bab i pendahuluan a. latar belakang masalahdigilib.uinsgd.ac.id/2219/4/4_bab1.pdfperanan yang sangat...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam telah mewajibkan kepada pemeluknya yang memenuhi syarat untuk
mendakwahkan syari’at Islam kepada seluruh umat manusia dengan berpedoman
pada Al-Qur’an dan sunnah rasul, sebab satu-satunya tatanan hidup manusia yang
menjamin keselamatannya adalah hanyalah Islam yang datang dari Allah SWT.
Sebagai rahmat_Nya bagi manusia. Oleh karena itu, dakwah pada hakikatnya
menyangkut persoalan kemanusian yang sangat penting dan selalu masa kini,
sebab keselamatan manusia tergantung pada menerima terhadap dien al-Islam
yang didakwahkan sebagai tatanan hidup yang akan memberikan sesuatu yang
dapat menyelamatkan hidup manusia (Ahmad Subandi dan Syukriadi Sambas,
1999:10 ).
Dakwah yang bersifat memberi bantuan yang diberikan oleh seseorang
kepada orang lain dalam menetapkan pilihan dan penyesuaian diri dalam
memecahkan masalah dengan sendirinya dinamakan bimbingan agama atau
irsyad.
Menurut Fakhruddin (1994, Juz IV: 16-17) yang dilansir oleh (Ahmad
Subandi dan Syukriadi Sambas, 1999:51 ) bentuk kata irsyad, yaitu al-Irsyad
berarti petunjuk, kebenaran ajaran, dan bimbingan dari Allah SWT. Yang
mengandung suasana kedekatan antara pemberi dan penerima al-Irsyad. Secara
istilah al-Irsyad berarti menunjukkan kebenaran ajaran dan membimbing orang
2
lain dalam menjalankannya yang berlangsung dalam Susana tatap muka dan
penuh keakraban.
Dalam pengertian tersebut irsyad berarti bimbingan Islam, dalam prosesnya
akan melibatkan unsur (1) Mursyid (pembimbing); (2) maudhu (pesan/materi
bimbingan); (3) metode; (5) mursyad bih (peserta bina/klien); dan (5) tujuan yang
akan dicapai (Ahmad Subandi dan Syukriadi Sambas, 1999:54).
Gunarsa (1996: 18-27) mengemukakan bahwa inti bimbingan dari sudut
pandang psikologis adalah memberikan bantuan kepada klien dalam memecahkan
problema yang dihadapinya dan didalam bimbingan itu ada beberapa faktor yang
penting yaitu: (1) bahwa bimbingan berhubungan dengan tujuan membantu orang
lain menentukan pilihan dan tindakan yang solutif; (2) bahwa dalam proses
bimbingan terjadi proses belajar; dan (3) bahwa terjadi perubahan dan
perkembangan kepribadian dalam proses bimbingan sebagai suatu yang akan
dicapai (Ahmad Subandi dan Syukriadi Sambas, 1999:56 ).
Bimbingan agama tidak hanya diberikan pada suatu individu atau satu
kelompok saja akan tetapi bimbingan agama diberikan kepada setiap orang yang
ingin mendapatkan bantuan untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
Diantara orang tersebut adalah santri, yaitu orang yang belajar ilmu agama
disebuah Pondok Pesantren, ia menganggap Pondok Pesantren adalah sebagai
lembaga Islam yang dapat membimbing agama pada dirinya untuk memahami
tentang ajaran Islam dan untuk mengetahui dirinya sebagai hamba Allah.
Menurut M. Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurdilo (2005:8-9) di dalam
buku “Manajemen Pondok Pesantren” menyebutkan keberadaan Pesantren
3
sebagai lembaga pendidikan, baik yang masih mempertahankan pendidikan
tradisionalnya maupun yang sudah mengalami perubahan, memiliki pengaruh
besar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dari waktu ke waktu, pesantren
semakin tumbuh dan berkembang kuantitas maupun kualitasnya. Tidak sedikit
dari masyarakat yang masih menaruh perhatian besar terhadap pesantren sebagai
pendidikan alternatif.
Pendidikan pesantren juga dapat dikatakan sebagai modal sosial dan bahkan
soko guru bagai perkembangan pendidikan nasional Indonesia. Karena pendidikan
pesantren yang berkembang pada saat ini dengan berbagai ragam modelnya
senantiasa selaras dengan jiwa, semangat dan kepribadian bangsa Indonesia yang
mayoritas beragama Islam. Maka dari itu, sudah sewajarnya apabila
perkembangan dan pengembangan pendidikan pesantren akan memperkuat
karakter social sistem pendidikan Indonesia yang memiliki kehandalan
penguasaan pengetahuan dan kecakapan teknologi yang senantiasa dijiwai nilai-
nilai luhur keagamaan.
Pusat perhatian bimbingan dan penyuluhan agama terutama di Pondok
Pesantren adalah membangkitkan daya rohaniah manusia melalui iman dan
taqwanya kepada Tuhan untuk mengatasi segala kesulitan yang dihadapi dalam
kehidupannya. Kesulitan hidup itu bisa berhubungan dengan masalah pekerjaan,
kehidupan berkeluarga, masalah belajar, masalah sosial, dan bisa juga
berhubungan dengan keyakinan agama itu sendiri. Agar kesehatan mental bisa
terjaga seperti sifat dari bimbingan yaitu bersifat preventif.
4
Pengasuhan santri bertugas dan berfungsi sebagai bagian bimbingan dan
penyuluhan bagi para santri. Dalam pelaksanaan tugas ini, pengasuhan santri
secara langsung membimbing para santri dibantu dengan rois (ketua santri)
beserta para dewan guru.
Pondok putri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut adalah salah satu
komponen Pesantren yang disediakan bagi santri yang tempat tinggal asalnya jauh
atau ingin mengoptimalkan dalam menimba ilmu di Pesantren serta sanggup
mentaati tata tertib dan peraturan pondok selama tinggal di Pesantren. Kegiatan
dan kehidupan santri di Pondok diarahkan pada nilai-nilai pendidikan, bimbingan
ibadah dan pembinaan Akhlakul Karimah serta membangun suatu kehidupan
sebagai Miniatur Masyarakat Islami. Keberadaan pondok dimaksudkan untuk
lebih memudahkan pembinaan, bimbingan serta tarbiyah santri dalam kehidupan
bermasyarakat, dalam melaksanakan ibadah atau dalam melaksanakan ajaran
Islam dalam kehidupan sehari-hari. Santri pondok diharapkan dapat memiliki:
prestasi yang baik, wawasan keilmuan, tanggung jawab, mandiri, keterampilan,
serta berakhlakul karimah (Buku panduan Pondok Putri Pesantren Persatuan Islam
Tarogong Garut: 2002:2).
Pondok putri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut ini memiliki visi dan
misi yaitu: Mewujudkan Pondok yang mencerminkan kehidupan sebagai miniatur
masyarakat islami yang bercirikan Ukhuwah (persaudaraan) Tarohum (saling
mengasihi), Ta’awun (saling menolong), Takarum (Saling menghormati), al-amru
bil Ma’ruf wan nahyu anil Munkar (saling mengajak/memerintahkan untuk
5
berbuat baik dan saling mencegah kemunkaran) serta Tawasao (saling
menasehati).
Sedangkan misi yang terdapat di Pondok putri Pesantren Islam Tarogong
Garut yaitu: Terbinanya santri yang berakhlakul karimah, tafaqquh fiddin, serta
bertanggung jawab.
Standar keunggulan yang terdapat di Pesantren ini yaitu memiliki sikap Ihsan,
mandiri, terbiasanya melaksanakan ibadah baik wajib maupun sunnah, cara hidup
Islami serta prestasi yang baik. Dengan nilai keunggulan Ketaqwaan, Akhlaqul
Karimah, Kecerdasan, Keterampilan, Kedisiplinan, dan Tanggung Jawab (Buku
panduan Pondok Putri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut).
Para santri yang ada di Pondok pesantren berjumlah 260 orang. Rata-rata usia
santri adalah 13-18 Tahun. Usia tersebut termasuk pada usia remaja. Masa remaja
ini adalah masa rentan, dimasa ini remaja mempunyai tugas untuk mampu
mempersiapkan dirinya dalam menyongsong masa depan, mampu menjawab
pertanyaan siapa dirinya atau mengetahui konsep dirinya, kemudian dapat
mengingat bahwa kegagalan remaja untuk mengisi atau menunaikan tugas ini
dapat berdampak tidak baik bagi perkembangan dirinya kelak.
Banyak faktor yang mempengaruhi proses pencarian jati diri remaja dalam
hal ini santri, selain faktor internal ada juga faktor eksternal yang turut berperan
penting antara lain faktor keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat
dan pergaulan diluar sekolah. Pada masa ini merupakan masa transisi dimana
kondisi mereka masih labil dan mudah terpengaruh apalagi dizaman modern
seperti sekarang ini dengan label modernisasi sangat memudahkan mereka
6
mengakses berbagai hal melalui kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang
akhirnya dapat menjerumuskan santri kepada prilaku yang tidak sehat.
Pencarian identitas diri santri berkaitan erat dengan konsep dirinya.
Bagaimana santri memandang dirinya sendiri akan membantu mereka dalam
proses pencarian jati diri. Konsep diri terbentuk dipengaruhi faktor internal dan
eksternal. Terlepas dari faktor tadi yang menentukan adalah bagaimana seseorang
menilai. Dimana santri itu sendiri serta lingkungan sekitarnya, bila menilainya
baik maka akan terbentuk konsep diri positif, tetapi bila sebaliknya kalau diri
santri dan lingkungannya memberikan nilai yang buruk maka akan terbentuk
konsep diri yang negatif dalam diri sanrti tersebut.
Pembentukan konsep diri remaja khususnya santri di Pondok mempunyai
peranan yang sangat penting untuk kemajauan bangsa, Negara dan agama karena
remaja diharapkan berpartisipasi dalam pembangunan bangsa. Pembentukan
konsep diri remaja yang positif bukan hanya tanggung jawab keluarga tetapi juga
tanggung jawab bersama untuk memikirkan bagaimana caranya agar bangsa ini
dapat mencetak generasi-generasi penerus yang tidak hanya sebatas canggih
dalam ilmu pengetahuan tetapi juga memiliki kepribadian yang bertakwa dan
mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Dari uraian diatas, menarik untuk diteliti untuk mengetahui mengapa santri
yang sudah lama di pondok pesantren masih saja memiliki konsep diri yang
negatif, seharusnya santri yang sudah lama mondok dipesantren harus sudah
berakhlakul karimah. Karena pondok ini sangat kental dengan kegiatan
bimbingan ibadahnya dan akhlaknya. Oleh karena itu penelitian ini akan
7
mengarahkan kepada faktor yang mempengaruhi bimbingan keagamaan dalam
meningkatkan pemahaman konsep diri santri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya dalam
berupa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan bimbingan keagamaan yang ada di Pondok
Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut?
2. Faktor apa saja yang dapat menghambat dan mendukung pada proses
bimbingan keagamaan di Pondok Pesantren Persatuan Islam Tarogong
Garut?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan pembimbing untuk mengatasi dalam
meningkatkan pemahaman konsep diri santri di Pondok Pesantren
Persatuan Islam Tarogong Garut?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bimbingan akhlak di Pondok Pesantren Persatuan
Islam Tarogong Garut.
2. Untuk mengetahui faktor yang dapat menghambat dan mendukung pada
proses bimbingan keagamaan di Pondok Pesantren Persatuan Islam
Tarogong Garut.
8
3. Untuk mengetahui upaya pembimbing untuk mengatasi dalam
meningkatkan pemahaman konsep diri santri di Pondok Pesantren
Persatuan Islam Tarogong Garut.
Dengan memperhatikan tujuan penelitian tersebut maka dapat ditentukan
manfaat penelitian adalah :
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna sebagai sumbangan
pemikiran bagi dunia pendidikan Islam khususnya pada bidang BPI.
2. Secara Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi pembimbing untuk
meningkatkan peran bimbingan konseling Islami di Pondok
Pesantren Persatuan Islam no 76 Rancabogo Garut dalam
menyelesaikan masalah santri.
b. Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi para santri untuk
selalu mengembangkan konsep diri yang baik melalui pendekatan
bimbingan dan penyuluhan yang Islami.
D. Tinjauan Pustaka
Berikut ini adalah penelitian sebelumnya yang dapat penulis dokumentasikan
sebagai kajian pustaka.
1. Mahmud Abdul Gani “ Bimbingan Keagamaan dalam membentuk akhlak
remaja di pondok Pesantren Raudhatul Hasanah Subang” (2009) dari
hasil yang dicapai dari kegiatan bimbingan akhlak terletak pada
perubahan akhlak setelah mengikuti bimbingan dibanding sebelumnya
9
seperti meningkatkan ibadah santri, solidaritas dan sopan santun dan
saling menyayangi santri yang semakin baik. Adapun upaya-upaya yang
dilakukan oleh pembimbing dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam
pelaksanaan bimbingan akhlak terhadap santri pondok pesantren tersebut
adalah dengan metode langsung, dengan teknik bertatap muka,
percakapan pribadi, kunjungan dan observasi kerja antara pembimbing
dengan terbimbing yang memerlukan bimbingan.
2. Ranny S Rusdini “ Peran Pelaksanaan Mentoring Dalam Pengembangan
Konsep Diri Remaja Pada Lembaga Karisma ITB” (2010). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa proses pelaksanaan mentoring di karisma
ITB Bandung mempunyai peran positif dalam mengembangkan konsep
diri remaja, yaitu remaja menjadi lebih menghargai dirinya, dan
mempunyai harapan yang positif pada dirinya. Hasil wawancara kepada
responden sebelum mengikuti mentoring di karisma menunjukan bahwa
responden mempunyai konsep diri yang kurang positif. Dan hasil
wawancara kepada responden setelah mengikuti mentoring menunjukkan
bahwa responden mengalami pengembangan konsep diri pada arah yang
positif.
3. Leli Bahari “ Bimbingan keagamaan Pesantren Pasir Nangka terhadap
Remaja korban narkoba di Pesantren Pasir Nangka Ciwidey Kabupaten
Bandung” (2010). Hasil penelitian menunjukan bahwa bimbingan
keagamaan pondok Pesantren Pasir Nangka terhadap remaja korban
narkoba sebagai berikut: metode yang dilakukan ceramah, pemberdayaan
10
agro bisnis serta hikmah. Sedangkan faktor penunjang dalam metode
yang dilakukan adalah adanya sebuah kerja sama antara pihak
pembimbing dari pihak pesantren dan rumah dukungan dari berbagai
pihak pada kegiatan tersebut sarana yang mendukung. Dan faktor
penghambatnya adalah kontrolisasi dari pihak orang tua pada anaknya
kurang diakibatkan kesibukan.
E. Kerangka Berfikir
Bimbingan dan konseling Islam merupakan suatu usaha yang dapat dilakukan
dalam rangka mengembangkan potensi dan memecahkan masalah yang dialami
klien agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat berdasarkan
ajaran Islam.
Menurut James F. Adam menjelaskan bahwa” Counseling adalah suatu
pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana seorang (counselor)
membantu yang lain (counselee), upaya ia dapat lebih baik memahami dirinya
dalam hubungannya dengan masalah-masalah hidup yang dihadapinya pada waktu
itu dan waktu yang akan datang.” Dengan pengertian tersebut jelaslah counseling
merupakan salah satu tekni pelayanan dalam bimbingan secara keseluruhan, yaitu
dengan memberikan bantuan secara individual (face to face relationship).
Guidance dan counseling mempunyai hubungan yang sangat erat, perbedaannya
terletak di dalam tingkatannya. (I.Djhumhur&Moh. Surya 1975:29).
Bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar
mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat
11
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dengan demikian bimbingan
Islami merupakan proses bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya,
tetapi dalam seluruh seginya berlandaskan ajaran Islam, artinya berlandaskan Al-
Qur’an dan sunnah Rasul. Bimbingan Islami merupakan proses pemberian
bantuan, artinya bimbingan tidak menentukan atau mengharuskan, melainkan
sekedar membantu individu. Individu dibimbing, dibantu, agar mampu hidup
selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah.
Peranan agama dalam bidang bimbingan dan konseling akan memberikan
warna, arah dan susunan hubungan yang tercipta antara klien dan konselor.
Prayitno menyatakan unsur-unsur agama tidak boleh diabaikan dalam konseling,
dan justru harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mencapai kesuksesan,
upaya bimbingan dan konseling yaitu kebahagiaan klien.
Manfaat pendekatan agama (psikoreligius) di bidang kesehatan jiwa
dibuktikan dari hasil penelitian D.B. Larso yang menyimpulkan bahwa di dalam
memandu kesehatan manusia yang serba komplek ini dengan segala keterkaitan,
hendaknya komitmen agama sebagai suatu kekuatan (spiritual power) jangan
diabaikan begitu saja karena agama dapat berperan sebagai pelindung.
Secara umum tujuan bimbingan dan konseling Islami adalah membantu
individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sedangkan secara khusus bertujuan
untuk membantu individu agar menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah,
sehingga perilakunya tidak keluar dari aturan, ketentuan dan petunjuk Allah
(http://arf88.blogspot.com/ Arif Ainur Rofiq).
12
Menurut Hanna Djumhana (1995:150), menyatakan yang memberikan cara
alternatif kita dalam pengembangan kesehatan mental menurut Islam. Intinya
dalam pelaksanaan ajaran Islam ialah harus terintegrasinya ajaran-ajaran Islam,
ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan sifat-sifat tercela penyesuaian diri,
pengembangan potensi dalam pengembangan pribadi pada umumnya. Sehingga
kondisi pribadi berkembang menjadi lebih matang secara emosional, intelektual,
sosial, serta matang pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT (Enjang
AS, 2009:60).
Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran dan pemikiran diatas, maka visi masa depan
penyuluhan Islam dalam bidang kesehatan mental bisa menumbuh kembangkan
sifat-sifat terfuji (mahmudah) dan menghilangkan sifat-sifat tercela (mazmumah)
pada diri pribadi muslim. Sementara untuk misinya Tohari Musnamar (1992:34-
38) mengemukakan empat misi bimbingan dan penyuluhan Islam, Pertama:
membantu individu untuk mengetahui, mengenal dan memahami diri sesuai
dengan hakikatnya. Kedua: membantu individu agar menerima keadaan diri
seperti adanya, segi baik dan buruknya, kekuatan kelemahannya, sebagai takdir
Allah atas dirinya. Ketiga: membantu individu agar memahami dan menerima
keadaan (situasi dan kondisi) yang dihadapi individu yang bersangkutan.
Keempat: membantu individu agar menemukan alternatif pemecahan dan
mengantisifasi masa depan, sehingga ia mampu memperkirakan kemungkinan
akibat yang akan terjadi berdasarkan perbuatan atau tindakan saat ini (Enjang AS,
2009: 61).
13
Wiiliam D. Brooks (1974: 40) mendefinisikan konsep diri sebagai “ those
phycal, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived
from experience and our interactions with order” jadi, konsep diri adalah
pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi diri kita boleh bersifat
psikologi, sosial, dan fisik. Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif,
tetapi juga penilaian tentang diri kita. Jadi konsep diri meliputi apa yang kita
pikirkan dan anda rasakan tentang diri kita (Jalaluddin Rahmat 2007: 99-100).
Dengan demikian ada dua konsep diri: komponen kognitif dan komponen
negative. Boleh jadi komponen kognitif anda berupa “ saya ini orang bodoh,” dan
komponen afektif anda berkata “ saya senang diri saya bodoh; ini lebaih baik bagi
saya.” Boleh jadi komponen kognitifnya seperti tadi, tapi komponen afektifnya
berbunyi, “ saya malu sekali karena saya jadi orang bodoh.” Dalam psikologi
social, komponen kognitif disebut dengan citra diri (self image), dan komponen
adektif disebut dengan harga diri (self esteem). Keduanya menurut William D.
Brooks dan Phillip Emmert (1976: 45), berpengaruh besar pada pola komunikasi
interpersonal (Jalaluddin Rahmat 2007:100).
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Dacey & Kenny, 1997), konsep diri
adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu
tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang
lain (Keliat, 1992). Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan
kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang
berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.
14
Penghargaan mengenai diri akan menentukan bagaimana individu akan
bertindak dalam hidup. Apabila seorang individu berpikir bahwa dirinya bisa,
maka individu tersebut cenderung sukses, dan bila individu tersebut berpikir
bahwa dirinya gagal, maka dirinya telah menyiapkan diri untuk gagal. Jadi bisa
dikatakan bahwa konsep diri merupakan bagian diri yang mempengaruhi setiap
aspek pengalaman, baik itu pikiran, perasaan, persepsi dan tingkah laku individu
(Calhoun & Acoccela, 1990). Singkatnya, Calhoun & Acoccela mengartikan
konsep diri sebagai gambaran mental individu yang terdiri dari pengetahuan
tentang diri sendiri, pengharapan bagi diri sendiri dan penilaian terhadap diri
sendiri.
Menurut Calhoun & Acoccela (1990), dalam perkembangannya konsep diri
terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.
a. Konsep Diri Positif
Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu
kebanggan yang besar tentang diri. Konsep diri positif bersifat stabil dan
bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu
yang tahu betul tentang dirinya, dapat memahami dan menerima
sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri, evaluasi
terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan
orang lain. Individu yang memiliki konsep diri yang positif akan
merancang tujuan-tujuan yang untuk dapat dicapai, mampu menghadapi
kehidupan didepannya serta
15
menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan. Singkatnya,
individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu
betul siapa dirinya sehingga dirinya menerima segala kelebihan dan
kekurangan, evaluasi terhadap dirinya menjadi lebih positif serta mampu
merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas.
b. Konsep Diri Negative
Calhoun & Acoccela membagi konsep diri negatif menjadi dua tipe,
yaitu:
1) Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak
teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri.
Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan
dan kelemahannya atau yang dihargai dalam kehidupannya.
2) Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini
bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras,
sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya
penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya
merupakan cara hidup yang tepat. Sesuai dengan realitas, yaitu
tujuan yang mempunyai kemungkinan besar.
16
1.1 Skema Peranan Bimbingan Keagamaan Islam
Terhadap Penanggulangan Konsep Dir Negatifi santri
Bimbingan Keagamaan:
1. Bimbingan ibadah
2. Bimbingan akhlak
3. Bimbingan
kepribadian
Santri yang mengalami
problema dalam konsep
diri
Hasil yang diharapkan:
1. Santri berakhlakul
karimah.
2. Santri berkonsep
diri positif.
3. Santri
bertanggung jawab
4. Santri cerdas dan
berprestasi
Langkah-langkah:
1. Pengajian rutin
2. Mentoring
3. Konseling
4. Bimbingan belajar
17
F. Langkah-langkah Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Pondok Pesantren Putri yang berada di daerah
Tarogong Kabupaten Garut. Tepatnya di Jln. Terusan Pembangunan No. 1
Tarogong Garut. Dengan alasan, pertama secara akademis, dilokasi tersebut
terdapat masalah yang menarik untuk diteliti serta data-data yang diperlukan
mudah untuk dikumpulkan. Kedua, secara praktis, lokasi tersebut sangat strategis
dan dekat dengan rumah penulis.
2. Penentuan Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Pendekatan
kualitatif. Menurut Moleong (1998) yang dilansir oleh Arikunto (2010:22)
menyebutkan sumber data penelitian kualitatif adalah tampilan yang berupa kata-
kata lisan atau tertulis yang dicermati oleh peneliti dan benda-benda yang diamati
sampai detailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat dalam dokumen atau
bendanya. Salah satu jenis penelitian kualitatif deskriptif adalah berupa penelitian
dengan metode atau pendekatan studi kasus (Case Study). Penelitian ini
memusatkan diri secara intensif pada satu obyek tertentu yang mempelajarinya
sebagai suatu kasus.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer ini merupakan data utama berupa teks wawancara dengan
santri mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegitatan bimbingan
keagamaan, konsep diri, dan upaya yang dilakukan pembimbing (Murobi) dalam
18
membimbing konsep diri dan akhlak yang baik (santri) di Pondok Pesantren
Tarogong Garut
b. Data Sekunder
Adapun data sekunder adalah data pelengkap yang sudah tersedia berupa
sumber-sumber literatur, buku, majalah ilmiah dan artikel yang berkaitan dengan
penelitian.
c. Subjek Penelitian
a) Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang
yang ada di pondok pesantren, serta para pihak pendukung ingin
meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka
penelitiannya merupakan penelitian populasi (arikunto:2010:173),
adapun populasi dalam penelitian ini adalah santriwati kelas tiga
muallimien yang berjumlah 28 orang.
b) Sampel /Sampling
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk
menggeneralisasikan hasil penelitian sampel (Arikunto, 2010: 174).
Dalam penelitian ini sampel yang terlibat dalam bimbingan
penyuluhan Islam sebagai berikut:, seluruh santri kelas tiga
muallimien.
19
4. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah:
1) Teknik Observasi
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah
melengkapi dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrument. Format
yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang
digambarkan akan terjadi (Arikunto, 2010: 272). Sedangkan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah observasi secara langsung dalam situasi yang
sebenarnya, seperti observasi untuk mengetahui sarana prasarana yang disediakan
pondok pesantren, kegiatan bimbingan, serta kondisi santri khususnya mengenai
konsep dirinya.
2) Teknik Wawancara
Metode wawancara dalam penelitian ini dipakai penulis untuk mengambil
data tentang pelaksanaan bimbingan konseling Islami di Pondok Putri Tarogong
Garut serta perannya dalam pembentukan konsep diri santri. Wawancara
dilakukan terhadap pembimbing santri (Murobi), santri serta pihak-pihak terkait
seperti kepala pondok Pesantren.
3) Teknik Dokumentasi
Tidak kalah penting dari metode-metode lain, adalah metode dokumentasi,
yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan
sebagainya (Arikunto, 2010: 274). Sumber dokumentasi dari Pondok Putri
20
Pesantren Tarogong Garut, mengenai letak geografis, sejarah berdirinya, kegiatan
bimbingan, dan pelaksanaan bimbingan konseling yang Islami di pondok tersebut.
4) Teknuk Analisis Data
Analisis data sebagai proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang
lebih mudah dibaca.
Setelah melakukan pengumpulan data seperlunya, maka langkah
selanjutanya adalah melakukan analisis terhadap data yang telah terkumpul,
adapaun langkah penganalisisan data dilakukan dengan:
a. Pengklasifikasian data sesuai dengan tujuan pembahasan
b. Penafsiran terhadap data yang telah diklasifikasikan dengan
menggunakan teori dalam kerangka pemikiran ini.
c. Menarik kesimpulan.
Sedangkan data yang dipergunakan penulis adalah data kualitatif, data
kualitatif ini diolah melalui analisis logis karena penulis menggunakan data yang
tidak berbentuk statistik.