bab ii landasan teori a. tinjauan pustakatitik lebur 0oc, titik didih : 100oc, dan kalor jenis :...

30
7 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Pemisahan yang berkaitan dengan sistem etanol-air, perlu untuk menguraikan fenomena yang berpengaruh terhadap sistem kesetimbangan uap cair (Vapour Liquid Equilibrium/VLE) campuran biner. Bab ini tinjauan pustaka disajikan pada pembentukan azeotrop dalam sistem etanol-air, ulasan mengenai penggunaan garam elektrolit sebagai agen yang dapat memanipulasi sifat koligatif untuk pemisahan etanol, ikhtisar singkat metode untuk mengatasi perilaku azeotropik serta energetika yang menyertainya. 1. Etanol Etanol adalah senyawa hidrokarbon yang memiliki gugus hidroksil (-OH) dengan 2 atom karbon (C). Etanol juga disebut dengan nama etil alkohol dengan rumus kimia C 2 H 5 OH atau CH 3 CH 2 OH (Rivai, 1995). Gambar 1. Struktur dan Bentuk Molekul Etanol (Ben, 2006) Sifat fisika dan kimia etanol umumnya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil (-OH) dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil (-OH) dapat berpartisipasi ke dalam pembentukan ikatan hidrogen antar molekulnya. Hal ini dikarenakan gugus hidroksi (-OH) memiliki atom O yang mempunyai dua pasang pasangan elektron bebas (lone pair electron) dan mempunyai atom H yang parsial positif, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Sifat gugus hidroksil yang polar juga menyebabkannya dapat larut dalam banyak senyawa ion, seperti natrium hidroksida, kalium hidroksida, magnesium klorida, kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida, dan natrium

Upload: others

Post on 12-Mar-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Pemisahan yang berkaitan dengan sistem etanol-air, perlu untuk

menguraikan fenomena yang berpengaruh terhadap sistem kesetimbangan uap cair

(Vapour Liquid Equilibrium/VLE) campuran biner. Bab ini tinjauan pustaka

disajikan pada pembentukan azeotrop dalam sistem etanol-air, ulasan mengenai

penggunaan garam elektrolit sebagai agen yang dapat memanipulasi sifat koligatif

untuk pemisahan etanol, ikhtisar singkat metode untuk mengatasi perilaku

azeotropik serta energetika yang menyertainya.

1. Etanol

Etanol adalah senyawa hidrokarbon yang memiliki gugus hidroksil (-OH)

dengan 2 atom karbon (C). Etanol juga disebut dengan nama etil alkohol dengan

rumus kimia C2H5OH atau CH3CH2OH (Rivai, 1995).

Gambar 1. Struktur dan Bentuk Molekul Etanol (Ben, 2006)

Sifat fisika dan kimia etanol umumnya dipengaruhi oleh keberadaan gugus

hidroksil (-OH) dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil (-OH) dapat

berpartisipasi ke dalam pembentukan ikatan hidrogen antar molekulnya. Hal ini

dikarenakan gugus hidroksi (-OH) memiliki atom O yang mempunyai dua pasang

pasangan elektron bebas (lone pair electron) dan mempunyai atom H yang parsial

positif, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Sifat gugus hidroksil yang polar juga menyebabkannya dapat larut dalam

banyak senyawa ion, seperti natrium hidroksida, kalium hidroksida, magnesium

klorida, kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida, dan natrium

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

8

bromida. Natrium klorida dan kalium klorida sedikit larut dalam etanol. Oleh

karena etanol juga memiliki rantai karbon nonpolar, ia juga larut dalam senyawa

nonpolar, meliputi kebanyakan minyak atsiri dan banyak perasa, pewarna, dan

obat (Martha, 1976).

Gambar 2. Ikatan hidrogen antar molekul etanol (Fesenden & Fesenden, 1986;

Rochelle, 2005).

Etanol dapat digunakan sebagai bahan bakar transportasi, terutama sebagai

biofuel aditif untuk bensin. Larutan jernih dan tidak berwarna yang memiliki titik

didih sekitar 78,4° C dengan densitas 0,789 g/ml pada suhu 25oC dan berat

molekulnya 46,07 g/mol (Aldrich, 2011). Etanol memiliki sifat tidak berwarna,

volatil dan dapat bercampur dengan air (Kartika dkk., 1997). Sifat kimia etanol

yang tidak beracun, dapat digunakan sebagai pelarut dalam industri kimia dan

farmasi, campuran bahan bakar bensin, kosmetik, dan obat-obatan (Rahmi, 2011).

Etanol dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode, salah satu

caranya yaitu dengan fermentasi pati. Pembuatan etanol dari bahan-bahan pati,

maka haruslah diubah terlebih dahulu menjadi gula, kemudian etanol dapat

diproduksi dengan cara fermentasi. Fermentasi adalah proses membiakkan ragi

untuk mendapatkan alkohol dengan spesies ragi tertentu (misalnya

Saccharomyces cerevisiae) dengan mencerna gula dan menghasilkan etanol dan

karbon dioksida.

C6H12O6 → 2 CH3CH2OH + 2 CO2 (1)

(Morais et al., 1996)

Ikatan Hidrogen

Ikatan Hidrogen

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

9

2. Air

Air adalah senyawa kimia dengan rumus kimia H2O, artinya satu molekul

air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom

oksigen. Atom oksigen memiliki nilai keelektronegatifan yang sangat besar dan

mempunyai dua pasang pasangen elektron bebas (lone pair electron), sedangkan

atom hidrogen memiliki nilai keelektronegatifan paling kecil sehingga bersifat

parsial positif. Hal ini selain menyebabkan sifat kepolaran air yang besar juga

menyebabkan adanya ikatan hidrogen antar molekul air (Gambar 3).

Gambar 3. Ikatan hidrogen antar molekul air (Fesenden & Fesenden, 1986).

Air mempunyai sifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada

kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan suhu 273,15 K (0oC). Air

mempunyai massa molar 18,0153 g/mol, densitas 0,998 g/cm³ (cair pada 20°C),

titik lebur 0oC, titik didih : 100

oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20

oC).

Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena mampu melarutkan

banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan

senyawa organik (Rivai, 1995).

3. Sistem Biner

Campuran dalam bentuk cair dapat terbentuk dari 2 cairan (seperti etanol

dan air), dari sebuah cairan dan gas yaang terlarut dalam cairan, atau dari cairan

dan padatan yang terlarut dalam cairan. Dalam beberapa kasus, salah satu zat cair

(cairan) berpengaruh lebih besar (dominan) dan disebut sebagai pelarut, dan

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

10

substansi lainnya (gas, cair, padat) disebut sebagai zat terlarut, campuran ini

disebut sebagai larutan. Larutan biner terdiri dari larutan gas dalam gas, larutan

gas dalam cairan, larutan zat padat dalam cairan, larutan cairan dalam cairan,

larutan padat dalam gas, larutan cairan dalam gas, larutan zat padat dalam zat

padat (Castellan, 1983; Brady, 1999; Sukardjo, 2013).

Sistem biner dapat bersifat ideal maupun tidak. Syarat larutan ideal

antaralain homogen pada seluruh sistem, tidak ada entalpi pencampuran pada

waktu komponen-komponen dicampur membentuk larutan (∆Hmix = 0), volume

larutan sama dengan jumlah komponen yang dicampurkan (∆Vmix = 0), memenuhi

hukum Roult : P1 = X1.Po. Jika suatu komponen (pelarut) mendekati murni,

komponen itu berperilaku sesuai dengan Hukum Roult dan mempunyai tekanan

uap yang sebanding dengan fraksi mol (Castellan, 1983; Sukardjo, 2013).

Bila sistem biner bersifat non ideal maka akan meyimpang dari hukum

Roult. Beberapa larutan yang menyimpang jauh dari hukum Roult seperti etanol-

air, air-tetrahidrofuran, metanol-dimetil karbonat membentuk larutan non ideal

(Pereiro et al., 2012).

Sistem kesetimbangan dua fasa pada tekanan konstan dapat dikarakterisasi

melalui kurva kesetimbangan sebagai fungsi dari komposisi fasa uap-cair (fraksi

mol) dan temperatur. Kurva temperatur versus komposisi untuk hipotesis

campuran ideal dan non ideal ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Kurva temperatur versus komposisi sistem biner. (a) Sistem ideal; (b)

Sistem nonideal deviasi negatif; (c) Sistem nonideal deviasi positif (White, 1975).

Kesetimbangan sistem biner dapat diamati melalui pengukuran titik didih

dan titik embunnya. Kato et al. (1970) mempelajari kesetimbangan sistem biner

(a) (b) (c)

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

11

pada sistem metanol-air dengan metode dew and bubble point yang menghasilkan

data pada Tabel 1 dan kurva kesetimbangan uap-cair yang ditunjukkan pada

Gambar 5.

Tabel 1. Data pengukuran sistem biner metanol-air pada 1 atm (Kato et al., 1970).

Fraksi Mol Metanol Suhu Titik Embun (oC) Suhu Titik Didih (

oC)

0,043 98,8 92,8

0,109 97,3 86,9

0,206 94,7 81,2

0,384 90,5 76,8

0,456 86,7 74,0

0,610 80,9 71,3

0,753 74,3 68,6

0,900 68,5 66,1

Gambar 5. Kurva T-x sistem biner metanol-air pada 1 atm. (●) Data eksperimen;

(○) Data Uchida & Kato (Kato et al., 1970)

Kesetimbangan sistem biner dapat diamati melalui pengukuran titik didih

(bubble point temperature/Tk) dan titik embun campuran (dew point

Fraksi mol

Tem

pera

tur

oC

Uap

Cairan

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

12

temperature/Th) yang dilakukan oleh Smith dan Bruno (2006), untuk

mempelajari kurva destilasi dari 91 AI gasoline dan 91 AI gasoline + 15%

metanol. Thermocouple untuk pengukuran suhu titik didih diletakkan didalam

labu (temperature kattle/Tk) sedangkan untuk pengukuran suhu titik embun

diletakkan pada kepala labu destilasi (temperature head/Th). Kurva destilasi

keduanya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. (a) Kurva destilasi dari 91 AI gasoline (b) Kurva destilasi 91 AI

gasoline + 15% metanol (Smith dan Bruno, 2006).

4. Campuran Azeotrop

Secara sederhana, campuran azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih

komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan distilasi sederhana. Campuran

cairan non-idealistis dan satu titik di mana komposisi cairan dan komposisi uap

adalah sama (Malesinski, 1965). Setiap campuran yang membentuk azeotrop

memiliki karakteristik komposisi, suhu dan tekanan di mana titik azeotrop itu

berada. Apabila titik didih azeotrop lebih tinggi dari komponen penyusunnya

maka disebut negatif azeotrop, dan jika titik didih lebih rendah dari komponen

penyusunnya disebut azeotrop positif. Hal ini paling sering disajikan dalam hal T-

x diagram (di mana T adalah suhu dan x adalah fraksi mol)( Castellan, 1983;

Barrow, 1996).

Fraksi volume (%) Fraksi volume (%)

T (oC)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

45

65

85

65

85

105 105

125 125

145 145

165 165

185 185

205 205

(a) (b)

45

T (oC)

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

13

Gambar 7. Kurva T-x dengan titik didih maksimal dan minimal (a) Diagram fasa

titik azeotrof deviasi positif (b) Diagram fasa titik azeotrop deviasi negatif

(Castellan, 1983).

Campuran azeotropik memerlukan metode khusus untuk memfasilitasi

proses pemisahannya. Pemisahan campuran cairan homogen (bioetanol dan air)

membutuhkan pembentukan atau penambahan fase lain dalam sistem (Smith,

1995). Salah satu metodenya yaitu penambahan garam dalam proses distilasi

(Zhigang et al., 2005).

a. Pembentukan Azeotrop Etanol / Air

Urutan proses mendidih-kondensasi-pendidihan ulang campuran etanol-air

terus berlangsung sampai komposisi uap mencapai 89 % etanol dan uap kental

terbentuk pada komposisi 89 % mol etanol tersebut (Ohe, 1991). Pada komposisi

tersebut kurva cair dan kurva uap bertemu pada saat itu. Sistem etanol-air

memiliki bentuk kurva kesetimbangan uap-cair deviasi positif, seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 8. Dimana pada komposisi 89 % mol etanol, uap yang

dihasilkan akan memiliki komposisi yang sama dengan cairan. Jika mengembun

lagi, masih akan memiliki komposisi yang sama. Pada titik ini etanol dan air

mendidih pada titik didih konstan. Hal ini dikenal sebagai azeotrop atau campuran

azeotropik etanol-air (Ohe, 1991).

Fraksi (% mol)

Tem

pera

tur

(b)

Fraksi (% mol)

Tem

pera

tur

(a)

Uap

Cair

Azeotrop

Cair

Azeotrop

Uap

0 1 1 0

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

14

Gambar 8. Kurva kesetimbangan uap-cair deviasi positif sistem etanol-air

(Ben, 2006).

b. Ikatan Hidrogen dalam Etanol dan Air

Ikatan hidrogen adalah istilah yang diberikan untuk interaksi yang sangat

kuat pada molekul polar yang memiliki atom hidrogen yang terikat langsung ke

oksigen (-OH) atau nitrogen (-NH). Molekul-molekul ini memiliki titik didih

lebih tinggi bila dibandingkan dengan molekul berukuran sama yang tidak

memiliki -OH atau gugus -NH. Hal ini diakibatkan oleh ikatan hidrogen yang

membuat molekul "lebih erat" sehingga memerlukan energi yang lebih tinggi

untuk memisahkan mereka (Ophardt, 2003).

Pada campuran etanol-air, etanol memiliki atom hidrogen yang terikat

langsung ke oksigen membentuk gugus hidroksi (-OH). Adanya gugus hidroksil

ini menyebabkan etanol bersifat polar sehingga etanol memiliki sifat yang mirip

dengan molekul air yang juga bersifat polar karena memiliki gugus -OH.

Kesamaan sifat ini menyebabkan etanol dan air dapat bercampur sempurna (Hart,

1983). Adanya gugus hidroksi pada molekul etanol dan air juga dapat

menyebabkan terjadinya ikatan hidrogen antar molekul etanol dan air. Akan tetapi

ikatan hidrogen antar molekul etanol tidak seefektif ketika dalam air, hal ini

Komposisi Uap

Komposisi Cair

Titik Azeotrop

Fraksi mol

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

15

dikarenakan molekul etanol juga memiliki gugus nonpolar (CH3 - CH2-) sehingga

mengurangi kekuatan ikatan hidrogen antar molekul etanol (Ophardt, 2003).

Pada molekul etanol gugus OH terikat pada rantai karbon dan 1 molekul

etanol dapat membentuk 3 ikatan hidrogen dengan air. Atom O pada molekul

etanol memiliki 2 lone pair elektron yang bermuatan parsial negatif sehingga

mampu untuk berinteraksi membentuk 2 ikatan hidrogen dengan atom H yang

bermuatan parsial positif dari molekul air. Adapun atom H yang bermuatan parsial

positif dari gugus OH etanol berinteraksi membentuk 1 ikatan hidrogen dengan

atom O yang bermuatan parsial negatif dari molekul air (Jeffrey &Takagi, 1977).

Pada molekul air, atom O dari molekul air juga memiliki 2 lone pair

elektron sehingga mampu berinteraksi membentuk 2 ikatan hidrogen dengan atom

H dari molekul etanol. Adapun 2 atom H dari molekul air dapat berinteraksi

membentuk 2 ikatan hidrogen dengan atom O dari gugus OH etanol. Oleh karena

itu, 1 molekul air mampu membentuk 4 ikatan hidrogen dengan molekul etanol

(Jeffrey & Takagi, 1977).

Pencampuran antara etanol-air menyebabkan putusnya ikatan hidrogen

antar molekul etanol dan membentuk ikatan hidrogen yang kuat antara molekul air

dan etanol, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Ikatan hidrogen antara molekul air dan etanol (Ben, 2009).

Ikatan hidrogen yang terbentuk antar molekul etanol air mengakibatkan

campuran etanol-air sulit dipisahkan. Hal ini karena pada komposisi, suhu dan

tekanan tertentu, campuran tersebut memiliki komposisi cair dan uap yang sama,

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

16

yang disebut sebagai azeotrop. Campuran etanol-air membentuk azeotrop pada

89% mol etanol dan 11% mol air.

5. Sistem Azeotrop Dan Proses Destilasi

Destilasi adalah salah satu teknik yang sering digunakan untuk

memisahkan cairan dalam campuran biner. Pemisahan pada destilasi adalah

metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih komponen cairan pada

tekanan tertentu. Namun destilasi juga bisa dilakukan berdasarkan perbedaan pada

sifat fisik dari cairan yang disebut dengan volatilitas. Volatilitas atau kemampuan

menguap, merupakan bagian terpenting dalam proses pemisahan dengan destilasi,

karena volatilitas dari suatu komponen mempengaruhi kemampuan komponen

tersebut untuk lepas/memisahkan diri dari komponen lain dalam campuran pada

suhu tertentu. Komponen yang memiliki volatilitas lebih tinggi akan lebih mudah

terlepas dari komponen yang volatilitasnya lebih rendah. Proses penguapan

tersebut diiikuti dengan penampungan material uap dengan cara pendinginan dan

pengembunan dalam kondensor pendingin air (Gershon dan Jack, 1996).

Destilasi sederhana atau destilasi biasa adalah salah satu jenis teknik

destilasi yang digunakan untuk memisahkan dua atau lebih komponen yang

memiliki perbedaan titik didih yang jauh (lebih dari 20oC) atau salah satu

komponennya bersifat volatile. Proses destilasi sederhana ini dilakukan pada

tekanan atmosfer. Salah satu aplikasi proses destilasi sederhana digunakan untuk

memisahakan campuran air dengan alkohol (Gershon dan Jack, 1996).

Cairan yang bersifat lebih volatile dari beberapa komponen akan menguap

lebih cepat, selanjutnya didinginkan dalam kondensor dan akan memiliki proprosi

yang lebih besar dalam labu destilat, sedangkan komponen yang memiliki sifat

volatile yang lebih rendah akan tertinggal dalam cairan yang berada dalam labu

destilasi. Rangkaian alat destilasi sederhana ditunjukkan pada Gambar 10.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

17

Gambar 10. Alat Destilasi Sederhana

a. Destilasi campuran Azeotrop

Distilasi campuran azeotrop dalam prosesnya biasa menggunakan senyawa

lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut, atau dengan menggunakan

tekanan tinggi (Ngema, 2010). Destilasi campuran azeotrop dapat dilakukan

dengan penambahan zat entrainer. Fungsi dari entrainer adalah untuk

mempengaruhi volatilitas salah satu komponen dalam campuran. Entrainer harus

mempunyai beberapa sifat diantaranya selektivitas tinggi, titik didih tinggi,

murah, tidak beracun, pemurnian mudah, titik leleh rendah, tingkat korosif rendah

dan mempunyai kestabilan termal dan kimia yang tinggi (Zhigang et al., 2005).

Terdapat dua tipe entrainer yang digunakan dalam destilasi campuran azeotrop.

Jenis entrainer yang pertama yaitu berupa pelarut (solvent). Terdapat

empat jenis solvent yang dapat digunakan dalam destilasi campuran azeotrop ini

yaitu berupa solid salt solvent, liquid solvent, kombinasi solid salt solvent dan

liquid solvent, dan ionic solvent (Zhigang et al., 2005). Apabila campuran

azeotrop terdiri dari dua komponen, maka ketika solvent ditambah akan terbentuk

ternary azeotrope. Apabila ternary azeotrope didestilasi akan didapatkan salah

satu komponon murninya. Pada proses dehidrasi alkohol, dapat menggunakan

senyawa-senyawa seperti benzena, n-pentana, sikloheksana, heksana, n-heptana,

isooktana, aseton, dietil eter dan polimer sebagai entrainer (Kumar et al., 2010).

Air keluar

Air masuk

Kondensor

Labu Destilat Labu Destilasi

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

18

Pada proses pemisahan air dari etanol dengan destilasi azeotrop akan

menghasilkan dua fasa yaitu : (i) fasa dalam etanol yang terdiri dari campuran

etanol-solvent entrainer dan (ii) fasa dalam air yang terdiri dari campuran air-

entrainer. Fasa campuran etanol- solvent entrainer dilakukan proses reflux

sehingga etanol dapat terpisah dari entrainer (Huang et al., 2008). Kelemahan dari

metode dengan penambahan entrainer adalah biaya dan konsumsi energi yang

tinggi, serta ketergantungan pada bahan kimia berbahaya seperti benzena

(karsinogenik) dan sikloheksana (mudah terbakar).

Jenis entrainer yang kedua yaitu berupa garam-garam padat (Zhigang et

al., 2005). Pada penyulingan campuran solvent, konsentrasi kecil garam mampu

meningkatkan volatilitas relatif dari komponen yang lebih mudah menguap. Hal

ini dikarenakan terjadinya solvasi ion garam. Solvasi ion ini terjadi ketika garam

terdisosiasi dalam larutan oleh komponen kurang mudah menguap dari campuran

pelarut (Mario dan Jamie, 2003).

Garam yang umumnya digunakan adalah garam anorganik karena

mempunyai polaritas yang dengan mudah larut dalam campuran menyebabkan

salt effect (Pereiro et al., 2012). Salt effect merupakan efek dari keberadaan suatu

zat terlarut (garam) didalam suatu larutan terhadap kelarutan zat terlarut lainnya.

Salt effect terdiri dari salting out dan salting in. Salting out merupakan

berkurangnya kelarutan suatu zat utama dalam solvent apabila suatu zat terlarut

tertentu mempunyai kelarutan lebih besar dibandingkan zat utama. Salting in

terjadi apabila adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama

dalam solvent menjadi lebih besar (Atkins, 1996).

Bila senyawa organik bercampur dengan air dalam segala perbandingan,

penambahan garam mungkin menghasilkan pemisahan parsial sehingga terbentuk

dua lapisan. Satu lapisan kaya organik dan lapisan lain kaya air. Contohnya sistem

air-metanol dan kalium karbonat, yang ditunjukkan pada Gambar 11 dan Tabel 2.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

19

Gambar 11. Sistem CH3OH, K2CO3, dan air pada 30oC

(Castellan, 1983; Triyono, 2006).

Tabel 2. Sistem CH3OH, K2CO3, dan air pada 30oC.

No Daerah Sistem

1 Aab K2CO3 dalam kesetimbangan dalam larutan jenuh kaya

air

2 Aed K2CO3 dalam kesetimbangan dalam larutan jenuh kaya

methanol

3 Byd Dua lapisan cairan jenuh

4 Abd K2CO3 dalam kesetimbangan dalam larutan b dan d

Misalkan kalium karbonat ditambahkan ke dalam campuran methanol-air

yang komposisinya x (satu fasa). Sistem akan bergerak sepanjang garis xyzA. Pada

y dua lapisan terbentuk, pada z kalium karbonat berhenti melarut sehingga di

dalam sistem ada padatan kalium karbonat lapisan cairan b dan lapisan d (dua

fasa). Penambahan kalium karbonat setelah kalium karbonat berhenti melarut

(tetap sebagai padatan) tidak merubah komposisi lapisan b maupun d. Diagram

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

20

tersebut juga dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa larutan jenuh garam

didalam air akan terbentuk endapan bila ke dalamnya ditambahkan alkohol (garis

aB) (Castellan, 1983).

Ion dari garam padat mampu memberikan efek besar pada molekul zat

cair, baik dalam kekuatan gaya tarik menarik yang diberikan pada molekul-

molekul komponen campuran dan tingkat selektivitas yang diberikan. Ini berarti

bahwa garam memberikan kemampuan pemisahan yang baik. Selain itu, garam

padat bersifat non volatile atau tidak mudah menguap, sehingga susah untuk

bercampur dengan produk yang dihasilkan. Tidak ada uap garam yang terhirup

oleh operator dan ramah lingkungan (Zhigang et al., 2005). Namun, ketika garam

padat digunakan pada operasi industri, tidak dapat digunakan kembali, dapat

menyebabkan penyumbatan dan korosi pada saluran alat destilasi. Oleh karena itu,

dalam dunia industri jarang menggunakan garam padat untuk destilasi (Ngema,

2010).

Duan et al. (1980) dan Zhigang et al. (2005) telah mempelajari pengaruh

garam yang berbeda pada volatilitas relatif etanol dan air. Ditemukan bahwa

beberapa garam menghasilkan efek garam yang besar pada sistem etanol air AlCl3

> CaCl2 > NaCl2, Al(NO3)3 > Cu(NO3)2 > KNO3. Salah satu sifat garam sebagai

agent yang dapat dimanfaatkan dalam pemisahan campuran etanol-air adalah

garam memiliki sifat mudah terionkan dalam air. Oleh karena itu, untuk

pemisahan etanol-air, penambahan garam dapat digantikan dengan penambahan

suatu zat elektrolit yang salah satu sifatnya juga mudah terionkan dalam air.

b. KOH dan NaOH sebagai zat elektrolit dalam pemisahan campuran

etanol-air.

KOH dan NaOH merupakan senyawa ionik dimana umumnya mempunyai

titik didih dan titik leleh relatif tinggi dan merupakan penghantar listrik yang baik

dalam leburan maupun larutannya. Relatif tingginya titik didih disebabkan oleh

relatif besarnya energi yang diperlukan untuk memutuskan gaya-gaya Coloumb

antara ion-ion sedangkan sifat penghantar listrik disebabkan oleh gerakan ion-ion

dalam leburan atau larutannya.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

21

KOH memiliki berat molekul 56,11 g/mol dan mempunyai titik didih

1327oC, kelarutan yang tinggi dalam air 1100 g/L pada 25

oC dan dalam etanol

279 g/L. Unsur alkali ini berdisosiasi eksotermik didalam air secara sempurna

menjadi ion K+ dan OH

- seperti tercantum pada persamaan (2) (Lide, 1995).

KOH + H2O → K+ + 2OH

- + H2O (2)

Pada suhu 25o, NaOH memiliki berat molekul 40,00 g/mol, kelarutan NaOH

dalam air yaitu 1110 g/L dan mempunyai titik didih 1661oC. Selain itu NaOH

dan KOH memiliki sifat mudah terionkan menjadi ion-ionnya dengan ukuran jari-

jari ion K+ sebesar 133 pm dan ion Na

+ sebesar 95 pm (Heaton, 1996).

KOH memiliki kemiripan sifat dengan NaOH yaitu suatu alkali

hidroksida. KOH dan NaOH terdiri dari kation berupa logam alkali (K+, Na

+). K

+

dan Na+ yang memiliki kemampuan kuat dalam donor proton dalam ikatan

hidrogen dan juga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air (sebagai

acceptor ikatan hidrogen) dan melemahkan interaksi antara molekul etanol dan

air. Sedangkan anion memiliki kemampuan kuat sebagai acceptor proton dalam

ikatan hidrogen, sehingga anion dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air

(sebagai donor ikatan hidrogen). Molekul air memiliki kemampuan kuat sebagai

acceptor dan donor ikatan hidrogen sedangkan etanol kuat dalam acceptor ikatan

hidrogen tetapi lemah dalam donor ikatan hidrogen (Lei et al., 2014). Oleh karena

itu, KOH dan NaOH lebih cenderung berinteraksi dengan molekul air daripada

dengan molekul etanol. Terganggunya ikatan hidrogen antara etanol-air oleh

penambahan zat elektrolit (KOH dan NaOH) akan mempengaruhi titik azeotrop

kurva kesetimbangan uap-cair campuran biner etanol-air serta dimungkinkan

terjadinya perubahan energetika setelah penambahan zat elektrolit tersebut.

Struktur geometris interaksi antara kation (K+) dengan molekul etanol dan air

ditunjukkan pada Gambar 12.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

22

Gambar 12. Struktrur geometris dari (a) etanol + KAc (b) Air + KAc.

(Lei et al., 2014)

Penambahan zat elektrolit NaOH dan KOH akan melemahkan dan

mengurangi interaksi ikatan hidrogen antara molekul etanol dan air yaitu dengan

melemahkan gaya tarik dipol-dipol antara molekul etanol-air (Gambar 12).

Semakin lemahnya gaya tarik dipol-dipol etanol-air maka energi yang dibutuhkan

untuk memisahkan molekul etanol dan molekul air semakin kecil pula, sehingga

etanol akan lebih mudah terpisah dari air. Sementara itu, penambahan zat

elektrolit juga akan menurunkan tekanan uap air, sehingga air mengalami

kenaikan titik didih akibat adanya sifat koligatif larutan. Adapun etanol akan

menguap pada titik didih yang sama seperti sebelum ditambah zat elektrolit.

Kenaikan titik didih air dan tidak berubahnya titik didih etanol setelah

penambahan zat elektrolit akan menyebabkan terganggunya titik azeotrop pada

kurva kesetimbangan uap-cair campuran etanol-air.

6. Sifat Termodinamika dan Sifat Koligatif

Entalpi, entropi, energi internal, dan lain-lain adalah sifat termodinamika

yang berguna untuk menganalisis energi dari suatu sistem.

a. Campuran Ideal Dua Komponen

Menurut Castellan (1983), jika campuran dua cairan nyata (real) berada

dalam kesetimbangan dengan uapnya pada suhu tetap, potensial kimia dari masing

– masing komponen adalah sama dalam fasa gas dan cairnya (Persamaan (3)).

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

23

)()( ligi (3)

Jika uap dianggap sebagai gas ideal, maka

o

io

gigiP

PRT ln)()( (4)

dimana Po adalah tekanan standar (1 bar). Sehingga potensial kimia pada fasa cair

yaitu,

i

o

lili aRT ln)()( (5)

Persamaan (5) dapat ditulis menjadi :

i

o

lio

io

gi aRTP

PRT lnln )()( (6)

Berdasarkan persamaan (6) dapat disimpulkan bahwa

io

i

i aRTP

PRT lnln (7)

o

i

i

iP

Pa (8)

Persamaan (8) menyatakan bahwa bila uap merupakan gas ideal, maka

aktifitas dari komponen i pada larutan adalah perbandingan tekanan parsial zat i di

atas larutan (Pi) dan tekanan uap murni dari zat i (Pio).

Pada tahun 1884, Raoult mengemukakan hubungan sederhana yang dapat

digunakan untuk memperkirakan tekanan parsial zat i di atas larutan (Pi ) dari

suatu komponen dalam larutan. Menurut Raoult,

o

iii PxP (9)

Pernyataan ini disebut sebagai Hukum Raoult, yang akan dipenuhi bila

komponen – komponen dalam larutan mempunyai sifat yang mirip atau antaraksi

antar larutan besarnya sama dengan interaksi di dalam larutan (A – B = A – A = B

– B). Campuran yang demikian disebut sebagai campuran ideal, contohnya

campuran benzena dan toluena. Campuran ideal memiliki sifat – sifat :

ΔHmix = 0

ΔVmix = 0

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

24

ΔSmix = - R Σni ln xi

Tekanan uap total di atas campuran adalah

21 PPP

oo PxPx 2211 (10)

Karena x2 = 1 – x1, maka

1212 xPPPP ooo (11)

Persamaan di atas digunakan untuk membuat garis titik didih (bubble point

line). Di atas garis ini, sistem berada dalam fasa cair. Komposisi uap pada

kesetimbangan ditentukan dengan cara :

P

Px i

i '

(12)

Keadaan campuran ideal yang terdiri dari dua komponen dapat

digambarkan dengan kurva tekanan tehadap fraksi mol berikut.

Gambar 13. (a) Tekanan total dan parsial untuk campuran benzena – toluena pada

60oC; (b) Fasa cair dan uap untuk campuran benzena – toluena pada 60

oC

(Castellan, 1983).

Garis titik embun (dew point line) dibuat dengan menggunakan persamaan :

oooo

oo

xPPP

PPP

1121

21

(13)

Di bawah garis ini, sistem setimbang dalam keadaan uap.

(a) (b)

Garis

titik

didih

Garis

titik

embun

Garis

titik

didih

uap

v l

cair

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

25

Pada tekanan yang sama, titik – titik pada garis titik gelembung dan garis

titik embun dihubungkan dengan garis horisontal yang disebut tie line (garis v-l

pada Gambar 12. Jika diandaikan fraksi mol toluena adalah x, maka jumlah zat

yang berada dalam fasa cair adalah seperti tercantum pada persamaan (14).

vl

vxCcair

(14)

Sedangkan jumlah zat yang berada dalam fas uap adalah,

vl

xlCuap

(15)

Penentuan jumlah zat pada kedua fasa dengan menggunakan persamaan (14) dan

(15) disebut sebagai Lever Rule.

Pembentukan campuran dari konstituen murni selalu terjadi secara

spontan, Proses ini harus disertai oleh penurunan energi Gibbs. Keadaan awal

ditunjukkan pada Gambar 13(a). Sedangkan keadaan akhir ditunjukkan pada

Gambar 13(b), yaitu campuran di bawah tekanan (p) dan suhu (T) yang sama.

Pada keadaan awal, energi Gibbs adalah :

o

iinitial niG )( (16)

Energi Gibbs pada keadaan akhir,

iiinal nfG )( (17)

Energi Gibbs campuran, ∆Gmix = Gfinal - Ginitial

Sehingga persamaan (17) dapat dinyatakan menjadi persamaan (18).

)( o

iiimix nG (18)

Menggunakan persamaan io

ii xRT ln , maka persamaan energi Gibbs

campuran dapat dinyatakan menjadi persamaan (19).

iimix xnRTG ln (19)

ni dapat disubtitusikan menjadi ni = xi n, dimana n adalah jumlah total mol dalam

campuran. Sehingga persamaan (19) dapat dinyatakan menjadi persamaan (20).

iimix xxnRTG ln (20)

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

26

Gambar 14. Energi bebas Gibbs. (a) keadaan awal (b) keadaan akhir (Castellan,

1983; Triyono, 2006)

Diferensial dari ∆Gmix = Gfinal-Ginitial terhadap temperatur merupakan ∆Smix, seperti

yang ditunjukkan pada persamaan (21).

mixmix

ST

G

)(

(21)

Sehingga persamaan (21) dapat dinyatakan menjadi persamaan (22).

ii

mixxxnR

T

Gln)(

(22)

Perubahan spontan suatu sistem harus diikuti dengan penurunan energi bebas

sehingga ∆G negatif (∆G < 0). Untuk memperoleh ∆G negatif akan lebih mudah

apabila ∆Hmix negatif (Eksotermis) dan ∆Smix positif (menjadi lebih tidak teratur).

∆Gmix = ∆Hmix - T∆Smix (23)

Menggunakan persamaan energi Gibbs dan entropi campuran pada

persamaan (22) dan persamaan (23), menghasilkan persamaan (24):

iimixii xxnRTHxxnRT lnln (24)

Sehingga diperoleh

∆Hmix = 0

Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan larutan ideal tidak disertai dengan

perubahan entalpi.

(a) (b)

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

27

Gambar 15. (a) energi Gibbs untuk larutan ideal (b) entropi untuk larutan ideal

(Castellan, 1983).

b. Campuran Non Ideal Dua Komponen

Tidak semua campuran bersifat ideal. Campuran – campuran non ideal ini

mengalami penyimpangan / deviasi dari hukum Raoult. Terdapat dua macam

penyimpangan hukum Raoult, yaitu :

1. Penyimpangan positif

Penyimpangan positif hukum Raoult terjadi apabila interaksi dalam masing-

masing zat lebih kuat daripada antaraksi dalam campuran zat (A –A, B – B >

A – B). Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) positif

(bersifat endotermik) dan mengakibatkan terjadinya penambahan volume

campuran (ΔVmix > 0). Contoh penyimpangan positif terjadi pada campuran

etanol dan n – heksana.

2. Penyimpangan negatif

Penyimpangan negatif hukum Raoult terjadi apabila antaraksi dalam

campuran zat lebih kuat daripada interaksi dalam masing – masing zat ( A – B

> A – A, B – B). Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix<0)

negatif (bersifat eksotermik) mengakibatkan terjadinya pengurangan volume

campuran (ΔVmix < 0). Contoh penyimpangan negatif terjadi pada campuran

aseton dan air.

(a) (b)

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

28

Gambar 16. Penyimpangan / deviasi dari hukum Raoult (a) Penyimpangan positif

hukum Raoult (b) Penyimpangan negatif hukum Raoult (Castellan, 1983).

Pada Gambar 16(a) dan Gambar 16(b) terlihat bahwa masing – masing

kurva memiliki tekanan uap maksimum dan minimum. Sistem yang memiliki nilai

maksimum atau minimum disebut sistem azeotrop. Menurut Castellan (1983),

dalam rangka untuk menghitung energi dari larutan non ideal atau campuran,

perlu untuk mempertimbangkan energi campuran. Sehingga, terjadi perubahan

nilai energi ketika dua atau lebih zat dicampur, pada suhu dan tekanan yang sama.

Perubahan ini terjadi juga terhadap nilai-nilai lainnya yaitu: entalpi, entropi dan

energi bebas Gibbs.

Untuk mempelajari sistem termodinamika dari sistem non ideal

menggunakan konsep aktivitas dan fugasitas yang diperkenalkan pertama kali

oleh G.N.Lewis. Potensial kimia komponen didalam campuran secara umum

merupakan fungsi dari temperature, tekanan, dan komposisi. Di dalam campuran

gas, potensial tiap komponen adalah dinyatakan dalam persamaan (25).

i

o

ii fRTT ln)( (25)

Suku pertama hanya merupakan fungsi temperatur saja, sedangkan

fugasitas (fi) merupakan fungsi dari temperatur, tekanan, dan komposisi. Fugasitas

merupakan ukuran dari potensial kimia gas i di dalam campuran.

Di dalam larutan cair, untuk setiap komponen i di dalam setiap campuran

berfasa cair, potensial komponen i dituliskan dalam persamaan (26).

(a) (b)

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

29

iii aRTpTg ln).( (26)

Suku pertama hanya merupakan fungsi temperature dan tekanan,

sedangkan ia merupakan fungsi dari temperatur, tekanan, dan komposisi.

Sebagaimana fugasitas, aktivitas juga merupakan ukuran dari potensial kimia

komponen didalam campuran (persamaan (27).

i

o

ii aRTT ln)( (27)

Apabila xi → 1, sistem mendekati satu komponen murni, sehingga i = o

i atau

i - o

i = 0, maka persamaan (27) dapat disimpulkan bahwa ln ia = 0 atau ia = 1

dan dengan demikian, aktivitas cairan murni adalah sama dengan satu.

Di dalam larutan ideal :

i

o

iideali xRT ln)( (28)

Maka )/ln()( iiidealii xaRT (29)

xiai / adalah koefisien aktivitas (γi), sehingga persamaaan (29) menjadi

persamaan (30).

)ln()( iRTidealii (30)

Pada larutan non ideal, karena larutan non ideal dipengaruhi oleh koefisien

aktivitas. Dua pendekatan utama untuk menentukan fase kesetimbangan adalah:

(i) menggunakan equations of state, dan (ii) menggunakan persamaan energi

excess Gibbs (GE). Persamaan keadaan untuk memprediksi pemisahan fasa uap-

cair, sedangkan kesetimbangan stabilitas cair-cair biasanya ditentukan dengan

menggunakan persamaan GE (O'Connell dan Haile, 2005). Secara umum, excess

property dari larutan didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai termodinamika

dari larutan tersebut dibandingkan dengan larutan ideal pada kondisi yang sama

(suhu, tekanan, dan komposisi) (Smith et al., 2005), seperti dinyatakan dalam

persamaan (31).

IdE GGG (31)

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

30

GE adalah energi excess Gibbs, G adalah energi Gibbs dari larutan, dan G

id adalah

energi Gibbs larutan ideal pada kondisi yang sama.

Energi Gibbs dari larutan ideal ditunjukkan pada persamaan (32) :

iiiiid xxRTGxG ln (32)

Perubahan energi Gibbs campuran ditunjukkan pada persamaan (33)

iiGxGGmix (33)

Penggabungkan persamaan (31), (32), dan (33), perubahan energi Gibbs menjadi

persamaan (34) :

Emix GxxRTG ii ln (34)

Persamaan (34) dapat dinyatakan dalam persamaan (35) :

RT

Gxx

RT

G Emix

ii

ln (35)

Energi excess Gibbs dari campuran dapat ditunjukkan sebagai fungsi koefisien

aktivitas pada persamaan (36) :

i

E

ixRT

Gln (36)

Penggabungkan persamaan (35) dan (36) maka perubahan energi Gibbs menjadi

persamaan (37) :

)lnlnlnln( 22112211 xxxxxxRT

Gmix

(37)

Sehingga nilai entropi campuran suatu sistem biner dapat ditentukan dengan

persamaan (38) :

)lnlnlnln( 22112211 xxxxxxR

Smix

(38)

Stabilitas dari fase cair yang mengandung dua komponen dengan fraksi

molar x1 dan x2 bisa ditentukan dengan fungsi perubahan energi Gibbs

pencampuran. Tipe-tipe bentuk dari persamaan ∆Gmix/RT ditunjukkan pada

Gambar 17.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

31

Gambar 17. Tipe-tipe bentuk dari persamaan ∆Gmix/RT untuk campuran biner.

(Conte, 2010).

Stabilitas dari campuran cairan biner pada suhu dan tekanan yang

diberikan dapat ditentukan dari plot ∆Gmix/RT versus x1 dengan

mengidentifikasinya dengan salah satu bentuk yang diwakili dalam Gambar 16.

Tipe (a) menandakan campuran benar-benar bercampur. Tipe (b1) menunjukkan

campuran terbagi menjadi dua fase dalam rentang komposisi dimana fungsi

∆Gmix/RT > 0. Tipe (b2) menunjukkan meskipun ∆Gmix/RT > 0 di kisaran

komposisi keseluruhan, derivatif kedua d (∆Gmix/RT)/dx21<0, sehingga campuran

menunjukkan kesenjangan miscibility. Komposisi kisaran di mana fase

perpecahan terjadi tidak tepat ditentukan oleh poin di mana turunan kedua

berubah tandanya. Kisaran mungkin lebih besar dari itu dan itu diidentifikasi dari

kondisi bidang singgung (Baker et al., 1982). Tipe c menunjukkan campuran

tercampur sepenuhnya

c. Sifat Koligatif ; Kenaikan Titik Didih

Koligatif larutan adalah sifat fisika dari larutan yang dipengaruhi oleh

jumlah partikel yang terlarut. Penambahan suatu zat terlarut (zat aditif) akan

menurunkan tekanan uap larutan. Ketika zat terlarut yang ditambahkan

menurunkan tekanan uap larutan, maka juga akan mempengaruhi titik didihnya.

Sifat koligatif larutan tidak tergantung pada macam zat terlarut melainkan hanya

Fraksi mol

∆Gmix/RT

a

b1

b2

c

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

32

tergantung dari banyaknya molekul zat terlarut relatif terhadap jumlah molekul

keseluruhan.

Salah satu jenis sifat koligatif larutan yaitu kenaikan titik didih.

Kesetimbangan larutan (cair) dengan pelarut murni (uap) akan terjadi apabila :

),.(),,( xPTxPT uap

i

o

i xRTxPTxPT ln),,(),,(

vapo

i GxPTxPT ),,(),,( (39)

Persamaan (39) dapat dinyatakan dalam persamaan (40).

RT

Gx

vapln

(40)

Persamaan (40) dapat dinyatakan menggunakan integrasi terhadap x pada p

konstan, sehingga diperoleh persamaan (41).

))()/(

(1

)1

(x

T

T

TG

Rx

vap

(41)

Berdasarkan persamaan Gibbs-Helmholtz,

)())/(

(2T

H

T

TGvap

(42)

Sehingga persamaan (40) menjadi persamaan (43).

)()1

(2 x

T

RT

H

x

vap

(43)

∆Hvap adalah entalpi penguapan pelarut murni pada Temperatur T. (Persamaan

(44)).

dTRT

H

x

dx vapT

T

X

o

21

(44)

Sebagai batas bawahnya x = 1 menyatakan pelarut murni yang mempunyai titik

didih To. Batas atas x menyatakan larutan yang mempunyai titik didih T. ∆Hvap

diasumsikan merupakan fungsi temperatur dari To sampai T maka persamaan (44)

menjadi persamaan (45).

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

33

)11

(lno

vap

TTR

Hx

(45)

Menunjukkan hubungan antara titik didih larutan ideal dengan titik didih pelarut

murni, entalpi penguapan pelarut dan fraksi mol pelarut didalam larutan

(Castellan, 1983).

B. Kerangka Pemikiran

Campuran etanol-air merupakan campuran yang homogen yang

membentuk suatu sistem biner. Etanol memiliki atom hidrogen yang terikat

langsung ke oksigen, sehingga memungkinkan terjadinya ikatan hidrogen antar

molekul etanol. Akan tetapi, ikatan hidrogen antar molekul etanol tidak seefektif

ketika dalam air. Hal ini dikarenakan molekul etanol juga memiliki gugus

nonpolar (CH3 - CH2-) sehingga mengurangi kekuatan ikatan hidrogen antar

molekul etanol (Ophardt, 2003). Pencampuran etanol dengan air, menyebabkan

putusnya ikatan hidrogen antar molekul etanol dan akan terbentuk ikatan hidrogen

baru yang kuat antara molekul air dan etanol.

Ikatan hidrogen yang terbentuk antara molekul etanol dengan molekul air

menyebabkan campuran menjadi sulit untuk dipisahkan. Hal ini dikarenakan pada

komposisi tertentu komposisi uap sama dengan komposisi cair dan disebut

sebagai titik azeotrop. Titik azeotrop campuran etanol-air terbentuk pada 90% mol

etanol dan 10% mol air.

Penghilangan sifat azeotrop dapat dilakukan dengan pembentukan atau

penambahan fasa lain dalam sistem (Smith, 1995). Penambahan fasa atau sistem

salah satunya dapat dilakukan dengan penambahan zat elektrolit berupa garam

padat untuk mengeliminasi azeotrop (Ngema, 2010). Penambahan zat elektrolit ini

merupakan salah satu penerapan dari sifat koligatif larutan.

Berdasarkan sifat koligatifnya, dengan penambahan zat terlarut dalam

suatu campuran akan menaikkan titik didih salah satu komponen, sehingga

menaikkan perbedaan titik didih antar komponen (Zhigang et al., 2005). Oleh

karena itu, penambahan suatu zat elektrolit dalam campuran azeotropik akan

menaikkan titik didih komposisi cairannya sehingga komposisi uap yang terpisah

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

34

akan lebih murni dan tinggi konsentrasinya. Apabila campuran etanol-air

ditambahkan sejumlah mol zat terlarut, maka campuran akan mengalami kenaikan

titik didih. Zat elektrolit banyak larut dalam air dan sedikit larut dalam etanol

maka titik didih air yang lebih dipengaruhi sementara etanol tetap menguap pada

titik didih awalnya, sehingga etanol tersebut lebih mudah terpisah dari air.

Pinto et al. (2000) menambahkan zat elektrolit berupa garam padat (NaCl,

KCl, KI, CaCl2) atau saline extractive distillation untuk memisahkan campuran

etanol-air. Hasil menunjukkan bahwa CaCl2 lebih efektif dalam menaikkan

kemurnian etanol karena CaCl2 sebagai divalent cation mempunyai salt effect

yang besar daripada garam lain. Salt effect yang ditimbulkan yaitu berupa efek

salting out dimana kelarutan etanol dalam air akan terganggu sehingga kelarutan

etanol dalam air berkurang. Terjadinya efek salting out menyebabkan etanol lebih

mudah dipisahkan dari sistem. Hal ini dikarenakan meningkatnya volatilitas

etanol terhadap air akibat semakin tingginya titik didih air setelah penambahan zat

elektrolit. Salah satu sifat garam sebagai agent yang dapat dimanfaatkan dalam

pemisahan campuran etanol-air adalah garam memiliki sifat mudah terionkan

dalam air. Oleh karena itu, untuk pemisahan etanol-air, penambahan garam dapat

digantikan dengan penambahan suatu zat elektrolit non garam yang juga memiliki

sifat mudah terionkan dalam air.

Efek penambahan zat elektrolit juga mengganggu ikatan hidrogen antara

molekul etanol dan air. Molekul-molekul zat elektrolit akan membentuk ikatan

hidrogen yang kuat dengan air sehingga melemahkan ikatan hidrogen antara

etanol dan air. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa efek penambahan zat elektrolit

pada campuran etanol-air dapat menggeser atau mengeliminasi titik azeotrop

sehingga etanol dan air akan lebih mudah untuk dipisahkan.

Tereliminasinya titik azeotrop pada sistem etanol-air dapat dilihat dari

kurva T-x dengan memplotkan suhu titik didih dan suhu titik embun terhadap

fraksi mol etanol. Ketika titik didih tidak ada yang berimpit dengan titik embun

pada fraksi mol etanol atau ketika komposisi cair dan uap tidak saling berimpit

maka dapat dikatakan bahwa titik azeotrop telah tereliminasi. Tereliminasinya

titik azeotrop menunjukkan bahwa sudah tidak ada kondisi dimana fasa uap sama

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

35

dengan fasa cair sehingga memungkinkan pemisahan etanol-air menjadi lebih

mudah. Penambahan zat elektrolit dalam campuran etanol-air menyebabkan

perubahan sifat campuran, sehingga berpengaruh pula pada perubahan sifat

termodinamika.

Dalam kajian termodinamik, proses pemisahan campuran etanol-air

terdapat dua sistem fase kesetimbangan seperti yang ditunjukkan pada persamaan

(46) dan (47).

Fase Kesetimbangan air (46)

H2O (l) ↔ H2O (g) ∆Hvap : 40,66 kJ/mol

∆S : 109,1 J/mol

Fasa Kesetimbangan etanol (47)

C2H5OH(l) ↔ C2H5OH (g) ∆Hvap : 38,60 kJ/mol

∆S : 110,0 J/mol

Pada keadaan setimbang, energi bebas Gibbs diasumsikan memiliki nilai 0, G =

0 (Castellan, 1983). Berdasarkan persamaan (48),

∆G = ∆H - T ∆S, maka T =

(48)

Maka hasil perhitungan secara teori, titik didih air (T air) adalah 100,052 ˚C dan

titik didih etanol (T etanol) adalah 77,9090 ˚C.

Penambahan zat elektrolit juga akan menyebabkan tekanan uap jenuh air

akan berkurang atau lebih rendah dibanding tekanan uap jenuh air murni sehingga

air dalam campuran etanol-air mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari 100oC.

Apabila titik didih mengalami kenaikan maka energi yang diperlukan untuk

pencampuran (∆Hmix) dan penguapan (∆Hvap) juga lebih tinggi. Nilai entalpi (∆H)

menunjukkan sifat proses berlangsungnya suatu sistem. Apabila nilai entalpi (∆H)

bernilai positif maka bersifat endotermis, apabila bernilai negatif maka bersifat

eksotermis dan apabila nilai entalpi adalah nol, maka merupakan campuran yang

ideal.

Penambahan zat elektrolit juga menyebabkan perubahan energi Gibbs

pencampuran (∆Gmix) bernilai semakin negatif. Hal ini dikarenakan terjadinya

reaksi spontan pada pencampuran antara etanol-air dengan zat elektrolit dengan

asumsi bahwa koefisien aktivitas etanol bernilai satu yang sama dengan koefisien

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakatitik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena

36

aktivitas air. Nilai ∆G negatif (∆G < 0) menyebabkan ketidakteraturan campuran

semakin meningkat atau semakin bernilai positif (∆Smix > 0). Hal ini berdasarkan

persamaan (48), untuk memperoleh ∆G negatif akan lebih mudah apabila ∆H

negatif (eksotermis) dan ∆S positif (menjadi lebih tidak teratur) (Castellan, 1983).

C. Hipotesis

1. Penambahan zat elektrolit (KOH dan NaOH) menyebabkan perubahan titik

azeotrop kurva kesetimbangan uap-cair campuran etanol-air.

2. Penambahan zat elektrolit pada campuran etanol air menyebabkan perubahan

entalpi pencampuran, perubahan entalpi penguapan pencampuran, perubahan

energi bebas Gibbs pencampuran dan perubahan entropi pencampuran.