bab ii kajian pustaka a. kajian teori 1. belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. bab ii.pdf ·...

43
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Kegiatan belajar dilakukan baik secara formal maupun non formal. Perkembangan zaman yang begitu cepat menuntut setiap individu untuk terus belajar agar mampu mengikuti dan menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan hidup yang juga semakin maju dan kompleks. Woolfolk (Koohang, 2009: 92) menyatakan “learning is active mental work, not passive reception of teaching,” yang artinya belajar adalah proses mental yang aktif, bukan penerimaan pasif dari sebuah pengajaran. Woolfolk juga menyatakan“... the students actively proces to construct their own knowledge: the mind of the student mediates input from the outside world to determine what the student will learn” yang artinya belajar merupakan sebuah proses dimana siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri dengan cara memasukkan apa yang ia peroleh dari dunia luar ke dalam pikirannya. Heinich (Benny A. Pribadi, 2009: 6) mengungkapkan belajar merupakan sebuah proses pengembangan pengetahuan baru, keterampilan, dan sikap individu yang terjadi melalui sumber-sumber belajar. Implementasi dari belajar yaitu hasil belajar. Menurut Sudjana (2004: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki

Upload: lamthu

Post on 09-Jun-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak lepas dari kehidupan

manusia. Kegiatan belajar dilakukan baik secara formal maupun non

formal. Perkembangan zaman yang begitu cepat menuntut setiap individu

untuk terus belajar agar mampu mengikuti dan menyesuaikan diri dengan

dinamika lingkungan hidup yang juga semakin maju dan kompleks.

Woolfolk (Koohang, 2009: 92) menyatakan “learning is active

mental work, not passive reception of teaching,” yang artinya belajar

adalah proses mental yang aktif, bukan penerimaan pasif dari sebuah

pengajaran. Woolfolk juga menyatakan“... the students actively proces to

construct their own knowledge: the mind of the student mediates input from

the outside world to determine what the student will learn” yang artinya

belajar merupakan sebuah proses dimana siswa secara aktif membangun

pengetahuannya sendiri dengan cara memasukkan apa yang ia peroleh dari

dunia luar ke dalam pikirannya. Heinich (Benny A. Pribadi, 2009: 6)

mengungkapkan belajar merupakan sebuah proses pengembangan

pengetahuan baru, keterampilan, dan sikap individu yang terjadi melalui

sumber-sumber belajar.

Implementasi dari belajar yaitu hasil belajar. Menurut Sudjana

(2004: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

13

siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Adapun tiga macam hasil

belajar mengajar menurut Horwart Kingsley (Sudjana, 2004: 22) yaitu: (1)

Keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengarahan, (3) Sikap

dan cita-cita. Belajar juga memiliki keterkaitan dengan pembelajaran.

Pembelajaran diartikan oleh Gagne (Benny A. Pribadi, 2009: 9)

sebagai serangkaian kegiatan yang sengaja dilakukan dengan maksud

untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Masnur Muslich (2011: 71)

mengatakan bahwa pembelajaran merupakan proses aktif bagi siswa dan

guru untuk mengembangkan potensi siswa sehingga mereka akan “tahu”

terhadap pengetahuan dan akhirnya “mampu” untuk melakukan sesuatu.

Prinsip dasar pembelajaran adalah untuk memberdayakan semua potensi

yang dimiliki siswa sehingga mereka akan mampu meningkatkan

pemahamannya terhadap fakta/konsep/prinsip dalam kajian ilmu yang

dipelajarinya yang akan terlihat dalam kemampuannya untuk berfikir logis,

kritis, dan kreatif.

Permendikbud No. 103 tahun 2014 mengartikan bahwa

pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan potensi dan

pembangunan karakter setiap peserta didik sebagai hasil dari sinergi antara

pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat. Proses

tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama

semakin meningkat dalam sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan

keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

14

bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup

umat manusia.

Dari berbagai penjelasan tersebut, belajar dan pembelajaran saling

berkaitan. Belajar merupakan proses dimana siswa secara aktif

membangun pengetahuannya sendiri yang mengarah pada hasil belajar

melalui berbagai sumber belajar sedangkan pembelajaran merupakan

kegiatan pengembangan potensi siswa untuk memudahkan terjadinya

proses belajar sehingga mereka mampu meningkatkan pemahamannya.

2. Pembelajaran Matematika

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki

peranan penting dalam pendidikan. Menurut Alberta (2007: 11) bahwa

Mathematics is one way to describe interconnectedness in a holistic

worldview. Mathematics is used to describe and explain

relationships among numbers, sets, shapes, objects and concepts.

The search for possible relationships involves collecting and

analyzing data and describing relationships visually, symbolically,

orally or in written form.

Matematika merupakan salah satu cara untuk mendeskripsikan

hubungan-hubungan dalam dunia ini. Matematika digunakan untuk

mendeskripsikan dan menjelaskan hubungan antara bilangan, himpunan,

bentuk, objek, dan konsep. Hal ini termasuk penelusuran hubungan

mengenai pengumpulan, análisis data dan mendeskripsikannya secara

visual, simbolik, lisan ataupun dengan tulisan.

Hamzah B. Uno (2008: 129) mengartikan matematika sebagai suatu

bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk

memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

15

intuisi, analisis dan konstruksi, generalisasi dan individualitas, serta

mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri, dan

analisis.

Pembelajaran matematika diartikan oleh R. Soedjadi (1999: 6)

sebagai kegiatan pendidikan yang menggunakan matematika sebagai

kendaraan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Pada pembelajaran

matematika hendaknya antara guru dengan siswa saling berinteraksi dengan

baik sehingga akan mendorong terjadinya proses pembelajaran yang efektif

dan tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai secara maksimal.

Erman Suherman, dkk (2001: 55) menyatakan bahwa pembelajaran

matematika perlu membiasakan siswa untuk memperoleh pemahaman

melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki

oleh sekumpulan objek (abstraksi).

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan pendidikan yang

menggunakan matematika untuk memperoleh pengalaman tentang sifat-

sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki oleh sekumpulan objek sehingga

dapat mencapai tujuan yang ditetapkan.

3. Pembelajaran Matematika di SMA

Berdasarkan teori Piaget (Sugihartono, dkk., 2007: 109) bahwa

tahap perkembangan kognitif atau taraf kemampuan berfikir seseorang

individu sesuai dengan usianya. Semakin ia dewasa semakin meningkat

pula kemampuan berfikirnya. Perkembangan kognitif setiap individu

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

16

berkembang berdasarkan empat tahapan, yaitu tahapan sensori motor (dari

lahir sampai umur 2 tahun), tahap pra operasi (dari umur 2 tahun sampai

umur 7 tahun), tahap operasi konkrit (dari umur 7 tahun sampai 11 tahun),

dan tahap operasi formal (umur 11 tahun ke atas). Berdasarkan teori tersebut

siswa SMA termasuk dalam tahap operasional formal. Pada tahap ini siswa

sudah mampu melakukan penalaran menggunakan hubungan antara objek-

objek dalam kehidupan sehari-hari untuk dikaitkan dengan suatu persoalan

matematika. Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa

anak dalam tahap operasi formal memiliki kemampuan kognitif yang

menjangkau tingkatan tertinggi dalam perkembangan mereka, mereka dapat

membuat perkiraan, berpikir tentang situasi hipotesis, berpikir tentang suatu

proses, serta menghargai struktur bahasa yang digunakan dalam

berkomunikasi.

Siswa SMA tergolong pada tingkat operasi formal namun siswa

memiliki struktur kognisi yang berkembang luas, tetapi kenyataannya siswa

belum sepenuhnya dapat berpikir abstrak (Ratna Wilis Dahar, 2011: 139).

Materi matematika pada tingkat SMA membutuhkan suatu pemikiran yang

abstrak sehingga untuk kelancaran pembelajaran dibutuhkan suatu media

atau bahan ajar yang dapat membantu siswa berpikir secara abstrak

sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran matematika.

Pada kurikulum 2013 matematika di Sekolah Menengah Atas (SMA)

masuk kedalam kelompok mata pelajaran wajib dan kelompok mata

pelajaran peminatan (Permendikbud No. 69 tahun 2013 tentang kerangka

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

17

dasar dan struktur kurikulum SMA/MA). Berdasarkan Permendikbud No 21

tahun 2016, ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan

pendidikan SMA/MA meliputi beberapa aspek-aspek yaitu bilangan real,

aljabar, geometri dan transformasi, dasar-dasar trigonometri, limit fungsi

aljabar, matriks, kombinatorika, statistika dan peluang, turunan fungsi

aljabar dan program linear.

Pembelajaran matematika harus mampu mengaktifkan siswa dalam

proses pembelajaran. Guru tidak lagi menjadi peran utama dalam proses

pembelajaran, akan tetapi siswalah yang harus berperan aktif selama

kegiatan pembelajaran berlangsung. Permasalahan dalam matematika yang

semula disajikan secara abstrak harus bisa dikaitkan dengan konteks dunia

nyata (konkret), selain bertujuan agar siswa dapat memahami permasalahan

tersebut dengan baik, siswa juga dapat mengaplikasikannya dalam dunia

nyata dalam konteks atau permasalahan yang berbeda.

Dari beberapa penjelasan tersebut, pembelajaran matematika di

SMA adalah suatu pembelajaran matematika yang tidak hanya sebatas

menekankan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika atau

meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal namun

sampai pada tahap mengaplikasikan konsep-konsep yang telah mereka

dapatkan melalui suatu media atau bahan ajar yang dapat membantu siswa

berpikir secara abstrak sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran

matematika.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

18

4. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk

membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar

(Depdiknas, 2008:6). Bahan ajar juga merupakan seperangkat materi

pembelajaran atau substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun

secara sistematis, mencerminkan kompetensi yang akan dikuasai peserta

didik dalam kegiatan pembelajaran (Sigit Priyanto, 2010).

Ada beberapa jenis bahan ajar yaitu cetak dan noncetak. Bahan ajar

cetak sering dijumpai sehari-hari oleh kita diantaranya berupa handout,

buku, modul, brosur dan lembar kegiatan siswa. Sedangkan bahan ajar

noncetak meliputi bahan ajar dengan audio, video dan lain sebagainya.

(Lestari, 2013:5-6). Manfaat penggunaan bahan ajar sangat penting yaitu

membuat siswa dapat belajar secara mandiri dan tidak terlalu bergantung

pada catatan dari guru saja.

Salah satu bahan ajar yang sering digunakan dalam pembelajaran

adalah Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Menurut Abdul Majid (2007:176)

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang

harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kegiatan berupa petunjuk-petunjuk

dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Tugas yang

diperintahkan dalam LKS harus memiliki tujuan yang jelas sesuai dengan

Kompetensi Dasar yang akan dicapai. Trianto (2009:222-223) mengartikan

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) sebagai panduan siswa yang digunakan

untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. LKS

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

19

memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa

untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan

dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh.

Suyanto (2011:1-2) menambahkan bahwa LKS sebagai lembaran

dimana siswa melakukan kegiatan terkait apa yang sedang dipelajarinya.

Kegiatan yang ada pada LKS sangat beragam, seperti melakukan percobaan,

mengidentifikasi bagian-bagian, membuat tabel, melakukan pengamatan,

menggunakan alat pengamatan dan menuliskan atau menggambar hasil

pengamatannya, melakukan pengukuran dan mencatat data hasil

pengukurannya, menganalisis data hasil pengukuran dan menarik

kesimpulan.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Lembar

Kegiatan Siswa (LKS) adalah suatu bahan ajar tertulis yang berisi langkah-

langkah dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator

pencapaian hasil belajar sehingga dapat membantu guru dalam

memfasilitasi siswa saat pembelajaran. Lembar Kegiatan Siswa merupakan

bahan ajar yang berbentuk cetak dan berisi kegiatan-kegiatan yang dapat

dikerjakan oleh siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya.

Fungsi penyusunan LKS menurut Depdiknas (2008: 36) adalah

sebagai berikut:

a. LKS membantu peserta didik dalam menemukan suatu konsep.

Berdasarkan prinsip konstruktivisme pembelajaran, peserta didik akan

belajar dengan membangun pengetahuannya sendiri. LKS akan memuat

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

20

apa yang harus dilakukan peserta didik yaitu mengamati,

mengorganisasi, dan menganalisis.

b. LKS membantu peserta didik menerapkan konsep yang telah

ditemukan. Setelah peserta didik menemukan konsep dari materi yang

dipelajari, peserta didik akan ditunjukkan contoh dalam penerapannya

melalui soal yang disediakan.

c. LKS berfungsi sebagai penuntun belajar.

LKS merupakan bahan ajar yang digunakan sebagai pendukung

pembelajaran selain buku pokok. Dengan demikian, peserta didik

disarankan membaca buku lain agar dapat mengerjakan LKS dengan

baik.

d. LKS berfungsi sebagai penguatan.

Setelah peserta didik mempelajari suatu materi, LKS juga dikemas

dengan mengarah pada penerapan materi.

e. LKS berfungsi sebagai petunjuk kegiatan penemuan.

LKS disusun dengan langkah kerja sehingga nantinya peserta didik

dapat menemukan sendiri konsep yang diharapkan dari suatu

pembelajaran.

Beberapa hal yang menjadi bagian dari struktur LKS adalah sebagai

berikut (Depdiknas 2008: 23-24):

a. Judul.

b. Petunjuk belajar (petunjuk siswa).

c. Kompetensi yang akan dicapai.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

21

d. Informasi pendukung.

e. Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja.

f. Penilaian.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam mempersiapkan lembar

kegiatan siswa adalah sebagai berikut (Depdiknas, 2008: 23-24):

a. Analisis Kurikulum

Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi

mana yang memerlukan LKS. Biasanya dalam menentukan materi

dianalisis dengan cara melihat materi pokok dan pengalaman belajar

dari materi yang akan diajarkan, kemudian kompetensi yang harus

dimiliki oleh siswa.

b. Menyusun peta kebutuhan LKS

Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah

LKS yang harus ditulis serta mengetahui dan melihat sekuensi atau

urutan yang terdapat pada LKS tersebut. Urutan LKS ini sangat

diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan. Diawali dengan

analisis kurikulum dan analisis sumber belajar.

c. Menentukan judul LKS

Judul LKS ditentukan atas dasar KD-KD, materi-materi pokok

atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu KD dapat

dijadikan sebagai judul modul apabila kompetensi itu tidak terlalu besar.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

22

d. Penulisan LKS

Penulisan LKS dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

1) Perumusan KD yang harus dikuasai

Rumusan KD pada suatu LKS diturunkan dari dokumen Standar Isi.

2) Menentukan alat penilaian

Penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja peserta

didik. Untuk pendekatan pembelajaran yang digunakan kompetensi

penilaiannya didasarkan pada penguasaan kompetensi.

3) Penyusunan materi

Materi LKS sangat bergantung pada KD yang akan dicapai.

Materi LKS dapat berupa informasi pendukung, yaitu gambaran

umum atau ruang lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi

dapat diambil dari berbagai sumber seperti buku, majalah, internet,

jurnal hasil penelitian. Referensi yang digunakan pada LKS

sebaiknya ditunjukkan agar siswa membaca lebih jauh tentang

materi itu sehingga pemahaman siswa terhadap materi lebih kuat.

Tugas-tugas harus ditulis secara jelas guna mengurangi pertanyaan

dari siswa.

4) Struktur LKS

Struktur LKS secara umum adalah judul, petunjuk belajar

(petunjuk siswa), kompetensi yang akan dicapai, informasi

pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja serta penilaian.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

23

Mudlofir (2011: 149) menambahkan bahwa pada bagian awal LKS

memuat informasi tentang siapa yang akan menggunakan LKS.

Pada bagian tengah (bagian utama LKS), siswa difasilitasi untuk

melakukan kegiatan belajar sesuai dengan petunjuk yang diberikan

pada LKS. Pada bagian terakhir LKS terdapat evaluasi yang dapat

digunakan siswa untuk mengetahui tingkat pemahaman yang sudah

diperoleh dari belajar pada bagian tengah.

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dikembangkan pada penelitian

ini meliputi beberapa hal yaitu sebagai berikut.

a. Halaman judul LKS

b. Halaman identitas LKS

c. Peta konsep materi trigonometri

d. Kompetensi yang akan dicapai

e. Motivasi belajar

f. Petunjuk belajar (petunjuk siswa)

g. Materi trigonometri yang disajikan dengan menggunakan pendekatan

guided discovery

h. Daftar pustaka

5. Kualitas Produk

Nieveen (1999: 126-127) menyampaikan bahwa kualitas produk

yang dikembangkan haruslah memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif.

Berikut merupakan penjelasan dari setiap kriteria yang akan digunakan

dalam pengembangan LKS pada penelitian ini.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

24

a. Aspek Kevalidan

Validitas dalam penelitian pengembangan meliputi validitas isi,

validitas konstruk. Van den Akker (1999: 10) menyatakan:

Validity refers to the extent that design of the intervention is

based on state-of-the art knowledge (‘content validity’) and that

the various components of the intervention are consistently

linked to each other (‘construct validity’)

Validitas mengacu pada tingkat desain intervensi yang

didasarkan pada pengetahuan state-of-the art (validitas isi) dan

berbagai macam komponen dari intervensi berkaitan satu dengan yang

lainnya (validitas konstruk).

Suatu produk yang dikembangkan dikatakan valid apabila

… the material (the intended curriculum) must be well

considered and the component and the material should be based

on state-of-the-art knowledge (content validity) and all

components should be consistently linked to each other

(contruct validity). (Nieveen, 1999: 127).

Berdasarkan penjelasan di atas, aspek kevalidan meliputi dua

hal, yaitu produk yang dikembangkan haruslah berlandaskan pada

kajian teori yang kuat (content validity) dan setiap komponen di

dalamnya secara konsisten haruslah terkait satu dengan yang lainnya

(construct validity).

1) Validitas isi menunjukkan bahwa isi produk yang dikembangkan

memiliki landasan yang kuat dan sesuai dengan kurikulum yang

berlaku.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

25

2) Validitas konstruk meliputi aspek format dan bahasa produk yang

dikembangkan. Format-format dan bahasa produk diupayakan tidak

saling bertentangan ketika mengkonstruksi produk tersebut.

Bahan ajar dikatakan baik jika memenuhi aspek kelayakan yang

ditentukan oleh Depdiknas (2008: 28) yang meliputi kelayakan isi,

kebahasaan, penyajian, dan kegrafikaan.

1) Aspek kelayakan isi

Pada aspek kelayakan isi mencakup beberapa hal sebagai berikut:

a) Cakupan materi sesuai dengan SK dan KD

b) Cakupan materi yang dipaparkan sesuai dengan tujuan

pengembangan

c) Materi sesuai dengan Perkembangan anak

d) Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar

e) Kebenaran substansi materi pembelajaran

f) Manfaat untuk penambahan wawasan

g) Kesesuaian dengan nilai moral dan nilai-nilai sosial

h) Latihan soal yang disajikan dapat membantu pemahaman

siswa dan dapat menggambarkan aplikasi dari apa yang telah

dipelajari siswa.

i) Soal-soal evaluasi benar-benar mampu mengukur tingkat

pemahaman siswa dan teknik penskoran yang ada harus tepat.

2) Aspek kelayakan kebahasaan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

26

Pada aspek kelayakan kebahasaan mencakup beberapa hal

sebagai berikut:

a) Tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan

keterbacaan siswa.

b) Kejelasan informasi

c) Kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan

benar

d) Pemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien (jelas dan

singkat)

e) Menggunakan bahasan yang sesuai dengan tingkat dan

kedewasaan anak.

3) Aspek kelayakan penyajian

Pada aspek kelayakan penyajian mencakup beberapa hal

sebagai berikut:

a) Kejelasan tujuan (indikator) yang ingin dicapai

b) Urutan sajian

c) Pemberian motivasi dan daya tarik

d) Interaksi (pemberian stimulus dan respon)

e) Kelengkapan informasi

f) Terdapat pendukung penyajian

g) Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya.

4) Aspek kelayakan kegrafikaan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

27

Pada aspek kelayakan penyajian mencakup beberapa hal

sebagai berikut:

a) Penggunaan font: jenis dan ukuran

b) Lay out atau tata letak

c) Ilustrasi,gambar, foto

d) Desain tampilan

e) Ketepatan warna yang digunakan

Kevalidan yang dimaksud pada penelitian pengembangan ini

yaitu produk yang dikembangkan harus meliputi validitas isi dan

validitas konstruk. Validitas isi meliputi aspek kompetensi, kelayakan

isi dan kesesuaian dengan pendekatan guided discovery sedangkan

validitas konstruk meliputi kelayakan bahasa, penyajian dan grafika

struktur penyusunan suatu produk.

b. Aspek Kepraktisan

Berkaitan dengan kepraktisan dalam penelitian pengembangan

Van den Akker (1999:10) menyatakan bahwa “Practically refers to the

extent that user (or other experts) consider the intervention as

appealing and usable in ‘normal’ conditions”.

Kepraktisan mengacu pada tingkat bahwa pengguna (pakar-

pakar lainnya) mempertimbangkan intervensi dapat digunakan dan

disukai dalam kondisi normal. Suatu produk pengembangan

mempunyai kualitas kepraktisan yang tinggi apabila“… teacher and

other experts consider the materials to be usable and that is easy for

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

28

teachers and students to use the materials in a way that us largely

compatible with the developers’ intention...” (Nieveen, 1999: 127).

Kepraktisan yang dimaksud dalam penelitian pengembangan ini

yaitu produk yang dikembangkan dapat dan mudah digunakan oleh

siswa maupun guru. Hal ini berdampak pada minat (ketertarikan) siswa

dalam belajar menggunakan produk yang dikembangkan. Kepraktisan

produk dapat diukur menggunakan angket respon siswa dan guru.

c. Aspek Keefektifan

Berkaitan dengan keefektifan dalam penelitian pengembangan

Van den Akker (1999: 10) menyatakan“Effectiveness refers to the

extent that the experiences and outcomes with the intervention are

consistent with the intended aims”. Keefektifan mengacu pada

tingkatan bahwa pengalaman dan hasil intervensi konsisten dengan

tujuan yang dimaksud.

Efektif mengandung arti bahwa produk yang dikembangkan

harus membawa pengaruh atau hasil sesuai dengan tujuan. Adapun

aspek keefektifan juga dikaitkan dengan dua hal, yaitu praktisi atau ahli

menyatakan bahan ajar tersebut efektif berdasarkan pengalaman

menggunakan produk tersebut serta secara nyata produk tersebut

memberikan hasil yang sesuai dengan harapan.

Keefektifan suatu produk pengembangan dapat tercapai apabila

“...students appreciate the learning program and that desired learning

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

29

take place and it should impact the formative evaluation of the target

group” (Nieveen, 1999: 127-128).

Keefektifan yang dimaksud pada penelitian ini yaitu produk

yang dikembangkan dapat berpengaruh memberikan hasil sesuai

standar indikator ketercapaian materi. Hasil tersebut dapat dilihat

melalui perolehan hasil tes belajar siswa dimana butir-butir soal sesuai

dengan indikator.

6. Model ASSURE

Model ASSURE adalah suatu model pengembangan dikembangkan

oleh Sharon E. Smaldino, Robert Heinich, Michael Molenda, dan James D.

Russell. Model ini diformulasikan untuk kegiatan pembelajaran disebut

juga berorientasi kelas. Model ASSURE merupakan sebuah prosedur

panduan untuk mendesain perencanaan dan bimbingan pembelajaran yang

mengkombinasikan antara materi, metode dan media. Dimana setiap

melakukan kegiatan belajar dan pembelajaran disamping guru memberikan

materi, guru juga harus menyertakan metode dan media yang dibutuhkan.

Model ASSURE akan membuat siswa menjadi lebih aktif dan kegiatan

belajar siswa semakin efektif.

Model ASSURE terdiri atas enam tahap antara lain sebagai berikut:

a. Analyze learners (menganalisis siswa)

Smaldino et al (2005:48) menyatakan bahwa:

The first step in planning is to identify the learners. You must

know your students to select the best medium to meet the

objectives. The audience can be analyzed in terms of (1) general

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

30

characteristics; (2) specific entry competencies (knowledge,

skills, and attitudes about the topic), and (3) learning style.

Langkah pertama dari implementasi model ASSURE adalah

mengidentifikasi siswa. Kita harus mengetahui karakteristik siswa

untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran. Analisis terhadap

karakteristik siswa meliputi: (1) karakteristik umum; (2) kompetensi

spesifik yang telah dimiliki siswa sebelumnya (pengetahuan,

keterampilan, dan cara berpikir tentang sebuah topik) dan gaya belajar

siswa.

Beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam analisis siswa:

1) Karakteristik Umum

Karakteristik umum siswa dapat dilihat dari usia, tingkat

pendidikan, pekerjaan, budaya, dan sosial ekonomi. Siswa dengan

latar budaya tertentu mungkin akan lebih tertarik dengan metode dan

media tertentu sehubungan dengan latar belakang budayanya. Siswa

yang tidak tertarik dengan mata pelajaran tertentu mungkin akan

dapat diatasi dengan penggunaan metode dan media belajar yang

dapat menarik perhatiannya seperti: media, video, simulasi

permainan, aktifitas berbasis teknologi, dan lain-lain.

Bagi pengajar yang telah mengenal karakter siswanya, hal ini

dapat dengan mudah dilalui. Bagi pengajar yang belum mengenal

karater siswanya hal ini terkadang merupakan kegiatan yang tidak

mudah dikarenakan perlu waktu yang lebih untuk melakukan

pengamatan dan mencatat karakteristik siswa-siswanya.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

31

2) Kemampuan Awal Siswa

Kemampuan awal siswa menunjuk pada pengetahuan dan

keterampilan yang telah dan belum dimiliki siswa. Pengajar harus

menguji atau memeriksa anggapan tentang kemampuan awal siswa

dengan dua cara. Informal dengan cara wawancara di luar kelas dan

formal dengan cara tes yang telah terstandar atau tes buatan pengajar

sendiri. Entry test baik formal maupun informal merupakan cara

untuk mengetahui apakah siswa telah memiliki kemampuan

prasyarat (prerequisites). Prerequisites merupakan kemampuan

yang harus dimiliki oleh siswa untuk mengikuti proses pembelajaran

yang akan dilakukan. Prerequisites harus dijabarkan dalam tujuan.

3) Gaya Belajar Siswa

Faktor ketiga adalah gaya belajar yang mengacu pada aspek

ciri psikologi dari siswa yang menjelaskan tentang bagaimana siswa

berinteraksi dan merespon secara emosional pada lingkungan

belajar. Para siswa belajar dengan cara yang beragam antara lain tipe

audio, visual, audio-visual dan kinestetik. Gardner mengidentifikasi

9 aspek intelegensi manusia, yaitu:(1) verbal/linguistik (bahasa); (2)

logika/matematika (sains); (3) visual/spasial; (4) musikal/ritmik; (5)

kinestesis (menari/atletik); (6) interpersonal (memahami orang lain);

(7) intrapersonal (memahami diri sendiri); (8) naturalis; dan (9)

eksistensialis.

b. State Objectives (Merumuskan tujuan pembelajaran atau kompetensi)

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

32

Menurut Smaldino et al (2005:48) bahwa “The objectives may be

derived from a course syllabus, stated in a text book, taken from a

curriculum guide, or developed by the instructor”. Maksudnya bahwa

tujuan pembelajaran dapat diperoleh dari silabus atau kurikulum,

informasi yang tercatat dalam buku teks, atau dirumuskan sendiri oleh

perancang atau instruktur setelah melalui proses penilaian kebutuhan

belajar.

Tujuan pembelajaran merupakan rumusan atau pernyataan yang

mendeskripsikan tentang kompetensi-pengetahuan, keterampilan, dan

sikap yang akan dimiliki oleh siswa setelah menempuh proses

pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat menggunakan rumusan tujuan

dengan model ABCD yaitu Audience, Behavior, Condition, dan Degree.

Komponen audience berisi informasi tentang individu yang belajar,

misalnya siswa. Komponen behavior mendeskripsikan tentang aspek

kompetensi yang akan dimiliki oleh individu setelah menempuh progam

pembelajaran. Komponen condition mencerminkan keadaan atau situasi

yang perlu ada pada waktu siswa atau individu yang belajar melakukan

unjuk kinerja atau performa pada saat dilakukan tes. Komponen ini dapat

berupa fasilitas, peralatan, perlengkapan dan objek, atau benda yang

merupakan komponen esensial dalam melakukan suatu tugas atau

pekerjaan. Komponen yang terakhir adalah degree menggambarkan

tingkat atau standard yang perlu diperlihatkan oleh siswa pada waktu

menunjukkan kompetensi spesifik yang telah dipelajari.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

33

Pada perumusan tujuan pembelajaran, perlu dianalisis terlebih

dahulu terkait pembelajaran yang akan dilakukan cenderung ke domain

kognitif, afektif, psikomotor, atau interpersonal. Dengan memahami hal

tersebut, kita dapat merumuskan tujuan pembelajaran dengan lebih tepat,

dan tentu saja akan menuntun penggunaan metode, strategi dan media

pembelajaran yang akan digunakan. Perbedaan individu berkaitan

dengan kemampuan individu dalam menuntaskan atau memahami

sebuah materi yang diberikan/dipelajari. Individu yang tidak memiliki

kesulitan belajar dengan yang memiliki kesulitan belajar pasti memiliki

waktu ketuntasan belajar (mastery learning) yang berbeda. Kondisi ini

dapat menuntun kita merumuskan tujuan pembelajaran dan

pelaksanaannya dengan lebih tepat.

Tujuan pembelajaran perlu untuk ditentukan agar dapat memilih

media dengan tepat, mengatur lingkungan belajar yang sesuai dengan

tuntutan tujuan, menentukan teknik dan instrumen penilaian/evaluasi.

Unsur-unsur yang harus terdapat dalam rumusan tujuan: (1)

Permormance atau capabilitas yang diharapkan dari siswa; (2) Kondisi

tingkah laku yang dapat diamati; (3) Kriteria/standar minimal perilaku

siswa.

c. Select Methods, Media and Materials (Memilih metode, media dan

bahan ajar)

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

34

Memilih metode, media dan bahan ajar berperan sangat penting

untuk digunakan dalam membantu siswa dalam mencapai kompetensi

atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Menurut Smaldino et

al (2005:56) menyatakan bahwa

A systematic plan for using media certainly demands that the

methods, media and materials be selected systematically in the

first place. The selection process has three steps: (1) deciding on

the appropriate method for the given learning tasks, (2) choosing

a media format that is suitable for carrying out the method, and

(3) selecting, modifying, or designing specific materials within

that media format.

Suatu rencana yang sistematik dalam penggunaan media dan

teknologi tentu menuntut agar metode, media dan materinya dipilih secara

sistematis pula. Proses pemilihannya melibatkan tiga langkah yaitu (1)

menentukan metode yang tepat untuk kegiatan belajar tertentu, (2)

memilih format media yang disesuaikan dengan metode yang diterapkan

dan (3) memilih, memodifikasi, atau merancang/memproduksi bahan ajar.

Rincian proses pemilihan metode, media dan bahan ajar adalah

sebagai berikut.

1) Memilih Metode

Pemilihan metode yang bisa sesuai dengan gaya belajar siswanya.

2) Memilih Format Media

Format media adalah bentuk fisik tempat dimasukan dan

dipajangkannya suatu media, misalnya flip chart, slide, video, dan

computer multimedia. Dalam menentukan pemilihan format media

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

35

perlu dipertimbangkan sejumlah media dan teknologi yang tersedia,

ragam pebelajar dan tujuan yang ingin dicapai.

3) Menghasilkan Bahan Ajar Khusus

Smaldino et al (2005:58) menambahkan bahwa “Obtaining

appropriate materials will generally involve one of three alternatives:

(1) selecting available materials, (2) modifying exiting materials, or

(3) designing new materials”. Cara memilih metode, media, dan

bahan ajar yang akan digunakan dapat memilih satu dari tiga alternatif

pilihan yang ada yaitu (1) membeli media pembelajaran yang ada; (2)

memodifikasi media pembelajaran yang telah tersedia; atau (3)

memproduksi media pembelajaran baru.

Siswa dapat memenuhi tujuan-tujuan yang telah ditetapkan

jika bahan ajar itu sudah tersedia. Apabila bahan ajar yang sudah ada

ternyata tidak sepenuhnya sesuai dengan tujuan, atau tidak cocok

dengan siswa, pendekatan alternatif adalah memodifikasinya. Jika

masih belum cocok, alternatif yang terakhir adalah merancang bahan

ajar sendiri. Pembuatan bahan ajar sendiri akan dapat sesuai dengan

siswa dan memenuhi tujuan yang telah ditetapkan meskipun

memerlukan biaya dan memakan banyak waktu. Dalam merancang

bahan ajar baru, unsur dasar yang harus dipertimbangkan adalah

tujuan, siswa, biaya, keahlian teknis, peralatan, fasilitas dan waktu.

d. Utilize Media and Materials (Memanfaatkan media dan bahan ajar)

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

36

Tahap keempat adalah penggunaan media dan bahan ajar untuk

pembelajaran. Smaldino et al (2005: 62-63) mengajukan rumus 5P dalam

pemanfaatan media dan bahan ajar yaitu:

1) Preview the Materials (Mengkaji bahan ajar)

2) Prepare the Materials (Menyiapkan bahan ajar)

3) Prepare the Environment (Menyiapkan lingkungan pembelajaran)

4) Prepare the Learners (Menyiapkan siswa)

5) Provide the Learning Experience (Tentukan pengalaman belajar)

Langkah-langkah persiapan tersebut dilakukan sebelum produk

yang dikembangkan digunakan oleh siswa.

e. Require Lerner Participation (Melibatkan siswa dalam aktivitas

pembelajaran)

Tahap kelima adalah melibatkan partisipasi siswa dalam aktivitas

pembelajaran. Smaldino et al (2005:48) menyatakan bahwa:

… to be effective, materials based instruction should require

active mental engagement by learners. There should be activities

within the lesson that allow learners to process the knowledge or

skills and to receive feedback on the oppropriateness of their

efforts before being formally assessed.

Proses pembelajaran memerlukan adanya keterlibatan mental

siswa secara aktif dengan materi atau substansi yang sedang dipelajari

agar berlangsung efektif dan efisien. Pemberian latihan soal merupakan

contoh bagaimana melibatkan aktivitas mental siswa dengan materi yang

sedang dipelajari. Siswa yang terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran

pada umumnya akan dengan mudah mempelajari materi pembelajaran.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

37

Setelah aktif melakukan proses pembelajaran, pemberian umpan balik

yang berupa pengetahuan tentang hasil belajar akan memotivasi siswa

untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi.

f. Evaluate and Revise (Melakukan Evaluasi dan Revisi)

Smaldino, Sharon E, (et all) (2005:48) menyatakan bahwa

After instruction, it is necessary to evaluate its impact and

effectiveness and to asses student learning. To get the total

picture, you must evaluate the entire instructional process. Did

the learners meet the objectives? Did the methods and media

assist the trainees in reaching the objectives? Could all students

use the materials properly?

Tahap evaluasi dan revisi dalam model desain pembelajaran

ASSURE ini dilakukan untuk menilai efektifitas dan efisiensi program

pembelajaran dan juga menilai pencapaian hasil belajar siswa. Agar

dapat memperoleh gambaran yang lengkap tentang kualitas sebuah

program pembelajaran, perlu dilakukan proses evaluasi terhadap semua

komponen pembelajaran.

Pada model ASSURE, kegiatan mengevaluasi dan merevisi ini

terdiri dari:

1) Menilai Prestasi/ Hasil Belajar Siswa

Evaluasi hasil belajar/ prestasi siswa merupakan evaluasi

yang dilakukan untuk menilai pencapaian hasil belajar siswa

terhadap tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Evaluasi ini

dapat dilakukan dengan pengujian kompetensi atau kemampuan

yang dimiliki oleh siswa setelah menempuh aktivitas pembelajaran.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

38

Metode dalam menilai prestasi bergantung pada sifat dari

tujuan belajar. Ada beberapa jenis alat ukur atau instrumen yang

dapat digunakan untuk menilai hasil belajar siswa. Instrumen

penilaian tersebut dapat dikategorikan sebagai tes tertulis dan tes

performa. Tes tertulis digunakan untuk menilai kompetensi siswa

yang terkait dengan aspek kognitif. Sedangkan tes performa

digunakan untuk mengukur kinerja nyata dari aspek keterampilan.

2) Mengevaluasi dan Merevisi Strategi, Teknologi, dan Media

Pada dunia pendidikan tidak hanya hasil belajar siswa saja

yang dievaluasi dan direvisi, melainkan juga meliputi evaluasi

penilaian strategi, teknologi dan media. Evaluasi strategi bertujuan

agar guru mengetahui apakah strategi pengajaran yang digunakan

sudah berjalan efektif atau belum, dari hasil evaluasi tersebut guru

dapat melakukan revisi terhadap strategi yang digunakan untuk

ditingkatkan. Evaluasi teknologi dan media bertujuan untuk

mengetahui apakah teknologi dan media yang digunakan dapat

membantu dan meningkatkan minat siswa dalam belajar.

Kegiatan evaluasi dan revisi dapat dilakukan dengan bantuan

pembelajar. Melalui pembelajar kegiatan evaluasi dan revisi dapat

dilakukan dengan wawancara dan diskusi. Kegiatan evaluasi

pembelajaran yang dilakukan guru dapat dilakukan dengan evaluasi

diri sendiri melalui; (1) rekaman audio atau video yang berisi

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

39

pengajaran yang dilakukan guru yang bersangkutan; (2) komentar

anonim para siswa; dan (3) supervisi dengan rekan sejawat.

Pada tahap ini juga dilakukan evaluasi antara perencanaan

yang telah dibuat ditinjau aplikasinya dalam pembelajaran. Apakah

sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum, jika hasil evaluasi

terjadi perbedaan antara perencanaan dengan pelaksanaan dalam

proses pembelajaran maka akan ada kesalahan. Temuan kesalahan-

kesalahan dalam melakukan refleksi evaluasi dilakukan perbaikan

untuk melakukan pembelajaran berikutnya atau pembelajaran ulang

jika kompetensi dasar dan tujuan belum tercapai.

Pengembangan produk pada penelitian ini mengikuti tahapan

pengembangan model ASSURE sesuai dengan penjelasan diatas.

7. Pendekatan Guided Discovery

Berkaitan dengan belajar penemuan, Abruscato (1996: 38)

menyatakan bahwa:

Discovery learning is hands-on, experiential learning that requires

a teacher‟s full knowledge of content, pedagogy, and child

development to create an environment in which new learning are

related to what has come before and to that which will follow.

Belajar penemuan adalah praktik, pengalaman belajar yang

mengharuskan guru secara menyeluruh mengetahui konten, pedagogi, dan

perkembangan anak untuk menciptakan lingkungan di mana pembelajaran

baru dapat berhubungan dengan apa yang telah dipelajari sebelumnya dan

apa yang akan dipelajari selanjutnya.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

40

Santrock (2008: 490), pendidik John Dewey (1933) dan psikolog

kognitif Jerome Bruner (1966) mempromosikan konsep pembelajaran

penemuan dengan mendorong guru untuk memberi siswa kesempatan

belajar sendiri. Pembelajaran penemuan mendorong siswa untuk berpikir

sendiri dan menemukan cara menyusun dan mendapatkan pengetahuan.

Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan

yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar

bermakna. Pendekatan belajar penemuan juga dapat memupuk rasa ingin

tahu siswa.

Berkaitan dengan penemuan Bruner (dalam Mayer, 2004: 14)

menyatakan bahwa “Practice in discovering for one-self teaches one to

acquire information in a way that makes that information more readily

viable in problem solving”. Artinya kegiatan penemuan untuk diri sendiri

mengajarkan seseorang untuk memperoleh informasi dengan cara membuat

informasi menjadi lebih mudah dipahami dalam pemecahan masalah.

Pembelajaran penemuan berbeda dengan pendekatan instruksi

langsung, di mana guru menjelaskan secara langsung informasi kepada

siswa. Dalam pembelajaran penemuan, siswa harus mencari tahu sendiri.

Pembelajaran penemuan ini berhubungan dengan ide Piaget, yang pernah

mengatakan bahwa setiap kali guru memberi tahu siswa, maka siswa tidak

belajar (Santrock, 2008: 490).

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan

beberapa kelebihan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

41

diingat atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan

yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan

mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya.

Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang diperoleh siswa

lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga, secara menyeluruh

belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk

berpikir secara bebas. Secara khusus, belajar penemuan melatih

keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah

tanpa pertolongan orang lain (Ratna Wilis Dahar, 2011: 80). Jadi dapat

disimpulkan bahwa penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara dalam

mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan

tertentu. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui

latihan pemecahan masalah dan praktek membentuk dan menguji hipotesis.

Pembelajaran menggunakan pendekatan penemuan yang digunakan

di sekolah, dewasa ini tidak menggunakan pendekatan pembelajaran

penemuan”murni‟. Dalam pembelajaran penemuan “murni‟, siswa

didorong untuk belajar sendiri dan instruksi diberikan pada level minimal

atau bahkan tidak diberikan sama sekali. Belajar sendiri tidak selalu

bermanfaat bagi banyak siswa. Misalnya guru memberi materi lalu

membiarkan siswa belajar sendiri akan menyebabkan siswa mendapatkan

solusi yang salah dan strategi yang tidak efisien untuk menemukan

informasi. Bahkan ada siswa yang tidak menemukan pengetahuan sama

sekali. Oleh kerena itu, muncullah pembelajaran penemuan dengan

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

42

bimbingan (guided discovery learning), di mana siswa didorong untuk

menyusun sendiri pemahamannya, tetapi juga dibantu dengan pertanyaan

dan pengarahan dari guru. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Brian D.

Whitaker (2014: 85),

Bruner (1967) advocated a method of inquiry-based instruction

known as discovery learning, where students use previous

knowledge and experience to discover new facts for themselves.

Critics argue that there are a high rate of misconceptions and

inaccuracies when utilizing this learning method. Therefore, by

including the instructor as a guide during discovery learning,

students can still be involved with an active learning strategy, utilize

previous knowledge and experiences, and not be wary of learning

inaccurate information. Guided discovery can be used as a vehicle

for learning in multiple instances in numerous courses.

Bruner (1967) menyarankan sebuah metode pembelajaran berbasis

penyelidikan yang dikenal sebagai pembelajaran penemuan, di mana siswa

menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki untuk

menemukan fakta-fakta baru. Beberapa pengamat atau kritikus berpendapat

bahwa pembelajaran dengan metode ini, memungkinkan adanya tingkat

ketidaktepatan dan kesalahpahaman konsep yang tinggi. Oleh karena itu,

dengan adanya bimbingan dari instruktur selama kegiatan pembelajaran

penemuan, siswa masih bisa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran,

menggunakan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya (untuk

menemukan fakta-fakta baru), dan tidak perlu khawatir akan ketidaktepatan

informasi yang diperoleh.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

43

Bruner (dalam Carin & Sund, 1989: 95) juga menyatakan sebagai

berikut:

The only way a person learns the techniques of making discoveries

is to have opportunities to discover. Through guided discovery, a

student slowly learns how to organize and carry out investigations.

One of the greatest payoffs of the guided discovery approach is that

it aids better memory retention. Something a student discovers

independently is more likely to be remembered, but concepts he or

she is told can be quickly forgotten.

Satu-satunya cara seseorang belajar teknik membuat penemuan

adalah memiliki kesempatan untuk menemukan. Melalui penemuan

terbimbing, siswa belajar perlahan-lahan bagaimana mengatur dan

melakukan investigasi. Salah satu hasil terbesar dari pendekatan penemuan

terbimbing yaitu memiliki ingatan yang lebih baik. Ketika siswa

menemukan secara mandiri lebih mungkin untuk diingat, tetapi konsep yang

diberitahukan kepada siswa dapat dengan cepat dilupakan.

Hasil belajar siswa dengan penemuan terbimbing menurut Mayer

(2004: 15) adalah sebagai berikut:

Guided discovery is effective because it helps students meet two

important criteria for active learning (a) activating or constructing

appropriate knowledge to be used for makingsense of new incoming

information and (b) integrating new incoming information with an

appropriate knowledge base.

Artinya:

Penemuan terbimbing efektif karena membantu siswa memenuhi

dua kriteria penting untuk belajar aktif, yaitu (a) mengaktifkan atau

membangun pengetahuan yang tepat untuk digunakan dalam memahami

informasi yang baru masuk (b) mengabungkan informasi baru yang masuk

dengan dasar pengetahuan yang tepat.

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

44

Model pembelajaran dengan penemuan terbimbing dapat

diselenggarakan secara individu atau kelompok. Model ini sangat

bermanfaat untuk mata pelajaran matematika sesuai dengan karakteristik

matematika tersebut. Guided discovery menempatkan guru pada posisi

fasilitator yang siap sedia memfasilitasi siswa. Guru membimbing siswa

jika dibutuhkan dan siswa didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat

menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru

dan sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya

dan materi yang sedang dipelajari.

Siswa dengan menggunakan model penemuan terbimbing ini,

mereka dihadapkan pada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan

menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error)

hendaknya dianjurkan dan guru sebagai penunjuk jalan dan membantu

siswa agar mempergunakan ide, konsep dan ketrampilan yang sudah mereka

pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru.

Menurut Markaban (2006: 16), agar pelaksanaan model penemuan

terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang perlu

ditempuh oleh guru matematika adalah sebagai berikut.

a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data

secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang

menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak

salah.

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

45

b. Siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data

yang diberikan guru. Bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang

diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk

melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan

atau LKS.

c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang

dilakukannya.

d. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut di atas

diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan

kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak

dicapai.

e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut,

maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa

untuk menyusunya. Induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur.

f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru

menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah

hasil penemuan itu benar.

Guided discovery sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang

berpusat pada siswa memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Menurut

Marzano (Markaban, 2006: 16-17) kelebihan pembelajaran guided

discovery adalah sebagai berikut:

a. Membuat siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang

disajikan.

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

46

b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquirí (mencari

menemukan)

c. Mendukung kemampuan problem solving siswa.

d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru,

dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa

Indonesia yang baik dan benar.

e. Materi yang dipelajari dapat lebih lama membekas karena siswa

dilibatkan dalam proses menemukanya.

Kekurangan pembelajaran guided discovery adalah sebagai berikut:

a. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.

b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di

lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan

model ceramah.

c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya

topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan

dengan model penemuan terbimbing.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

guided discovery merupakan suatu pendekatan pembelajaran penemuan

yang berpusat pada siswa dengan guru sebagai fasilitator sehingga

pembelajaran menjadi lebih efektif. Pada penelitian ini, Pendekatan guided

discovery digunakan dalam penjabaran materi pembelajaran yang dilakukan

dengan prosedur sebagai berikut.

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

47

a. Menyajikan suatu rumusan masalah. Rumusan masalah tersebut dapat

berupa data, gambar, masalah kontekstual, ataupun pertanyaan

penemuan.

b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyusun, mengkoleksi

data, memproses, mengorganisir dan menganalisis data berdasarkan

rumusan masalah yang ada.

c. Menyediakan pertanyaan bimbingan dalam bentuk pertanyaan bertingkat

yang mengarah pada penemuan konsep sehingga guru hanya

memberikan bimbingan sejauh yang diperlukan.

d. Menyediakan latihan soal untuk mengetahui tingkat kebenaran konjektur

(prakiraan) dan tingkat pemahaman siswa.

8. Trigonometri

Trigonometri berasal dari dua kata Greek, yaitu “Trigonom” yang

berarti segitiga dan “Metron” yang berarti ukuran. Trigonometri dapat

diartikan sebagai ilmu yang mempelajari ukuran-ukuran dalam segitiga

(Smith, 1953: 600). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas,

2002: 1211), trigonometri diartikan sebagai bagian dari matematika yang

mempelajari tentang ilmu ukur sudut dan batasan-batasan dalam segitiga.

Jadi dapat disimpulkan bahwa trigonometri adalah bagian dari ilmu

matematika yang mempelajari tentang hubungan antara sisi dan sudut suatu

segitiga serta fungsi dasar yang muncul dari relasi tersebut.

Trigonometri diberikan di SMA dikarenakan trigonometri

merupakan ilmu yang sangat penting dan sangat dekat dengan keseharian

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

48

siswa. Aplikasi trigonometri dalam kehidupan mencakup segala bidang,

diantaranya adalah fisika, kimia, fotografi, geografi, astronomi, navigasi,

teori musik, elektronik, ekonomi, medis, teknik, dan sebagainya. Sebagai

contoh dalam navigasi pelayaran, konsep dasar perbandingan trigonometri

digunakan dalam menentukan arah dan jarak dari satu tempat ke tempat

yang lain (Marwanto, 2009: 234). Trigonometri merupakan materi dasar

yang akan digunakan untuk pembelajaran pada jenjang yang lebih tinggi.

Materi trigonometri yang dipelajari di kelas X ini juga menjadi salah satu

materi prasyarat untuk materi limit, integral, dan differensial pada tingkat

selanjutnya.

Berdasarkan lampiran Permendikbud No 24 tahun 2016,

Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) materi trigonometri

untuk SMA kelas X disajikan sebagai berikut.

Tabel 3. KI dan KD Materi Trigonometri SMA kelas X

Kompetensi Inti (KI) Kompetensi Dasar (KD)

1. Memahami, menerapkan, dan

menganalisis pengetahuan

faktual, konseptual, prosedural

berdasarkan rasa ingintahunya

tentang ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, budaya, dan

humaniora dengan wawasan

kemanusiaan, kebangsaan,

kenegaraan, dan peradaban

terkait penyebab fenomena dan

kejadian, serta menerapkan

3.7 Menjelaskan rasio trigonometri

(sinus, cosinus, tangen,

cosecan, secan, dan cotangen)

pada segitiga siku-siku

3.8 Menggeneralisasi rasio

trigonometri untuk sudut-sudut

di berbagai kuadran dan sudut-

sudut berelasi

3.9 Menjelaskan aturan sinus dan

cosinus

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

49

pengetahuan prosedural pada

bidang kajian yang spesifik

sesuai dengan bakat dan

minatnya untuk memecahkan

masalah

3.10 Menjelaskan fungsi

trigonometri dengan

menggunakan lingkaran satuan

2. Mengolah, menalar, dan menyaji

dalam ranah konkret dan ranah

abstrak terkait dengan

pengembangan dari yang

dipelajarinya di sekolah secara

mandiri, dan mampu

menggunakan metoda sesuai

kaidah keilmuan

4.7 Menyelesaikan masalah

kontekstual yang berkaitan

dengan rasio trigonometri

(sinus, cosinus, tangen,

cosecan, secan, dan cotangen)

pada segitiga siku-siku

4.8 Menyelesaikan masalah

kontekstual yang berkaitan

dengan rasio trigonometri

sudut-sudut di berbagai kuadran

dan sudut-sudut berelasi.

4.9 Menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan aturan sinus

dan cosinus.

4.10 Menganalisa perubahan grafik

fungsi trigonometri akibat

perubahan pada konstanta pada

fungsi 𝑦 = 𝑎 𝑠𝑖𝑛 𝑏(𝑥 + 𝑐) + 𝑑

Pada penelitian ini, materi yang akan dikembangkan difokuskan pada

KD 3.7, KD 3.8, KD 4.7 dan KD 4.8.

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

50

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian pengembangan

ini antara lain sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Dita Nur Syafarina (2015). Pada penelitian

tersebut dikembangkan perangkat pembelajaran matematika berupa RPP

dan LKS berbasis Kurikulum 2013 untuk siswa SMA kelas X semester 2

pada materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat menggunakan pendekatan

penemuan terbimbing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat

pembelajaran yang dikembangkan dapat dikategorikan layak berdasarkan

aspek kevalidan, kepraktisan dan keefektifan. Ditinjau dari aspek

kevalidan dikategorikan sangat baik dengan perolehan skor rata-rata 4, 70

dari skor maksimal 5, 00 untuk RPP sedangkan LKS memperoleh skor

rata-rata sebesar 4, 41 dan dikategorikan sangat baik. Kualitas kepraktisan

dikategorikan baik dengan perolehan skor rata-rata 2, 98 dari skor

maksimal 4, 00. Keefektifan dikategorikan sangat baik dengan presentase

ketuntasan siswa dari tes hasil belajar sebesar 86, 52%.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Diah Purboningsih (2015). Pada penelitian

tersebut dikembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan

pendekatan guided discovery pada materi barisan dan deret untuk siswa

SMK kelas X. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RPP yang

dikembangkan ditinjau dari aspek kevalidan dikategorikan baik dengan

perolehan skor rata-rata 4, 00 dari skor maksimal 5, 00 sehingga RPP

dikatakan valid. Hasil penilaian LKS oleh para ahli maka diperoleh skor

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

51

4,13 dari skor maksimal 5 dengan klasifikasi sangat baik untuk aspek

pendekatan guided discovery, kualitas materi LKS, dan syarat didaktik,

serta rata-rata skor 4,24 dari skor maksimal 5 dengan klasifikasi “Sangat

Baik” untuk aspek syarat konstruksi, syarat teknis, evaluasi, dan

keterlaksanaan. Dengan demikian LKS dapat dikatakan sangat valid karena

memenuhi klasifikasi penilaian minimal “Baik”. Berdasarkan hasil analisis

lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran maka diperoleh persentase

skor 96, 07% dengan klasifikasi penilaian sangat baik. Berdasarkan angket

respon siswa diperoleh skor 4, 19 dari skor maksimal 5 dengan klasifikasi

sangat baik. Dengan demikian RPP dan LKS dapat dikatakan sangat

praktis. Analisis tes hasil belajar menunjukkan bahwa RPP dan LKS efektif

digunakan karena persentase ketuntasan klasikal siswa sebesar 87%

dengan rata-rata nilai 86, 71.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Budi Purwanti (2015). Penelitian tersebut

mengembangkan media video pembelajaran matematika dengan model

ASSURE. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pengembangan

media video pembelajaran matematika dengan model ASSURE dapat

mengefektifkan pembelajaran. Persepsi terhadap pembelajaran menjadi

lebih positif dengan daya tarik penggunaan media video pembelajaran

dengan model ASSURE memotivasi peserta didik dalam belajar

matematika dibuktikan dengan peningkatan nilai rata-rata peserta didik

kelas XI TEI 1 dari 69, 19 menjadi 81, 48 sedangkan kelas XI TEI 2 dari

69, 58 menjadi 81, 48 sesudah menggunakan media video pembelajaran.

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

52

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ratna Andriani (2016). Penelitian tersebut

mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan strategi

Writing In Permormence Task (WIPT) pada materi perbandingan dengan

menggunakan model ASSURE. Hasil dari penelitian tersebut yaitu: (1)

kevalidan RPP berkategori valid dengan rata-rata penilaian 3,94 dan

kevalidan LKS berkategori sangat valid dengan rata-tara penilaian 4,03;

(2) dari masing-masing perangkat pembelajaran tersebut dinilai praktis

oleh para ahli dengan penilaian "B" untuk masing-masing perangkat

pembelajaran, yang berarti bahwa perangkat pembelajaran yang

dikembangkan dapat digunakan dengan sedikit revisi; (3) keterlaksanaan

RPP efektif, karena selama dua kali pertemuan masuk dalam kategori

“baik”; (4) aktivitas siswa efektif, karena setiap aspek memenuhi kriteria

waktu ideal dalam RPP dengan toleransi 5%; (5) Respon siswa memenuhi

kriteria efektif 75% siswa merespon dalam kategori positif; (6) Hasil

belajar siswa memenuhi batas ketuntasan secara klasikal 81,58%.

Berdasarkan pada keempat penelitian diatas menunjukkan bahwa

bahan ajar atau perangkat pembelajaran yang dikembangkan menggunakan

pendekatan guided discovery dan dikembangkan dengan model ASSURE

mampu memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif dalam penggunaanya

pada kegiatan pembelajaran untuk siswa khususnya siswa SMA.

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

53

C. Kerangka Berfikir

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir

Pembelajaran seharusnya membuat siswa lebih aktif melalui kegiatan

penemuan yang dilakukan secara mandiri dengan bantuan dengan sumber

belajar yang sesuai kurikulum yang berlaku.

Diperlukan inovasi untuk memfasilitasi siswa dalam mengembangkan

kemampuannya pada materi trigonometri.

LKS matematika pada materi trigonometri dengan pendekatan guided discovery

untuk siswa SMA Kelas X berdasarkan Kurikulum 2013 revisi 2016.

Efektif

Praktis

LKS memiliki kualitas valid, efektif dan praktis sehingga layak dan mudah

digunakan untuk siswa dan guru dalam pembelajaran trigonometri

LKS dikembangkan berdasarkan hasil analisis siswa.

LKS dikembangkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku

sehingga perumusan tujuan pembelajaran dapat sesuai dengan

Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang harus

dicapai.

LKS dikembangkan dengan menggunakan pendekatan guided

discovery sesuai dengan karaketistik siswa. LKS memiliki

struktur/format yang tepat, didesain menarik, divalidasikan

kepada ahli dan direvisi sesuai saran sehingga terciptalah LKS

yang layak digunakan untuk pembelajaran.

LKS dapat dan mudah digunakan oleh siswa dan guru. LKS

digunakan dengan pedoman RPP yang telah disusun sehingga

aktivitas-aktivitas pada LKS dapat terlaksana dengan baik.

LKS memfasilitasi siswa dalam belajar karena siswa terlibat aktif

dalam proses pembelajaran. Hal ini berdampak pada

minat/ketertarikan siswa dalam belajar trigonometri.

Valid

LKS yang dikembangkan dievaluasi dan direvisi sesuai kritik dan

saran setelah dilakukan uji coba. LKS berpengaruh memberikan

hasil sesuai standar indikator ketercapaian materi yang dapat

dilihat dari persentase ketuntasan tes hasil belajar siswa

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan ...eprints.uny.ac.id/49474/3/15. BAB II.pdf · Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal

54

D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana hasil analisis siswa?

2. Bagaimana menentukan tujuan pembelajaran?

3. Bagaimana peneliti memilih metode dan media serta menghasilkan bahan

ajar?

4. Bagaimana pelaksanaan ujicoba yang dilakukan peneliti?

5. Bagaimana cara peneliti melibatkan siswa dalam aktivitas pembelajaran?

6. Bagaimana peneliti mengevaluasi dan merevisi hasil belajar siswa,

strategi, teknologi dan media yang digunakan dalam pembelajaran?

7. Bagaimana kevalidan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dikembangkan

berdasarkan penilaian para ahli?

8. Bagaimana kepraktisan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang

dikembangkan berdasarkan penilaian respon siswa dan guru yang

menggunakannya serta hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran?

9. Bagaimana keefektifan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang

dikembangkan berdasarkan persentase ketuntasan klasikal siswa yang

menggunakan LKS?