bab 2 tinjauan pustaka 2.1 konsep caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/chapter...

43
8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caring 2.1.1 Pengertian Caring Secara Umum Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan perhatian, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan kehendak keperawatan (Potter & Perry, 2005). Selain itu, caring mempengaruhi cara berpikir seseorang, perasaan dan perbuatan seseorang. Caring juga mempelajari berbagai macam philosofi dan etis perspektif. Caring adalah sentral untuk praktik keperawatan karena caring merupakan suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan kepeduliannya kepada klien (Sartika & Nanda, 2011). Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik keperawatan. Ada beberapa definisi caring yang diungkapkan para ahli keperawatan: Watson (1979) yang terkenal dengan Theory of Human Caring, mempertegas bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh. Marriner dan Tomey (1994) menyatakan bahwa caring merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. Caring bukan semata-mata perilaku. Caring adalah cara yang

Upload: vuongquynh

Post on 19-Feb-2018

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Caring

2.1.1 Pengertian Caring Secara Umum

Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan

perhatian, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi

yang merupakan kehendak keperawatan (Potter & Perry, 2005). Selain itu, caring

mempengaruhi cara berpikir seseorang, perasaan dan perbuatan seseorang. Caring

juga mempelajari berbagai macam philosofi dan etis perspektif.

Caring adalah sentral untuk praktik keperawatan karena caring merupakan

suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih

meningkatkan kepeduliannya kepada klien (Sartika & Nanda, 2011). Dalam

keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik

keperawatan.

Ada beberapa definisi caring yang diungkapkan para ahli keperawatan:

Watson (1979) yang terkenal dengan Theory of Human Caring, mempertegas

bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara

pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien sebagai

manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh.

Marriner dan Tomey (1994) menyatakan bahwa caring merupakan

pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan

filosofikal. Caring bukan semata-mata perilaku. Caring adalah cara yang

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

9

memiliki makna dan memotivasi tindakan. Caring juga didefinisikan sebagai

tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi

sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et al., 1999).

Griffin (1983) membagi konsep caring ke dalam dua domain utama. Salah

satu konsep caring ini berkenaan dengan sikap dan emosi perawat, sementara

konsep caring yang lain terfokus pada aktivitas yang dilakukan perawat saat

melaksanakan fungsi keperawatannya. Griffin menggambarkan caring dalam

keperawatan sebagai sebuah proses interpersonal esensial yang mengharuskan

perawat melakukan aktivitas peran yang spesifik dalam sebuah cara dengan

menyampaikan ekspresi emosi-emosi tertentu kepada resepien. Aktivitas tersebut

menurut Griffin meliputi membantu, menolong, dan melayani orang yang

mempunyai kebutuhan khusus. Proses ini dipengaruhi oleh hubungan antara

perawat dengan pasien.

Hall (1969) mengemukakan perpaduan tiga aspek dalam teorinya. Sebagai

seorang perawat, kemampuan care, core, dan cure harus dipadukan secara

seimbang sehingga menghasilkan asuhan keperawatan yang optimal untuk klien.

Care merupakan komponen penting yang berasal dari naluri seorang ibu. Core

merupakan dasar dari ilmu sosial yang terdiri dari kemampuan terapeutik, dan

kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain. Sedangkan cure

merupakan dasar dari ilmu patologi dan terapeutik. Dalam memberikan asuhan

keperawatan secara total kepada klien, maka ketiga unsur ini harus dipadukan

(Julia, 1995).

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

10

2.1.2 Perbedaan Caring dan Curing

Perawat memerlukan kemampuan khusus saat melayani orang atau pasien

yang sedang menderita sakit. Kemampuan khusus tersebut mencakup

keterampilan intelektual, teknikal, dan interpersonal yang tercermin dalam

perilaku caring (Johnson, 1989). Caring merupakan fenomena universal yang

berhubungan dengan bagaimana seseorang berpikir, berperasaan, dan bersikap

terhadap orang lain. Dalam teori caring, human care merupakan hal yang

mendasar. Human care terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan

menjaga atau mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain,

mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaannya serta membantu orang

lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri (Pasquali dan

Arnold, 1989 dan Watson, 1979). Di samping itu, Watson dalam Theory of

Human Care mempertegas bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi

yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan

melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi

kesanggupan pasien untuk sembuh.

Dari sini kita tahu, caring bukan semata-mata perilaku. Sikap caring

dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat menggunakan keahlian, kata-

kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada di samping

klien, dan bersikap sebagai media pemberi asuhan (Carruth et al., 1999). Caring

dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam

merawat pasien. Perilaku caring perawat menjadi jaminan apakah perawat

bermutu atau tidak. Caring sebagai inti profesi keperawatan dan fokus sentral

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

11

dalam praktik keperawatan, bersifat universal dan terdiri dari perilaku-perilaku

khusus yang ditentukan oleh dan terjadi dalam konteks budaya. Di dalamnya

memiliki makna yang bersifat aktifitas, sikap (emosional) dan kehati-hatian

(Barnum, 1994).

Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984),

Benner (1989) menempatkan caring sebagai dasar dalam praktek keperawatan.

Diperkirakan bahwa sekitar ¾ pelayanan kesehatan merupakan caring sedangkan

¼ -nya merupakan curing. Sebagai seorang perawat, kemampuan care dan cure

harus dipadukan secara seimbang sehingga menghasilkan asuhan keperawatan

yang optimal untuk klien. Curing sendiri memiliki pengertian yaitu upaya

kesehatan dari kegiatan dokter dalam prakteknya untuk mengobati pasien. Selain

itu juga dapat dipahami bahwa curing merupakan ilmu yang empirik, mengobati

berdasarkan bukti/data dan mengobati dengan patofisiologi yang bisa

dipertanggungjawabkan.

Hall (1969) mengemukakan perpaduan kedua aspek tersebut. Menurutnya,

care merupakan komponen penting yang berasal dari naluri seorang ibu.

Sedangkan cure merupakan dasar dari ilmu patologi dan terapeutik. Dalam

memberikan asuhan keperawatan secara total kepada klien, maka kedua aspek ini

harus dipadukan (Julia, 1995). Namun, tetap ada perbedaan yang jelas diantara

keduanya. Dalam UU no. 23 tahun 1992 menyebutkan bahwa penyembuh

penyakit dilaksanakan oleh tenaga dokter dan perawat melalui kegiatan

pengobatan dan/ atau keperawatan berdasarkan ilmu keperawatan. Dari situ

terlihat bahwa antara caring dan curing terdapat perbedaan. Caring merupakan

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

12

tugas primer perawat dan curing adalah tugas sekundernya. Begitu pula curing,

curing merupakan tugas primer dokter dan caring sebagai tugas sekundernya.

Curing merupakan komponen dalam caring. Karena di dalam caring termasuk

salah satunya adanya kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk membantu

penyembuhan klien. Jadi, tetap mempunyai hubungan yang saling melengkapi.

Perbedaan antara caring dan curing dapat lebih jelas jika dilihat dari

diagnosis, intervensi, dan tujuannya. Di dalam caring terdapat diagnosis

keperawatan yang merupakan suatu kegiatan mengidentifikasi masalah dan

penyebab berdasarkan kebutuhan dan respon klien. Sedangkan di dalam curing

terdapat diagnosis medis yaitu suatu bentuk kinerja yang mengungkapkan

penyakit yang diderita klien. Dengan kata lain dapat disebut diagnosa penyakit.

Dalam caring lebih dititik-beratkan pada kebutuhan dan respon klien untuk

ditanggapi dengan pemberian perawatan. Berbeda dengan curing lebih

memperhatikan penyakit yang diderita serta penanggulangannya.

Selain itu, dapat juga dilihat dari intervensinya. Intervensi keperawatan

(caring) yaitu membantu klien memenuhi masalah klien baik fisik, psikologis,

sosial, dan spiritual dengan tindakan keperawatan yang meliputi intervensi

keperawatan, observasi, pendidikan kesehatan, dan konseling. Sedangkan

intervensi kedokteran (curing) lebih ke melakukan tindakan pengobatan dengan

obat (drug) dan tindakan operatif. Dari sini dapat dipahami bahwa caring

memperhatikan klien dari aspek fisik, psikologi, sosial, serta spiritualnya

sedangkan curing menekankan pada aspek kesehatan dan fisik kliennya.

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

13

Satu hal lagi yang dapat dipahami dari perbedaan caring dan curing yaitu

dari aspek tujuan. Tujuan dari perilaku caring, yaitu:

1. Membantu pelaksanaan rencana pengobatan atau terapi.

2. Membantu pasien/ klien beradaptasi dengan masalah kesehatan, mandiri

memenuhi kebutuhan dasarnya, mencegah penyakit, meningkatkan

kesehatan, dan meningkatkan fungsi dari tubuh pasien.

Sedangkan tujuan dari kegiatan curing adalah menentukan dan

menyingkirkan penyebab penyakit atau mengubah problem penyakit dan

penanganannya.

Dari berbagai penjelasan tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa

caring lebih kompleks daripada curing. Karena caring memberikan pelayanan

yang menyangkut seluruh kebutuhan pasien baik fisik, psikologi, sosial maupun

spiritual. Curing hanya bagian dari caring. Sebagai seorang perawat, kita harus

mampu membedakannya dan melakukan caring dengan sebaik-baiknya.

Kesejahteraan klien didapat dari totalitas kita dalam melakukan caring. Caring

tidak akan pernah lepas dari profesi keperawatan. Karena caring merupakan esensi

keperawatan itu sendiri.

2.1.3. Konsep Caring menurut Beberapa Ahli Keperawatan

2.1.3.1 Teori Caring Menurut Watson

Caring merupakan sentral praktik keperawatan, tetapi hal ini lebih penting

dalam kekacauan lingkungan pelayanan kesehatan saat ini. Kebutuhan, tekanan,

batas waktu dalam waktu pelayanan kesehatan saat ini. Kebutuhan, tekanan, batas

waktu dalam lingkungan pelayanan kesehatan berada dalam ruang kecil praktik

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

14

caring yang membuat perawat dan profesi kesehatan klien (Watson, 2006 dalam

Potter dan Perry, 2006). Watson menjelaskan bahwa konsep dia didefinisikan

untuk membawa arti baru untuk paradigma keperawatan adalah “berasal dari

pengalaman empiris klinis dilantik dikombinasikan dengan latar belakang filsafat

saya, intelektual dan experiental : dengan demikian pekerjaan awal saya muncul

dari nila sendiri-sendiri, keyakinan, dan persepsi tentang kepribadian, kehidupan,

kesehatan, dan persepsi tentang kepribadian, kehidupan, kesehatan, dan

penyembuhan ( Watson, 1997 dalam Tomey & Alligood, 2006).

Dalam pandangan keperawatan Jean Watson, manusia diyakini sebagai

person as a whole, as a fully functional integrated self. Jean Watson

mendefinisikan sehat sebagai kondisi yang utuh dan selaras antara badan, pikiran,

dan jiwa, ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian antara diri yang dipersepsikan

dan diri yang diwujudkan. Dari beberapa konsep sehat sakit di atas dapat

dikemukakan beberapa hal prinsip, antara lain:

1. Sehat menggambarkan suatu keutuhan kondisi seseorang yang sifatnya

multidimensional, yang dapat berfluktuasi tergantung dari interrelasi antara

faktor-faktor yang mempengaruhi.

2. Kondisi sehat dapat dicapai, karena adanya kemampuan seseorang untuk

beradaptasi terhadap lingkungan baik internal maupun eksternal.

3. Sehat tidak dapat dinyatakan sebagai suatu kondisi yang terhenti pada titik

tertentu, tetapi berubah-ubah tergantung pada kapasitasnya untuk berfungsi

pada lingkungan yang dinamis.

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

15

Fokus keperawatan ditujukan pada promosi kesehatan dan penyembuhan

penyakit dan dibangun dari sepuluh faktor karatif, yang meliputi :

a. Pembentukan sistem humanistic dan altruistic

Nilai-niai humanistic dan altruistic dipelajari sejak awal kehidupan tetapi

dapat dipengaruhi dengan sangat oleh para pendidik perawat. Faktor ini dapat

didefinisikan sebagai kepuasan melalui pemberian dan perpanjangan dari

kesadaran diri.

b. Penanaman (melalui pendidikan) Faith-Hope

Merupakan hal yang sangat penting dalam caratif dan curatif. Perawat perlu

selalu memiliki berpikir positif sehingga dapat menularkan kepada klien yang

akan membantu meningkatkan kesembuhan dan kesejahteraan klien.

c. Pengembangan sensisitifitas atau kepekaan diri kepada orang lain

Karena pikiran dan emosi seseorang adalah jendela jiwa.

d. Pengembangan hubungan yang bersifat membantu dan saling percaya

Sebuah hubungan saling percaya digambarkan sebagai hubungan yang

memfasilitasi untuk penerimaan perasaan positif dan negatif yang termasuk

dalam hal ini, kejujuran, empati, kehangatan dan komunikasi efektif

e. Meningkatkan dan saling menerima pengungkapan ekspresi perasaan baik

ekpresi perasaan positif maupun negatif

f. Menggunakan metode ilmiah dan menyelesaikan masalah dan pengambilan

keputusan

g. Meningkatkan dan memfasilitasi proses belajar mengajar yang bersifat

interpersonal

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

16

h. Menciptakan lingkungan yang mendukung, melindungi dan meningkatkan

atau memperbaiki keadaan mental, sosial, kultural dan lingkungan spiritual

i. Membantu pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan antusias (kebutuhan-

kebutuhan survival, fungsional, integratif dan grup)

j. Mengembangkan kekuatan faktor excistensial phenomenologic

Dalam praktik keperawatan “caring” ditujukan untuk perawatan kesehatan

yang holistik dalam meningkatkan kontrol, pengetahuan dan promosi kesehatan

(Tomey & Alligood, 2006).

Asumsi dasar teori watson terletak pada 7 asumsi dasar yang menjadi

kerangka kerja dalam pengembangan teori, yaitu:

a. Caring dapat dilakukan dan dipraktikan secara interpersonal.

b. Caring meliputi faktor-faktor karatif yang dihasilkan dari kepuasan terhadap

pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

c. Caring yang efektif akan menigkatkan status kesehatan dan perkembangan

individu dan keluarga.

d. Respon caring adalah menerima seseorang tidak hanya sebagai seseorang

berdasarkan saat ini tetapi seperti apa dia mungkin akan menjadi dimasa

depannya.

e. Caring environment, menyediakan perkembangan potensi dan memberikan

keluasan memilih kegiatan yang terbaik bagi diri seseorang dalam waktu

yang telah ditentukan.

f. Caring bersifat healthogenic daripada sekedar curing. Praktek caring

mengitegrasikan pengetahuan biopisikal dan perilaku manusia untuk

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

17

meningkatkan kesehatan. Dan untuk membantu pasien yang sakit, dimana

caring melengkapi curing.

g. Caring merupakan inti dari keperawatan (Tomey & Alligood, 2006).

Nilai-nilai yang mendasari konsep caring menurut Jean Watson (1979,

dalam Tomey & Alligood, 2006) meliputi:

1. Konsep tentang manusia

Manusia merupakan suatu fungsi yang utuh dari diri yang terintegrasi

(ingin dirawat, dihormati, mendapatkan asuhan, dipahami dan dibantu) Manusia

pada dasarnya ingin merasa dimiliki oleh lingkungan sekitarnya merasa dimiliki

dan merasa menjadi bagian dari kelompok atau masyarakat, dan merasa dicintai

dan merasa mencintai.

2. Konsep tentang kesehatan

Kesehatan merupakan kuutuhan dan keharmonisan pikiran fungsi fisik dan

fungsi sosial. Menekankan pada fungsi pemeliharaan dan adaptasi untuk

meningkatkan fungsi dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kesehatan

merupakan keadaan terbebas dari keadaan penyakit, dan Jean Watson

menekankan pada usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut.

3. Konsep tentang lingkungan

Berdasarkan teori Jean Watson, caring dan nursing merupakan konstanta

dalam setiap keadaan di masyarakat. Perilaku caring tidak diwariskan dari

generasi ke generasi berikutnya, akan tetapi hal tersebut diwariskan dengan

pengaruh budaya sebagai strategi untuk melakukan mekanisme koping terhadap

lingkungan tertentu.

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

18

4. Konsep tentang keperawatan

Keperawatan berfokus pada promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan

caring ditujukan untuk klien baik dalam keadaan sakit maupun sehat.

2.1.3.2. Dimensi Caring Menurut K.M.Swanson

Menurut Swanson (1991 dalam Monica, 2008) ada lima asumsi yang

mendasari konsep caring. 5 konsep tersebut adalah :

a. Maintaining belief

Maintaining belief adalah mempertahankan iman dalam kapasitas orang

lain, untuk mendapatkan melalui suatu peristiwa atau transisi dan menghadapi

masa depan dengan bermakna. Tujuannya adalah untuk memungkinkan yang lain

sehingga dalam batas-batas kehidupannya, ia mampu menemukan makna dan

mempertahankan sikap yang penuh harapan.

b. Knowing

Knowing adalah berjuang untuk memahami peristiwa seperti yang

memiliki makna dalam kehidupan yang lain. Mengetahui melibatkan untuk

menghindari asumsi tentang makna dari suatu peristiwa dengan yang merawat,

yang berpusat pada kebutuhan lain, melakukan kajian mendalam, mencari

petunjuk verbal dan nonverbal, dan mengikutsertakan dari keduanya.

c. Being with

Being with adalah secara emosional hadir untuk yang lain dengan

menyampaikan ketersediaan berkelanjutan, perasaan berbagi, dan pemantauan

yang peduli memberikan tidak membebani orang dirawat.

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

19

d. Doing for

Doing for adalah melakukan untuk yang lain apa yang dia akan lakukan

untuk diri sendiri jika hal itu mungkin. Melakukan untuk yang lain berarti

memberikan perawatan yang nyaman, protektif, dan antisipatif, serta menjalankan

tugasnya terampil dan kompeten sambil menjaga martabat orang tersebut.

e. Enabling

Enabling adalah memfasilitasi bagian yang lain melalui transisi kehidupan

dan peristiwa asing dengan memberi informasi, menjelaskan, mendukung, dengan

fokus pada masalah yang relevan, berfikir melalui masalah, dan menghasilkan

alternatif, sehingga meningkatkan penyembuhan pribadi klien, pertumbuhan, dan

perawatan diri.

2.1.4 Komponen Caring Menurut Beberapa Ahli Keperawatan

2.1.4.1 Komponen Caring Menurut Simon Roach

Menurut Roach (1995 dalam Kozier, Barbara, et.al, 2007) ada lima

komponen caring. 5 komponen tersebut adalah:

a. Compassion (kasih sayang)

Compassion adalah kepekaan terhadap kesulitan dan kepedihan orang lain

dapat berupa membantu seseorang untuk tetap bertahan, memberikan kesempatan

untuk berbagi, dan memberi ruang bagi orang lain untuk berbagi perasaan, serta

memberikan dukungan secara penuh.

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

20

b. Competence (kemampuan)

Competence adalah memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan,

pengalaman, energi dan motivasi sebagai rasa tanggung jawab terhadap profesi.

Compassion tanpa competence akan terjadi kelalaian klinis, sebaliknya

competence tanpa compassion menghasilkan suatu tindakan.

c. Confidence (kepercayaan diri)

Confidence adalah suatu keadaan untuk memelihara hubungan antar

manusia dengan penuh percaya diri. Confidence dapat berupa ekpresi caring yang

meningkatkan kepercayaan tanpa mengabaikan kemampuan orang lain

d. Concience (suara hati)

untuk

tumbuh dan menyampaikan kebenaran.

Perawat memiliki standar moral yang tumbuh dari sistem nilai

humanistik altruistik (peduli kesejahteraan orang lain) yang dianut dan

direfleksikan pada tingkah lakunya.

e. Commitment

Melakukan tugas secara konsekuen dan berkualitas terhadap tugas, orang,

karier yang dipilih.

2.1.4.2 Komponen Caring Menurut K. M. Swanson

Swanson (1991) dalam Middle Theory of Caring mendeskripsikan 5

proses caring menjadi lebih praktis, yaitu (1) ”Komponen Mempertahankan

Keyakinan”, mengaktualisasi diri untuk menolong orang lain, mampu menolong

orang lain dengan tulus, memberikan ketenangan kepada klien, dan memiliki

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

21

sikap yang positif. (2) “Komponen Pengetahuan”, memberikan pemahaman klinis

tentang kondisi dan situasi klien, melakukan setiap tindakan berdasarkan aturan,

dan menghindari terjadinya komplikasi. (3) “Komponen Kebersamaan”, hadir

secara emosional dengan orang lain, mampu berbagi dengan klien secara tulus,

dan membangun kepercayaan dengan klien. (4) “ Komponen Tindakan yang

Dilakukan”, tindakan terapeutik seperti membuat nyaman, antisipasi bahaya, dan

intervensi yang kompeten. (5) “Komponen Memungkinkan”, memberikan

informed consent pada setiap tindakan, memberikan respon yang positif terhadap

keluhan klien (Monica, 2008).

2.1.5 Manfaat Caring

Pemberian pelayanan keperawatan yang didasari oleh perilaku caring

perawat mampu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Penerapan caring

yang diintegrasikan dengan pengetahuan biofisikal dan pengetahuan mengenai

perilaku manusia akan dapat meningkatkan kesehatan individu dan memfasilitasi

pemberian pelayanan kepada pasien. Watson (1979 dalam Tomey & Alligod,

2006) menambahkan bahwa caring yang dilakukan dengan efektif dapat

mendorong kesehatan dan pertumbuhan individu. Selain itu, William (1997)

dalam penelitiannya, menemukan adanya hubungan yang signifikan antara

persepsi mengenai perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien terhadap

pelayanan keperawatan. Dengan demikian, perilaku caring yang ditampilkan oleh

seorang perawat akan mempengaruhi kepuasan klien.

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

22

Perilaku caring perawat tidak hanya mampu meningkatkan kepuasan

klien, namun juga dapat menghasilkan keuntungan bagi rumah sakit. Godkin dan

Godkin (2004) menyampaikan bahwa perilaku caring dapat mendatangkan

manfaat finansial bagi industri pelayanan kesehatan. Issel dan Khan (1998)

menambahkan bahwa perilaku caring staf kesehatan mempunyai nilai ekonomi

bagi rumah sakit karena perilaku ini berdampak bagi kepuasan pasien. Dengan

demikian, secara jelas dapat diketahui bahwa perilaku caring perawat dapat

memberikan kemanfaatan bagi pelayanan kesehatan karena dapat meningkatkan

kesehatan dan pertumbuhan individu serta meningkatakan kepuasan pasien

sehingga akan meningkatkan kunjungan pasien ke rumah sakit dan pada akhirnya

memberikan keuntungan finansial bagi rumah sakit.

2.1.6 Perilaku Caring

Daftar dimensi caring (Caring Dimensions Inventory = CDI) yang

didesain oleh Watson dan Lea (1997 dalam Muchlisin & Ichsan, 2008) merupakan

instrumen yang dikembangkan untuk meneliti perilaku perawat (perilaku caring).

Daftar dimensi caring tersebut antara lain:

CDI 1. Membantu klien dalam ADL.

CDI 2. Membuat catatan keperawatan mengenai klien.

CDI 3. Merasa bersalah /menyesal kepada klien

CDI 4. Memberikan pengetahuan kepada klien sebagai individu

CDI 5. Menjelaskan prosedur klinik

CDI 6. Berpakaian rapi ketika bekerja dengan klien

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

23

CDI 7. Duduk dengan klien

CDI 8. Mengidentifikasi gaya hidup klien

CDI 9. Melaporkan kondisi klien kepada perawat senior

CDI 10. Bersama klien selama prosedur klinik

CDI 11. Bersikap manis dengan klien

CDI 12. Mengorganisasi pekerjaan dengan perawat lain untuk klien

CDI 13. Mendengarkan klien

CDI 14. Konsultasi dengan dokter mengenai klien

CDI 15. Menganjurkan klien mengenai aspek self care

CDI 16. Melakukan sharing mengenai masalah pribadi dengan klien

CDI 17. Memberikan informasi mengenai klien

CDI 18. Mengukur tanda vital klien

CDI 19. Menempatkan kebutuhan klien sebelum kebutuhan pribadi

CDI 20. Bersikap kompeten dalam prosedur klinik

CDI 21. Melibatkan klien dalam perawatan

CDI 22. Memberikan jaminan mengenai prosedur klinik

CDI 23. Memberikan privacy kepada klien

CDI 24. Bersikap gembira dengan klien

CDI 25. Mengobservasi efek medikasi kepada klien

Hasil penelitian Amanda et al (1998 dalam Muchlisin & Ichsan, 2008)

menjelaskan bahwa semua item pada CDI mempunyai korelasi positif dengan

item lainnya kecuali CDI no. 3 dan 16.

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

24

2.1.6.1 Perilaku Caring dalam Praktik Keperawatan

Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaan empati pada

orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi. Caring adalah sentral untuk

praktik keperawatan karena caring merupakan suatu cara pendekatan yang

dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan kepeduliannya

kepada klien. Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting

terutama dalam praktik keperawatan (Sartika, 2010).

Tindakan caring bertujuan untuk memberikan asuhan fisik dan

memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien.

Kemudian caring juga menekankan harga diri individu, artinya dalam melakukan

praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu menghargai klien dengan

menerima kelebihan maupun kekurangan klien sehingga bisa memberikan

pelayanan kesehatan yang tepat.

Tiga aspek penting yang mendasari keharusan perawat untuk care

terhadap orang lain. Aspek ini adalah aspek kontrak, aspek etika, dan aspek

spiritual dalam caring terhadap orang lain yang sakit.

1. Aspek kontrak

Telah diketahui bahwa, sebagai profesional, kita berada di bawah

kewajiban kontrak untuk care. Radsma (1994) mengatakan, “perawat memiliki

tugas profesional untuk memberikan care”. Untuk itu, kita sebagai perawat yang

profesional diharuskan untuk bersikap care sebagai kontrak kerja kita.

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

25

2. Aspek etika

Pertanyaan etika adalah pertanyaan tentang apa yang benar atau salah,

bagaimana membuat keputusan yang tepat, bagaimana bertindak dalam situasi

tertentu. Jenis pertanyaan ini akan memengaruhi cara perawat memberikan

asuhan. Seorang perawat harus care karena hal itu merupakan suatu tindakan yang

benar dan sesuatu yang penting. Dengan care perawat dapat memberikan

kebahagiaan bagi orang lain.

3. Aspek spiritual

Di semua agama besar di dunia, ide untuk saling caring satu sama lain

adalah ide utama. Oleh karena itu, berarti bahwa perawat yang religious adalah

orang yang care, bukan karena dia seorang perawat tetapi lebih karena dia adalah

anggota suatu agama atau kepercayaan, perawat harus care terhadap klien.

Caring dalam praktik keperawatan dapat dilakukan dengan

mengembangkan hubungan saling percaya antara perawat dan klien.

Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan bentuk komunikasi untuk

menjalin hubungan dalam keperawatan. Perawat bertindak dengan cara yang

terbuka dan jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan klien.

Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain yang sering diekspresikan

melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah, dan

lain-lain (Kozier & Erb, 1985 dalam Nurachmah, 2001).

Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif yaitu kebutuhan

biofisik, psikososial, psikofisikal dan interpersonal klien. Pemenuhan kebutuhan

yang paling mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang selanjutnya.

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

26

Perawat juga harus memberikan informasi kepada klien. Perawat

bertanggungjawab akan kesejahteraan dan kesehatan klien.

Caring mempuyai manfaat yang begitu besar dalam keperawatan dan

seharusnya tercermin dalam setiap interaksi perawat dengan klien, bukan

dianggap sebagai sesuatu yang sulit diwujudkan dengan alasan beban kerja yang

tinggi, atau pengaturan manajemen asuhan keperawatan ruangan yang kurang

baik. Pelaksanaan caring akan meningkatkan mutu asuhan keperawatan,

memperbaiki image perawat di masyarakat dan membuat profesi keperawatan

memiliki tempat khusus di mata para pengguna jasa pelayanan kesehatan.

2.1.7 Proses Keperawatan Dalam Teori Caring

Watson (1979 dalam Muchlisin & Ichsan, 2008) menekankan bahwa proses

keperawatan memiliki langkah-langkah yang sama dengan proses riset ilmiah,

karena kedua proses tersebut mencoba untuk menyelesaikan masalah dan

menemukan solusi yang terbaik. Lebih lanjut Watson menggambarkan kedua

proses tersebut sebagai berikut:

a. Pengkajian

Meliputi observasi, identifikasi, dan review masalah; menggunakan

pengetahuan dari literature yang dapat diterapkan, melibatkan pengetahuan

konseptual untuk pembentukan dan konseptualisasi kerangka kerja yang

digunakan untuk memandang dan mengkaji masalah danpengkajian juga meliputi

pendefinisian variabel yang akan diteliti dalam memecahkan masalah Watson

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

27

(1979 dalam Julia, 1995) menjelaskan kebutuhan yang harus dikaji oleh perawat

yaitu:

1. Lower order needs (biophysical needs) yaitu kebutuhan untuk tetap hidup

meliputi kebutuhan nutrisi, cairan, eliminasi, dan oksigenisasi.

2. Lower order needs (psychophysical needs) yaitu kebutuhan untuk

berfungsi, meliputi kebutuhan aktifitas, aman, nyaman, seksualitas.

3. Higher order needs (psychosocial needs), yaitu kebutuhan integritas yang

meliputi kebutuhan akan penghargaan dan beraffiliasi.

4. Higher order needs (intrapersonalinterpersonal needs), yaitu kebutuhan

untuk aktualisasi diri.

b. Perencanaan:

Perencanaan membantu untuk menentukan bagaimana variable-variabel

akan diteliti atau diukur, meliputi suatu pendekatan konseptual atau desain untuk

memecahan masalah yang mengacu pada asuhan keperawatan serta meliputi

penentuan data apa yang akan dikumpulkan dan pada siapa dan bagaimana data

akan dikumpulkan.

c. Implementasi:

Merupakan tindakan langsung dan implementasi dari rencana serta

meliputi pengumpulan data.

d. Evaluasi

Merupakan metode dan proses untuk menganalisa data, juga untuk

meneliti efek dari intervensi berdasarkan data serta meliputi interpretasi hasil,

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

28

tingkat dimana suatu tujuan yang positif tercapai, dan apakah hasil tersebut dapat

digeneralisasikan.

2.1.8 Persepsi Perawat Tentang Perilaku Caring

Berlawanan dengan perspektif pasien, Ford (1981 dalam Morrison &

Burnard, 2009) menggunakan sampel terdiri dari hampir 200 orang perawat

untuk mendefinisikan caring dalam kata-kata mereka sendiri dan untuk

menggambarkan perilaku caring yang mereka lakukan. Sebuah kuesioner

digunakan untuk mengumpulkan data. Analisis data mengungkapkan dua kategori

mayor yang merefleksikan: (1) perhatian tulus terhadap terhadap kesejahteraan

orang lain, dan (2) mempersembahkan diri sendiri.

Beberapa contoh perilaku caring yang dijelaskan oleh perawat dalam

penelitian adalah mendengarkan, menolong, menunjukan rasa hormat, dan

mendukung tindakan orang lain. Sudut pandang perawat gagal menitikberatkan

dimensi “tugas” yang ditekankan dalam penelitian lain yang melibatkan persepsi

pasien, seperti yang dilaporkan oleh Brown (1982) sebagaimana yang telah

dijelaskan di atas.

Forrest (1989, dalam Morrison & Burnard, 2009) memberikan analisis

fenomenologis mengenai pengalaman perawat dalam caring terhadap pasien.

Pendekatan fenomenologis dikarakteristikkan dengan penekanannya pada

pengalaman hidup. Pendekatan tersebut berupaya memahami fenomena (dalam

hal ini caring terhadap orang lain) dari perspektif individu yang sedang diteliti.

Aksennya adalah pada kedalaman bukan kuantitas dari data yang dikumpulkan,

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

29

dan prosedur analisis yang sangat ketat juga harus dipatuhi. Dalam studi ini hanya

17 informan yang terlibat. Dua kategori mayor teridentifikasi, yaitu: (1) definisi

caring dan (2) faktor yang mempengaruhi caring.

Kategori pertama “definisi caring” dibagi lagi menjadi dua sub-kategori:

keterlibatan dan interaksi. Kategori kedua “faktor yang mempengaruhi caring”,

dibagi lagi menjadi lima tema: diri sendiri, pasien, frustasi, koping, dan

kenyamanan, serta dukungan. Sekali lagi perhatikan bagaimana perbedaan

pendekatan terhadap masalah mempengaruhi tipe data yang muncul dari riset.

Dengan strategi yang sangat kualitatif dan mendalam, muncul gambaran detail

yang menyampaikan beberapa faktor kompleks yang mempengaruhi caring dalam

keperawatan.

2.1.9 Persepsi Pasien Tentang Perilaku Caring

Penilaian terhadap seorang perawat dapat terlihat dari perilaku Caring

yang dimiliki perawat. Teori Caring Swanson menyajikan permulaan yang baik

untuk memahami kebiasaan dan proses karakteristik pelayanan. Teori Caring

Swanson (1991 dalam Monica, 2008) menjelaskan tentang proses Caring yang

terdiri dari bagaimana perawat mengerti kejadian yang berarti di dalam hidup

seseorang, hadir secara emosional, melakukan suatu hal kepada orang lain sama

seperti melakukan terhadap diri sendiri, memberi informasi dan memudahkan

jalan seseorang dalam menjalani transisi kehidupan serta menaruh kepercayaan

seseorang dalam menjalani hidup (Potter & Perry, 2005).

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

30

Mengenali kebiasaan perawat yang dirasakan klien sebagai Caring

menegaskan apa yang klien harapkan dari pemberi pelayanan. Kemudian, klien

menilai efektivitas perawat dalam menjalankan tugasnya. Klien juga menilai

pengaruh dari pelayanan keperawatan. Sikap pelayanan yang dinilai klien terdiri

dari bagaimana perawat menjadikan pertemuan yang bermakna bagi klien,

menjaga kebersamaan, dan bagaimana memberikan perhatian penuh.

Perbedaan persepsi klien dapat terlihat dari contoh berikut. Contoh

pertama, perawat masuk ke kamar klien dengan memberi salam dan senyuman,

lalu melakukan kontak mata, kemudian duduk, menyentuh klien dan bertanya

tentang apa yang ada dipikiran klien lalu mendengarkannya, kemudian memeriksa

cairan intravena, mengkaji, dan memeriksa rangkuman tanda vital klien sebelum

meninggalkan ruangan. Contoh kedua, perawat masuk ke kamar klien kemudian

memeriksa cairan intravena, memeriksa rangkuman tanda vital, melakukan salam

tanpa duduk dan menyentuh klien, perawat bertanya tentang keadaan klien

kemudian pergi.

Pada contoh pertama terlihat kepedulian dan keramahan perawat sehingga

klien merasa nyaman. Contoh kedua mengekspresikan ketidakpedulian terhadap

masalah klien sehingga klien merasa kurang nyaman. Persepsi klien dapat

berbeda-beda karena semua klien memiliki ciri khas. Persepsi klien menjadi hal

yang penting bagi perawat dalam meningkatkan kemampuan.

Penelitian terhadap persepi klien penting karena pelayanan merupakan

fokus terbesar dari tingkat kepuasan klien. Tingkat kepuasan klien dapat dinilai

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

31

dari bagaimana klien menggunakan sistem pelayanan kesehatan. Apa keuntungan

yang klien dapat juga sebagai indikator tingkat kepuasan klien.

Jika perawat memili sikap sensitif, simpatik, melindungi klien, memberi

kenyamanan, menunjukkan kemampuan, maka klien merasa lebih dekat serta

mudah berbagi perasaan yang dimilikinya. Klien merasa semakin puas saat

perawat melakukan tindakan Caring. Pelayanan keperawatan yang baik terdiri

dari perhatian yang penuh, hubungan kerja yang baik, serta perilaku Caring.

Kepuasan klien tidak hanya terlihat dari kepuasan pelayanan kesehatan tetapi juga

kepuasan terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.

Kepuasan klien juga merupakan faktor penting dalam memutuskan

kembali untuk berobat atau menjalani tindakan keperawatan. Tindakan Caring

membangun kepercayaan klien terhadap kemampuan perawat dalam memberikan

pelayanan. Kepercayaan pada tindakan keperawatan juga memunculkan

kepercayaan terhadap institusi kesehatan.

Hal yang penting adalah mengetahui bagaimana klien menerima Caring

dan pendekatan apa yang paling baik dalam menyelenggarakan pelayanan. Sikap

Caring merupakan permulaan yang baik. Hal ini juga penting untuk menjelaskan

persepsi dan harapan khusus klien. Membangun suatu hubungan yang baik

terhadap klien dapat membantu perawat mengetahui apa yang penting bagi klien.

Sikap ini juga membantu perawat mengatasi perbedaan antara persepsi perawat

dan klien tentang Caring. Perawat harus mengetahui siapa klien dan mengenali

klien agar suatu hubungan yang baik terwujud dan perawat mampu memilih

pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan klien.

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

32

2.1.10 Cara Mengukur Perilaku Caring

Perilaku caring dapat diukur dengan beberapa alat ukur (tools) yang telah

dikembangkan oleh para peneliti yang membahas ilmu caring. Beberapa

penelitian tentang caring bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Watson (2009)

menyatakan bahwa pengukuran caring merupakan proses mengurangi

subyektifitas, fenomena manusia yang bersifat invisible (tidak terlihat) yang

terkadang bersifat pribadi, ke bentuk yang lebih obyektif. Oleh karena itu,

penggunaan alat ukur formal dapat mengurangi subyektifitas pengukuran perilaku

caring.

Tujuan pemakaian alat ukur formal pada penelitian keperawatan tentang

perilaku caring antara lain: untuk memperbaiki caring secara terus menerus

melalui penggunaan hasil (outcomes) dan intervensi yang berarti untuk

memperbaiki praktik keperawatan; sebagai studi banding (benchmarking)

struktur, setting, dan lingkungan yang lebih menujukkan caring; mengevaluasi

konsekuensi caring dan non caring pada pasien maupun perawat. Alat ukur

formal caring dapat menghasilkan model pelaporan perawatan pada area praktik

tertentu, mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan proses caring dan melakukan

intervensi untuk memperbaiki dan menghasilkan model praktik yang lebih

sempurna. Selain itu, penggunaan alat ukur formal dapat meningkatkan

pengetahuan dan pemahaman tentang hubungan caring, kesehatan dan proses

kesembuhan dan sebagai validasi empiris untuk memperluas teori caring serta

memberikan petunjuk baru bagi perkembangan kurikulum, keilmuan

keperawatan, dan ilmu kesehatan termasuk penelitian (Watson, 2009).

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

33

Pengukuran perilaku caring perawat dapat dilakukan melalui pengukuran

persepsi pasien terhadap perilaku caring perawat. Penggunaan persepsi pasien

dalam pengukuran perilaku caring perawat dapat memberikan hasil yang lebih

sensitif karena pasien adalah individu yang menerima langsung perilaku dan

tindakan perawat termasuk perilaku caring (Rego, Godinho, McQueen, 2008).

Beberapa alat ukur formal yang mengukur perilaku caring perawat

berdasarkan persepsi pasien antara lain caring behaviors assesment tool

(digunakan oleh Cronin dan Harrison, 1988), caring behavior checklist and client

perception of caring (digunakan oleh McDaniel, 1990), caring professional scale

(digunakan oleh Swanson, 2000), caring assesment tools (digunakan oleh Duffy,

1992, 2001), caring factor survey (digunakan oleh Nelson, Watson, dan

Inovahelath, 2008).

Caring behaviors assesment tool (CBA) dilaporkan sebagai salah satu alat

ukur pertama yang dikembangkan untuk mengkaji caring. CBA dikembangkan

berdasarkan teori Watson dan menggunakan 10 faktor karatif. CBA terdiri dari 63

perilaku caring perawat yang dikelompokkan menjadi 7 subskala yang

disesuaikan 10 faktor karatif Watson. Tiga faktor karatif pertama dikelompokkan

menjadi satu subskala. Enam faktor karatif lainnya mewakili semua aspek dari

caring. Alat ukur ini menggunakan skala Likert (5 poin) yang merefleksikan

derajat perilaku caring menurut persepsi pasien (Watson, 2009).

Validitas dan reliabilitas alat ukur ini telah diuji oleh empat ahli

berdasarkan teori Watson. Cronin dan Harrison (1988 dalam Watson, 2009)

meneliti 22 pasien infark miokard, kemudian Huggins et.al (1993 dalam Watson,

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

34

2009) meneliti 288 pasien ruang emergensi. Mereka menggunakan Alpa Cronbach

pada 7 subskala yang berkisar antara 0,66 sampai 0.90.

Selain itu, Schultz, et.al. (1999 dalam Watson 2009) menggunakan alat

ukur ini dengan tes reliabilitas dengan kisaran 0.71 sampai 0,88 pada subskala,

dan Alpa Cronbach 0.93 pada skala total. Penelitian terbaru oleh Manogin,

Bechtel, dan Rami (2000 dalam Watson, 2009) menggunakan CBA, mereka

melaporkan reliabilitas Alpa Cronbach tiap subskala berkisar dari 0,66 sampai

0.90. Cronin dan Harrison (1988 dalam Watson 2009) menemukan dua perilaku

caring paling penting menurut pasien yaitu “membuat saya merasa sebagai

seseorang jika saya membutuhkan mereka”, dan “tahu apa yang mereka lakukan”.

Sedangkan perilaku caring yang paling tidak penting menurut pasien adalah

“mendatangi saya ketika saya pindah ke rumah sakit lain” dan “menanyakan

kepada saya apa nama panggilan kesukaan saya”. Ini menunjukan bahwa perilaku

caring yang paling penting menurut pasien yaitu bagaimana perawat

menampilkan kemampuan profesionalnya.

Alat ukur caring behavior checklist (CBC) and client percepstion of

caring (CPC) dikembangkan oleh McDaniel (1990 dalam Watson 2009) dengan

dua jenis pengukuran. McDaniel membedakan “caring for” dan “caring about”.

CBC didesain untuk mengukur ada tidaknya perilaku caring (observasi). CPC

merupakan kuesioner yang mengukur respon pasien terhadap perilaku caring

perawat. Dua alat ukur ini digunakan bersama-sama untuk melihat proses caring.

CBC terdiri dari 12 item perilaku caring. Alat ukur ini membutuhkan seorang

observer yang menilai interaksi perawat-pasien selama 30 menit. Rentang nilai 0

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

35

(nol) sampai 12 (dua belas), nilai tertinggi menunjukkan ada perilaku caring yang

ditampilkan. CPC ditunjukkan kepada pasien setelah diobservasi. Alat ukur ini

terdiri dari 10 item dengan 6 rentang skala. Rentang skor 10 sampai 60, dimana

skor tertinggi menunjukkan derajat perilaku caring yang ditunjukkan yang

dipersepsikan pasien bernilai tinggi, begitu juga sebaliknya (McDaniel, 1990

dalam Watson, 2009).

Validitas CBC menggunakan Content Validity Index (CVI) yakni sebesar

0,80. Reliabilitas CPC menggunakan konsistensi internal yakni alpa sebesar 0.81.

reliabilitas CBC menggunakan pernyataan interater dan dihasilkan nilai rentang

0,76 sampai1,00, dimana 8 dari 12 item adalah 0,90 atau di atas rata-rata

(McDaniel, 1990 dalam Watson, 2009).

Alat ukur caring professional scale (CPS) dikembangkan oleh Swanson

(2000, dalam Watson 2009) dengan menggunakan teori caring Swanson (suatu

middle range theory yang dikembangkan berdasarkan penelitiannya pada 185 ribu

yang mengalami keguguran). CPS terdiri dari dua subskala analitik yaitu

Compassoionate Healer dan Competent Practitioner, yang berasal dari 5

komponen caring Swanson yakni mengetahui, keberadaan, melakukan tindakan,

memampukan, dan mempertahankan kepercayaan.

CPS terdiri dari 14 item dengan 5 skala Likert. Validitas dan reliabilitas

CPS dikembangkan dengan menghubungkan alat ukur CPS dengan subskala

empati The Barret-Lenart Relationship Inventory (r=0,61, p<0,001). Nilai

estimasi Alpa Cronbach untuk konsistensi internal digunakan untuk

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

36

membandingkan beberapa tenaga kesehatan advance practice nurse (0,74 sampai

0,96), nurse (0,97), dan dokter (0.96).

Alat ukur caring assesment tools (CAT) dikembangkan oleh Duffy (1990

dalam Watson, 2009) pada program doktoralnya. Alat ukur ini didesain untuk

penelitian deskriptif korelasi. CAT menggunakan konsep teori Watson dan

mengukur 10 faktor kuratif. Alat ukur ini terdiri dari 100 item dengan

menggunakan skala Likert dari 1 (caring rendah) sampai 5 (caring tinggi),

sehingga kemungkinan skor total berkisar antara 100 samapai 500. Sampel

penilitian yang digunakan saat itu dalah 86 pasien medikal bedah.

Duffy (1993 dalam Watson 2009) mengembangkan CAT versi admin

(CAT-admin) yang mengukur persepsi perawat tentang manajer mereka untuk

administrasi riset keperawatan. Alat ukur ini menambahkan pertanyaan kualitatif

pada versi CAT original, dan masih menggunakan 10 faktor karatif. CAT-admin

diuji pada 56 perawat part-time dan full-time, dan diperoleh nilai Alpa Cronbach

sebesar 0,98. Kemudian pada tahun 2001, CAT dikembangkan oleh Duffy ke

versi CAT-edu yang didesain menggunakan pendidikan keperawatan, dengan

sampel 71 siswa program sarjana dan magister. CAT-edu terdiri dari 95 item

pertanyaan dengan 5 poin skala Likert. Nilai Alpa Cronbach sebesar 0,98.

Caring factor survey (CFS) merupakan alat ukur terbaru yang menguji

hubungan caring dan cinta universal (caritas). Caritas merupakan merupakan

pandangan baru Watson tentang caring (2008). CFS mengkaji penggunaan caring

fisik, mental, dan spiritual yang dilaporkan oleh pasien yang mereka lewat. CFS

dikembangkan oleh Karen Drenkard, John Nelson, Gene Rigotti dan Jean Watson

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

37

dengan bantuan program riset dari Inovahealth di Virginia. Alat ukur ini awalnya

terdiri 20 item kemudian direduksi menjadi 10 item pertanyaan, tiap pernyataan

mewakili satu proses caritas. CFS menggunakan skala Likert dari 1 sampai 7.

Skala terendah (1-3) mengindikasi tidak setuju, 7 sangat setuju, dan 4 netral.

Semua item berupa pernyataan positif, ditujukan kepada pasien atau keluarga

pasien. Nilai Alpa Cronbach pada 20 pernyataan adalah 0,70 kemudian 20 item

tersebut direduksi menjadi 10 item untuk menaikkan nilai Alpa Cronbach

(Watson, 2009).

Beberapa alat ukur di atas merupakan instumen yang dapat digunakan

untuk mengukur perilaku caring perawat menurut persepsi pasien. Penilaian ini

tentunya sangat bergantung dari persepsi pasien terhadap tindakan atau pelayanan

yang diterimanya dari perawat.

2.2 Keperawatan Perioperatif

2.2.1 Pengertian

Keperawatan perioperatif adalah hasil dari perkembangan keperawatan

kamar operasi. Fokus keperawatan perioperatif sekarang adalah pasien, bukan

prosedur atau teknik (patient-oriented, bukan task-oriented). Pembedahan dibagi

atas tiga fase atau tahap, yaitu pra operatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. Ketiga

tahap ini disebut ini periode perioperatif (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

Fase praoperatif dimulai ketika keputusan diambil untuk melaksanakan

intervensi pembedahan. Termasuk dalam kegiatan perawatan dalam tahap ini

adalah pengkajian praoperasi mengenai status fisik, psikologis, dan sosial pasien,

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

38

rencana keperawatan mengenai persiapan pasien untuk pembedahannya, dan

implementasi intervensi keperawatan yang telah direncanakan. Tahap ini berakhir

ketika pasien diantar ke kamar operasi dan diserahkan ke perawat bedah untuk

perawatan selanjutnya (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

Fase intraoperatif dimulai ketika pasien dipindahkan ke meja operasi.

Tahap ini berakhir ketika pasien dipindahkan ke post anesthesia care unit (PACU)

atau yang dahulu disebut ruang pemulihan (recovery room, RR). Dalam tahap ini,

tanggung jawab perawat terfokus pada kelanjutan dari pengkajian fisiologis,

psikologis dan mengimplementasikan intervensi untuk keamanan dan privasi

pasien, mencegah infeksi luka, dan mempercepat penyembuhan. Termasuk

intervensi keperawatan yang spesifik adalah memberi dukungan emosional ketika

anestesia dimulai (induksi anestesia) dan selama prosedur pembedahan

berlangsung, mengatur dan mempertahankan posisi tubuh yang fungsional,

mempertahankan asepsis, melindungi pasien dari bahaya arus listrik (dan alat-alat

yang dipakai seperti electrocautery), membantu mempertahankan keseimbangan

cairan dan elektrolit, menjamin ketepatan hitungan kasa dan instrumen, membantu

dokter bedah, mengadakan komunikasi dengan keluarga pasien dan anggota tim

kesehatan yang lain.

Fase pascaoperatif dimulai dengan pemindahan pasien ke PACU dan

berakhir pada waktu pasien dipulangkan dari rumah sakit. Termasuk dalam

kegiatan perawatan adalah mengkaji perubahan fisik dan psikologis; memantau

kepatenan jalan napas, tanda-tanda vital, dan status neurologis secara teratur;

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

39

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit; mengkaji secara akurat serta

haluaran dari semua drain (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

2.2.2 Penatalaksanaan Keperawatan

Pada pertemuan pertama dengan pasien, perawat sudah mulai melakukan

pengkajian dan diteruskan selama periode perioperatif. Pengkajian yang dibuat

harus holistik, yaitu menyangkut kebutuhan fisiologis, psikologis, spiritual, dan

sosial pasien dan keluarga atau orang penting bagi pasien. Riwayat kesehatan

yang lengkap harus dikaji agar faktor yang menjadi risiko pembedahan dapat

diketahui dan dicegah atau dikurangi (Gruendemann & Fernsebner, 2006).

2.2.3. Pengkajian

2.2.3.1 Riwayat Keperawatan/Kesehatan

Pengumpulan data subjektif praoperasi meliputi usia, alergi (iodin, medikasi,

lateks, larutan antiseptik, atau larutan pencuci kulit, plester), obat dan zat lain

yang sedang dipakai (obat dari dokter, obat dibeli sendiri tanpa resep dari dokter,

rokok, lakohol), tinjauan sistem tubuh, pengalaman pembedahan yang dulu dan

yang sekarang, latar belakang kebudayaan (termasuk kepercayaan, keyakinan,

agama), dan psikososial (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

a. Usia.

Usia bisa mempengaruhi pembedahan dan hasil pascaoperasi. Pada usia 30-40

tahun, kapasitas fungsional dari sistem tubuh menurun sekitar 1% setiap tahunnya.

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

40

b. Alergi.

Pasien harus dikaji untuk mengetahui adanya alergi terhadap iodin, lateks,

obat-obatan, larutan antiseptik, atau larutan pencuci kulit, plester. Informasi

mengenai alergi penting sekali karena hampir semua bahan tersebut dipakai dalam

pembedahan.

c. Obat dan zat yang digunakan.

Data mengenai pemakaian obat-obatan (yang dibeli sendiri) atau zat tertentu,

rokok, dan alkohol harus dikaji. Data ini penting sekali karena zat atau obat-

obatan ini dapat menimbulkan efek yang tidak baik pada anestesia dan berisiko

menimbulkan komplikasi intraoperasi dan pascaoperasi. Penyalahgunaan obat

tertentu atau alkohol dapat mengubah efek anestetik dan analgesik.

d. Riwayat medis.

Pemeriksaan ulang terhadap sistem tubuh sangat penting untuk mengetahui

status imunologis, endokrin, kardiovaskular, pernapasan, ginjal, gastrointestinal,

neurologis, muskuloskeletal, dam dermatologis. Perawat menggali riwayat

penyakit sistemik atau kronis yang perrnah dialami pasien. Pasien kronis atau

sistemik bisa meningkatkan potensi komplikasi intraoperasi dan pascaoperasi.

e. Status nutrisi.

Pasien dengan gangguan nutrisi berisiko tinggi mengalami komplikasi karena

pembedahan atau anestesi. Individu yang cenderung memiliki nutrisi yang tidak

adekuat adalah mereka yang lanjut usia, yang mengalami gangguan

gastrointestinal atau malignansi.

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

41

f. Pengalaman pembedahan terdahulu dan sekarang.

Pengertian pasien mengenai pembedahan yang akan dilaksanakan dan rutinitas

praoperasi dan pascaoperasi harus dikaji. Perawat perlu juga mengkaji harapan

pasien terhadap pembedahan yang akan dijalaninya. Di samping itu, perlu juga

informasi dari pasien mengenai pengalamannya tentang pembedahan dan anestesi

yang pernah dialaminya.. data ini bisa membuat dokter bedah, ahli anestesi, dan

perawat sadar akan respons pasien dan komplikasi yang mungkin bisa timbul.

g. Latar belakang budaya dan agama.

Kebudayaan dan kepercayaan bisa mempengaruhi respons seorang terhadap

kesehatan, sakit, pembedahan, dan kematian. Perawat harus sadar akan perbedaan

kebudayaan agar ia bisa mengerti respons pasien dan keluarganya terhadap

pembedahan dan nyeri yang dialami pasien. Ajaran agama dan iman bisa menjadi

sumber kekuatan dan penghiburan untuk pasien dan keluarga. Perbedaan ajaran

agama perlu juga diperhatikan dan dihargai.

h. Psikososial.

Pengkajian psikososial, yaitu data subjektif dan objektif. Pengetahuan dan

persepsi pasien tentang pembedahannya dapat ditanyakan langsung pada pasien.

Pengetahuan pasien mengenai pembedahannya perlu diketahui oleh perawat agar

perawat dapat memberi penjelasan lebih lanjut. Perawat juga perlu mengetahui

bagaimana persepsi pasien mengenai pembedahannya karena biasanya berespons

sesuai persepsinya (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

42

2.2.4 Pemeriksaan fisik dan diagnostik

Perawat melakukan pemeriksaan “head to toe” (dari kepala sampai ke ibu

jari kaki). Pada tahap praoperatif, data objektif dikumpulkan dengan dua tujuan,

yaitu memperoleh data dasar (baseline data) untuk digunakan sebagai pembanding

data pada tahap intraoperatif dan tahap pascaoperatif dan mengetahui masalah

potensial yang memerlukan penanganan sebelum pembedahan dilaksanakan

(Gruendemann & Fernsebner, 2006).

Pengkajian praoperasi mengenai status sistem pernapasan perlu dikaji

dengan teliti. Terganggunya ventilasi karena efek dari anestesia serta

meningkatnya sekresi mukus bisa mengakibatkan atelektasis dan pneumonia.

Untuk menghindari komplikasi dan mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi,

perlu dilakukan pengkajian praoperasi terhadap status pernapasan. Pasien yang

berisiko tinggi ini adalah:

1. Pasien yang akan menjalani pembedahan pada abdomen atas dan pembedahan

toraks

2. Pasien yang akan menerima anestetik inhalasi

3. Pasien obesitas

4. Pasien perokok

5. Pasien dengan penyakit paru kronis

6. Pasien lansia

Pengkajian praoperasi untuk sistem kardiovaskular dilaksanakan guna

mengetahui apakah ada penyakit jantung. Tanda vital harus dikaji, auskultasi

jantung dilakukan dengan memerhatikan adanya murmur atau iregularitas.

Page 36: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

43

Ekstremitas juga diperiksa kualitas dan pola perifernya, pengisian kapiler, warna,

dan suhu kulit serta adanya edema.

Fungsi ginjal yang adekuat sangat diperlukan untuk mempertahankan

keseimbangan cairan dan elektrolit. Perawat memantau jumlah urine, warna, bau,

kekeruhan atau kejernihan. Infeksi saluran kemih perlu diobati sebelum

pembedahan dilaksanakan.

Pengkajian muskuloskeletal dilakukan. Abnormalitas pada struktur sendi

atau keterbatasan gerak sendi menjadi masalah dalam memosisikan tubuh saat

pembedahan. Termasuk dalam pengkajian neurologis adalah tingkat kesadaran,

orientasi, fungsi motorik, dan sensorik. Data mengenai status neurologis ini

diperlukan sebagai data dasar untuk mendeteksi apabila ada kelainan yang timbul

selam periode perioperatif.

Gangguan pada intregitas kulit dapat menyulitkan dalam mengatur posisi

tubuh intraoperasi atau meletakkan alat selama pembedahan berlangsung. Status

nutrisi dapat mempengaruhi hasil pembedahan.

Status hidrasi perlu dikaji karena ada kemungkinan terjadi perubahan

keseimbangan cairan dan elektrolit akibat status puasa, pemberian cairan

intravena, perdarahan intraoperasi dan pascaoperasi, dan keluarnya banyak

drainase dari luka.

Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik lainnya perlu dilaksanakan

sebelum pembedahan dapat dilakukan. Luasnya pemeriksaan laboratorium

ditentukan oleh usia dan keadaan fisik pasien, jenis pembedahan, anestetik yang

dipakai, dan kebijakan atau protokol rumah sakit tempat pasien dirawat. Protokol

Page 37: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

44

yang lazim dilakukan adalah EKG dan cardiac clearance untuk pasien berusia 40

tahun ke atas, dan pemeriksaan darah lengkap (hitung darah lengkap), elektrolit,

dan urinalisis rutin untuk semua pasien. Pemeriksaan tambahan dilakukan sesuai

riwayat medis pasien dan faktor risiko. Apabila diantisipasi kemungkinan adanya

perdarahan intraoperasi, golongan darah dan pencocokan silang harus dilakukan.

Pengkajian ansietas pra operasi perlu dilaksanakan sebelum pembedahan

dapat dilakukan. Pengkajian ansietas ini terdiri dari:

1. Data subjektif

a. Pengetahuan dan pengertian tentang pembedahan yang dilakukan

1) Area yang dibedah

2) Jenis pembedahan

3) Informasi dokter bedah tentang kamar bedahnya, lamanya perawatan

di rumah sakit, dan pembatasan pasca operasi

4) Rutinitas pra operasi

5) Rutinitas pasca operasi

6) Pemeriksaan laboratorium

b. Pengalaman mengenai pembedahan terdahulu

1) Jenis dan sifat pembedahan

2) Jarak waktu pembedahan terdahulu dan sekarang

c. Keprihatinan atau perasaan yang spesifik mengenai pembedahan yang

sekarang

d. Arti agama dalam hidup pasien

e. Individu yang berarti bagi pasien

Page 38: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

45

1) Jarak geografis

2) Persepsi pasien tentang dukungan yang bisa diberikan orang berarti

baginya

f. Perubahan pola tidur

2. Data objektif

a. Pola bicara

1) Topik yang sama diulang

2) Terus-menerus mengubah pembicaraan

3) Menghindari pembicaraan yang menyangkut perasaan

b. Kemampuan berinteraksi dengan orang lain

c. Fisik

1) Kecepatan nadi dan pernapasan meningkat

2) Keringat di telapak tangan

3) Kedua tangan tak bisa diam

4) Sering berkemih (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

2.2.5 Persiapan Akhir Pembedahan

Pada tahap akhir praoperatif, perawat bertanggung jawab atas kesiapan

dan keamanan pemindahan pasien ke ruang bedah. Semua barang milik pasien

harus diidentifikasi dan diamankan. Pasien memakai pakaian rumah sakit dan

semua pakaian pribadinya dilepas. Apabila pasien memakai cat kuku, cat kukunya

harus dihapus agar dapat mengkaji lapisan kapiler dengan akurat. Perhiasan juga

dilepas, kecuali cincin kawin. Kaca mata dan semua prostesis (gigi, bola mata,

Page 39: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

46

tangan/kaki palsu, dan sebagainya) dilepas, diidentifikasi, dan diamankan.

Perawat harus memeriksa apakah pasien memakai gigi palsu. Gigi palsu yang

tidak dilepas bisa membahayakan saluran napas karena bisa menghambat saluran

napas apabial terlepas ketika induksi anestesia. Pasien yang ingin membawa

benda religius biasanya diizinkan (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

a. Premedikasi

Sebelum premedikasi diberikan, perawat harus memeriksa kembali apakah

formulir informed consent telah diisi dan ditandatangani. Formulir informed

consent diletakkan paling depan pada status pasien. Tujuan dari premedikasi

adalah mengurangi rasa cemas dan memberiakn sedatif atau hipnotik, mengurangi

sekresi saliva dan sekresi gaster, mengurangi nyeri dan rasa tidak nyaman

(narkotik). Premedikasi bisa diberikan “on call to the O.R” (kamar operasi

memberi tahu untuk diberikan premedikasi) atau bisa juga diberikan di kamar

operasi sebelum induksi anestesia. Premedikasi bisa juga tidak diberikan sesuai

keinginan ahli anestesi. Setelah premedikasi diberikan, pasien tidak boleh lagi

turun dari tempat tidur. Keamanan pasien harus diperhatikan dengan cara

memasang pagar tempat tidur (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

b. Daftar periksa praoperasi (checklist praoperatif).

Daftar periksa praoperasi adalah ringkasan persiapan pasien sebelum

pembedahan. Tanda-tanda vital praoperasi harus didokumentasikan. Data ini bisa

dijadikan sebagai data dasar untuk mengidentifikasi perubahan yang dapat timbul

pada tahap intraoperatif dan pascaoperatif. Apabila kateter Foley tidak dipasang,

pasien diminta untuk berkemih, dan jumlah urine dicatat pada statusnya. Pasien

Page 40: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

47

dipindahkan ke kamar operasi bersama dengan statusnya yang lengkap dan

dokumen lain yang diperlukan (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

2.2.6 Pengendalian Infeksi

Kebijakan dan prosedur untuk mengendalikan infeksi harus memberi

petunjuk mengenai teknik aseptik di kamar operasi. Kebijakan dan prosedur harus

didasarkan pada prinsip mikrobiologi dan bakteriologi. Semua anggota tim bedah

mempyunyai tangguag jawab untuk mempertahankan teknik aseptik yang ketat.

Sangat penting bagi setiap perawat bedah (perawat kamar operasi) untuk memiliki

“surgical conscience” (hati nurani bedah). Perawat bedah yang mempunyai

surgical conscience akan mengikuti dan melakasanakan semua prosedur kamar

operasi dengan memperhatikan secara ketat teknik aseptik bedah. Pelanggaran

atau kelalaian betapa pun kecilnya terhadap teknik aseptik dapat membuat ia

merasa bersalah. Perawat bedah yang memiliki surgical conscience juga

mengamati dan mengevaluasi pasien, lingkungan kamar operasi, dan personel. Ia

juga mengerti prinsip aseptik dan teknik steril, serta berani menegur personel yang

tidak memperhatikan prinsip aseptik dan teknik steril (Baradero, Dayrit, Siswadi,

2009).

2.2.7 Caring di Keperawatan Perioperatif

Keperawatan adalah profesi pelayanan yang didasarkan pada kebutuhan

ilmiah untuk penyelidikan yang efektif dan seni mengomunikasikan sensitivitas

pada aktivitas fisik, psikososial, dan ekonomi perawatan klien. Etik adalah cabang

Page 41: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

48

dari filosofi, yang mengacu pada proses pemikiran rasional dalam upaya

menentukan tindakan yang benar. Etik terapan mengarah pada pertanyaan tentang

apa yang “sebaiknya” individu perbuat dalam situasi tertentu. Individu yang

menghadapi masalah etis tidak mengetahui apakah tindakan yang dilakukannya

benar atau salah (Curtin, 1994 dalam Gruendemann & Fernsebner, 2006).

Persoalan moral timbul pada semua aspek keperawatan, dari ruang

kedaruratan sampai fasilitas perawatan tingkat lanjut dan perawatan kesehatan di

rumah. Area perioperatif dinilai lebih nyata dibandingkan area lain karena perawat

merawat klien yang cenderung mengalami ketidaksadaran selama anestesia dan

pembedahan. Berbagai masalah etis antara lain: respek yang kurang terhadap

martabat klien; melakukan tes atau tindakan yang tidak perlu; berbohong pada

klien; kekhawatiran mengenai benar tidaknya klien diberi persetujuan tindakan;

tidak menghormati instruksi “do not resuscitate” klien; menunda dan

menghentikan hidrasi dan nutrisi; dan menghentikan pada mereka yang tidak lagi

mau mengusahakannya. Kebutuhan akan reformasi perawatan kesehatan telah

meningkatkan kesadaran terhadap persoalan alokasi dan distribusi sumber yang

diperlukan untuk merawat klien dengan aman dan adekuat. Sering kali sumber ini

meliputi waktu perawatan, keterampilan, pengetahuan, dan keahlian, dan ketika

sumber ini kurang, keamanan dan kesejahteraan klien terancam (Reilly &

Behrens-Hanna, 1991 dalam Gruendemann & Fernsebner, 2006).

Konsep caring dalam keperawatan adalah fundamental. Perawat dikatakan

bermoral, jika mereka bertindak menurut aturan yang benar. Caring adalah ide

moral keperawatan yang menghasilkan perlindungan, peningkatan, dan

Page 42: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

49

pemeliharaan martabat manusia (Reilly & Behrens-Hanna, 1991 dalam

Gruendemann & Fernsebner, 2006).

Caring pada keperawatan perioperatif di departemen operasi adalah suatu

model perawatan kesehatan yang penting dan meskipun sudah banyak penelitian

yang berfokus pada kualitas perawatan perioperatif tetapi masih dibutuhkan

pengembangan alat ukur pada caring di keperawatan perioperatif (Donmez &

Ozbayr, 2010).

Terdapat banyak sumber yang dapat membantu perawat perioperatif dalam

membuat keputusan. American Nurses Association Code for Nurses with

Interpretative Statements-Explication for Perioperative Nurse (1993) memberikan

dukungan kepada perawat sebagai advokat dari keseluruhan contoh yang

mewakili sebelas pernyataan kode. American Nurses Association Statement

Regarding Risk and Responsibilty in Providing Nursing Care (1986) juga

membantu perawat untuk menentukan risiko bahaya yang lebih besar bagi dirinya

dibandingkan bagi klien jika perawatan diberikan. Karena setiap perawat

menentukan risiko mereka sendiri, ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan

dalam profesi tersebut. Sumber lain adalah komite etik rumah sakit. Komite

keperawatan atau komite interdisipliner merupakan komite etik rumah sakit yang

dibentuk untuk mengembangkan rekomendasi kebijakan, mendidik, dan

berpartisipasi dalam tinjauan kasus retrospektif atau prospektif (Hamblet, 1994

dalam Gruendemann & Fernsebner, 2006).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keperawatan perioperatif dapat

membantu intervensi dan implementasi dari proses keperawatan dengan cara

Page 43: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caringrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter II.pdf · Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner

50

memberikan sebuah kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan

ekspekrasi mereka dan menerima informasi. Hal ini dapat mengurangi kecemasan

dan stres yang dialami pasien pada fase perioperatif. Meskipun ekspresi pasien

dan perawat dalam proses ini belum dipelajari sebelumnya (Lindwall, Post,

Bergbom, 2003).

Berdasarkan beberapa penelitian, satu dari alasan mengapa klien dan

perawat memiliki perbedaan persepsi tentang perilaku caring perawat perioperatif

adalah ketidakadekuatan komunikasi (Donmez & Ozbayr, 2010).