asbab al-nuzul (kontekstualisasi al-maidah 87) - pdf

10
Asbab al-Nuzul KAJIAN KONTEKSTUALISASI; * Al-Mâidah Ayat 87 * Dosen Pembimbing : Dr. Ahmad Khusnul Hakim, MA Hasrul INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN JAKARTA FAKULTAS USHULUDDIN TAFSIR HADIS TAHUN AKADEMIK 2012-2013

Upload: rulhas-sultra

Post on 15-Feb-2015

138 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asbab Al-Nuzul (Kontekstualisasi Al-Maidah 87) - PDF

Asbab al-Nuzul

KAJIAN KONTEKSTUALISASI;

* Al-Mâidah Ayat 87 *

Dosen Pembimbing :

Dr. Ahmad Khusnul Hakim, MA

Hasrul

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN JAKARTA

FAKULTAS USHULUDDIN TAFSIR HADIS

TAHUN AKADEMIK 2012-2013

Page 2: Asbab Al-Nuzul (Kontekstualisasi Al-Maidah 87) - PDF

Kajian Kontekstualisasi Ayat al-Quran | Asbab al-Nuzul

2 Oleh : Hasrul – NPM : 10.31.0264

ASBAB AL-NUZUL;

Kajian Kontekstualisasi

* Al-Mâidah : 87 *

Fakultas Ushuluddin Semester VI

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN

JAKARTA SELATAN 2012-2013

Page 3: Asbab Al-Nuzul (Kontekstualisasi Al-Maidah 87) - PDF

Kajian Kontekstualisasi Ayat al-Quran | Asbab al-Nuzul

3 Oleh : Hasrul – NPM : 10.31.0264

BAB I

PENDAHULUAN

Para penyelidik ilmu-ilmu al-Quran menaruh perhatian besar terhadap pengetahuan

asbab al-nuzul (alasan pewahyuan) karena memiliki peranan penting dalam memahami pesan

al-Quran sebagai suatu kesatuan. Pesan-pesan al-Quran tidak dapat dipahami secara utuh

jika hanya memahami bahasanya saja tanpa memahami konteks historisnya. Al-Quran harus

dicernah dalam konteks perjuangan Nabi dan latar belakang perjuangannya. Oleh sebab itu,

hampir semua literatur yang berkenaan dengan al-Quran menekankan pentingnya asbab

al-nuzul.1 Terkait hal ini, sejumlah ulama seperti Imam al-Wahidi, Ibnu Daqiqil I’ed dan Ibnu

Taimiyyah menghasilkan kesimpulan bahwa syarat utama memahami kandungan al-Quran

ialah dengan mengetahui asbab al-nuzul.2

Pemahaman asbab nuzul dari keterangan di atas menunjukkan pentingnnya dalam

menafsirkan al-Quran. Upaya sebuah penafsiran sangat dipengaruhi oleh ruang lingkup

waktu dan tempat. Oleh karena itu, kegiatan menafsirkan seyogyanya terus dihidupkan sesuai

dengan suasana dan keadaan. Pada sisi ini, pemahaman atas asbab nuzul sangat diperlukan

untuk dapat mengidentifikasi hakikat turunnya ayat agar dapat diterapkan dalam dinamika

kehidupan sekarang. Pesan-pesan al-Quran yang dipahami akan senantiasa berlaku dalam

setiap suasana dan keadaan, pada tataran praktiknya banyak kesalahpahaman. Hal ini terjadi

karena masih memandang al-Quran dan Tafsir secara absolut. Al-Quran adalah kalamullah

yang tidak mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Adapun yang mengalami

perubahan hanyalah pemahaman atas teks sesuai dengan konteksnya.

Sehubungan term di atas, dalam dunia kontemporer muncullah upaya kontekstualisasi

terhadap ayat-ayat al-Quran. Upaya ini berusaha memahami ayat-ayat al-Quran dan

mengeluarkan hukumnya berdasarkan kondisi kekinian. Kegiatan ini banyak disambut secara

positif oleh kalangan modernis, namun banyak juga yang menolaknya. Kaum modernis

beranggapan bahwa saat ini banyak konservatisme agama yang mulai ditinggalkan karena

desakan perkembangan zaman yang tidak dapat dielakkan lagi. Terlepas dari pertentangan

tersebut, permasalahannya bukanlah pada kegiatannya karena merupakan bagian dari upaya

penafsiran. Titik permasalahnnya hanyalah pada langkah dan cara kontekstualisasinya.

Upaya kontekstualisasi diharapkan dapat memberikan solusi terhadap problematika

kehidupan. Dinamika modern yang ditandai dengan kemajuan dalam berbagai bidang

memunculkan banyak problem baru yang membutuhkan pemecahan secara hukum. Dinamika

ini tidak dapat dihindari dan menjadi tugas kita untuk menyelesaikannya agar eksistensi Islam

tidak tenggelam terbawa arus zaman. Atas landasan ini, makalah ini kami susun dengan

beberapa kontektualisasi ayat yang terlebih dahulu menelaah dan memahami kajian historis

turunnya ayat tersebut. Hal ini senada dengan ugkapan Ahmad Khusnul Hakim, salah satu

pakar tafsir IPTIQ Jakarta bahwa “hari ini, upaya kontekstualisasi banyak dilakukan tetapi

melupakan konteks ayatnya sendiri ketika diturunkan”. Fokus kajian dalam makalah ini

ialah, Q.S. al-Maidah ayat 78 dan Q.S. al-Nur ayat 26.

1 Rosihon Anwar, Ulum al-Quran (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010), Cet. II, Hal. 59 2 Jalaluddin al-Suyuti, Samudera Ulum al-Quran “Terjemahan dari judul asli al-Itqan fi Ulum

al-Quran” (Surabaya : PT Bina Ilmu, 2006), Cet. I, Hal. 155

Page 4: Asbab Al-Nuzul (Kontekstualisasi Al-Maidah 87) - PDF

Kajian Kontekstualisasi Ayat al-Quran | Asbab al-Nuzul

4 Oleh : Hasrul – NPM : 10.31.0264

BAB II

PEMBAHASAN SURAH AL-MAIDAH AYAT 87

A. SURAH AL-MAIDAH AYAT 87

اا م ني نااعي م ااإوا اااح ي ااأيكاا ني نااع مايأااأم و ي ااح سااح ﴿يع اااحمينيااأييااااأينااآمينا ا ااح ﴾٧٨:يعأئح

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa

yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui

batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Q.S.

al-Maidah : 87)

Pesan utama ayat di atas ketika diturunkan memuat peringatan kepada kaum muslimin

terhadap adat dan kebiasaan yang ada sebelum Islam datang. Terdapat beberapa kebiasaan

ketika itu yang menarik minat para sahabat guna mendekatakan diri kepada Allah tetapi

justru menyusahkan diri mereka sendiri. Kritik atas perbuatan beberapa sahabat itulah yang

menjadi salah satu motivasi turunnya ayat di atas yang akan di uraikan lebih lanjut dalam

bahasan asbab al-nuzul ayat ini.

Sebagian ulama tidak melihat adanya hubungan antara ayat di atas dengan ayat

sebelumnya. Tetapi al-Biqa’i menegaskan bahwa dalam ayat yang lalu, Allah memuji ruhbah

atau rasa takut kepada Allah yang mondorong upaya menjauhkan diri dari gemerlapan

duniawi, tetapi praktiknya sering kali pelakunya terlalu ketat sampai meninggalkan yang

mubah padahal manusia adalah makhluk lemah. Sehingga, seringkali kelemahan menghadapi

keketatan itu mengantar kepada kegagalan beragama. Itulah sebabnya, Islam datang melarang

pengetatan beragama seperti itu dengan mengajukan moderasi, tidak melebihkan dan tidak

mengurangi.3 Sementara Musthafa Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa dalam ayat

terdahulu, Allah memuji kaum Nasrani. Mereka adalah orang-orang yang paling dekat

kecintaannya kepada kaum muslimin. Disebutkan, salah satu penyebabnya karena di antara

mereka terdapat para Pendeta dan Rahib. Kemudian kaum muslimin mengira bahwa dalam

hal ini terdapat dorongan untuk melakukan ruhbaniyyah.4

Kaum muslimin ketika itu yang terdiri dari para sahabat yang cenderung

meninggalkan segala kesenangan dunia mengira bahwa ruhbaniyyah merupakan suatu

kedudukan yang akan mendekatkan mereka kepada Allah dan hal itu tidak akan tercapai

tanpa meninggalkan kesenangan yang berupa makanan, pakaian dan wanita. Dengan

demikian, jelaslah bahwa kebiasaan-kebiasaan yang banyak mempengaruhi sahabat dalam

tradisi keagamaan ialah ajaran kaum nasrani yang dijalankan oleh para Pendeta dan Rahib.

Ketika itu, para Pendeta dan Rahib hidup dalam biara yang bukanlah ajaran nabi Isa a.s.

sendiri. Melainkan suatu tardisi agama yang terpengaruh dengan ajaran Paulus. Para Pendeta

dan Rahib hidup di Biara sebagai upaya memencilkan diri karena selalu ditindas dan

dikejar-kejar oleh mazhab Kristen lain yang di akui oleh kerajaan Romawi.5

3 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2007), Cet. IX, Volume 3, hal. 186 4 Mustahfa Maraghi, Tafsir Maraghi (Semarang: Toha Putra, 1992), Cet. II, JIlid 7, hal. 11 5 Hamka, Tafsir al-Azhar (Singapura: PTE LTD, 2003), Cet. V, Juz 3, hal. 1846

Page 5: Asbab Al-Nuzul (Kontekstualisasi Al-Maidah 87) - PDF

Kajian Kontekstualisasi Ayat al-Quran | Asbab al-Nuzul

5 Oleh : Hasrul – NPM : 10.31.0264

B. ASBAB AL-NUZUL SURAH AL-MAIDAH AYAT 87

Adapun sekilas riwayat-riwayat terkait asbab al-nuzul dari surah al-Maidah ayat 87,

sebagai berikut:

1) Pertama:

آي هعنبنعأأس:ي جاليوىياأيص ىهللع اعس إفقاأ : ىيا ساح هلل ياي ياأغا اااع اايي ااإ )فاازي هلليصااأاي ااإيالااي اخااأييوااآوايتاااحويف يااأيياااأيااآينا اااح

ماأأ أيك هلليإ ح .آلية(و Artinya: Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dan lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas

bahwa ada seorang laki-laki datang menghadap nabi Saw dan berkata: “Ya Rasulullah,

apabila aku memakan daging timbullah ransangan syahwatku kepada wanita. Oleh karena

itu, daging haram bagiku”. Maka Allah menurunkan ayat ini ( موا طيبوا تحرمووا ال آمنوا الذين أيها يا

...لكم هللا أحل ).6

2) Kedua:

يبنيوج يق نج اح ظغاح بنعثعأ ااإ:يص أبة ن جأي :عأأسبنعني حفيم كي إياخأي هإياقط حيلفأ يوآييفخاإع ى غحعاحهإيلاح واقطعي آكا ،ي أأد ياف.فا يا

Artinya: Dikemukakan oleh Ibnu Jarir dari jalan al-Aufi yang bersumber dari Ibnu

Abbas bahwa beberapa orang sahabat Nabi Saw termasuk di antaranya Usman bin Mazh’un

telah mengharamkan wanita dan daging terhadap diri mereka sendiri. Mereka mengambil

pisau untuk memotong zakar mereka agar syahwat mereka putus dan segala umur di

curahkan untuk beribadah. Maka turunlah ayat tersebut di atas.7

3) Ketiga:

ياق اانوأ يخاعفايعخاأكبانيواج :قااأ عأاأسبانعانصاأي يباايي أايعانيصاغايخاحيمبنع يععبيبح ااإيص أبة ن هطفيآليةهآهي يا يعقاحد ظغح بنعثعأ خ حد

فقاحكآيفاةيبي حيىسأيإألسحدبن ي عاأدساعأياخاأيي ا ياحييفخااإيجأاحي وح يازك حيعخحح هأأ كاائةأل ضفييخا حي قحوأ يط أم نيزك ح ي أخح .فا يا،ي

Artinya: Dikemukakan oleh Ibnu Asakir di dalam kitab tarikhnya dari jalan al-Suddi

al-Saqir dari al-Kalbi dari ABi Shalih yang bersumber dari Ibnu Abbas, ia berkata: Ayat ini

diturunkan berkenaan dengan segolongan sahabat nabi Saw, diantaranya Abu Bakar, Umar,

Ali, Ibnu Mas’ud, Utsman bin Mazh’un, al-Miqdad, bin al-Aswad dan Salim maula Abi

Huzaifa, mereka tidak memakan daging dan gajih, memakai pakaian seorang Pendeta, tidak

mau makan kecuali hanya sekedar untuk kekuatan badan dan mereka akan berdakwah

keliling bumi seperti yang dilakukan oleh para Pendeta. Maka turunlah ayat di atas yang

tidak membenarkan sikap seperti itu.8

6 Jalaluddin al-Suyuti, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul (Beirut : Darr al-Kitab al-Araby, 2011), Cet.

V, hal. 102 7 Ibid, hal. 102 8 Ibid, hal. 102-103

Page 6: Asbab Al-Nuzul (Kontekstualisasi Al-Maidah 87) - PDF

Kajian Kontekstualisasi Ayat al-Quran | Asbab al-Nuzul

6 Oleh : Hasrul – NPM : 10.31.0264

Keterangan asbab al-nuzul ayat di atas menunjukkan teguran atas beberapa tindakan

sahabat yang melenceng dan melampaui batas dalam menjalankan ajaran Islam. Berdasarkan

analisa kami dari asbab nuzul ayat ini, ayat ini mencakup semua dari beberapa tindakan

sahabat yang keliru dalam agama. Yaitu, mula-mula mengharamkan apa yang di halalkan

berupa tidak menikmati makanan lezat dan meninggalkan istri mereka. Selanjutnya mereka

giat beribadah sehingga melupakan kesehatannya dan melanggar fitrahnya sendiri.

Sehubungan hal ini, Rasul mengingatkan mereka:

Anas bin Malik berkata: Ada tiga orang mendatangi rumah isteri-isteri Nabi Saw dan

bertanya tentang ibadah. Setelah diberitakan kepada mereka, sepertinya mereka merasa hal

itu masih sedikit bagi mereka. Mereka berkata, “Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding

Rasululla, bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang

akan datang?” Salah seorang dari mereka berkata, “Sungguh, aku akan shalat malam

selama-lamanya.” Kemudian yang lain berkata, “Kalau aku, maka sungguh, aku akan

berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka”. Dan yang lain lagi berkata,

“Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya”. Kemudian datanglah

Rasulullah kepada mereka seraya bertanya: “Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku,

demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling

bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita.

Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku”.9

Kemudian yang terakhir, para sahabat banyak yang ingin mencontoh prilaku hidup

para Pendeta dan Rahib.10

Pada titik terakhir inilah, Allah memberikan peringatan dengan

menurunkan surah al-Maidah ayat 87 untuk melenyapkan pemahaman itu. Pada tataran ini

juga sehubungan ayat di atas, Rasulullah menegaskan dalam sabdanya:

ثااأ مسعأعما ،كحن يانأماييصا ىهللع ااعكحن ،عانم ياا ،عنيبميه جم ألع ثامي أيمك،عنيبميي ييأدم،عنميمامإواامالفمامإع اىييأمااأئم ا إبمخ كاأ قااأا إ مينعاأه اك ان كا يااااس إقأ :دع حيمي أوا إامإفام ا

أساط ا إ. اع م فزو ح إبمز و هيأخأ ي﴿عنتييفأجاامأ حه ، م ي ﴾

Artinya: Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:

“Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian, bahwasanya orang-orang sebelum kalian

binasa karena mereka gemar bertanya dan menyelisihi nabi mereka, jika aku melarang

kalian dari sesuatu maka jauhilah, dan apabila aku perintahkan kalian dengan sesuatu maka

kerjakanlah semampu kalian”.11

Demikianlah beberapa keterangan sekilas latar belakang historis turunnya ayat di atas.

Penegasan dalam ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman agar tidak

menghalangi diri dengan jalan bernazar, sumpah atau apa saja untuk melakukan apa-apa yang

baik, indah, lezat, atau nyaman yang telah Allah halalkan. Di samping itu, jangan melampaui

batas kewajaran walaupun berkaitan dengan upaya mendekatkan diri kepadanya,

sebagaimana halnya orang-orang Nasrani yang mengharamkan apa yang halal.12

9 Al-Bukhari, Shahih Bukhari (Kairo: Darr al-Sya’ab, 1987), Cet. I, JIlid 7, hal. 2 10 Kamal Faqih, Tafsir Nurul Quran (Jakarta: Al-Huda, 2004), Cet. I, Jilid V, hal. 3 11 Al-Bukhari, Shahih Bukhari (Kairo: Darr al-Sya’ab, 1987), Cet. I, Jilid. 9, hal. 117 12 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2007), Cet. IX, Volume 3, hal. 186-187

Page 7: Asbab Al-Nuzul (Kontekstualisasi Al-Maidah 87) - PDF

Kajian Kontekstualisasi Ayat al-Quran | Asbab al-Nuzul

7 Oleh : Hasrul – NPM : 10.31.0264

C. KONTEKSTUALISASI SURAH AL-MAIDAH AYAT 87

Setelah mengetahui asbab al-nuzul dan memahami konteks ketika turunnya ayat di

atas, uraian berikut berupaya menjelaskan upaya kontekstualisasinya dalam kondisi kekinian.

Terkait ayat di atas, penulis menyimpulkan terlebih dahulu beberapa motivasi konteks

ayatnya ketika diturunkan, diantaranya:

1) Banyak di antara sahabat yang mengharamkan terhadap apa yang dibolehkan atau

dihalalkan dalam menjalankan agama;

2) Beberapa sahabat memasakan diri mereka dalam menjalankan ajaran agama yang

hakikatnya justru bertentangan dengan kodrat manusia;

3) Diantara sahabat ada yang fokus pada kehidupan ukhrawi sehingga melupakan kehidupan

duniawi dan tanggung jawab sosialnya;

4) Beberapa praktik agama sebelum Islam datang yang menarik minat sahabat karena

menekankan pengucilan diri dari kehidupan duniawi.

Itulah beberapa pesan utama yang dijadikan landasan dalam upaya kontekstualisasi

ayat tersebut. Hal ini sangat perlu dan signifikan agar dapat menetukan hukum secera tepat

dan proporsional. Berangkat dari pemahaman ayat di atas, penulis melihat peran penting

asbab al-nuzul untuk memahami ayat tersebut, apalagi usaha untuk

mengkontekstualisasikannya. Tanpa pemahaman asbab ap-nuzul, sekilas terbayang dalam

benak kita bahwa cakupan kata ( بوا طي ) dalam ayat ini hanya terbatas pada makanan dan

minuman saja. Apalagi ayat setelah disebutkan perintah untuk makan hal-hal yang halal

dan baik. Namun dengan mengetahui konteks historis turunnya, jelaslah maksud

kandungan dan pesannya. Berikut beberapa analisa kami terkait upaya kontekstualisasi Q.S.

al-Maidah ayat 87:

a) Mengharamkan Apa yang Dihalalkan Allah

Terlihat jelas bahwa pesan ini sangat ditekan dalam ayat tersebut. Hal ini terlihat

dengan ungkapan ayat setelahnya:

معن مايأاأك ح كالا إ ي نع ما ح بمعميياا إينآميي نعوانق حأ زق ﴾٧٧:يعأئح سح ﴿

Artinya:Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari rezeki Allah dan

bertakwalah kepada-Nya yang kamu beriman kepada-Nya. (Q.S. al-Maidah : 88)

Dalam kondisi sekarang, nampak hal ini masing terdapat sekarang dan

mungkin menjelma dengan bentuk yang berbeda-beda. Menurut pendapat kami,

berbagai reaksi dalam memvonis tentang halal/haramnya sesuatu tampa mengetahui

dalihnya termasuk pesan ayat ini. Term ini mencakup orang-orang yang yang selalu

membid’akan syi’ar-syi’ar agama, seperti maulidan, ziarah kubur dan lain-lain.

Kategori ini juga mencakup orang-orang yang mengharamkan sesuatu karena

terpengaruh pandangan nalarnya karena belum adanya kepastian padanya. Sebagai

contoh, nabi sendiri pernah mengharamkan madu atas dirinya karena menganggap

bahwa lebah madu tidak selektif dalam mengumpulkan sari-sari bunga.13

Allah pun

menegur nabi atas tindakan tersebut. Terkait hal ini, ilmuwan mutakhir

membuktikan bahwa lebah adalah serangga yang sangat bersih dan selektif serta

tidak suka dengan bunga yang membusuk.

13 [Lihat Shahih Bukhari, No. Hadis 5268], Bab “ م ل م أحل ما تحر لك هللا ”

Page 8: Asbab Al-Nuzul (Kontekstualisasi Al-Maidah 87) - PDF

Kajian Kontekstualisasi Ayat al-Quran | Asbab al-Nuzul

8 Oleh : Hasrul – NPM : 10.31.0264

b) Menjalani Hidup Sesuai Kodrat Penciptaan

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki bentuk paling

sempurna. Manusia terdiri dari ruh dan jasad yang satu sama lain tidak dapat

dipisahkan. Artinya, manusia seharusnya menjalani hidup ini sesuai dengan kodrat

penciptaanya. Manusia adalah makhluk rohani, namun jangan sampai sisi ini

membuatnya untuk mengorbankan kehidupan dunianya, seperi tidak menikmati

makanan lezat, atau bahkan memotong zakarnya dan lain-lain. Inilah salah satu

motivasi turunnya ayat 78 dari surah al-Maidah untuk mengingatkan beberapa

sahabat. Namun, manusia juga adalah makhluk jasmani yang membutuhkan

makanan dan minuman serta kebutuhan-kebutuhan lainnya. Pada konteks kekinian,

manusia justru berlomba-lomba dalam urusan jasmani tanpa memperdulikan sisi

rohaninya yang menjerit kesakitan. Situasi ini tentu bertentangan dengan pesan

surah al-Maidah ayat 78.

c) Meraih Kehidupan Akhirat tanpa Memperdulikan Hak dan Kewajibannya

Salah satu asbab al-nuzul surah al-Maidah ayat 78 yang telah disebutkan di

atas ialah terdapat sahabat yang memfokuskan untuk mendekatkan diri kepada

Allah. Bahkan mereka mengharamkan daging dan wanita yang dinilai dapat

membuatnya lalai. Upaya mereka tersebut kemudian ditegur dengan turunnya ayat

ini dan beberapa hadis Rasulullah Saw, dianataranya:

إ م ن ياف خم إ م نكقأألم عا ام إ م نكقأألم ه م ص ح ح،يأ حفص ح،كقأألم انأفا اس،يفطم ن مك اأي ا إن:فاقأي ح،س اناااأوا قا ".ينس ح م عييا يا أوانأا اأصحن

Artinya: Sesungguhnya diri kalian mempunyai hak, mata kalian mempunyai

hak dan keluarga kalian mempunyai hak. Sebab itu, lakukanlah shalat, jalanilah

puasa dan berbukalah. Sebab, tidak termasuk dalam umat kami orang yang

meninggalkan sunnah kami. Mereka berkata, “Ya Allah, kami membenarkan dan

mengikuti apa yang Engkau turunkan bersama Rasul”.14

Dalam konteks kekinian, tidak sedikit orang yang berdaliah atas nama

agama tetapi justru bertentangan dengan nilai-nilai agama itu sendiri. Bahkan lebih

dari itu, banyak aliran dalam Islam sendiri yang mengatasnamakan dakwa, tetapi

melupakan kewajibannya dan tanggung jawab sosialnya, Nauzu bi al-Lillah !!!

Singkatnya, usaha dan aktifitas adalah suatu keharusan hidup. Kita tidak

akan pernah memetik panen jika kita mengasingkan diri dari kehidupan. Allah telah

menyatakan ( موووواتح ال أحووول موووا طي بوووا ر لكوووم هللا ), jika kita melanggar ayat ini berarti kita

telah mengambil alih tugas pensyariatan dan kita telah melanggar hak-hak Allah

dalam menentukan mana yang halal dan mana yang haram. Bukankah orang yang

ingin berkonsentrasi dalam ibadah juga membutuhkan makanan sebagai sumber

kekuatan dan energi. Misalanya, kita makan nasi dan dan tahukah kita sumber nasi

itu? Benar bahwa seorang untuk mendapatkan beras yang kemudian menjadi nasi

cukup datang ke toko. Tapi sebenarnya, nasi itu berasal dari proses yang panjang.15

Semua dinamika ini mununtut kita agar tidak menafikan kehidupan duniawi.

14 Mustahfa Maraghi, Tafsir Maraghi (Semarang: Toha Putra, 1992), Cet. II, JIlid 7, hal. 13 15 Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi (Medan: Duta Azhar, 2006), Cet. I, Jilid 4, hal.

Page 9: Asbab Al-Nuzul (Kontekstualisasi Al-Maidah 87) - PDF

Kajian Kontekstualisasi Ayat al-Quran | Asbab al-Nuzul

9 Oleh : Hasrul – NPM : 10.31.0264

BAB III

ANALISIS DAN KESIMPULAN

A. ANALISIS

Surah al-Maidah ayat 87 di atas secara garis besar menyampaikan du pesa utama,

yaitu larangan mengharamkan yang baik-baik dan berlebihan dalam menggunakannya, serta

larangan melampaui yang baik-baik sampai kepada yang diharamkan. Sesungguhnya

pengharaman hal-hal yang baik dan penyiksaan diri termasuk peribadatan yang pernah di

lakukan oleh orang-orang Yahudi dan Yunani Kuno. Kemudian, hal itu ditiru oleh ahli kitab,

terutama kaum Nasrani. Mereka telah mengharamkan secara keras dan ekstrim atas dirinya

atas apa-apa yang tidak diharamkan oleh kitab-kitab suci.16

Tat kala Islam datang dan Allah mengutus nabi-Nya, Muhammad Saw sebagai

penutup para nabi. Allah membolehkan melalaui lisan nabi-Nya untuk mengenakan

perhiasan, dan memakan yang baik-baik, membimbing mereka supaya memberikan hak

kepada badan dan ruh sekaligus. Karena itu harus ada keseimbangan antara keduanya.

Perlu dicatat bahwa larangan yang terdapat dalam ayat di atas bukan berarti larangan

secara mutlak. Boleh saja seseorang menghalangi dirinya memakan makanan atau melakukan

aktivitas yang menyenangkan selama dalam batas-batas yang tidak berlebihan atau selama

bukan dimaksudkan sebagai bagian dari ajaran agama. Mungkin boleh saja dimaksudkan

sebagai upaya dalam rangka menghadapi masa datang yang boleh jadi suram. Dan tentu lebih

boleh lagi menghalangi diri untuk makan makanan yang halal lagi enak atau melakukan

aktivitas halal yang menyenangkan jika hal tersebut berdampak negatif terhadap kesehatan

atau jiwa seseorang.17

B. KESIMPULAN

Hikmah yang terdapat dalam larangan ini bahwa Allah menyukai bila hamba-Nya

menggunakan nikmat-nikmat yang dilimpahakn kepada mereka, lalu mereka bersyukur

kepada-Nya atas semua itu. Allah tidak menyukai bila hamba-Nya menjadi pengecut terhadap

syari’at yang telah digariskan bagi hamba-Nya sehingga mereka melampaui batas dengan

mengharamkan apa-apa yang tidak diharamkan-Nya. Berikut beberapa kesimpulan dari

uraian di atas:

Islam ialah agama fitrah yang melarang pengasingan diri dan kependetaan atau

melakukan perbuatan berlebih-lebihan (ifrath) dan kekeurangan (tafrith);

Seorang muslim harus tunduk kepada perintah Allah SWT. Kaum muslimin

diharamkan mengubah sesuatu yang halal menjadi haram, begitu pula

sebaliknya;

Makanan, pakaian dan semua kesenangan yang dihalalkan telah dibuat untuk

keperluan umat manusia;

Perintah untuk berhati-hati dalam setiap sesuatu agar jangan sampai berlebihan

atau melampaui batas; dan

Kaul, janji dan sumpah yang bertentangan dengan larangan yang sudah jelas

yang dertdapat dalam ayat al-Quran, tidaklah berharga dan tidak sah.

16 Mustahfa Maraghi, Tafsir Maraghi (Semarang: Toha Putra, 1992), Cet. II, JIlid 7, hal. 13 17 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2007), Cet. IX, Volume 3, hal. 186-187

Page 10: Asbab Al-Nuzul (Kontekstualisasi Al-Maidah 87) - PDF

Kajian Kontekstualisasi Ayat al-Quran | Asbab al-Nuzul

10 Oleh : Hasrul – NPM : 10.31.0264

REFERENSI

Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Kairo: Darr al-Sya’ab, Cet. I, 1987

Al-Suyuti, Jalaluddin. Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, Beirut: Darr al-Kitab al-Araby,

Cet. V, 2011

Al-Suyuti, Jalaluddin. Samudera Ulum al-Quran “Terjemahan dari judul asli al-Itqan

fi Ulum al-Quran”, Surabaya: PT Bina Ilmu, Cet. I, 2006

Anwar, Rosihon. Ulum al-Quran, Bandung : CV Pustaka Setia, Cet. II, 2010

Faqih, Kamal. Tafsir Nurul Quran, Jakarta: Al-Huda, Cet. I, 2004

Hamka, Tafsir al-Azhar, Singapura: PTE LTD, Cet. V, 2003

Maraghi, Mustahfa. Tafsir Maraghi, Semarang: Toha Putra, Cet. II, 1992

Shihab, Quraish. Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, Cet. IX, 2007