

2.10.2 Persyaratan Kesehatan Bangunan

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, persyaratan kesehatan

bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasl 16 ayat (1) meliputi:

1. Sistem penghawaan merupakan kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara

yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui bukaan dan/atau

ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan.

2. Sistem pencahayaan merupakan kebutuhan pencahayaan yang harus

disediakan pada bangunan gedung melalui pencahayaan alami dan/atau

pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat.

3. Sistem sanitasi merupakan kebutuhan sanitasi yang harus disediakan di

dalam dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih,

pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta

penyaluran air hujan.

2.11 Keselamatan

Kata “Keselamatan” berasal dari bahasa Yunani yaitu “sozo” yang

artinya: menyelamatkan, membebaskan, melestarikan, menyembuhkan. Dan

dalam kaitannya dengan manusia berarti “menyembuhkan dari kematian atau

mempertahankan hidup”. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

bangunan gedung dijelaskan bahwa:

39

1. Persyaratan bangunan gedung meliputi persyaratan kemampuan gedung

untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung

dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.

2. Persyaratan kemampuan gedung dalam menahan beban muatan

merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh

dalam mendukung beban muatan. Gedung harus mampu menahan

pembebanan maksimum, yaitu beban muatan hidup dan beban muatan

mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung

beban muatan yang timbul akibat perilaku alam.

3. Kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap

bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif.

Proteksi aktif yang dimaksud adalah kemampuan stabilitas struktur dan

elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta

proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan

menjalarnya api dan asap kebakaran. Proteksi aktif adalah kemampuan

peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran, pengendalian

asap, dan sarana penyelamatan kebakaran.

4. Kemampuan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya petir

melalui sistem penangkal petir. Kemampuan gedung untuk melindungi

semua bagian bangunan gedung, termasuk manusia di dalamnya terhadap

bahaya sambaran petir. Sistem penangkal petir merupakan instalasi

penangkal petir yang harus dipasang pada setiap bangunan gedung yang

karena letak, sifat geografis, bentuk, dan penggunaanya mempunyai resiko

terkena sambaran petir.

2.11.1 Pemadam Kebakaran

Untuk mengatasi kebakaran pada bangunan, perlu dilihat fungsi dan jenis

tipologi gedungnya, karena gedung bertingkat satu berbeda dengan bertingkat

banyak, terlebih bertingkat tinggi atau pencakar langit. Juga bangunan untuk

kepentingan umum (publik) berbeda dengan bangunan hunian (privat). Daerah

yang peka terhadap air, tentu berbeda dengan tidak dalam penanganannya. Untuk

itu, perlu pembedaan alat pendeteksi titik api (smoke detector), pemancar air

40

(sprinklers), dan dengan hallon gas untuk daerah yang riskan kena air (Laksito,

2014).

2.11.2 Penangkal Petir

Seperti seringkali terjadi pada daerah tertentu, petir menyambar bangunan

dan menimbulkan kerusakan pada komputer dan alat-alat elektronik lain seperti

kulkas, radio, TV, dan sebagainya. Untuk itu, pada bangunan tinggi yang ada di

daerah hunian penghasil petir, perlu disediakan penangkal petir. Ada banyak jenis

penangkal petir dari produk pabrikan yang dapat ditemui di pasar dan dapat

dipergunakan, seperti dari tembaga dan dari bahan radio aktif yang mempunyai

jangkauan luas. Penangkal petir dipasang pada mahkota bangunan dan sisi

samping pada bangunan (Laksito, 2014).

2.12.3 Keselamatan Kerja

Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya

pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan

banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk

investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa

yang akan datang. Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi

dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar

pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif

dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang

diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-

penyakit umum.

Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan.

Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :

a. Sasarannya adalah manusia

b. Bersifat medis.

Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,

mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan

kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan

lingkungan dan pekerjaannya.

41

Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat

tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan

kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan

lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit

serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Keselamatan kerja adalah

keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses

pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara

melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).

Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :

a. Sasarannya adalah lingkungan kerja

b. Bersifat teknik.

Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja bermacam-macam ada

yang menyebutnya higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hyperkes) dan ada

yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal occupational safety and

health.

Keselamatan kerja atau occupational safety, dalam istilah sehari hari

sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran

dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun

rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil

budaya dan karyanya.

Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya

dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat

kerja.

2.12 Upaya Pencegahan Sick Building Syndrome

Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya SBS.

Beberapa upaya penting yang dapat dilakukan antara lain (Arifin, 2014).

Pencegahan SBS harus dimulai sejak perencanaan sebuah gedung untuk pekerjaan

atau kegiatan tertentu, penggunaan bahan bangunan mulai pondasi bangunan,

dinding, lantai, penyekat ruangan, bahan perekat (lem) dan cat dinding yang

dipergunakan, tata letak peralatan yang mengisi ruangan sampai operasional

peralatan tersebut.

Perlu kewaspadaan dalam penggunaan dalam bahan bangunan terutama

yang berasal dari hasil tambang, termasuk asbes. Bahan-bahan polutan sebaiknya

diletakkan di dalam ruangan-ruangan khusus yang berventilasi dan di luar area

42

kerja. Peningkatan sirkulasi udara seringkali menjadi upaya yang sangat efektif

untuk mengurangi polusi di dalam ruangan. Dalam kondisi tertentu, yaitu

konsentrasi polutan sangat tinggi, dapat diupayakan dengan ventilasi pompa

keluar. Karpet, yang dipergunakan untuk pelapis dinding maupun lantai, secara

rutin perlu dibersihkan dengan penyedot debu dan apabila dianggap perlu dalam

jangka waktu tertentu dilakukan pencucian. Demikian pula pembersihan AC

secara rutin harus selalu dilakukan.

Tata letak peralatan elektronik memegang peranan penting. Tata letak

yang terkait dengan jarak pajanan peralatan penghasil radiasi elektromagnetik ini

tidak hanya dipandang dari segi ergonomic, tetapi juga kemungkinan perannya

memberikan andil dalam menimbulkan SBS. Pendidikan dan komunikasi

merupakan bagian penting dari program pengelolaan kualitas udara, dalam hal ini

terutama kualitas udara di dalam ruangan. Para penghuni maupun pemelihara

gedung harus benar-benar mengerti masalah yang ada dan saling berkomunikasi,

sehingga dapat saling bekerja sama secara efektif untuk mencegah SBS.

Kebutuhan penghuni ruangan untuk merokok tidak dapat dihindari. Perlu

disediakan ruangan khusus yang berventilasi cukup, jika tidak memungkinkan

untuk meninggalkan gedung. Hal ini untuk mencegah kumulasi asap rokok yang

mempunyai andil dalam menimbulkan SBS.