bab ii tinjauan pustaka 2.1 kosmetika - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41787/3/bab ii.pdf ·...

19
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetika Kosmetika merupakan sediaan kimiawi yang sangat diperlukan untuk menunjang penampilan agar timbul rasa lebih percaya diri pada diri seseorang. Penggunaan kosemtika juga dapat memperbaiki emosi, mengurangi stress dan juga dapat mempengaruhi sistem imun manusia. Pada awalnya kosmetik hanya digunakan untuk membersihkan, kemudian berkembang menjadi sediaan yang ditujukan untuk merubah penampilan (Pravitasari, 2011) Menurut Tranggono dan Latifah (2007), Penggolongan menurut kegunaannya bagi kulit; 1) Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetics) Kosmetik jenis ini digunakan untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di dalamnya : a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser) : sabun, cleansing cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener), toner. b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizer cream, night cream, anti wrinkle cream. c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen foundation, sun block cream / losion. d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengamplas kulit ( peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengamplas. 2) Kosmetik riasan (dekoratif atau make up) Kosmetik jenis ini diperlukan untuk merias atau menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri. Dalam kosmetik riasan, peran zat warna dan pewangi sangat besar. Dalam kosmetik riasan, peran zat warna dan pewangi sangat besar. Kosmetik dekoratif terbagi menjadi 2 (dua) golongan, yaitu :

Upload: vominh

Post on 22-Jul-2019

274 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

4

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetika

Kosmetika merupakan sediaan kimiawi yang sangat diperlukan untuk

menunjang penampilan agar timbul rasa lebih percaya diri pada diri seseorang.

Penggunaan kosemtika juga dapat memperbaiki emosi, mengurangi stress dan

juga dapat mempengaruhi sistem imun manusia. Pada awalnya kosmetik hanya

digunakan untuk membersihkan, kemudian berkembang menjadi sediaan yang

ditujukan untuk merubah penampilan (Pravitasari, 2011)

Menurut Tranggono dan Latifah (2007), Penggolongan menurut kegunaannya

bagi kulit;

1) Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetics)

Kosmetik jenis ini digunakan untuk merawat kebersihan dan kesehatan

kulit. Termasuk di dalamnya :

a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser) : sabun, cleansing

cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener), toner.

b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizer

cream, night cream, anti wrinkle cream.

c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen

foundation, sun block cream / losion.

d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengamplas kulit (peeling), misalnya

scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai

pengamplas.

2) Kosmetik riasan (dekoratif atau make up)

Kosmetik jenis ini diperlukan untuk merias atau menutup cacat pada kulit

sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan

efek psikologis yang baik, seperti percaya diri. Dalam kosmetik riasan, peran

zat warna dan pewangi sangat besar.

Dalam kosmetik riasan, peran zat warna dan pewangi sangat besar.

Kosmetik dekoratif terbagi menjadi 2 (dua) golongan, yaitu :

5

a. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan

pemakaian sebentar, misalnya lipstik, bedak, pemerah pipi, eye-shadow,

dan lain-lain.

b. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu

lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, pengeriting

rambut, dan lain-lain.

2.2 Tinjauan Kulit

2.2.1 Definisi Kulit

Kulit menutupi semua permukaan tubuh dan mempunyai fungsi utama

sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan dari luar tubuh.

Kulit melindungi tubuh dengan sejumlah mekanisme biologis, seperti proses

pelepasan sel yang sudah mati sehingga terjadi proses pembentukan lapisan

tanduk secara terus menerus, pengatura suhu tubuh, serta pembentukan pigmen

untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh

matahari. Kulit juga berguna sebagai indra peraba yang membantu kita untuk

merasakan serta kulit juga merupakan pertahanan tubuh terhadap tekanan dan

infeksi dari luar (Azhara, 2011).

2.2.2 Anatomi Kulit

Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis. Epidermis

merupakan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm, sedangkan dermis berupa

jaringan ikat agak padat yang berasal dari mesoderm. Di bawah dermis terdapat

selapis jaringan ikat longgar yaitu hipodermis, di beberapa tempat terdiri dari

jaringan lemak (Kalangi, 2013).

Sedangkan menurut Harahap (2000), Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok

yaitu epidermis, dermis atau korium dan jaringan subkutan atau subkutis.

a. Epidermis, terbagi lagi atas empat lapisan yaitu basal atau stratum

germinativum, lapisan malphigi atau stratum spinosum, lapisan granular

atau stratum granulosum dan lapisan tanduk atau stratum korneum.

b. Dermis atau korium merupakan lapisan di bawah epidermis dan di atas

jaringan subkutan. Dermis terdiri atas jaringan ikat.

c. jaringan subkutan (subkutis atau hipodermis) merupakan lapisan yang

langsung dibawah dermis.

6

2.2.3 Fungsi Kulit

Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh

dengan lingkungan sekitar. Kulit berfungsi sebagai:

a. Pelindung

Kulit berfungsi sebagai pelindung melalui jaringan tanduk sel epidermis

paling luar yang membatasi masuknya benda-benda dari luar tubuh yang

dapat membahayakan. Kulit juga menghasilkan melanin yang memberi

perlindungan dari sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh matahari.

b. Pengatur Suhu

Kulit berfungsi sebagai pengatur suhu tubuh dengan cara mengurangi

peredaran darah di kulit pada suhu dingin dan kulit membantu pengeluaran

keringat melalui pori-pori sehingga terjadi penguapan keringat pada suhu

panas sehingga tubuh tidak terjadi panas yang berlebihan.

c. Penyerapan

Kulit dapat menyerap bahan tertentu seperti gas dan zat larut dalam lemak

lebih mudah masuk kedalam kulit dan masuk ke peredaran darah, karena

dapat bercampur dengan lemak yang menutupi permukaan kulit masuknya

zat-zat tersebut melalui folikel rambut dan hanya sekali yang melalui

muara kelenjar keringat. Fungsi penyerapan juga dibutuhkan untuk

penetrasi obat kedalam peredaran darah yang ada di kulit.

d. Indera Perasa

Indera perasa yang ada dikulit bekerja karena rangsangan terhadap

sensoris dalam kulit. Fungsi indera perasa yang utama adalah merasakan

nyeri, perabaan, panas dan dingin (Harahap, 2000).

2.4 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki satu atom lebih tidak

berpasangan pada orbital terluarnya. Senyawa radikal bebas dapat timbul dari

berbagai proses kimia kompleks dalam tubuh. Radikal bebas merupakan hasil

pembakaran samping dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung

pada waktu bernafas, metabolisme sel, olahraga berlebihan , peadangan atau

ketika tubuh terpapar polusi lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, asap

7

rokok, bahan pencemar dan radiasi matahari (Fessenden and Fessenden, 1986

dalam Rosahdi, 2013).

Radikal bebas dalam tubuh bersifat reaktif dan akan berinteraksi secara

destruktif melalui reaksi oksidasi dengan bagian tubuh maupun sel-sel tertentu

yang tersusun atas lemak, protein, karbohidrat, DNA danRNA sehingga memicu

berbagai penyakit seperti jantung koroner, penuaan dini dan kanker. Oleh sebab

itu dibutuhkan antioksidan untuk mengatasi radikal bebas (Reynertson, 2007

dalam Rosahdi, 2013).

2.5 Antioksidan

Menurut Winarti (2010), secara kimia senyawa antioksidan adalah senyawa

yang berperan sebagai donor elektron. Secara biologis, antioksidan adalah

senyawa yang dapat menangkal atau meredam dampak negatif dari oksidan.

Antioksidan merupakan suatu senyawa atau komponen kimia yang dalam kadar

atau jumlah tertentu mampu menghambat atau memperlambat kerusakan yang

ditimbulakan oleh proses oksidasi. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan

satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktifitas dari

senyawa oksidan dapat terhambat. Tubuh memerlukan antioksidan untuk

melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Antioksidan mengikat radikal

bebas dan molekul yang sangat reaktif sehingga kerusakan sel dapat dicegah.

Reaksi oksidasi degan radikal bebas sering terjadi pada molekul protein, asam

nukleat, lipid, dan polisakarida.

Antioksidan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan serta

kesehatan dan kecantikan. Pada bidang kesehatan dan kecantikan antioksidan

berfungsi untuk mencegh penyakit kanker dan tumor, penyempitan pembuluh

darah, penuaan dini dan lain-lain (Tamat et al, 2007; Sayuti dan Yenrina, 2015).

Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi menjadi antioksidan endogen,

yaitu enzim-enzim yang bersifat antioksidan, seperti: Superoksida Dismutase

(SOD), katalase (Cat), dan glutathione peroksidase (Gpx); serta antioksidan

eksogen, yaitu yang didapat dari luar tubuh/makanan. Berbagai bahan alam asli

Indonesia banyak mengandung antioksidan dengan berbagai bahan aktifnya,

antara lain vitamin C, E, pro vitamin A, organosulfur, α-tocopherol, flavonoid,

thymoquinone, statin, niasin, phycocyanin, dan lain-lain. Berbagai bahan alam,

8

baik yang sudah lama digunakan sebagai makanan sehari-hari atau baru

dikembangkan sebagai suplemen makanan, mengandung berbagai antioksidan

tersebut (Werdhasari, 2014).

2.5.1 Mekanisme Kerja Antioksidan

Antioksidan bekerja dengan cara menjebak radikal bebas. Radikal bebas

dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lipid, DNA dan dapat menyebabkan

penyakit degeneratif. Senyawa antioksidan seperti asam fenolik, polifenol, dan

flavonoid mengikat radikal bebas seperti peroksida dengan cara menghambat

mekanisme oksidatif sehingga dapat menghindari penyakit degeneratif (Prakesh

et al, 2001). Dan menurut Sayuti dan Yenrina (2015) beberapa zat yang berfungsi

sebagai antioksidan alami adalah tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan

bilirubin.

Oksidasi lipida yang dihambat oleh antioksidan melalui satu atau lebih

mekanisme, hal itu tergantung pada kondisi reaksi dan sistem makanan. Terdapat

empat proses terhambatnya oksidasi lipida yaitu pemberian hidrogen, pemberian

elektron, penambahan lipida pada cincin aromatik antioksidan (Trilaksani, 2003).

Gambar 2. 1 Mekanisme Kerja Antioksidan (Krisnadi, 2012).

2.5.2 Evaluasi Efektivitas Sediaan Antioksidan dengan Metode DPPH

Metode DPPH (1,1 diphenyl- 2- picrihydrazyl) merupakan metode yang

sering digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan. DPPH merupakan radikal

bebas yang stabil pada suhu kamar dan banyak digunakan untuk menilai aktivitas

antioksidan senyawa atau ekstrak bahan alam. Metode pengujian aktivitas

9

antioksidan dengan DPPH banyak digunakan karena metode ini sederhana,

mudah, cepat dan peka untuk menilai aktivitas antioksidan (Hanani et al., 2005).

Menurut Tjandra et al. (2014), setelah larutan sampel dilarutkan dengan DPPH

maka aktivitas perendaman dapat ditandai dengan perubahan warna dari ungu,

ungu, hingga kuning.

Antioksidan dengan radkal bebas DPPH terjadi reaksi yang membuat adikal

bebas DPPH menjadi berpasangan dengan atom hidrogen dari antioksidan,

sehingga terbentuk molekul DPPH-H (diphenylpicrylhydrazine) yang non radikal.

Intensitas wrna dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan

panjang gelombang 515 – 520 nm sehingga aktivitas perendaman antioksidan

dapat ditentukan (Inggrid dan Susanto,2014). Parameter yang menunjukkan

aktivitas antioksidan adalah niali inhibition concentration (IC50).

IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi larutan sampel

yang mampu mereduksi aktivitas DPPH sebesar 50% (Molyneux, 2004). Setelah

didapatkan nilai IC50 , antioksidan dalam suatu zat dapat digolongkan menjadi

beberapa jenis. Menurut Jun et al., (2012) suatu senyawa dikatakan memiliki

antioksidan sangan aktif bila nilai IC50 bernilai ˂ 50 ppm, aktif bila nilai IC50

bernilai 50- 100ppm, sedang bilai nilai IC50 101- 250ppm, lemah bila nilai IC50

250- 500ppm, dan tidak aktif bila nilai IC50 ˃ 500ppm

2.6 Tinjauan Tanaman Marigold (Tagetes erecta L.)

2.6.1 Deskripsi

Marigold berasal dari Meksiko dan biasa digunakan sebagai obat tradisional

sebagai fungisida, dan sebagai karangan bunga dalam tujuan keagamaan

(Vasudevan et al., 1997; Yolanda, 2012). Marigold merupakan tanaman hias yang

agak kasar, bercabang-cabang dan mmiliki tinggi sekitar 1 meter. Mersipun ada

bunga marigold yang pendek. Daunnya berlekuk-lekuk, bunganya berwarna

kuning terang, coklat-kekuningan, atau oren (Chatterjee, 2011).

Marigold sering disebut sebagai kenikir, gemintir (Bali), randa kencana,

ades (Indonesia), dan tahi kotok (Sunda) (Yolanda, 2012). Selain dalam tujuan

keagamaan tanaman Marigold juga digunakan pada bidang farmasi dan

pengobatan tradisonal yang digunakan sebagai antimikroba, anti inflamasi,

hepatoprotektif, penyembuhan luka, repellent (pengusir serangga), dan memiliki

10

aktifitas analgesik (Gopi et al., 2012; Valyova et al, 2013). Menurut Gopi et al

(2012), Marigold diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Order : Asterales

Family : Asteraceae

Genus : Tagetes

Species : Tagetes erecta L.

Gambar 2. 2 Tanaman Tagetes erecta L. (Yolanda, 2012).

2.6.2 Morfologi

a. Akar

Akar dari tanaman marigold merupakan akar tunggang yang merupakan ciri

dari tanaman kelas Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah). Akar tersebut berwarna

putih kekuningan serta memiliki rambut akar yang berguna untuk mengambil

nutrisi serta air yang terdapat di dalam tanah. Tanaman marigold pada umumnya

tumbuh tegak ke atas dengan tinggi berkisar 0,6 m - 1,3 m (Sukarman dan

Chumaidi, 2010)

b. Daun

Marigold memiliki bentuk tulang daun menyirip. Daun tersebut berbentuk

lanset, tepi beringgit dengan ujung yang meruncing. Bunga dari tanaman marigold

dapat tumbuh hingga diameter bunga 7,5 – 10 cm (Winarto, 2010).

c. Batang

Batangnya berwarna putih kehijauan jika pucuknya masih muda dan jika

sudah dewasa berwarna hijau, tumbuh tegak dan bercabang-cabang. Tinggi

tanaman ini berkisar 30 cm hingga 120 cm. Pada sekujur batangnya, tumbuh daun

11

majemuk yang berujung runcing dan tepinya bergerigi. Batangnya tumbuh tegak

dan bercabang-cabang. Lapisan terluarnya merupakan epidermis batang. Bagian

batang yang disebut korteks, disusun oleh parenkim korteks. (Anonim II, 2007).

d. Bunga

Bunga marigold memiliki bentuk yang menyerupai cawan serta memiliki

warna mencolok yaitu oranye dan kuning cerah. Bunga memiliki organ bunga

yang lengkap yaitu putik dan benang sari (Winarto, 2010).

2.6.3 Kandungan Zat Aktif Bunga Marigold

Bunga Marigold mengandung beberapa metabolisme sekunder, tatapi zat

aktif yang paling penting adalah terpen, minyak atsiri, flavonoid, carotenoid dan

polifenol, selain itu bunga marigold juga merupakan sumber pigmen karotenoid

berwarna kuning seperti karoten yaitu alfa dan beta karoten dan xantofil yaitu

lutein dan zeaxantin (Handelman, 2001; Marotti et al, 2004).

Karotenoid lutein ester, khususnya, telah diidentifikasi sebagai komponen

pigmen utama pada bunga marigold (Gong et al., 2012). Bunga marigold juga

dapat digunakan sebagai sumber karotenoid. Karotenoid yang berasal dari ekstrak

bunga marigold secara komersial digunakan sebagai pewarna dan suplemen

makanan. Salah satu karotenoid yang sering dijumpai adalah lutein. Ekstrak bunga

gumitir yang dianalisis dengan LC-MS telah diketahui mengandung lutein

(Breithaupt et al., 2002). Lutein adalah oksikarotenoid, atau xantofil, yang

mengandung 2 kelompok akhir siklik (satu beta dan satu cincin alfa-ionone) dan

struktur isoprenoid C-40 dasar yang umum untuk semua karotenoid dan

merupakan salah satu unsur utama dan pigmen utama Tagetes erecta. Marigold

adalah salah satu sumber lutein yang paling pekat yaitu 80-90% lutein

(Quackenbush and Miller, 1972).

Menurut penelitian fitokimia yang dilakukan oleh Farjana et al (2009) dan

Ruddock et al (2011) dalam Priyanka et al (2013), berbagai macam bagian dari

tanaman marigold yang diisolasi menghasilkan kandungan kimia yang berbeda

sepeti thiopenes, flavonoid, karotenoid dan triterpenoid. Tanaman Tagetes erecta

L. Diketahui mengandung quercetagetin, glukosida dari quercetagatin, fenol,

syringic acid, methyl-3,5-dihidroxy-4-methoxy benzoate, quercetin, thienyl dan

etil gallate.

12

2.6.4 Kegunaan Bunga Marigold

Marigold merupakan tanaman yang digunakan untuk pengobatan dan

digunakan sebagai hiasan serta kegiatan keagamaan. Daun dari tanaman bunga

marigold ini dilaporkan digunakan sebagai pengobatan untuk penyakit ginjal,

sakit pada bagian otot, ulcers dan luka. Bunga dari tanaman marigold digunakan

sebagai penyembuh deman, untuk merdakan epilepsi, asterigent, mencegah perut

kembung, skabies, komplikasi penyakit liver, dan mengobati penyakit

mata.Tagetes erecta juga digunakan sebagai antibakteria, antimikroba,

antioksidan, repellant (Priyanka et al, 2013).

Beberapa spesies bunga marigold memiliki penggunaan terapeutik pada

berbagai penyakit, seperti keluhan kulit, luka bakar, konjungtivitis dan

penglihatan yang buruk, ketidakteraturan menstruasi, varises, wasir, ulkus

duodenum, dan lain-lain. (Wichtl & Bisset, 1994; Ćetković et al., 2004).

Pada hasil penelitian Phrutivorapongkul dkk. (2013) ekstrak bunga marigold

memiliki IC50 3,70 μg/mL. Tingkat kekuatan antioksidan dikatakan sangat kuat

bila memiliki IC50 <50 μg/mL. jadi dapat dikatakan ekstrak etanol bunga marigold

memiliki intensitas antioksidan sangat kuat (Phrutivorapongkul dkk. 2013).

Peneltian yang dilakukan oleh Valvoya et al. (2012) menggunakan berbagai

pelarut yang berbeda didapatkan IC50 ekstrak bunga Marigold seperti yang tertera

di tabel sebagai berikut:

Tabel II. 1 IC50 ekstrak bunga marigold (Valvoya et al., 2012)

Sample DPPH assay IC50 (µg/mL)

Methanol Extract 7,5±0,1

Ethanol Extract 7,6±0,1

Petroleum ether fraction 100,1±12,4

Chloroform fraction 23,1±0,2

Ethyl acetate fraction 4,3±0,4

Α-Tocopherol 3,5±0,2

13

2.7. Krim

2.7.1 Definisi Krim

1. Menurut Farmakope Indonesia III, Krim adalah sediaan setengah padat

berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan

untuk pemakaian luar.

2. Menurut farmakope IV, Krim adalah bntuk sediaan setengah padat

mngandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam

bahan dasar yang sesuai.

3. Menurut Farmakope Indonesia V, Krim adalah bentuk sediaan stengah

padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi

dalam bahan dasar yang sesuai.

4. Menurut Formularium Nasional, Krim adalah sediaan setengah padat,

berupa emulsi kental mengandun air kurang dari 60% dan dimaksudkan

untuk pemakaian luar.

2.7.2 Penggolongan Krim

Krim memiliki dua tipe yaitu krim minyak dalam air (M/A) dan air dalam

minyak (A/M), ditujukan untuk penggunaan kosmetik dan estetika (Juwita et al,

2013).

Menurut Ansel (1987), Krim digolongkan menjadi dua tipe, yaitu :

1. Tipe minyak dalam air (M/A)

Krim tipe M/A yang digunakan di kulit akan hilang tidak meninggalkan

bekas. Krim M/A biasanya dibuat menggunakan zat pengemulsi campuran

dari surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang umumnya merupakan rantai

panjang alkohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam

lemak lebih populer .

2. Tipe air dalam minyak (A/M)

Krim tipe A/M merupakan krim minyak yang tedispersi ke dalam air.

Krim tipe A/M mengandung zat pengmulsi seperti adeps lanae, wool alcohol

atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam

bervalensi 2, misalnya Kalsium (Ca).

Krim M/A dan A/M memerlukan emulgator yang tepat. Jika emulgator

tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fase.

14

2.7.3 Kualitas Dasar Krim

Menurut Anief (2005), krim yang baik harus memenuhi kriteria sebagai

berikut:

1. Stabil, krim harus bebas dari inkopatibiltas, stabilpada suhu kamar, dan

kelembaban yang ada di dalam kamar.

2. Lunak, zat yang terdapat di dalam krim tidak boleh mengeras sehingga

bahan obat yang terkandung dalam krim dapat dengan mudah dikeluarkan

dari wadahnya.

3. Mudah dipakai, penggunaan krim dujukan untuk mempermudah

pengaplikasian bahan obat pada pasien.

4. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim

padat atau cair pada penggunaan.

2.7.4 Kelebihan dan Kekurangan Krim

Kelebihan krim adalah:

1. Mudah menyebar merata

2. Mudah digunakan

3. Praktis

4. Mudah dibersihkan atau dicuci

5. Tidak lengket terutama krim tipe M/A

6. Memberikan rasa dingin terutama krim tipe A/M

7. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorbsi tidak cukup

beracun

8. Dapat digunakan sebagai kosmetik (Ansel, 2008).

Kekurangan krim adalah:

1. Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim, harus dalam keadaan

panas.

2. Mudah pecah disebabkan karena pengadukan tidak konstan.

3. Mudah kering dan mudah rusak bila disimpan tidak ditmpat yang tidak

sesuai dngan petunjuk penyimpanan (Ansel, 2008).

2.8 Emulgator (Emulsifying agent)

Menurut Nasution dkk, 2004, emulsifying agent merupakan bahan yang

digunakan untuk menurunkan tegangan antarmuka antara dua fasa yang dalam

15

keadaan normal tidak saling bercampur, sehingga keduanya dapat teremulsi.

Secara struktur, emulsifier adalah molekul amfifilik yang memiliki gugus

hidrofilik maupun lipofilik atau gugus yang suka air dan suka lemak dalam satu

molekul.

Bahan yang umum dan sering digunakan dalam aplikasi kefarmasian sebagai

emulsifier dan stabilisator adalah sebagai berikut (Ansel,2011) :

1. Bahan yang mengandung karbohidrat alami

Bahan bahan berikut umumya menghasilkan emulsi tipe m/a. Contoh:

akasia,tragakan, pectin dan agar (Ansel,2011).

2. Bahan mengandung protein

Bahan-bahan ini menghsilkan emulsi m/a sebagai contoh gelatin kasein

dan kuning telur (Ansel,2011).

3. Bahan mengandung alkohol bermolekul tinggi

Bahan ini sebagai agen penebalan dan stabilisator untuk emulsi tipe

minyak dalam air dari lotion atau salep tertentu yang digunakan secara

eksternal. Bahan yang mengandung kolesterol dan turunannya dapat

bekerja sebagai pengemulsi eksternal tipe a/m sebagai contoh stearil

alcohol, setil alcohol, dan gliseril monostearat (Ansel,2011).

4. Agen pembasah (wetting agent) anionic, kationik, nonionic.

a. Anionic

Mempunyai ujung hidrofilik dan lipofilik dengan protein lipofilik yang

dihitung sebagai aktifitas permukaan molekul, pada anionic sebagian

permukaan lipofiliknya bermuatan negative, contohnya sabun

monovalent, dan polivalen (Ansel,2011).

b. Kationik

Memiliki permukaan lipofilik bermuatan positif. Karena itu kombinasi

antara agen anionic dan kationik tidak dianjurkan karena dapat

menetralisir sifat antara keduanya, contoh: benzalkonium klorida

(Ansel,2011).

c. Nonionic

Tidak memiliki kecenderungan untuk mengionisasi, tergantung pada

sifat masing-masing tipe emulsi m/a ataupun a/m, contoh: ester

16

sorbitan, gliserol monostearat dan polioksietilen dan turunannya

(Ansel, 2011).

5. Bahan mengandung padatan halus atau koloid

Umumnya tipe emulsi m/a. ketika larut bahan ditambahkan ke fase air jika

volume lebih banyak dari fase minyak. Namun jika bahan ini ditambahkan

dalam fase minyak, dapat membentuk emulsi dengan tipe a/m, sebagai

contoh: bentonit, magnesium klorida dan alumunium hidroksida

(Ansel,2011).

2.9 Tinjauan Bahan Tambahan

2.9.1 Setil alkohol (Rowee et al., 2009)

Sinonim : Alcohol cetylicus; 1-hexadecanol; n-hexadecyl alcohol

Nama kimia : Hexadecan-1-ol

Berat Molekul : 242.44

Rumus Molekul : C16H34O

Rumus Bangun :

Gambar 2. 3 Struktur Setil Alkohol

Pemerian : Merupakan substansi dari lilin, berbentuk serpihan putih,

granul, kubus, memiliki karakter bau yang menyengat dan

tidak berasa.

Titik didih : 316-344ºC

Titik lebur : 45-52 ºC

Densitas : 0,908 g/cm3

Kelarutan : Mudah larut dalam etanol (95%) dan eter, kelarutan

meningkat dengan peningkatan suhu, praktis tidak larut

17

dalam air, pada saat melebur dapat campur dengan lemak,

parafin padat atau cair dan isoporpil miristat.

Viskositas : ≈ 7 mPa s (7 cP) pada 50 ºC

Stabilitas dan penyimpanan : Setil alkohol stabil dengan adanya asam, basa,

cahaya, atau udara, tidak berubah menjadi tengik.

Disimpan dalam wadah tertutup rapat dan tempat

yang kering.

2.9.2 Asam Stearat (Rowee et al., 2009)

Asam stearat dapat berfungsi sebagai emulgator dalam pembuatan krim jika

direaksikan dengan basa (KOH) atau trietanolamin untuk menetralkannya (Idson

dan Lazarus, 1986).

Sinonim : Acidum stearicum; cetylacetic acid

Nama kimia : Octadecanoic acid

Berat Molekul : 284.47 (for pure material)

Rumus Molekul : C18H36O2

Rumus Bangun :

Gambar 2. 4 Struktur Asam Stearat

Pemerian : Asam Stearat berbentuk keras, putih atau agak kekuningan,

mengkilat, berbentuk kristal padat putih atau serbuk putih

kekuningan. Sedikit bau dan memiliki rasa seperti lemak.

Titik didih : 3838C

Titik lebur : 69–708C

Densitas : 0,980 g/cm3

Kelarutan : Mudah larut dalam benzena, carbon tetrachlorida,

kloroform, dan eter; Larut dalam ethanol (95%), heksana,

dan propilen glikol; praktis larut dalam air.

Stabilitas dan penyimpanan : Asam stearat merupakan bahan yang stabil;

antioksidan mungkin perlu ditambahhkan.

18

Penyimpanan di tempat yang tertutup rapat di

tempat sejuk dan kering.

2.9.3 Paraffin Liquid (Rowee et al., 2009)

Sinonim : mineral oil, heavy mineraloil, liquid petrlatum, paraffin oil

Nama kimia : Mineral oil

Pemerian : Mineral oil tidak berwarna, bening, cairan kental seperti

minyak, tidak berasa dan berbau ketika dingin, memiliki

bau sepeti minyak mineral ketika dipanaskan.

Titik didih : >3600C

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol (95%), gliserin, dan air;

larut dalam aseton, benzen, kloroform, karbon disulfida,

ether.

Stabilitas dan penyimpanan : mengalami oksidasi ketika terpapar dengan panas

dan cahaya, antioksidan diperlukan untuk

menghambat oksidasi. Penyimpanan pada tempat

kedap udara, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk

dan kering.

Kegunaan : Digunakan sebagai eksipien dalam formulasi topikal

digunakan sebagai emolient. Sebagai emulsi topikal

digunakan konsentrasi 1,0-32,0%, untuk losion

topikal 1,0-20,0%, ointment topikal 0,1-95%.

2.9.4 Gliserin (Rowee et al., 2009)

Sinonim : Glicerol; glycerine; glycerolum

Nama kimia : Propane-1,2,3-triol

Berat Molekul : 92.09

Rumus Molekul : C3H8O3

Rumus Bangun :

Gambar 2. 5 Struktur Gliserin

19

Pemerian : Gliserin tidak berwarna, bening, tidak berbau, kental, cairan

higroskopik, mempunyai rasa manis

Titik didih : 2900C (dengan dekomposisi)

Titik lebur : 17.80C

Densitas : 1.2656 g/cm3 at 150C; 1.2636 g/cm3 at 20

0C; 1.2620 g/cm3

at 250C.

Kelarutan : Larut dalam etanol (95%), metanol, dan air; agak larut

dalam aseton; praktis tidak larut dalam minyak, kloroform,

dan benzena; 1:500 dengan eter; 1:11 dengan etil asetat

Stabilitas dan penyimpanan : Gliserin bersifat higroskopis. Campuran gliserin

dengan air, etanol (95%), dan propilene glikol stabil

secara kimia.

2.9.5 Triethanolamin (TEA)

Gambar 2. 6 Triethanolamin

Triethanolamin ((CH₂OHCH₂)₃N) atau TEA merupakan cairan tidak

berwarna atau berwarna kuning pucat, jernih, tidak berbau atau hampir tidak

berbau, dan higroskopis. Cairan ini dapat larut dalam air dan etanol tetapi sukar

larut dalam eter. TEA berfungsi sebagai pengatur pH dan pengemulsi pada fase air

dalam sediaan skin lotion (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1993).

TEA merupakan bahan kimia organik yang terdiri dari amina dan alkohol dan

berfungsi sebagai penyeimbang pH pada formulasi skin lotion. TEA tergolong

dalam basa lemah. (Frauenkron et al, 2002). Konsentrasi yang digunakan untuk

emulsifikasi adalah 2-4% (Goskonda dan Lee, 2005). Trietanolamin merupakan

cairan kental, jernih, tidak berwarna hingga kuning pucat dan sedikit berbau

ammonia. Senyawa ini dapat berubah warna menjadi coklat apabila terpapar udara

dan cahaya. Selain itu juga memiliki kecenderungan untuk memisah dibawa suhu

150C. Homogenitasnya dapat diperoleh kembali dengan pemanasan dan

20

pencampuran sebelum digunakan. Senyawa ini sebaiknya disimpan dalam wadah

kedap udara, terlindungi cahaya, dingin, dan kering (Goskonda dan Lee, 2005).

2.9.6 Propilen glikol

Propilen glikol sering digunakan sebagai solven dan pengawet dalam

formulasi sediaan parenteral dan non parenteral. Propilen glikol dapat digunakan

sebagai peningkat penetrasi pada konsentrasi 1% sampai 10% (Swarbrick dan

Boylan, 1995; Williams dan Barry, 2004). Propilen glikol sebesar 40% juga dapat

meningkatkan penetrasi pada cream aciklovir (Trottet dkk, 2005). Penggunaan

propilen glikol untuk sediaan topikal, memiliki efek iritasi yang kecil, tetapi

penggunaan pada membran mukosa dilaporkan dapat menyebabkan iritasi lokal

(Weller, 2006).

Sifat fisik propilen glikol adalah cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak

berbau dan memiliki rasa manis. Propilen glikol bersifat higroskopis sehingga

harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat dingin dan kering serta

terlindung dari cahaya. Propilen glikol mengalami inkompatibilitas dengan agent

pengoksidasi seperti kalium permanganat (Weller, 2006).

Gambar 2. 7 Struktur Propilen glikol

2.9.7 Nipagin (Metil Paraben)

Gambar 2. 8 Nipagin (Metil Paraben)

Metil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari

101,0% metil-p-hidroksibenzoat dengan pemerian serbuk hablur halus, putih,

hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti

rasa tebal. Ciri dari nipagi yaitu larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air

21

mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P dan

dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam

40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih.

Khasiat nipagin adalah sebagai zat tambahan, zat pengawet. Stabil dan harus

disimpan dalam wadah tertutup baik (Departement Kesehatan RI, 1979).

2.9.8 Nipasol (Propil paraben)

Gambar 2. 9 Nipasol (Propil Paraben)

Nipasol atau Propil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak

lebih dari 101,0% propil-p-hidroksibenzoat, dengan pemerian berupa serbuk

hablur putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Nipasol sangat sukar larut dalam air,

larut dalam 3,5 bagian ethanol (95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140

bagian gliserol p dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali

hidroksida. Memiliki suhu lebur 95°C-98°C, berkhasiat sebagai zat pengawet dan

disimpan dalam wadah yang tertutup baik (Departement Kesehatan RI, 1979).

2.9.9 Butylated Hydroxytoluene (BHT)

Gambar 2. 10 Butylated Hydroxytoluene (BHT)

BHT merupakan salah satu antioksidan yang sering digunakan pada bahan

pangan. BHT hampir sama dengan BHA tetapi kelarutannya dalam lemak dan

minyak tidak sebaik BHA (25-40%). BHT sangat efektif pada lemak hewan tapi

kurang pada vegetable oil serta tidak larut pada air. BHT digunakan untuk

mengurangi flavor lost, pembentukan off flavor, dan perubahan warna yang

disebabkan oksidasi pada produk pangan (Madhavi et al, 1996).

22

Sifat BHT tahan dan stabil pada suhu tinggi yaitu dengan titik didihnya

berkisar dari 264-270C. Sifat tersebut memberi keuntungan untuk proses produksi

yang memerlukan suhu tinggi tetapi tidak sebaik BHA (Coppen, 1983). Menurut

Madhavi et al (1996), BHT tidak memiliki konsentrasi optimum. Stabilitas akan

meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi tetapi peningkatannya

menurun saat level cukup tinggi.

2.9.10 Sodium Metabisulfit (Rowee et al.,2009)

Sodium metabisulfit digunakan sebagai antioksidan untuk oral, parenteral

dan topikal dengan konsentrasi 0,01 – 1,0% b/v, dan untuk formulasi injeksi

intramuskular 27% b/v. Pada konsentrasi diatas 550 ppm dapat menimbulkan

perubahan rasa.

Sinonim : Disodium disulfite, Sodium metabisulfit

Nama kimia : Sodium pyrosulfite

Berat Molekul : 190,1

Rumus Molekul : Na2S2O5

Pemerian : Tidak berwarna, kristal berbentuk prisma.

Titik lebur : kurang dari 1500C

Kelarutan : Mudah larut dalam gliserin, agak larut dalam etanol 95%,

1:9 dalam air, 1:1,2 dalam air 1000C

Stabilitas dan penyimpanan : Bila terpapar dengan udra dan kelembaban, sodium

metabisulfit perlahan-lahan teroksidasi dengan

desintegrasi dari kristal. Larutan Natrium

metabisulfit dapat terdekomposisi oleh udara,

terutama bila dipanaskan. Penyimpanan di tempat

yang tertutup rapat, terhindar dari cahaya, dan di

tempat yang kering.