bab 3 gambaran umum wilayah studi 3.1 · pdf fileberdasarkan sk gubernur jawa barat no....
TRANSCRIPT
40
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
Bagian ini akan memaparkan perkembangan KPT Jatinangor yang
meliputi kebijaksanaan pembangunan KPT Jatinangor, sejarah perkembangan
kampus, dan perkembangan kampus dan sivitas akademika; serta perkembangan
Kecamatan Jatinangor sendiri yang meliputi karakteristik kependudukan dan guna
lahan.
3.1 Perkembangan KPT Jatinangor
Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai kebijaksanaan pembangunan
KPT Jatinangor, sejarah perkembangan kampus, perkembangan kampus dan
mahasiswanya.
3.1.1 Kebijaksanaan Pembangunan KPT Jatinangor
Penetapan Jatinangor sebagai Kawasan Pendidikan Tinggi merupakan
kebijaksanaan Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat dalam usaha
untuk memenuhi kebutuhan lahan pendidikan tinggi yang ada di Kota Bandung.
Keterbatasan lahan di Kota Bandung telah mendorong dicarinya lahan kosong di
luar Kota Bandung yang dapat digunakan untuk pembangunan kampus perguruan
tinggi.
Pada tahun 1981, Kota Bandung merupakan kota yang berpenduduk
1.507.166 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata pada tahun 1980 adalah
17.206 jiwa/km2. Pada saat itu, Kota Bandung mempunyai lima fungsi utama
yaitu sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan lokal dan regional,
perindustrian, pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan, serta pariwisata dan
kebudayaan. Kelima fungsi ini mempengaruhi perkembangan Kota Bandung dan
kegiatan yang ada di dalamnya.
Pada tahun 1982/1983, di Kota Bandung telah terdapat 40 perguruan
tinggi baik Akademi, Institut, Universitas, maupun Sekolah Tinggi. Jumlah sivitas
akademika (mahasiswa, dosen, dan pegawai administrasi) meningkat dari tahun
41
ke tahun. Peningkatan jumlah sivitas akademika tersebut dan adanya keterbatasan
lahan di Kota Bandung menyebabkan Pemerintah Daerah mengambil keputusan
untuk memindahkan sebagian aktivitas pendidikan tinggi yang ada di Kota
Bandung ke wilayah Jatinangor.
Jatinangor ditetapkan sebagai kawasan pendidikan sesuai dengan
kebijaksanaan relokasi beberapa perguruan tinggi dari Bandung yang dimulai
sejak tahun 1982, yang meliputi empat kampus yaitu Sekolah Tinggi
Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), Universitas Padjajaran (UNPAD),
Universitas Winaya Mukti (UNWIM), dan Institut Manajemen Koperasi
Indonesia (IKOPIN). Kebijaksanaan tersebut didasari oleh:
- Adanya kebijaksanaan dalam konteks pengembangan Wilayah Bandung
Metropolitan Area tahun 1996 yang ingin mengurangi beban fungsi
Pendidikan Tinggi Kota Bandung
- Adanya ketersediaan lahan bekas perkebunan karet yang tidak produktif lagi
yang dapat dimanfaatkan sebagai kompleks perguruan tinggi, yang terletak
sekitar 23 km ke arah timur dari Kota Bandung
Penetapan Kawasan Jatinangor sebagai suatu Kawasan Pendidikan Tinggi
bukan merupakan hasil penetapan lokasi yang paling menguntungkan, tetapi
hanya atas dasar karena adanya lahan kosong yang tidak produktif lagi. Jadi, tidak
ada potensi khusus yang menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan lokasi
tersebut (Fakta dan Analisis RUTR KPT Jatinangor Tahun 2000-2010).
Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat No. 593/SK.83-PKL/89, wilayah
Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor seluas 564 ha terdiri dari 10 desa dengan 2
desa sebelah barat masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Bandung,
yaitu Desa Cileunyi Wetan dan Cileunyi Kulon, dan 8 desa berada pada wilayah
administrasi Kabupaten Sumedang, yaitu Desa Cilayung, Cileles, Hegarmanah,
Jatiroke, Cikeruh, Sayang, Cibeusi, dan Cipacing.
Kedudukan dan orientasi KPT Jatinangor terhadap kota-kota lain adalah
sebagai berikut:
- Arah Utara : berbatasan langsung dengan kawasan hijau pada kaki Gunung
Manglayang dengan jarak 4,2 Km.
42
- Arah Barat : berjarak 23 Km dari Km 0 Bandung ke arah timur Kota
Bandung.
- Arah Timur : berjarak 22 Km dari Kota Sumedang dan 5,5 Km dari Kota
Tanjungsari.
- Arah Selatan : berbatasan langsung dengan Kota Rancaekek di sebelah
selatan dengan jarak 2,6 Km dari pusat kota Rancaekek.
Lokasi dari empat universitas yang tergabung di dalam Kawasan Pendidikan
Tinggi (KPT) dapat dilihat pada Gambar 3.1 sebagai berikut.
IPDN
IKOPIN
UNWIM
UNPAD
RW 5
RW 7
RW 4
RW 3
RW 2
RW 1
RW 8
RW 9RW 16
RW 10
RW 12
RW 11
RW 13
RW 14
RW 6
RW 15
RW 17
RW 1
RW 2
RW 5
RW 6
RW 7
RW 2
RW 10 RW 8
RW 9
RW 12
RW 4 RW 5
RW 6
RW 1
RW 3
RW 11
RW 10
RW 9
RW 8RW 7
RW 5
RW 6
RW 1
RW 4
RW 2 RW 3
BRIMOB
RW 1
RW 2
RW 7
RW 6
RW 5
RW 3
RW 4
RW 11
RW 10
RW 12
RW 9
RW 8
RW 2
RW 3
RW 13
RW 4
RW 5
RW 6
RW 1
RW 7
RW 8
RW 9
RW 11
RW 10
RW 12
RW 7
RW 5
RW 6
RW 8
RW 4
RW 3
RW 2
RW 1
GI PLN
RW 2
RW 1
RW 4
RW 3
RW 7
RW 6
RW 5
PERHUTANI
RW 5
RW 4
RW 3
RW 2
RW 1
PERHUTANI
RW 4
RW 1
RW 5
RW 6
RW 7
RW 2
RW 3
RW 8
RW 9
RW 4
RW 3
RW 1
RW 2
RW 7
RW 5
RW 6
RW 8
RW 9
RW 10
RW 9
RW 4
RW 3
RW 11
RW 12
RW 10
(KLS 2)
RW 13
RW 8
Desa Cibeusi
Desa Cipacing
Desa Sayang
Desa
Cikeruh
Desa Hegarmanah
Desa Jatiroke
Desa Cisempur
Desa Mekargalih Desa
Cintamulya
Desa
Jatimukti
Desa Cileles
Desa Cilayung
Batas Desa
Batas Kecamatan
Jalan Arteri
0 0,5 1 2 Km1,5
GAMBAR 3.1
PETA KAWASAN
PERGURUAN TINGGI
Sumber: Bappeda Kab. Sumedang
U
TB
S
Program Studi Perencanaan Wilayah dan KotaSekolah Arsitektur, Perencanaan, dan
Pengembangan KebijakanInstitut Teknologi Bandung
2007
KECAMATAN JATINANGOR
PL 40Z1
TUGAS AKHIR
Legenda
Jalan Tol
Kawasan Perguruan Tinggi
44
3.1.2 Sejarah Perkembangan Kampus
1. Universitas Padjajaran (UNPAD)
Universitas Padjajaran mulai mengembangkan fasilitas pendidikannya di
Jatinangor sejak tahun 1982. Pada tahun 1987 Fakultas Pertanian dan
Peternakan memulai aktivitas kegiatannya di Jatinangor, kemudian dilanjutkan
dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) pada tahun 1993 dan
secara bertahap fakultas lainnya mulai memindahkan aktivitasnya ke
Jatinangor.
Selain Fakultas Hukum dan Ekonomi UNPAD yang tetap melaksanakan
kegiatan perkuliahan di kampus yang terletak di Jalan Dipati Ukur Bandung,
fakultas dan jurusan UNPAD yang berlokasi di kampus Jatinangor adalah:
- Fakultas Kedokteran: Program Studi Pendidikan Dokter (Sarjana dan
Profesi) dan Program Studi Ilmu Keperawatan
- Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
- Fakultas Pertanian: Jurusan Agronomi, Ilmu Tanah, Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian, Teknologi Pertanian, Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan, dan Jurusan Perikanan.
- FISIP: Jurusan Ilmu Administrasi, Ilmu Hubungan Internasional,
Kesejahteraan Sosial, Ilmu Pemerintahan, dan Antropologi Sosial.
- Fakultas Sastra: Sastra Indonesia, Sastra Daerah, Sejarah, Sastra Inggris,
Sastra Perancis, Sastra Jepang, Sastra Rusia, Sastra Jerman, dan Sastra
Arab.
- Fakultas Psikologi: Program Studi dan Profesi Psikologi.
- Fakultas Peternakan: Program Studi Produksi Ternak, Program Kelas
Khusus Fakultas Peternakan.
- Fakultas Ilmu Komunikasi: Program Studi Ilmu Komunikasi (Jurusan
Jurnalistik, Hubungan Masyarakat, dan Manajemen Komunikasi),
Program Studi Ilmu Kepustakaan (Jurusan Perpustakaan).
- Fakultas Kedokteran Gigi: Program Sarjana Kedokteran Gigi dan
Keprofesian Dokter Gigi.
45
2. Universitas Winaya Mukti (UNWIM)
Dengan tujuan mencerdaskan kebutuhan bangsa dan untuk mengisi kebutuhan
ahli di bidangnya, sejak tahun 1965 Pemerintah Propinsi Jawa Barat telah
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan tinggi, yakni:
- Akademi Pertanian Tanjungsari (APT) pada tanggal 14 Juli 1965.
- Akademi Teknik Pekerjaan Umum (ATPU) pada tanggal 18 Oktober
1965.
- Akademi Ilmu Kehutanan (AIK) pada tanggal 14 Oktober 1966.
- Akademi Industri dan Niaga (AIN) pada tanggal 15 Februari 1967.
Universitas Winaya Mukti (UNWIM) didirikan pada tahun 1990 oleh Yayasan
Pendidikan Tinggi Winaya Mukti, kemudian pada tanggal 25 Maret 1991
UNWIM mendapatkan pengukuhan dari Mendikbud berdasarkan SK No.
014/a/0/1991. UNWIM merupakan gabungan dari beberapa akademi dan
sekolah tinggi yang didirikan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat yaitu
Sekolah Tinggi Pertanian Tanjungsari (STPT) menjadi Fakultas Pertanian,
Sekolah Tinggi Teknik Pekerjaan Umum (STTPU) yang kemudian melebur
menjadi Fakultas Teknik, Akademi Ilmu Kehutanan (AIK) menjadi Fakultas
Kehutanan, serta Akademi Industri dan Niaga (AIN) yang menjadi Fakultas
Ekonomi.
3. Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN)
Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN) yang terletak di Jalan
Raya Bandung Sumedang KM 20,5 Jatinangor adalah kelanjutan dan
perubahan bentuk dari Akademi Koperasi (AKOP) “12 Juli” Bandung yang
telah berdiri sejak tahun 1964. IKOPIN didirikan pada tanggal 7 Mei 1982 dan
memperoleh status terdaftar dengan SK Mendikbud RI No. 0133/O/1984, saat
ini dikelola oleh Yayasan Pendidikan Koperasi.
IKOPIN menyelenggarakan pendidikan jenjang D3 dan S1 dengan
fakultas dan jurusan sebagai berikut:
- Fakultas Manajemen Keuangan: Jurusan Manajemen Perbankan,
Manajemen Keuangan, dan Manajemen Perbelanjaan.
46
- Fakultas Manajemen Sumber Daya Manusia: Jurusan Manajemen Sumber
Daya Manusia dan Manajemen Penyuluhan.
- Fakultas Manajemen Produksi dan Pemasaran: Manajemen Produksi dan
Manajemen Pemasaran.
4. Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) didirikan berdasarkan
Keputusan Presiden RI No. 42 tahun 1992. Departemen Dalam Negeri
(Depdagri) mempersiapkan kader inti pemerintahan di lingkungan Depdagri
melalui IPDN, yang sebelumnya sempat bernama Akademi Pemerintahan
Dalam Negeri (APDN) dan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri
(STPDN).
Pada tahun 2005, pemerintah melalui Depdagri memutuskan untuk
melebur STPDN dan IIP (Institut Ilmu Pemerintahan) menjadi Institut
Pemerintahan Dalam Negeri/IPDN (Keppres No. 87 Tahun 2004 Tentang
Penggabungan STPDN dan IIP). Namun, sebagai akibat berbagai kasus yang
dialami oleh IPDN sejak tahun 2003, pada tahun 2007 Mendagri melarang
pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengirimkan siswanya
ke IPDN (Surat Edaran Mendagri No. 892.22/803/SJ). IPDN dinyatakan tidak
diperbolehkan menerima mahasiswa baru sampai dengan dilakukannya
pembenahan internal yang dibutuhkan.
Berbagai kasus yang dialami oleh IPDN sejak tahun 2003 juga
menyebabkan sejak tahun tersebut seluruh mahasiswa IPDN diharuskan untuk
tinggal di barak. Sebelumnya, mahasiswa tingkat akhir IPDN masih
diperbolehkan untuk tinggal di luar barak.
47
3.2 Perkembangan Kampus dan Mahasiswanya
Luas perguruan tinggi yang ada di KPT Jatinangor dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut.
TABEL III.1
LUAS PERGURUAN TINGGI DI JATINANGOR
No Perguruan Tinggi Luas (Ha)
1 Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) 280 2 Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN) 28 3 Universitas Winaya Mukti (UNWIM) 51 4 Universitas Padjajaran (UNPAD) 175
TOTAL 534 Sumber : Laporan Analisis Revisi RUTR Kecamatan Jatinangor Tahun 2003
Sementara perkembangan jumlah mahasiswa di Kawasan Pendidikan Tinggi
Jatinangor dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
TABEL III.2
PERKEMBANGAN JUMLAH MAHASISWA DI JATINANGOR
TAHUN 1982 – 2006
TAHUN IKOPIN UNPAD STPDN UNWIM TOTAL
1982 355 0 0 0 355 1983 712 0 0 0 712 1984 1.895 0 0 0 1.895 1985 2.445 0 0 0 2.445 1986 2.978 0 0 0 2.978 1987 3.231 5.795 0 0 9.026 1988 3.523 5.137 0 0 8.660 1989 3.893 6.095 487 0 10.475 1990 4.242 5.482 977 0 10.701 1991 4.493 6.304 1.910 7.229 19.936 1992 4.553 9.541 2.717 5.880 22.691 1993 4.984 9.649 3.135 7.492 25.260 1994 5.042 10.474 3.261 8.888 27.665 1995 5.164 14.389 2.998 7.176 29.727 1996 5.343 15.813 2.817 7.504 31.477
48
TAHUN IKOPIN UNPAD STPDN UNWIM TOTAL
1997 5.500 17.250 2.800 7.116 32.666 1998 3.181 25.553 2.480 7.274 38.488 1999 3.464 24.612 2.489 7.765 38.330 2000 3.084 27.163 2.853 7.265 40.365 2001 2.488 28.349 3.026 5.208 39.071 2002 1.412 27.427 3.571 3.431 35.841 2003 1.522 28.148 3.917 3.901 37.566 2004 1.073 -* -* 2.915 32.414 2005 1.396 -* -* 2.077 31.798 2006 862 28.466 -* -* 29.328
Ket : *) Tidak ada data Sumber : - RUTR KPT Jatinangor 2000-2012 - Kopertis Wilayah IV Jawa Barat - Biro Akademik Masing-Masing Universitas
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah total mahasiswa yang ada di
Jatinangor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun peningkatan
tersebut sebagian besar disumbangkan oleh mahasiswa UNPAD, seiring dengan
pemindahan fakultas yang dilakukan universitas tersebut secara bertahap. Grafik
perkembangan mahasiswa setiap kampus dapat dilihat pada Gambar 3.2 sebagai
berikut.
49
GAMBAR 3.2
GRAFIK PERKEMBANGAN MAHASISWA SETIAP KAMPUS
Sumber: Tabel III.2
Dari Gambar 3.2 tersebut dapat dilihat bahwa UNWIM justru mengalami
penurunan jumlah mahasiswa setelah tahun 2000. Pada tahun 2000, jumlah
mahasiswa UNWIM adalah 7.265 atau sekitar 18 % dari jumlah keseluruhan
mahasiswa KPT. Pada tahun 2003, jumlah mahasiswa UNWIM tersebut
mengalami penurunan 46,3% dari tahun 2000 menjadi 3.901 orang, atau sekitar
10,38% dari jumlah keseluruhan mahasiswa KPT.
IKOPIN juga mengalami penurunan jumlah mahasiswa setelah tahun
1997. Pada tahun 1997, jumlah mahasiswa IKOPIN adalah sebesar 5.500 orang
atau 16,84% dari jumlah keseluruhan mahasiswa KPT. Pada tahun 2000, jumlah
tersebut mengalami penurunan 43,93 % dari tahun 1997 menjadi 3.084 orang atau
sekitar 7,64% dari jumlah keseluruhan mahasiswa KPT. Pada tahun 2003, jumlah
mahasiswa IKOPIN mengalami penurunan lagi sebesar 48,12% dari tahun 2000
menjadi 1.600 orang, atau sekitar 4,26% dari jumlah keseluruhan mahasiswa
KPT.
50
3.3 Perkembangan Kecamatan Jatinangor
Jatinangor merupakan kecamatan yang terletak paling barat dari
Kabupaten Sumedang. Berdasarkan Perda Kabupaten Sumedang No. 51 Tahun
2000, secara administrasi Kecamatan Jatinangor terdiri dari 12 desa, yaitu Desa
Cilayung, Cileles, Hegarmanah, Jatiroke, Cikeruh, Sayang, Cibeusi, Cipacing,
Cintamulya, Jatimukti, Cisempur, dan Mekargalih.
Sebagian besar wilayah Kecamatan Jatinangor merupakan bagian dari
Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor. Oleh karena itu, dalam sistem
perwilayahan regional, Kecamatan Jatinangor memiliki kedudukan sebagai
berikut (Laporan Analisis Revisi RUTR Kecamatan Jatinangor 2003):
- Berdasarkan hierarki kota Struktur Tata Ruang Jawa Barat, Kawasan
Jatinangor diklasifikasikan sebagai kota menengah dengan hierarki II A, yaitu
dengan fungsi perumahan, pusat perdagangan dan jasa, koleksi dan distribusi
dengan skala pelayanan interregional, pendidikan, dan pariwisata.
- Dalam sistem perkotaan Bandung Raya, Jatinangor ditetapkan sebagai kota
dengan hierarki I A, yaitu kota yang dikembangkan sebagai pusat
pertumbuhan (counter magnet) di sekitar Bandung, dengan fungsi utama
sebagai pusat pendidikan tinggi.
- Berdasarkan konsep Bandung Metropolitan Area (BMA), Jatinangor
ditetapkan sebagai salah satu wilayah pengembangan dengan fungsi kawasan
pendidikan tinggi dan perumahan. Pertimbangan utama dalam menentukan
fungsi wilayah tersebut adalah keberadaan pendidikan tinggi di Jatinangor
yang diharapkan dapat dikembangkan sebagai pusat pengembangan kawasan
perkotaan di masa yang akan datang.
Selain berfungsi sebagai kawasan pendidikan, di Kecamatan Jatinangor
juga terdapat kegiatan industri sedang dan besar yang bergerak dalam bidang
tekstil dan garmen. Kegiatan industri ini sebagian besar terkonsentrasi di bagian
selatan dan berorientasi Jalan Raya Bandung – Garut, dengan lahan yang
digunakan sekitar 62 Ha. Namun, terdapat keterbatasan pengembangan kegiatan
industri di kecamatan ini karena adanya kebijaksanaan yang melarang
51
pembangunan industri baru di dalam area radius 5 km dari Kawasan Pendidikan
Tinggi Jatinangor.
3.2.1 Karakteristik Kependudukan Kecamatan Jatinangor
Perkembangan jumlah penduduk Kecamatan Jatinangor pada kurun waktu
1977-1998 mencapai laju pertumbuhan sebesar 4,45 persen per tahun (Nurcahyo,
2004). Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Jatinangor mengalami
pertumbuhan penduduk yang cukup pesat dan berada jauh di atas laju
pertumbuhan Kabupaten Sumedang yaitu 1,26 persen per tahun untuk kurun
waktu yang sama.
Sementara perkembangan jumlah dan kepadatan penduduk di Kecamatan
Jatinangor untuk kurun waktu 2005 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
TABEL III.3
JUMLAH PENDUDUK PER DESA DI KECAMATAN JATINANGOR
TAHUN 2005 (JIWA)
No Desa Luas (Km2)
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Kepadatan (jiwa/ Km2)
1 Cipacing 1,79 9.261 5.174 2 Sayang 2,32 5.617 2.421 3 Mekargalih 1,20 4.333 3.611 4 Cintamulya 1,34 5.518 4.118 5 Cisempur 1,60 3.998 2.499 6 Jatimukti 1,90 4.416 2.324 7 Jatiroke 2,09 4.258 2.037 8 Hegarmanah 3,31 7.516 2.271 9 Cikeruh 2,13 8.595 4.035
10 Cibeusi 1,84 6.336 3.443 11 Cileles 3,20 4.274 1.336 12 Cilayung 3,48 4.279 1.230
TOTAL 26,20 68.401 2.610 Sumber : Monografi Kecamatan Jatinangor 2005
Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa Desa Cipacing, Desa Cintamulya,
Desa Cikeruh, dan Desa Cibeusi merupakan desa-desa dengan jumlah penduduk
52
yang paling padat di Kecamatan Jatinangor. Desa Cipacing dan Cintamulya
memiliki kepadatan penduduk yang tinggi karena aktivitas industri yang
dimilikinya, sementara Desa Cikeruh dan Cibeusi memiliki kepadatan penduduk
yang tinggi karena kedua desa tersebut merupakan pusat tempat tinggal
mahasiswa di Kecamatan Jatinangor.
3.2.2 Karakteristik Guna Lahan Kecamatan Jatinangor
Berikut ini dapat dilihat perkembangan guna lahan di Kecamatan
Jatinangor pada tahun 1981, 1991, dan 1999.
TABEL III.5
PERBANDINGAN PROPORSI PENGGUNAAN LAHAN DI
KECAMATAN JATINANGOR TAHUN 1981, 1991, DAN 1999
No Penggunaan Lahan 1981 1991 1999
Luas (Ha) %
Luas (Ha) %
Luas (Ha) %
1 Tanah Sawah/Lahan Basah 760,85 29,67 700,33 26,93 100,50 3,842 Lahan Kering 1075,25 41,04 767,66 29,36 130,00 4,963 Permukiman 257,81 9,84 390,38 14,90 1530,81 58,434 Perkantoran 21,22 0,18 3,41 0,13 7,76 0,305 Perkebunan dan Hutan 493,08 18,82 131,52 5,02 88,52 3,386 Perdagangan -* -* 14,93 0,57 2,41 0,097 Industri -* -* 34,06 1,30 63,52 2,428 Pendidikan Tinggi -* -* 550,45 21,01 528,00 20,159 Lainnya 11,79 0,45 27,25 1,04 168,48 6,4310 TOTAL 2620 100 2620 100 2620 100
Sumber : Kompilasi Data Revisi RUTR Kec Jatinangor 2003 Ket : -* = tidak ada klasifikasinya Sementara penggunaan lahan di Kecamatan Jatinangor pada tahun 2005 dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut.
53
TABEL III.6
PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN JATINANGOR TAHUN 2005 (HA)
No Penggunaan Luas (Ha) %
1 Sawah Irigasi Teknis 227 8,662 Sawah Irigasi Setengah Teknis 19 0,733 Sawah Tadah Hujan 62 2,374 Pekarangan 1212 46,265 Ladang 609 23,246 Perkebunan dan Hutan 279 10,659 Lain-lain 212 8,09
TOTAL 2620 100Sumber : Potensi Desa Kecamatan Cikeruh Tahun 2005 Ket : Tidak dapat dibandingkan dengan data pada Tabel III.5 karena perbedaan
sumber yang mengakibatkan perbedaan klasifikasi
Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa guna lahan yang menurun secara
drastis adalah guna lahan tanah sawah/lahan basah, lahan kering, dan perkebunan.
Sementara guna lahan yang meningkat secara tajam adalah permukiman. Proporsi
guna lahan permukiman pada tahun 1999 mencapai kenaikan sebesar 493% jika
dibandingkan tahun 1981. Dapat disimpulkan bahwa sejak penetapan KPT, yaitu
kurun waktu setelah tahun 1980-1981, terjadi konversi guna lahan yang signifikan
dari guna lahan kawasan tak terbangun (yang meliputi tanah sawah/lahan basah,
lahan kering, dan perkebunan) menjadi guna lahan kawasan terbangun terutama
permukiman.