apa yang diketahui anak-anak sekolah dasar tentang ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-03 -...

24
226 INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005 Masalah keselamatan diri pada anak merupakan masalah penting yang perlu mendapat perhatian orangtua dan sekolah. Hal ini dapat kita lihat pada berita kecelakaan pada anak yang banyak diberitakan di berbagai surat kabar dan televisi (Lasedu, Apa yang Diketahui Anak-anak Sekolah Dasar tentang Keselamatan Dirinya: Studi Pendahuluan tentang Pemahaman akan Keselamatan Diri. Agnes Maria Sumargi Yohan Kurniawan James Waskito Sasongko Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pemahaman anak-anak Sekolah Dasar (SD) akan keselamatan diri, yakni dalam menghadapi bahaya kebakaran, bahaya orang tak dikenal, bahaya kecelakaan di tempat bermain, bahaya premanisme di lingkungan sekolah, dan bahaya kecelakaan di jalan raya. Penelitian dilakukan pada 876 orang siswa-siswi SDK St. Theresia I Surabaya yang duduk di kelas 1 sampai dengan kelas 6. Hasil yang diperoleh dari angket menunjukkan mayoritas anak memiliki pemahaman yang baik ketika menghadapi bahaya orang tak dikenal, bahaya di tempat bermain, dan bahaya kecelakaan di jalan raya. Berdasarkan respon atas pertanyaan terbuka, diketahui bahwa anak-anak kurang memahami cara-cara yang aman untuk menghadapi bahaya kebakaran dan bahaya preman bersenjata. Mayoritas anak mengaku tidak mendapatkan informasi mengenai keselamatan diri dari pihak mana pun. Dengan demikian, peran orangtua dan guru dalam memberikan pengetahuan akan keselamatan diri relatif kurang disadari oleh anak. Disarankan agar orangtua dan guru lebih aktif memberikan pendidikan keselamatan diri kepada anak. Hal ini mensyaratkan tersedianya waktu khusus untuk berdiskusi dengan anak mengenai macam-macam potensi bahaya dan latihan (praktek) cara-cara yang aman dalam menghadapi potensi bahaya tersebut. Keywords: pemahaman anak, keselamatan diri, bahaya kebakaran, bahaya orang tak dikenal, bahaya premanisme, bahaya di tempat bermain, bahaya kecelakaan di jalan raya. INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005 © 2005, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Upload: vanlien

Post on 25-Jul-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

226INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

Masalah keselamatan diri pada anakmerupakan masalah penting yang perlumendapat perhatian orangtua dan sekolah.Hal ini dapat kita lihat pada berita kecelakaanpada anak yang banyak diberitakan diberbagai surat kabar dan televisi (Lasedu,

Apa yang Diketahui Anak-anak Sekolah Dasartentang Keselamatan Dirinya:

Studi Pendahuluan tentang Pemahamanakan Keselamatan Diri.

Agnes Maria SumargiYohan Kurniawan

James Waskito SasongkoErmida Simanjuntak

Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pemahaman anak-anak Sekolah Dasar(SD) akan keselamatan diri, yakni dalam menghadapi bahaya kebakaran, bahaya orangtak dikenal, bahaya kecelakaan di tempat bermain, bahaya premanisme di lingkungan sekolah,dan bahaya kecelakaan di jalan raya. Penelitian dilakukan pada 876 orang siswa-siswiSDK St. Theresia I Surabaya yang duduk di kelas 1 sampai dengan kelas 6. Hasil yangdiperoleh dari angket menunjukkan mayoritas anak memiliki pemahaman yang baik ketikamenghadapi bahaya orang tak dikenal, bahaya di tempat bermain, dan bahaya kecelakaandi jalan raya. Berdasarkan respon atas pertanyaan terbuka, diketahui bahwa anak-anakkurang memahami cara-cara yang aman untuk menghadapi bahaya kebakaran dan bahayapreman bersenjata. Mayoritas anak mengaku tidak mendapatkan informasi mengenaikeselamatan diri dari pihak mana pun. Dengan demikian, peran orangtua dan guru dalammemberikan pengetahuan akan keselamatan diri relatif kurang disadari oleh anak.Disarankan agar orangtua dan guru lebih aktif memberikan pendidikan keselamatan dirikepada anak. Hal ini mensyaratkan tersedianya waktu khusus untuk berdiskusi dengananak mengenai macam-macam potensi bahaya dan latihan (praktek) cara-cara yang amandalam menghadapi potensi bahaya tersebut.

Keywords:pemahaman anak, keselamatan diri, bahayakebakaran, bahaya orang tak dikenal, bahayapremanisme, bahaya di tempat bermain, bahayakecelakaan di jalan raya.

INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

© 2005, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

227INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

2000, Kecelakaan Lalu Lintas dan KompensasiKorban Jepang di Hindia Belanda ; KompasCyber Media, 2001, Kecelakaan pada Anak).Dalam banyak kasus, kecelakaan yang terjadipada anak-anak ini mengakibatkan cederadan bahkan kematian. Tidak hanya itu, anak-anak juga beresiko tinggi mendapatperlakuan yang kurang baik dari orangdewasa, seperti pada kasus penculikan,perkosaan dan pelecehan seksual,perdagangan dan pelacuran anak (SanggarAnak ‘Akar’, 2001, Gerakan RakyatMembangun Pendidikan Anak; Ceria-CeritaRemaja Indonesia, 2001, Berwisata di BaliSambil “Memakan” Anak-anak).

Menurut Vinje (1991), anak-anaktergolong rentan terhadap kecelakaan karenamereka memiliki keterbatasan kognitif.Anak-anak seringkali gagal mempersepsikansesuatu dengan baik, bahkan banyak anaktidak memahami konsep tentang bahaya dantidak bahaya (Eiser, Patterson, & Eiser,1983). Pemahaman anak yang terbatasmengenai bahaya menyebabkan anak kurangdapat mengantisipasi dan mengatasi kondisibahaya yang muncul. Hal ini bisa berakibatfatal untuk keselamatan dirinya. Lebih-lebihlagi, orang dewasa tidak selalu berada didekat anak-anak sehingga tidak bisa secaraoptimal menjaga dan mengawasi anak(Gillham & Thomson,1996). Satu-satunyacara untuk membuat anak-anak selamat daribahaya adalah dengan meningkatkanpemahamannya akan bahaya dan cara-caramengatasi bahaya tersebut melaluipendidikan keselamatan diri.

Di negara-negara Barat, seperti Inggrisdan Swedia, anak-anak sejak dini sudahdiperkenalkan dengan cara-cara menjaga

keselamatan dirinya, seperti caramenyeberang jalan yang benar dan menolakajakan orang asing. Pendidikan keselamatandiri ini bahkan dimasukkan ke dalamkurikulum sekolah (Gillham &Thomson,1996). Sementara itu di Indonesia,peran keluarga dan sekolah masih terasakurang dalam mengajarkan cara-caramenjaga keselamatan diri pada anak-anak.Sebagai contoh konkrit, kasus penculikananak yang bernama Hegel di Jakarta di manasang penculik berhasil membujuk Hegeluntuk ikut dengannya hanya dengan caramengatakan bahwa ibu Hegel ada di mobiluntuk menjemput (Jawa Pos, 3 Agustus2003). Kasus penculikan seperti ini tidakakan terjadi jika orangtua bersama-samadengan pihak sekolah memberikan panduanpada anak-anak berbagai cara mengenali danmengatasi situasi yang berbahaya bagikeselamatan dirinya.

Meskipun disadari bahwa masalahkeselamatan diri merupakan suatu hal yangpenting untuk diajarkan, data yangrepresentatif mengenai keselamatan diripada anak-anak di Indonesia belum ada.Kondisi di Indonesia ini sebenarnya serupadengan yang terjadi di Malaysia. Hanya saja,Malaysia terlebih dahulu menyadariketerbatasan data ini dan mulai melakukanpenelitian sehubungan dengan keselamatandiri pada anak-anak Sekolah Dasar (Maakip,dkk., 2000). Dengan demikian, penelitiantentang keselamatan diri perlu segeradilakukan di Indonesia sehingga dapatdiperoleh data yang memadai dan objektifmengenai keselamatan diri pada anak-anak.Keberadaan data ini nantinya dapatdimanfaatkan oleh orangtua maupun

Agnes Maria Sumargi, Yohan Kurniawan , James Waskito Sasongko & Ermida Simanjuntak

228INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

sekolah untuk melakukan pendidikankeselamatan diri pada anak (Gillham &Thomson, 1996).

Penelitian ini merupakan penelitianawal yang mencoba untuk mengungkapsejauhmana pemahaman anak-anak SekolahDasar (SD) mengenai keselamatan dirinya,khususnya keselamatan diri terhadap bahayakebakaran, bahaya orang yang tak dikenal,bahaya kecelakaan di tempat permainan,bahaya premanisme di lingkungan sekolah,dan bahaya kecelakaan di jalan raya. Selainmengungkap masalah pemahaman anaktentang keadaan bahaya, penelitian awal inijuga bermaksud untuk melihat siapa sajayang selama ini berperan dalam memberikanpendidikan keselamatan diri kepada anak,apakah orangtua, pihak sekolah, atau pihak-pihak lain seperti teman ataupun mediacetak.

Masalah penelitian dibatasi padapemahaman anak-anak Sekolah Dasar (SD)mengenai hal-hal yang perlu dilakukan jikamenghadapi bahaya kebakaran, bahayaorang yang tak dikenal (kemungkinanpenculikan), bahaya kecelakaan di jalan raya,bahaya di tempat bermain (termasukmenggunakan alat-alat permainan yang tidakaman), serta bahaya premanisme yangdilakukan oleh teman maupun orang lain dilingkungan sekolah. Tindakan premanismedi sini memiliki dua arti, yaitu : serangankekerasan yang dilakukan secara berulang-ulang oleh sesama siswa terhadap anak untukmenunjukkan kekuasaannya (bullying) danserangan atau ancaman untuk melakukankekerasan dari pihak yang tak dikenal (orangdi luar lingkungan sekolah) biasanya dengantujuan memeras atau meminta uang.

Berdasarkan latar belakang masalah,masalah penelitian dirumuskan sebagaiberikut:1. Bagaimana pemahaman anak-anak SD

akan keselamatan diri, khususnya dalammenghadapi bahaya kebakaran, bahayaorang yang tak dikenal, bahayakecelakaan di tempat bermain, bahayapremanisme di lingkungan sekolah, danbahaya kecelakaan di jalan raya?.

2. Siapa yang lebih berperan dalammemberikan pengetahuan tentangkeselamatan diri pada anak-anak SD:orangtua, sekolah, atau pihak lain(seperti teman dan media cetak)?.

Pemahaman akan keselamatan diridan aspek-aspeknya

Pengertian dari pemahaman akankeselamatan diri adalah pengetahuan yangdimiliki oleh seseorang tentang bahaya dancara-cara menghindarkan diri dari hal-halyang membahayakan atau yangmenimbulkan kecelakaan. Pemahaman akankeselamatan diri yang menjadi fokus dalampenelitian ini adalah pemahaman akankeselamatan diri pada anak-anak usiaSekolah Dasar (SD).

Aspek-aspek pemahaman akankeselamatan diri diturunkan dari berbagaikondisi bahaya yang mungkin dijumpai olehanak di lingkungan sekolah. Kondisi bahayatersebut antara lain adalah: bahayakebakaran, bahaya orang yang tak dikenal,bahaya kecelakaan di jalan raya, bahayakecelakaan karena tempat bermain dan alat-alat permainan yang tidak aman, serta bahayapremanisme (bullying) yang dilakukan olehteman maupun orang lain di lingkungan

Apa yang diketahui anak-anak Sekolah Dasar tentang keselamatan dirinya

229INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

sekolah.Pemahaman anak akan bahaya

kebakaran penting artinya agar anak tahucara-cara yang tepat untuk menyelamatkandiri. Anak membutuhkan pengetahuanmengenai hal-hal yang harus dilakukanketika mengalami kebakaran, seperti berjalankeluar secepatnya tanpa membawa barang-barang, menjauhi area kebakaran danmencari tempat yang aman, serta memberitanda bahaya bagi orang lain denganmembunyikan bel atau alarm kebakaran.Tidak hanya itu, anak-anak perlu pula diajaruntuk menerapkan apa yang mereka ketahuidalam bentuk latihan kebakaran atau yangkerap disebut sebagai fire drill (Lambert, n.d.Kids Fire Safety Tips-Fire Safety Tips ForChildren).

Bahaya lain yang perlu diwaspadaiadalah masalah kejahatan yang dilakukanoleh orang yang tidak dikenal pada anak-anak. Dengan semakin meningkatnya usiaanak, maka perjumpaan anak dengan orang-orang di luar keluarga menjadi semakinsering. Terdapat berbagai kasus penculikan,perkosaan dan pelecehan seksual,perdagangan dan pelacuran anak (SanggarAnak ‘Akar’, 2001, Gerakan RakyatMembangun Pendidikan Anak; Ceria-CeritaRemaja Indonesia, 2001, Berwisata di BaliSambil “Memakan” Anak-anak) menunjukkanrawannya bahaya di luar rumah, ketika anakharus berhadapan dengan orang-orang yangkurang mereka kenal. Anak-anak perlumemahami potensi bahaya tindak kejahatanseperti penculikan yang dilakukan olehorang tak dikenal. Sikap waspada terhadaporang yang tak dikenal yang tampak ramahkepada anak dan seolah-olah mengenal

keluarga anak perlu diajarkan oleh paraorangtua (Hechinger, 1984).

Di samping dua bahaya yang telahdisebutkan di atas, anak-anak seringmengalami bahaya premanisme dilingkungan sekolah. Arti premanisme di siniadalah serangan kekerasan, baik yang bersifatfisik (misal: pemukulan perampokan)maupun yang bersifat verbal (misal:ancaman, olok-olok, dan hinaan), yangdilakukan oleh anak-anak yang lebih besaruntuk menunjukkan kekuasaannya (bullying)dan juga oleh orang lain di lingkungansekolah dengan tujuan memeras ataumeminta uang.

Sehubungan dengan tempat bermain,maka anak-anak juga perlu mendapatpemahaman tentang kondisi di tempatbermain dimana permainan yang dipilihanak-anak bisa saja tidak aman sehinggaanak rentan mengalami kecelakaan ketikasedang bermain. Contoh alat permainanyang dianggap berbahaya antara lain adalahtrampolin. Pada tahun 1996 di Amerikadiperkirakan terjadi 83.400 kecelakaan akibatpermainan trampolin. Dua pertiga korbanakibat jatuh dari trampolin ini adalah anak-anak berusia 5-14 tahun (Papalia, Olds, &Feldman, 2001). Beberapa alat permainanyang dipandang berbahaya tetapi seringdimainkan oleh anak-anak di Indonesiaadalah: tangga, pohon atau pagar yang tinggi,peralatan listrik, benda-benda tajam sepertipisau, gunting, dan peniti.

Di samping itu kondisi di jalan rayajuga cukup rentan bagi anak-anak. Thomson(1996a) memaparkan bahwa anak-anak usia5-9 tahun di berbagai negara empat kali lebihrentan mengalami kecelakaan di jalan raya

Agnes Maria Sumargi, Yohan Kurniawan , James Waskito Sasongko & Ermida Simanjuntak

230INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

dibandingkan dengan orang dewasa. Banyakdi antara anak-anak ini mengalamikecelakaan justru ketika menyeberang ditempat yang relatif sepi. Hal ini menandakanbahwa anak-anak usia 5-9 tahun ini kurangmemiliki pemahaman dan ketrampilanmenyeberang secara aman. Beberapa strategiyang perlu dipahami oleh anak-anak untukmenghindar dari bahaya di jalan raya antaralain adalah: penggunaan fasilitaspenyeberangan seperti jembatanpenyeberangan, penggunaan helm atausabuk pengaman ketika berkendaraan,pemahaman cara-cara menyeberang danberkendaraan yang aman (Maakip dkk.,2000).

Faktor-faktor yang mempengaruhipemahaman anak tentangkeselamatan diri

Pemahaman anak akan keselamatandirinya tidak terlepas dari keterbatasankognitif yang dimilikinya. Anak usia 5 tahunsebenarnya sudah mampu membedakan artidari konsep selamat dan tidak selamat,namun karena perkembangan kognitifmereka masih berada pada tahap pra-operasional yang salah satunya bercirikanketidakmampuan menggunakan sudutpandang orang lain dan kecenderunganmempertimbangkan sesuatu hanya darisudut pandangnya sendiri (egosentrisme),maka dalam situasi praktis, anak-anak lebihmengandalkan interpretasi mereka sendiritentang apa yang dianggap selamat dan tidakselamat (Maakip, dkk., 2000). Sebagaicontoh, anak-anak pada usia ini mengira jikamereka bisa melihat pengendara kendaraanbermotor mendekati mereka yang sedang

menyeberang jalan, maka pengendaratersebut juga bisa melihat mereka denganjelas. Anak-anak ini tidakmempertimbangkan adanya kemungkinanpandangan pengendara kendaraan bermotorbisa terhalang oleh banyak hal, sepertitikungan tajam Sebagai akibat dariketidakakuratan penilaian ini, anak-anakyang usianya muda rentan mengalamikecelakaan di jalan raya, bahkan di jalan yangsepi sekalipun (Thomson, 1996a). Papalia,Olds, dan Feldman (2001) menegaskanbahwa anak-anak sampai dengan usia 6tahun cenderung memiliki estimasiberlebihan terhadap kemampuan fisiknyasehingga mereka rentan mengalamikecelakaan.

Sementara itu, anak-anak usia 7-12tahun yang taraf berpikirnya berada padatahap operasional konkrit sudah mampumelakukan analisis secara logis terhadapsuatu kondisi bahaya. Hanya saja, merekamemiliki keterbatasan dalam halpengetahuan praktis tentang keselamatandiri (Maakip dkk., 2000). Sebagai contoh,anak-anak yang usianya 9 tahun ke bawahbelum memiliki ketrampilan yangdibutuhkan untuk berjalan kaki secara amandi tengah keramaian lalu lintas. Merekamasih mengalami kesulitan memperkirakankecepatan kendaraan yang mendekatimereka. Mereka tidak bisa membuatpenilaian yang tepat apakah kendaraan yangakan lewat itu melaju dengan kecepatanrendah, sedang, atau tinggi. Beberapa anakbahkan mengambil keputusan berbahaya,yakni: terburu-buru menyeberang jalanjustru ketika kendaraan sedang melajukencang ke arah mereka (Miller, Austin, &

Apa yang diketahui anak-anak Sekolah Dasar tentang keselamatan dirinya

231INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

Rohn, 2004).Secara umum, keterbatasan kognitif

yang dimiliki oleh anak membuat merekarentan terhadap bahaya. Beberapa tindakanyang anak-anak anggap aman untukdilakukan namun sebenarnya tidak amandari sudut pandang orang dewasa (Eiser,Patterson, dan Eiser, 1983). Ketiadaan ataukurangnya pihak-pihak yang dapatmemberikan informasi yang benar mengenaibahaya yang dihadapi oleh anak-anakmenyebabkan anak-anak ini semakinmengandalkan interpretasinya sendiritentang arti berbahaya dan tidak berbahaya.

Beberapa faktor lain yangmempengaruhi pemahaman anak akankeselamatan diri adalah situasi keluarga dankarakteristik kepribadian anak (Roberts,1996a). Semakin besar ukuran keluarga,semakin kurang perhatian orangtua terhadapanak. Perhatian kepada anak yang kurangjuga terjadi pada keluarga yang kurangharmonis. Dengan demikian, anak-anakyang tinggal dalam keluarga besar maupunkeluarga yang kurang harmonis, kurangmendapat pengawasan dari orangtuanya.Dalam situasi seperti ini, anak-anak dapatmengalami kecelakaan atau menghadapibahaya tanpa sepengetahuan orangtuanya.Orangtua cenderung sibuk dengan berbagaihal sehingga kurang memiliki kesempatanuntuk mengajarkan pendidikan keselamatandiri pada anak. Sementara itu, anak dengankarakteristik kepribadian tertentu relatifrentan terhadap bahaya atau kecelakaan.Misalnya, anak yang mudah cemas,hiperaktif, canggung, agresi, serta anak yangberada dalam kondisi marah, lelah, stres,impulsif atau sembrono dan suka pamer

(unjuk kebolehan dengan melakukan hal-halyang berbahaya) rentan menghadapi bahayaatau mengalami kecelakaan (Roberts, 1996a).Mereka kurang bisa membuat penilaian yangakurat terhadap situasi berbahaya dan cara-cara mengatasinya secara efektif.

Metode penelitianTipe penelitian ini adalah penelitian

survai (sensus) yang bersifat deskriptif.Pemahaman anak akan keselamatan diri yangmenjadi variabel dalam penelitian inididefinisikan secara operasional sebagaipengetahuan yang dimiliki oleh anak tentangbahaya dan cara-cara mencegah ataumengatasi bahaya tersebut yang akandiungkap dengan menggunakan angket.Bahaya yang diungkap dalam penelitian iniadalah bahaya kebakaran, bahaya orang takdikenal, bahaya premanisme, bahaya ditempat bermain dan bahaya kecelakaan dijalan raya.

Populasi dalam penelitian ini adalahseluruh siswa-siswi kelas 1 sampai dengankelas 6 SDK St. Theresia I Surabaya (totalpopulation study). Pemilihan sekolah sebagaipopulasi penelitian didasarkan ataspertimbangan bahwa SDK St.Theresia Iberada dalam lokasi yang cukup padat.Kendaraan cukup ramai lalu lalang di depansekolah. Selain itu, banyak pula orang berlalulalang di sekitar sekolah sehingga masalahkeselamatan diri merupakan masalah yangrelevan bagi para siswanya. Secarakeseluruhan, jumlah siswa-siswi SDKTheresia I adalah 1103 orang, namun yanglengkap mengisi angket berjumlah 876 orang(416 orang laki-laki dan 460 orangperempuan).

Agnes Maria Sumargi, Yohan Kurniawan , James Waskito Sasongko & Ermida Simanjuntak

232INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

Penelitian ini menggunakan angketsebagai alat ukur yang terdiri dari 5 bagian,yakni keterangan diri, pertanyaan untukbagian Bahaya Kebakaran (4 aitem), skalapemahaman akan keselamatan diri (terdiridari 5 bagian), pertanyaan terbuka tentangstrategi yang digunakan anak untukmenghadapi bahaya (1 aitem) danpertanyaan terbuka untuk menggali peranserta orangtua, guru, serta pihak-pihak laindalam melakukan pendidikan keselamatandiri (1 aitem). Skala pemahaman akankeselamatan diri yang digunakan dalampenelitian ini merupakan hasil modifikasidari angket dipakai oleh Maakip dan kawan-kawan (2000). Modifikasi dilakukan agarsesuai dengan konteks budaya Indonesiasehingga dapat menjawab rumusan masalahpenelitian.

Analisis dan seleksi aitem untukskala pemahaman akankeselamatan diri

Analisis aitem dilakukan terhadapmasing-masing aspek pada skalapemahaman akan keselamatan diri.

Berdasarkan hasil analisis aitem denganbantuan program SPSS 11.0 for Windows,aitem-aitem pada aspek pemahaman akanbahaya kebakaran dan aspek pemahamanakan bahaya premanisme kurang memenuhisyarat sebagai aitem-aitem yang baik. Dari 6aitem pada aspek pemahaman akan bahayakebakaran, hanya 3 aitem yang sahih dengan

koefisien reliabilitas sebesar 0,20. Dari 2aitem pada aspek pemahaman akan bahayapremanisme, hanya 2 aitem yang sahihdengan koefisien reliabilitas sebesar 0,14.Dengan demikian, kualitas aitem untukaspek pemahaman akan bahaya kebakarandan bahaya premanisme kurang begitu baik,sehingga peneliti tidak melakukan analisislebih lanjut pada kedua aspek ini. Meskipundemikian, analisis respon subjek terhadappertanyaan terbuka untuk aspek pemahamanakan bahaya kebakaran dan bahayapremanisme tetap dilakukan.

Sementara itu, hasil analisis dan seleksiaitem untuk aspek pemahaman akan bahayaorang tak dikenal, pemahaman akan bahayadi tempat bermain, serta pemahaman akanbahaya kecelakaan di jalan raya menunjukkanbahwa seluruh aitem pada aspek-aspek initergolong sahih dan cukup reliabel.Koefisien reliabilitas untuk aspekpemahaman akan bahaya orang tak dikenal,bahaya di tempat bermain, bahayakecelakaan di jalan raya berturut-turutsebesar 0,62; 0,60; dan 0,61.

Hasil penelitianData dianalisis menggunakan program

SPSS 11.0 for Windows. Berikut ini akandipaparkan beberapa tabel penting tentangjawaban subjek atas pertanyaan-pertanyaanpada angket.

Apa yang diketahui anak-anak Sekolah Dasar tentang keselamatan dirinya

233INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

Tabel 1. Deskripsi Jawaban Para Subjek Penelitian pada Setiap Jenjang Kelasterhadap Pertanyaan tentang Bahaya Kebakaran

(‘Apa yang akan kamu lakukan kalau sekolahmu mengalami kebakaran?’)

No. Kelas 3 Variasi Jawaban Terbanyak dan Persentasenya*

1. Kelas 1 1. Menyemprot air (25,19%)2. Lari (16,79%)3. Memanggil polisi atau pemadam kebakaran (9,92%)

2. Kelas 2 1. Lari (29,41%)2. Menyemprot air (11,76%)3. Tidak jelas / tidak dijawab (11,03%)

3. Kelas 3 1. Lari (19,42%)2. Memanggil polisi atau pemadam kebakaran (18,71%)3. Lari dan membawa barang-barang (7,91%)

4. Kelas 4 1. Lari (14,29%)2. Memanggil polisi atau pemadam kebakaran (10,88%)3. Lari dan membawa barang-barang (9,52%)

5. Kelas 5 1. Lari (15,71%)2. Memanggil polisi atau pemadam kebakaran (15,00%)3. Membawa barang-barang (10,00%)

6. Kelas 6 1. Lari (15,30%)2. Lari dan membawa barang-barang (14,21%)3. Memanggil polisi atau pemadam kebakaran (5,46%)

Keterangan: * Persentase yang tercantum pada tabel dihitung berdasarkan frekuensi variasijawaban yang paling banyak diungkapkan oleh subjek penelitian dibagi denganjumlah subjek pada masing-masing kelas.

Tabel 3. Deskripsi Tingkat Pemahaman Subjek Penelitian akanBahaya Orang Tak Dikenal Berdasarkan Jenjang Kelas*

1. Sangat X > 15,6 36 771 93 101 93 120 514Tinggi (4,11%) (8,11%) (10,62%) (11,53%) (10,62%) (13,70%) (58,68%)

2. Tinggi 13,2 < X ≤≤≤≤≤ 28 30 24 14 28 35 15915,6 (3,20%) (3,42%) (2,74%) (1,60%) (3,20%) (4,00%) (18,15%)

3. Sedang 10,8< X ≤ 40 31 18 29 17 26 16113,2 (4,57%) (3,54%) (2,05%) (3,31%) (1,94%) (2,97%) (18,38%)

4. Rendah 8,4 < X ≤ 19 2 4 2 1 2 3010,8 (2,17%) (0,23%) (0,46%) (0,23%) (0,11%) (0,23%) (3,42%)

5. Sangat X ≤ 8,4 8 2 0 1 1 0 12Rendah (0,91%) (0,23%) (0,00%) (0,11%) (0,11%) (0,00%) (1,37%)

TOTAL 131 136 139 147 140 183 876(14,95%) (15,53%) (15,87%) (16,78%) (15,98%) (20,89%) (100,00%)

No. Kategori BatasNilai

TotalSubjek1 2 3 4 5 6

K e l a s

Keterangan: * Persentase yang tercantum pada tabel dihitung berdasarkan frekuensi subjekpenelitian pada kategori tingkat pemahaman tertentu dibagi dengan jumlahseluruh subjek (876 orang).

Agnes Maria Sumargi, Yohan Kurniawan , James Waskito Sasongko & Ermida Simanjuntak

234INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

No. Kelas 3 Variasi Jawaban Terbanyak dan Persentasenya*

1. Kelas 1 1. Tidak mau ikut (7,34%)2. Tidak jelas/tidak tahu (9,16%)3. Mau ikut (4,58%)

2. Kelas 2 1. Tidak mau ikut (69,85%)2. Tidak jelas/tidak tahu (13,97%)3. Lari/kabur (6,62%)

3. Kelas 3 1. Tidak mau ikut (87,77%)2. Tidak jelas/tidak tahu (2,16%)3. Lari/kabur (1,44%)

4. Kelas 4 1. Tidak mau ikut (70,75%)2. Tidak mau ikut dan lari/kabur (9,52%)3. Tidak mau ikut dan memberitahu orang tua/guru (4,76%)

5. Kelas 5 1. Tidak mau ikut (75,00%)2. Memberitahu orangtua/guru (6,43%)3. Tidak mau ikut dan memberitahu orangtua/guru (5,71%)

6. Kelas 6 1. Tidak mau ikut (64,48%)2. Tidak mau ikut dan lari/kabur (6,56%)3. Tidak mau ikut dan memberitahu orangtua/guru (5,46%)

Tabel 4. Deskripsi Jawaban Para Subjek Penelitian pada Setiap Jenjang Kelasterhadap Pertanyaan tentang Bahaya Orang Tak Dikenal

(‘Apa yang kamu lakukan kalau ada orang yang tidak dikenal mengajak kamu?’)

Keterangan: * Persentase yang tercantum pada tabel dihitung berdasarkan frekuensi variasijawaban yang paling banyak diungkapkan oleh subjek penelitian dibagi denganjumlah subjek pada masing-masing kelas.

Tabel 5. Deskripsi Jawaban Para Subjek Penelitian pada Setiap Jenjang Kelasterhadap Pertanyaan tentang Bahaya Premanisme

(‘Apa yang akan kamu lakukan kalau dipukul atau dimintai uang oleh orang lain?’)

No. Kelas 3 Variasi Jawaban Terbanyak dan Persentasenya*

1. Kelas 1 1. Tidak memberi (3,35%)2. Reaksi fisik (misal: memukul) (18,32%)3. Tidak jelas (11,45%)

2. Kelas 2 1. Tidak memberi (19,85%)2. Reaksi fisik (misal: memukul) (19,12%)3. Lapor ke guru/orangtua/masyarakat (13,24%)

3. Kelas 3 1. Tidak memberi (21,58%)2. Lapor ke guru/ orangtua /masyarakat (18,71%)3. Reaksi fisik (misal: memukul) (10,07%)

4. Kelas 4 1. Tidak memberi (16,33%)2. Lapor ke guru/ orangtua /masyarakat (14,29%)3. Reaksi fisik (misal: memukul) (8,84%)

5. Kelas 5 1. Lapor ke guru/ orangtua /masyarakat (15,71%)2. Tidak memberi (15,00%)3. Reaksi fisik (misal: memukul) (10,71%)

Apa yang diketahui anak-anak Sekolah Dasar tentang keselamatan dirinya

235INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

6. Kelas 6 1. Tidak memberi (10,38%)2. Reaksi fisik (misal: memukul) (10,38%)3. Lapor ke guru/ orangtua /masyarakat (8,74%)

Keterangan: * Persentase yang tercantum pada tabel dihitung berdasarkan frekuensi variasijawaban yang paling banyak diungkapkan oleh subjek penelitian dibagi denganjumlah subjek pada masing-masing kelas.

Tabel 6. Deskripsi Tingkat Pemahaman Subjek Penelitian akanBahaya di Tempat Bermain Berdasarkan Jenjang Kelas*

1. Sangat X > 15,6 63 84 120 115 115 149 646Tinggi (7,19%) (9,59%) (13,70%) (13,13%) (13,13%) (17,01%) (73,74%)

2. Tinggi 13,2 < X ≤≤≤≤≤ 30 30 14 16 19 19 12815,6 (3,42%) (3,42%) (1,60%) (1,83%) (2,17%) (2,17%) (14,61%)

3. Sedang 10,8< X ≤≤≤≤≤ 32 19 4 12 5 8 8013,2 (3,65%) (2,17%) (0,46%) (1,37%) (0,57%) (0,91%) (9,13%)

4. Rendah 8,4 < X ≤≤≤≤≤ 2 2 0 3 1 4 1210,8 (0,23%) (0,23%) (0,00%) (0,34%) (0,11%) (0,46%) (1,37%)

5. Sangat X ≤≤≤≤≤ 8,4 4 1 1 1 0 3 10Rendah (0,46%) (0,11%) (0,11%) (0,11%) (0,00%) (0,34%) (1,14%)

TOTAL 131 136 139 147 140 183 876(14,95%) (15,53%) (15,87%) (16,78%) (15,98%) (20,89%) (100,00%)

No. Kategori BatasNilai

TotalSubjek1 2 3 4 5 6

K e l a s

Keterangan: * Persentase yang tercantum pada tabel dihitung berdasarkan frekuensi subjekpenelitian pada kategori tingkat pemahaman tertentu dibagi dengan jumlahseluruh subjek (876 orang).

Tabel 7. Deskripsi Jawaban Para Subjek Penelitian pada Setiap Jenjang Kelasterhadap Pertanyaan tentang Bahaya di Tempat Bermain

(‘Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika sedang bermain)

No. Kelas3 Variasi Jawaban Terbanyak dan Persentasenya*

Yang Boleh Dilakukan Yang Tidak Boleh Dilakukan

1. Kelas 1 1. Tidak jelas (36,64%) 1. Permainan sosialisasi yang berbahaya2. Permainan dengan alat yang (misal: dorong-dorongan) (24,43%)

tidak berbahaya (25,19%) 2. Tidak jelas (24,43%)3. Tidak dijawab (20,61%) 3. Permainan dengan alat yang berbahaya

(22,90%)

2. Kelas 2 1. Tidak dijawab (42,56%) 1. Permainan sosialisasi yang berbahaya2. Tidak jelas (27,21%) (misal: dorong-dorongan) (29,41%)3. Permainan dengan alat yang 2. Tidak dijawab (27,21%)

tidak berbahaya (15,44%) 3. Permainan dengan alat yang berbahaya(16,91%)

Agnes Maria Sumargi, Yohan Kurniawan , James Waskito Sasongko & Ermida Simanjuntak

236INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

3. Kelas 3 1. Permainan sosialisasi yang tidak 1. Permainan sosiaslisasi yang berbahayaberbahaya (51,80%) (misal: dorong-dorongan) (56,12%)

2. Permainan dengan alat yang 2. Permainan dengan alat yang berbahayatidak berbahaya (18,71%) (30,94%)

3. Tidak dijawab (12,95%) 3. Tidak jelas (4,32%)

4. Kelas 4 1. Tindakan/sikap tidak berbahaya 1. Tindakan/sikap berbahaya (misal: main(misal: lari, ambil mainan teman) jelangkung, lari di jalan) (31,97%)(26,53%) 2. Permainan dengan alat yang berbahaya

2. Tidak dijawab (23,81%) (23,13%)3. Tidak jelas (23,13%) 3. Permainan sosialisasi yang berbahaya

(misal: dorong-dorongan) (14,29%)

5. Kelas 5 1. Permainan sosialisasi yang tidak 1. Permainan sosialisasi yang berbahayaberbahaya (45,00%) (misal: dorong-dorongan) (40,71%)

2. Permainan dengan alat yang 2. Permainan dengan alat yang berbahayatidak berbahaya (16,43%) (27,86%%)

3. Tidak jelas (15,00%) 3. Tidak jelas (8,57%)

6. Kelas 6 1. Tidak jelas (39,89%) 1. Permainan dengan alat yang berbahaya2. Tidak dijawab (21,86%) (25,14%)3. Permainan sosialisasi yang tidak 2. Permainan sosialisasi yang berbahaya

berbahaya (14,75%) (misal: dorong-dorongan) (20,22%)3. Tindakan atau sikap berbahaya (misal:

main jelangkung, lari di jalan) (20,22%)

Keterangan: * Persentase yang tercantum pada tabel dihitung berdasarkan frekuensi variasijawaban yang paling banyak diungkapkan oleh subjek penelitian dibagi denganjumlah subjek pada masing-masing kelas.

Tabel 8. Deskripsi Tingkat Pemahaman Subjek Penelitian akanBahaya Kecelakaan di Jalan Raya Berdasarkan Jenjang Kelas*

1. Sangat X > 23,4 63 89 101 112 119 130 614Tinggi (7,19%) (10,16%) (11,53%) (12,79%) (13.58%) (14,84%) (70,09%)

2. Tinggi 19,8 < X £ 51 40 34 27 20 36 20823,4 (5,82%) (4,57%) (3,88%) (3,08%) (2,28%) (4,11%) (23,74%)

3. Sedang 16,2 < X £ 13 5 4 5 0 10 3719,8 (1,48%) (0,57%) (0,46%) (0,57%) (0,00%) (1,14%) (4,22%)

4. Rendah 12,6 < X £ 2 2 0 3 1 5 1316,2 (0,23%) (0,23%) (0,00%) (0,34%) (0,11%) (0,57%) (1,48%)

5. Sangat X £ 12,6 2 0 0 0 0 2 4Rendah (0,23%) (0,00%) (0,00%) (0,00%) (0,00%) (0,23%) (0,46%)

TOTAL 131 136 139 147 140 183 876(14,95%) (15,53%) (15,87%) (16,78%) (15,98%) (20,89%) (100,00%)

No. Kategori BatasNilai

TotalSubjek1 2 3 4 5 6

K e l a s

Keterangan: * Persentase yang tercantum pada tabel dihitung berdasarkan frekuensi subjekpenelitian pada kategori tingkat pemahaman tertentu dibagi dengan jumlahseluruh subjek (876 orang).

Apa yang diketahui anak-anak Sekolah Dasar tentang keselamatan dirinya

237INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

No. Kelas 3 Variasi Jawaban Terbanyak dan Persentasenya*

1. Kelas 1 1. Melihat ke kanan dan ke kiri (41,98%)2. Tidak jelas (11,45%)3. Menyeberang di zebra cross/jembatan penyeberangan (10,69%)

2. Kelas 2 1. Melihat ke kanan dan ke kiri (34,56%)2. Menyeberang dengan hati-hati (12,50%)3. Tidak jelas (12,50%)

3. Kelas 3 1. Melihat ke kanan dan ke kiri (41,01%)2. Melihat ke kanan dan ke kiri, serta menunggu sampai sepi (11,51%)3. Menyeberang di zebra cross/jembatan penyeberangan (6,47%)

4. Kelas 4 1. Melihat ke kanan dan ke kiri (33,33%)2. Melihat ke kanan dan ke kiri, serta menunggu sampai sepi (16,33%)3. Menyeberang di zebra cross/jembatan penyeberangan (9,52%)

5. Kelas 5 1. Melihat ke kanan dan ke kiri (20,71%)2. Melihat ke kanan dan ke kiri, serta menunggu sampai sepi (15,71%)3. Menunggu kendaraan sampai sepi (10,71%)

6. Kelas 6 1. Melihat ke kanan dan ke kiri, serta menunggu sampai sepi (22,95%)2. Melihat ke kanan dan ke kiri (16,94%)3. Menyeberang di zebra cross /jembatan penyeberangan (12,02%)

Keterangan: * Persentase yang tercantum pada tabel dihitung berdasarkan frekuensi variasijawaban yang paling banyak diungkapkan oleh subjek penelitian dibagi denganjumlah subjek pada masing-masing kelas.

Tabel 9. Deskripsi Jawaban Para Subjek Penelitian pada Setiap Jenjang Kelasterhadap Pertanyaan tentang Bahaya Kecelakaan di Jalan Raya

(‘Apa yang kamu lakukan kalau menyeberang di jalan raya yang ramai?’)

Tabel 10. Deskripsi Jawaban Para Subjek Penelitian padaSetiap Jenjang Kelas terhadap Pertanyaan tentang Pihak-Pihak yang Berperan

dalam Memberikan Pengetahuan tentang Bahaya Kebakaran

No. Kelas 3 Variasi Jawaban Terbanyak dan Persentasenya*

1. Kelas 1 1. Tidak ada yang memberitahu (47,33%)2. Majalah atau buku (12,21%)3. Orangtua (11,45%)

2. Kelas 2 1. Tidak ada yang memberitahu (69,12%)2. Orangtua (8,82%)3. Tidak dijawab (7,35%)

3. Kelas 3 1. Tidak ada yang memberitahu (74,82%)2. Guru (7,92%)3. Orangtua (4,32%)

4. Kelas 4 1. Tidak ada yang memberitahu (66,67%)2. Orangtua (14,29%)3. Guru (6,12%)

Agnes Maria Sumargi, Yohan Kurniawan , James Waskito Sasongko & Ermida Simanjuntak

238INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

5. Kelas 5 1. Tidak ada yang memberitahu (60,71%)2. Orangtua (13,57%)3. Guru (8,57%)

6. Kelas 6 1. Tidak ada yang memberitahu (67,21%)2. Orangtua (9,82%)3. Guru (5,94%)

No. Kelas 3 Variasi Jawaban Terbanyak dan Persentasenya*

1. Kelas 1 1. Tidak ada yang memberitahu (41,22%)2. Orangtua (24,43%)3. Orang lain (6,87%)

2. Kelas 2 1. Tidak ada yang memberitahu (48,53%)2. Orangtua (24,46%)3. Tidak dijawab (11,03%)

3. Kelas 3 1. Tidak ada yang memberitahu (48,92%)2. Orangtua (35,25%)3. Guru dan orangtua (5,04%)

4. Kelas 4 1. Orangtua (43,54%)2. Tidak ada yang memberitahu (38,10%)3. Guru dan orangtua (6,80%)

5. Kelas 5 1. Orangtua (46,43%)2. Tidak ada yang memberitahu (35,00%)3. Guru dan orangtua (7,14%)

6. Kelas 6 1. Orangtua (40,98%)2. Tidak ada yang memberitahu (38,25%)3. Guru dan orangtua (4,92%)

Keterangan: * Persentase yang tercantum pada tabel dihitung berdasarkan frekuensi variasijawaban yang paling banyak diungkapkan oleh subjek penelitian dibagi denganjumlah subjek pada masing-masing kelas.

Keterangan: * Persentase yang tercantum pada tabel dihitung berdasarkan frekuensi variasijawaban yang paling banyak diungkapkan oleh subjek penelitian dibagi denganjumlah subjek pada masing-masing kelas.

Tabel 11. Deskripsi Jawaban Para Subjek Penelitian padaSetiap Jenjang Kelas terhadap Pertanyaan tentang Pihak-Pihak yang Berperan

dalam Memberikan Pengetahuan tentang Bahaya Orang Tak Dikenal

No. Kelas 3 Variasi Jawaban Terbanyak dan Persentasenya*

1. Kelas 1 1. Tidak ada yang memberitahu (45,04%)2. Orangtua (19,85%)3. Majalah atau buku (1,14%)

Tabel 12. Deskripsi Jawaban Para Subjek Penelitian padaSetiap Jenjang Kelas terhadap Pertanyaan tentang Pihak-Pihak yang Berperan

dalam Memberikan Pengetahuan tentang Bahaya Premanisme

Apa yang diketahui anak-anak Sekolah Dasar tentang keselamatan dirinya

239INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

2. Kelas 2 1. Tidak ada yang memberitahu (63,97%)2. Tidak dijawab (14,71%)3. Orangtua (12,50%)

3. Kelas 3 1. Tidak ada yang memberitahu (67,63%)2. Orangtua (16,55%)3. Majalah atau buku (4,32%)

4. Kelas 4 1. Tidak ada yang memberitahu (59,18%)2. Orangtua (19,73%)3. Tidak dijawab (4,76%)

5. Kelas 5 1. Tidak ada yang memberitahu (70,00%)2. Orangtua (14,29%)3. Guru dan orangtua (4,29%)

6. Kelas 6 1. Tidak ada yang memberitahu (67,76%)2. Orangtua (17,49%)3. Guru dan orangtua (3,83%)

Keterangan: * Persentase yang tercantum pada tabel dihitung berdasarkan frekuensi variasijawaban yang paling banyak diungkapkan oleh subjek penelitian dibagi denganjumlah subjek pada masing-masing kelas.

Tabel 13. Deskripsi Jawaban Para Subjek Penelitian padaSetiap Jenjang Kelas terhadap Pertanyaan tentang Pihak-Pihak yang Berperan

dalam Memberikan Pengetahuan tentang Bahaya di Tempat Bermain

No. Kelas 3 Variasi Jawaban Terbanyak dan Persentasenya*

1. Kelas 1 1. Tidak ada yang memberitahu (44,27%)2. Orangtua (19,08%)3. Majalah atau buku (12,21%)

2. Kelas 2 1. Tidak ada yang memberitahu (55,88%)2. Tidak dijawab (16,18%)3. Orangtua (13,24%)

3. Kelas 3 1. Tidak ada yang memberitahu (55,40%)2. Orangtua (20,14%)3. Guru (4,32%), Orang lain (4,32%), Guru dan orangtua (4,32%)

4. Kelas 4 1. Tidak ada yang memberitahu (46,94%)2. Orangtua (27,89%)3. Guru dan orangtua (6,80%)

5. Kelas 5 1. Tidak ada yang memberitahu (38,57%)2. Orangtua (35,00%)3. Guru dan orangtua (10,00%)

6. Kelas 6 1. Tidak ada yang memberitahu (53,55%)2. Orangtua (23,50%)3. Guru dan orangtua (5,46%)

Keterangan: * Persentase yang tercantum pada tabel dihitung berdasarkan frekuensi variasijawaban yang paling banyak diungkapkan oleh subjek penelitian dibagi denganjumlah subjek pada masing-masing kelas.

Agnes Maria Sumargi, Yohan Kurniawan , James Waskito Sasongko & Ermida Simanjuntak

240INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

BahasanHasil penelitian ini menunjukkan

bahwa pemahaman anak-anak SD terhadapsebagian besar aspek keselamatan diri relatifbaik. Bahasan secara mendetail untuk setiapaspek keselamatan diri akan dipaparkanberikut ini.

a. Bahaya KebakaranDalam penelitian ini, pemahaman anak

akan bahaya kebakaran tidak bisadisimpulkan dari skala pemahaman akankeselamatan diri (aspek bahaya kebakaran)mengingat hasil uji validitas butir danreliabilitas yang kurang menunjang. Hal inididuga akibat ketidakmengertian anak-anakyang menjadi subjek penelitian mengenai

fasilitas dan prosedur keamanan yangseharusnya dijalankan dalam menghadapibahaya kebakaran.

Selain itu, subjek penelitian terlihatkurang memahami langkah-langkah atauprosedur khusus yang seharusnya dilakukanpada saat terjadi kebakaran. Hal ini terlihatdari jawaban subjek atas pernyataan: ‘apabilaterlihat asap tebal dan hitam di bangunansekolahku, aku akan pergi ke bangunan sekolahitu untuk melihat apa yang terjadi’. Mayoritassubjek menjawab akan melihat (46,58%)asap tersebut dan tidak pergi meninggalkanlokasi. Demikian pula jawaban subjek ataspernyataan: ‘apabila ada tanda bahaya kebakaran(bunyi bel/lonceng atau pemberitahuan guru), aku

Tabel 14. Deskripsi Jawaban Para Subjek Penelitian pada SetiapJenjang Kelas terhadap Pertanyaan tentang Pihak-Pihak yang Berperan dalam

Memberikan Pengetahuan tentang Bahaya Kecelakaan di Jalan Raya

No. Kelas 3 Variasi Jawaban Terbanyak dan Persentasenya*

1. Kelas 1 1. Tidak ada yang memberitahu (41,98%)2. Orangtua (22,90%)3. Guru (8,40%)

2. Kelas 2 1. Tidak ada yang memberitahu (52,94%)2. Orangtua (17,65%)3. Tidak dijawab (15,44%)

3. Kelas 3 1. Tidak ada yang memberitahu (43,88%)2. Orangtua (31,65%)3. Guru dan orangtua (5,76%)

4. Kelas 4 1. Orangtua (37,41%)2. Tidak ada yang memberitahu (35,37%)3. Guru dan orangtua (8,84%)

5. Kelas 5 1. Orangtua (42,86%)2. Tidak ada yang memberitahu (25,71%)3. Guru dan orangtua (10,71%)

6. Kelas 6 1. Tidak ada yang memberitahu (43,72%)2. Orangtua (31,69%)3. Guru dan orangtua (7,10%)

Keterangan: * Persentase yang tercantum pada tabel dihitung berdasarkan frekuensi variasijawaban yang paling banyak diungkapkan oleh subjek penelitian dibagi denganjumlah subjek pada masing-masing kelas.

Apa yang diketahui anak-anak Sekolah Dasar tentang keselamatan dirinya

241INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

akan keluar dari kelas tanpa membawa barang-barang sekolahku’, sebagian besar subjekmenjawab ‘tidak’ (56,74%), sisanyamenjawab ‘ya’ (28,42%) dan ‘ragu-ragu’(14,84%). Padahal, prosedur khusus seperti:menjauhi tempat kebakaran dan bergegaskeluar tanpa membawa barang, merupakanhal penting yang perlu diketahui oleh parasiswa sebagai bagian dari pendidikankeselamatan diri. Di negara-negara barat,sosialisasi mengenai prosedur khusus dalammenghadapi kebakaran ini tidak hanyadilakukan dalam bentuk ceramah dandiskusi, tetapi juga dalam bentuk praktekberupa latihan kebakaran atau fire drill(Lambert, n.d. Kids Fire Safety Tips-Fire SafetyTips For Children).

Dalam penelitian ini, terungkap bahwapendidikan keselamatan diri dalam bentukinformasi lisan dan praktek mengenai cara-cara menghadapi bahaya kebakaran tidakdiperoleh subjek dari sekolah. Mayoritassubjek menyatakan tidak pernah mendapatlatihan kebakaran (91,44%) dan guru tidakpernah mengajarkan cara-caramenyelamatkan diri dari kebakaran(76,60%). Lebih jauh lagi, seperti yang telahdisinggung di atas, ada dugaan bahwa parasubjek penelitian ini tidak mengetahui apayang dimaksud dengan tabung pemadamkebakaran, di mana letak tabung tersebutdan bagaimana cara menggunakannya.Padahal pengenalan akan alat pemadamkebakaran walaupun tidak secara mendalammerupakan bagian dari pendidikankeselamatan diri yang perlu diketahui olehanak.

Sekalipun anak kurang mengenalfasilitas dan prosedur khusus dalam

menghadapi bahaya kebakaran, berdasarkanhasil analisis terhadap pertanyaan terbukatentang bahaya kebakaran diketahui bahwasubjek sebenarnya memahami prinsip-prinsip umum yang harus dilakukan ketikamenghadapi bahaya kebakaran, di antaranyaadalah: lari dan menghubungi pihak yangberwenang untuk memadamkan api.Pengetahuan mengenai fasilitas danprosedur khusus untuk menghadapi bahayakebakaran tidak didapatkan oleh anak daripihak mana pun. Pendidikan keselamatandiri berupa pengenalan dan sosialisasimengenai fasilitas dan prosedur khusus initampaknya memang belum lazim dilakukandi Indonesia. Hal ini menandakan bahayakebakaran kurang dipandang serius olehbanyak pihak. Segenap lapisan masyarakatmulai dari keluarga, sekolah, hinggapemerintah belum merasakan perlunyauntuk menetapkan dan mensosialisasikanprosedur khusus dalam menghadapi bahayakebakaran, terutama kepada anak-anak.

b. Bahaya Orang Tak DikenalHasil penelitian ini menunjukkan

bahwa mayoritas anak yang menjadi subjekpenelitian (terutama kelas 2 SD ke atas)memiliki pemahaman akan bahaya orang takdikenal yang relatif baik. Pada umumnya,subjek tidak mau mengikuti ajakan dariorang tak dikenal. Subjek menyatakanmendapat pengetahuan tentang caramenghadapi orang tak dikenal dari orangtuarelatif cukup besar (terutama siswa-siswikelas 4 SD ke atas). Artinya, orangtuamemegang peranan penting dalammemberikan pengetahuan tentang bahayaorang tak dikenal.

Di samping orangtua, upaya-upaya

Agnes Maria Sumargi, Yohan Kurniawan , James Waskito Sasongko & Ermida Simanjuntak

242INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

sekolah untuk menjaga keselamatan anakmungkin pula menyadarkan anak akan resikobahaya orang tak dikenal. Sebagai contoh,pihak sekolah di tempat penelitian melarangsiswa-siswinya keluar dari gerbang sekolahselama jam sekolah berlangsung. Pintugerbang sekolah ditutup sepanjang jamsekolah dan di dekat pintu gerbang tersebut,ada petugas keamanan (satpam) yangmenjaga. Kondisi seperti ini meminimalisirkemungkinan siswa bertemu dengan orangtak dikenal.

Sekolah juga menetapkan peraturanmengenai surat izin yang harus dibawa olehorang menjemput siswa pada saat jamsekolah. Tanpa adanya surat izin dariorangtua, siswa tidak boleh meninggalkansekolah dengan penjemput tersebut. Jikasiswa belum dijemput hingga sore hari, guruwajib menunggu, bahkan jika perlu,mengantarkan siswa tersebut pulang.Berbagai kebijakan sekolah seperti yangtelah disebutkan di atas mungkin sajamembuat para siswa secara tidak langsungmenyadari potensi bahaya orang tak dikenal.Selain itu, menurut Kepala Sekolah, siswa-siswi juga mendapat pengetahuan mengenaibahaya orang tak dikenal secara umummelalui mata pelajaran Pendidikan Pancasiladan Kewarganegaraan (PPKn) dan BudiPekerti.

c. Bahaya PremanismeAspek bahaya premanisme tidak bisa

diungkap dengan menggunakan skalapemahaman akan keselamatan diri. Kurangvalid dan reliabelnya aitem-aitem pada skalapemahaman akan bahaya premanismemungkin disebabkan terlalu luasnya dimensipemahaman akan bahaya premanisme yang

hendak diungkap, yakni kesadaran akanbahaya premanisme dari sisi pelaku dankorban, serta premanisme yang dilakukanoleh sesama siswa dan yang dilakukan olehorang tak dikenal dengan menggunakansenjata.

Analisis terhadap aitem secaraindividual menunjukkan bahwa mayoritasanak yang menjadi subjek penelitian tidakmemukul siswa lain yang lebih lemahsekalipun merasa marah (62,79%), tetapipada saat yang sama mayoritas anak jugamenyatakan tidak akan memberikanuangnya apabila dipaksa oleh siswa lain(88,24%) dan bahkan, apabila diancamdengan pisau oleh orang tak dikenal (49,3%).Jika anak dipukul dan diolok-olok,kebanyakan menyatakan tidak akan diam saja(71,46%) ataupun lari menghindar (46,35%).Analisis terhadap pertanyaan terbukamenunjukkan pola yang serupa yang intinyaadalah mayoritas anak menolak untukmenjadi korban premanisme siapa punpelakunya. Mereka berusaha berperilakuasertif dengan mempertahankan haknyaketika mendapat serangan dari orang lain.

Kesadaran yang relatif tinggi mengenaibahaya premanisme khususnya bullying tidakterlepas dari peran orangtua dan pihaksekolah. Sekalipun mayoritas anakmenyatakan tidak mendapatkanpengetahuan mengenai bahaya premanismedari siapa pun, namun sejumlah siswa diberbagai jenjang kelas yang menyatakanorangtua sebagai pemberi informasi tentangbahaya premanisme. Sikap anak yang tegasmenolak atau melawan pelaku bullying bisasaja dipelajari dari orangtua secara langsungmaupun tidak langsung.

Apa yang diketahui anak-anak Sekolah Dasar tentang keselamatan dirinya

243INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

Selain itu, pihak sekolah mungkin jugamemegang peranan penting dalammensosialisasikan nilai-nilai anti bullying.Berdasarkan wawancara dengan KepalaSekolah, diketahui bahwa sekolah telahmenciptakan sistem berdasarkan prinsiptoken economy untuk mencegah terjadinyabullying dan perilaku negatif lainnya, yaknidengan memberikan poin minus untuksejumlah pelanggaran yang dilakukan olehsiswa (seperti: berkelahi dan merusak barangsekolah) dan poin plus untuk sejumlahperilaku positif (seperti: perilaku menolongdan keaktifan dalam berbagai kegiatansekolah).

d. Bahaya di Tempat BermainMayoritas anak yang menjadi subjek

penelitian (73,74%) memiliki pemahamanyang relatif baik akan bahaya di tempatbermain. Analisis jawaban terhadappertanyaan terbuka tentang bahaya di tempatbermain juga menunjukkan bahwakebanyakan anak-anak ini paham mengenaihal-hal yang boleh dan yang tidak bolehdilakukan ketika sedang bermain. Tindakanberbahaya seperti bermain dorong-dorongan di tangga, serta bermain denganbenda-benda tajam dan alat-alat listrik,menurut mereka, haruslah dihindari.Sebaliknya, kegiatan bermain dengan benda-benda yang tidak berbahaya seperti: bola,ayunan, boneka, dan layang-layang, sertakegiatan bermain dengan teman seperti:petak umpet, dianggap sebagai sesuatu yangboleh dilakukan.

Kesadaran yang tinggi pada mayoritasanak terhadap bahaya di tempat bermainmungkin sekali disebabkan karena sosialisasidari lingkungan. Sekalipun kebanyakan anak

di berbagai jenjang kelas menyatakan tidakmendapatkan pengetahuan mengenaibahaya di tempat bermain dari pihak manapun, terdapat sejumlah subjek (23,29%) yangmengungkapkan peran penting orangtuadalam memberikan pengetahuan akanbahaya di tempat bermain ini.

Selain itu, berdasarkan observasi danwawancara dengan Kepala Sekolah,ditengarai adanya upaya-upaya dari pihaksekolah untuk mencegah terjadinya bahayadi tempat bermain. Pada waktu istirahat,anak-anak diwajibkan keluar dari kelassehingga tidak memiliki kesempatan untukbermain dengan alat-alat berbahaya di dalamkelas (seperti: gunting dan alat-alat listrik).Selama anak-anak berada di halamansekolah, guru maupun kepala sekolahmemantau apa yang dilakukan oleh anakketika sedang bermain. Jika anak melakukanpermainan yang berbahaya, seperti berlariannaik turun tangga, guru segera menegur danmemperingatkan. Adanya sistem poin yangtelah dijalankan di atas, membuat anak patuhterhadap aturan dan peringatan dari guru.Keberadaan sistem poin ini juga mencegahterjadinya tindakan berbahaya lainnya,seperti: memanjat pagar sekolah danmenggunakan benda-benda tajam.

e. Bahaya Kecelakaan di Jalan RayaPemahaman kebanyakan anak yang

menjadi subjek dalam penelitian ini terhadapbahaya kecelakaan di jalan raya tergolongtinggi. Hal ini berarti bahwa mayoritas anakmemahami hal-hal yang seharusnyadilakukan untuk menghindari kecelakaan dijalan raya, misalnya: dengan melihat ke kanandan ke kiri sebelum menyeberang jalan rayayang ramai, memanfaatkan jembatan

Agnes Maria Sumargi, Yohan Kurniawan , James Waskito Sasongko & Ermida Simanjuntak

244INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

penyeberangan, menggunakan helm ketikanaik sepeda motor, dan menggunakan sabukpengaman ketika naik mobil. Mayoritassubjek juga tampak memahami aturan lalulintas yang lain seperti: berhentimengendarai sepeda ketika lampu lalu lintasmenyala merah.

Pemahaman yang relatif baik padamayoritas anak dalam penelitian inimenunjukkan keberhasilan orangtua dansekolah dalam menanamkan kesadaranuntuk mematuhi aturan lalu lintas sehinggaanak terhindar dari bahaya kecelakaan dijalan raya. Sekalipun sebagian anak (40,64%)menyatakan tidak mendapat pengetahuanmengenai cara-cara menyeberang yang amandari pihak mana pun, sebanyak 30,94%menyebutkan orangtua berperan pentingdalam memberikan pengetahuan tentangbahaya kecelakaan di jalan raya. Hal ini sesuaidengan pendapat Thomson (1996b) bahwaorangtua memiliki banyak kesempatan untukmengajar anak dalam hal keselamatan diri,yakni dalam bentuk pengalaman langsungatau praktek. Misalnya, orangtua mengajaranak cara-cara menyeberang yang aman padawaktu berjalan kaki menuju supermarketatau toko.

Selain orangtua, pihak sekolah jugamemberikan pengetahuan tentang aturanlalu lintas. Berdasarkan wawancara denganKepala Sekolah, diketahui bahwa anak-anakyang menjadi subjek penelitian ini telahdikenalkan rambu-rambu lalu lintas danaturan lalu lintas lainnya melalui matapelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dankegiatan ekstrakurikuler Patroli KeamananSekolah (PKS). Hanya saja, anak jarangmendapat kesempatan untuk praktek secara

langsung tentang cara-cara menyeberang danberkendaraan yang aman dengan panduanguru. Pihak sekolah jarang melakukankegiatan di luar sekolah yang mengharuskansiswa untuk berjalan kaki menyeberangi jalanraya yang ramai.

Secara umum, penelitian inimenunjukkan pemahaman anak-anak usiaSD yang relatif baik terhadap sebagian besaraspek-aspek keselamatan diri. Mengingatbahwa penelitian ini adalah penelitianpendahuluan, maka pemahaman anak yangdiungkap pada setiap aspek keselamatan diribersifat sangat umum. Pada penelitian iniketerbatasan kognitif anak-anak dalammengestimasi hal-hal yang berbahaya,seperti yang dikemukakan oleh Eiser,Patterson, dan Eiser (1983), tidak tampaksecara nyata. Hal ini mungkin disebabkankarena alat ukur yang digunakan dalampenelitian hanya berupa angket yangberisikan pernyataan dan pertanyaan yangmengukur aspek kognitif dari para subjekpenelitian. Pengukuran dengan carademikian memiliki keterbatasan karenasifatnya yang teoritis. Anak bisa saja tahudan paham akan bahaya yang dihadapiberikut cara-cara umum untukmengatasinya, namun apabila ia benar-benarberada dalam situasi bahaya tersebut, anakjustru melakukan hal yang seharusnya tidakboleh dilakukan. Hal ini menunjukkanadanya kesenjangan antara apa yangdiketahui oleh anak dengan apa yang harusdilakukan.

Penelitian ini juga belum bisamengungkap secara pasti siapa yang lebihberperan dalam memberikan pengetahuantentang keselamatan diri pada anak-anak SD.

Apa yang diketahui anak-anak Sekolah Dasar tentang keselamatan dirinya

245INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

Mayoritas anak mengaku tidakmendapatkan pengetahuan mengenaipotensi bahaya kebakaran, bahaya orang takdikenal, bahaya premanisme, bahaya ditempat bermain, dan bahaya kecelakaan dijalan raya dari pihak mana pun. Merekamenyatakan tahu hal-hal tersebut dengansendirinya. Hal ini mungkin berarti bahwaorangtua, guru, maupun pihak-pihak laintidak mengajarkan keselamatan diri secaralangsung kepada anak. Anak menangkapdan menyimpulkan sendiri perkataan, sikap,dan perilaku yang ditunjukkan olehorangtua, guru, maupun pihak-pihak lain disekitar anak mengenai aspek-aspekkeselamatan diri. Meskipun demikianorangtua diduga memiliki kontribusi yangpenting dalam memberikan pengajaranmengenai semua aspek keselamatan diriyang tercakup dalam penelitian ini. Untukmengkonfirmasi hal ini, penelitian lebih lanjutdengan metode wawancara terhadap anakdan orangtua perlu untuk dilakukan.

Sementara itu, peran pihak sekolah,dalam hal ini guru, dalam memberikanpengetahuan tentang keselamatan diri hanyadisebutkan oleh sebagian kecil anak. Hal inimenandakan bahwa upaya-upaya yangdilakukan oleh pihak sekolah untukmencegah dan mengatasi berbagai macambahaya yang mungkin dijumpai oleh anak(misal: dengan sistem poin minus dan plus),belum disadari sepenuhnya oleh anak. Peranguru untuk mengajarkan secara langsungmengenai berbagai potensi bahaya berikutcara-cara mengatasinya, bisa disimpulkanrelatif kurang. Peran orang lain di luarorangtua dan guru, seperti teman dankerabat, tidak banyak disebut oleh para

subjek penelitian.Perlu dicatat bahwa penelitian ini tidak

luput dari keterbatasan, terutama dalam halalat ukur. Skala pemahaman akankeselamatan diri masih jauh dari sempurnasehingga perlu diperbaiki terutama aitem-aitem pada aspek bahaya kebakaran danpremanisme. Keterbatasan yang lain adalahpeneliti tidak bisa memastikan kondisikesehatan, kestabilan emosi, dan motivasipara subjek penelitian pada saat mengisiangket. Demikian pula, tim pengambilandata tidak bisa melayani secara optimalpermintaan dan pertanyaan yang diajukanoleh para subjek penelitian (terutama siswa-siswi kelas 1 dan 2) pada waktu mengisiangket sehingga suasana ramai tidak bisadihindari. Peneliti juga menjumpaikenyataan adanya beberapa guru yang tanpasadar mengarahkan jawaban siswa pada saatmengisi angket. Hal-hal ini kurang bisadikendalikan dalam penelitian sehinggamungkin saja berpengaruh pada hasilpenelitian.

SimpulanPemahaman anak-anak SDK. Theresia

I pada sebagian besar aspek keselamatan dirirelatif baik. Mengenai bahaya kebakaranrata-rata anak menggunakan cara-cara umumyang diketahuinya untuk menyelamatkan diritetapi anak-anak kurang memahamiprosedur khusus yang seharusnya dilakukanbila terjadi kebakaran.

Di samping itu sebagian besar anakmemiliki tingkat pemahaman yang sangattinggi terhadap bahaya orang tak dikenal,bahaya di tempat bermain dan bahaya dijalan raya. Berkaitan dengan bahaya

Agnes Maria Sumargi, Yohan Kurniawan , James Waskito Sasongko & Ermida Simanjuntak

246INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

premanisme maka rata-rata anakmenunjukkan perlawanan jika dipukul ataudimintai uang oleh orang lain, baik itu olehsesama siswa (pelaku bullying) maupun orangtak dikenal. Banyak anak kurang menyadaribahaya yang bisa terjadi jika orang yangdilawannya itu menggunakan senjata.

Pemahaman anak pada setiap aspekkeselamatan diri mungkin saja dibentuk olehlingkungan sosial di sekitarnya, terutamaorangtua dan sekolah. Namun, ternyatamayoritas anak-anak SD dalam penelitian inimenyatakan tidak mendapatkan pendidikankeselamatan diri tersebut dari pihak manapun. Mereka mengaku tahu dengansendirinya hal-hal yang harus dilakukan saatmenghadapi bahaya kebakaran, bahayaorang tak dikenal, bahaya premanisme,bahaya di tempat bermain, dan bahayakecelakaan di jalan raya. Hal ini mungkinmenunjukkan bahwa pendidikankeselamatan diri tidak diajarkan secaralangsung dan terstruktur oleh pihakorangtua dan sekolah, melainkan anak lebihbanyak menyimpulkan sendiri berdasarkanpengamatannya terhadap sikap dan perilakuorang-orang di sekitarnya.

SaranOrangtua perlu lebih berperan aktif

dengan mengajarkan secara langsung kepadaanak berbagai potensi bahaya berikut cara-cara mengatasinya. Peran orangtua iniharuslah tampak nyata bagi anak sehinggaanak benar-benar menyadari, memahami,dan kemudian menerapkan hal-hal yangdiajarkan oleh orangtua sehubungan dengankeselamatan diri.

Dalam penelitian ini, pihak sekolah

telah mengupayakan banyak cara untukmencegah terjadinya berbagai potensibahaya, di antaranya dengan sistem poin plusdan minus. Meski demikian, banyak anakyang tidak merasa mendapat pengetahuantentang keselamatan diri dari pihak sekolah,terutama dari guru. Oleh karena itu,disarankan agar guru lebih berperan aktifdengan mengajarkan secara langsung kepadaanak-anak mengenai aspek-aspekkeselamatan diri, terutama mengenai bahayakebakaran dan premanisme.

Pendidikan keselamatan diri inisebaiknya tidak hanya sebatas pemberianinformasi mengenai cara-cara mencegah danmenghadapi bahaya (kegiatan ceramah dandiskusi di kelas), tetapi juga perlu disertaipraktek atau latihan untuk mengasahketrampilan anak dalam menerapkan cara-cara yang telah diketahuinya ke dalam situasinyata. Misalnya, dalam bentuk latihanmenghadapi kebakaran (firedrill), simulasicara menyeberang di jalan raya, bermainperan (role playing) menghadapi preman ataumereka yang suka melakukan bullying.

Bagi peneliti lain yang tertarik untukmenindaklanjuti penelitian ini maka penelitidapat menggunakan tes pemahaman yanglebih mendetail dengan contoh-contohkasus yang disertai gambar. Jika perlu,setelah tes dilakukan wawancara secaramendalam untuk memastikan seberapaakurat pemahaman anak. Bagaimana anak-anak menerapkan pengetahuan yang dimilikipada situasi berbahaya juga menarik untukdiungkap lebih lanjut mengingat angkethanya mengungkap aspek kognitif saja.Peneliti lain yang hendak menggunakan alatukur yang sama dengan penelitian ini

Apa yang diketahui anak-anak Sekolah Dasar tentang keselamatan dirinya

247INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

sebaiknya memperbaiki kualitas aitempemahaman akan keselamatan diri, terutamaaspek bahaya kebakaran dan premanisme.

Penelitian ini belum bisamenggambarkan secara pasti bagaimanaperan orangtua dan guru dalam memberikanpendidikan keselamatan diri kepada anak.Oleh karena itu, peneliti lain diharapkandapat menindaklanjuti masalah ini denganmelakukan wawancara secara lebihmendalam terhadap anak, orangtua, danguru.

ReferensiAzwar, S. 1995. Sikap manusia: Teori dan

pengukurannya. Edisi kedua. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. 2003. Penyusunan skala psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Boyle, J. 1996a. Bullying as a social problemin schools. Dalam B. Gilham & J.A.Thomson (Ed.). Child safety: Problem andprevention from preschool to adolescence (pp.141-159). London: Routhledge.

Boyle, J. 1996b. The management andprevention of bullying. Dalam B.Gilham & J.A. Thomson (Ed.). Childsafety: Problem and prevention from preschoolto adolescence (pp. 160-180). London:Routhledge.

Byrne, B. 1993. Coping with bullying in schools.Dublin: The Columbia Press.

Ceria-cerita Remaja Indonesia. 2001, 26Agustus. Berwisata di Bali sambil“memakan” anak-anak [On-line]. Diambildari: http://www.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/mbrtpage1.html pada tanggal 22Maret 2004.

Department of Education, Training andYouth Affairs. 2000. Bullying: Informationfor parents. Canberra: Commonwealth ofAustralia.

Eiser, C., Patterson, D., & Eiser, J.R. 1983.Children knowledge of health andillness implications for health education.Child Care Health and Development, 9, 285-262

Fabes, R., & Martin, C.L. 2001. Exploringdevelopment through childhood. Boston:Allyn & Bacon.

Gillham, B., & Thomson, J.A. 1996. Thechallenge of child safety research.Dalam B. Gilham & J.A. Thomson(Ed.). Child safety: Problem and preventionfrom preschool to adolescence (pp. 1-11).London: Routhledge.

Harden, J. 2000. There’s no place like home:The public/private distinction inchildren’s theorizing of risk and safety[Versi Elektronik]. Childhood, 7(1), 43-59.

Hechinger, G. 1984. How to raise a street smartchild: The complete parent’s guide to safety onthe street and at home. New York: FactsOn File Publications.

Hergenhahn, B.R., & Olson, M.H. 1997. Anintroduction to theories of learning. FifthEdition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Hurlock, E.B. 1980. Psikologi perkembangan:Suatu pendekatan sepanjang r entangkehidupan. Edisi Kelima. Alih bahasa:Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta:Penerbit Erlangga.

Jawa Pos. 2003, 3 Agustus. Firasat ibunya, duakali tertusuk jarum pentul: Dari kisahpenculikan bocah SD, Hegel Mottahariyang minta tebusan 4 M (1).

Kompas Cyber Media. 2001, 8 Juli. Kecelakaanpada anak [On-line]. Diambil dari http://kompas.com/kompas-cetak/0107/

Agnes Maria Sumargi, Yohan Kurniawan , James Waskito Sasongko & Ermida Simanjuntak

248INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

08/keluarga/kece21 pada tanggal 8April 2004.

Kompas Cyber Media. 2004, 18 Oktober. Anakmain korek api, sebelas rumah terbakar[On-line]. Diambil dari http://www.kompas.com/kompas-cetak/0410/18/metro/1330409.html padatanggal 1 November 2004.

Lambert, D. (n.d.). Kids fire safety tips - Fire safetytips for children [On-line]. Diambil darih t tp ://www.manteno.k12 . i l .us/diambert/toppage1.html pada tanggal1 November 2004.

Lasedu, A. 2000, 15 Agustus. Kecelakaan lalulintas dan kompensasi korban Jepang diHindia Belanda. Radio NederlandWereldomroep [On-line]. Diambil darihttp://www.mw.nl/ranesi/html/up150800 pada tanggal 8 April 2004.

Maakip, I. 1992. Risiko pejalan kaki. Latihanilmiah. Tidak diterbitkan. KualaLumpur: Jabatan Psikologi, UKM.

Maakip, I. 1994. A study of cyclist safety helmet:Implications of design and laws .Unpublished master thesis. Departmentof Human Sciences, LoughboroughUniversity of Technology.

Maakip, I., Sulaiman, W.S.W., Ismail, R., &Jaafar, W.A.W. 2000. Pengetahuankanak-kanak terhadap aspek-aspekkeselamatan diri: Satu kajian awal.Seminar Psikologi – Psima, 148-158.

Miller, J.A., Austin, J., & Rohn, D. 2004.Teaching pedestrian safety skills tochildren [Versi Elektronik]. Environmentand Behavior, 36(3), 368-385.

Neuman, W.L. 1997. Social research methods:Qualitative and quantitative approaches.Third Edition. Boston: Allyn andBacon.

Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D.2001. Human development. Eight Edition.New York: McGraw-Hill.

Reber, A.S. 1995. Dictionary of psychology.Second Edition. London: PenguinBooks.

Roberts, H. 1996a. Child accidents at home,school and play. Dalam B. Gilham & J.A.Thomson (Ed.). Child safety: problem andprevention from Preschool to Adolescence (pp.40-54). London: Routhledge.

Roberts, H. 1996b. Intervening to preventaccidents. Dalam B. Gilham & J.A.Thomson (Ed.). Child safety: Problem andprevention from preschool to adolescence (pp.55-66). London: Routhledge.

Sanggar Anak ‘Akar’. 2001. Gerakan rakyatmembangun pendidikan anak [On-line].Diambil dari : http://akar.kerjabudaya.org/terbitan/pamflet-072001_gerakan_pendidikan.htm padatanggal 22 Maret 2004.

Spilsbury, J.C. 2002. ‘If I don’t know them,I’ll get killed probably’: How children’sconcerns about safety shape help-seeking behavior [Versi Elektronik].Childhood, 9(1), 101-117.

Suara Merdeka. 2004, 18 Juli. Guru dinilai taktanggung jawab soal 60 siswa SDTerbakar (1).

Tempo Interaktif . 2004, 21 September.Kebakaran landa Mangga Besar [On-line]. Diambil dari: http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2004/09/21/brk,20040921-19,id.html pada tanggal1 November 2004.

Teks ucapan kementerian perumahan dankerajaan tempatan. 2002, Maklumatumum Ketua Pengarah Jabatan Bomba danPenyelamat Malaysia [On-line]. Diambil

Apa yang diketahui anak-anak Sekolah Dasar tentang keselamatan dirinya

249INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005

dari http://aplikasi.kpkt.gov.my/u c a p a n . n s f / 0 /72dbd04d6ca9f0834825e9f0028a0b4?Open Document pada tanggal 1November 2004.

Thomson, J.A. 1996a. Child pedestrianaccidents: What makes childrenvulnerable? Dalam B. Gilham & J.A.Thomson (Ed.). Child safety: problem andprevention from preschool to adolescence (pp.67-85). London: Routhledge.

Thomson, J.A. 1996b. Increasing trafficcompetence in young children. DalamB. Gilham & J.A. Thomson (Ed.). Childsafety: Problem and prevention from preschoolto adolescence (pp. 86-112). London:Routhledge.

Thirty-third IATSS Forum Group Study.2003. Traffic safety education forchildren. Materi presentasi di IATSS Forumyang tidak diterbitkan.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan danPengembangan Bahasa. 1988. Kamusbesar bahasa Indonesia. Jakarta:Departemen Pendidikan danKebudayaan.

Vinje, M.P. 1991. Children as pedestrian:Abilities and limitations. Accident,Analysis and Prevention, 31, 225-240.

Agnes Maria Sumargi, Yohan Kurniawan , James Waskito Sasongko & Ermida Simanjuntak