aplikasi ritual haji dalam kehidupan sehari hari

2
Bab 1 Menjadi Haji Tanpa Berhaji http://catatanagusmustofa.wordpress.com/2012/10/31/tasawuf-haji-15-habis-menjadi-haji-tanpa- berhaji/ Proses mendekatkan diri kepada Allah adalah sebuah keniscayaan bagi seorang muslim. Dan Allah dengan sangat jelas memerintahkan kepada kita untuk mencari jalan mendekatkan diri kepada-Nya. Bahkan, ‘melarang’ untuk ‘kedahuluan mati’ kecuali sudah dalam keadaan berserah diri kepada-Nya. Bagaimanakah caranya mencari jalan untuk berserah diri kepada Allah itu? Jawabnya adalah menerapkan ritual haji dalam kehidupan kita sehari-hari. Mulai dari Wukuf, Lempar Jamrah, Tawaf, sampai Sa’i. Bukan dalam arti ritual fisik seperti saat di tanah suci. Melainkan secara substansi. A. Wukuf Wukuf bisa kita lakukan dimana saja. Bukan hanya saat di Arafah. Substansinya adalah fokus melakukan perenungan sampai memperoleh keputusan yang strategis. Kenapa wukuf ini menjadi penting? Karena, ternyata banyak diantara kita yang seringkali membuat keputusan secara tergesa-gesa, tanpa memahami masalahnya dengan baik. Ini adalah tipikal orang yang tidak sabaran. Sebuah akhlak yang sangat tidak dianjurkan oleh Islam, karena akan berujung pada penyesalan di belakang hari. Allah memberikan stressing dan motivasi yang sangat kuat kepada siapa saja yang bisa bersabar dalam menyikapi masalah: innallaaha ma’ash shaabiriin Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Keputusan yang diperoleh dengan cara wukuf Insya Allah akan jauh lebih baik dibandingkan dengan yang tergesa-gesa. Karena di dalam wukuf itulah kita diajari untuk membuka pikiran dan hati seluas-luasnya dalam menerima petunjuk Allah. Mengintensifkan dzikir untuk membuka hijab yang menutupi jiwa, sehingga menjadi lebih jernih dalam memahami masalah. Mulai dari soal rumah tangga, rezeki, keilmuan, sosial kemasyarakatan, sampai masalah negara dan keumatan. Namun demikian, tak jarang hasil wukuf memperoleh hambatan saat diimplementasikan. Terutama jika kepentingan egoistik terlalu dominan. Disinilah setan menunggangi ego kita untuk menggagalkan petunjuk yang kita peroleh saat wukuf. Kejernihan spiritual yang sudah terbentuk bisa menjadi kabur kembali, jika kita menuruti ego pribadi. B. Lempar Jamrah Inilah saatnya kita menerapkan filosofi Lempar Jamrah. Yakni, mengusir sifat-sifat setaniyah yang menjurus kepada kepentingan sempit dan egois. Yang benar adalah, harus bersifat sosial sekaligus spiritual. Seperti substansi ritual berkorban itu. Jika kita egoistik, yang sosial dan spiritual akan terlewatkan. Tetapi jika kita menjalaninya dengan landasan sosial-spiritual, maka kepentingan yang bersifat egoistik akan terpenuhi dengan sendirinya. Hasilnya akan lebih holistik.

Upload: fitri-indra-wardhono

Post on 17-Jul-2015

57 views

Category:

Lifestyle


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aplikasi ritual haji dalam kehidupan sehari hari

Bab 1 Menjadi Haji Tanpa Berhaji

http://catatanagusmustofa.wordpress.com/2012/10/31/tasawuf-haji-15-habis-menjadi-haji-tanpa-berhaji/

Proses mendekatkan diri kepada Allah adalah sebuah keniscayaan bagi seorang muslim. Dan Allah dengan sangat jelas memerintahkan kepada kita untuk mencari jalan mendekatkan diri kepada-Nya. Bahkan, ‘melarang’ untuk ‘kedahuluan mati’ kecuali sudah dalam keadaan berserah diri kepada-Nya.

Bagaimanakah caranya mencari jalan untuk berserah diri kepada Allah itu? Jawabnya adalah menerapkan ritual haji dalam kehidupan kita sehari-hari. Mulai dari Wukuf, Lempar Jamrah, Tawaf, sampai Sa’i. Bukan dalam arti ritual fisik seperti saat di tanah suci. Melainkan secara substansi.

A. Wukuf

Wukuf bisa kita lakukan dimana saja. Bukan hanya saat di Arafah. Substansinya adalah fokus melakukan perenungan sampai memperoleh keputusan yang strategis. Kenapa wukuf ini menjadi penting? Karena, ternyata banyak diantara kita yang seringkali membuat keputusan secara tergesa-gesa, tanpa memahami masalahnya dengan baik. Ini adalah tipikal orang yang tidak sabaran. Sebuah akhlak yang sangat tidak dianjurkan oleh Islam, karena akan berujung pada penyesalan di belakang hari. Allah memberikan stressing dan motivasi yang sangat kuat kepada siapa saja yang bisa bersabar dalam menyikapi masalah: innallaaha ma’ash shaabiriin – Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.

Keputusan yang diperoleh dengan cara wukuf Insya Allah akan jauh lebih baik dibandingkan dengan yang tergesa-gesa. Karena di dalam wukuf itulah kita diajari untuk membuka pikiran dan hati seluas-luasnya dalam menerima petunjuk Allah. Mengintensifkan dzikir untuk membuka hijab yang menutupi jiwa, sehingga menjadi lebih jernih dalam memahami masalah. Mulai dari soal rumah tangga, rezeki, keilmuan, sosial kemasyarakatan, sampai masalah negara dan keumatan.

Namun demikian, tak jarang hasil wukuf memperoleh hambatan saat diimplementasikan. Terutama jika kepentingan egoistik terlalu dominan. Disinilah setan menunggangi ego kita untuk menggagalkan petunjuk yang kita peroleh saat wukuf. Kejernihan spiritual yang sudah terbentuk bisa menjadi kabur kembali, jika kita menuruti ego pribadi.

B. Lempar Jamrah

Inilah saatnya kita menerapkan filosofi Lempar Jamrah. Yakni, mengusir sifat-sifat setaniyah yang menjurus kepada kepentingan sempit dan egois. Yang benar adalah, harus bersifat sosial sekaligus spiritual. Seperti substansi ritual berkorban itu. Jika kita egoistik, yang sosial dan spiritual akan terlewatkan. Tetapi jika kita menjalaninya dengan landasan sosial-spiritual, maka kepentingan yang bersifat egoistik akan terpenuhi dengan sendirinya. Hasilnya akan lebih holistik.

Page 2: Aplikasi ritual haji dalam kehidupan sehari hari

Setan bukan hanya terdapat di tanah suci. Apalagi berupa tugu-tugu jamarat bikinan pemerintah Arab Saudi. Semua itu hanya simbol. Setan yang sesungguhnya telah berada di dalam diri kita sendiri. Maka, kita harus memahami substansi, dan bukan terjebak kepada sekedar tradisi yang tanpa isi. Filosofi lempar jamrah itulah yang mesti kita terapkan dalam realitas. Agar kita termasuk orang-orang yang berada di jalan lurus yang diridhai-Nya.

C. Tawaf

Mengingat-Nya dalam segala kondisi, dalam segala peristiwa. Siapa saja mengingat Allah, maka Dia akan mengingatnya pula. Dia akan selalu bersama dengan orang-orang yang ingat kepada-Nya, yakni orang-orang yang pandai bersyukur dan bersabar dalam segala aktivitasnya.

D. Sa’i

Perintah Allah agar umat Islam pantang putus asa dalam menjalani hidupnya. Jangankan kita, para Nabi dan sahabatnya pun semua mengalami ujian, sampai mereka benar-benar berserah diri hanya kepada Allah, sebagai bukti yang tak terbantahkan bahwa mereka memang pantas memperoleh kesuksesan sejati di dunia maupun di akhirat nanti.