bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah i.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal...

36
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah mengenai waris merupakan persoalan yang tidak dapat dilepaskan dari masalah yang terkait dengan bukti sebagai ahli waris. Bukti sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam hal pewarisan, dalam praktik untuk membuktikan kedudukan seseorang sebagai ahli waris diperlukan suatu dokumen yang berkedudukan sebagai alat bukti yang dapat membuktikan kedudukan tersebut. Dalam kontek hukum perdata, termasuk hukum waris, bukti surat akan menjadi bukti yang penting dan utama dibandingkan alat bukti lain. Dokumen yang digunakan untuk membuktikan kedudukan seseorang sebagai ahli waris adalah surat keterangan waris. Berdasarkan surat keterangan waris inilah nantinya para ahli waris mempunyai alas hak untuk menuntut warisan. Untuk mengetahui alas hak ini maka perlu diketahui perihal subyek dan obyek hukum waris dalam kaitannya menuju surat keterangan waris yang uniform. Subyek hukum waris merupakan hal yang sangat esensial mengingat surat keterangan waris ini sebagai alat bukti bagi pihak-pihak yang mengklaim dirinya sebagai ahli waris, dan pada gilirannya berfungsi sebagai dasar untuk menuntut hak tertentu atas benda atau hak kebendaan sebagai obyek waris. Sebagaimana telah diketahui, pada saat ini ada 3 (tiga) bentuk dan 3 (tiga) instansi yang dapat membuat bukti sebagai ahli waris yang disesuaikan dengan golongan atau etnis penduduk atau warga negara Indonesia. Penggolongan

Upload: lyque

Post on 17-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masalah mengenai waris merupakan persoalan yang tidak dapat

dilepaskan dari masalah yang terkait dengan bukti sebagai ahli waris. Bukti

sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris.

Keberadaan ahli waris sangat penting dalam hal pewarisan, dalam praktik untuk

membuktikan kedudukan seseorang sebagai ahli waris diperlukan suatu dokumen

yang berkedudukan sebagai alat bukti yang dapat membuktikan kedudukan

tersebut. Dalam kontek hukum perdata, termasuk hukum waris, bukti surat akan

menjadi bukti yang penting dan utama dibandingkan alat bukti lain.

Dokumen yang digunakan untuk membuktikan kedudukan seseorang

sebagai ahli waris adalah surat keterangan waris. Berdasarkan surat keterangan

waris inilah nantinya para ahli waris mempunyai alas hak untuk menuntut

warisan. Untuk mengetahui alas hak ini maka perlu diketahui perihal subyek dan

obyek hukum waris dalam kaitannya menuju surat keterangan waris yang

uniform. Subyek hukum waris merupakan hal yang sangat esensial mengingat

surat keterangan waris ini sebagai alat bukti bagi pihak-pihak yang mengklaim

dirinya sebagai ahli waris, dan pada gilirannya berfungsi sebagai dasar untuk

menuntut hak tertentu atas benda atau hak kebendaan sebagai obyek waris.

Sebagaimana telah diketahui, pada saat ini ada 3 (tiga) bentuk dan 3 (tiga)

instansi yang dapat membuat bukti sebagai ahli waris yang disesuaikan dengan

golongan atau etnis penduduk atau warga negara Indonesia. Penggolongan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

2

penduduk berdasarkan etnis dan hukum yang berlaku untuk tiap golongan

penduduk tersebut merupakan warisan Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia,

yang sampai sekarang ini dianggap sebagai aturan yang sakral yang tidak dapat

diubah oleh siapapun, bahkan oleh negara. Padahal dalam rangka pembaharuan

hukum dan membangun bangsa yang bermartabat aturan seperti itu harus segera

kita tanggalkan dan kita tinggalkan, karena sudah tidak sesuai lagi dengan bangsa

kita yang sudah merdeka.

Penggolongan penduduk Indonesia yang terdapat dalam aturan mengenai

pembuatan bukti sebagai ahli waris dapat dilihat faktor historis bangsa Indonesia.

Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu menjalankan politik devide et impera

atau politik pemecah belah. Politik devide et impera ini dilakukan dengan cara

membagi penduduk nusantara dalam 3 (tiga) golongan penduduk yaitu : Golongan

Eropa, Golongan Timur Asing (seperti Tionghoa, India, Arab, Pakistan), dan

Golongan Pribumi, sebagaimana diatur dalam Pasal 163 Indische Staatsregeling

(selanjutnya disebut IS). Adanya pemisahan penduduk dengan golongan-golongan

penduduk yang didasarkan pada etnis atau ras dalam Pasal 163 IS ini berakibat

pada bedanya sistem hukum yang diberlakukan terhadap setiap golongan tersebut.

Tiga golongan penduduk tersebut tunduk pada hukum perdata yang berbeda-beda

sebagaimana diatur dalam Pasal 131 IS dan Pasal 75 RR. Pembedaan pada

golongan ini membawa pula perbedaan dalam hukum keperdataan masing-masing

golongan tersebut.

Dasar hukum masih berlakunya ketentuan Pasal 163 IS dan Pasal 131 IS di

Indonesia yang merupakan produk pemerintah Hindia-Belanda adalah Pasal 2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

3

aturan peralihan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang menyebutkan : “Segala

badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum

diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. Dokumen yang

digunakan untuk membuktikan kedudukan seseorang sebagai ahli waris bagi

golongan Eropa, Cina atau Tionghoa, Timur Asing (kecuali orang Arab yang

beragama Islam), digunakan Surat Keterangan Waris yang dibuat oleh Notaris,

dalam bentuk Surat Keterangan. Golongan Timur Asing (bukan Cina/Tionghoa),

selama ini pembuktian mereka sebagai ahli waris berdasarkan Surat Keterangan

Waris yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan (selanjutnya disebut BHP).

Golongan Pribumi (Bumiputera), selama ini pembuktian mereka sebagai ahli

waris berdasarkan Surat Keterangan Waris yang dibuat di bawah tangan,

bermeterai, oleh para ahli waris sendiri dan diketahui atau dibenarkan oleh Lurah

dan Camat sesuai dengan tempat tinggal terakhir pewaris. Golongan Eropa, Cina

atau Tionghoa, Timur Asing (kecuali orang Arab yang beragama Islam), selama

ini pembuktian sebagai ahli waris berdasarkan Surat Keterangan Waris yang

dibuat oleh Notaris, dalam bentuk Surat Keterangan.

Surat keterangan waris bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa

yang dibuat oleh Notaris tidak dibuat dalam bentuk minuta (salinan), melainkan

dalam bentuk in originali (Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris

Belanda yang diikuti di Indonesia). Artinya surat keterangan dalam bentuk yang

asli dan ditandatangani sendiri oleh Notaris yang bersangkutan. Surat keterangan

waris yang dibuat selama ini merupakan terjemahan dari Verklaring Van Erfrecht.

Permasalahannya adalah dikalangan notaris, tidak semua notaris bersedia

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

4

membuat surat keterangan waris bagi Warga Negara Indonesia keturunan

Tionghoa. Disamping karena tidak adanya aturannya yang jelas yang mengatur

tentang surat keterangan waris dan juga karena tidak adanya aturan yang khusus

dalam hal perlindungan hukum bagi notaris yang membuat surat keterangan waris

keturunan Tionghoa, namun juga karena adanya keragu-raguan dikalangan

Notaris, jika ahli waris tidak memberikan keterangan yang sebenarnya atau

menyembunyikan ahli waris yang lain, karena sejak surat keterangan waris dibuat

dan dikeluarkan oleh notaris, selalu terbuka kemungkinan bagi notaris untuk

dimintakan pertanggung jawabannya baik secara moral, etika maupun hukum

yang berlaku dengan akibat hukum terberat notaris diberhentikan dari jabatannya

secara tidak hormat.

Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sampai

saat ini tidak ada ketentuan secara tegas dan khusus yang mengatur notaris dalam

membuat surat keterangan waris. Demikian juga dalam Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut Undang-Undang Jabatan

Notaris, disingkat UUJN) tidak ditemukan pengaturan tentang pembuatan surat

keterangan waris, demikian juga Peraturan Jabatan Notaris (selanjutnya disebut

PJN) tidak ditemukan kewenangan notaris dalam membuat surat keterangan

waris. Sampai saat ini, notaris membuat surat keterangan waris berdasarkan

kebiasaan yang diikuti dari notaris Belanda.

Menurut ketiga sistem pewarisan yang ada di Indonesia, masing-masing

menjelaskan bahwa suatu proses pewarisan terjadi karena adanya kematian dan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

5

dengan sendirinya karena kematian harta waris pewaris beralih kepada ahli waris.

Dalam hukum waris BW, dapat di lihat pada Pasal 830 KUHPerdata yang

menyatakan sebagai berikut : “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian.”

Selanjutnya Pasal 833 KUHPerdata menyebutkan : “Sekalian ahli waris dengan

sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak

dan segala piutang si yang meninggal ...”

Namun demikian, pada tahun 1842 dimuat dalam suatu undang-undang

yang bernama Wet op het Notarisambt Pasal 38 ayat (2), ternyata kita temui suatu

petunjuk yang menyatakan bahwa seorang notaris diwajibkan membuat akta-akta

dalam minuta, dibebaskan dari kewajiban tersebut apabila membuat akta-akta

yang disebut terakhir adalah verklaring van erfregt. Pasal ini kemudian

dimasukkan oleh pemerintah Hindia Belanda ke dalam Het Reglement op het

Notarisambt in Indonesie (Nederlandsch Indie) (PJN) 1860 dalam Pasal nomor

35. Dalam pemasukannya ternyata pasal tersebut tidak dikutip dengan lengkap,

antara lain, kata-kata verklaring van erfregt dalam Pasal 38 NW ini adalah akta

dengan pihak-pihak (partij akte).

Mengingat hal yang disebutkan di atas, maka keterangan waris yang pada

umumnya dibuat di Indonesia bukanlah verklaring van erfregt yang dimaksudkan

oleh Pasal 38 Undang-undang Belanda (1842) itu. Pada tahun 1913 di Belanda

dikeluarkan undang-undang yang bernama de Wet op de Grootboeken der

Nationale Schuld. Pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa para ahli waris seseorang

yang mempunyai suatu hak terdaftar dalam buku-buku besar utang-utang nasional

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

6

harus membuktikan hak mereka dengan suatu keterangan waris setelah kematian

pewaris dibuktikan.

Pembuatan keterangan hak waris oleh notaris di Indonesia semula

didasarkan pada kebiasaan saja oleh notaris sebelumnya (kebiasaan yang berasal

dari Notaris Belanda yang pernah praktek di Indonesia) yang kemudian diikuti

oleh Notaris berikutnya sampai saat ini. Terkait dengan hal itu, terdapat pula

pengaturan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Jabatan Notaris. Namun demikian, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala

Badan Pertanahan Nasional tidak berlaku secara umum, hanya berlaku secara

internal, mengingat Peraturan Menteri Negara tidak termasuk dalam hierarki

Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

Surat Keterangan Waris yang dibuat oleh Notaris berlangsung hingga saat

telah berlakunya Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). UUJN merupakan

peraturan perundang-undangan utama yang mengatur mengenai Jabatan Notaris.

UUJN menentukan sejumlah kewenangan Notaris, dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN

diatur kewenangan umum Notaris sebagai berikut :

Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

7

Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang.

Kewenangan umum Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat

(1) UUJN, dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN ditentukan kewenangan lain dari

Notaris sebagai berikut :

(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris

berwenang pula:

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat

di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus;

c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat

yang bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

Akta;

f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g. membuat Akta risalah lelang.

Pasal 15 ayat (3) UUJN diatur pula kewenangan yang dapat dimiliki

Notaris di luar dari UUJN sebagai berikut, ”Selain kewenangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang

diatur dalam peraturan perundang-undangan.” Kewenangan dalam Pasal 15 ayat

(3) UUJN memberikan kemungkinan bagi Notaris untuk memiliki kewenangan-

kewenangan lain yang akan diatur kemudian dalam produk hukum dalam bentuk

peraturan perundang-undangan.

Pasal 15 ayat (1) dan (2) UUJN jika dicermati tidak mengatur secara

eksplisit mengenai kewenangan Notaris untuk membuat Surat Keterangan Waris,

termasuk pula mengenai sifat dari Surat Keterangan Waris, tidak terdapat

penjelasan apakah termasuk sebagai akta otentik ataukah surat di bawah tangan?

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

8

Meskipun demikian, sebagaimana telah disebutkan di atas dalam Pasal 15 ayat (3)

UUJN dimungkinkan bagi Notaris untuk mempunyai kewenangan lain di luar

UUJN. Kewenangan tersebut menurut Pasal 15 ayat (3) UUJN harus diatur dalam

peraturan perundang-undangan.

Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyebutkan:

c. Surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa:

1) Wasiat dari pewaris, atau

2) Putusan Pengadilan, atau

3) Penetapan hakim/Ketua Pengadilan, atau

4) - Bagi Warga Negara Indonesia penduduk asli: surat

keteranganahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan

disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala

Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu

meninggal dunia;

- Bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta

keterangan hak mewaris dari Notaris.

- Bagi Warga Negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya:

surat keterangan dari Balai Harta Peninggalan.

Pada dasarnya, ketentuan Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri

Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah tersebut di atas merupakan peraturan bagi kewarisan hanya yang

menyangkut di bidang pertanahan, namun pada kenyataannya banyak diterapkan

secara luas untuk kewarisan bidang lain seperti perbankan maupun asuransi.

Mengacu pada ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Pokok-pokok Agraria (UUPA) menyatakan bahwa:

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

9

(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan

pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut

ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah

(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:

a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat

(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara

dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomis serta

kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri

Agraria

(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan

dengan pendaftaran dalam ayat (1) di atas dengan ketentuan bahwa

rakyat tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Berdasarkan ketentuan pasal 19 UUPA tersebut di atas dapat diketahui

bahwa untuk menjamin kepastian hukum maka perlu adanya pendaftaran tanah.

Pendaftaran tanah tersebut meliputi pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang

berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat bagi para pihak yang bersangkutan,

dalam hal pendaftaran tanah diperlukan keterangan waris yang buat oleh pejabat

berwenang.

Dalam praktek terdapat tiga jenis keterangan waris, yaitu keterangan waris

bawah tangan, akta keterangan waris Notaris, dan keterangan waris dari Balai

Harta Peninggalan. Keterangan waris bawah tangan hanya menerangkan bahwa

nama-nama yang ada di dalam keterangan waris tersebut merupakan ahli waris

yang berhak atas warisan dari pewaris tanpa adanya besaran bagian masing-

masing untuk ahli waris. Pembenaran keterangan waris bawah tangan biasanya

dilakukan oleh RT, RW, Kelurahan hingga Kecamatan. Sedangkan keterangan

waris yang dibuat oleh Notaris maupun Balai Harta Peninggalan memuat jumlah

atau besaran bagian dari masing-masing ahli waris.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

10

Penjelasan dalam Instruksi Presidium Kabinet Nomor 31/U/IN/12/1966

yang menginstruksikan kepada Menteri Kehakiman Republik Indonesia dan

Kantor Catatan Sipil di seluruh Indonesia bahwa Kantor-kantor Catatan Sipil di

Indonesia terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia dan hanya dibedakan antara

Warga Negara Indonesia dan Orang Asing. Ketentuan tersebut tidak mengurangi

berlakunya ketentuan mengenai perkawinan, pewarisan dan ketentuan-ketentuan

Hukum Perdata lainnya.

Pada sisi lain, proses pembuatan bukti sebagai ahli waris yang dibedakan

dalam tiga golongan penduduk dalam hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras

dan Etnis (UU tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis). Dalam hal ini

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang penghapusan segala

bentuk diskriminasi rasial (International Convention on The Elimination of All

Forms of Racial Discrimination 1965/CERD).

Pasal 5 huruf Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa penghapusan

diskriminasi ras dan etnis wajib dilakukan dengan memberikan:

a. Perlindungan, kepastian, dan kesamaan kedudukan didalam hukum

kepada semua warga negara untuk hidup bebas dari diskriminasi ras

dan etnis;

b. Jaminan tidak adanya hambatan bagi prakarsa perseorangan, kelompok

orang, atau lembaga yang membutuhkan perlindungan dan jaminan

kesamaan penggunaan hak sebagai warga Negara; dan

c. Pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya pluralisme dan

penghargaan hak asasi manusia melalui penyelenggaraan pendidikan

nasional.

Ketentuan tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa kedudukan semua

warga negara dalam hukum adalah sama dan bebas dari diskriminasi ras maupun

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

11

etnis. Berdasarkan pada ketentuan tersebut maka seharusnya proses pembuatan

bukti sebagai ahli waris bagi seluruh warga negara juga berlaku sama tanpa

pembedaan berdasarkan ras maupun etnis. Selain ketentuan tersebut, Pasal 9

Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis juga

memberikan perlindungan atas perlakuan yang sama bagi setiap warga negara

menyebutkan “Setiap warga Negara berhak memperoleh perlakuan yang sama

untuk mendapatkan hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tanpa pembedaan ras dan

etnis”.

Ketentuan dalam Pasal 9 Undang-Undang tentang Penghapusan

Diskriminasi Ras dan Etnis tersebut di atas kembali menunjukkan dengan jelas

bahwa hakhak sipil seluruh warga negara di berbagai bidang adalah sama dan

tanpa pembedaan berdasarkan ras maupun etnis. Berdasarkan berbagai ketentuan

tersebut, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya Undang-Undang tentang

Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis telah memberikan ketentuan yang jelas

mengenai perlindungan setiap warga negara dari diskriminasi ras dan etnis.

Seharusnya penerapan tersebut dapat pula dilaksanakan dalam pembuatan bukti

sebagai ahli waris.

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat

dinyatakan hingga saat ini pengaturan pembuatan surat keterangan waris belum

secara tegas dan khusus diatur baik dalam UUJN maupun dalam KUHPerdata di

Indonesia (norma kabur). Beranjak dari norma kabur ini, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dalam bentuk tesis dengan judul “Perlindungan Hukum

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

12

Bagi Notaris Pembuat Keterangan Hak Waris Bagi WNI Keturunan

Tionghoa”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dikemukakan dalam pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah Notaris berwenang mengeluarkan Keterangan Hak Waris dalam

bentuk in originali?

2. Apa bentuk perlindungan hukum bagi Notaris yang mengeluarkan

Keterangan Hak Waris dalam bentuk in originali?

1.3 Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas sebagai pedoman

dalam mengadakan penelitian dan juga menunjukan kualitas dari penelitian

tersebut. Oleh karena itu dasarnya maka tujuan dari penelitian ini dibedakan

menjadi 2 (dua) yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus yang dapat dirinci lebih

lanjut sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan Umum

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu di

bidang hukum, khususnya di bidang kenotariatan dan hukum tentang Hak Waris.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus yang hendak dicapai dari penulisan tesis ini adalah

sebagai berikut :

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

13

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kewenangan Notaris dalam

mengeluarkan Keterangan Hak Waris dalam bentuk in originali.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum bagi

Notaris yang mengeluarkan Keterangan Hak Waris dalam bentuk in

originali.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dari penulisan tesis ini

yaitu sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu

hukum pada umumnya dan bidang hukum kenotariatan pada khususnya serta

pengembangan pengetahuan mengenai hukum waris terkait dengan peranan dan

perlindungan hukum bagi Notaris dalam melakukan tugasnya sebagai pelayan

masyarakat.

1.4.2 Manfaat Praktis

Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam bidang hukum

khususnya yang berhubungan kenotariatan agar dapat dipakai sebagai acuan bagi

Notaris dalam membuat dan mengeluarkan Keterangan Hak Waris khususnya bagi

Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa serta perlindungan hukumnya jika

terjadi permasalahan seputar Keterangan Hak Waris tersebut.

1.5 Landasan Teoritis dan Kerangka Pemikiran

1.5.1 Landasan Teoritis

Landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum

umum/khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum dan lain-lain, yang akan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

14

dipakai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Sebagai landasan

dimaksud untuk mewujudkan kebenaran ilmu hukum yang bersifat konsensus

yang diperoleh dari rangkaian upaya penelusuran (controleur bear). Berhubungan

dengan itu maka harus dihindari teori-teori (ajaran atau doktrin), konsep, asas

yang bertentangan satu sama lain. Dengan demikian teori memiliki peranan yang

sangat penting untuk memandu penelitian sehingga penelitian yang dilakukan

dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini ditegaskan oleh Nazir1 bahwa

teori dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian karena tanpa teori suatu

penelitian hanyalah merupakan keterangan-keterangan yang berpencar. Terkait

dengan hal tersebut, Poerwanto2 menjelaskan bahwa suatu kerangka teoritik yang

dipakai minimal mengandung tiga hal, yaitu (1) grand concepts yang melandasi

seluruh pemikiran teoritik dari suatu penelitian; (2) untuk membangun kerangka

teori; dan (3) proposisi penelitian.

Adapun teori yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah Teori

Kepastian Hukum, Teori Kewenangan dan Teori Hukum Waris. Selain ketiga

teori ini, penelitian ini juga menggunakan konsep Perlindungan Hukum dan

konsep Keterangan Hak Waris.

1.5.1.1 Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hukum dalam penelitian ini digunakan untuk membahas

rumusan masalah yang pertama yaitu kewenangan Notaris dalam membuat surat

keterangan waris. Hingga saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang

secara jelas mengatur kewenangan membuat surat keterangan waris.

1 Mohammad Nazir, 2008, Metode Penelitian, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 24

2 Poerwanto, 2010, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 4.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

15

Kepastian hukum mengandung arti kepastian aturan dalam undang-undang

yang tidak dapat ditafsirkan secara berlainan. Kepastian hukum juga mengandung

aspek konsistensi walaupun suatu peraturan perundang-undangan

diimplementasikan dalam waktu dan ruang yang berbeda.3

Menurut Gustav Radbruch seperti yang dikutip oleh Theo Huijbers4

pengertian hukum dapat dibedakan tiga aspek yang ketiga-tiganya diperlukan

untuk sampai pada pengertian hukum yang memadai. Aspek yang pertama ialah

keadilan dalam arti yang sempit. Keadilan ini berarti kesamaan hak untuk semua

orang di depan pengadilan. Aspek yang kedua ialah tujuan keadilan atau finalitas.

Aspek ini menentukan isi hukum, sebab isi hukum memang sesuai dengan tujuan

yang hendak dicapai. Aspek yang ketiga ialah kepastian hukum atau legalitas.

Aspek itu menjamin bahwa hukum dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus

ditaati. Relevansinya dalam penelitian ini bahwa diskriminasi terhadap WNI

keturunan dalam upaya membuat surat keterangan waris merupakan pengabaian

baik terhadap keadilan maupun kepastian hukum dimana WNI keturunan belum

memiliki payung hukum yang pasti untuk mengurus surat keterangan waris.

Kepastian hukum menurut Sudikno Mertokusumo, merupakan salah satu

syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum. Sudikno Mertokusumo

mengartikan, bahwa kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel

terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat

3Sudarsono, 2007, Kamus Hukum Edisi Baru, Cetakan Kelima, Penerbit Rineka Cipta,

Jakarta, hal. 63. 4Theo Huijbers, 2007, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, Cetakan Keempatbelas,

Kanisius, Yogyakarta, hal. 163.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

16

memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.5 Kepastian hukum

menurut Sudiko Mertokusumo ini akan memberikan perlindungan hukum bagi

Notaris yang bersedia membuatkan surat keterangan waris bagi WNI keturunan

meskipun di kelak kemudian hari menghadapi tuntutan dari hak waris lainnya

yang semula tidak diketahui oleh Notaris yang bersangkutan.

Kepastian hukum menurut Van Kan menyatakan bahwa hukum bertugas

menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia.6 Lebih lanjut Van

Kan menyatakan7:

Kepastian hukum adalah perangkat hukum suatu negara yang mampu

menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara. Kepastian hukum

tersebut dibedakan dalam dua macam yaitu: 1) kepastian oleh karena

hukum, yaitu hukum menjamin kepastian antara pihak yang satu terhadap

pihak yang lainnya, artinya adanya konsistensi penerapan hukum kepada

semua orang tanpa pandang bulu, dan, 2) kepastian dalam atau dari

hukum, artinya kepastian hukum tercapai jika hukum itu sebanyak-

banyaknya undang-undang, tidak ada ketentuan yang bertentangan

(undang-undang berdasarkan sistem logis dan pasti), dibuat berdasarkan

kenyataan hukum (rechtswerkelijkheid) dan di dalamnya tidak ada istilah

yang dapat ditafsirkan secara berlain-lainan (tertutup).

Berdasarkan kepastian hukum menurut Van Kan ini kepastian hukum

mengenai pembuatan surat keterangan waris harus diberikan kepada warga

negaranya, tidak pandang bulu apakah warga negara tersebut WNI pribumi asli

ataupun WNI keturunan.

Menurut Peter Mahmud Marzuki8 kepastian hukum mengandung dua

pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu

5Sudikno Mertokusumo, 2007, Mengenal Hukum, Sebuah Pengantar, Liberty,

Yogyakarta, (selanjutnya disebut Sudikno Mertokusumo I) hal. 145. 6E. Utrecht dan Moh. Saleh J. Jindang, 1989, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Iktiar

Baru dan Sinar Harapan, Jakarta, hal. 25. 7E. Fernando M. Manullang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum

Kodrat dan Antinomi Nilai, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta, hal. 92.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

17

mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua,

berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena

dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja

yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian

hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang, melainkan juga

adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan yang satu dengan putusan

hakim yang lainnya untuk kasus serupa yang telah diputus.

Teori kepastian hukum yang digunakan dalam penelitian ini mengacu

kepada pendapat Peter Mahmud Marzuki yang menyatakan kepastian hukum

membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh

dilakukan, dan merupakan keamanan hukum bagi notaris yang membuat

keterangan hak waris bagi WNI keturunan.

1.5.1.2 Teori Kewenangan

Teori kewenangan digunakan dalam penelitian ini untuk membahas

rumusan masalah pertama yaitu kewenangan dalam pembuatan surat keterangan

waris bagi WNI keturunan. Selama ini yang terjadi WNI keturunan selalu

diombang-ambingkan siapa sebenarnya yang memiliki kewenangan membuatkan

surat keterangan waris. Pihak Lurah/Camat menyatakan tidak berwenang karena

bukan pribumi, demikian juga Notaris juga berpendapat tidak berwenang

membuatkan surat keterangan waris bagi WNI keturunan karena tidak adanya

aturan yang jelas.

8Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, hal. 158.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

18

Definisi dari kata wewenang adalah hak dan kekuasaan untuk bertindak.

Sedangkan definisi dari kata kewenangan adalah hak dan kekuasaan yang

dipunyai untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum.9 Prajudi Atmosudirdjo

berpendapat tentang pengertian wewenang dalam kaitannya dengan kewenangan

sebagai berikut :

“Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaa yang

berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undang-Undang) atau dari

Kekuasaan Eksekutif/Administratif. Kewenangan adalah kekuasaan

terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu

bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan

wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam

kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan

untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik”.10

Lurah/Camat dan Notaris baru memiliki wewenang membuat surat

keterangan WNI keturunan apabila telah ditetapkan melalui undang-undang

memiliki kewenangan untuk itu. Selama ini kewenangan membuat surat

keterangan waris WNI keturunan masih kabur, apakah berada ditangan

Lurah/Camat, ataukah Notaris.

Apabila kewenangan membuat surat keterangan waris tersebut diperoleh

melalui peraturan perundang-undangan, kewenangan ini disebut sebagai

kewenangan atribusi. Indroharto11

mengemukakan bahwa wewenang dapat

diperoleh secara atribusi, yaitu pemberian wewenang kepada badan atau jabatan

melalui suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

sejalan dengan pendapat beberapa sarjana lainnya yang mengemukakan atribusi

9Sudarsono, op.cit, hal. 99.

10Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta

hal. 29. 11

Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, Pustaka Harapan, Jakarta, (selanjutnya disebut Indroharto I) hal. 90.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

19

itu sebagai penciptaan kewenangan (baru) oleh pembentuk wet (wetgever) yang

diberikan kepada suatu organ negara, lembaga atau jabatan baik yang sudah ada

maupun yang dibentuk baru untuk itu.

Tanpa membedakan secara teknis mengenai istilah wewenang dan

kewenangan, Indroharto berpendapat dalam arti yuridis : pengertian wewenang

adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk

menimbulkan akibat-akibat hukum.12

Seperti misalnya kewenangan memberikan

surat keterangan waris bagi WNI keturunan kepada Lurah/Camat atau Notaris

akan menimbulkan akibat-akibat baik bagi si WNI keturunan ataupun bagi

pemberi surat keterangan waris tersebut.

Kewenangan notaris yang dilakukan dalam pembuatan surat keterangan

waris merupakan kewenangan yang diperoleh secara atribusi yang secara normatif

diatur di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diubah

menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Namun

demikian, dalam Undang-Undang Jabatan Notaris ini tidak disebutkan secara

spesifik tentang kewenangan Notaris membuat surat keterangan waris bagi WNI

keturunan serta akibat hukum yang menyertainya.

1.5.1.3 Teori Hukum Pembuktian

Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan oleh para pihak dalam

suatu sengketa. Pembuktian bertujuan untuk menetapkan hukum di antara kedua

belah pihak yang menyangkut suatu hak sehingga diperoleh suatu kebenaran yang

memiliki nilai kepastian, keadilan, dan kepastian hukum. Berkaitan dengan materi

12

Ibid, hal. 68

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

20

pembuktian maka dalam proses gugat menggugat, beban pembuktian dapat di

tujukan kepada penggugat, tergugat maupun pihak ketiga yang melakukan

intervensi.

Hukum pembuktian dalam hukum acara perdata menduduki tempat yang

sangat penting. Kita ketahui bahwa hukum acara atau hukum formal bertujuan

hendak memilihara dan mempertahankan hukum material. Jadi secara formal

hukum pembuktian itu mengatur bagaimana mengadakan pembuktian seperti

terdapat di dalam RBg dan HIR. Sedangkan secara meteril, hukum pembuktian itu

mengatur dapat tidaknya diterima pembuktian dengan alat-alat bukti tertentu di

persidangan serta kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti tersebut. Dengan

demikian, yang dimaksud dengan pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti

yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa suatu perkara guna

memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang dikemukakan.13

Bukti tulisan dalam perkara perdata merupakan bukti yang utama dalam

lalu lintas keperdataan. Ada beberapa pendapat mengenai pengertian alat bukti

tulisan, antara lain :

1. Menurut A. Pitlo,

“Alat pembuktian dengan bentuk tertulis yang disebut dengan surat adalah

pembawa tanda tangan bacaan yang berarti menerjemahkan suatu isi pikiran”14

2. Menurut Sudikno Mertokusumo,

“Alat bukti tertulis atau surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda

bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk

13

H. Riduan Syahrani, 2004, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, hal. 83 14

Mr. A. Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa (terj), 1978, PT. Internusa, Jakarta, hal. 51

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

21

menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai

pembuktian”15

3. Menurut Teguh Samudera,

“Surat adalah suatu pernyataan buah pikiran atau isi hati yang diwujudkan

dengan tanda-tanda bacaan dan dimuat dalam sesuatu benda.”16

4. Menurut H. Riduan Syahrani,

“Alat bukti tulisan ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang

dapat dimengerti dan mengandung suatu pikiran tertentu.”17

Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa alat bukti

tulisan adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang merupakan

buah pikiran atau isi hati dari orang yang membuatnya. Alat pembuktian tertulis

dapat dibedakan dalam akta dan tulisan bukan akta, yang kemudian akta masih

dibedakan lagi dalam akta otentik dan akta di bawah tangan.

1.5.1.4 Teori Hukum Waris

Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang bagaimana pembagian

menurut undang-undang tentang harta kekayaan seseorang yang telah meninggal

dunia dan yang mengatur dengan baik adanya peristiwa hukum maupun perbuatan

hukum dari harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah

meninggal kepada ahli warisnya serta akibat-akibatnya bagi para ahli waris.18

15

Teguh Samudera, 1992, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Penerbit Alumni,

Bandung, hal. 36 16

Ibid, hal. 37 17

H. Riduan Syahrani, op.cit, hal. 91 18

Effendi Perangin, 2003, Hukum Waris, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

hal. 3

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

22

Selanjutnya Hukum waris menurut para sarjana pada umumnya adalah

peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seorang yang meninggal dunia

kepada satu atau beberapa orang lain, yang intinya adalah peraturan yang

mengatur akibat-akibat hukum dari kematian seorang terhadap harta kekayaan

yang berwujud, maupun tidak berwujud; perpindahan kekayaan si pewaris dan

akibat hukum perpindahan tersebut bagi ahli waris, baik yang berhubungan antara

sesama ahli waris maupun dengan pihak ketiga.

Definisi Hukum Waris menurut Pitlo adalah rangkaian ketentuan-

ketentuan di mana berhubungan dengan meninggalnya seorang, akibat-akibatnya

di dalam bidang kebendaan, selain itu diatur juga mengenai : akibat dari

beralihnya harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli

warisnya sendiri atau Pihak ketiga.

Dari kedua pengertian tersebut di atas menurut penulis, hukum waris

merupakan segenap peraturan-peraturan yang berisikan segala sesuatu mengenai

hal-hal tentang cara-cara beralihnya hak/kewajiban seseorang yang meninggal

dunia, terutama dibidang hukum kekayaan kepada orang lain yang menjadi ahli

warisnya. Dan unsur-unsurnya dapat disebut sebagai berikut :

1. Hukum waris berlaku apabila ada seseorang yang meninggal dunia.

2. Hukum waris mengatur tentang segala sesuatu dan akibatnya dari segala

harta baik berwujud dan tidak berwujud.

3. Hukum waris tersebut masuk dalam ruang lingkup hukum harta kekayaan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

23

Hukum waris terbentuk19

berkaitan dengan sejarah hukum dari bangsa

Indonesia yang pernah di bawah pendudukan Belanda, sehingga hukum waris kita

sekarang berlaku bagi beberapa golongan, yang semuanya berlaku dalam lalu

lintas hukum di Indonesia. Pemberlakuan hukum waris ada bersamaan dengan

penggolongan penduduk di Indonesia, penggolongan tersebut berdasarkan Pasal

131 Jo. Pasal 163 Indische Straatsregeling (kecuali hukum keluarga berdasarkan

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 (Undang-Undang tentang Perkawinan),

berdasarkan Pasal 131 IS maka KUHPerdata berlaku bagi :

1. Orang-orang Belanda;

2. Orang-orang Eropa lainnya

3. Orang-Orang jepang dan orang-orang lain yang tidak termasuk dalam

kelompok satu dan dua yang tunduk pada hukum yang mempumyai asas-

asas hukum yang sama

4. Orang-orang yang lahir di Indonesia yang sah ataupun diakui secara sah

dan keturunan lebih lanjut dari orang-orang yang termasuk kelompok 2

dan 3.

Selanjutnya berdasarkan S.1917 nomor 129, seluruh hukum perdata Barat (B.W),

dengan sedikit kekecualian berlaku bagi golongan penduduk Tionghoa.

Dalam Pasal 2 KUHPerdata, disebutkan “Anak yang ada dalam kandungan

seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bila juga kepentingan si

19

Ibid, hal. 6.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

24

anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia tidak pernah

ada”.20

Dengan demikian, suatu pewarisan baru ada atau timbul apabila :

1. Adanya Pewaris (Yang meninggal);

2. Adanya Ahli waris;

3. Adanya Harta Peninggalan (Warisan)

Menurut Imam Sudiyat dalam bukunya “Peta Hukum Kewarisan di

Indonesia, disebutkan hukum waris adat meliputi keseluruhan asas, norma dan

keputusan/ ketetapan hukum yang bertalian dengan proses penerusan serta

pengendalian harta benda (materiil) dan harta citra (Non Materiil) dari generasi

yang satu ke generasi yang berikutnya berikutnya cq ahli waris”.21

Selanjutnya

disebutkan bahwa mengingat Hukum waris Indonesia bersifat Pluralistik, maka

saat ini di Indonesia berlaku tiga sistem waris, adat, hukum waris islam, hukum

waris barat, kesemuanya dipergunakan.

Menurut Mohd. Idris Ramulyo diuraikan pengertian Hukum Kewarisan

sebagai Himpunan aturan-aturan hukum yang mengatur tentang siapa ahli waris

yang berhak mewarisi. Bagaimana kedudukan masing-masing ahli waris serta

bagaimana / berapa perolehan masing-masing ahli waris secara adil dan sempurna.

Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa hal-hal yang diatur

dalam hukum waris adalah suatu hukum dalam lingkup harta kekayaan, yang

didalamnya mengatur peralihan harta dari seseorang yang meninggal, ke generasi

20

Ibid, hal. 65. 21

Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, 2005, Hukum Kewarisan Perdata Barat

(Pewarisan Menurut Undang-undang), Badan Penerbit Fakultas Hukum, Universitas Indonesia,

Edisi I, hal. 1.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

25

berikutnya, semua norma dan prinsip-prinsip pembagiannya secara adil kepada

masing-masing ahli warisnya.

1.5.1.5 Konsep Perlindungan Hukum

Konsep perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala

peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan

kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara

anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang

dianggap mewakili kepentingan masyarakat. Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra

berpendapat bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan

yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan

antisipatif.22

Sunaryati Hartono berpendapat bahwa hukum dibutuhkan untuk

mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk

memperoleh keadilan.23 Oleh sebab itu, perlindungan hukum perlu diberikan

kepada Notaris yang bersedia membuat surat keterangan waris bagi WNI

keturunan yang merupakan pihak yang lemah kedudukan hukumnya.

Perlindungan hukum yang dimaksudkan untuk melindungi Notaris dari tuntutan

hukum di kelak kemudian hari sebagai akibat dibuatnya surat keterangan waris

bagi WNI keturunan tersebut.

Perlindungan terhadap masyarakat mempunyai banyak dimensi yang salah

satunya adalah perlindungan hukum. Perlindungan hukum bagi setiap Warga

Negara Indonesia tanpa terkecuali, dapat ditemukan dalam Undang-Undang Dasar

22

Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, 2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja

Rusdakarya, Bandung, hal. 118. 23

Hartono, Sunaryati, 2001, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,

Penerbit Alumni, Bandung, hal. 29.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

26

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), untuk itu setiap produk

yang dihasilkan oleh legislatif harus senantiasa mampu memberikan jaminan

perlindungan hukum bagi semua orang, bahkan harus mampu menangkap

aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan yang berkembang di masyarakat. Hal

tersebut, dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur tentang adanya persamaan

kedudukan hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia tanpa terkecuali. Dalam

konteks Ilmu Hukum, konsep perlindungan hukum sering dimaknai sebagai suatu

bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum untuk

memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi dari

ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada

proses litigasi dan/atau non litigasi.

Dengan demikian Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang

melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan

hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:24

1. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam

peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu

pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam

melakukan suatu kewajiban.

2. Perlindungan Hukum Represif

24

Musrihah, 2000, Dasar dan Teori Ilmu Hukum, PT. Grafika Persada, Bandung, hal. 30.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

27

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi

seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila

sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

Dalam penelitian ini digunakan perlindungan hukum preventif yaitu

perlindungan hukum yang diberikan kepada Notaris dari tuntutan yang akan

terjadi di kelak kemudian hari sebagai akibat pembuatan surat keterangan waris

bagi WNI keturunan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa salah satu

sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan

perlindungan kepada masyarakat termasuk Notaris yang membuat surat

keterangan waris maupun WNI keturunan yang membutuhkan surat keterangan

waris. Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus

diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum. Selanjutnya hukum dapat

melindungi hak dan kewajiban setiap individu dalam masyarakat.

1.5.1.6 Keterangan Hak Waris

Di Negara Indonesia, bagi orang-orang yang tunduk pada Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata selanjutnya disingkat KUH Perdata, surat keterangan

waris masih banyak diterbitkan oleh notaris. Penulis di sini menggunakan istilah

surat keterangan waris, karena bentuk surat waris sendiri ada dua pendapat di

kalangan notaris, yaitu berupa surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh

notaris dalam bentuk aslinya (in originali) dan surat waris yang berupa akta

pernyataan ahli waris di hadapan notaris dalam minuta (akta notaris).

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

28

Adapun pengertian dari surat waris menurut pendapat dari penulis sendiri

adalah surat keterangan yang dibuat oleh atau dihadapan notaris berdasarkan

keterangan-keterangan, bukti-bukti (dokumen) dan saksi-saksi yang ada yang

isinya menerangkan tentang siapa saja yang menjadi ahli waris dari pewaris.

Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia hingga

saat ini belum ada suatu aturan khusus mengenai surat keterangan waris. Dengan

tidak adanya suatu Undang-Undang atau peraturan perundang-undangan

mengenai surat keterangan waris di Indonesia, maka hal ini menjadi bahan

pemikiran bagi para notaris.

Dikarenakan belum ada pengaturan yang tegas dan jelas tentang surat ahli

waris, maka dikalangan notaris sendiri ada dua pendapat tentang bentuk dan

syarat-syarat pembuatan surat keterangan waris oleh notaris, yaitu:

1. Pendapat Pertama:

a. Ahli waris datang kepada notaris untuk minta dibuatkan surat

keterangan waris dari notaris atas meninggalnya pewaris;

b. Notaris meminta kepada ahli waris untuk membuat surat pernyataan

kesaksian ahli waris yang isinya menceritakan keberadaan pewaris

semasa hidupnya. Umumnya yang membuat dan menandatangani surat

pernyataan adalah minimal dua orang saksi yang usianya lebih kurang

sama dengan pewaris dan dalam surat pernyataan kesaksian tersebut

ahli waris bisa turut mengetahui dan menanda-tangani surat pernyataan

tersebut. Surat pernyataan kesaksian ahli waris umumnya ada dua

bentuk, yaitu pernyataan yang dibuat oleh saksi-saksi sendiri (di bawah

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

29

tangan dan dilegalisir oleh Notaris) dan akta pernyataan oleh saksi-

saksi dihadapan notaris (akta notaris);

c. Kemudian notaris menanyakan pada Pusat Daftar Wasiat Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia yang pada intinya menanyakan

tentang ada atau tidak pewaris membuat surat wasiat;

d. Atas dasar hal-hal tersebut, kemudian notaris membuat surat

keterangan ahli waris atau surat keterangan hak mewaris.

Sifat dari surat keterangan waris tersebut dalam hal ini adalah surat

keterangan dari notaris yang dikeluarkan oleh notaris dalam bentuk aslinya

(in originali).

2. Pendapat Kedua:

Ahli waris datang menghadap kepada notaris membuat pernyataan tentang

ahli waris yang disertai dua orang saksi lalu notaris menuangkannya dalam

akta pernyataan yang sebelumnya terlebih dahulu notaris menanyakan

pada Pusat Daftar Wasiat Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia

tentang ada atau tidak pewaris membuat surat wasiat. Adapun sifat dari

surat waris ini adalah akta pernyataan ahli waris, yang dibuat dalam

bentuk minuta akta dan dikeluarkan oleh notaris dalam bentuk salinan akta

pernyataan ahli waris (akta pihak/partij acte).

1.5.2 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan teoritis,

maka dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut :

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

30

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Berangkat belum jelasnya pengaturan mengenai pembuatan keterangan

waris bagi WNI keturunan oleh notaris, maka dalam penelitian ini peneliti

mempergunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif

merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji peraturan perundang-

undangan yang berlaku atau diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum

tertentu yang dalam hal ini adalah permasalahan tentang perlindungan hukum bagi

notaris pembuat keterangan hak waris bagi WNI keturunan Tionghoa.

Penelitian normatif seringkali disebut dengan penelitian doktrinal, yaitu

penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma

dalam hukum positif.25

Dalam peneltian normatif hukum dipandang identik

dengan norma-norma tertulis, yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau

25

Johny Ibrahim, 2012, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia,

Malang, hal. 295.

KUH Perdata

Permen Agraria

No. 3 Tahun 1997

Notaris

Kewenangan

WNI Keturunan

Ketidakpastian

Hukum Waris

Akta Notaris

Perlindungan Hukum Bagi Notaris Pembuat

Keterangan Hak Waris Bagi

WNI Keturunan Tionghoa

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

31

pejabat yang berwenang dan meninjau hukum sebagai suatu sistem normatif yang

otonom, mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat nyata.26

1.6.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan (apprach) yang digunakan dalam suatu penelitian normatif

akan memungkinkan seorang peneliti untuk memanfaatkan hasil temuan ilmu

hukum dan ilmu-ilmu lain untuk kepentingan dan analisis serta eksplanasi hukum

tanpa mengubah karakter ilmu hukum sebagai ilmu normatif. Dalam kaitannya

dengan penelitian normatif dapat digunakan beberapa pendekatan yaitu :27

1. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach).

2. Pendekatan Konsep (conceptual approach).

3. Pendekatan Perbandingan (comparative approach).

4. Pendekatan Historis (historical approach).

5. Pendekatan Filsafat (philosophical approach).

6. Pendekatan Kasus (case approach).

Pendekatan-pendekatan tersebut dapat digabung sehingga dalam suatu

penelitian hukum normatif dapat saja menggunakan dua pendekatan atau lebih

yang sesuai.

Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah metode pendekatan

perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach)

dan pendekatan historis (historical approach) yaitu pendekatan dimana dalam

penelitian hukum normatif dilakukan penafsiran menurut sejarah hukum maupun

menurut sejarah peraturan perundang-undangan, mengingat permasalahan yang

26

Ronny Hanitijo Soemitro, 2008, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Alumni,

Jakarta, hal 13-14. 27

Johnny Ibrahim, op.cit, hal. 300-301.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

32

diteliti dan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai perlindungan hukum bagi

notaris pembuat keterangan hak waris bagi WNI keturunan Tionghoa.

1.6.3 Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian hukum normatif

merupakan data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diambil secara tidak

langsung atau yang telah terlebih dahulu dikumpulkan orang lain di luar dari

penelitian sendiri. Adapun data sekunder terdiri dari :28

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang

berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan dikaji, terdiri dari :

a. UUD Negara Republik Indonesia 1945

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria

(UUPA).

d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1971 tentang Perkawinan.

e. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

f. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

g. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

h. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan

Diskriminasi Ras dan Etnis (UU tentang Penghapusan Diskriminasi Ras

dan Etnis).

28

Bambang Waluyo, 2001, Penelitian Hukum Dalam Praktik, Penerbit Sinar Grafika,

Jakarta, hal. 18.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

33

i. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 20014 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

j. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

k. Surat Direktorat Pendaftaran Tanah Ditjen Agraria Nomor

Dpt/12/63/12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian

Kewarganegaraan.

2. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku

teks, jurnal-jurnal asing, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, serta

simposium yang dilakukan para pakar terkait dengan objek kajian

penelitian hukum ini.29

3. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus hukum,30

Surat kabar, majalah mingguan, bulletin

dan internet juga dapat menjadi bahan bagi penelitian ini sepanjang

memuat informasi yang relevan dengan objek kajian penelitian hukum

ini.31

1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam pengumpulan bahan hukum ini harus ditegaskan permasalahan

mengenai jenis, sifat dan kategori bahan hukum serta perlakuan terhadap bahan

29

Johny Ibrahim, op.cit, hal. 392. 30

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 14-15. 31

Jay A. Sieglar dan Benyamin R. Beede, 2007, The Legal Souyrces of Public Policy,

Lexington Books, Massachussets, Toronto, hal. 23.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

34

hukum yang dikumpulkan. Tujuannya agar pengumpulan bahan hukum dan

penganalisaan terhadap bahan hukum dapat sesuai dengan tujuan dari penelitian.

Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan adalah studi

pustaka atau studi dokumen yaitu mengumpulkan data sekunder mengenai obyek

penelitian yang berupa bahan-bahan hukum bersifat normative-perspektif,

dilakukan dengan cara penelusuran, pengumpulan data sekunder mengenai objek

penelitian, baik secara konvensional maupun dengan menggunakan teknologi

informasi seperti internet, dan lain-lain.

1.6.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Di dalam penelitian hukum normatif yang dianalisis bukanlah data,

melainkan melalui metode seperti tersebut di atas. Dengan demikian, erat

kaitannya antara metode analisis dengan pendekatan masalah. Analisis bahan

hukum yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini akan dilakukan secara

deskriptif, interpretatif, evaluatif dan argumentatif.

Teknik deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh

gambaran secara mendalam mengenai perumusan tindak pidana dan sanksi

pidananya.

Teknik Interpretatif berupa penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu

hukum seperti penafsiran historis, sistematis, dan lain-lain. Selanjutnya

bahan Hukum tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik evaluatif,

sistematis dan argumentatif.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

35

Teknik evaluatif yaitu memberikan penilaian terhadap suatu pandangan,

proporsi, pernyataan, rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam

baik dalam hukum primer maupun dalam hukum sekunder.

Teknik Sistematif berupaya mencari kaitan rumus suatu konsep hukum

atau konsep hukum antara perundang-undangan yang sederajat maupun

tidak sederajat.

Teknik Argumentatif tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena

penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran

hukum.32

32

Universitas Udayana, 2008, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, Program

Studi Magister Hukum, hal. 14.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan atau surat waris. Keberadaan ahli waris sangat penting dalam

36