bab ii kajian pustaka a. pengangkatan anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 bab...

57
20 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. Pengangkatan Anak dalam Islam a. Definisi Pengangkatan Anak Dalam khazanah Islam, dikenal istilah al-tabanny (التبنى) yang secara etimologis berarti بنااتخذا, yaitu mengambil anak atau menjadikan seseorang menjadi anak. Sedangkan secara terminologis, menurut Muhammad Syaltut, ada dua pengertian pengangkatan anak. Pertama, mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian serta kasih sayang, tanpa diberikan status anak kandung kepadanya. Hanya saja ia diberlakukan selayaknya anak sendiri oleh orang tua angkatnya. Kedua, mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan diberi status sebagai anak kandung. Pengangkatan anak dalam pengertian pertama lebih didasarkan pada sikap ta’awun. Dengan harapan pada masa yang akan datang si anak dapat memperoleh penghidupan yang layak dan mampu melaksanakan kewajibannya, baik kepada orang tua kandungnya maupun orang tua angkatnya secara baik. Perbuatan seperti ini dapat dibenarkan karena merupakan bagian dari amal shaleh yang diperintahkan oleh agama. Sedangkan pengangkatan anak dalam pengertian yang kedua bertentangan dengan hukum Islam karena akibat hukum yang muncul justru memutus hubungan nasab antara anak

Upload: ngohanh

Post on 11-Apr-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengangkatan Anak

1. Pengangkatan Anak dalam Islam

a. Definisi Pengangkatan Anak

Dalam khazanah Islam, dikenal istilah al-tabanny (التبنى) yang secara

etimologis berarti اتخذا بنا, yaitu mengambil anak atau menjadikan seseorang

menjadi anak. Sedangkan secara terminologis, menurut Muhammad Syaltut,

ada dua pengertian pengangkatan anak. Pertama, mengambil anak orang lain

untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian serta kasih sayang, tanpa

diberikan status anak kandung kepadanya. Hanya saja ia diberlakukan

selayaknya anak sendiri oleh orang tua angkatnya. Kedua, mengambil anak

orang lain sebagai anak sendiri dan diberi status sebagai anak kandung.

Pengangkatan anak dalam pengertian pertama lebih didasarkan pada

sikap ta’awun. Dengan harapan pada masa yang akan datang si anak dapat

memperoleh penghidupan yang layak dan mampu melaksanakan

kewajibannya, baik kepada orang tua kandungnya maupun orang tua angkatnya

secara baik. Perbuatan seperti ini dapat dibenarkan karena merupakan bagian

dari amal shaleh yang diperintahkan oleh agama. Sedangkan pengangkatan

anak dalam pengertian yang kedua bertentangan dengan hukum Islam karena

akibat hukum yang muncul justru memutus hubungan nasab antara anak

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

21

dengan orang tua kandungnya, begitu pula sebaliknya akan ada hubungan

hukum antara anak angkat dengan orang tua angkatnya.1

b. Sejarah dan Dasar Hukum Pengangkatan Anak

Pengangkatan anak dalam dua pengertian di atas masih dilakukan hingga

saat ini. Menurut Muhammad Syaltut tradisi pengangkatan anak dalam

pengertian memutus hubungan nasab sudah dilakukan oleh bangsa Yunani,

Romawi, India, dan Arab Pra Islam. Tradisi pengangkatan anak dalam arti

memutus nasab juga pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. sebelum diutus

menjadi Rasul. Menurut al-Qurthubi, Nabi Muhammad Saw. pernah

mengangkat Zaid bin Haristah sebagai anak angkat.2

Berdasarkan catatan sejarah Zaid bin Haritsah adalah seorang budak

milik Khadijah binti Khuwailid, yang kemudian dimeredekakan oleh

Rasulullah Saw. Pengangkatan Zaid bukan merupakan hal yang tabu saat itu,

bahkan Rasulullah Saw. mengumumkan di hadapan kaum Quraish bahwa

antara beliau dengan Zaid bisa saling mewarisi. Zaid dikemudian hari juga

dikawinkan dengan Zainab binti Jahesy, putri Aminah binti Abdul Muthalib,

bibi Nabi Muhammad Saw. Atas kedekatan hubungan ini, para sahabat

memanggil Zaid dengan nama Zaid bin Muhammad bukan lagi Zaid bin

Haritsah.3

1Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam Jilid I (Jakarta:PT. Ichtiar Baru van

Hoeve), 26. 2 Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi, 27.

3Musthofa Sy, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama (Jakarta:Kencana,2008),

37.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

22

Setelah masa kerasulan, praktik pengangkatan anak di atas kemudian

dikoreksi melalui firman Allah SWT. dalam Q.S. al-Ahzab [33]: 4-5 yang

berbunyi:

Artinya: Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati

dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu

zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak

angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu

hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang

sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka

(anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka;

Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui

bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-

saudaramu seagama dan maula-maulamu. dan tidak ada dosa atasmu

terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa

yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi

Maha Penyayang.

Pembatalan praktik adopsi yang dilakukan Nabi Muhammad Saw.

terhadap Zaid bin Haritsah tergambar dalam hadits riwayat Muslim:

ث نا ي عقوب بن عبد الرحن القارى عن موسى بن عقبة عن سال بن عبد بة بن سعيد حدأنو كان ي قول ما كنا ندعو زيد بن حارثة إال زيد بن ممد حت ن زل الل عن أبيو

4)ااعوى باا ىو أ عند اا )القرآن 4Muslim ibn Hajjaj, Shahih Muslim Juz I (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), 457.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

23

Artinya: Dari Abdullah bin Umar ra. “Sesungguhnya Zaid bin Haritsah

adalah maula Rasulullah Saw. dan kami memanggilnya dengan Zaid bin

Muhammad, sehingga turun ayat “Panggillah mereka dengan nama

ayah kandung mereka, itu yang lebih adil di sisi Allah” (HR. Muslim)

Menurut M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah menyatakan bahwa

Allah SWT. tidak melarang pengangkatan anak. Yang dilarang adalah

menjadikan anak-anak angkat itu memiliki hak dan status hukum yang sama

seperti anak kandung. Sebab menurut Ibn „Asyur substansi dan hakikat sesuatu

pasti melekat pada dirinya dan tidak akan berubah, baik karena dugaan maupun

pengakuan. Dengan turunnya ayat ini, Nabi Muhammad Saw. memperingatkan

agar semua orang tidak mengaku mempunyai garis keturunan dengan satu

pihak padahal hakikatnya tidak demikian. 5

Rasulullah Saw. bersabda:

ث نا يي بن زكرياء بن أب زائدة وأبو معاوية عن ث نا أبو بكر بن أب شيبة حد حدعتو أذناى ووعاه عاصم عن أب عثمان عن سعد وأب بكرة كالها ي قول س

دا من ااعى إل غي أبيو وىو ي عل » ي قول - صلى هللا عليو وسلم-ق لب ممر أبيو اانة عليو حراام «6 أنو غي

Artinya: “Barang siapa yang menasabkan dirinya kepada orang lain,

sedangkan ia mengetahui orang tersebut bukan bapaknya, maka haram

baginya surga” (HR. Muslim)

Untuk mempertegas status hukum antara anak angkat dan orang tua

angkatnya, dalam Q.S. al-Ahzab [33]: 37 Allah SWT. berfirman:

5M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol. 11

(Jakarta:Lentera Hati,2002), 221-222. 6 Muslim ibn Hajjaj, Shahih Muslim, 52.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

24

Artinya: Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah

telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi

nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada

Allah", sedang kamu Menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah

akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah

yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri

keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu

dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk

(mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak

angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. dan

adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.

Menurut M. Quraish Shihab, ayat ini diturunkan untuk menghapus

dampak adopsi yang dilakukan pada masa Jahiliyyah. Perkawinan Rasulullah

Saw. dengan Zainab binti Jahesy, mantan istri Zaid bin Haritsah menimbulkan

tanggapan negatif, khususnya dari kalangan Yahudi dan munafik. Secara

sosiologis, isu semacam ini sangat sensitif bagi masyarakat Arab saat itu.

Meskipun demikian, perkawinan antara Rasulullah Saw. dengan Zainab bukan

didasarkan pada hasrat seksual seperti yang dituduhkan sebagian kalangan

orientalis. Melainkan atas dasar perintah Allah SWT. untuk memperjelas tidak

adanya hubungan mahram antara anak angkat dengan orang tua angkatnya.7

Meskipun demikian, bukan berarti adopsi merupakan perbuatan yang

dilarang dalam ajaran Islam. Menurut Muhammad Syaltut sangat

direkomendasikan agar seseorang dengan kelebihan materi untuk melakukan

adopsi. Terlebih bagi anak-anak yang membutuhkan kasih sayang orang tua

karena ditinggal mati atau ditelantarkan oleh orang tuanya. Atau untuk

7 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, 278.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

25

mendidik dan memberikan kesempatan belajar karena orang tua kandungnya

dalam kondisi tidak mampu secara ekonomi.8 Adopsi dapat dikategorikan

sebagai salah satu ibadah sosial yang mendapat legitimasi dari al-Qur‟an.

Dalam Q.S. al-Maidah [5]: 2 Allah SWT. berfirman:

.......

Artinya: ... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)

kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa

dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya

Allah Amat berat siksa-Nya.

Dalam Q.S. al-Hujurat [49]: 10 Allah SWT. berfirman:

Artinya: Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu

damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan

takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

Perintah untuk saling membantu kehidupan sesama dipertegas dalam

Q.S. al-Taubah [9]: 71

Artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,

sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang

lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang

munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada

8Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspekif Islam

(Jakarta:Kencana, 2008), 43.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

26

Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;

Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Berdasarkan beberapa ayat di atas dapat dikatakan bahwa tolong

menolong merupakan salah satu sendi utama ajaran Islam. Bagi orang-orang

yang tidak peduli terhadap kondisi kaum lemah (al-mustadh’afin) mendapat

peringatan tegas bahkan diberi label pendusta agama dalam Q.S. al-Ma‟un

[107]: 1-3.

Artinya: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang

yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi Makan

orang miskin.

Dalam sebuah hadits riwayat Nu‟man bin Basyir, Rasulullah Saw. pernah

bersabda:

ث نا وكيع عن األعمش ث نا أبو بكر بن أب شيبة وأبو سعيد األشج قاال حد حدعب عن الن عمان بن بشري قال قال رسول الل - صلى هللا عليو وسلم-عن الش

المؤمنون كرجل واحد إن اشتكى رأسو تداعى لو ساار اا د بالمى » 9 «وال ر

Artinya: .... Dari Nu’man bin Basyir ra. Berkata: Rasulullah Saw.

Bersabda: Sesama Mukmin itu bagaikan satu tubuh, jika kepalanya sakit,

maka sakit itu akan menjalar ke seluruh tubuh dengan demam dan susah

tidur. (HR. Muslim)

c. Tujuan Pengangkatan Anak dalam Islam

Menurut Andy Syamsu Alam dan M. Fauzan tujuan pengangkatan adalah

untuk meneruskan keturunan suatu keluarga. Menurut keduanya, pengangkatan

9 Muslim ibn Hajjaj, Shahih Muslim Juz II, 526.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

27

anak merupakan salah satu solusi bagi pasangan suami istri yang belum atau

tidak dikaruniai anak. Dengan harapan kehidupan rumah tangga akan berjalan

harmonis karena salah satu unsur keluarga telah terpenuhi.10

Sedangkan

menurut Musthofa Sy. secara garis besar ada dua tujuan utama pengangkatan

anak. Pertama, untuk mendapat atau melanjutkan keturunan keluarga orang tua

angkatnya. Kedua, untuk kesejahteraan atau kepentingan terbaik bagi anak.11

Lebih dari itu, tujuan pengangkatan anak yang dikehendaki oleh al-Qur‟an dan

Hadits di atas lebih pada aspek tolong menolong kepada sesama manusia,

khususnya bagi mereka yang kurang mampu. Tujuan ini setidaknya dimotivasi

oleh firman Allah SWT. dalam Q.S. al-Maidah [5]: 32

........... ....

Artinya: .... Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,

Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.

d. Dampak Pengangkatan Anak

Para ulama sepakat bahwa pengangkatan anak dalam hukum Islam tidak

memutus hubungan nasab antara anak dengan orang tua kandungnya, begitu

pula sebaliknya tidak menjadikan adanya hubungan sebab akibat antara anak

angkat dengan orang tua angkatnya. Menurut Andy Syamsu Alam dan M.

Fauzan pengangkatan anak yang dikehendaki oleh Islam tidak mempengaruhi

kemahraman antara anak angkat dengan orang tua angkatnya. Sehingga tidak

ada hubungan saling mewarisi dan tidak menimbulkan larangan dalam

perkawinan. Meskipun demikian, menurut Muhammad Syaltut anak angkat

10

Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum, 30. 11

Musthofa Sy, Pengangkatan, 42.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

28

tetap memiliki hak-hak asasi yang wajib dipenuhi oleh orang tua angkatnya.12

Sebab, hukum Islam hanya mengakui pengangkatan anak dalam pengertian

beralihnya kewajiban untuk memberi nafkah sehari-hari, mendidik,

memelihara, dalam konteks beribadah kepada Allah SWT.13

Dalam ajaran Islam, setidaknya ada tujuh hak dasar yang wajib

dipenuhi.14

Pertama, hak untuk hidup. Islam menghapus tradisi Arab Jahiliyah

dalam hal pembunuhan terhadap anak karena kekhawatiran tidak mampu

menangggung biaya hidup sebagaimana digambarkan dalam Q.S. al-Isra‟ [17]:

31. Dalam ayat ini Allah SWT. berfirman:

Artinya: Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut

kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga

kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang

besar.

Dalam Q.S. al-An‟am [6]:140 Islam juga mengecam praktik pembunuhan

terhadap anak-anak yang dilakukan pada masa Jahiliyah.

Artinya: Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak

mereka, karena kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka

mengharamkan apa yang Allah telah rezki-kan pada mereka dengan

semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka

telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.

12

Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum, 24-27. 13

Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum, 39. 14

Mufidah Ch., Psikologi, 304-312.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

29

Berdasarkan dua ayat di atas Islam sangat melindungi hak hidup bagi

seseorang. menurut KH. Ali Yafie perlindungan terhadap jiwa merupakan

salah satu kebutuhan primer (dharuriyyat) yang menjadi tujuan umum legislasi

dalam syariat Islam dan wajib untuk diwujudkan bagi kemaslahatan umat

karena merupakan kebutuhan pokok bagi manusia.15

Kedua, hak memperoleh kejelasan nasab. Menurut Mufidah Ch., sejak

lahir seorang anak memiliki hak dasar untuk mengetahui asal-usulnya. Selain

agar dapat memperoleh hak dari orang tua kandungnya, anak juga akan

mendapat ketenangan jiwa. Meskipun demikian, dalam konteks anak angkat

hak-hak dalam hal pengasuhan, perawatan, pendidikan dan pendampingan

hingga dewasa tetap harus dilakukan tanpa memandang statusnya. Ketiga, hak

mendapat nama yang baik. Nama dapat memberika pengaruh terhadap

perlakuan lingkungan sosial terhadap anak. Nama anak juga dapat membenuk

konsep diri, baik positif maupun negatif. Nama yang baik diharapkan dapat

memotivasi anak sehingga ia dapat berkontribusi positif terhadap orang tua,

masyarakat dan agamanya.

Keempat, hak memperoleh ASI bagi bayi berlaku salama dua tahun

sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 233. Kelima, hak

memperoleh pengasuhan, perawatan, dan pemeriharaan yang baik.

Pembentukan jiwa seseorang erat kaitannya dengan pola asuh dan perawatan

sejak ia kecil. Pada masa-masa sensitif ini keteladanan orang tua sangat

diperlukan bahkan menjadi kunci dalam mengembangkan kepribadian seorang

15

Masykuri Abdillah, Islam dan Hak Asasi Manusia:Pemahaman KH. Ali Yafie, Jalaluddin

Rahmat et.al, Wacana Baru Fiqih Sosial:70 Tahun KH. Ali Yafie, (Bandung:Mizan,1998), 193.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

30

anak. Keenam, hak memiliki harta benda. Jika dilihat dari segi usia, anak-anak

dinilai belum cakap mengelola harta secara mandiri. Oleh karena itu, orang tua

atau wali bertanggung jawab mengelola harta tersebut hingga si anak dewasa.

Ketujuh, hak memperoleh pendidikan dan pengajaran secara komprehensif,

baik dalam mengembangkan nalar berfikir, perilaku mulia, keterampilan hidup,

dan menjadikan sebagai manusia dengan pribadi yang baik.

2. Pengangkatan Anak pada Umumnya

a. Definisi Pengangkatan Anak

Secara etimologi pengangkatan anak juga dikenal dengan istilah adopsi

(bahasa Indonesia), atau adoptie (bahasa Belanda) atau adoption (bahasa

Inggris). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata adopsi berarti

pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri.16

Dalam Oxford Dictionary

of Law ditemukan pengertian adopsi sebagai berikut:

The process by which a parent's legal rights and duties in respect of an

unmarried minor are transferred to another person or persons. Adoption

differs from fostering in that it affects all the parents'rights and duties

and it is a permanent change. After adoption the natural parents are no

longer considered in law to be the parents of the child, who is henceforth

regarded as the legal child of the adoptive parents.17

Secara terminologi dapat ditemukan berbagai definisi tentang

pengangkatan anak. Dalam khazanah hukum adat menurut Hilman

Hadikusuma, anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri

oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat,

dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas

16

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai

Pustaka, 1989), 31. 17

Elizabeth A.Martin (ed.), Oxford Dictionary of Law Fifth Edition (United Kingdom: Oxford

University Press, 2002), 14.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

31

harta kekayaan rumah tangganya.18

Surojo Wignjodipuro menyatakan bahwa

pengangkatan anak adalah suatu perbuatan mengambil anak orang lain ke

dalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang

memungut anak dan anak yang dipungut timbul hubungan kekeluargaan yang

sama seperti yang ada antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri.19

Menurut Soerjono Soekanto anak angkat adalah anak orang lain (dalam

hubungan perkawinan yang sah menurut agama dan adat) yang diangkat karena

alasan tertentu dan dianggap sebagai anak kandung.20

Sedangkan menurut Arif

Gosita sebagaimana dikutip oleh Lulik Djatikumoro menyatakan bahwa

pengangkatan anak adalah suatu tindakan mengambil anak orang lain untuk

dipelihara dan diperlakukan sebagai anak turunannya sendiri berdasarkan

ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama dan sah menurut hukum yang

berlaku di masyarakat yang bersangkutan.21

Definisi anak angkat dan pengangkatan anak juga dapat ditemukan dalam

berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pasal 171 huruf h

Kompilasi Hukum Islam meyatakan bahwa anak angkat adalah anak yang

dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan

sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang

tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.22

Definisi ini digunakan

kembali dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

18

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat (Bandung: Alumni, 1991), 20. 19

Musthofa Sy, Pengangkatan, 14. 20

Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 251. 21

Lulik Djatikumoro, Hukum Pengangkatan Anak di Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2011), 16. 22

Kompilasi Hukum Islam disebarluarkan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

32

tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa anak angkat adalah anak

yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali

yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan,

dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua

angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.23

Sedangkan definisi pengangkatan anak secara eksplisit ditemukan dalam

penjelasan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Admininstrasi Kependudukan.

Yang dimaksud dengan pengangkatan anak adalah perbuatan hukum untuk

mengalihkan hak anak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali

yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan

dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua

angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.24

Secara khusus pengangkatan anak dilakukan berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.25

Dalam ketentuan umumnya dinyatakan bahwa:

Pasal 1 angka 1

Angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan

keluarga, orangtua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggunng

jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke

dalam lingkungan keluarga orangtua angkatnya berdasarkan keputusan

atau penetapan pengadilan.

Pasal 1 angka 2

Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan

seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau

orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan

23

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak LN. Tahun 2002 Nomor

109 TLN. 4235 24

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan LN. Tahun

2006 Nomor 124 TLN. 4674 25

Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak LN.

Tahun 2007 No. 123 TLN. 4768

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

33

membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua

angkat.

Berdasarkan berbagai definisi di atas, setidaknya ada dua pengertian

mengenai pengangkatan anak. Pertama, mengambil anak orang lain kemudian

dijadikan anak sendiri, berikut hak dan kewajibannya. Sebagaimana diatur

dalam hukum adat. Kedua, mengalihkan hak anak dari lingkungan kekuasaan

keluarga orang tua atau wali yang sah kepada orang lain. Pengalihan ini tidak

memutus hubungan keperdataan antara orang tua kandung dengan anaknya.

Seperti yang dikehendaki dalam Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku

di Indonesia. Nampaknya, definisi yang kedua ini juga dipengaruhi oleh hukum

Islam yang tidak menghendaki pengangkatan anak dalam arti memutus

hubungan kekerabatan.

b. Sejarah dan Dasar Hukum Pengangkatan Anak

Pengangkatan anak di Indonesia telah dilakukan masyarakat adat

sebelum kedatangan pemerintah kolonial Belanda. Hanya saja secara regulasi,

pengangkatan anak baru mendapat perhatian melalui Staatblad Tahun 1917

Nomor 129 Jo. Staatblad Tahun 1919 Nomor 81 Jo. Staatblad Tahun 1924

Nomor 557 Jo. Staatblad Tahun 1925 Nomor 93 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok untuk Seluruh Indonesia tentang Hukum Perdata dan Hukum Dagang

untuk Golongan Tionghoa.26

Peraturan hukum perdata lainnya, seperti Burgerlijk Wetboek dan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur

mengenai pengangkatan anak. Baru pada tahun 1979, melalui Pasal 12 ayat (1)

26

Lulik Djatikumoro, Hukum, 19.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

34

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak disinggung

secara singkat mengenai tata cara pengangkatan anak.27

Namun, aturan

pengangkatan anak di Indonesia dirasa belum memadai. Untuk itu Mahkamah

Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahakama Agung (SEMA) Nomor 2

Tahun 1979 tentang Pengangkatan Anak pada tanggal 7 April 1979. SEMA ini

kemudian disempurnakan melalui SEMA Nomor 6 Tahun 1983, dilengkapi

dengan SEMA Nomor 4 Tahun 1989, dan terakhir diatur dengan SEMA

Nomor 3 Tahun 2005. Departemen Sosial juga mengeluarkan Keputusan

Menteri Sosial Nomor 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Perizinan Pengangkatan Anak.28

Berbagai peraturan di atas masih terbatas pada

hukum formil atau aturan pelaksana. Sedangkan hukum materiil yang mengatur

hak dan kewajiban anak angkat maupun orang tua angkat belum diatur.

Hak anak angkat sebagaimana anak-anak pada umumnya dilindungi oleh

Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of Child) yang disahkan oleh

Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1987. Konvensi ini telah

diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Pada tahun

1991, melalui Pasal 171 huruf h dan Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam

Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 telah diatur mengenai hak anak

angkat dalam bidang kewarisan. Delapan tahun kemudian, hak-hak anak

termasuk di dalamnya anak angkat diakomodir melalui Pasal 52 hingga Pasal

66 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.29

27

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak LN. Tahun 1979 No. 32 28

Musthofa Sy, Pengangkatan, 83. 29

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia LN. Tahun 1999 No.

165

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

35

Baru pada tahun 2002, melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, pengangkatan anak diatur dalam pasal tersendiri.

Tidak hanya itu, dengan adanya asas nondiskriminasi hak-hak anak angkat juga

dilindungi secara eksplisit layaknya anak-anak pada umumnya. untuk

mempertegas status anak angkat, melalui Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan diatur

tentang tata cara pengangkatan anak. Sebagai tindak lanjut atas Undang-

Undang Perlindungan Anak, pada tanggal 3 Oktober 2007 dikeluarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak. Melalui peraturan ini diharapkan pengangkatan anak

dilaksanakan berdasarkan hukum yang berlaku, sehingga tidak timbul

penyimpangan yang merugikan kepentingan anak.

c. Tujuan Pengangkatan Anak

Menurut Arif Gosita sebagaimana dikutip oleh Lulik Djatikumoro

menyatakan bahwa enam alasan pengangkatan anak pada umumnya:30

1) Orang tua angkat tidak memiliki keturunan. Sehingga melalui

pengangkatan anak diharapkan dapat menolong orang tua angkat di hari

tua nanti;

2) Adanya perasaan belas kasihan terhadap anak angkat, baik karena

faktor ekonomi maupun ketiadaan orang tua;

3) Munculnya faktor kepuasan batin orang tua angkat, seperti mengangkat

anak perempuan atau laki-laki;

30

Lulik Djatikumoro, Hukum, 9.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

36

4) Untuk memancing lahirnya anak kandung. Setelah melakukan

pengangkatan anak diharapkan lahir anak kandung dari pasangan suami

istri tersebut;

5) Untuk menambah jumlah tenaga kerja dalam keluarga;

6) Adanya hubungan keluarga antara orang tua angkat dengan orang tua

kandung.

Menurut M. Budiarto, ada dua motif pengangkatan anak, yaitu mendapat

tambahan tunjangan dari pemerintah bagi mereka yang berstatus Pagawai

Negeri Sipil dan sebagai teman bagi anak kandung yang sudah ada.31

Sedangkan menurut Musthafa Sy. dalam tradisi Jawa, seseorang mengambil

keponakan sendiri, baik laki-laki maupun perempuan dengan alasan-alasan

sebagai berikut:

1) Karena tidak memiliki anak;

2) Untuk memperkuat tali persaudaraan dengan orang tua anak yang

diangkat;

3) Kerena belas kasihan disebabkan orang tuanya tidak mampu, yatim atau

yatim piatu;

4) Adanya kepercayaan bahwa dengan mengangkat anak akan mendapat

anak keturunannya sendiri;

5) Karena hanya mempunyai anak laki-laki, maka mengangkat ana

perempuan atau sebaliknya;

31

Lulik Djatikumoro, Hukum, 10.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

37

6) Untuk mendapatkan anak laki-laki yang dapat membantu pekerjaan

orang tua sehari-hari.32

Sedangkan tujuan pengangkatan anak dalam Undang-Undang

Kesejahteraan Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak tidak lain adalah

untuk kepentingan terbaik bagi anak. Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang

Kesejahteraan Anak menyatakan bahwa pengangkatan anak menurut adat dan

kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan

anak. Tidak jauh berbeda dengan ketentuan di atas, Pasal Pasal 39 ayat (1)

Undang-Undang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa pengangkatan

anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan

dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Kepentingan yang Terbaik Bagi Anak merupakan salah satu asas yang

dianut dalam Konvensi Hak Anak PBB. Asas ini menghendaki dalam semua

tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat,

badan legislatif, dan badan yudikatif, maka harus mempertimbangkan

kepentingan yang terbaik bagi anak. Menurut Musdah Mulia, kewajiban ini

tidak hanya dibebankan pada penyelenggara kekuasaan negara, tetapi orang tua

dan masyarakat. Asas ini diharapkan mampu memunculkan solusi yang tepat

bagi anak, tetapi bukan atas kepentingan orang dewasa.33

Sebab, menurut Hadi

Supeno baik dalam ukuran orang dewasa belum tentu baik dalam ukuran

32

Musthofa Sy, Pengangkatan, 29. 33

Siti Musdah Mulia, Islam dan Hak Asasi Manusia Konsep dan Implementasi

(Yogyakarta:Naufan Pustaka, 2010), 242.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

38

kepentingan anak. Boleh jadi maksud orang dewasa memberikan bantuan,

tetapi sesungguhnya justru merusak masa depan anak.34

d. Dampak Hukum Pengangkatan Anak

Akibat pengangkatan anak dalam perspektif hukum adat menurut

Musthafa Sy cukup variatif. Di daerah Jawa, pengangkatan anak tidak

memutus hubungan keluarga antara anak dengan orang tua kandungnya. Anak

masuk dalam kehidupan rumah tangga orang tua angkat sebagai anggota

keluarga, tetapi tidak berkedudukan sebagai anak kandung untuk meneruskan

keturunan bapaknya. Sedangkan di Bali, pengangkatan anak merupakan

perbuatan hukum yang melepaskan anak dari pertalian keluarga orang tua

kendungnya dan masuk dalam keluarga orang tua angkatnya, sehingga anak

tersebut berkedudukan menjadi anak kandung untuk meneruskan keturunan

orang tua angkatnya.35

Dalam kepustakaan hukum dikenal dua akibat hukum pengangkatan

anak, yaitu pengangkatan anak berakibat hukum sempurna (adoptio plena) dan

pengangkatan anak berakibat hukum terbatas (adoptio minus plena). Dalam

adoptio plena akibat yang muncul dari peristiwa ini adalah putusnya hubungan

kekerabatan antara anak angkat dengan orang tua kandungnya. Sedangkan

adoptio minus plena tidak memutus hubungan keperdataan antara anak angkat

dengan orang tua kandung dalam hal-hal tertentu, biasanya dalam hal waris.36

Secara yuridis, akibat hukum pengangangkatan anak pertama kali diatur dalam

34

Hadi Supeno, Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak

Tanpa Pemidanaan (Jakarta:Gramedia, 2010), 56. 35

Musthofa Sy, Pengangkatan, 29. 36

Musthofa Sy, Pengangkatan, 43.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

39

Staatblad 1917 No.129. Dalam ketentuan ini disebutkan bahwa pengangkatan

anak yang dilakukan secara sah menyebabkan anak angkat berhak memakai

nama marga orang tua angkatnya. Dalam hal pengangkatan anak dilakukan

oleh pasangan suami-istri maka anak tersebut dianggap terlahir dari

perkawinan mereka serta terputus hubungan hukum keperdataan dengan orang

tua kandungnya. Dengan kata lain segala konsekuensi hukum keperdataan,

seperti larangan kawin, hak perwalian, hak mewarisi harta peninggalan berlaku

bagi anak angkat layaknya anak kandung dari orang tua yang

mengangkatnya.37

Sedangkan dalam penjelasan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang

Kesejahteraan Anak menyatakan bahwa pengangkatan anak berdasarkan pasal

ini tidak memutuskan hubungan darah antara anak dengan orang tuanya dan

keluarga orang tuanya berdasarkan hukum yang berlaku bagi anak yang

bersangkutan. Akibat hukum ini dipertegas kembali dalam Pasal 39 ayat (2)

Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasal ini menyatakan bahwa

pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan

hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.

Meskipun demikian, hak-hak asasi anak angkat tetap harus dijamin oleh orang

tua angkatnya, karena telah dilakukan pemindahan kuasa asuh dari orang tua

kandung kepadanya.

Penghargaan terhadap hak-hak ini diatur dalam Pasal 2 Konvensi Hak

Anak PBB yang menyatakan bahwa negara-negara peserta akan menghormati

37

Lulik Djatikumoro, Hukum, 21.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

40

dan menjamin hak-hak yang ditetapkan dalam Konvensi ini terhadap setiap

anak dalam wilayah hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun,

tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan

politik atau pandangan lain, asal-usul bangsa, suku bangsa atau sosial, harta

kekayaan, cacat, kelahiran atau status lain dari anak atau dari orang tua anak

atau walinya yang sah menurut hukum. Dengan demikian, pada dasarnya hak

asasi anak angkat sama dengan anak kandung.

Menurut Musdah Mulia, terapat 31 hak dasar anak menurut Konvensi

Hak Anak, antara lain:

1) Hak untuk kelangsungan hidup dan berkembang;

2) Hak untuk mendapat nama;

3) Hak untuk mendapat kewarganegaraan;

4) Hak untuk mendapat identitas diri;

5) Hak untuk mendapat standar hidup yang layak;

6) Hak untuk mendapat standar kesehatan yang paling tinggi;

7) Hak mendapat perlindungan khusus dalam konflik bersenjata;

8) Hak untuk mendapat perludungan kusus jika mengalami konflik

dengan hukum;

9) Hak mendapat perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi

sebagai pekerja anak;

10) Hak mendapat perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi dalam

penyalahgunaan obat-obatan;

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

41

11) Hak mendapat perlindungan hukum jika mengalami eksploitasi

seksual;

12) Hak mendapat perlindungan khusus dari penculikan, penjualan, dan

perdagangan anak-anak;

13) Hak mendapat perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi

sebagai anggota kelompok minoritas;

14) Hak untuk hidup dengan orang tua;

15) Hak untuk tetap berubungan dengan orang tua bila dipisahkan dari

salah satu orang tua;

16) Hak mendapat pelatihan keterampilan;

17) Hak untuk berekreasi;

18) Hak untuk bermain;

19) Hak untuk berpartisasipasi dalam kegiatan seni dan budaya;

20) Hak mendapat perlindungan khusus dalam situasi genting;

21) Hak mendapat perlindungan khusus sebagai pengungsi;

22) Hak untuk bebas beragama;

23) Hak untuk bebas berserikat;

24) Hak untuk berkumpul secara damai;

25) Hak untuk mendapat informasi dari berbagai sumber;

26) Hak untuk mendapatkan perlindungan pribadi;

27) Hak mendapat perlindungan dari siksaan;

28) Hak untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan kejam, hukuman

dan perlakuan tidak manusiawi;

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

42

29) Hak mendapat perlindungan dari penangkapan yang sewenang-

wenang;

30) Hak mendapat perlindungan dari perampasan kebebasan;

31) Hak mendapat pendidikan dasar secara cuma-cuma.38

Dalam Undang-Undang Kesejahteraan Anak disebutkan bahwa ada

sembilan hak dasar anak, antara lain:

1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan

berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam

asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian

bangsa, untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna.

3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam

kandungan maupun sesudah dilahirkan.

4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat

membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan

perkembangannya dengan wajar.

5) Anak berhak mendapat pertolongan, bantuan, dan perlindungan

pertama kali dalam kondisi yang membayakan.

6) Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan

oleh negara atau orang atau badan.

38

Siti Musdah Mulia, Islam, 243-245.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

43

7) Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam

lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.

8) Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan

yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi

dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya.

9) Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai

tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh bataskemampuan dan

kesanggupan anak yang bersangkutan.

Dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia disebutkan enam belas hak

dasar anak, antara lain:

1) Hak mendapat perlindungan dari orang tua, masyarakat, dan negara

bahkan sejak dalam kandungan;

2) Hak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf

kehidupannya.

3) Hak atas suatu nama dan status kewarganegaraannya.

4) Hak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan

khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai

dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan

kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara bagi setiap anak yang cacat fisik dan atau mental.

5) Hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi

sesuai dengan tingkat intelektualitas dan biaya di bawah bimbingan

orang tua dan atau wali.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

44

6) Hak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh

oleh orang tuanya sendiri. Dalam hal orang tua anak tidak mampu

membesarkan dan memelihara anaknya dengan baik dan sesuai

dengan Undang-undang ini, maka anak tersebut boleh diasuh atau

diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

7) Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk

kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan

pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya,

atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan

anak tersebut.

8) Hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat,dan tingkat

kecerdasannya.

9) Hak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan

tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya

sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

10) Hak untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain,

berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat

kecerdasannya demi pengembangan dirinya

11) Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial

secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

45

12) Hak untuk tidak dilibatkan di dalam peristiwa peperangan, sengketa

bersenjata, kerusuhan sosial, dan peristiwa lain yang mengandung

unsur kekerasan.

13) Hak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi

ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga

dapatmengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan

sosial, dan mental spiritualnya.

14) Hak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan

pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai

bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya.

15) Hak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau

penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

16) Hak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.

Sedangkan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak terdapat empat

belas hak dasar anak, antara lain:

1) Hak hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar;

2) Hak mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;

3) Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status

kewarganegaraan;

4) Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan

berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya;

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

46

5) Hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh

orang tuanya sendiri, kecuali dalam kondisi orang tua tidak mampu

atau dinyatakan tidak layak oleh pengadilan;

6) Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai

dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

7) Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan

minat dan bakatnya.

8) Hak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan

memberikan informasi sesuai dengantingkat kecerdasan dan usianya

demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan

kepatutan.

9) Hak untuk beristirahatdan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan

anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan

minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

10) Hak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf

kesejahteraan sosial bagi anak penyandang cacat;

11) Hak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi,

baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, ketidakadilan, dan

perlakuan salah lainnya, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

12) Hak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam

kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

47

kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur

kekerasan; dan pelibatan dalam peperangan.

13) Hak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,

penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi;

14) Hak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum;

Secara spesifik, ada dua hak dasar yang wajib diberikan kepada anak

angkat. Pertama, hak beragama beragama sebagaimana diatur dalam Pasal 39

ayat (3) dan ayat (5) yang menyatakan bahwa:

Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh

calon anak angkat. Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama

anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.

Ketentuan ini memberikan jaminan bagi anak-anak untuk memilih agama

yang akan dia anut, sehingga tidak ada kesan pemaksaan agama dari orang tua

angkat kepada anak angkatnya. Kedua, hak mengetahui identitas orang tua

kandungnya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 40 yang menyatakan bahwa:

(1) Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya

mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya.

(2) (2) Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan

anak yang bersangkutan.

Selain mengatur tentang hak-hak asisi anak, secara berimbang Pasal 19

Undang-Undang Perlindungan Anak menetapkan kewajiban yang harus

dijalankan oleh setiap anak, termasuk anak angkat. Kewajiban tersebut antara

lain:

a. Menghormati orang tua, wali, dan guru;

b. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;

c. Mencintai tanah air, bangsa, dan negara;

d. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan

e. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

48

Hak-hak dasar di atas wajib dipenuhi oleh orang tua angkat, karena

secara hukum ia telah beralih status menggantikan kedudukan orang tua dalam

menjalankan kuasa asuh.39

hak-hak ini dapat dipenuhi orang tua asuh selama

masih hidup. Namun ketika orang tua angkat telah meninggal dunia terdapat

pluralitas hukum terhadap hak anak angkat dari harta peninggalan orang tua

ngkatnya yang akan dibahas pada bagian selanjutnya.

B. Konsep Waris Anak Angkat Dalam Perspektif Hukum Islam

1. Asas-asas Kewarisan Islam

Menurut Amir Syarifuddin terdapat lima asas dalam hukum kewarisan

Islam, antara lain:

a. Asas ijbari

Asas ini menghendaki bahwa peralihan harta seseorang yang telah

meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut

kehendak Allah SWT. tanpa bergantung pada kemauan pewaris atau atas

permintaan ahli warisnya. Berdasarkan asas ini, dari segi jumlah bagian yang

diterima oleh masing-masing orang telah ditentukan oleh Allah SWT. sehingga

pewaris maupun ahli waris tidak memiliki hak untuk menambah atau

mengurangi bagian tersebut. Selain itu, golongan yang berhak menerima harta

waris juga telah ditentukan secara pasti. Dengan demikian, tidak ada kekuasaan

bagi manusia untuk mengubahnya dengan cara memasukkan orang lain atau

39

Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina,

melindungi,dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan

kemampuan, bakat, serta minatnya. Lihat Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

49

megeluarkan orang yang berhak.40

Menurut Abdul Ghofur Anshori apabila

dalam praktiknya ada ahli waris yang tidak mau menerima harta waris karena

telah merasa cukup, maka ia tetap menerima harta tersebut. Jika setelah

diketahui dan dibagikan sesuai proporsi masing-masing ahli waris, kemudian

ada pihak yang menghibahkannya kepada orang lain maka tidak menjadi

persoalan selama jelas ikrarnya.41

b. Asas bilateral

Menurut Abdul Ghofur Anshori, istilah bilateral dikaitkan dengan sistem

keturunan. Dalam hukum kewarisan, asas ini menghendaki bahwa ahli waris

dapat menerima hak warisnya dari kedua belah pihak, baik kerabat laki-laki

maupun perempuan. Dalam Q.S. al-Nisa‟ [4]: 7 misalnya, seorang laki-laki

berhak mendapat warisan dari pihak ayahnya dan juga pihak ibunya. Begitu

pula dengan perempuan berhak menerima warisan dari pihak ayah maupun

pihak ibunya.42

c. Asas individual

Dengan adanya asas individual mengandung arti bahwa harta warisan

dapat dibagi dan dimiliki secara perorangan, bukan secara kolektif seperti

dalam hukum adat Minangkabau. Masing-masing ahli waris menerima

bagiannya secara tersendiri, tanpa terikat dengan ahli waris yang lain. Asas ini

juga menghendaki bahwa jumlah bagian setiap ahli waris tidak ditentukan oleh

40

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), 17-19; Mohammad

Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia

(Jakarta:Rajawali Press, 2009), 141-142. 41

Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Kewarisan Islam Konsep Kewarisan Bilateral

Hazairin (Yogyakarta:UII Press, 2005), 34. 42

Amir Syarifuddin, Hukum, 20; Abdul Ghofur Anshori, Filsafat, 34; Mohammad Daud Ali,

Hukum, 142.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

50

banyak atau sedikitnya harta yang ditinggalkan. Tetapi harta yang ditinggalkan

tersebut harus tunduk pada ketentuan yang berlaku.43

Dalam beberapa bentuk nampaknya ahli waris dalam kondisi

berkelompok. Dalam Q.S. al-Nisa‟ [4]: 11 misalnya, disebutkan bahwa dua

anak perempuan mendapat bagian dua pertiga. Begitupula dengan saudara

perempuan yang mendapat bagian dua pertiga, sebagaimana terdapat dalam

Q.S. al-Nisa‟ [4]: 176. Meskipun demikian, bentuk kolektif ini hanya terjadi

untuk sementara waktu, sebelum dilakukan pembagian secara individual di

antara keduanya. Pembagian individual ini bersifat mengkikat dan wajib

hukumnya. Jika tidak dilaksanakan akan mendapat sanksi berat di akhirat kelak

karena dikhawatirkan terjadi percampuran harta yang bukan menjadi haknya.44

d. Asas keadilan berimbang

Asas ini menyatakan bahwa pembagian harta warisan harus berdasarkan

keseimbangan antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara yang

diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Selain itu, perbedaan hak yang

diperoleh antar ahli waris disebabkan perbedaan tanggung jawab antara

mereka. Misalnya, tanggung jawab dan kewajiban orang tua terhadap anak

lebih besar daripada tanggung jawab anak terhadap orang tua. Berdasarkan hal

ini anak mendapat bagian rata-rata lebih besar daripada orang tua. Bagitu pula

dengan anak laki-laki. Tanggung jawab utamanya adalah istri dan anak-anak

seperti yang dibebankan dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 233. Dengan demikian,

43

Amir Syarifuddin, Hukum, 21; Abdul Ghofur Anshori, Filsafat, 34; Mohammad Daud Ali,

Hukum, 142. 44

Amir Syarifuddin, Hukum, 22; Abdul Ghofur Anshori, Filsafat, 35.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

51

wajar apabila dalam konsep kewarisan Islam, seorang laki-laki mendapat

bagian lebih dari perempuan.45

e. Asas semata akibat kematian

Hukum Islam menetapkan bahwa peralihan harta seseorang kepada orang

lain dengan menggunakan istilah kewarisan hanya berlaku setelah yang

mempunyai harta meninggal dunia. Dengan kata lain, peralihan harta pada saat

dipemilik masih hidup bukan kewarisan. Asas ini memiliki hubugan erat

dengan asas ijbari. Seseorang pada saat masih hidup memiliki kebebasan

menggunakan hartanya. Akan tetapi, setelah meninggal dunia ia tidak lagi

memiliki kebebasan tersebut. Jika ada, maka dilakukan melalui pengaturan

tertentu dengan batas maksimal tidak lebih dari 1/3 bagian harta tersebut.46

Abdul Ghofur Anshori menambahkan bahwa pembagian warisan

mempunyai kemungkinan untuk menyebar luas, bukan hanya pada anak saja.

Tetapi juga mancakup suami, istri, orang tua, saudara-saudara bahkan cucu ke

bawah, orang tua lurus ke atas, dan keturunan saudara-saudara. Meskipun

demikian, hal ini dibatasi pada kelompok keluarga, baik karena perkawinan

maupun nasab yang sah. Perbedaan bagian yang diterima didasarkan pada

kedekatan ahli waris dengan pewaris. Menurut Anshori hal ini disebut sebagai

asas Asas Penyebarluasan dengan Prioritas di Lingkup Keluarga.47

2. Sebab-Sebab Waris

Dalam catatan para ahli hukum Islam ada tiga sebab kewarisan pada

periode pra-Islam, natara lain:

45

Amir Syarifuddin, Hukum, 25; Mohammad Daud Ali, Hukum, 143. 46

Amir Syarifuddin, Hukum, 28; Mohammad Daud Ali, Hukum, 144. 47

Abdul Ghofur Anshori, Filsafat, 35.

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

52

a. Pertalian Kerabat (al-qarabah)

Aspek kekerabatan sejak periode sebelum kedatangan Islam telah

menyebabkan seseorang mendapat hak waris. Namun, orang-orang yang

mendapat bagian hanyalah laki-laki yang kuat fisiknya. Sebab mereka dapat

berperang memerangi musuh demi kehormatan suku atau melakukan ekspansi

pada suku-suku yang lain. Wanita dan anak-anak tidak mendapat bagian karena

mereka dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Bahkan wanita

menjadi obyek waris itu sendiri. Dalam catatan Ahmad Rofiq, hanya anak laki-

laki, saudara laki-laki, paman dan anak laki-laki paman yang mendapat bagian

harta waris. Sedangkan menurut Muhammad Yusuf Musa, informasi yang

menyatakan bahwa wanita tidak mendapat harta waris tidak sepenuhnya benar.

Sebab ada keterangan lain yang menyebutkan bahwa ada kabilah-kabilah

tertentu yang tidak membedakan kedudukan antara laki-laki dan perempuan.

Tradisi yang melarang wanita mendapat harta waris hanya terjadi di hijaz.48

b. Janji Prasetia (al-hilf wa al-mu‟aqadah)

Janji prasetia dijadikan dasar hubungan saling mewarisi pada masa

Jahiliyah. Melalui perjanjian ini, sendi-sendi kekuatan dan martabat kesukuan

dapat dipertahankan. Selain itu, hal ini bertujuan untuk tolong-menolong dan

menimbulkan rasa aman bagi mereka yang membuat perjanjian. Janji prasetia

terjadi setelah seseorang berikrar kepada orang lain untuk saling mewarisi

apabila salah satu di antara mereka meninggal dunia. Dalam praktiknya, bagian

orang yang berjanji prasetia didahulukan, setelah itu baru dibaikan kepada ahli

48

Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), 11 .

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

53

waris yang lain. Menurut Ahmad Rofiq, bagian yang diperoleh melalui janji

prasetia adalah 1/6 bagian dari harta peninggalan.49

c. Pengangkatan Anak (al-tabanni)

Pengangkatan anak dalam tradisi masyarakat Arab Jahiliyah merupakan

perbuatan hukum yang lazim. Pada umumnya, seseorang yang diangkat anak

oleh bangsa Arab saat itu adalah laki-laki yang memiliki kemampuan fisik

untuk berperang. Sedangkan perempuan justru menjadi obyek waris itu sendiri.

Pengangkatan anak pada periode ini menimbulkan beberapa akibat hukum.

Pertama, hubungan anak angkat dengan keluarga kandungnya terputus.

Kedua, status anak angkat disamakan kedudukannya dengan anak kandung.

Dengan itu, segala hak seperti perlakuan, pemeliharaan dan kasih sayang

termasuk hubungan saling mewarisi sama seperti anak sendiri.50

Sedangkan setelah Islam datang dan berkembang, sebab-sebab kewarisan

berubah sebagai berikut:

a. Hubungan Kekerabatan (al-qarabah)

Hubungan saling mewarisi karena faktor kekerabatan pada masa

Jahiliyah dikoreksi oleh ajaran Islam. Hubungan ini menurut Amir Syarifuddin

dapat ditentukan melalui dua cara, baik secara bilogis maupun yuridis. Secara

bilogis seorang anak misalnya, dapat secara langsung dinasabkan kepada

ibunya. Sebab hal ini bersifat alamiah dan tidak ada seorang pun para ahli yang

menentang bahwa seseorang dilahirkan dari rahim ibunya. Hanya saja untuk

menentukan hubungan saling mewarisi antara anak dengan bapaknya perlu

49

Ahmad Rofiq, Fiqh, 12-13. 50

Ahmad Rofiq, Fiqh, 14.

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

54

dilakukan pemeriksanaan. Sedangkan secara yuridis, seseorang memiliki

hubungan mewarisi dari bapak dan ibunya didasarkan pada sah atau tidaknya

perkawinan antara orang tuanya tersebut.51

Kedudukan laki-laki dan perempuan termasuk di dalamnya anak-anak

disamakan. Mereka diberikan hak mewarisi sepanjang hubungan

kekerabatannya jelas dan membolehkan. Sebab, boleh jadi kerabat yang dekat

menghalangi kerabat yang jauh, baik secara keseluruhan maupun sebagian.

Suami misalnya, secara umum dia mendapat ½ bagian dari harta istri. Tetapi

karena ada anak maka ia mendapat ¼ bagian saja. Islam tidak membedakan

status hukum seseorang dalam pewarisan dari segi kekuatan fisiknya, tetapi

semata-mata karena pertalian darah atau kekerabatan. Dengan demikian, anak

yang masih dalam kandungan pun berhak mendapat harta waris.52

b. Hubungan Perkawinan atau Semenda (al-Mushaharah)

Perkawinan yang sah menyebabkan adanya hubungan hukum saling

mewarisi antara suami dan istri.53

Sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah

SWT. dalam Q.S. al-Nisa‟ [4]: 12. Ketentuan ini berlaku karena dua alasan,

yaitu adanya perkawinan yang sah dalam arti dilakukan berdasarkan rukun dan

syarat serta tidak ada larangan menikah. Selain itu, hubungan ini hanya berlaku

apabila ikatan perkawinan tersebut masih utuh atau dianggap utuh. Menurut

Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, suatu perkawinan dianggap masih

utuh apabila perkawinan tersebut telah diputus dengan talak raj‟i, tetapi masih

dalam masa iddah. Sebab pada saat itu, suami masih berhak untuk merujuk

51

Amir Syarifuddin, Hukum, 175-177. 52

Ahmad Rofiq, Fiqh, 42. 53

Ahmad Rofiq, Fiqh, 44.

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

55

istrinya, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Tanpa harus membayar

mahar, mendatangkan wali maupun saksi-saksi.54

c. Hubungan Memerdekakan Budak (al-Wala‟)

Al-wala‟ adalah hubungan kewarisan akibat seseorang memerdekakan

hamba sahaya secara suka rela. Dalam konteks awal perkembangan Islam,

hubungan saling mewarisi antara seorang tuan dengan budaknya diharapkan

memotivasi umat Islam untuk membantu penghapusan perbudakan. Adapun

bagian dari orang yang memerdekakan hamba adalah 1/6 dari harta

peninggalan jika budak yang ia merdekakan tidak memiliki sanak kerabat yang

lain. Meskipun demkian, menurut Amir Syarifuddin hubungan saling mewarisi

karena memerdekakan budak hanya ada dalam wacana saja.55

3. Unsur-Unsur dalam Kewarisan Islam

Menurut para ahli hukum Islam, ada tiga unsur dalam hukum kewarisan,

antara lain:

a. Al-muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang

yang mewariskan hartanya. Syaratnya ia harus benar-benar telah

meninggal dunia, baik secara hakiki, yuridis (hukmi) maupun secara

perkiraan (taqdiri).

b. Al-waris atau ahli waris, yaitu orang-orang yang dinyatakan mempunyai

hubungan kekerabatan baik karena hubungan darah, perkawinan, atau

memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya ahli waris benar-benar dalam

keadaan hidup, termasuk didalamnya adalah bayi yang berada dalam

54

Supartman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris: Hukum Kewarisan Islam (Jakarta:

Gaya Media Utama, 2008), 29. 55

Amir Syarifuddin, Hukum, 28; Ahmad Rofiq, Fiqh, 45

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

56

kandungan. Selain itu, tidak ada halangan untuk saling mewarisi,

misalnya pembunuhan dan perbedaan agama.

c. Al-maurus atau al-miras, yaitu harta peninggalan si mati setelah dikurang

biaya perawatan jenazah, pelunasan utang, dan pelaksanaan wasiat.56

4. Hak Waris Anak Angkat dan Wasiat Wajibah

Menurut Amir Syarifuddin, hukum Islam tidak mengenal lembaga

pengangkatan anak dalam arti memutus hubungan perdata antara anak angkat

dengan orang tua kandungnya. Islam hanya menganjutkan pengakatan anak

dalam konteks pemeliharaan dan membantu meringankan beban orang tua.

anak angkat akan tetap di luar garis kekerabatan orang tua angkatnya, beserta

segala akibat hukumnya.57

Penolakan Islam terhadap pengangkatan anak model

ini berdasarkan Q.S. al-Ahzab [33]: 4-5 dan Q.S. al-Ahzab [33]: 33

sebagaimana telah di bahas pada bagian sebelumnya. Dengan demikian, anak

angkat dalam konteks hukum Islam tidak memiliki hak waris dari orang tua

angkatnya.58

Meskipun demikian, dengan mempertimbangkan aspek keadilan dan

kontribusi anak angkat terhadap orang tua angkatnya dapat diberikan hadiah,

hibah maupun wasiat. Ketiga cara di atas hanya dapat dilakukan pada saat

orang tua angkat masih hidup dan besarnya tidak lebih dari sepertiga harta.

Persoalannya kemudian, bagaimana jika orang tua angkat belum sempat

memberikan wasiat atau hibah kepada anak angkatnya sebelum wafat? Di

56

Ahmad Rofiq, Fiqh, 28-29 57

Amir Syarifuddin, Hukum, 183 58

Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan Suatu Analisis Komparatif Pemikiran Mujtahid

dan Kompilasi Hukum Islam (Jakarta:Rajawali Pers, 2012), 192

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

57

Indonesia para ulama melakukan ijtihad jam‟i untuk menjawab persoalan ini.

Melalui Kompilasi Hukum Islam anak angkat diberikan hak terhadap harta

peninggalan melalui wasiat wajibah. Namun, sebelum jauh membahas tentang

aspek hukum wasiat wajibah perlu dilakukan pembasan mengenai wasiat

terlebih dahulu.

Dalam hukum Islam, wasiat adalah penyerahan harta secara sukarela

dari seseorang kepada pihak lain yang berlaku setelah orang tersebut wafat.59

Dalam Pasal 171 huruf f Kompilasi Hukum Islam dinyatakan bahwa wasiat

adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga

yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Menurut Sayyid Sabiq

sebagaimana dikutip oleh Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah obyek

wasiat tidak hanya berupa barang, melainkan juga piutang maupun manfaat.60

Dasar hukum wasiat adalah Q.S. al-Baqarah [2]: 180

Artinya: Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu

kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang

banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf,

(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.

Menurut Zainuddin Ali, para ulama berbeda pendapat mengenai

kebolehan wasiat kepada ahli waris. Menurut ulama yang menganut asas

kewarisan bilateral seperti Hazairin menyatakan bahwa berwasiat kepada ahli

59

Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam Jilid VI (Jakarta:PT. Ichtiar Baru van

Hoeve), 1926 60

Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum Perdata Islah di Indonesia

(Bandung:Pustaka Setia, 2011), 249

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

58

waris tidak dilarang. Karena Q.S. al-Nisa [4]: 11-12 tidak menghapus

keberlakuan Q.S. al-Baqarah [2]: 180. Sedangkan ulama yang menganut

madzhab patrilineal seperti Imam Syafi‟i dan murid-muridnya, tidak

diperbolehkan berwasiat kepada ibu-bapak dan kerabat, apabila mereka

mendapat bagian dalam suatu kasus kewarisan. Karena dianggap tidak ada lagi

wasiat bagi ahli waris. Oleh karena itu, ayat-ayat wasiat dihapus oleh ayat-ayat

kewarisan. Lebih lanjut Zainuddin Ali mengatakan bahwa wasiat hanya

berlaku bagi ahli waris yang terhalang untuk mendapat harta warisan dan tidak

melebihi sepertiga bagian. Wasiat juga tidak bisa menghalangi pelaksanaan

kewarisan.61

Menurut Mustafa Syalabi sebagaimana dikutip oleh Ahmad Rofiq

menyampaikan bahwa wasiat berfungsi menangkal konflik keluarga. Karena

ada anggota keluarga yang tidak berhak menerima harta peninggalan dengan

jalan waris. Padahal ia telah cukup berjasa dalam pengadaan harta tersebut.

Dengan adanya wasiat, maka kekecewaan tersebut dapat diatasi.62

Adapun

rukun-rukun wasiat menurut jumhur ulama sebagai berikut: 63

(1) al-Musi atau orang yang melakukan wasiat

Menurut jumhur ulama orang yang melakukan wasiat harus memenuhi

tiga syarat, antara lain: Pertama, cakap hukum yang ditandai dengan berakal

dan baligh menurut ulama madzhab Hanafi dan madzhab Syafi‟i. Sedangkan

ulama madzhab Maliki dan Hambali menyatakan bahwa anak yang telah

61

Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia (Jakarta:Sinar Grafika, 2010), 78 62

Ahmad Rofiq, Fiqh, 184. 63

Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi, 1927-1928; Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah,

Hukum, 252.

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

59

mumayyiz boleh melakukan wasiat. Menurut Zainuddin Ali orang yang

memiliki kecakapan hukum ditandai dengan meredeka dalam arti bebas

memilih dan tidak ada paksaan.64

Kedua, Wasiat harus dilakukan secara sadar

dan sukarela. Ketiga, Orang yang melakukan wasiat tidak memiliki hutang

yang jumlahnya sebanyak harta yang akan ditinggalkan. Karena wasiat baru

dapat dilakukan setelah ahli waris membantu pewaris melunasi seluruh-

hutangnya. Syarat orang yang melakukan wasiat secara yuridis normatif diatur

dalam Pasal 194 ayat (1) yang menyatakan bahwa orang yang telah berumur

sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan

dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.

(2) al-Musa Lah atau orang yang menerima wasiat

Wasiat dapat ditujukan kepada orang tertentu, baik ahli waris maupun

bukan. Wasiat juga dapat ditujukan kepada yayasan atau lembaga sosial.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 171 huruf f Kompilasi Hukum Islam. Adapun

syarat-syarat penerima wasiat adalah sebagai berikut:Pertama, penerima wasiat

harus benar-benar ada dan jelas identitasnya. Kedua, memiliki kecakapan

menerima wasiat. Ketiga, bukan orang yang membunuh si penerima wasiat.

Keempat, penerima wasiat bukan orang yang berlainan agama. Kelima, wasiat

tidak dimaksudkan untuk merugikan umat Islam atau sesuatu yang bersifat

maksiat.

64

Zainuddin Ali, Pelaksanaan, 79.

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

60

(3) al-Musa Bih atau obyek wasiat

Sesuatu yang menjadi obyek wasiat merupakan benda yang memiliki

nilai menurut syara‟. Selain itu, obyek wasiat harus bisa dijadikan hak milik,

baik berupa materi maupun manfaat. Dan yang terpenting adalah obyek wasiat

tersebut benar-benar miliki al-musi. Menurut Wahbah Zuhaily, batas maksimal

wasiat hanya dengan sepertiga harta. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.

kepada Sa‟ad nin Abi Waqas ra. yang ingin membuat wasiat sebesar dua

pertiga kepada anak perempuannya. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda

“Sepertiga, dan sepertiga adalah banyak. Sesungguhnya baik bagimu

meninggalkan ali waris dalam keadaan kaya daripada meninggalkan mereka

dalam keadaan miskin dan menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian,

kelebihan atas wasiat tidak dilaksanakan kecuali telah ada persetujuan dan

kerelaan dari ahli waris yang lain.65

Menurut Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah pelaksanaan wasiat

yang melebihi sepertiga bagian dilaksanakan dengan syarat permohonan

kerelaan dari ahli waris yang lain dilakukan setelah si pewasiat meninggal

dunia. Sebab, pada saat si pewasiat masih hidup maka ahli waris tidak memiliki

hak memberikan izin. Selain itu, bisa jadi si pewasiat mencabut wasiatnya.

Ahli waris yang memberikan izin disyaratkan cakap hukum, sehingga orang

yang berada di bawah pengampuan tidak bisa memberikan izin secara

mandiri.66

65

Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu Juz 10, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani,

dkk. Fiqh Islam wa Adillatuhu (Jakarta:Gema Insani Press, 2011), 154. 66

Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum, 254.

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

61

(4) Sighah

Sighah wasiat harus dinyatakan secara jelas meskipun antara ijab dan

qabulnya tidak terjadi dalam satu waktu. Sebab qabul baru dinyatakan sah

apabilah si pemberi wasiat telah meninggal dunia. Namun menurut ulama

madzhab Hanafi qabul boleh dilakukan sebelum maupun sesudah di pemberi

wasiat meninggal dunia. Menurut jumhur ulama, qabul harus dilakukan oleh

orang yang telah baligh dan berakal. Apabila di penerima wasiat adalah anak-

anak atau orang gila maka yang menerima adalah walinya. Sighat wasiat dapat

dilakukan secara tertulis maupun secara lesan serta disaksikan oleh dua orang

saksi. Sebagaimana diatur dalam Pasal 195 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam.67

Sedangkan yang disebut wasiat wajibah adalah tindakan yang dilakukan

oleh penguasa atau hakim sebagai aparatur negara untuk memaksa, atau

memberi putusan wajib wasiat bagi orang yang telah meninggal, yang

diberikan kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu. Menurut Fatchur

Rahman disebut wasiat wajibah karena hilangnya unsur ikhtiar bagi pemberi

wasit dan munculnya kewajiban melalui peraturan perundang-undangan atau

putusan pengadilan tanpa bergantung pada kerelaan orang yang berwasiat dan

persetujuan penerima wasiat.68

Sedangkan menurut Suparman Usman dan

Yusuf Somawinata, wasiat wajibah adalah wasiat yang pelaksanaannya tidak

dipengaruhi atau tidak bergantung kepada kemauan atau kehendak si pewaris.

Wasiat ini tetap harus dilakukan, baik diucapkan maupun tidak, baik

67

Zainuddin Ali, Pelaksanaan, 80. 68

Musthofa Sy, Pengangkatan, 131.

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

62

dikehendaki ataupun tidak oleh si pewaris. Meskipun demikian, wasiat wajibah

hanya dapat dilaksanakan berdasarkan alasan-alasan hukum yang dibenarkan.69

Menurut Musthofa Sy, meskipun tidak ditemukan dalil naqli yang secara

eksplisit membahas pemberian wasiat wajibah, praktik semacam ini didasarkan

pada aspek kemaslahatan anak angkat. Sebab, orang tua angkat dibebani

kewajiban untuk mengurus segala kebutuhannya.70

Adapun dasar hukum

pemberian wasiat wajibah merupakan hasil kompromi dari berbagai para pakar

hukum Islam. Ketentuan wasiat wajibah merupakan hasil ijtihad para ulama

dalam memahami Q.S. al-Baqarah [2]: 180:

Artinya: Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu

kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang

banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf,

(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.

Sebagian ulama, seperti Ibn Hazm, Ahmad Ibn Hambal, Abu Ja‟far

Muhammad bin Jarir al-Tabari, Hasan al-Bisri dan Abu Bakr bin Abdul Abdul

Aziz berpendapat bahwa memberikan wasiat kepada ibu-bapak dan kerabat

bersifat wajib hingga sekarang. Namun jumhur ulama menyatakan bahwa

ketentuan tentang wasiat tidak lagi berlaku karena telah dihapus dengan ayat-

ayat waris. Dengan demikian, wasiat hanya bersifat dianjurkan dengan tujuan

69

Supartman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqh, 163; Abdul Aziz Dahlan (et.al),

Ensiklopedi, 1930. 70

Musthofa Sy, Pengangkatan, 132.

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

63

membantu meringankan beban penerima wasiat dalam menghadapi

kehidupan.71

Kelompok pertama mendalilkan bahwa Q.S. al-Baqarah [2]: 180 tidak di-

naskh. Sehingga sampai saat ini masih bersifat muhkamah. Menurut

Muhammad Abduh, antara Q.S. al-Baqarah [2]: 180 dengan ayat-ayat waris

tidak ada pertentangan dan tidak ada pula indikasi bahwa ayat waris turun

setelah ayat tentang wasiat. Namun, sebagian ulama kelompok pertama

berpandangan bahwa Q.S. al-Baqarah [2]: 180 telah ditakhshish. Sehingga ayat

tersebut hanya berlaku bagi bapak-ibu dan kerabat yang menurut ketentuan

umum pewarisan tidak mendapat bagian harta waris. Sedangkan bapak-ibu dan

kerabat yang memperoleh waris dikeluarkan dari keumuman ayat wasiat.

Berkaitan dengan persoalan wasiat wajibah, Ibn Hazm menyatakan bahwa

apabila tidak ada wasiat untuk kerabat dekat yang tidak mendapatkan warisan,

maka hakim harus bertindak sebagai pewaris yakni memberikan sebagaian

warisan kepada kerabat yang tidak mendapat bagian sebagai sesuatu wasiat

wajib bagi mereka.72

Sedangkan kelompok kedua berpandangan bahwa ayat wasiat telah di-

nasakh dengan ayat waris berpedoman kepada pendapat Ibn Abbas dan Ibn

Umar. Selain itu, terdapat hadits Rasulullah Saw. yang mempertegas

penghapusan ini:

71

Supartman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqh, 164. 72

A. Rachmad Budiono, Pembaharian Hukum Kewarisan Islam di Indonesia (Bandung: Citra

Aditya Bakti, 1999), 26.

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

64

عت رسول عت أبا أمامة س ث نا ابن عياش عن شرحبيل بن مسلم س اب بن ندة حد ث نا عبد الوى حد 73«إن اا د أعطى كل ذى حق حقو ال وصية لوارث » ي قول - صلى هللا عليو وسلم-الل

Artinya: ..... Sesungguhnya Allah Swt. telah memberikan kepada setiap

orang, hak mereka masing-masing. Ingatlah bahwa tidak ada wasiat

bagi ahli waris.

Penetapan wasiat wajibah tidak hanya didasarkan pada penafsiran Q.S.

al-Baqarah [2]: 180 akan tetapi berdasarkan pula pada kaidah-kaidah hukum

Islam. Untuk sementara guna menghindari perasaan ketidakadilan yang belum

bertemu dasar hukumnya, para ahli hukum Islam menyatakan bahwa:

إن لويل االمر أن يأمر باملبا ح ملا يراه من املصلحة العامة و مت أمر بو و جبت طا عتو

Artinya: Pemegang kekuasaan mempunyai wewenang memerintahkan

perkara yang dibolehkan (mubah) karena ia berpendapat bahwa hal itu

akan membawa kemaslahatan umum. Bila penguasa memerintahkan

demikian, wajib ditaati.74

Sejalan pula dengan kaidah tindakan penguasa kepada rakyat adalah

berdasarkan pertimbangan kemaslahatan ( 75.(تصرف اإلماا على الرعية منوط با ملصلحة

Wasiat wajibah baru dikenal di Indonesia sejak lahirnya Kompilasi Hukum

Islam pada tahun 1991. Sebagaimana diatur dalam Pasal 209 Kompilasi

Hukum Islam:

(1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai

dengan Pasal 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua

angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-

banyaknya 1/3 dari harta wasiat anak angkatnya.

73

Abu Dawud Sulaiman ibn al-Asy‟ats al-Sijistani, Sunan Abu Dawud Juz III (Beirut: Dar al-

Fikr, 1994), 35. 74

Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan

Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam Jakarta:Sinar Grafika, 2006), 102. 75

Abdul Haq dkk., Formulasi Nalar Fiqh Telaah Kaidah Fiqh Konseptual Buku Kedua

(Surabaya:Kaki Lima, 2006), 75.

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

65

(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiatdiberi wasiat

wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua

angkatnya.

Konsep wasiat wajibah untuk anak angkat merupakan perwujudkan

konsensus ahli hukum Islam Indonesia.76

Meskipun demikian, konsep wasiat

wajibah sendiri bukan orisinal berasal dari pemikiran para ahli hukum Islam

Indonesia. Sebab, istilah ini pertama kali ditemukan dalam Undang-Undang

Wasiat Mesir Nomor 71 Tahun 1946.77

Undang-Undang ini kemudian diadopsi

oleh Maroko melalui Code of Personal Status dan Tunisia melalui Qanun al-

Ahwal al-Syakhshiyyah dengan sedikit perubahan. Wasiat wajibah di Mesir

digunakan untuk memberikan harta warisan kepada cucu keturunan anak

perempuan (generasi pertama) dan keturunan anak laki-laki (seluruh generasi)

yang orang tuanya telah meninggal terlebih dahulu. Sedangkan menurut

Undang-Undang Maroko hanya cucu dari keturunan anak laki-laki (seluruh

generasi). Dan menurut Undang-Undang Tunisia hanya cucu dari kerutunan

anak laki-laki maupun perempuan (generasi pertama).78

Bagian yang diterima anak angkat dari wasiat wajibah tidak berbeda

dengan wasiat pada umumnya, yaitu maksimal 1/3 bagian dari harta warisan.

Meskipun demkian, menurut Habiburrahman masih terdapat disparitas

pembagian wasiat wajibah untuk anak angkat. Sebagaian hakim pengadilan

76

M. Fahmi al-Amruzi, Rekonsruksi Wasiat Wajibah dalam Kompilasi Hukum Islam

(Yogyakarta: Aswaja Presindo, 2012), 12. 77

Persamaan konsep wasiat wajibah di Indonesia dengan Mesir, Tunisia, maupun Maroko dapat

diterima. Sebab dalam catatan sejarah pembentukan Kompilasi Hukum Islam, para perumus

pernah melakukan studi banding ke negara-negara tersebut pada tahun 1986 jauh setelah

undang-undang wasiat diterapkan di negara masing-masing. Hanya saja dari sisi penerima

wasiat wajibah terjadi perbedaan di masing-masing negara termasuk Indonesia. Lihat Amin

Husein Nasution, Hukum, 27. 78

Supartman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqh, 178-179.

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

66

agama tidak mau repot sehingga secara serta merta memberikan hak waris bagi

anak angkat sebesar 1/3 bagian sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum

Islam, tanpa mempertimbangkan apaka pemberian maksimal tersebut telah

merampas hak-hak ahli waris atau telah adil dan bijaksana. Adapun sebagian

hakim yang lain memberi bagian tidak melebihi bagian terkecil dari ahli waris.

Namun, pola kedua jarang digunakan karena harus melakukan penghitungan

telebih dahulu tehadap bagian seluruh ahli waris dan bagian anak angkat.79

Seperti halnya wasiat pada umumnya, pelaksanaan wasiat wajibah adalah

sebelum dilakukan pembagian harta warisan, bersamaan dengan ditunaikannya

hutang, nadzar, atau biaya perawatan jenazah. Sebab, bila si pewaris

mempunyai ahli waris maka perlu memperhatikan bagian masing-masing. Si

pewaris sebelum meninggal dunia pun tidak boleh memberikan wasiat

melebihi 1/3 bagian. Jika ingin memberikan lebih, harus ada persetujuan dari

para ahli waris. Sebab, wasiat menjadi haram hukumnya jika merugikan ahli

waris.80

Sebagai sebuah catatan akhir menarik disampaikan pendapat Mustofa Sy

yang menyatakan bahwa pengaturan tentang wasiat wajibah bertujuan untuk

menghindari konflik keluarga setelah orang tua angkat meninggal dunia. Sebab

dalam hukum Islam pengangkatan anak tidak menimbulkan akibat hukum

dalam hal kewarisan. Apabila terjadi sengketa dan diajukan ke Pengadilan

Agama, hakim memiliki pedoman meteriil untuk memutus. Peraturan ini akan

79

Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia (Jakarta:Kencana, 2011),

77. 80

Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam di Indonesia

(Bandung:Pustaka Setia, 2011), 254.

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

67

memberikan kepastian hukum dan menghilangkan disparitas putusan

kewarisan Islam yang menyangngkut anak angkat.81

C. Konsep Keadilan dalam Hukum

1. Makna Keadilan

Dalam khazanah ilmu hukum, keadilan merupakan salah satu aspek yang

penting dalam proses penegakan hukum. Meskipun demikian, menurut Munir

Fuady keadilan merupakan konsep yang sangat abstrak, sehingga di sepanjang

sejarah kehidupan manusia tidak pernah mendapatkan gambaran yang pasti

tentang arti dan makna yang sebenarnya. Pemaknaannya akan selalu

terpengaruh oleh paham dan aliran yang berkembang pada saat definisi itu

dicetuskan.82

Secara etimologi adil berarti sama berat, tidak berat sebelah, tidak

memihak, sepatunya, atau tidak sewenang-wenang. Sedangkan secara

terminologi penganut teori etis menyatakan bahwa keadilan adala penilaian

terhadap suatu perlakuan atau tindakan dengan mengkajinya melalui suatu

norma yang menurut pandangan subjektif melebihi norma-norma lainnya.

Meskipun keadilan merupakan tujuan utama hukum, ia hanya dapat dinilai dari

satu pihak saja. Pandangan ini mendapat kritik dari Sudikno Mertokusumo, ia

menyatakan bahwa keadilan sebaiknya tidak hanya dinilai dari sudut pandang

satu pihak saja melainkan dari berbagai pihak yang terlibat di dalamnya.83

Daniel Webster sebagaimana dikutip oleh Roscoe Pound menyatakan

bahwa keadilan merupakan kepentingan manusia yang paling luhur. Pendapat

81

Musthofa Sy, Pengangkatan, 136. 82

Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 77. 83

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar (Yogyakarta: Liberty,2005), 78

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

68

serupa disampaikan oleh Muhmmad Muslehuddin yang mengatakan bahwa

keadilan merupakan tujuan tertinggi dalam hukum Islam.84

Aristoteles

menyatakan bahwa Justice is political virtue, by the rules of it, the state is

regulated and these rules the criterion of what is right.85

Definisi yang

dikemukakan Aristoteles ini menekankan bahwa keadilan merupakan produk

kebijakan politik, dan melalui nilai-nilai keadilan inilah negara dijalankan dan

tercermin kriteria kebenaran. Dalam pendapatnya yang lain, Aristoteles

menyatakan bahwa justice consist in treating equals equally and unequals

unequally, in proportion to their inequality (untuk hal-hal yang sama

diperlakukan secara sama, sedangkan yang tidak sama juga diperlakukan tidak

sama, sesuai dengan ketidaksetaraan mereka).

Upianus menggambarkan keadilan sebagai justitia est constans et

perpetua voluntas ius suum cuique tribuendi (keadilan adalah kehendak yang

terus menerus dan tetap memberikan kepada masing-masing apa yang menjadi

haknya). Rumusan ini menurut Agus Yudha Hernoko, dengan tegas mengakui

hak masing-masing person terhadap lainnya, dan apa yang seharusnya menjadi

bagiannya, demikian pula sebaliknya.86

Plato sebagaimana dikutip oleh

Muhammad Muslehuddin, menyatakan bahwa justice consist in a harmonious

relation, berween the various part of the social organism. Every citizen must

do his duty in his appointed place and do the thing for which his nature is best

suited (keadilan sebagai hubungan harmonis berbagai organisme sosial, setiap

84

Muhammad Alim, Asas-Asas Negara Hukum Modern dalam Islam Kajian Komprehensif

Islam dan Ketatanegaraan (Yogyakarta: LkiS, 2010), 316 . 85

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (legal theory) dan Teori Peradilan (legisprudence)

(Jakarta: Kencana, 2012), 217. 86

Agus Yudha Hernoko, Hukum, 48.

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

69

warga negara harus melakukan tugasnya sesuai dengan posisi dan sifat

alamiahnya). Sedangkan menurut Herbert Spencer keadilan adalah kebebasan

individu melakukan apa yang ia inginkan sepanjang tidak mengganggu orang

lain. Pendapat ini bertolak belakang dengan pandangan Plato di atas. Meskipun

demikian, Spencer tetap mengakui bahwa manusia hidup secara berdampingan

sehingga kebebasan manusia tidak boleh mengganggu orang lain.87

Menurut John Rawls, keadilan adalah kebajikan utama dalam istitusi

sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran. Suatu teori betapapun

elegan dan ekonomisnya, harus ditolak atau direvisi jika ia tidak benar,

demikian pula dengan hukum, tidak peduli betapapun efisien dan rapinya,

harus direformasi atau dihapuskan jika tidak adil. Keadilan tidak membiarkan

pengorbanan yang dilakukan oleh sebagian kecil orang tidak diperberat oleh

sebagian besar keuntungan yang dinikmati banyak orang.88

Dengan kata lain,

keputusan sosial yang mempunyai akibat bagi semua anggota masyarakat harus

dibuat atas dasar hak (right based weight) daripada atas dasar manfaat (good-

based weight). Hanya dengan itu keadilan sebagai fairness dapat dinikmati

semua orang.89

Murtadlo Muthahhari menyatakan bahwa konsep keadilan dapat

dipahami dengan empat makna: Pertama, adil bermakna keseimbangan. Suatu

masyarakat yang ingin bertahan dan mapan, maka komponen-komponen di

87

Abdul Ghafur Anshori, Filsafat Hukum Kewarisan Islam Konsep Kewarisan Bilateral

Hazairin (Yogyakarta: UII-Press, 2010), 137-139. 88

John Rawls, Theory of Justice, terjemah Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan

Dasar-dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 4. 89

Agus Yudha Hernoko, Hukum, 55.

Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

70

dalamnya harus berada dalam keadaaan seimbang, di mana segala sesuatu yang

ada di dalamnya harus eksis dengan kadar semestinya dan bukan dengan kadar

yang sama. Keseimbangan sosial mengharuskan kita melihat neraca kebutuhan

dengan dengan pandangan yang relatif melalui penentuan keseimbangan yang

relevan dengan menerapkan potensi yang semestinya terhadap keseimbangan

tersebut. Kedua, adil adalah persamaan dan penafian terhadap perbedaan

apapun. Keadilan yang dimaksudkan adalah memelihara persamaan ketika hak

memilikinya sama, sebab keadilan mewajibkan adanya persamaan. Ketiga, adil

adalah memelihara hak-hak indivudu dan memberikan hak kepada setiap orang

yang berhak mendapatkannya. Keadilan seperti ini adalah keadilan sosial

dalam hidup di lingkungan masyarakat, dan dalam bernegara. Keempat, adil

adalah memelihara hak atas berlanjutnya eksistensi. 90

Menurut Madjid Khadduri, kata keadilan berarti meluruskan, mengubah,

sama, sepadan dan juga menyeimbangkan atau sebanding.91

Makna yang

terkandung pada konsepsi keadilan Islam ialah menempatkan sesuatu pada

tempatnya, membebankan sesuatu sesuai daya pikul seseorang, memberikan

sesuatu yang memang menjadi haknya dengan kadar yang semestinya. Dalam

ajaran Islam, prinsip keadilan merupakan salah satu sendi utama dalam

menjalankan kehidupan. Dalam Q.S. al-Nahl [16]: 90 Allah SWT.

memerintahkan manusia untuk berbuat adil

90

Murtadlo Muthahhari, Keadilan Ilahi: Azas Pandangan Dunia Islam (Bandung: Mizan,

1995), 53-58. 91

Madjid Khadduri, Teologi Keadilan Prespektif Islam (Surabaya: Risalah Gusti, 1999), 8.

Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

71

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat

kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari

perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran

kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Page 53: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

72

Perilaku adil dalam kehidupan merupakan refleksi dari ketakwaan

seseorang. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah dalam Q.S al-Maidah [5]: 8

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang

yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan

adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,

mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu

lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya

Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Tidak hanya itu, dalam menangani sengketa seseorang harus

menjalankan prinsip keadilan. Misalnya memberikan kesempatan yang sama

dalam memberikan keterangan dan mengajukan bukti di muka persidangan.

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan

adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya

kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha

melihat.”

2. Macam-Macam Keadilan

Aristoteles membagi keadilan menjadi dua, yaitu keadilan distributif

(justitia distibutiva / distributive justice) dan keadilan komutatif (justitia

commutativa / remedial justice). Adapun penjelasannya sebagai berikut:

Page 54: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

73

a. Keadilan Distributif

Model keadilan ini menurut agar setiap orang mendapat apa yang

menjadi hak atau jatahnya. Menurut Aristoteles, jatah masing-masing orang

tidaklah sama, tegantung pada jasa dan kemampuannya.92

Dengan kata lain

keadilan distributif menghendaki pembagian hak secara proporsional.

Berkaitan dengan keadilan distributif, Beauchamp dan Bowie mengajukan

enam prinsip keadilan distributif. (1) Setiap orang diberikan bagian yang sama;

(2) Setiap orang diberikan hak sesuai kebutuhan individualnya; (3) Setiap

orang diberi sesuatu sesuai haknya; (4) Seseorang diberi bagian sesuai usaha

individualnya; (5) Seseorang diberikan sesuatu sesuai kontribusinya; (6) Setiap

orang diberi hak sesuai jasanya.93

Hubungan antara hasil yang diperoleh dengan jasa yang dilakukan

seseorang. Muhammad Alim menyatakan bahwa dalam setiap hubungan,

khususnya hubungan perdata, harus ada kesamaan dalam arti tidak boleh ada

unsur penindasan, pemaksaan, penipuan bahkan kekhilafan untuk memperoleh

keuntungan, dan hasil yang diperoleh harus seimbang dengan usaha yang

dilakukan. Asas ini ditarik dari firman Allah SWT dalam Q.S. al-Najm [53]:

39. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa seseorang tidak memperoleh selain dari

apa yang diusahakannya.94

92

Sudikno Mertokusumo, Mengenal, 78. 93

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial

(Jakarta: Kencana, 2011), 52. 94

Muhammad Alim, Asas-Asas, 370 .

Page 55: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

74

Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain

apa yang telah diusahakannya,

Menurut Faturachman, keadilan distibutif memang sangat ideal akan

tetapi tidak mudah untuk diterapkan. Untuk menerapkannya banyak persoalan

yang harus dipenuhi, salah satunya kontribusi yang diberikan seseorang harus

terukur. Prinsip ini hanya dapat diterapkan secara terbatas, ketika tolok ukur

antara input dan output sudah jelas dan disepakati oleh pihak-pihak yang

terlibat. Proporsi akan berubah berdasarkan upaya atau kontribusi yang

diberikan seseorang. Misalnya, seorang konsultan yang memberikan saran

kepada sebuah lembaga akan dibayar mahal sekalipun saran tersebut belum di

operasionalkan, bahkan belum ada hasil yang nampak. Pembayaran yang

mahal ini dikatakan adil karena sebanding dengan upaya yang dilakukan.95

b. Keadilan Komutatif

Sedangkan keadilan komutatif berupaya memberikan kepada setiap orang

hak yang sama rata. Keadilan adalah memposisikan setiap orang sama tanpa

memandang kedudukan dan sebagainya.96

Menurut Aristoteles, keadilan

bentuk ini bertujuan menyesuaikan atau menyeimbangkan interaksi antar

individu, sehingga masing-masing dapat memperoleh haknya secara sama.

Dengan kata lain, keadilan komutatif menerapkan prinsip sama rata sama rasa

(kondisi equal), tanpa memandang kualifikasi pencari keadilan.97

Contoh

keadilan komutafi terletak pada Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945 misalnya, disebutkan bahwa segala warga

95

Faturachman, Keadilan Perspektif Psikologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 36 96

Sudikno Mertokusumo, Mengenal, 79. 97

Munir Fuady, Dinamika, 111.

Page 56: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

75

negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan

wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada

kecualinya. Prinsip ini juga ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Melalui asas non-diskriminasi

seorang anak akan dijamin hak-haknya tanpa membedakan agama, ras,

kepercayaan, suku, negara, dan status sosialnya.

3. Konsep Keadilan dalam Kewarisan Waris Anak Angkat

Keadilan merupakan salah satu asas yang ditekankan dalam pembagian

waris. Seperti yang disampaikan Amir Syarifuddin pada bagian sebelumnya

tidak ada perbedaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam pembagian

harta waris. Dengan kata lain perbedaan jenis kelamin tidak memiliki pengaruh

terhadap hak saling mewarisi. Meskipun demikian, tidak dijelaskan lebih lanjut

apakah perbedaan status seseorang mempengaruhi hak menerima harta waris

dari sisi keadilannya?

Menurut Abdul Manan, wasiat wajibah dapat berfungsi sebagai alat

untuk mengalihkan hak secara waris kepada orang yang tidak ditentukan sama

sekali bagiannya. Lebih lanjut, Abdul Manan menyatakan bahwa wasiat

wajibah bertujuan mendistribusikan keadilan bagi kelompok yang secara nash

terhalang menerima waris, seperti orang tua atau anak angkat yang mungkin

telah berjasa banyak kepada si pewaris.98

Sedangkan menurut Musthafa

Sya‟labi sebagaimana dikutip Ahmad Rofiq, dengan adanya sistem wasiat yang

98

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta:Kencana,

2006),168-169.

Page 57: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengangkatan Anak 1. a.etheses.uin-malang.ac.id/238/6/11780020 Bab 2.pdf · terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa ... Orang-orang

76

diatur dalam hukum Islam kekecewaan antara para pihak yang mungkin telah

berjasa dalam kehidupan pewaris dapat diatasi.99

Secara sosiologis, seseorang mengangkat anak karena tidak memiliki

kerutunan. Ketika orang tua angkat masih hidup, anak angkat diperlakukan

selayaknya anak kandung. Namun, ketika kedua orang tua sudah meninggal

dunia tidak jarang nasib anak angkat menjadi terlantar. Harta peninggalan

orang tua angkatnya sudah dibagi oleh keluarga dekat tanpa mempedulikan

bagian anak angkat. Alasannya, anak angkat bukan termasuk dalam kategori

ahli waris. Atas dasar kenyataan ini hukum di Indonesia memberikan

perlindungan melalui Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam.100

99

Ahmad Rofiq, Fiqh, 184. 100

M. Fahmi al-Mursi, Rekonstruksi, 156.