bab ii kajian pustaka dan kerangka pikirabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/c0210018_bab2.pdf ·...
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
Teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir merupakan naskah yang di dalamnya
mengandung banyak ajaran tasawuf, yaitu akidah, ibadah, akhlaki. Penelitian
terhadap teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir dilakukan dalam rangka menyajikan
teks ke dalam bentuk suntingan kemudian menganalisis isi teks tersebut
berdasarkan tinjauan tasawuf. Istilah tasawuf merupakan salah satu langkah awal
bagi seorang sufi untuk mendekatkan diri pada Allah yang dilakukan dengan cara
beribadah, baik dalam ibadah wajib maupun ibadah sunah.
Ada tiga kajian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Ketiga kajian
tersebut adalah skripsi berjudul Manhaju ‘l-Atammi Fi tabwibi ‘l-Chikam:
Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Tinjauan Tasawuf yang disusun oleh
Farida Hidayati Asni (2010) dari Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan
Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta skripsi berjudul Risālah Tabyin
Ath-Tharīq ilā ‘l-Lāhi Ta’ālā karya Ali Al-Muttaqi: Suntingan Teks dan Tinjauan
Tasawuf yang disusun oleh Siti Fathilah Nur Hidayati (2006) dari Fakultas Sastra
dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret serta skripsi yang berjudul Akhlaqul
Mahmudah: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Isi Ajaran Tasawuf yang
disusun oleh Fatmawati dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas
Maret. Ketiga kajian tersebut akan disajikan secara ringkas sebagai berikut.
Penelitian pertama adalah skripsi berjudul Manhaju ‘l-Atammi Fi tabwibi
‘l-Chikam: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Tinjauan Tasawuf yang disusun
11
oleh Farida Hidayati Asni (2010) dari Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra
dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Teks yang disingkat MATC
merupakan naskah yang di dalamnya mengandung ajaran tasawuf. Garis besar
ajaran tasawuf yang terkandung dalam teks MATC adalah sebagai berikut.
1. Penjelasan mengenai ilmu yang memberi manfaat.
2. Penjelasan mengenai mengasingkan diri dalam rangka menjauhi kenikmatan
duniawi.
3. Penjelasan mengenai keadaan fakir dan hajat.
4. Penjelasan mengenai mensucikan nafas serta takut apabila mengotorinya.
5. Penjelasan mengenai perasaan takut dan harap.
6. Penjelasan mengenai zikir khafī yang disunahkan bagi seorang hamba.
Penelitian kedua adalah skripsi berjudul Risālah Tabyin Ath-Tharīq ilā ‘l-
Lāhi Ta’ālā karya Ali Al-Muttaqi: Suntingan Teks dan Tinjauan Tasawuf yang
disusun oleh Siti Fathilah Nur Hidayati (2006) dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret. Secara keseluruhan, ajaran tasawuf yang terkandung
dalam teks Risālah Tabyin Ath-Tharīq ilā ‘l-Lāhi Ta’ālā karya Ali Al-Muttaqi
adalah penjelasan mengenai jalan untuk mengenal Tuhan yang ditempuh dengan
cara mengamalkan zikir lā ilāha illa ‘l-Lāh. Dalam teks itu juga disebutkan
mengenai faedah dari mengamalkan zikir lā ilāha illa ‘l-Lāh. Faedah itu meliputi:
selamat di dunia dan di akhirat, dijauhkan dari api neraka, dan semakin
mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Penelitian ketiga adalah skripsi yang berjudul Akhlaqul Mahmudah:
Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Isi Ajaran Tasawuf yang disusun oleh
12
Fatmawati dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Ajaran
tasawuf yang terkandung dalam teks Akhlaqul Mahmudah adalah sebagai berikut.
1. Zikir kepada Allah Swt.
2. Perintah untuk beribadah hanya kepada Allah Swt dan tidak boleh berputus
asa.
3. Larangan kufur terhadap nikmat Allah Swt.
4. Membelanjakan rizki yang diberikan Allah Swt dengan sebaik-baiknya.
5. Janganlah melihat hal yang gaib selain Allah Swt.
Berdasarkan deskripsi dari penelitian filologi terdahulu baik dari analisis
struktur sastra kitab maupun analisis isi teks dan mengkaji ajaran tasawuf dapat
diketahui bahwa penelitian terhadap teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir belum
pernah dilakukan sebelumnya.
B. Landasan Teori
1. Teori Penyuntingan Teks
Dalam filologi, menyunting adalah menyediakan naskah yang mendekati
aslinya, yaitu naskah yang baik dan benar. Baik, dalam arti mudah dibaca dan
mudah dipahami, sebab sudah ditransliterasikan dan ejaannya sudah disesuaikan
dengan ejaan bahasa sasaran. Benar, dalam arti “kebenaran” isi teks dapat
dipertanggungjawabkan karena sudah dibersihkan dari kesalahan-kesalahan pada
penyalinan (Dasuki, 1996:60).
Filologi adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami
kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik.
Salah satu bentuk kegiatan praktis filologi ialah membuat suntingan (edisi) suatu
13
teks dan mengadakan perbaikan-perbaikan bagian teks yang rusak (Sudardi,
2003:7).
2. Teori Pengkajian Teks
a. Sastra Kitab
Dalam kesusastraan melayu klasik, terdapat suatu karya sastra
yang disebut dengan sastra kitab. Genre sastra ini muncul sekitar abad 17
yang sebagian besar mendapat pengaruh ajaran Islam. Liaw Yock Fang
(1991:286) menyebutnya dengan istilah “sastra keagamaan”.
Sastra kitab merupakan karya sastra yang berisi ajaran Islam
seperti tasawuf, tauhid, mistik, dan akhlak. Ajaran itu bertujuan untuk
menanamkan ajaran islam, menguatkan iman kepada Allah, dan
meluruskan ajaran yang menyimpang. Hal itu dikarenakan jenis sastra
kitab disajikan secara sistematis dan bersifat ilmiah. Oleh karena itu, jika
ditinjau dari konvensi ekspresinya, sastra kitab mempunyai ciri-ciri yang
khusus yang meliputi struktur penyajian, gaya penyajian, pusat penyajian,
dan gaya bahasa (Chamamah-Soeratno, 1982:209).
Teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir termasuk dalam sastra kitab
karena banyak ditemukan istilah-istilah tasawuf dan isinya secara
keseluruhan memuat masalah-masalah tasawuf, terutama konsep zikir
dalam hubungannya dengan makrifatullah. Jika dilihat dari struktur
penyajian teks, teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir mempunyai struktur
yang sistematis, yaitu terdiri dari pendahuluan, isi, dan penutup.
Sebuah karya sastra mengandung unsur-unsur yang membangun
karya sastra tersebut. Unsur-unsur dalam karya sastra bersifat timbal balik,
14
saling berkaitan, dan saling mempengaruhi satu sama lain untuk menjadi
satu kesatuan utuh dan bermakna. Struktur sastra kitab sama halnya
dengan struktur penyajian dalam sastra fiksi yang berupa plot atau alur
(Chamamah-Soeratno, 1982:152). Struktur narasi teks Risalah Ilmu
Hakikat dan Zikir adalah sebagai berikut.
1) Pendahuluan
Pendahuluan berisi doa dan seruan. Doa dan seruan terdiri
dari bismillah, doa pengarang dengan bacaan bismillah untuk
memulai mengarang teks, hamdalah sebagai rasa syukur pengarang
kepada Allah Swt, doa untuk orang mukmin, dan salawat untuk
Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat, serta umatnya.
Kata wa ba’du. Kata wa ba’du merupakan ungkapan
penanda selesainya bacaan pembukaan teks. Keterangan judul teks
dan uraian singkat mengenai isi teks. Setelah kata wa ba’du,
terdapat judul teks, penjelasan mengenai pengertian judul teks, dan
penjelasan singkat mengenai isi teks.
2) Isi
Isi berupa uraian suatu masalah yang dibahas dalam teks.
Pada umumnya, isi menguraikan satu per satu permasalahan
kemudian diikuti dengan komentar atau tanggapan.
3) Penutup
Penutup berupa doa kepada Alah Swt, menyebutkan hari,
waktu, dan bulan selesainya teks ditulis dan kata tamma.
15
3. Gaya Penyajian
Gaya penyajian sastra kitab adalah cara pengarang dalam menyampaikan
ide atau gagasan, cerita, pikiran, dan pendapat-pendapatnya. Siti Chamamah
Soeratno menyatakan bahwa gaya penyajian sastra kitab dimulai dengan doa
dalam bahasa Arab kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Begitu
juga ajaran takwa dan salawat kepada nabi Muhammad saw ditulis dalam bahasa
Arab dan diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu (1982:160).
4. Pusat Penyajian
Siti Chamamah Soeratno, “Pusat penyajian adalah orang yang
menyampaikan cerita atau ajaran menjadi pusat atau titik pandang pertama.
Seorang pengarang menggunakan tiga metode dalam menyampaikan cerita”
(1982:172). Pusat penyajian meliputi tiga hal. Pertama, pusat pengisahan metode
orang pertama (Ich-Erzahlung). Dalam metode ini, pengarang memposisikan
dirinya sebagai orang pertama dalam menyampaikan cerita.
Kedua, metode pusat penyajian orang ketiga (omniscient author).
Pengarang sebagai orang ketiga dalam menyampaikan cerita. Dalam hal ini,
pengarang serba tahu karena ia mengetahui segala-galanya tentang tokoh yang
diberikan.
Ketiga, metode romantik-ironik dan objektif. Metode romantik-ironik ini
pengarang memperbesar peranannya dalam menyampaikan cerita. Metode
objektif, yaitu pengarang membiarkan para tokohnya berbicara dan berbuat
sendiri, sedangkan pengarang hanya berada di balik layar.
16
5. Gaya Bahasa
Gorys Keraf, “Style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa
dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)” (2002:113). Sastra kitab sebagai
sarana untuk mengajarkan agama Islam mengandung unsur-unsur istilah dalam
bahasa Arab. Istilah tersebut meliputi: kosa kata, ungkapan, sarana retorika, dan
sintaksis.
Sarana retorika atau bahasa retoris adalah cara pemakaian bahasa yang
satu-satunya merupakan penyimpanan dari susunan dan hubungan kata dalam
kalimat atau kelompok kata biasa untuk mencapai efek tertentu. Bahasa retoris
meliputi gaya polisindeton, gaya eufemisme, dan gaya litotes. (Keraf, 2007:129-
132)
1) Polisindeton
Polisindeton merupakan suatu gaya bahasa dengan cara beberapa kata,
frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan
menggunakan kata penghubung. Polisindeton terbagi menjadi gaya
penguraian, gaya pengulangan, gaya paralesisme, gaya penguatan, dan gaya
penyimpulan.
2) Eufemisme
Eufemisme merupakan suatu gaya bahasa berupa ungkapan yang lebih
halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar atau tidak
menyenangkan.
17
3) Litotes
Litotes adalah suatu gaya bahasa berupa pernyataan yang memperkecil
sesuatu dan menyatakan kebalikannya dengan tujuan merendahkan diri.
Bahasa kiasan adalah cara pemakaian bahasa yang merupakan
penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam makna berupa
perbandingan dengan hal yang lain.
Teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir menggunakan gaya polisindeton
yang berisikan tentang gaya pengulangan, gaya penguatan dan gaya
penyimpulan. Teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir tidak menggunakan majas
yang dapat menyulitkan pembaca untuk memahami isi teks.
6. Tasawuf
Secara etimologi, tasawuf berasal dari kata shafaa yang berarti „suci‟
karena proses penyucian diri merupakan salah satu langkah awal bagi seorang sufi
untuk mendekatkan diri pada Allah. Adapun makna termologis kata tasawuf
adalah kesadaran murni untuk mengerahkan jiwa pada amal dan kegiatan yang
sungguh-sungguh untuk menjauhkan diri dari keduniaan dalam rangka pendekatan
diri pada Allah (Dede Rosyada dan Abudin Nata, 1995:260-261).
Istilah tasawuf atau sufisme diartikan sebagai aspek esoterisisme Islam
yang berorientasi kepada pembinaan moral dan ibadah. Sebagai ilmu
pengetahuan, tasawuf mempelajari cara dan jalan seorang muslim dapat berada
sedekat mungkin dengan Allah Swt (Asmaran As., 2002:400). Dalam kajian Islam
dipaparkan bahwa di dalam tasawuf terdapat dua corak aliran besar, yaitu tasawuf
sunni dan tasawuf falsafi. Dinamakan tasawuf sunni karena ajaran sufinya tetap
konsisten dan komitmen dengan prinsip-prinsip Islam. Apabila dilihat dari aspek
18
tujuan dan proses kerjanya maka tasawuf sunni dapat dibagi lagi menjadi tasawuf
akhlaki dan tasawuf amal. Tasawuf sunni sudah muncul sejak abad pertama
hijriah, tetapi pada saat itu barulah berupa gerakan asketik (zuhud) yaitu
menjauhkan diri dari dampak negatif kehidupan dunia. Pemahaman dan
pengamalannya benar-benar berdasar Islam, baik bersumber dari alQuran, sunnah,
maupun kehidupan sahabat nabi. Ciri-ciri asketisme pada periode awal ini terlihat
dari beberapa prinsip, yaitu (1) bersifat praktis sehingga tidak ditemukan konsep-
konsep teoritis. Sarana-sarana praktisnya antara lain meliputi: kehidupan yang
tenang dalam kesederhanaan, banyak beribadah, selalu ingat kepada Allah, sangat
takut pada dosa dan murka Allah, dan tidak tertarik pada gaya kehidupan yang
berlebihan, tetapi mengutamakan kehidupan rohaniah atau spiritual, (2) idenya
berakar pada memperoleh kebahagiaan hidup di akhirat dan melupakan kehidupan
duniawi, serta (3) motivasinya adalah karena rasa takut kepada siksa Allah di satu
sisi dan karena cinta kepada Allah di sisi lainnya.
Corak tasawuf akhlaki, yaitu pembahasannya berfokus pada tema jiwa
manusia, klasifikasinya, kelemahan-kelemahannya, penyakit-penyakit jiwa, dan
sekaligus jalan keluar atau pengobatannya. Kesemuanya itu adalah upaya untuk
menciptakan moral yang sempurna. Para sufi telah mengenali bahwa manusia
adalah makhluk jasmani dan rohani karena kepribadiannya tersusun dari kualitas-
kualitas material dan kualitas-kualitas rohaniah atau spiritual yang hidup dan
dinamik. Para tokoh sufi aliran ini sangat gemar melakukan kajian diri dan
sekaligus mengatur perilaku. Hal itu seperti yang ada pada diri Sufi besar Al-
Muhasabi. Al-Muhasabi, segala sesuatu mempunyai substansi. Substansi manusia
adalah akal budi yang disertai moralitas dan substansi akal budi adalah kesabaran.
19
Ciri terpenting lain dari tasawuf akhlaki adalah lebih mengutamakan rasa dan
pengagungan rohani yang bebas dari egoisme, tetapi tidak mengabaikan aspek
lahiriahnya yang dimotivasikan untuk membersihkan jiwa, serta kesetiaan akan
kehadiran Tuhan yang terus-menerus dalam segala perasaan dan perilaku. Sistem
pembinaan akhlak yang mereka susun terdiri dari tiga tahapan. Pertama, yaitu
tasawuf akhlaki. Pada tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seorang murid
diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat. Tujuannya
untuk menguasai hawa nafsu dalam rangka pembersihan jiwa untuk dapat berada di
hadirat Allah (Asmaran As, 2002:68). Tindakan manusia yang sering dikendalikan
oleh hawa nafsu dalam mengejar kehidupan duniawi merupakan tabir penghalang
antara manusia dan Tuhan. Sebagai usaha menyingkap tabir yang membatasi manusia
dengan Tuhan, ahli tasawuf membuat suatu sistem ajaran yang tersusun atas tiga
tingkat. Sistem tersebut terdiri dari takhalli, tahalli, dan tajalli (Asmaran As,
2002:68).
Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela. Di antara sifat-
sifat tercela yang mengotori hati manusia, yaitu dengki, rasa dongkol, buruk
sangka, sombong, membanggakan diri, pamer, kikir, dan pemarah. Takhalli juga
berarti mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan hidup
duniawi. Tahalli adalah fase setelah takhalli, yaitu mengisi diri dengan sifat-sifat
terpuji. Tahalli merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan pada
tahap takhalli. Dengan kata lain, sesudah tahap pembersihan diri dari sifat-sifat
tercela (takhalli), usaha itu harus berlanjut ke tahap berikutnya, yaitu pengisian
diri dengan sifat-sifat terpuji (tahalli). Adapun tajalli merupakan pemantapan dan
pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli. Tajalli berarti
terungkapnya nur gaib untuk hati (Asmaran As, 2002:68).
20
Apabila jiwa telah terisi dengan sifat-sifat yang mulia dan organ-organ
tubuh sudah terbiasa melakukan amal saleh dan perbuatan luhur, maka untuk
selanjutnya, agar hasil yang sudah diperoleh itu tidak berkurang, maka diperlukan
penghayatan rasa ketuhanan. Untuk melestarikan dan memperdalam rasa
ketuhanan, ada beberapa cara yang diajarkan kaum sufi, antara lain munajat,
muraqabah, muhasabah, memperbanyak wirid dan zikir, mengingat mati, serta
tafakur (Asmaran As, 2002:76-90).
Adapun tasawuf amali merupakan lanjutan dari tasawuf akhlaki karena
seseorang tidak dekat dengan Tuhan dengan amalan yang ia kerjakan sebelum ia
membersihkan jiwanya. Jiwa yang bersih merupakan syarat utama untuk kembali
kepada Tuhan. Ada beberapa istilah yang merupakan tahapan pelaksanaan ajaran
tasawuf sebagai upaya mendekatkan diri kepada Tuhan. Pelaksanaan ajaran tasawuf
dilaksanakan melalui empat tahap, yaitu syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat
(Asmaran As, 2002:95–104).
Tasawuf sunni yang bercorak amali lebih memfokuskan pembahasannya
(cara kerja) pada tema ilmu dan amal. Ilmu dan amal selalu terbagi dua, yaitu lahir
dan batin. Makna yang kedua itulah yang menjadi ciri khas dalam tasawuf,
meskipun begitu keduanya perlu dipelajari atau diketahui dan diamalkan secara
bersamaan, serta tidak boleh mengabaikan antara aspek yang satu dengan yang
lainnya. Tokoh tasawuf sunni dengan corak amali adalah Imam al-Ghazali. Al-
Ghazali mempelajari ilmu fikih dan menghafal syair-syair tentang mahabbah
(cinta) kepada Tuhan, alQuran, serta sunah.
Ihwal tujuan dari tasawuf sendiri adalah tercapainya kedekatan hamba
dengan Tuhan. Oleh karena itu, seorang sufi harus menempuh jalan yang sangat
panjang dan sulit serta harus melalui beberapa tahap secara berurutan dan tidak
21
mungkin dilakukan secara terputus maupun terbalik, yaitu: syariat, tarekat,
hakikat, dan sampai pada tahap makrifat.
Syariat adalah tahapan yang terdiri dari ajaran-ajaran fikih dan moralitas
yang membimbing manusia, membangun kesadaran diri, kesadaran beribadah,
dan kesadaran ketuhanan untuk mencapai hidup yang semestinya. Adapun tarekat
adalah tahapan disiplin karena pada tahap ini seorang sufi harus beribadah untuk
mencapai makrifat. Oleh karena itu, tarekat mempunyai tingkatan-tingkatan atau
maqam di antaranya adalah taubat, zuhud, tawakal, muraqabah, dan mujahadah.
Pada tahap ini petunjuk seorang guru (syekh) sangat diperlukan.
Hakikat adalah suasana kejiwaan sufi dalam mencapai suatu tujuan
sehingga ia dapat menyaksikan tanda-tanda ketuhanan dengan mata hatinya.
Tahapan ini adalah pemahaman batin yang mendalam yang diperoleh dari
pengalaman mistis. Adapun makrifat berasal dari kata Al-ma’rifat yang berarti
„mengetahui atau mengenal sesuatu‟. Bila dihubungkan dengan pengalaman
tasawuf, maka istilah makrifat berarti mengenal Allah ketika sufi mencapai suatu
maqam dalam tasawuf. Untuk mencapai suatu tingkatan maqam, diperlukan
latihan-latihan kerohanian yang dilakukan dengan penuh ketekunan dan
kesinambungan dan inti pokoknya adalah memperbanyak amalan sunah dan selalu
berzikir.
Makrifat merupakan pengenalan hati terhadap objek-objek yang menjadi
sasarannya. Untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan tentang segala
sesuatu, al-Ghazali haruslah diketahui arti pengetahuan atau ilmu yang benar dan
meyakinkan itu. al-Ghazali juga menyatakan bahwa ilmu yakin (ilmu yang
meyakinkan), yaitu tersingkapnya sesuatu dengan jelas sehingga tidak ada lagi
22
ruang untuk ragu-ragu dan tidak mungkin salah atau keliru, tidak ada tempat di
hati untuk itu. Makrifat berarti mengetahui Tuhan dari dekat sehingga hati
sanubari dapat melihat Tuhan (Amin, 2015:51).
C. KERANGKA PIKIR
Penelitian skripsi yang berjudul Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir dapat
dituangkan ke dalam kerangka pikir sebagai berikut.
Langkah pertama dalam penelitian ini adalah melakukan suntingan teks.
Sutingan teks terdiri atas inventarisasi naskah, deskripsi naskah, ikhtisar isi teks,
suntingan teks, dan daftar kata sukar. Penyuntingan teks bertujuan untuk
menyediakan suntingan teks yang baik dan benar. Baik dalam arti mudah dibaca
karena sudah ditransliterasikan ke dalam huruf latin dan benar dalam arti
kebenaran isi teks dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Langkah kedua, yaitu melakukan analisis struktur dan isi teks Risalah Ilmu
Hakikat dan Zikir. Analisis struktur terdiri dari struktur penyajian teks, gaya
penyajian teks, pusat penyajian teks, dan gaya bahasa. Isi teks Risalah Ilmu
Hakikat dan Zikir membahas tentang hakikat zikir untuk mendekatkan diri kepada
Allah berdasarkan tinjauan tasawuf.
23
Bagan Kerangka Pikir
Teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir
Analisis struktur Analisis isi teks
a. Inventarisasi Naskah
b. Deskripsi Naskah
c. Ikhtisar isi teks
d. Kritik Teks
e. Suntingan Teks
f. Daftar Kata Sukar
a. Struktur penyajian teks
b. Gaya penyajian teks
c. Pusat penyajian teks
d. Gaya bahasa
Mengetahui
ajaran tasawuf
Islam
Menyediakan suntingan teks yang baik dan benar, serta menjelaskan isi teks
berdasarkan ajaran tasawuf
Suntingan Teks Risalah Ilmu Hakikat
dan Zikir