bab ii tinjauan pustaka 2.1 pendahuluan ii.pdf · kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Definisi lingkungan menurut Undang-Undang No. 23 Tahun1997 adalah
kesatuan ruang dengan semua benda dan perilakunya, yang memengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Dalam definisi tersebut terdapat unsur makhluk hidup, yaitu manusia, di mana
peran aktif manusia dapat menjadikan lingkungan hidup seperti apa yang
diinginkan.
Bumi yang dihuni manusia menyediakan berbagai jenis makanan dan
sumber kebutuhan untuk hidup berbagai spesies. Namun, sisi dasar manusia tidak
cukup hanya memenuhi kebutuhannya saja, tetapi juga ingin meningkatkan
kenyamanan hidupnya. Sumber daya alam yang tersedia merupakan salah satu
modal pembangunan. Oleh sebab itu pemanfaatannya harus memperhatikan
keberkelanjutan dan tidak dengan cara merusak. Cara-cara yang dipergunakan
harus dipilih secara tepat agar tetap memelihara sumber daya alam tersebut
sehingga makin besar manfaatnya untuk pembangunan di masa datang (Ervianto,
2012).
Pembangunan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan
meningkatkan kesejahteraan manusia tidak terlepas dari penggunaan berbagai
jenis sumber daya alam. Eksploitasi sumber daya alam yang tidak memerhatikan
kemampuan dan daya dukung lingkungan dapat mengakibatkan merosotnya
kualitas lingkungan. Sektor konstruksi merupakan penyumbang pertumbuhan
ekonomi suatu negara, tetapi dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan konstruksi
terhadap lingkungan sangat besar.
Bangunan gedung dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 adalah
wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah
dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik
6
untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan
sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Bangunan gedung sebagai tempat
manusia melakukan kegiatan yang mempunyai peranan dalam pembentukaan
watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia.
Tabel 2.1 Data jumlah gedung dari tahun 2002 sampai 2007
Tahun Jumlah Gedung
2002 73
2003 94
2004 70
2005 146
2006 130
2007 112
Sumber:Badan Pusat Statistik Kota Denpasar
2.2 Sick Building Syndrome
Sick building syndrome (SBS) atau Building related illness (BRI) adalah
situasi dimana penghuni gedung mengeluhkan permasalahan kesehatan,
keselamatan dan kenyamanan yang akut dalam suatu gedung selama mereka
berada di dalam gedung tersebut dan secara berangsur menghilang setelah mereka
meninggalkan gedung. Fenomena ini sering terjadi, tetapi kurang disadari oleh
kebanyakan orang. SBS terdiri dari sekumpulan gejala iritasi kulit dan gejala
lainnya terkait dengan gedung sebagai tempat kerja, penyebabnya adalah gedung
yang tidak terawat dengan baik (Hedge, 2003).
Istilah Sick Building Syndrome pertama kali dikenalkan oleh para ahli di
negara Skandinavia di awal tahun 1980-an, karena sindrom ini umumnya
dijumpai dalam ruangan gedung-gedung pencakar langit (O. Bruce Dickerson,
1988). Namun dari penelitian tahun 1978-1988 oleh NIOSH ditemukan pada
gedung-gedung biasa dengan karakteristik kualitas udara yang buruk (NIOSH,
1998).
7
Berbagai keluhan dan gejala yang timbul pada saat seseorang berada di
dalam gedung dan kondisi membaik setelah tidak berada di dalam gedung, besar
kemungkinan karena menderita “sick building syndrome” atau “sindrom gedung
sakit”. Kasus-kasus SBS memang tidak menunjukkan gejala-gejala yang khas dan
secara obyektif tidak dapat diukur. Keluhan dan tanda berupa sakit kepala, lesu,
iritasi mata maupun kulit serta berbagai problema pernafasan, seringkali sulit
diperoleh penyebab yang nyata dan kadang-kadang dihubungkan dengan SBS
apabila terdapat riwayat tinggal di gedung dengan kualitas ruangan yang buruk
Istilah SBS sudah digunakan lebih dari 20 tahun tanpa definisi yang jelas.
Umumnya gejala dan keluhan SBS tidak cukup spesifik bahkan biasanya tidak
dianggap serius. Penyakit akibat lingkungan semakin hari semakin menimbulkan
problem kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah
standar (Anies, 2004). Kualitas udara, ventilasi, pencahayaan serta penggunaan
berbagai bahan kimia di dalam gedung, merupakan penyebab yang sangat
potensial bagi timbulnya SBS (Hedge, 2003). Kondisi semakin buruk jika gedung
yang bersangkutan menggunakan air-conditioned (AC) yang tidak terawat dengan
baik (Slamet, 2002). Namun, selain karena penyebab yang bersumber pada
lingkungan, ternyata keluhan-keluhan pada SBS juga dipengaruhi oleh faktor-
faktor di luar lingkungan, seperti problem pribadi, pekerjaan dan psikologis yang
dianggap mempengaruhi kepekaan seseorang terhadap SBS (Hedge, 2003).
Pada hakikatnya, SBS merupakan problem kesehatan yang unik dan
khusus serta dipandang cukup penting. Upaya untuk mengatasi SBS harus selalu
dilakukan oleh para pengelola gedung, hotel, perkantoran maupun perumahan.
Upaya ini mestinya dilakukan sejak tahap perencanaan, konstruksi maupun
operasional. SBS menurut Slamet (2002) adalah gejala-gejala gangguan
kesehatan, umumnya berkaitan dengan saluran pernafasan. Sekumpulan gejala ini
dihadapi oleh orang yang bekerja di gedung atau di rumah yang ventilasinya tidak
direncanakan dengan baik.
8
Gambar 2.1 Gejala Sick Building Syndrome (SBS)
Sumber: http://nymaspramana.blogspot.com/2012/12/sick-building-
syndrome.html
Banyak kasus SBS menunjukkan gejala-gejala yang tidak jelas secara klinis,
sehingga tidak dapat diukur. Sebagian besar penderita adalah para pekerja rutin di
gedung-gedung (WHO, 1983). Meskipun keluhan dan tanda yang dikemukakan
oleh para penderita bersifat kronis dan mencapai 80% dari pekerja dilaporkan
menderita SBS, tetapi seringkali tidak ditemukan polusi yang jelas. Para penghuni
gedung yang tidak sehat ini umumnya mengalami gejala-gejala SBS yang
bervariasi. Gejala-gejala tersebut meliputi sakit kepala, pusing, mual, iritasi pada
mata, hidung maupun tenggorokan yang disertai dengan batuk kering. Gejala khas
pada kulit, berupa kulit kering dan gatal-gatal. Keluhan SBS yang sering
dikemukakan antara lain kelelahan, peka terhadap bau yang tidak sedap serta sulit
berkonsentrasi (Hedge, 2003).
Lingkungan bekerja perkantoran biasanya berbeda dari lingkungan kerja di
pabrik. Perkantoran menangani kegiatan administrasi atau merangkap kegiatan
pelayanan jasa kepada masyarakat umum, sedangkan pada pabrik menangani
produksi barang atau komoditi. Umumnya lingkungan kerja administrasi lebih
baik daripada pekerjaan produksi. Hal ini karena adanya anggapan bahwa
pekerjaan administrasi dan jasa lebih menggunakan pikiran dinilai lebih berat
daripada pekerjaan produksi yang menggunakan kekuatan fisik. Dengan demikian
9
para eksekutif yang menangani administrasi dan jasa memerlukan tempat yang
nyaman untuk meningkatkan produktivitas kerja.
2.3 Penyebab Sick Building Syndrome
Berdasarkan penelitian NIOSH pada kurun waktu tahun 1978 sampai
dengan 1988, diperoleh hasil adanya karakteristik kualitas udara yang buruk pada
gedung-gedung. Selanjutnya EPA mendefinisikan sindrom gedung sakit
merupakan istilah untuk menguraikan situasi dimana penghuni gedung atau
bangunan mengalami gangguan kesehatan akut dan efek timbul saat berada dalam
suatu bangunan, tetapi tidak ada penyebab yang spesifik.
Istilah SBS menurut Aditama (2002), mempunyai maksud yaitu:
1. Kumpulan gejala (sindrom) yang dikeluhkan seseorang atau kelompok
orang meliputi perasaan-perasaan tidak spesifik yang mengganggu
kesehatan berkaitan dengan kondisi gedung tertentu.
2. Kondisi gedung tertentu berkaitan dengan keluhan atau gangguan
kesehatan tidak spesifik yang dialami penghuninya, sehingga dikatakan
gedung yang sakit.
Beberapa keluhan atau gejala SBS menurut Aditama (2002), terbagi dalam
tujuh kategori antara lain:
1. Iritasi selaput lendir, seperti iritasi mata, pedih, merah dan berair.
2. Iritasi hidung, seperti iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, bersin,
batuk kering.
3. Gangguan neurotoksik (gangguan saraf/gangguan kesehatan secara
umum), seperti sakit kepala, lemah, capek, mudah tersinggung, sulit
berkonsentrasi.
4. Gangguan paru dan pernafasan, seperti batuk, nafas bunyi, sesak nafas,
rasa berat di dada.
5. Gangguan kulit, seperti kulit kering, kulit gatal.
6. Gangguan saluran cerna, seperti diare.
7. Gangguan lain seperti gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, dll.
10
Sedangkan penyebab SBS meurut EPA (1968), sebagai berikut:
1. Ventilasi tidak cukup
Standar ventilasi pada sebuah gedung yaitu kira-kira 15 kaki berbentuk
kubus sehingga udara keluar dapat masuk dan menyegarkan penghuni di
dalamnya tidak semata-mata untuk melemahkan dan memindahkan bau.
Dengan ventilasi yang tidak cukup, maka proses pengaturan suhu tidak
secara efektif mendistribusikan udara pada penghuni ruangan sehingga
menjadi faktor pemicu timbulnya SBS.
2. Zat pencemar kimia bersumber dari dalam ruangan
Polusi udara dalam ruangan bersumber dari dalam ruangan itu sendiri,
seperti bahan pembersih karpet, mesin foto copy, tembakau, dan termasuk
formaldehid dan triplek.
3. Zat pencemar kimia bersumber dari luar gedung
Udara luar yang masuk pada suatu bangunan bisa merupakan suatu sumber
polusi udara dalam gedung, seperti pengotor dari kendaraan bermotor, dan
semua bentuk partikel baik padat maupun cair yang dapat masuk melalui
lubang angin atau jendela dekat sumber polutan. Bahan-bahan polutan
yang mungkin ada dalam ruangan dapat berupa gas karbon monoksida,
nitrogen dioksida, dan berbagai bahan organik lainnya bersumber dari luar
gedung. Karbon monoksida dapat timbul pada berbagai proses
pembakaran, seperti pemanas ruangan. Gas CO juga dapat masuk ke
dalam ruangan melalui asap mobil dan kendaraan lain yang lalu lalang di
luar suatu gedung. Kadar CO yang tinggi akan berakibat buruk pada
jantung dan otak. Nitrogen oksida juga dapat keluar pada proses memasak
dengan kompor gas. Gas ini dapat menimbulkan kerusakan di saluran
nafas di dalam paru.
4. Zat pencemar biologi
Bakteri, virus dan jamur adalah jenis pencemar biologi yang berkumpul di
dalam pipa saluran udara dan alat pelembab udara, serta dari alat
pembersih karpet. Mikroorganisme yang berasal dari dalam ruangan
contohnya adalah bakteri dan jamur.
11
Menurut Hedge (2003), SBS merupakan kategori penyakit umum yang
berkaitan dengan beberapa aspek fisik sebuah gedung dan selalu berhubungan
dengan sistem ventilasi. Sementara menurut Soemirat (2002), SBS merupakan
gejala-gejala gangguan kesehatan, umumnya berkaitan dengan saluran
pernapasan. Sekumpulan gejala ini dihadapi oleh orang yang bekerja di gedung
atau di rumah yang ventilasinya tidak direncanakan dengan baik.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Sick Building Syndrome
Faktor yang dapat menimbulkan SBS sangat bervariasi. Paling dominan
adalah gedung atau bangunan itu sendiri, di samping polutan-polutan lingkungan
yang spesifik. Namun faktor-faktor yang bersifat individual seperti jenis kelamin
wanita, riwayat alergi, stress emosional yang terkait dengan pekerjaan,
memberikan andil bagi timbulnya SBS (Anies, 2004). Fenomena SBS berkaitan
dengan faktor bangunan atau kondisi gedung itu sendiri, terutama rendahnya
kualitas udara ruangan. Menurut Aditama (2002), berbagai bahan pencemar
(kontaminan) dapat mengganggu lingkungan udara dalam gedung (indoor air
environment) melalui empat mekanisme utama, yaitu:
1. Gangguan sistem kekebalan tubuh (imunologik).
2. Terjadinya infeksi.
3. Bahan pencemar yang bersifat racun (toksik).
4. Bahan pencemar yang mengiritasi dan menimbulkan gangguan kesehatan.
Gangguan sistem kekebalan tubuh dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi.
Konsumsi zat gizi yang baik akan memperbaiki status gizi, sehingga
meningkatkan ketahanan fisik dan meningkatkan produktivitas kerja, di samping
membantu mengurangi infeksi (Depkes RI, 1990). Sedangkan bahan kimia yang
bersifat racun (toksik) lebih banyak diserap oleh usia tua (Frank C. Lu, 1995).
Biasanya sulit untuk menemukan suatu penyebab tunggal dari SBS.
Sebagai berikut faktor-faktor individu yang mempengaruhi timbulnya SBS
antara lain sebagai berikut:
a. Umur
Karakteristik pekerja yang berhubungan dengan SBS salah satunya adalah
umur. Pemaparan pada suatu zat yang bersifat toksik akan menimbulkan
12
dampak yang lebih serius pada mereka yang berusia tua daripada yang
berusia lebih muda dengan kata lain udara yang buruk lebih mudah
mempengaruhi kekebalan orang usia tua (Frank C.Lu, 1995). Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh NIOSH tahun 1980 menyatakan bahwa
umur diatas 40 tahun berhubungan dengan peningkatan kejadian SBS
karena umur berkaitan dengan daya tahan tubuh. Semakin tua umur
seseorang maka semakin menurun pula daya tahan tubuhnya (Apte, 2005).
b. Jenis kelamin
Wanita memiliki risiko mengalami gejala SBS lebih besar yaitu sebanyak
35% dibandingkan dengan laki-laki. Biasanya wanita lebih mudah lelah
dan lebih berisiko dibanding pria. Hal tersebut dikarenakan ukuran tubuh
dan kekuatan otot tenaga kerja wanita relatif kurang dibanding pria, secara
biologis wanita mengalami siklus haid, kehamilan dan menopause, dan
secara sosial, kultural, yaitu akibat kedudukan sebagai ibu dalam rumah
tangga dan tradisi sebagai pencerminan kebudayaan (Suma’mur PK, 1996)
c. Masa kerja
Pekerja yang masa kerjanya lebih lama berisiko mengalami SBS lebih
banyak sebesar 30% dibandingkan yang masa kerjanya baru sebanyak
17% (Hartoyo, 2009). Semakin lama seseorang bekerja semakin berisiko
daripada yang lebih sedikit masa kerjanya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ilmu
kesehatan, hanya ditemukan satu komponen penyebab terjadinya SBS yaitu dari
komponen kesehatan saja, di mana komponen tersebut selalu berkaitan dengan
sistem sirkulasi udara dan pernapasan. Padahal jika dilihat dari sudut pandang
ilmu teknik, kita bisa mendapatkan tiga komponen dasar dalam SBS, yaitu
kenyamanan, kesehatan, dan keselamatan yang saling berkaitan satu sama lain.
berikut ini ditampilkan bagan komponen dalam SBS pada Gambar 2.1.
13
Gambar 2.2 Komponen dasar dalam SBS
Sesungguhnya, pertimbangan segi kesehatan pada perencanaan bangunan
gedung sudah ada Undang-Undangnya, yaitu UU No. 28 Tahun 2002. Undang-
Undang ini mengharuskan adanya perpaduan atau pengintegrasian segi kesehatan
dan lingkungan kedalam segi rancang bangun (engineering), supaya resiko
kesehatan penghuni bangunan dapat dihilangkan atau paling tidak diminimalkan.
Kesalahan pemilihan material atau bahan bangunan adalah faktor yang vital
karena dapat meracuni penghuni bangunan.
Selain faktor di atas, masalah lingkunganpun mempengaruhi dan
menyebabkan sindrom ini. Udara tidak bersih yang disebabkan oleh polusi asap
kendaraan bermotor, pabrik, dan dapur, pencahayaan yang tidak baik, semua itu
berkaitan erat dengan sistem tata ruang. Saat desain belum terbangun, memang
belum terasa akibat dari kesalahan desain tersebut. Namun, setelah bangunan
ditempati, maka akan mulai terasa ketidaknyamanan saat berada dalam bangunan
tersebut. Faktor berikutnya adalah kualitas pelaksanaan kosntruksi, yang dinilai
dari spesifikasi pelaksanaan terhadap gambar, penggunaan mutu material yang
kurang dari standar yang telah ditentukan.
kenyamanan
kesehatan
keselamatan
14
2.5 Kenyamanan
2.5.1. Pengertian Kenyamanan
Konsep tentang kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan
karena lebih merupakan penilaian responsif individu. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, nyaman adalah segar; sehat sedangkan kenyamanan adalah
keadaan nyaman; kesegaran; kesejukan. Kenyamanan adalah suatu keadaan telah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang bersifat individual dan holistik.
Dengan terpenuhinya kenyamanan dapat menyebabkan perasaan sejahtera pada
individu tersebut.
Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif
seseorang terhadap lingkungannya. Manusia menilai lingkungannya berdasarkan
rangsangan yang masuk ke dalam dirinya melalui keenam indra dan rangsangan
syaraf yang dicerna otak. Dalam hal ini yang terlibat tidak hanya masalah fisik
biologis, namun juga perasaan, suara, cahaya, bau, suhu, dan lain-lain.
Rangsangan ditangkap oleh otak kemudian diolah lalu otak memberikan penilaian
apakah keadaan tersebut nyaman atau tidak (Satwiko, 2009).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kenyamanan adalah
suatu kontinum perasaan dari paling nyaman sampai paling tidak nyaman yang
dinilai berdasarkan persepsi masing-masing individu pada suatu hal yang dimana
nyaman pada individu tertentu mungkin berbeda pada individu lain.
2.5.2 Kriteria Pokok Dalam Kenyamanan
1. Kenyaman spasial
Kata spasial berasal dari kata space, dalam arsitektur secara sederhana
diartikan sebagai ruang. Maka kenyamanan spasial adalah kenyamanan
ruang yang dapat diartikan pula dengan kemudahan pergerakan individu.
2. Kenyamanan udara dalam ruang (thermal)
keseimbangan antara suhu tubuh manusia dengan suhu tubuh sekitarnya.
3. Kenyamanan visual
Berkaitan dengan standar pencahayaan dan standar silau yang diijinkan.
15
4. Kenyamanan akustik
Kenyamanan yang berkaitan dengan bunyi.
2.5.3 Aspek dalam Kenyamanan
Menurut Kolcaba (2010) ada 4 aspek dalam kenyamanan, yaitu:
1. Kenyamanan fisik berkenaan dengan sensasi tubuh yang dirasakan oleh
individu sendiri.
2. Kenyamanan psikospiritual berkenaan dengan kesadaran internal diri,
yang meliputi konsep diri, harga diri, makna kehidupan.
3. Kenyamanan lingkungan berkenaan dengan lingkungan, kondisi dan
pengaruh dari luar kepada manusia seperti temperatur, warna suhu,
pencahayaan, suara, dan lain-lain.
4. Kenyamanan sosial skultural berkenaan dengan hubungan interpersonal,
keluarga dan sosial atau masyarakat (keuangan, perawatan kesehatan
individu, kegiatan religius, serta tradisi keluarga).
2.5.4 Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung
Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 ada beberapa persyaratan
kenyamanan dalam bangunan gedung, yaitu:
1. Kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan ruang gerak dan
hubungan antarruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat
getaran dan tingkat kebisingan.
2. Kenyamanan ruang gerak merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh
dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan kenyamanan
bergerak dalam ruangan.
3. Kenyamanan hubungan antarruang merupakan tingkat kenyamanan yang
diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antar ruang dalam bangunan
gedung.
4. Kenyamanan kondisi udara merupakan tingkat kenyamanan yang
diperoleh dari temperatur dan kelembaban di dalam ruang untuk
terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
16
5. Kenyamanan pandangan merupakan kondisi dimana hak pribadi orang
dalam melaksanakan kegiatan di dalam bangunan gedungnya tidak
terganggu dari bangunan gedung lainnya.
6. Kenyamanan tingkat getaran dan kebisingan merupakan tingkat
kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang tidak
mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleh
getaran dan/atau kebisingan yang timbul baik dari dalam bangunan gedung
maupun lingkungannya.
2.5.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kenyamanan
Menurut Hakim (2006) dan GBCI (2010) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kenyamanan antara lain:
1. Sirkulasi
Kenyamanan dapat berkurang karena sirkulasi yang kurang baik, seperti
tidak adanya pembagian ruang yang jelas untuk sirkulasi manusia dan
kendaraan bermotor, atau tidak ada pembagian sirkulasi antar ruang satu
dengan yang lainnya.
2. Daya alam atau iklim
Segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia dan kondisi rata-rata cuaca
berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi.
a) Radiasi matahari
Dapat mengurangi kenyamanan pada siang hari sehingga
diperlukan peneduh.
b) Angin
Perlu memperhatikan arah angin dalam menata ruang sehingga
tercipta pergerakan angin mikro yang sejuk dan memberikan
kenyamanan.
c) Curah hujan
Faktor curah hujan sering menimbulkan gangguan pada aktivitas
manusia di ruang luar sehingga perlu disediakan tempat berteduh
apabila terjadi hujan.
17
d) Temperatur
Jika temperatur ruang sangat rendah maka temperatur permukaan
kulit akan menurun dan sebaliknya jika temperatur dalam ruang
tinggi akan mengalami kenaikan pula. Pengaruhnya temperatur
yang terlalu dingin akan mempengaruhi gairah kerja dan
temperatur yang terlampau panas dapat membuat kelelahan dalam
bekerja dan cenderung banyak membuat kesalahan.
3. Kebisingan
Pada daerah yang padat seperti perkantoran atau industri, kebisingan
adalah satu masalah pokok yang mengganggu kenyamanan para pekerja
yang berada di sekitarnya.
4. Aroma atau bau-bauan
Jika ruang kerja dekat dengan tempat pembuangan sampah maka bau yang
tidak sedap akan tercium oleh orang yang melaluinya. Hal tersebut dapat
diatasi dengan memindahkan sumber bau tersebut ke tempat yang tertutup
pandangan visual serta terhalangi oleh tanaman pepohonan ataupun
semak.
5. Bentuk bangunan
Bentuk dari sebuah bangunan harus disesuaikan dengan ukuran standar
manusia agar dapat menimbulkan rasa nyaman.
6. Keamanan
Keamanan merupakan hal terpenting, karena ini dapat mengganggu dan
menghambat aktivitas yang dilakukan. Keamanan bukan saja berarti dari
segi kejahatan (kriminal), tapi juga termasuk kekuatan/keandalan
konstruksi, bentuk ruang, dan kejelasan fungsi.
7. Kebersihan
Sesuatu yang bersih selain menambah daya tarik lokasi, juga menambah
rasa nyaman karena bebas dari kotoran sampah atupun bau-bauan yang
tidak sedap.
8. Keindahan
Keindahan merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam kenyamanan
karena mencakup masalah kepuasan batin dan panca indra. Untuk menilai
18
keindahan cukup sulit karena setiap orang memiliki persepsi yang berbeda
untuk menyatakan sesuatu itu adalah indah.
9. Penerangan
Untuk memperoleh penerangan yang baik dalam ruangan perlu
memperhatikan beberapa hal yaitu cahaya alami, kuat penerangan, kualitas
cahaya, daya penerangan, pemilihan dan perletakan lampu.
2.5.6 Keandalan Konstruksi
Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi setiap bangunan gedung
adalah persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan
teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan
keandalan bangunan gedung. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang bangunan gedung. Yang di dalamnya berisi persyaratan
keandalan bangunan gedung yang meliputi:
1. Persyaratan keselamatan
Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi persyaratan
kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan.
Kemampuan bangunan gedung untuk menahan muatannya merupakan
kemampuan struktur bangunan yang stabil dan kukuh dalam mendukung
beban muatan.
2. Persyaratan kesehatan
Persyaratan sistem tata udara, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan
bahan bangunan gedung.
3. Persyaratan kenyamanan
Meliputi kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi
udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran.
4. Persyaratan kemudahan
Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di
dalam bangunan gedung serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam
pemanfaatan bangunan gedung.
19
2.5.7 Bangunan Ramah Lingkungan
Bangunan dapat dikategorikan sebagai bangunan ramah lingkungan
apabila memenuhi kriteria antara lain (Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 8 Tahun 2010):
1. Menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan yang antara lain
meliputi: (a) material bangunan yang bersifat eco-label; (b) material
bangunan lokal
2. Terdapat fasilitas sarana dan prasarana untuk konservasi sumber daya air
dalam bangunan gedung, antara lain: (a) mempunyai sistem pemanfaatan
air yang dapat dikuantifikasi; (b) menggunakan sumber air yag
memperhatikan konservasi sumber daya air; (c) mempunyai sistem
pemanfaatan air hujan.
3. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana konservasi dan diversifikasi
energi antara lain: (a) menggunakan sumber energi alternatif terbarukan
yang rendah emisi gas rumah kaca; (b) menggunakan sistem pencahayaan
dan pengkondisian udara buatan yang hemat energi.
4. Menggunakan bahan yang bukan perusak ozon dalam bangunan gedung,
antara lain; (a) refrigran untuk pendingin udara yang bukan bahan perusak
ozon; (b) melengkapi bangunan gedung dengan peralatan pemadam
kebakaran yang tidak menggunakan bahan perusak ozon.
5. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana pengelolaan air limbah domestik
pada bangunan gedung.
6. Terdapat fasilitas pemilahan sampah.
7. Memperhatikan aspek kesehatan bagi penghuni bangunan, antara lain: (a)
melakukan pengelolaan sistem sirkulasi udara bersih; (b) memaksimalkan
penggunaan sinar matahari.
8. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk mengantisipasi bencana.
2.5.8 Ruang Terbuka Hijau
Ada beberapa definisi yang menjelaskan tentang apa yang dimaksud
dengan ruang terbuka hijau ini, yang dikemukakan oleh para pakar. Menurut
Roger Trancik, seorang pakar dibidang Urban Design, ruang terbuka hijau adalah
20
ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun di dalam kota,
dalam bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau. Sementara
menurut Rooden Van FC dalam Grove dan Gresswell (1983), ruang terbuka hijau
adalah fasilitas yang memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan kualitas
lingkungan permukiman, dan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam
kegiatan rekreasi.
Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan definisi tentang ruang terbuka
hijau ini dengan istilah ruang terbuka hijau kawasan perkotaan atau RTHKP. Jika
mengacu pada Peraturan Mendagri No.1 tahun 2007 tentang penataan ruang
terbuka hijau kawasan perkotaan ini, maka pengertian ruang terbuka hijau adalah
bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan
tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan
estetika. Ruang terbuka hijau itu sendiri terbagi atas dua jenis, yaitu RTHKP
Publik dan RTHKP Privat. RTHKP Publik adalah RTHKP yang penyediaan dan
pemeliharaannya menjadi tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Sementara
RTHKP Privat adalah RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi
tanggungjawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang
dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota,
kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi.
2.5.9 Tata Letak Bangunan
Tata letak bangunan memang suatu hal yang seharusnya diperhatikan
betul, karena menyangkut produktivitas masyarakat yang berada di permukiman
tersebut. Kurang tegasnya peraturan dan ditambah lagi masyarakat yang tidak
perduli memang berakibat ketidakteraturanya suatu bangunan, ruang lingkup yang
semakin lama akan semakin sempit akan membentuk suatu daerah atau kawasan
menjadi kumuh jika tidak ada penataan yang tepat dan sesuai dengan kawasan
tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, rencana tata bangunan
dan lingkungan digunakan untuk pengendalian pemanfaatan ruang suatu
lingkungan/kawasan. Rencana tata bangunan dan lingkungan memuat persyaratan
tata bangunan yang terdiri atas ketentuan program bangunan gedung dan
21
lingkungan, rencana umum, dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan
pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan.
2.6 Tata Ruang Dalam
2.6.1 Pengertian Tata Ruang dan Kantor
Menurut Sayuti (2013), kantor merupakan tempat karyawan melakukan
aktivitas kerjanya, tempat proses penanganan informasi mulai dari menerima,
mengumpulkan, mengolah, menyimpan sampai menyalurkan informasi dalam
rangka mendukung tercapainya tujuan organisasi. Untuk melakukan kegiatan ini
maka diperlukan tata ruang dan kondisi fisik kantor yang standar, agar karyawan
dapat melakukan pekerjaan dengan tenang, nyaman, dan lancar. Hal ini
dikarenakan penataan tata ruang kantor ditujukan untuk meningkatkan
produktivitas suatu organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kantor adalah tempat diselenggarakanya kegiatan tata usaha di mana
terdapat ketergantungan sistem antara orang, teknologi, dan prosedur untuk
menangani data dan informasi mulai dari menerima, mengumpulkan, mengolah,
menyimpan, sampai menyalurkan. Sedangkan pengertian Tata Ruang Kantor
menurut beberapa ahli:
1. Ida Nuraida, SE dalam bukunya Manajemen Administrasi Perkantoran
adalah pengaturan ruangan kantor serta penyusunan alat-alat dan
perabotan kantor pada luas lantai dan ruangan kantor yang tersedia untuk
memberikan sarana bagi pekerja.
2. The Liang Gie dalam bukunya yang berjudul “Administrasi Perkantoran
Modern” menyebutkan bahwa tata ruang perkantoran adalah penyusunan
alat-alat kantor pada letak yang tepat serta pengaturan tempat kerja yang
menimbulkan kepuasan bekerja bagi para pegawai.
2.6.2 Asas Tata Ruang Kantor
Agar pekerjaan dalam kantor dapat dilakukan dengan baik maka ruang
kerja itu perlu di tata sedemikian rupa atau karyawan bekerja menggunakan tata
ruang kantor yang baik. Penataan ruangan kantor mulai dari penempatan meja,
22
kursi, dan alat-alat perkantoran harus mempertimbangkan luas ruangan dan
jumlah para pegawai yang ada di dalam ruangan tersebut (Sayuti, 2013).
Menurut Komaruddin (1998), agar penataan ruang kantor dapat dilakukan
dengan baik, maka perlu berdasarkan asas-asas tertentu, adapun asas tata ruang
kantor adalah:
a. Asas jarak pendek
Memungkinkan proses penyelesaian suatu pekerjaan menempuh jarak
yang sependek-pendeknya, begitu pula dengan peralatan dan semua
kebutuhan yang mereka gunakan saat bekerja juga perlu pada posisi
terdekat.
b. Asas rangkaian
Penempatan posisi karyawan dengan karyawan lain yang ada hubungan
kerja yang berkesinambungan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan harus
ditempatkan secara berdekatan dan berurutan dari mulai hingga selesainya
pekerjaan.
c. Asas penggunaan segenap
Mempergunakan sepenuhnya semua ruangan yang ada. Sedapat mungkin
tidak ada ruangan yang tidak terpakai.
d. Asas perubahan setempat
Suatu tata ruang yang terbaik adalah yang dapat diubah ataupun disusun
kembali dengan tidak terlampaui sukar atau tidak memakan biaya yang
besar.
Ada pula prinsip-prinsip yang penting untuk dipedomi pada saat menata
ruang kantor. Menurut MC Maryati (2008), prinsip-prinsip tata ruang kantor
adalah sebagai berikut:
1. Pekerjaan harus mengalir secara terus-menerus.
2. Fungsi yang sama atau berhubungan diletakan berdekatan.
3. Pengaturan perkakas membuat pengawasan lebih mudah.
4. Tidak permanen, agar fleksibel jika terjadi perubahan.
5. Ada ruang yang cukup untuk bergerak atau berjalan.
23
6. Pekerjaan yang menimbulkan suara gaduh, misalnya bagian produksi
dijauhkan dari yang lainnya.
2.6.3 Lingkungan Perkantoran
Selain soal layout atau desain sebuah kantor, faktor lain yang dapat
mempengaruhi kinerja pegawai kantor adalahlingkungan kantor. Pegawai dapat
bekerja dengan maksimal jika lingkungan kerjanya sehat. Saat ini terdapat ilmu
untuk melihat tentang kenyamanan dalam bekerja, yaitu ergonomic. Ergonomic
adalah ilmu terapan yang digunakan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan
dengan tingkat kenyamanan, efisiensi, dan keamanan dalam mendesain tempat
kerja demi memuaskan kebutuhan fisik dan psikologis pegawai di kantor.
Konsep kantor masa depan adalah kantor pintar atau smart office. Smart
office mengintergrasi beberapa komponen lingkungan kantor, seperti
pencahayaan, AC, konservasi energi melalui komputerisasi kantor. Beberapa fitur
smart office, yaitu:
1. Small-zone areas: kantor hanya akan menyalahkan sistem yang terbatas
pada area yang digunakan ketika mereka lembur.
2. Smart wired telecommunication sistem: pemasangan sistem komunikasi
yang terintergrasi (telephone, faximile, LAN, Hotspot dan lain-lain)
mengurangi biaya.
Lokasi fisik atau tata ruang tempat orang bekerja mempunyai pengaruh
terhadap sikap, produktivitas dan interaksi dengan sekitarnya. Ruang kantor yang
di dalamnya termasuk lemari dan meja kantor modern saat ini dirancang dan
dibangun sesuai dengan pemikiran tersebut dan perkembangan interior ruang serta
teknologi alat-alat kantor. Rancangan ruang kantor saat ini mengarah ke sistem
kantor terbuka yang mempermudah komunikasi dan terjalinnya kerja yang
harmonis.
Sistem ruang kantor terbuka merupakan suatu sistem tata ruang yang
memberikan keterbukaan untuk mempermudah berkomunikasi dan interaksi,
namun sekaligus menjamin kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi diciptakan
dengan pemasangan sekat-sekat yang dapat dipindahkan atau digeser. Sekat-sekat
tersebut juga menghindarkan para manajer dari isolasi dinding yang tertutup serta
24
suatu perasaan tidak nyaman yang menghinggapi sesorang bila dalam ruangan
sama sekali tertutup. Keuntungan yang diperoleh dari sistem ruang kantor terbuka
adalah:
1. Ruang kantor terbuka memungkinkah perubahan terus-menerus dengan
biaya minimum setelah pola dasarnya ditetapkan.
2. Adanya kenyamanan karena sirkulasi udara berputar dengan lancar,
pnerangan merata, kursi dan meja yang enak dipakai memperbaiki
semangat kerjadan cenderung menghilangkan sebagian dari perselisihan
yang timbul akibat tempat kerja yang terlalu berdekatan.
3. Arus pekerjaan lebih lancar dan hal-hal yang saling berkaitan dapat
ditempatkan sedemikian rupa sehingga pekerjaan dapat dengan mudah
beralih dari seksi satu ke seksi lain, karena ada ketersambungan antar meja
kantor di dalamnya.
2.6.4 Green Office Management
Dewasa ini semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk
mengimplementasikan green office management untuk mengelola kantornya.
Perkantoran hijau (green office) adalah sistem manajemen lingkungan
(environmental management system/EMS) yang praktis dan sederhana dan
dikembangkan khusus untuk kondisi perkantoran. Upaya ini dilakukan untuk
membantu dan mendukung para manajer perkantoran untuk mendorong ke gaya
hidup operasional kantor yang lebih ramah lingkungan. Target pelaksanaan kantor
hijau meliputi, mengurangi konsumsi sumber daya alam melalui perbaikan sistem
manajemen lingkungan kantor, mempromosikan praktik lestari melalui
peningkatan kesadartahuan karyawan, dan mempromosikan cara-cara mitigasi
perubahan iklim lewat penghematan energi dan pemakaian energi terbarukan.
2.6.5 Sistem Pencahayaan yang Baik di Lingkungan Perkantoran
McShane (1997) dalam Badru Munir (2007) mendeskripsikan bahwa
80% - 85% informasi yang diterima pegawai di kantor menggunakan indera
pengelihatan (mata), seperti membaca surat atau memeriksa tagihan pembayaran.
Hal inilah yang menjadikan kenyamanan visual bagi pegawai di kantor sangat
25
penting karena akan mempengaruhi produktivitas mereka. Apabila tingkat cahaya
di tempat kerja tidak sesuai maka akan mengakibatkan pegawai mengalami
ketegangan pada mata, sehingga berdampak terhadap penurunan motivasi pegawai
dan kinerja pegawai menurun. Oleh karena itu, sistem pencahayaan yang efektif
harus memperhitungkan kualitas dan kuantitas cahaya yang sesuai dengan tugas,
ruangan, serta pegawai itu sendiri.
Pencahayaan di lingkungan kerja baru disebut efektif apabila pegawai
merasa nyaman secara visual akibat pencahayaan yang seimbang. Rahmawati
(2014) menjelaskan, bahwa ada 4 jenis pencahayaan yang di gunakan di kantor,
antara lain:
1. Ambient lighting: pencahayaan pada seluruh ruangan dan biasanya
dipasang pada langit-langit ruang kantor.
2. Task lighting: menerangi area kerja seorang pegawai, misalnya meja
kerja.
3. Accent lighting: memberikan cahaya pada area yang dituju. Dirancang
pada sebuah lorong kantor.
4. Natural lighting: berasal dari jendela, pintu kaca, serta cahaya langit/sinar
matahari.
Terdapat 4 jenis cahaya yang dapat digunakan dalam kantor, yaitu:
1. Cahaya alami: sinar matahari.
2. Cahaya fluorescent: cahaya dengan tingkat terang yang mirip dengan
cahaya alami. Kelebihan: memproduksi lebih sedikit panas dan silau,
daya tahan lebih lama, hemat listrik, terangnya lebih tersebar, lebih
efisien.
3. Cahaya Incandescent: menggunakan tabung filamen, banyak digunakan di
rumah.
4. High Intensity Discharge Lamps: biasanya dipakai di jalan raya atau
stadion olah raga. Kelebihan: sistem pencahayaan sangat efisien.
Kelemahan: menyulitkan untuk membedakan warna.
Pemilihan pencahayaan bagi kantor harus tepat agar tidak terjadi gangguan
dalam proses kerja pegawai. Pemilihan juga harus berdasarkan parameter
efektivitas pencahayaan di kantor, yaitu:
26
1. Visibility: pegawai harus bisa melihat dengan nyaman dan jelas.
2. Fokus: pencahayaan harus dapat membuat pegawai memusatkan
perhatiannya dalam melaksanakan tugas dengan membuat terang tempat
kerja utama pegawai.
3. Image: modifikasi pencahayaan akan membuat kesan yang berbeda bagi
pegawai.
Karakteristik yang harus dipenuhi oleh sistem penerangan kantor adalah:
1) Equivalent Spherical Illumination (ESI): mengukur tingkat efisiensi sistem
penerangan, yaitu tingkat silau dan pemantulan.
2) Visual Comfort Probability (VCP): rasio tingkat terang langsung dan lebih
dari 0.70, nilai VCP 0.80 berarti 80% pegawai yang duduk pada area yang
tidak diinginkan tidak merasa terganggu atau silau dengan sistem
pencahayaan.
3) Task Illumination (TI): ukuran foot candle, mengukur jumlah cahaya pada
area kerja. Nilai TI 100-159 foot candle.
2.6.6 Sistem Penerangan
1. Direct: mengarahkan cahaya 90-100% secara langsung ke area kerja.
Mengakibatkan munculnya silau dan bayangan karena sedikit cahaya yang
tersebar.
2. Semidirect: pencahayaan 60-90%, cahaya diarahkan ke bawah dan sisanya
diarahkan ke atas lalu dipantulkan kembali ke bawah.
3. Indirect: direkomendasikan untuk kebanyakan ruang kantor karena cahaya
yang disebarkan mengurangi bayangan dan silau yang ditimbulkan. Sistem
ini 90-100% cahaya pertama diarahkan ke atas dan kemudian menyebar
dan memantul ke bawah ke area kerja.
4. Semiindirect: mengarahkan 60-90% cahaya ke atas dan kemudian
dipantulkan ke bawah dan sisanya juga diarahkan ke area kerja. Bayangan
dan silau masih menjadi kendala.
5. General Diffuse: mengarahkan 40-60% cahaya ke atas area kerja dan
sisanya diarahkan ke bawah. Sistem ini menghasilkan lebih banyak cahaya
27
pada tingkat watt yang sama dengan indirect, bayangan dan silau juga
lebih banyak daripada menggunakan semiindirect.
2.6.7 Perawatan Sistem Pencahayaan
Semakin lama, lampu yang digunakan untuk memberikan cahaya mulai
berkurang. Penurunan cahaya lampu mulai terjadi pada kira-kira 100 jam
penggunaan dan pada beberapa situasi, kadang kala lebih efektif mengganti
dengan lampu yang baru, meskipun belum mati. Saat ini semakin banyak
perusahaan menjalankan program penggantian lampu secara berkala pada area
yang ditentukan. Program pembersihan atap dan bagian permanen lain pada
perkantoran secara berkala juga menjadi aspek penting dalam perawatan cahaya.
Saat bagian tersebut semakin kotor, permukaan memantulkan cahaya tidak lagi
efektif yang tentunya akan mengurangi keefektifan sistem penerangan. Kotoran
atau debu ditambah usia pemakaian lampu yang sudah tua akan mengurangi
cahaya hingga 50%.
2.6.8 Pencahayaan dan Layar Monitor
Untuk mendesain sistem penerangan yang efektif, keberadaan layar
monitor akan menambah tingkat kompleksitansi. Kurangnya perhatian pada
pencahayaan yang sesuai terhadap layar monitor berada, dapat mengakibatkan
gangguan yang signifikan pada pengelihatan karyawan. Mendesain sistem
penerangan pada sekitar layar monitor, antara lain:
1. Mengurangi silau dengan mengurangi jumlah cahaya lampu atau cahaya
alami mengenai layar monitor.
2. Menggunakan layar monitor yang dapat diubah posisinya, sehingga bila
cahaya yang mengenai layar monitor dianggap terlalu berlebihan dan
mengakibatkan silau, pegawai akan menyesuaikan dengan menggeser
layar monitor.
3. Menyesuaikan tingkat kontras dan terang pada layar monitor untuk
meminimalkan silau.
4. Menggunakan layar untuk mengurangi jumlah cahaya pada layar monitor.
28
5. Meminimalkan jumlah cahaya langsung mengarah ke bawah dan
memaksimalkan jumlah cahaya yang tidak langsung pada area komputer.
6. Menggunakan layar datar dari pada layar cembung.
Dari pembahasan di atas, berikut akan dibahas perbedaan penataan cahaya
pada dua ruangan utama di sebuah kantor:
a. Ruang rapat, ruang rapat menggunakan lampu fluorescent yang linear,
sedangkan yang terakhir menggunakan chandelier dengan cahaya yang
terfusi. Dengan cahaya yang tidak langsung dua ruangan terakhir akan
menghasilkan cahaya yang lembut. Penataan cahaya yang baik telah fokus
pada meja rapat namun pencahayaan dari luar melalui jendela terlalu
membuat fokus cahaya menjadi pudar. Penataan cahaya yang terbaik
adalah dengan pencahayaan yang berimbang, tampak lebih elegan.
Kondisi ini ditambah adanya kemungkinan menggunakan dua hingga tiga
jenis lampu yang dapat dimatikan atau dihidupkan sesuai dengan tingkat
pencahayaan yang dibutuhkan peserta rapat.
b. Ruang lobby. Pada ruang lobby, kafetaria maupun ruang publik lain
dibutuhkan pencahayaan yang secara visual melegakan. Cahaya
difokuskan pada resepsionis yang siap menyambut pengunjung atau tamu
dengan ruangan lebih lembut dan nyaman.
Pencahayaan yang terbaik adalah penggunaan cahaya matahari membuat
kesan kantor lebih alami dan penggunaan lampu bercahaya tidak langsung
akan dapat memfokuskan perhatian pengunjung pada resepsionis dan
papan nama perusahaan.
2.6.9 Warna
Menurut Rahmawati (2014), pemilihan warna sangat berpengaruh
terhadap psikologis seseorang. Memang hal tersebut bukan patokan atau harga
mati. Tetapi pengaruh warna pada kondisi psikologis tidak dapat dipungkiri
kebenarannya. Pengaruh psikologis warna terhadap perasaan dari segi jarak, suhu
dan kejiwaan seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
29
Tabel 2.2 Pengaruh Warna
Warna Efek jarak Efek suhu Efek jiwa
Biru Jauh Dingin Menenangkan
Hijau Jauh Netral, dingin Sangat menenangkan
Orange Sangat dekat Sangat panas Semangat
Coklat Sangat dekat Netral Tenang, semangat
Abu-abu Sangat dekat Dingin Melesukan
Kuning Dekat Sangat panas Semangat
Merah Dekat Panas Sangat mengusik
Sumber : Maryati (2007)
Jika ruangan sempit agar terkesan luas, maka harus memilih warna-warna
yang mempunyai efek jauh. Misalnya dinding di cat warna hijau muda atau biru
langit. Jika menginginkan ruangan terkesan sejuk maka harus memilih warna
yang mempunyai efek dingin. Jenis-jenis warna antara lain:
1) Warna menyala
Warna merah atau kuning. Warna menyala dihindari penggunaan untuk
ruang bidang yang luas. Warna tersebut digunakan untuk benda kecil yang
ditonjolkan atau sebagai aksen warna yang dipadukan dengan warna yang
lainnya.
2) Warna kontras
Contohnya adalah paduan warna kuning dan hitam, oranye dan hijau.
Warna kontras bisa digunakan dalam satu ruangan, tetapi jangan terlalu
banyak, maksimal 3 warna karena akan menimbulkan kesan ramai.
3) Warna tua
Warna tua menimbulkan rasa tertekan atau terkesan cenderung kotor.
Warna ini dihindari untuk penataan ruang kantor.
4) Warna pastel
Warna ini bersifat cerah, ceria dan menimbulkan kesan bersih.
Demikian juga halnya dengan pemilihan warna pada tembok kantor.
Beberapa faktor pemilihan warna adalah: (Sukoco, 2007).
30
a. Kombinasi warna: kombinasi dari warna-warna primer-kuning, merah dan
biru menghasilkan warna sekunder.
b. Efek cahaya pada warna: karena berbagai jenis cahaya buatan mempunyai
spektrum yang berbeda, sistem pencahayaan yang digunakan pada kantor
juga memiliki efek yang signifikan terhadap pilihan warna. Sumber cahaya
hanya akan meningkatkan warna yang sesuai dengan spektrumnya.
c. Dampak dari warna: warna sering kali mempengaruhi perasaan. Warna
sejuk-biru, hijau dan violet menghasilkan perasaan yang tenang
melelahkan.
d. Nilai pemantulan pada warna: warna yang lebih terang memantulkan
presentase cahaya yang lebih besar daripada warna yang gelap. Beberapa
area perkantoran membutuhkan nilai pemantulan warna yang lebih terang
dibanding yang lain.
2.6.10 Prinsip Dalam Pemilihan Warna
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebelum memulai proses
perencanaan memilih warna ruang kantor, yaitu:
a. Penutup lantai.
Warna pada dinding dan atap hanya satu di antara beberapa aspek yang
berpengaruh dalam pemilihan warna pada ruang kantor. Warna yang
digunakan untuk menutup lantai juga sangat penting, dan menutup lantai
dengan karpet merupakan pilihan yang bagus. Beberapa manfaat dari
penggunaan karpet sebagai penutup lantai adalah:
1. Karpet dapat digunakan sebagai pengontrol suara (peredam suara)
2. Karpet lebih murah dalam perawatan dibandingkan penutup lantai
lainnya
3. Karpet jika dibandingkan dengan jenis penutup lantai lain, lebih
nyaman dan tidak terlalu melelahkan bagi pegawai yang berdiri
lama atau dalam melakukan pekerjaannya yang membutuhkan
frekuensi beraktivitas yang relatif tinggi di dalam kantor.
31
b. Penutup dinding.
Karpet juga menjadi pilihan favorit untuk menutup dinding karena nilai
estetikanya serta kemampuannya untuk menyerap suara. Karpet yang
digunakan pada dinding harus memiliki tingkat ketahanan api yang tinggi.
Karpet dengan bahan busa di belakangnya tidak direkomendasikan karena
dapat menimbulkan asap yang besar ketika terbakar.
c. Warna furniture.
Pemilihan warna furniture yang akan digunakan dalam ruang kantor juga
harus disesuaikan dengan kedua hal tersebut di atas. Pemilihan warna
furniture harus mempertimbangkan jangka waktu pemakaiannya. Ketika
memilih, nilai kekontrasan dan nilai pemantulan pada permukaan kerja
harus dipertimbangkan. Jika tidak, dikhawatirkan ketegangan mata
pegawai dan pelanggan yang mengunjungi kantor akan terjadi. Permukaan
furniture yang memantulkan cahaya harus dihindari jika sistem
pencahayaan yang akan digunakan menghasilkan pencahayaan yang cukup
besar.
2.7 Suara dan Udara
Tingkat kebisingan pada kantor merupakan faktor lingkungan yang harus
dipertimbangkan untuk mengelola tingkat produktifitas pegawai yang diinginkan.
Apabila tingkat kebisingan melampaui batas yang tidak diinginkan, beberapa
gangguan fisik dan psikologis terhadap mereka akan terjadi. Misalnya, tingkat
kebisingan yang terus menerus berlangsung dapat mengakibatkan kehilangan
pendengaran sementara atau permanen bagi pegawai, disamping mengakibatkan
kelelahan fisik dan mentalk sehingga mengurangi produktivitas mereka, serta
dapat pula menimbulkan keresahan, gangguan, dan ketegangan dengan
meningkatkan tekanan darah serta metabolisme tubuh, dan dalam waktu lama
dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius (Rahmawati, 2014).
2.7.1 Kontrol Suara pada Ruang Kantor
Beberapa teknik dapat digunakan dalam mengontrol kebisingan pada
ruang kantor antara lain:
32
1. Kontruksi yang sesuai jumlah kebisingan pada perkantoran dapat dikontrol
dengan menggunakan teknik kontruksi bangunan yang efektif. Terdapat
dua suara yang akan merambat di udara, yaitu suara yang merambat
melalui udara (disebut suara udara) atau melalui struktur bangunan.
Berikut adalah teknik konstruksi yang direkomendasikan untuk
mengurangi kebisingan yang tidak diinginkan.
a. Memasang jaringan yang terhubung dengan jaringan utama dari sistem
HVAC. Hal ini diharapkan akan mengurangi tingkat kebisingan yang
dihasilkan oleh sistem tersebut.
b. Penggunaan jendela dan pintu yang rapat dan memilki seal yang
terbuat dari karet, sehingga suara lebih dapat diredam dan tidak mudah
keluar dari ruangan.
c. Membangun udara diam pada beberapa struktur bangunan,
yaitudengan menempatkan ruang berongga sehingga suara dapat
teredam ke dalamnya. Hal ini akan mengurangi jumlah suara yang
merambat dari suatu ruangan ke ruangan lain.
d. Penggunaan material kontruksi yang dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya getaran suara, seperti penggunaan kayu atau alumunium
pada jendela yang lebih empuk dibandingkan baja dan sebagainya.
2. Penggunaan material peredam suara: Peredaman suara diukur dengan
menggunakan NRC, yang kebanyakan materialnya mempunyai ukuran 50
sampai 95. Nilai 50 berarti 50 persen suara diredam oleh material tersebut.
Untuk tujuan meredam suara, material dengan nilai di bawah 75 kurang
efektif. Ada 3 kriteria yang dapat digunakan dalam memilih material yang
mampu menghasilkan peredaman suara yang optimal, antara lain:
a. Peredam yaitu tingkat suara yang dapat diredam oleh material.
Tingkat peredaman diukur oleh NRC.
b. Pemantulan tingkat pemantulan yang dimiliki material, yaitu suara
yang diserap dan dipantulkan kembali ke udara.
c. Isolasi tingkat material yang dapat menghalangi suara melewati
material tersebut. Isolasi suara dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti
kepadatan dan berat suara, serta ketebalan material yang akan
33
digunakan untuk meredam suara. Keseimbangan yang sesuai antara
pemantulan dan penyerapan suara dibutuhkan pada ruang kantor
tertentu untuk membantu mengurangi keberadaan silent voice pada
area kerja. Apabila tingkat kebisingan diprediksikan akan meningkat,
peredaman harus ditingkatkan dan pemantulan dikurangi. Material
dengan struktur keras besi, gelas, maupun plastik akan memantulkan
sebagian besar sura jika dibandingkan dengan penggunaan material
yang berkarakteristik lebih lembut, misalnya kayu dan spon.
3. Alat peredam suara: beberapa alat peredam suara sering digunakan untuk
mengontrol suara perkantoran. Alat peredam suara itu dapat diletakkan
pada beberapa mesin di perkantoran. Contohnya mesin tik manual atau
printer.
4. Masking: Metode ini melibatkan pencampuran suara kantor dengan suara
rendah yang tidak mengganggu. Juga dikenal dengan white noise, masking
hamping sama suara yang terdengar ketika suara melewati lorong atau
saluran.
2.7.2 Udara
Faktor lingkungan kantor lainnya yang dapat mempengaruhi kondisi fisik
dan psikologis pegawai adalah kondisi udara di dalam kantor. Jika diasumsikan
pegawai akan menghabiskan 90 persen jam kerjanya di dalam ruangan (kurang
lebih 2.500 jam per tahun), kualitas udara patut menjadi perhatian utama manajer
administrasi. Sebagian besar bangunan perkantoran saat ini memiliki udara yang
mengandung zat kimia dan biologi dari pada di luar ruangan. Hal ini disebabkan
oleh off-gas (bahan kimia yang dihasilkan oleh penuaan gedung maupun beberapa
alat perkantoran, misalnya furniture serta penutup lantai yang jarang dibersihkan).
Kondisi inilah yang akan menimbulkan sick building syndrome (sindrom gedung
sakit) dan menyebabkan pegawai mengalami kepusingan permanen jika mereka
menghirupnya dalam waktu yang relatif lama (Damato dan Richter,2003).
Beberapa faktor kualitas udara yang perlu diperhatikan adalah temperatur,
kelembaban, ventilasi, serta kebersihan udara antara lain:
34
1. Temperatur udara
Apabila di luar kantor sedang panas dengan temperatur 30o C, sebaiknya
temperatur diatur 26o C, dan apabila temperatur di luar sebesar 14
o C,
sebaiknya temperatur di dalam kantor diatur pada tingkat 18o C. Di masa
depan, energi matahari, tidak diragukan lagi akan menjadi sumber
pemanas utama dalam bangunan perkantoran di beberapa bagian dunia.
Tergantung pada lokasi geografi bangunan, energi matahari mungkin
dapat memberikan semua pemanasan yang dibutuhkan.
2. Tingkat kelembaban udara
Tingkat kelembaban udara dipengaruhi temperatur udara. Jika tingkat
kelembaban udara sesuai dengan skala yang direkomendasikan, maka
temperatur pada perkantoran dapat diturunkan pada musim dingin dan
dinaikkan pada musim panas tanpa mengurangi kenyamanannya.
3. Sirkulasi udara
Pada beberapa tempat kerja, terutama yang peralatannya
menghasilkan panas, harus disirkulasikan untuk menghasilkan
kenyamanan. Tanpa sirkulasi udara, temperatur udara sekitar akan
meningkat dan keberadaan off-gas, seperti yang dibahas sebelumnya, akan
semakin menetap di tempat yang sama dan mengakibatkan gangguan
pernafasan serta gangguan fisik lainnya pada pegawai.
4. Kebersihan udara
Alat yang didesain untuk membersihkan udara dipasang pada beberapa
bangunan perkantoran guna membersihkan udara dari kuman, debu, dan
kotoran. Sebagian besar AC yang dipasarkan pada saat ini telah dilengkapi
dengan alat tersebut. Cahaya ultraviolet digunakan untuk membunuh
kuman, serta filter mekanik digunakan untuk membuang debu serta
kotoran lain.
2.7.3 Musik
Musik dapat membantu meningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas
pegawai dengan menghilangkan rasa bosan dan monoton dalam melakukan
pekerjaan kantor. Musik memberikan efek menenangkan dari kelelahan mental
35
dan fisik serta mengurangi ketegangan. Tipe musik yang dimainkan akan
mempengaruhi produktivitas karyawan (Rahmawati, 2014).
2.8 Membangun Perkantoran Ramah Lingkungan
Membangun dan menciptakan perkantoran hijau yang ramah lingkungan
kini sudah menjadi suatu tuntutan. Perkantoran hijau (green office) adalah sistem
manajemen lingkungan (enviromental management system/EMS) yang praktis dan
sederhana dan dikembangkan khusus untuk kondisi perkantoran. Program kantor
hijau merupakan sarana pendidikan untuk menginspirasi karyawan dalam
menerapkan kebiasaan ramah lingkungan yang pada ujungnya akan membantu
menekan biaya perusahaan secara keseluruhan (Joga, 2014).
2.9 Konservasi Energi
Menurut UU No. 30/2007 tentang energy dan PP No. 70/2009 tentang
Konservasi energi, definisi konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana,
dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta
meningkatkan efisiensi pemanfaatannya. Keberhasilan penggunaan energi secara
efisien sangat dipengaruhi oleh perilaku, kebiasaan, kedisiplinan dan kesadaran
akan hemat energi. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah yang terencana
dan terorganisasi di seluruh organisasi untuk melaksanakan program penghematan
energi. Program ini perlu mendapatkan komitmen dan dukungan dari struktur
manajemen paling atas perusahaan.
Program ini menurut Quible (2001) dalam (Sukoco, 2007), terdiri dari
beberapa komponen, yaitu:
1. Komite Konservasi Energi
Pembetukan komite konservasi energi, yang biasa dikenal sebagai “komite
kantor hijau“, sering kali dibentuk oleh manajemen perusahaan sebagai
bentuk adanya komitmen dan dukungan manajemen terhadap program
tersebut. Aktivitas komite ini di antaranya melakukan penelitian tentang
penggunaan energi di kantor secara efisien dan merumuskan tujuan yang
ingin dicapai oleh program yang dimaksud. Agar berjalan dengan efektif,
36
komite ini harus memiliki wewenang untuk memastikan berjalannya
rekomendasi yang mereka berikan.
2. Penelitian Efisiensi Energi
Sebelum rencana konservasi dijalankan, perlu dilakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui area mana yang penggunaan energinya
berlebih, dan area mana yang perlu melaksanakan penghematan energi
beserta teknik yang direkomendasikan. Hasil penelitian ini akan
memberikan dasar bagi pengembangan tujuan konservasi, yaitu komponen
vital dari program konservasi energi.
3. Pengembangan Tujuan Konservasi Energi
Setelah penelitian dilakukan, tujuan konservasi dapat dikembangkan.
Setelah disetujui oleh komite, segala sesuatu harus dilakukan untuk
memastikan pencapaian tujuan yang ingin dicapai. Pengawasan periodik
harus dilakukan untuk menentukan perkembangannya dalam mencapai
tujuan. Apabila terdapat departemen yang kurang berhasil dalam mencapai
tujuan penghemata energi yang telah diharapkan dapat tercapai.
2.10 Kesehatan Bangunan Gedung
Pengertian sehat menurut WHO adalah keadaan yg meliputi kesehatan
fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya berarti suatu keadaan yang bebas dari
penyakit dan kecacatan. Sedangkan menurut UU No 23 / 1992 Tentang kesehatan
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pengertian Lingkungan Menurut
Riyadi (1976) adalah tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana
organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung
maupun tidak dapat diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun
kesehatan dari organisme itu.
Terdapat beberapa pendapat tentang pengertian Kesehatan Lingkungan
sebagai berikut:
1. Pengertian Kesehatan Lingkungan Menurut World Health Organisation
(WHO) pengertian Kesehatan Lingkungan: “Suatu keseimbangan ekologi
37
yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin
keadaan sehat dari manusia.”
2. Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia)
“Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi
yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung
tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.”
3. Jika disimpulkan Pengertian Kesehatan Lingkungan adalah “ Upaya
perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan
menuju keseimbangan ekologi pada tingkat kesejahteraan manusia yang
semakin meningkat.”
2.10.1 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan
hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan
dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap
timbulnya masalah kesehatan masyarakat. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
adalah:
a. Menurut WHO
Menurut WHO ruang lingkupkesehatan lingkungan antara lain:
penyediaan air minum, pengelolaan air buangan dan pengendalian
pencemaran, pembuangan sampah padat, pengendalian vektor,
pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia,
higiene makanan termasuk higiene susu, pengendalian pencemaran udara,
pengendalian radiasi, kesehatan kerja, pengendalian kebisingan,
perumahan dan pemukiman, aspek kesling dan transportasi udara,
perencanaan daerah dan perkotaan, pencegahan kecelakaan, rekreasi
umum dan pariwisata, tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan
dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk,
tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
b. Menurut UU No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan (Pasal 22 ayat 3),
ruang lingkup kesehatan lingkungan sebagai berikut:
38
Penyehatan air dan udara, pengamanan limbah padat/sampah, pengamanan
limbah cair, pengamanan limbah gas, pengamanan radiasi, pengamanan
kebisingan, pengamanan vektor penyakit, penyehatan dan pengamanan
lainnya: Misalnya pasca bencana.
Menurut Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan,
Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan sehat
tersebut antara lain mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat
rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
2.10.2 Persyaratan Kesehatan Bangunan
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, persyaratan kesehatan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasl 16 ayat (1) meliputi:
1. Sistem penghawaan merupakan kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara
yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui bukaan dan/atau
ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan.
2. Sistem pencahayaan merupakan kebutuhan pencahayaan yang harus
disediakan pada bangunan gedung melalui pencahayaan alami dan/atau
pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat.
3. Sistem sanitasi merupakan kebutuhan sanitasi yang harus disediakan di
dalam dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih,
pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta
penyaluran air hujan.
2.11 Keselamatan
Kata “Keselamatan” berasal dari bahasa Yunani yaitu “sozo” yang
artinya: menyelamatkan, membebaskan, melestarikan, menyembuhkan. Dan
dalam kaitannya dengan manusia berarti “menyembuhkan dari kematian atau
mempertahankan hidup”. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
bangunan gedung dijelaskan bahwa:
39
1. Persyaratan bangunan gedung meliputi persyaratan kemampuan gedung
untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung
dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.
2. Persyaratan kemampuan gedung dalam menahan beban muatan
merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh
dalam mendukung beban muatan. Gedung harus mampu menahan
pembebanan maksimum, yaitu beban muatan hidup dan beban muatan
mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung
beban muatan yang timbul akibat perilaku alam.
3. Kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap
bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif.
Proteksi aktif yang dimaksud adalah kemampuan stabilitas struktur dan
elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta
proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan
menjalarnya api dan asap kebakaran. Proteksi aktif adalah kemampuan
peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran, pengendalian
asap, dan sarana penyelamatan kebakaran.
4. Kemampuan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya petir
melalui sistem penangkal petir. Kemampuan gedung untuk melindungi
semua bagian bangunan gedung, termasuk manusia di dalamnya terhadap
bahaya sambaran petir. Sistem penangkal petir merupakan instalasi
penangkal petir yang harus dipasang pada setiap bangunan gedung yang
karena letak, sifat geografis, bentuk, dan penggunaanya mempunyai resiko
terkena sambaran petir.
2.11.1 Pemadam Kebakaran
Untuk mengatasi kebakaran pada bangunan, perlu dilihat fungsi dan jenis
tipologi gedungnya, karena gedung bertingkat satu berbeda dengan bertingkat
banyak, terlebih bertingkat tinggi atau pencakar langit. Juga bangunan untuk
kepentingan umum (publik) berbeda dengan bangunan hunian (privat). Daerah
yang peka terhadap air, tentu berbeda dengan tidak dalam penanganannya. Untuk
itu, perlu pembedaan alat pendeteksi titik api (smoke detector), pemancar air
40
(sprinklers), dan dengan hallon gas untuk daerah yang riskan kena air (Laksito,
2014).
2.11.2 Penangkal Petir
Seperti seringkali terjadi pada daerah tertentu, petir menyambar bangunan
dan menimbulkan kerusakan pada komputer dan alat-alat elektronik lain seperti
kulkas, radio, TV, dan sebagainya. Untuk itu, pada bangunan tinggi yang ada di
daerah hunian penghasil petir, perlu disediakan penangkal petir. Ada banyak jenis
penangkal petir dari produk pabrikan yang dapat ditemui di pasar dan dapat
dipergunakan, seperti dari tembaga dan dari bahan radio aktif yang mempunyai
jangkauan luas. Penangkal petir dipasang pada mahkota bangunan dan sisi
samping pada bangunan (Laksito, 2014).
2.12.3 Keselamatan Kerja
Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan
banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk
investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa
yang akan datang. Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi
dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar
pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif
dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang
diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-
penyakit umum.
Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,
mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan
kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya.
41
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat
tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan
kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan
lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit
serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Keselamatan kerja adalah
keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja bermacam-macam ada
yang menyebutnya higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hyperkes) dan ada
yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal occupational safety and
health.
Keselamatan kerja atau occupational safety, dalam istilah sehari hari
sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil
budaya dan karyanya.
Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja.
2.12 Upaya Pencegahan Sick Building Syndrome
Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya SBS.
Beberapa upaya penting yang dapat dilakukan antara lain (Arifin, 2014).
Pencegahan SBS harus dimulai sejak perencanaan sebuah gedung untuk pekerjaan
atau kegiatan tertentu, penggunaan bahan bangunan mulai pondasi bangunan,
dinding, lantai, penyekat ruangan, bahan perekat (lem) dan cat dinding yang
dipergunakan, tata letak peralatan yang mengisi ruangan sampai operasional
peralatan tersebut.
Perlu kewaspadaan dalam penggunaan dalam bahan bangunan terutama
yang berasal dari hasil tambang, termasuk asbes. Bahan-bahan polutan sebaiknya
diletakkan di dalam ruangan-ruangan khusus yang berventilasi dan di luar area
42
kerja. Peningkatan sirkulasi udara seringkali menjadi upaya yang sangat efektif
untuk mengurangi polusi di dalam ruangan. Dalam kondisi tertentu, yaitu
konsentrasi polutan sangat tinggi, dapat diupayakan dengan ventilasi pompa
keluar. Karpet, yang dipergunakan untuk pelapis dinding maupun lantai, secara
rutin perlu dibersihkan dengan penyedot debu dan apabila dianggap perlu dalam
jangka waktu tertentu dilakukan pencucian. Demikian pula pembersihan AC
secara rutin harus selalu dilakukan.
Tata letak peralatan elektronik memegang peranan penting. Tata letak
yang terkait dengan jarak pajanan peralatan penghasil radiasi elektromagnetik ini
tidak hanya dipandang dari segi ergonomic, tetapi juga kemungkinan perannya
memberikan andil dalam menimbulkan SBS. Pendidikan dan komunikasi
merupakan bagian penting dari program pengelolaan kualitas udara, dalam hal ini
terutama kualitas udara di dalam ruangan. Para penghuni maupun pemelihara
gedung harus benar-benar mengerti masalah yang ada dan saling berkomunikasi,
sehingga dapat saling bekerja sama secara efektif untuk mencegah SBS.
Kebutuhan penghuni ruangan untuk merokok tidak dapat dihindari. Perlu
disediakan ruangan khusus yang berventilasi cukup, jika tidak memungkinkan
untuk meninggalkan gedung. Hal ini untuk mencegah kumulasi asap rokok yang
mempunyai andil dalam menimbulkan SBS.