asfiksia, tenggelam, sudden death
DESCRIPTION
asfiksia tenggelam, sudden death, pemeriksaan toksikologi, Surat kematian, Cara, sebab, dan mekanisme kematian, Aspek hukum dan etika malpraktekTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
MODUL FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
TRIGGER 4
OLEH :
Kelompok Tutorial XI
Fasilitator : dr. Tati Khairina, Sp.S M. Biomed Ketua : Uphik Try Kurniati (12-102)Sekretaris : Sri Muharni Sarah (12-110)
Pipit Arika (12-107)Anggota : Suci Leni Mimanda (12-101)
Chairunnisa Permata Sari (12-103) Citra Nabila (12-104) Sarah Arafhanie (12-105)
Revina Rinda Mutia (12-106) Anastasya Shinta Yuliani (12-108) Windri Of Frita (12-109)
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami tutorial XI dapat menyelesaikan penulisan makalah modul forensik
dan medikolegal trigger 4.
Kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penulisan
makalah ini, serta seluruh pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran. Kami menyadari
bahwa dalam proses pembutan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Padang , Oktober 2015
Penulis
STEP I. CLARIFY UNFAMILIAR TERMS
1. Sudden death : suatu kematin yang disebabkam oleh penyakit alamiah dan terjadi tiba-
tiba dimana tidak ada faktor trauma atau keracunan.
2. Malpraktek : tindakan profesional yang tidak benar atau kegagalan untuk menerapkan
keterampilan profesional yang tepat.
3. Apnoe : henti nafas
4. Pemeriksaan toksikologi : ilmu yang mempelajari efek negatif dari bahan kimia dan
material lain hasil kegiatan manusia.
5. Alga atau diatom : uniseluler yang merupakan penyusun fitoplankton baik di perairan air
tawar maupun laut.
STEP II. DEFINE THE PROBLEM
1. Apa saja kriteria asfiksia?
2. Apa yang menyebabkan Pak Iman tiba-tiba mengalami apnoe?
3. Apa kriteria sudden death?
4. Apa penyebab sudden death?
5. Apa prosedur pemeriksaan toksikologi?
6. Apa makna klinis ditemukan alga atau diatom pada getah paru?
7. Apa saja tanda-tanda korban tenggelam?
8. Bagaimana tatacara autopsi pada korban malpraktek?
9. Apa saja sampel organ tubuh yang dibutuhkan pada pemeriksaan toksikologi?
10. Apa dasar hukum malpraktek?
11. Bagimana mekanisme mati pada korban tenggelam?
12. Jelaskan sebab kematian pada kasus ditrigger!
13. Bagimana cara pembuatan surat kematian?
14. Bagaimana cara kematian pada kasus di trigger?
15. Apa saja jenis-jenis asfiksia?
STEP III. BRAINSTORM POSSIBLE HYPOTHESIS OR EXPLANATION
1. Kriteria asfksia
Lebam mayat
Sianosis
Busa halus, putih, kadang kemerahan pada saluran nafas
Pembendungan darah vena
Pembendungan disertai dengan keadaan hipoksia
2. Penurunan O2 peningkatan CO2 asfiksia apnoe
3. Pending
4. Sistem cardiovascular, sistem saraf, sistem pernafasan, dan sistem pencernaan serta
urogential
5. Prosedur pemeriksaan toksikologi
- Menganalisis dan mengevaluasi penyebab kematian
- Analisis ada tidaknya alkohol, obat terlarang didalam cairan tubuh/nafas
- Analisis obat terlarang di dalam darah
6. Mati tenggelam karena alga atau diatom dapat ditemukan pada air tawar, air laut, dll
7. Tanda-tanda asfiksia
Cadaveric spasm
Ditemukan diatom
Ditemukan air di dalam saluran cerna dan nafas
Perdarahan di liang telinga
Bercak paltouf
Berat jenis yang berbeda antara darah di jantung kanan dan kiri
8. Pending
9. Otak, hati, par-paru, ginjal, lambung, usus, cairan otak, lemak, kuku, rambut, otot dan
urine.
10. Dasar hukum mlapraktek
o UU No 6 Tahun 1963 tentang tenaga kesehatan
o UU No 5 Tahunu1999 tentsng perlindungan konsumen
o UU No 23 Tahun 1992 tentang kesehatan
11. Orang terjun ke air gravitasi terbenam oleh karena berat jenis air, akan
timbul dan berusaha bernafas tidak bisa berenang air masuk dan tertelan
asfiksia
12. Settiap cidera, luka atau penyakit yang menyebabkan kemtian seperti gangguan vascular
dan gangguan saluran nafas
13. Pending
14. Kematian secara wjar karena akibat suatu penyakit
15. Jenis-jenis asfiksia
Anoksia anoksik (asfiksia murni dan asfiksia mekanik)
Anoksia anemia
Anoksia tambahan
Anoksia jaringan
STEP IV. ARRANGE EXPLANATION INTO A TENTATIVE SOLUTION
STEP V. DEFINE LEARNING OBJECTIVE
Seorang laki-laki berenang
Asfiksia
Autopsi
Tenggelamm
Sudden death
Apnoe
Surat kematian
Cara
Sebab
Mekanisme
Pemeriksaan toksikologi
Pasien korban malpraktek Aspek hukum dan etika
1. Asfiksia
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Tanda-tanda
2. Sudden death
a. Definisi
b. Kriteria
c. Penyebab
3. Tenggelam
a. Jenis-jenis
b. Tanda-tanda
4. Pemeriksaan toksikologi
a. Definisi
b. Prosedur
c. Klasifikasi
5. Surat kematian
a. Prosedur
b. Strukrur
6. Cara, sebab, dan mekanisme kematian
7. Aspek hukum dan etika malpraktek
STEP VI . PRIVATE STUDY
STEP VII .SHARE THE RESULT INFORMATION AND GATHERING PRIVATE
STUDY
A.Asfiksia 1. Defenisi Asfiksia
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan
karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen
(hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997). Secara klinis
keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia (Amir, 2008).
2. Klasifikasi Asfiksia
Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia (Amir, 2008), yaitu:
a. Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia)
Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:
Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala di tutupi
kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan
tetutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia murni atau
sufokasi.
- Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti pembekapan,
gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus alienum dalam
tenggorokan. Ini di kenal dengan asfiksia mekanik.
b. Anoksia Anemia (Anemia anoxia)
Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati pada anemia
berat dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan dengan sedikitnya
kendaraan yang membawa bahan bakar ke pabrik.
c. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal jantung,
syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi
darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet tersendat jalannya.
d. Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat
menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan atas:
- Ekstraseluler
Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan Sianida terjadi
perusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapat menyebabkan kematian
segera. Pada keracunan Barbiturat dan hipnotik lainnya, sitokrom dihambat secara
parsial sehingga kematian berlangsung perlahan.
- Intraselular
Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan permeabilitas
membran sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang larut dalam lemak seperti
kloform, eter dan sebagainya.
Metabolik
Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu pemakaian O2 oleh
jaringan seperti pada keadaan uremia.
- Substrat
Dalam hal ini makanan tidak mencukupi untuk metabolisme yang efisien, misalnya
pada keadaan hipoglikemia.
3. Tanda Kardinal Asfiksia
Selama beberapa tahun dilakukan autopsi untuk mendiagnosis kematian akibat asfiksia,
telah ditetapkan beberapa tanda klasik (Knight, 1996), yaitu:
a. Tardieu’s spot (Petechial hemorrages)
Tardieu’s spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut yang menyebabkan
overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena, terutama pada jaringan longgar,
seperti kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian belakang telinga, circumoral
skin, konjungtiva dan sklera mata. Selain itu juga bisa terdapat dipermukaan jantung,
paru dan otak. Bisa juga terdapat pada lapisan viseral dari pleura, perikardium,
peritoneum, timus, mukosa laring dan faring, jarang pada mesentrium dan intestinum.
b. Kongesti dan Oedema
Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptekie. Kongesti
adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi akumulasi darah dalam organ
yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah. Pada kondisi vena
yang terbendung, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang
mendorong darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung) menimbulkan
perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan
mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi oedema).
c. Sianosis
Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir yang
terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan
dengan O2). Ini tidak dapat dinyatakan sebagai anemia, harus ada minimal 5 gram
hemoglobin per 100 ml darah yang berkurang sebelum sianosis menjadi bukti, terlepas
dari jumlah total hemoglobin. Pada kebanyakan kasus forensik dengan konstriksi
leher, sianosis hampir selalu diikuti dengan kongesti pada wajah, seperti darah vena
yang kandungan hemoglobinnya berkurang setelah perfusi kepala dan leher dibendung
kembali dan menjadi lebih biru karena akumulasi darah.
d. Tetap cairnya darah
Terjadi karena peningkatan fibrinolisin paska kematian. Gambaran tentang tetap
cairnya darah yang dapat terlihat pada saat autopsi pada kematian akibat asfiksia
adalah bagian dari mitologi forensik. Pembekuan yang terdapat pada jantung dan
sistem vena setelah kematian adalah sebuah proses yang tidak pasti, seperti akhirnya
pencairan bekuan tersebut diakibatkan oleh enzim fibrinolitik. Hal ini tidak relevan
dalam diagnosis asfiksia
4. Tanda Khusus Asfiksia
Didapati sesuai dengan jenis asfiksia (Amir, 2007), yaitu:
a. Pada pembekapan, kelainan terdapat disekitar lobang hidung dan mulut. Dapat berupa
luka memar atau lecet. Perhatikan bagian di belakang bibir luka akibat penekanan pada
gigi, begitu pula di belakang kepala atau tengkuk akibat penekanan. Biasanya korban
anak-anak atau orang yang tidak berdaya. Bila dilakukan dengan bahan halus, kadang-
kadang sulit mendapatkan tanda-tanda kekerasan.
b. Mati tergantung. Kematian terjadi akibat tekanan di leher oleh pengaruh berat badan
sendiri. Kesannya leher sedikit memanjang, dengan bekas jeratan di leher. Ada garis
ludah di pinggir salah satu sudut mulut.
Bila korban cukup lama tergantung, maka lebam mayat didapati di kedua kaki dan
tangan. Namun bila segera diturunkan, maka lebam mayat akan didapati pada bagian
terendah tubuh. Muka korban lebih sering pucat, karena peristiwa kematian
berlangsung cepat, tidak sempat terjadi proses pembendungan.
Pada pembukaan kulit di daerah leher, didapati resapan darah setentang jeratan,
demikian juga di pangkal tenggorokan dan oesophagus. Tandatanda pembendungan
seperti pada keadaan asfiksia yang lain juga didapati. Yang khas disini adalah adanya
perdarahan berupa garis yang letaknya melintang pada tunika intima dari arteri
karotis interna, setentang dengan tekanan tali pada leher.
Tanda-tanda diatas tidak didapati pada korban yang digantung setelah mati, kecuali
bila dibunuh dengan cara asfiksia. Namun tanda-tanda di leher tetap menjadi petunjuk
yang baik.
B.Sudden Death 1. Defenisi sudden death
Mati mendadak adalah kematian terjadi tanpa diperkirakan sebelumnya, tanpa gejala yang nyata
sebelumnya atau gejalanya hanya dalam waktu yang singkat (menit atau jam), nontraumatis,
tidak mengandung unsur kesengajaan (Chung, 1995).
Definisi WHO untuk kematian mendadak adalah kematian yang terjadi pada 24 jam sejak gejala-
gejala timbul, namun pada kasus-kasus forensik, sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan
menit atau bahkan detik sejak gejala pertama timbul.
2. Kriteria sudden death
Pada kasus kematian mendadak, korban tidak meninggal seketika atau segera, tetapi sering
korban meninggal dalam beberapa menit sampai lebih dari 24 jam setelah menderita sakit. Pada
kasus kematian mendadak harus dipikirkan kemungkinan penyakit, kekerasan, keracunan yang
kadang-kadang sulit dibedakan. Meninggal mendadak adalah kejadian meninggal yang terjadi
pada orang yang sebelumnya tidak ada gejala. Kriteria yang dipakai pada sebagian besar literatur
adalah meninggal dalam 1 jam setelah mulai timbulnya gejala.
3. Penyebab sudden death
a. Penyakit – penyakit system kardiovaskular misalnya
Arteriosclerosis heart disease
Congestive heart failure
Pulmonary embolism infarct
Aneurisma aortae
b. Penyakit – penyakit pada system respirasi
Bronchopneumonia dan pneumonia
Tuberculosa
Asthma
Akut laryngitis atau tracheitis
c. Penyakit – penyakit pada system traktus digestivus
Gastroenteritis
Varices esophagus yang pecah
Perforasi ulkus peptikum/duodenum
Pankreatitis akuta
d. Penyakit – penyakit system syaraf pusat
Perdarahan intraserebral
Epilepsy
Perdarahan intracranial
Meningitis
e. Penyakit – penyakit system urogenital
Rupture spontan dari vesical urinaria
Akut renal failure
Endometriosis
Uterine hemorangge
f. Penyakit – penyakit sistemik
Diabetes mellitus
Addison disease
Cerebral malaria
Konvulsi
C. TENGGELAM Tenggelam (drowning) adalah suatu suffocation dimana jalan napas terhalang oleh air / cairan
sehingga terhisap masuk ke jalan napas sampai alveoli paru-paru.
1) Jenis-jenis
Ada 2 jenis mati tenggelam (drowning) berdasarkan posisi mayat, yaitu :
a. Submerse drowning
b. Immerse drowning
Submerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi sebagian tubuh mayat masuk
ke dalam air,seperti bagian kepala mayat. Immerse drowning adalah mati tenggelam
dengan posisi seluruh tubuh mayat masuk ke dalam air.
Ada 2 jenis mati tenggelam (drowning) berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1. Dry drowning = mati tenggelam dengan inhalasi sedikit air
2. Wet drowning = mati tenggelam dengan inhalasi banyak air.
Ada 2 penyebab kematian pada kasus dry drowning, yaitu :
1. Spasme laring (menimbulkan asfiksia).
2. Vagal reflex / cardiac arrest / kolaps sirkulasi.
Ada 3 penyebab kematian pada kasus wet drowning, yaitu :
1. Asfiksia.
2. Fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam dalam air tawar.
3. Edema paru pada kasus tenggelam dalam air asin (laut).
Ada 4 cara kematian pada kasus tenggelam (drowning), yaitu :
1. Kecelakaan (paling sering).
2. Undeterminated.
3. Pembunuhan.
4. Bunuh diri.
Ada 2 kejadian kecelakaan pada kasus mati tenggelam (drowning) yang dapat kita jumpai, yaitu :
1. Kapal tenggelam.
2. Serangan asma datang saat korban sedang berenang.
Penyebab mati tenggelam (drowning) yang termasuk undeterminated yaitu sulit kita ketahui cara
kematian korban karena mayatnya sudah membusuk dalam air.
2) Tanda-tanda
Ada 2 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian pembunuhan pada kasus mati
tenggelam
(drowning), yaitu :
1. Biasanya tangan korban diikat yang tidak mungkin dilakukan oleh korban.
2. Kadang-kadang dapat kita temukan tanda-tanda kekerasan sebelum korban ditenggelamkan.
Ada 4 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian bunuh diri pada kasus mati tenggelam
(drowning), yaitu :
1. Biasanya korban meninggalkan perlengkapannya.
2. Kita dapat temukan suicide note.
3. Kedua tangan / kaki korban diikat yang mungkin dilakukan sendiri oleh korban.
4. Kadang-kadang tubuh korban diikatkan bahan pemberat.
Pada pemeriksaan luar otopsi, tidak ada patognomonis untuk mati tenggelam. Ada 7 tanda
penting yang yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah.
2. Lebam mayat biasanya sianotik kecuali mati tenggelam di air dingin berwarna merah muda.
3. Kulit telapak tangan / telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput (washer woman’s
hands /feet)
4. Kadang-kadang terdapat cutis anserine / goose skin pada lengan, paha dan bahu mayat.
5. Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat (scheumfilz froth) yang bersifat
melekat.
6. Bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar dari mulut / hidung.
7. Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air / bahan setempat berada dalam genggaman
tangan mayat.
Ada 5 tanda penting yang yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning) pada
pemeriksaan dalam otopsi, yaitu :
1. Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti.
2. Saluran napas mayat berisi buih. Kadang-kadang berisi lumpur, pasir, atau rumput air.
3. Lambung mayat berisi banyak cairan.
4. Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli.
5. Organ dalam mayat mengalami kongesti.
D.Pemeriksaan toksikologi 1. Definisi
Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang mekanisme kerja dan efek yang
tidak diinginkan dari bahan kimia yang bersifat racun serta dosis yang berbahaya terhadap
tubuh manusia (Prasetya Putri, 2011).
2. Klasifikasi
- Toksikologi klinis adalah bidang ilmu kedokteran yang memberikan perhatian terhadap
penyakit yang disebabkan oleh bahan toksik atau hubungan yang unik dan spesifik dari
bahan toksik tersebut. Efek merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh
bahan kimia yang mengalami biotransformasi dan dosis serta suasananya cocok untuk
menimbulkan keadaan toksik (UnSU, 2011).
- Toksikologi lingkungan: mempelajari efek dari bahan polutan terhadap kehidupan dan
pengaruhnnya pada ekosistem, yang digunakan untuk mengevaluasi kaitan antara manusia
dengan polutan yang ada di lingkungan.
- Toksikologi forensik: mempelajari aspek medikolegal dari bahan kimia yang
mempunyai efek membahayakan manusia/hewan sehingga dapat dipakai untuk membantu
mencari/menjelaskan penyebab kematian pada penyelidikan seperti kasus pembunuhan
(Buchari, 2010)
3. Prosedur
Menurut masyarakat toksikologi forensik amerika “society of forensic toxicologist, inc. SOFT”
bidang kerja toksikologi forensik meliputi:
- analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian,
- analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh atau napas, yang dapat
mengakibatkan perubahan prilaku (menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan bermotor
di jalan raya, tindak kekerasan dan kejahatan, penggunaan dooping),
- analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan
obat terlarang lainnya.
secara umum tugas analisis toksikolog forensik dalam melakukan analisis dapat dikelompokkan
ke dalam tiga tahap yaitu:
1) penyiapan sampel “sample preparation”
Spesimen untuk analisis toksikologi forensik biasanya diterok oleh dokter, misalnya pada
kasus kematian tidak wajar spesimen dikumpulkan oleh dokter forensik pada saat
melakukan otopsi. Spesimen dapat berupa cairan biologis, jaringan, organ tubuh. Dalam
pengumpulan spesimen dokter forensik memberikan label pada masing-masing
bungkus/wadah dan menyegelnya. Label seharusnya dilengkapi dengan informasi: nomer
indentitas, nama korban, tanggal/waktu otopsi, nama spesimen beserta jumlahnya.
Pengiriman dan penyerahan spesimen harus dilengkapi dengan surat berita acara
menyeran spesimen, yang ditandatangani oleh dokter forensik. Toksikolog forensik yang
menerima spesimen kemudian memberikan dokter forensik surat tanda terima, kemudian
menyimpan sampel/spesimen dalam lemari pendingin “freezer” dan menguncinya sampai
analisis dilakukan. Prosedur ini dilakukan bertujuan untuk memberikan rantai
perlindungan/pengamanan spesimen (chain of custody).
2) analisis meliputi uji penapisan “screening test” atau dikenal juga dengan “general
unknown test” dan uji konfirmasi yang meliputi uji identifikasi dan kuantifikasi
Uji penapisan untuk menapis dan mengenali golongan senyawa (analit) dalam sampel.
Disini analit digolongkan berdasarkan baik sifat fisikokimia, sifat kimia maupun efek
farmakologi yang ditimbulkan. Obat narkotika dan psikotropika secara umum dalam uji
penapisan dikelompokkan menjadi golongan opiat, kokain, kannabinoid, turunan
amfetamin, turunan benzodiazepin, golongan senyawa anti dipresan tri-siklik, turunan
asam barbiturat, dan turunan metadon. Pengelompokan ini berdasarkan struktur inti
molekulnya.
3) langkah terakhir adalah interpretasi temuan analisis dan penulisan laporan analisis
Uji ini bertujuan untuk memastikan identitas analit dan menetapkan kadarnya.
Konfirmatori test paling sedikit sesensitif dengan uji penapisan, namun harus lebih
spesifik. Umumnya uji pemastian menggunakan teknik kromatografi yang dikombinasi
dengan teknik detektor lainnya, seperti: kromatografi gas - spektrofotometri massa (GC-
MS), kromatografi cair kenerja tinggi (HPLC) dengan diode-array detektor, kromatografi
cair - spektrofotometri massa (LC-MS), KLT-Spektrofotodensitometri, dan teknik
lainnya. Meningkatnya derajat spesifisitas pada uji ini akan sangat memungkinkan
mengenali identitas analit, sehingga dapat menentukan secara spesifik toksikan yang ada.
E. Surat kematian 1. PROSEDUR KEPNGURUSAN AKTA KEMATIAN
Pencatatan kematian dilakukan pada Dinas kependudukan dan Catatan Sipil Kota
Medan tempat terjadinya kematian.
Pencatatan kematian dilakukan dengan memenuhi syarat berupa:
o Surat Pengantar dari Kepala Lingkungan untuk mendapatkan Surat
Keterangan Lurah dan / atau
o Keterngan kematian dari dokter / paramedic
Pencatatan kematian, dilakukan dengan tata cara:
o pelaporan mangisi dan menyerahkan formulir pelaporan kematian dengan
melampirkan persyaratan kepada Petugas registrasi di kantor untuk diteruskan
kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
o Pejabat Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mencatat
pada Register Akta Kematian dan Menerbitkan Kutipan Akta kematian
o Memberitahukan data hasil pencatatan kematian kepada Instansi pelaksana
tempat domisili yang bersangkutan
o Instansi Pelaksana tempat domisili mencatat dan merekam dalam database
kependudukan
Mengapa orang meninggal perlu diurus akta kematiannya? Bukti sah
mengenai status kematian seseorang, yang diperlukan sebagai berikut:
a. Pembagian hak waris
b. Penetapan status janda atau duda pasangan yang ditinggalkan
c. Pengurusan asuransi, pension, perbankan
2. Persyaratan akta kematian
Pengisian formulir dan diketahui oleh kepala desa atau lurah
Pengisisan formulir laporan kematian
Surat kematian ( visum ) dari dokter/petugas kesehatan
Ktp dan kartu keluarga yang bersangkutan
Akta kelahiran yang meninggal
Data saksi – saksi
Surat keterangan lurah
F. Cara , sebab, dan mekanisme kematian 1. Cara kematian
Cara kematian adalah yang menjelaskan bagaimana kematian itu terjadi bias karena :
a. Sebab yang alamiah ( natural death / mati wajara ), misalnya karena penyakit
b. Sebab yang tidak alamiah ( unnatural death / mati tidak wajar ), misalnya
pembunuhan , bunuh diri dll
c.
2. Sebab kematian
penyebab kematian adalah adanya trauma atau penyakit yang menimbulkan kegagalan fisiologis
pada tubuh dan menyebabkan kematian pada seseorang. Misalnya, penyebab kematian adalah
luka tembak pada kepala, luka tusuk pada dada, adenokarsinoma pada paru, dan aterosclerosis
koronaria.
3. Mekanisme kematian
mekanisme kematian adalah kegagalan fisiologis yang dihasilkan oleh penyebab kematian yang
menyebabkan kematian. Contohnya adalah perdarahan, septikemia, dan aritmia jantung.
G.Aspek hukum dan etika malpraktek Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang
hukum yang dilanggar, yaitu:
a. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice
manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yaitu:
1. Perbuatan tersebut ( positive act maupun negative act ) merupakan
perbuatan tercela
2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa kesengajaan
misalnya melakukan euthanasia ( pasal 344 KUHP ), membuka rahasia
jabatan ( pasal 332 KUHP ), membuat surat keterangan palsu ( pasal 263
KUHP ), melakukan aborsi tanpa indikasi ( pasal 299 KUHP )
b. Civil malpractice
Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain
1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan
2. Melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan tapi terlambat
melakukannya
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tapi tidak
sempurna
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatan tidak seharusnya dilakukan
a. Administrative malpractice
Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala
orang tersebut telah melanggar hukum administrasi.
Malpraktek yang sering dilakukan oleh petugas kesehatan
a. Pelanggaran etika profesi
Pelanggaran ini sepenuhnya tanggung jawab organisasi profesi ( majelis kode etik
keperawatan ) aebagaimana tercantum pada pasal 26 dan 27 anggaran dasar PPNI.
b. Sanksi administrasi
Berdasarkan keppres no. 56 tahun 1995 dibentuk majelis disiplin tenaga kesehatan dalam
rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan objektif kepada tenaga kesehatan dan
masyarakat penerima kesehatan . tindakan sebagaimana yang dmaksud tidak mengurangi
ketentuan pada pasal 54 ayat 1 dan ayat 2 UU no.23 tahun 1992 tentang kesehatan yaitu
berbunyi sebagai berikut:
3. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan atau kelalaian dalam
melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin
4. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 ditentukan oleh majelis disiplin tenaga kesehatan
c. Pelanggaran hukum
Pelanggaran hukum dapat besifat perdata atau pidana. Pelanggaran yang bersifat perdata
sebagaimana yang tertera pada uu no.23 tahun 1992 pada pasal 55 ayat 1 dan ayat 2 yang
berbunyi
5. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan tenaga kesehatan
6. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
KESIMPULAN
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan
peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami
kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Tanda asfiksia pada pemeriksaan
luar jenazah dapat ditemukan berupa sianosis, kongesti, buih halus, warna lebam mayat merah-
kebiruan gelap.
DAFTAR PUSTAKA
• Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian
Kedokteran Forensik UI: Jakarta
• Idries, Abdul Mu’min. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi I. Binapura
Aksara: Jakarta Barat