aneurisma 1
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
Aneurisma adalah pelebaran abnormal dari sebuah arteri
yang berhubungan dengan kelemahan pada dinding arteri.
Aneurisma dapat terjadi pada beberapa tempat seperti 5:
Aorta : aneurisma aorta thoracalis dan aorta
abdominalis.
Otak (aneurisma serebralis)
Tungkai bawah aneurisma arteri popliteal )
Usus (aneurisma arteri mesenterika)
Splen (aneurisma arteri splenica)
Pada makalah ini hanya akan dibahas mengenai aneurisma
serebralis atau yang dikenal juga dengan aneurisma
intracranialis. Aneurisma intrakranial adalah lesi
didapat yang paling sering terletak di titik percabangan
dari arteri utama yang melalui ruang subarachnoid di
dasar otak. Perdarahan subarachnoid yang berkaitan dengan
pecahnya suatu intracranial aneurisma adalah suatu
penyakit dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Sekitar 12 persen pasien pada perdarahan
subarachnoid meninggal sebelum mendapatkan pertolongan
medis medis, sekitar 40 persen pasien yang diopname
meninggal satu bulan setelah kejadian dan lebih dari 1/3
dari mereka yang selamat akan mengalami suatu defisit
neurologis yang menetap5. Selain itu, banyak terjadi suatu
defisit neurologis menetap pada pasien tersebut. Meskipun
diagnostik, pengobatan dan pembedahan telah maju dalam
beberapa dekade terakhir, tingkat kematian perdarahan
subarachnoid karena pecahnya aneurismal tidak mengalami
perubahan berarti.
II. ISI
A. DEFINISI
Aneurisma adalah suatu kantung yang terbentuk oleh
dilatasi dinding arteri, vena, atau jantung; terisi
oleh cairan atau darah yang membeku, sering membentuk
tumor yang berdenyut 4.
Aneurisma serebral merupakan pelebaran yang terjadi
pada pembuluh darah sehingga mengembang seperti balon
karena disebabkan adanya kelemahan pada struktur
dinding pembuluh darah tersebut, dan biasanya terjadi
pada arteri di Circulus Willisi 6.
B. EPIDEMIOLOGI
Pada otopsi di Amerika Serikat, kejadian aneurisma
intrakranial ditemukan pada sekitar 1% populasi².
Insidensi perdarahan subarachnoid disebabkan rupturnya
aneurisma sekitar 6-16% per 100.000 orang per tahunnya.
² Secara internasional, insidensi perdarahan
subarachnoid (PSA) karena aneurisma bervariasi,
berkisar 3.9-19.4 per 100,000 orang, dengan tingkat
kejadian paling tinggi dilaporkan di Finlandia dan
Jepang dan secara keseluruhan tingkat kejadian sekitar
10.5 per 100,000 orang6.
Aneurisma lebih banyak didapatkan pada wanita dengan
ratio 3:2 dibandingkan laki-laki, tetapi pada usia < 40
tahun kejadian aneurisma lebih banyak pada laki-laki
dan usia > 40 tahun prevalensi lebih banyak pada wanita
dibandingkan laki-laki². Aneurisma sakular pada arteri
communicans anterior atau arteri serebri anterior lebih
sering terjadi pada pria, sementara persambungan antara
arteri carotis interna dengan arteri communicans
posterior adalah lokasi tersering aneurisma sakular
pada wanita. Aneurisma raksasa (Giant aneurysms) adalah
3 kali lebih sering pada wanita. Prognosis PSA karena
rupturnya aneurisma lebih buruk pada wanita
Aneurisma tunggal lebih sering terjadi pada sirkulasi
anterior otak dibandingkan sirkulasi posterior. Pada
sirkulasi anterior, pembuluh darah yang paling sering
terjadi kelainan ini adalah pada arteri carotis interna
diikuti arteri communicans anterior, bifurkasio arteri
cerebri media, dan arteri cerebri anterior distal,
sedangkan pada sirkulasi anterior kelainan ini paling
sering ditemukan pada apeks basilaris. ²
Lokasi aneurisma sakular¹
v 20-25% pada tifurkasio dan bifurkasio arteri
cerebri media.
v 35-49% pada arteri cerebri anterior (aretri
communicans anterior dn pericallosal arteri.
v 30% pada arteri carotis interna (arteri communicans
posterior, bifurkasi carotis, arteri choroid
anterior dan arteri opthalmica)
v 10% pada sirkulasi posterior (arteri basilaris dan
arteri cerebelli posterior inferior)
Gambar 1. Lokasi tersering aneurisma intracranial pada
Circulus Willisi 4
Multiple aneurisma diperkirakan terjadi pada sekitar
30% pasien dengan perdarahan subarachnoid melalui
angiography¹. Diperkirakan tingkat persentase kejadian
aneurisma multipel berkisar antara 8-19%.²
Peningkatan insidensi aneurisma serebral terkait dengan
beberapa penyakit seperti vasculitis dengan
ditemukannnya arteritis sel raksasa, sistemik lupus
eritematosus, aortitis atau poliarteritis nodosa,
Sindrom Ehlers-Sanlos, penyakit fibromuskular,
hereditery hemorrhagic teleangiectasiea, penyakit Moya-
moya, penyakit ginjal polikistik dewasa, sklerosis
tuberosa.²
Ras: Predileksi rasial kejadian aneurisma belum
diketahui luas, meskipun didapatkan tingkat kejadian
yang paling tinggi pada Afro-Amerika, dengan rasio 2.1.
C. STRUKTUR HISTOLOGIS PEMBULUH DARAH
Dinding arteri secara khas mengandung tiga lapisan
tunika konsentris. Lapisan terdalam adalah tunika
intima, terdiri atas endotel dan jaringan ikat
subendotel di bawahnya.Lapisan tengah adalah tunika
media, terutama terdiri dari serat otot polos yang
mengitari lumen pembuluh. Lapisan terluar adalah tunika
adventitia, terutama terdiri atas serat-serat jaringan
ikat. Arteri muskular berukuran sedang juga memiliki
sebuah pita berombak tipis dari serat elastis yang
disebut lamina elastika interna yang bersebelahan
dengan tunika intima. Pita lain terdiri atas serat-
serat elastis berombak terdapat pada perifer tunika
media disebut lamina elastika eksterna.
Gambar 2. Struktur histologis arteri8
D. MORFOLOGI
Aneurysma intracranial biasanya berbentuk sakular dan
terjadi pada percabangan pembuluh darah. Ukuran suatu
aneurysma bervariasi dari beberapa millimeter sampai
beberapa sentimeter. Suatu aneurysma yang melebihi 2,5
cm disebut aneurysma raksasa (giant aneurysm). Dilatasi
fusiform dan ektasia carotid dan arteri basilaris dapat
terjadi setelah atherosclerosis. Jenis aneurysma ini
jarang pecah. Mycotic aneurysm, yang berkembang
sekunder dari infeksi dinding pembuluh darah, mucul
dari penyebaran hematogenous seperti subacute bacterial
endocarditis.
Pecahnya aneurisma biasanya terjadi pada daerah fundus
dari aneurysma dan resiko pecahnya berkaitan dengan
ukuran suatu aneurysma, rupture jarang terjadi pada
aneurysma yang berukuran > 6 mm. Pada beberapa pasien
ruptur aneurysma terjadi saat beraktifitas, mengedan
atau coitus. Giant aneurysm jarang pecah kemungkinan
berhubungan dengan lapisan yang multiple dari thrombus
memperkuat dinding dalam.
Bentuk lain dari aneurisma makroskopik :
1. Aneurisma difus atau fusiform adalah dilatasi
sirkumferensial pembuluh darah biasanya terjadi pada
arteri carotis, basilaris atau vertebralis.
Atherosklerosis mungkin berperan penting dalam
pembentukannya tetapi defek perkembangan pada
dinding dapat muncul pada suatu hari. Aneurisma
difus atau fusiform sering teroklusi oleh thrombus
dan jarang pecah.
2. Aneurisma mikotik
Aneurisma mikotik disebabkan oleh septic emboli
dimana sering disebabkan oleh endocarditis
bakterialis. Biasanya berukuran hanya beberapa mm
dan berpotensi terjadi pada cabang distal pembuluh
darah, terutama arteri cerebri media. Operasi karena
itu lebih mudah dilakukan dibandingankan aneurisma
sakular. Karena tingkat fatalitas yang disebabkan
rupturnya aneurisma mikotik tinggi (80%) maka
arteriography cerebral harus dilakukan pada
endocarditis dengan keluhan sakit kepala, kaku
kuduk, kejang, simtom neurologist fokal atau
pleositosis CSS. Aneurisma mikotik multiple atau
yang teltak di dasar otak dirawat secara konservatif
dan diikuti arteriography serial untuk mendeteksi
pembesaran.
E. KLASIFIKASI ANEURISMA
Aneurisma dapat dikelompokkan berdasarkan morfologi,
ukuran, etiologi dan lokasinya seperti yang
ditunjukkan pada tabel 3 berikut
Berdasarkan Pengelompokkan1.Morfologi Sakular (aneurisma berry)
Sangat kecil < 2mmKecil 2-6 mmMedium 6-15mmBesar 15-25mmSangat besar (giant) 25-40 mmSangat besar sekali (supergiant) > 40 mm
2. Etiologi Sakular (degenerasi dinding)AtherosklerotikDissectingInfeksi (mycotic)Neoplastik
3. Lokasi 1. sirkulasi anterior- arteri carotis interna
PetrousSinus cavernosusTanpa cabang pembuluh darahOpthalmicaHipofisis superiorArteri communicans posteriorArteri choroidalis anteriorBifurkasio
- arteri cerebri anteriorA1Regio arteri communicans anteriorArteri communicans anterior itu sendiri atau beserta cabang-cabangnya (A1 atau A2)A2Arteri cerebri anterior distal (pericallosal callosomarginal junction)
- arteri cerebri mediaM1Bifurkasio / TrifurkasioDistal
2. sirkulasi posterior- arteri vertebralis dan cabangnya
arteri vertebralis tanpa cabangnyaarteri cerebelli posterior inferiorarteri vertebrobasilar
- Trunkus basilaris termasuk arteri cerebelli anterior inferior- Regio apeks basilaris
Apeks basilaris (caput)
Arteri cerebelli superior-basilaris- Arteri cerebri posterior
P1P2P3
A. ETIOLOGI, PREDISPOSISI DAN PATOGENESIS
Ada dua tampilan dasar dari suatu aneurisma sakular, yaitu :
1. Aneurisma sering terjadi pada titik percabangan arteri
besar, terutama pada dasar otak
2. Aneurisma terjadi pada permukaan konveks pada arteri
3. Area terbentuknya aneurisma merupakan area pembuluh
darah yang paling maksimal stress hemodinamiknya.
Penyebab pasti pembentukan aneurysma mungkin multifaktorial.
Ada dua teori yang telah diajukan sebagai dasar pembentukan
aneurisma yaitu teori kongenital dan teori degeneratif.
Meskipun demikian disepakati secara umum bahwa pada
pembentukan aneurisma maka lamina elastika interna harus
terganggu. Degenerasi lamina elastika umum ditemukan pada
aneurisma berry
1. Teori kongenital
Aneurisma dulunya dikira merupakan kelainan kongenital
karena adanya temuan defek perkembangan pada tunica
media. Defek ini terjadi pada apeks bifurkasio pembuluh
darah sama dengan aneurisma, tetapi mereka juga ditemukan
pada pembuluh darah ekstrakranial sama seperti pembuluh
darah intracranial; aneurisma sakular dengan kontras
jarang ditemukan di luar calvaria. Defek tunika media
sering ditemukan pada anak-anak, namun aneurisma jarang
pada kelompok umur ini.
2. Teori degeneratif
Sekarang berkembang bahwa defek pada lamina elastika
interna merupakan hal yang penting pada pembentukan
aneurysma dan ini kemungkinan berhubungan dengan
kerusakan atherosklerotik. Aneurisma sering terbentuk
pada sisi dimana terjadi stress hemodinamik sebagai
contohnya, pembuluh darah hipoplastik congenital
menyebabkan aliran yang berlebihan pada suatu arteri.
Hipertensi juga berperan, lebih dari ½ pasien dengan
ruptur aneurisma memiliki bukti sebelumnya terjadi
peningkatan tekanan darah (terbentuknya aneurisma umum
terjadi pada pasien dengan hipertensi karena koarktasio
aorta)
Beberapa penelitian tampaknya menunjukkan bahwa teori
degeneratif memiliki beberapa kelebihan dibandingkan teori
kongenital, yaitu :
1. Pemeriksaan arteri otak pada neonatus gagal
mengidentifikasi adanya aneurisma berry.
2. Kebanyakan aneurisma menjadi perhatian klinis pada usia
40-70 tahun menunjukkan bahwa lesi ini didapat.
3. Insidensi aneurisma familial sifatnya sporadik dan jarang
ditemukan.
Faktor predisposisi terjadinya aneurisma: v Kongenital atau riwayat keluarga
v Atherosclerosis dan hipertensi
v Penyakit ginjal polikistik autosomal dominan
v Vasculopati
v Arteriovenous malformasi
v Penyakit kelainan jaringan ikat
v Anemia bulan sabit
v Infeksi
v Trauma
v Neoplasma
v Merokok
v Penyalahgunaan obat dan alkohol
B. GAMBARAN KLINIK
Suatu aneurisma dapat diidentifikasi secara tidak sengaja.
Gambaran klinik suatu aneurisma dapat berupa sebagai efek
kompresi massa, penyebab transient iskemik serebral
(thrombus/emboli), perdarahan karena rupture ataupun
asimtomatik². Sebanyak 90% pasien dengan aneurysma biasanya
terjadi perdarahan subarachnoid dan 7% memiliki gejala atau
tanda dari kompresi struktur terdekat¹. Sisanya ditemukan
secara kebetulan. Gejala dini dari suatu aneurisma dapat
berupa adanya sakit kepala yang terjadi tiba-tiba, terutama
pada kasus pecahnya suatu aneurisma.
1. Rupture (90%)
Kejadian ruptur paling sering terjadi antara usia 40-60
tahun tapi kejadian pecahnya suatu aneurisma dapat
terjadi pada semua usia namun jarang pada anak-anak¹.
Ruptur aneurisma dapat menyebabkan perdarahan
intraparenkim (lebih sering pada aneurisma distal),
intraventricular hemorrhage (13-28%), atau subdural
hematoma (2-5%).6
Gambar 3. Perdarahan subarachnoid karena aneurisma arteri communicans anterior yang pecah pada seorang wanita usia 59 tahun. 4
Gambar 4 . Potongan coronal otak pria 46-tahun memperlihatkan
perdarahan intracerebral dan intraventricular dekstra disebabkan
rupture aneurisma arteri cerebri media. 4
Gambar 5. Hematoma subdural dekstra yang besar pada wanita 48 tahun
disebabkan pecahnya aneurisma arteri carotis interna. 4
Gejala suatu aneurisma yang pecah sangat bervariasi
tergantung keparahan, pembuluh darah otak mana yang
pecah, dan lokasi perdarahan. Gambaran klinik perdarahan
subarachnoid meliputi onset yang tiba-tiba dari sakit
kepala hebat, diikuti penurunan kesadaran, mual, muntah,
kaku kuduk,fotofobia, tanda-tanda fokal dan epilepsi.
Temuan klinik tergantung tingkat keparahan perdarahan
subarachnoid, adanya hematom intraserebral dan lokasinya,
ada tidaknya hidrosefalus, dan waktu pemeriksaan
berhubungan dengan perdarahan.
Sejak keparahan perdarahan berkaitan dengan keadaan
klinis pasien dan dalam hal ini akhirnya berhubungan
dengan hasil akhir perawatan, banyak penelitian yang
menggelompokkan pasien ke dalam 5 level seperti oleh Hunt
dan Ness yang telah dipergunakan luas oleh klinisi.
Grade Kondisi klinik 0 Aneurisma yang tidak pecah
1Asimptomatik atau sakit kepala ringan dan kaku kuduk ringan
2Kaku kuduk dan sakit kepala sedang/berat; cranial neuropathy, tidak ada defisit fokal
3 Delirium, bingung, atau defisit fokal ringan 4 Stupor, hemiparesis sedang sampai berat5 Koma dalam, postur deserebrasi.
Tabel 2. Skala tingkat keparahan perdarahan subarachnoid
Hunt dan Ness²
Akhir-akhir ini ada juga skala baru telah disusun dan
diakui oleh World Federation of Neurosurgeont (WFN)
melibatkan Glasgow Coma Scale :
WFN Grade GCS Motor defisitI 15 Tidak adaII 14-13 Tidak adaIII 14-13 AdaIV 12-7 Ada/tidak adaV 6-3 Ada/tidak ada
Tabel 3. Skala tingkat keparahan perdarahan subarachnoid
WFN¹
Skala ini berhubungan dengan hasil akhir dan menyediakan
indeks prognostik bagi para klinisi. Sebagai tambahan,
skala ini dapat mencocokkan kelompok pasien untuk
membandingkan efek dari teknik penanganan yang berbeda.
Ada juga pengelompokkan berdasarkan hasil temuan CT scan
seperti yang ditunjukkan pada tabel 4 berikut ini :
Grade Temuan CT scan 1 Tidak ada darah yang terdeteksi 2 Lapisan tipis perdarahan di subarachnoid
3 Thrombus terlokalisir atau lapisan tebal perdarahan subarachnoid
4 Perdarahan intracerebral atau intraventricular dengan perdarahan difus di subarachnoid / tidak ada
Tabel 4. Skala tingkat keparahan perdarahan subarachnoid berdasarkan Fisher6
Gambar 6. Gambaran CT scan perdarahan subaracnoid 5
2. Kompresi karena kantung aneurisma (7%)
Suatu aneurysma arteri carotis interna yang besar (atau
arteri communicans anterior) dapat menekan :
- Tangkai pituitary atau hypothalamus menyebabkan
hypopituitarysm
- Nervus oticus atau chiasma opticum menyebabkan defek
lapang pandang.
- Aneurisma arteri basilaris dapat menekan midbrain,
pons, atau nervus III menyebabkan kelemahan tungkai atau
gangguan pergerakan bola mata.
- Aneurisma intracavernosa dapat menekan nervus III, IV,
VI, divisi pertama n.V dan ganglion trigeminalis
menyebabkan opthalmoplegia dan nyeri fasial. Aneurisma
intracavernosa dapat menyebabkan nyeri fasial menyerupai
neuralgia trigeminal.
- Aneurisma arteri communicans posterior dapat
menyebabkan n.III palsy. Ini mengindikasikan adanya
perluasan aneurysma dan memerlukan penanganan yang
darurat.
- Aneurisma juga dapat menekan jaringan otak di
sekitarnya atau hiposifis, menyebabkan tanda neurologist
fokal, kejang, gejala neuroendokrinologik, atau
pembesaran sella tursica.³
(A) (B)
Gambar 7. Efek massa pada aneurisma intrakranial. 4
(A) Potongan sagital otak pria 54 tahun memperlihatkan aneurisma raksasa dari arteri basilaris menekan medulla dan pons
(B) potongan sagital otak pria 55 tahun menunjukkan aneurisma yang tidak pecah dari arteri carotis interna menekan nervus opticus dekstra dan
chiasma opticum
3. Thrombosis
Thrombosis pada aneurisma seringkali mengirimkan emboli
ke daerah distal arteri, menyebabkan TIA (transient
iskemik attack) atau infark. Pada beberapa pasien yang
tidak ditemukan perdarahan subarachnoid, menunjukkan
gejala sakit kepala tanpa kaku kuduk, mungkin berhubungan
dengan pembesaran aneurisma, thrombosis atau iritasi
meningeal.
4. Penemuan yang tidak sengaja (3%)
Angiography dapat menunjukkan hal yang berbeda selain SAH
seperti penemuan penyakit iskemik atau neoplastik, yang
pada awalnya tidak dapat mendeteksi suatu aneurysma
Simtom yang berhubungan dengan aneurisma antara lain :
v Nyeri kepala: karakteristiknya adalah nyeri hebat
dengan onset yang akut, dimana pasien sering
mendeskripsikannya sebagai nyeri kepala terhebat
dalam hidupnya." Perluasan aneurysma, thrombosis,
atau intramural hemorrhage dapat menyebabkan nyeri
kepala subacute, unilateral, periorbital. Nyeri
kepala tidak selalu mengikuti PSA aneurisma.
v Nyeri pada wajah: aneurisma cavernous-carotid dapat
menyebabkan nyeri pada wajah.
v Perubahan tingkat kesadaran: Peningkatan mendadak
tekanan intracranial sehubungan dengan ruptur
aneurisma dapat menurunkan perfusi serebral
menyebabkan syncope (50% kasus). Bingung atau
penuruunan kesadaran ringan mungkin juga dapat
terjadi.
v Kejang fokal atau umum terjadi pada 25% kasus PSA
aneurisma, dengan kejadian paling sering terjadi
selam 24 jam pertama
v Manifestasi iritasi meningeal: nyeri leher atau kaku
kuduk, photophobia, sonophobia, atau hyperesthesia
dapat terjadi pada PSA aneurisma.
v Gangguan otonom: akumulasi agent-agent yang
mendegradasi darah pada subarachnoid dapat
menimbulkan demam. Nausea atau vomitus, berkeringat,
kepanasan, and cardiac arrhythmias juga dapat
muncul.
v Keluhan neurologis fokal: Hemorrhage atau ischemia
dapat bermanifestasi sebagai deficit neurologist
fokal seperti kelemahan, kehilangan hemisensorik,
gangguan bahasa, neglect, kehilangan ingatan,
gangguan olfaktorius. Simtom fokal sering terjadi
pada giant aneurysma.
v Simtom visual: pandangan yang kabur, diplopia, defek
lapang pandang dapat muncul
v Disfungsi respirasi atau instabilitas cardiac. Hal
ini merupakan tanda kompresi batang otak
v Disfungsi hormonal: aneurisma intrasellar dapat
mengganggu fungsi hipofisis.
v Epistaxis: biasanya berhubungan dengan aneurisma
traumatik
Secara pemeriksaan fisik mungkin dapat ditemukan :
Pemeriksaan fisik umum sering menunjukkan gejala atau
tanda subacute bacterial endocarditis, trauma, atau
penyakit vaskuler kolagen.
Pemeriksaan fisik umum yang spesifik dapat meliputi
prominent scalp veins, tanda gagal jantung kongestif
(vein of Galen aneurysma), atau bruit orbital (pada
aneurisma cavernous carotid ).
Temuan pemeriksaan neurologist bervariasi tergantung
karakteristik aneurisma itu masing-masing :
Ø PSA aneurisma mungkin dapat ditemukan kaku kuduk,
penurunan kesadaran, subhyaloid hemorrhages,
abnormalitas pupil (dilatasi pupil),
ophthalmoplegia, neuropati kranialis, dan defisit
fokal lainnya.
Ø Giant aneurysma atau dolichoectatic aneurysma mungkin
dapat menyebabkan efek massa atau thromboembolism
distal dengan defisit fokal, atropi optik ataupun
kelainan neuropati kranialis lainnya, atau kompresi
batang otak.
Sindrom spesifik berkaitan dengan lokasi aneurisma
terjadi.
Ø Arteri communicans anterior: Tempat tersering PSA
aneurisma (34%). Biasanya aneurisma pada daerah ini
tersembunyi sampai mereka ruptur. Tekanan
suprachiasmatic dapat menyebabkan defek lapang
pandang, abulia atau akinetic mutism, sindrom
amnestia, atau disfungsi hipotalamus. Defisit
neurologis aneurisma yang pecah dapat mereflesikan
perdarahan intraventricular (79%), perdarahan
intraparenchymal (63%), acute hydrocephalus (25%),
atau stroke lobus frontal (20%).
Ø Arteri cerebri anterior: Aneurisma pada pembuluh ini,
merupakan sekitar 5% dari keseluruhan kejadian
aneurisma. Kebanyakan asymptomatic sampai mereka
rupture, meskipun demikian sindrom lobus frontal,
anosmia, atau defisit motorik mungkin saja muncul.
Ø Arteri cerebri media : Aneurisma arteri ini terjadi
sekitar 20% kasus aneurisma, secara khusus sering
terjadi divisi pertama atau kedua fissura sylvia.
Aphasia, hemiparesis, kehilangan hemisensorik,
anosognosia, atau defek lapang pandang dapat
terjadi.
Ø Arteri communicans posterior : Aneurisma pada lokasi
ini terjadi sebanyak 23% kasus cerebral aneurisma.
Dilatasi pupil, ophthalmoplegia, ptosis, mydriasis,
dan hemiparesis dapat terjadi.
Ø Arteri carotis interna: aneurisma pada daerah ini
terjadi pada 4% kasus cerebral aneurisma. Aneurisma
supraclinoid dapat menyebabkan ophthalmoplegia
sehugungan dengan kompresi nervus III atau defek
lapang pandang dan atropi optic karena kompresi
N.II. Kompresi chiasma opticum dapat menyebabkan
bilateral temporal hemianopsia. Hypopituitari atau
anosmia dapat terjadi pada giant aneurysma. Efek
massa aneurisma cavernous-carotid di sinus
cavernosa, menyebabkan ophthalmoplegia dan
kehilangan sensorik wajah. Rupture aneurisma ini
umumnya menyebabkan carotid-cavernous fistula, PSA,
atau epistaxis.
Ø Arteri basilaris: merupakan aneurisma tersering pada
sirkulasi posterior, sekitar 5% kasus aneurisma.
Temuan klinik biasanya berkaitan dengan PSA,
meskipun bitemporal hemianopsia atau parese
okulomotorik dapat terjadi. Dolichoectatic aneurysma
dapat menyebabkan disfungsi bulbar, kesulitan
respirasi, or neurogenic pulmonary edema.
Ø Arteri vertebralis atau arteri cerebellaris posterior
inferior: Aneurysma pada segmen arteri ini umumnya
menyebabkan ataxia, disfungsi bulbar, dan
keterlibatan spinal.
Ø Tanda lokalisasi palsu: dapat berhubungan dengan
parese N.III dan hemiparesis karena herniasi uncus,
parese CN IV dengan peningkatan tekanan
intrakranial, homonymous hemianopsia disebabkan
kompresi arteri cerebri posterior sepanjang tepi
tentorium, disfungsi batang otak berkaitan dengan
herniasi tonsilar dan vasospasme.
Gambar 8. Gambaran funduskopi mata kanan pada wanita 45 tahun dengan
perdarahan subhyaloid karena rupture aneurisma arteri cerebri media. 4
C. DIAGNOSA PENUNJANG
Diagnosis suatu aneurisma ataupun komplikasi yang
disebabkannya mungkin memerlukan alat bantu penunjang antara
lain :
1. CT scan
2. CT Angiography
3. MRI / MR Angiography
4. Cerebral Angiography
5. Lumbal punksi
6. Lab
7. EEG
8. EKG
9. Alat bantu penunjang diagnosa lainnya
Kemajuan dalam teknik neuroradiologi telah banyak membantu
dalam mendiagnosis aneurisma. Metode noninvasive angiographic,
seperti computed tomographic angiography (CTA) dan magnetic
resonance angiography (MRA), memungkinkan deteksi
karakteristik aneurisma secara 3D untuk mengevaluasi
morfologi aneurisma. CT scan atau MRI juga memberikan
informasi yang penting dalam perencanaan operasi. Tetapi,
perdarahan minor aneurisma tidak dapat dideteksi dengan metode
noninvasive . Dengan kombinasi beberapa diagnosa penunjang ini
maka 97% kasus dapat teridentifikasi tepat.²
Tiga teknik yang sering digunakan untuk mendiagnosis aneurisma
intracranial adalah cerebral angiography konvensional, MRI
angiography, dan helical (spiral) CT angiography.
1. CT scan
PSA aneurisma dapat dideteksi pada 90-95% kasus. Jika CT
scan negative dan PSA diduga maka lakukan lumbal punksi
(LP). Baik nonkontras maupun kontras CT scan harus
dilakukan. Edema sekitar dan reaksi inflamasi dapat terlihat
dengan kontras setelah pemeriksaan nonkontras dilakukan.
Gambar 9. Cerebral aneurysma. Basilar tip aneurysm terlihat pada CT
scan (kiri) dan T2-weighted MRI (kanan). 5
CT scan dapat menunjukkan hematom intraparenkim atau
ekstraparenkim atau pada perdarahan subarachnoid berat dapat
muncul pada sisterna basalis, fissura interhemisfer/Slyvian
atau bahkan melalui konveksitas serebral. CT scan juga dapat
mendeteksi infark serebri yang terjadi kemudian karena
vasospasme atau hidrosefalus progresif. Perdarahan
subarachnoid lama sulit dideteksi dengan MRI. CT scan
terkadang juga tidak dapat mendeteksi perdarahan
subarachnoid disebabkan beberapa alasan, yaitu juga darah
intracranial yang terlalu sedikit, area perdarahan seperti
fossa posterior sulit untuk tergambarkan, jarak waktu
pemeriksaan CT scan dengan terjadinya PSA terlalu lama dan
darah tidak terlihat lagi. Setelah 6-10 hari perdarahan CT
scan tidak dapat memperlihatkan PSA. Jika PSA diduga terjadi
namun temuan CT scan normal maka MRI dapat mengidentifikasi
perdarahan.
2. Computed tomography Angiography (CTA)
Dewasa ini, helical CT angiography telah digunakan untuk
mendeteksi intracranial aneurysms, dan laporan awal
menyebutkan tingkat kemampuan mendeteksi alat ini sama
dengan MRI angiography. keuntungan helical CT angiography
pada perencanaan operatif adalah kemampuannya untuk
memperlihatkan aneurisma pada struktur tulang dasar otak.
Helical CT angiography juga berguna untuk skrining aneurisma
baru pada pasien dengan aneurisma awal yang ditatalaksana
dengan ferromagnetic clips; Klip tua ini adalah
kontraindikasi absolut untuk MRI angiography. Bagaimanapun,
MRI dapat digunakan secara aman umumnya pada pasien dengan
nonferromagnetic metallic clips. Conventional CT scanning
adalah metode terpilih untuk mendeteksi kalsifikasi di dalam
dinding aneurisma. CTA dapat mendeteksi aneurisma berukuran >
3 mm, menyediakan informasi lengkap seperti arteri asal dan
lebar leher aneurisma. CTA dapat mendeteksi lebih dari 95%
aneurisma. CTA lebih baik dibandingkan MRA karena waktu
pemeriksaan yang lebih singkat, artefak yang lebih sedikit,
dan demostrasi tempat lain lebih baik. Tetapi struktur
tulang dan vena dapat menyulitkan pembacaan.
Gambar 10. CT angiography pada aneurisma arteri cerebri media dekstra. 5
3. MRI
Karena tidak memerlukan injeksi bahan kontras secara
intravascular, MRI angiography adalah diagnosa penunjang
yang lebih menyenangkan bagi pasien dan tidak beresiko.
Sekarang MRI angiography dapat mendeteksi intracranial
aneurysms dengan diameter 2 atau 3 mm tetapi pada beberapa
studi menunjukkan teknik ini paling baik untuk mendeteksi
aneurisma diameter 5 mm. Kadang-kadang beberapa aneurisma
kecil dapat tidak terdeteksi dengan MRI angiography.
Meskipun teknik ini sering digunakan untuk diagnosa dan
skrining intracranial aneurysma, MRI angiography jarang
digunakan untuk perencanaan operasi. MRI standar adalah
teknik yang paling baik untuk memperlihatkan thrombus di
dalam kantong aneurysmal. Meskipun jarang kadang ada
beberapa kandungan thrombus intracranial aneurysma yang
tidak dapat terlihat dengan angiography tetapi dapat
terlihat dengan jelas melalui MRI. MRA dapat mendeteksi
aneurisma ukuran 4 mm / lebih secara 3-D.
4. Angiography
Cerebral angiography konvensional merupakan pilihan utama
dalam mendiagnosa aneurisma intracranial dan lokasi
anatomisnya. Lokasi, ukuran, dan morfologi aneurisma dapat
dideteksi baik pada keadaan akut maupun chronic dengan
modalitas ini. Aneurisma besar terkadang dapat terdeteksi
dengan CT scan atau MRI tetapi cerebral angiography tetap
merupakan prosedur diagnostik tetap. Arteriography serebral
dapat memperlihatkan 90% kasus aneurisma. Karena sering
terdapat lebih dari satu aneurisma maka keseluruhan sistem
arterial serebri harus diperiksa. Vasospasme sering
mengaburkan adanya aneurisma, karena itu hasil arteriogram
awal yang negatif harus diulang 1 atau 2 minggu kemudian.
Beberapa resiko cerebral angiography konvensional meliputi
infark serebri, terjadinya hematoma atau pseudoaneurisma
pada tempat penyuntikan, dan gagal ginjal. Pada kebanyakan
kasus, tingkat mortalitas kurang dari 0,1 %, dan tingkat
kerusakan neurologist diperkirakan sekitara 0,5 %.
Kebanyakan komplikasi terjadi pada pasien usia tua dengan
penyakit atherosclerotic, tetapi tidak pada pasien dengan
intracranial aneurysms. Bagaimanapun resiko yang berkaitan
dengan angiography kadang tinggi pada beberapa pasien
intracranial aneurysms, contohnya pada pasien dengan
kelainan jaringan ikat luas seperti Ehlers–Danlos syndrome).
(a) (b) (c)Gambar 11. Arteriogram (a), MRI Angiogram (b), and Helical CT Angiogram (c) menunjukkan aneurisma pada arteri vertebrobasilar yang belum pecah pada seorang wanita berusia 41 tahun. 5
5. Alat Bantu penunjang lainnya
v Transcranial Doppler ultrasonography: TCD membantu
diagnosis vasospasme dan monitoring lanjutan aliran darah
cerebral.
v Single-photon emission computed tomography (SPECT),
positron emission tomography (PET), xenon-CT (XeCT):
Dengan pemeriksaan ini dapat ditemukan iskemik berkaitan
dengan vasospasme, meskipun modalitas ini tidak dilakukan
rutin.
v Foto radiologik vertebra servikal: penilaian radiografik
vertebra cervical harus dilakukan pada setiap pasien coma
yang tidak diketahui pasti penyebabnya.
v EKG: Cardiac arrhythmias dan myocardial ischemia dapat
terlihat. Aneurysmal SAH dapat berhubungan dengan
beberapa perubahan ECG meliputi puncak gelombang P, QT
interval yang memanjang.
v Echocardiography: sumber emboli cardiak, termasuk
endocarditis dan myxomas, dapat terlihat pada aneurisma
infeksi atau neoplastik.
v Evoked potentials dan EEG: pemeriksaan ini dilakukan untuk
mendeteksi kelainan kejang akibat komplikasi PSA
aneurisma.
v Lumbal punksi (LP) . Jika MRI gagal atau tidak ada maka
lumbal punksi dapat dilakukan. LP dapat membantu
diagnosis PSA aneurisma dengan tanpa tanda-tanda fokal
dan efek massa. Cairan serebrospinal (CSS) biasanya dapat
terlihat xantokrom atau adanya eritrosit pada CSS namun
kadang-kadang dapat terlambat dalam beberapa jam baru
muncul. Xantokrom ini dapat terlihat 12-33 hari dengan
puncaknya hari ke 23. Tekanan CSS biasanya selalu tinggi,
terdapat elevasi protein dan hipoglikemia. Awalnya
proporsi leukosit dengan eritrosit seperti pada darah
tepi, lebih lanjut akan terjadi pleositosis reaktif. Sel
darah merah dan xantokrom menghilang sekitar 2 minggu
setelah perdarahan. Kultur dapat menunjukkan etiologi
infeksi.
v Lab:
Ø Hitung jenis dan trombosit: monitor adanya infeksi,
anemia, dan resiko perdarahan.
Ø Prothrombin time (PT)/activated partial thromboplastin
time (aPTT): mengidentifikasi resiko perdarahan.
Ø elektrolit dan osmolaritas: monitor hyponatremia,
address arrhythmogenic abnormalities, glucosa darah,
dan monitor terapi hyperosmolar untuk pengingkatan
tekanan intracranial.
Ø Liver function test: mengidentifikasi disfungsi hepatik
yang dapat memparah komplikasi.
Ø Analisa gas darah untuk melihat kadar oksigen.
Skrining
Skrining untuk aneurisma intracranial asymptomatik harus
dilakukan karena PSA memiliki prognosis yang buruk, sementara
penatalaksanaan aneurisma intracranial asymptomatik
berhubungan erat dengan tingkat morbiditas (< 5 %) dan
mortalitas (< 2 %). ²
Skrining harus disarankan pada pasien dengan resiko tinggi
terjadinya aneurisma. Dua kelompok utama yang harus diskrining
adalah mereka yang memiliki riwayat keluarga aneurisma
intrakranial ² dan mereka dengan penyakit ginjal polikistik
autosomal dominan² Sekitar 5 -10 % orang dewasa dengan
asimptomatik penyakit ginjal polikistik autosomal dominan
memiliki kelainan aneurisma sakular. ²
D. MORTALITAS DAN MORBIDITAS ANEURISMA YANG PECAH
Perdarahan subarachnoid (PSA) yang disebabkan pecahnya suatu
aneurisma memiliki resiko mortalitas yang tinggi yang
secara terjadi secara bertahap tergantung waktu. Dari pasien
yang selamat pada perdarahan awal, rebleeding dan infark
serebri menjadi penyebab utama kematian. Dari hasil studi
pada tahun 1960 dari 100 pasien dengan aneurismal SAH yang
dirawat secara konservatif didapatkan hasil 15 orang di
antaranya meninggal sebelum mencapai rumah sakit, 15 orang
meninggal dalam 24 jam pertama di RS, 15 orang meninggal
antara 24 jam pertama-2 minggu, 15 orang meninggal antara 2
minggu-2 bulan, 15 orang lagi meninggal antara 2 bulan-2
tahun kejadian dan hanya 25 orang yang selamat tapi dengan
defisit neurologis menetap¹.
E. PENATALAKSANAAN ANEURISMA
Penatalaksanaan suatu aneurisma meliputi :
Monitor tanda-tanda vital dan neurology terus menerus.
Jalan napas, pernapasan dan sirkulasi harus dimonitor
ketat dan dilakukan intubasi endotrakea.
Pilihan terapi harus didasarkan kondisi klinis pasien,
anatomi vaskuler aneurisma, dan pertimbangan teknik bedah
atau endovascular.
PSA aneurisma harus dirawat di ICU dengan monitoring
jantung.
Sebelum terapi definitive dilakukan maka harus dijaga
agar tidak ada hipertensi dengan pemberian calcium
channel blocker, dan pencegahan kejang.
Induksi hypertensi, hypervolemia, dan hemodilution
("triple-H therapy") bertujuan untuk menjaga tekanan
perfusi otak pada keadaan autoregulasi cerebrovascular
yang terganggu.
Intraarterial papaverine atau endovascular balloon
angioplasty dapat digunakan untuk merawat vasospasm pada
beberapa pasien tertentu
Pada aneurisma infeksi harus dihindarkan pengunaan
antikoagulan. Begitu infeksi dapat terkontrol dengan
antibiotic maka terapi bedah harus dilakukan. Regresi
atau evolusi aneurysma harus dimonitor dengan serial
angiography.
Penatalaksanaan aneurysma intracranial yang belum pecah
masih menjadi kontroversial. International Study of
Unruptured Intracranial Aneurysms (ISUIA) mengindikasikan
bahwa tingkat kejadian rupture aneurisma ukuran kecil
sangat kecil. Aneurisma dengan ukuran < 10 mm memiliki
tingkat kejadian rupture tahunan sekitar 0.05%.
Penatalaksanaan profilaksisnya meliputi teknik bedah /
endovaskular.
Tujuan utama penatalaksanaan aneurisma adalah
mengeluarkan kantung aneurisma dari sirkulasi
intracranial sambil menjaga arteri utama. Penatalaksanaan
aneurisma sejak lama dilakukan bidang bedah saraf tetapi
sejak tahun 1990, neuroradiologis telah menggunakan
teknsik endovascular pasien dengan intracranial aneurysma
yang jumlahnya terus meningkat. Operasi merupakan terapi
definitif untuk penatalaksanaan aneurisma sakular.
1. Operasi
Penempatan klip melintasi leher aneurisma adalah terapi
definitif dan pilihan utama karena efikasi jangka
panjangnya yang telah terbukti. Pada tahun 1936, Walter
Dandy melakukan operasi pertama pada intracranial
aneurysm dengan meletakkan klip perak yang dibuat oleh
Harvey Cushing, melintasi leher aneurisma pada
persambungan arteri carotis interna dengan arteri
communicans posterior pada pasien dengan parese N.III.4
Sejak itu teknik operasi untuk aneurisma telah
berkembang pesat menggunakan teknik bedah mikro,
mikroskop operasi, koagulasi bipolar dan klip aneurisma
yang bervariasi.. Tingkat keamanan beberapa operasi
aneurisma tergantung ukuran, lokasi atau konfigurasi,
dan teknik tambahan yang sulit seperti teknik bypass
vascular grafting atau hypothermic cardiac arrest yang
harus digunakan. Operasi darurat harus dilakukan pada
pasien yang menunjukkan gejala klinis karena efek massa
hematoma intracerebral atau subdural
2. Terapi Endovascular
Terapi endovaskuler terkini melibatkan insersi kawat
halus ke dalam lumen aneurisma seperti yang trerlihat
pada gambar 10.4 Kemudian melalui proses
elektrothrombosis, thrombus lokal terbentuk di sekitar
kawat di dalam aneurysm. 4 Tujuan utama teknik ini
adalah obliterasi sempurna (thrombosis) kantung
aneurisma. Banyak factor yang memperngaruhi
keberhasilan obliterasi tapiyang terpenting adalah
rasio leher dengan fundus aneurisma. Aneurisma dengan
leher yang luas sering tidak terobliterasi sempurna.
Embolisasi dengan teknik endovascular memiliki resiko
yang lebih sedikit tetapi efektifitas jangka panjangnya
belum terbukti4.
Penatalaksanaan meliputi pencegahan peningkatan tekanan
intracranial seperti tirah baring total, sedatif,
analgesik, laksatif, antitusif, antiemetik,
antikonvulsan. Penatalaksanaan hipertensi juga dapat
menurunkan resiko perdarahan ulang tetapi mengandung
resiko infark serebri pada pasien dengan vasospasme
serebri. Antifibrinolitik seperti epsilon aminocaproic
acid (EACA) dan asam traneksamat mencegah bekuan
aneurisma lisis dan karena itu mencegah rupture
kembali. Tetapi mereka juga menunda lisis bekuan
sisternal dan meningkatkan vasospasme.
Bahan-bahan vasoaktif yang terdapat pada bekuan darah
sisternal meliputi oksihemoglobin, serotonin,
cathecolamine, prostaglandin, substansi P, calcitonin
gen peptide, endothelin, platelet-derived growth
factor, dan peptide lainnya telah terbukti menebabkan
vasospasme. Penatalaksanaannya meliputi reserpine,
kanamycin, aminophylin, isoproterenol, prostacyclin,
naloxone, lidocaine, diprydamole, dan tromboxane
synthetase inhibitor. Tetapi tidak keuntungan yang
jelas ditunjukkan oleh regimen ini. Penggunaan
nimodipine dan nicardipine lebih menjanjikan karena
dapat mengurangi isnsidensi defisit iskemik persisten
setelah PSA.
Operasi yang cepat juga memungkinkan evakuasi hematoma.
Sebelum operasi pasien dijaga supaya tetap euvolemik
dan diberikan nimodipine. Selama operasi mereka
mendapat manitol dan drainase CSS melalui kateter
spinal.
(a) (b) (c)Gambar 12. Penatalaksanaan aneurisma intracranial menggunakan kliping atau
endovascular coil 5
a. Angiogram carotid lateral wanita 35- tahun menunjukkan 17-mm supraclinoid aneurisma arteri carotis interna sebelum diterapi
b. Setelah penempatan sebuah Sundt–Kees clip c. Angiograms anteroposterior pada wanita usia 53 tahun
menunjukkan aneurisma basilaris ukuran 13sebelum diterapid. Setelah penempatan 4 Guglielmi detachable coils dengan panjang
total 90 cm e. Coil yang tampak padat dapat terlihat mudah dengan foto plos
kepala biasa
(d) (e)
Gambar 12. Penatalaksanaan aneurisma intracranial menggunakan kliping atau endovascular coil 5
f. Angiogram carotid lateral wanita 35- tahun menunjukkan 17-mm supraclinoid aneurisma arteri carotis interna sebelum diterapi
g. Setelah penempatan sebuah Sundt–Kees clip h. Angiograms anteroposterior pada wanita usia 53 tahun
menunjukkan aneurisma basilaris ukuran 13sebelum diterapii. Setelah penempatan 4 Guglielmi detachable coils dengan
panjang total 90 cm j. Coil yang tampak padat dapat terlihat mudah dengan foto plos
kepala biasa
Konsultasi: Pendekatan multidisiplin harus dilakukan untuk
penatalaksanaan aneurisma meliputi:
Bedah saraf
Interventional neuroradiologis
Ahli saraf
Spesialis rehabilitasi medik
Diet:
Pasien dengan kemungkinan operasi harus puasa. NGT harus
terpasang pada pasien penurunan kesadaran.
Aktivitas:
Tirah baring total setelah PSA aneurisma.
Lakukan gerakan pasif.
Setelah tindakan bedah saraf atau endovascular dilakukan
maka pasien harus dilakukan :
1. Pemeriksaan neurologi serial
2. Hindari hypotensi atau hypertensi (tekanan arteri
rata-rata [MAP] harus berkisar antara 70-130 mm Hg)
3. Penggunaan larutan isotonik, seperti saline normal,
untuk meminimalisir cerebral edema.
4. Terapi atau profilaksis kejang
5. Terapi infeksi saluran kencing
6. Pencegahan thrombosis vena
7. Profilaksis untuk ulkus gastrikum
8. Terapi fisik, okupasi dan wicara
9. CT scan ulang pada deteriorasi klinik
F. KOMPLIKASI PERDARAHAN SUBARACHNOID ANEURYSMA
Intracranial : perdarahan ulang, iskemia cerebral/infark,
hydrocephalus, hematoma yang meluas, epilepsy
Ekstracranial : infark miokard, cardiac arritmia, oedem
pulmoner, perdarahan lambung (stress ulcer)
1. Perdarahan Ulang
Perdarahan ulang adalah masalah utama yang mengikuti
aneurismal PSA. Dalam 28 hari pertama (pada pasien yang
tidak dirawat) sekitar 30% pasien akan menglami perdarahan
ulang, sisanya 70% meninggal. Sebagai contoh, jika pasien
selamat melewati 30 hari pertama setelah perdarahan, masih
ada 20% kemungkinan perdarahan ulang terjadi dalam 5 bulan
mendatang. Meskipun jika pasien selamat melewati periode
resiko tingi dalam 6 bulan pertama tetap masih ada
kemungkinan perdarahan ulang dan kematian dala satu tahun
tersebut. Pada perdarahan ulang resiko kematian meningkat 2
kali dibandingkan dengan perdarahan awal¹.
Tingkat kejadian perdarahan ulang dipengaruhi beberapa
faktor seperti identifikasi yang tepat onset perdarahan
awal, identifikasi yang tepat adanya perdarahan ulang,
terapi medis dan pembedahan, kondisi neurologis pasien dan
pemberian antifibrinolitik. Laporan kumulatif tingkat
perdarahan ulang selama 2 minggu pertama setelah perdarahan
awal berkisar antara 17-22%.²
Setiap pasien yang mengalami penurunan kesadaran tiba-tiba
memerlukan pemeriksaan CT scan. CT scan membantu
mendiagnosis perdarahan ulang dan menyingkirkan penyebab
lain deteriorisasi seperti acute hydrocephalus.
2. Iskemik / Infark Serebri
Setelah PSA, pasien memiliki resiko tinggi untuk terjadi
infark/iskemik serebri dan hal ini merupakan faktor yang
berkontribusi penting pada tingkat mortalitas dan
morbiditas. Infark/ iskemik serebri dapat terjadi secara
cepat atau langsung sebagai hasil dari perdarahan, tetapi
lebih sering berkembang 4-12 hari setelah onset, baik
sebelum atau sesudah operasi disebut ”delayed cerebral
ischemia”. Diperkirakan sekitara 25% pasien terjadi
iskemik/infark serebri dan dri 25% kelompok ini akan
meninggal kemudian. Sekitar 19% yang selamat akan cacat
permanen.
Beberapa faktor kemungkinan berperan pada perkembangan
iskemia/infark serebral. Vasospasme arterial pada
angiography terjadi pada > 60% pasien setelah SAH baik focal
maupun difus. Perkembangan vasospasme menunjukkan pola yang
sama terlambatnya dengna iskemik serebral. Patogenesis
terjadinya vasospasme arteri sangat kompleks. Banyak
substansi vasokonstriktor yang dilepaskan dari dinding
pembuluh darah atau bekuan darah yang muncul pada CSF
setelah SAH seperti serotonin, prostaglandin,
oxyhaemoglobin, tetapi pada beberapa penelitian membuktikan
bahwa antagonist vasokonstriktor telah gagal mengembalikan
penyempitan angiographic atau mengurangi insiden iskemik.
Kegagalan ini mungkin hasil perubahan arteriopathic yang
telah diamati terjadi pada dinding pembuluh darah. Hanya
antagonois calcium yang muncul yang memiliki efek
menguntungkan. Semakin tinggi jumlah darah yang terlihat
pada cisterna basalis (CT scan) semakin tinggi insiden
penyempitan arteri dan defisik iskemik.
3. Hypovolemia
Hyponatremia yang berkembang setelah SAH pada banyak pasien
karena sekresi sodium renal yang berlebihan daripada efek
dilusi karena sekresi ADH yang tidak berimbang. Kehilangan
cairan dan penurunan volume plasma kemudian terjadi. Pasien
ini kemungkinan pada resiko tinggi trjadinya iskemik
serebral, sehungungan dengan hasil peningkatan viskositas
darah.
4. Penurunan tekanan perfusi serebral.
Setelah SAH, hematoma intracranial atau hydrocephalus dapat
menyebabkan peningkatan pada tekanan intrakranial. Efek
klinik dari cerebral iskemik/ infark tergantung dari daerah
perdarahan arteri tersebut. Pada daerah serebri anterior
dapat menyebabkan kelemahan tungkai bawah, inkontinensia,
bingung, dan akinetic mutisme. Pada daerah serebri media
dapat menyebabkan hemiparesis, hemiplegia, dysphasia (pada
hemisfer dominan). Gambaran klinis pada kedua daerah ini
dapat merupakan gambaran kelainan klinik sebagai hasil
perluasan kelainan pada arteri carotis dengnan edema
hemisfer.
Umumnya iskemik terjadi pada berbagai area, seringnya pada
kedua hemisfer. Ini berhubungan dengan pola spasme arterial.
Transcranial Doppler : peningkatan signifikan dari kecepatan
velositas di dalam pembuluh darah dapat mengindikasikan
terjadinya vasospasme meskipun gambaran klinik belum
berkembang, dan memungkinkan deteksi awal kelainan ini untuk
pencegahan kerusakan lebih lanjut.
5. Hydrocephalus
Setelah SAH, aliran cairan serebrospinal (CSF) dapat
terganggu oleh :
- bekuan darah pada cisterna basalis (communicating
hydrocephalus)
- obstruksi pada villi arachnoidalis(communicating
hydrocephalus)
- bekuan darah di dalam sistem ventrikular (obstruktif
hydrocephalus)
Hidrosefalus akut terjadi pada sekitar 20% pasien, biasanya
pada beberapa hari pertama setelah onset, biasanya merupkan
komplikasi lanjut. Hanya 1/3 pasien yang menunjukkan gejala
sakit kepala, tingkat kesadaran yang terganggu,
inkontinensia, atau gait ataksia berat. Lebih lanjut lagi
sekitar 10% pasien hidrosefalusnya berkembang terlambat
yaitu bulanan atau bahkan tahunan setelah perdarahan.
6. Hematoma Intracranial yang Meluas
Pembengkakan otak di sekitar hematoma intracerebral dapat
menyebabkan efek massa dari hematoma. Ini dapat menyebabkan
deteriorasi progresif pada tingkat kesadaran atau progresi
tanda fokal.
7. Epilepsi
Epilepsi dapat terjadi pada stadium manapun setelah SAH,
khusunya jika hematoma menyebabkan kerusakan cortikal.
Kejang dapat umum maupun parsial (focal)
Komplikasi ekstracranial
1. Infark myocard/aritmia cordis : EKG dan patologis
myocardium sering
ditemukan setelah SAH, dan fibrilasi ventrikel sering
terdeteksi. Kelainan ini dapat muncul sekunder dari
pelepasan cathecolamin setelah kerusakan iskemik
hypothalamus.
2. Edema pulmoner : biasanya terjadi stelah SAH, kemungkinan
sebagai hasil
gangguan simpatetik masif.
3. Perdarahan lambung : perdarahan dari erosi gastric
biasanya terjadi setelah
SAH tetapi jarang mengancam jiwa.
G. PENANGANAN ANEURYSMA PASCA SAH
Nyeri kepala memerlukan analgetik kuat seperti codein atau
dihydrocodeine. Analgesik yang lebih kuat dapat menekan
tingkat kesadaran dan menutupi deteriosasi neurologis.
Penanganan lebih ditujukan untuk pencegahan komplikasi.
A. Pencegahan Perdarahan
1. Tirah baring (bed rest)
2. Antifibrinolytic agents : asam traneksamat, epsilon
aminocaproic acid. Obat-obatan ini telah digunakan
bertahun-tahun untuk mencegah perdarahan ulang dengan
memperlambat disolusi bekuan darah sekitar fundus
aneurysma. Antifibrinolytic mengurangi resiko perdarahan
ulang sampai 50%.
3. Operasi
Kliping leher aneurysma adalah salah satu cara mencegah
perdarahan ulang tetapi teknik ini tidak selalu mungkin
bisa dilakukan dan metode lain kadang digunakan. Waktu
untuk memulai operasi masih merupakan hal yang
kontroversial sampai sekarang.
Metode perbaikan aneurysma
1. Kliping langsung leher aneurysma adalah metode terbaik
untuk penanganan dan mencegah ruptur aneurysma lebih
lanjut; klip aneurysma jarang lepas setelah pemasangan.
Diseksi secara hati-hati jaringan arachnoid sekitar
leher aneurysma memunkginkan pemasangan klip secara
akurat.
2. Ballon embolisation : Pengembangan balon yang
dimasukkan melalui cateter angiographyc khusus ke dalam
kantong aneurysma jarang berhasil. Teknik ini berisiko
menyebabkan aneurysma tiba-tiba pecah atau menyebabkan
lepasnya fragmen balon ke sirkulasi distal menyebabkan
stroke emboli.
3. Coil embolisation : Dalam tahun-tahun terakhir,
radiologis telah berhasil memasukkan coil helical
platinum single / multiple ke dalam aneurysma untuk
menginduksi thrombosisi. Meskipun hal ini masih dalam
tahap percobaan tetapi hasil teknik ini menjanjikan.
Sebuah kateter penuntun dimasukkan melalui leher
aneurysma. Coil dilekatkan pada ujung kawat penghantar
dimasukkan melalui kateter kedalam fundus aneurysma.
Setelah penempatan tepat maka aliran listrik tertentu
dapat melepaskan elektrokimia dari kawat penghantar.
Komplikasi masih dapat terjadi selama prosedur dan jika
fundus tidak terobliterasi sempurna maka perdarahan
ulang dapat terjadi. Semakin luas leher aneurysma dan
semakin besar ukurannya maka semakin kecil kemungkinan
menghasilka obliterasi sempurna.
4. Trapping : mengklip bagian proksimal dan distal
pembuluh darah adalah satu-satunya cara pengangan pada
beberapa aneurysma seperti giant dan intracavernosa
aneurysma. Ini mencegah perdarahan ulang tetapi
memiliki resiko tinggi menghasilkan defisit iskemik.
Prosedur bypass : anastomosis arteri temporalis
superficialis dengan arteri cerebri media sebelum
trapping dapat meminimalisir komplikasi tersebut.
5. Proksimal occlusion-ligasi carotis communis. : teknik
ini digunakan untuk aneurysma yang muncul langsung dari
arteri carotis diaman kliping telah gagal atau tidak
mungkin dilakukan seperti pada aneurysma intracavernosa
atau aneurysma arteri opthalmica raksasa. Kebanyakan
pasien dapat bertoleransi baik denganoklusi ateri
carotid communis; sirkulasi kolateral melalui sirkulus
Willisi dan mungkin dari aliran balik pada ateri
carotis eksterna biasanya menyediakan aliran darah
hemisfer yang cukup untuk mencegah komplikasi emik.
Oklusi balon pada arteri carotis intera adalah salah
satu teknik alternatif. Penelitian mengenai aliran
darah cerebral selama oklusi temporal atau oklusi
sementara dibawah anestesi lokal dapat mempresikdsi
pasien yang gagal bertoleransi dengan teknik ini tetapi
metode ini sulit dan defisit iskemik lanjut sering
terjadi. Ligasi carotis mencegah pasien dari perdarahan
ulang pada periode resiko tinggi.
Para ahli menyatakan bahwa operasi yang dilakukan pada
hari pertama atau kedua perdarahan mengandung resiko
tinggi¹. Tingkat mortalitas operasi menurun ketika
operasi ditunda beberapa minggu. Semakin lama ditunda
semakin baik hasilnya tetapi semakin lama ditunda
semakin besar kemungkinan kematian karena perdarahan
ulang.
Kondisi klinik pasien juga memegang peranan penting,
semakin berat kondisi klinik pasien maka semakin jelek
hasil akhirnya. Sebagai hasilnya ahli bedah sering
mempertimbangkan periode pelambatan optimal untuk
operasi sekitar 6-14 hari sejak perdarahan, waktu yang
pasti tergantung kondisi klinis pasien.
Pada tahun-tahun terakhir dengan semakin majunya teknik
anestesi dan operasi, maka operasi awal dalam beberapa
hari dapat dilakukan. Kebanyakan ahli bedah sekarang
menyarankan operasi dalam 3 hari memungkinkan jika
pasien dalam grade I atau II. Resiko tambahan yang
muncul kecil dan lebih menguntungkan karena dapat
mencegah perdarahan ulang. Begitu aneurysma diklip,
maka metode agresif untuk merawat iskemik dapat
menginduksi hipertensi dapat dilakukan. Waktu optimal
untuk operasi pada pasien yang kondisinya jelek dan
berada pada grade jelek tetap menjadi kontroversi dan
memerlukan penelitian lebih lanjut.
B. Pencegahan Iskemik/Infark Cerebri
Iskemik cerebral masih merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas setelah perdarahan
subarachnoid.
Calcium antagonis : Nimodipine telah terbukti
meningkatkan hasil akhir perwatan dan mengurangi
deficit neurologist jika diberikan pada 21 hari pertama
setelah PSA terjadi. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa Nimodipine dan Nicardipine keduanya dapat
mengurangi 1/3 insidensi infark cerebri dan
meningkatkan hasil akhir. Mekanismenya melalui
peningkatan sirkulasi kolateral dengan mengurangi efek
berbahaya dari peningkatan kalsium ke dalam sel-sel
otak dengan mengurangi vasospasme¹.
Menghindari terapi antihipertensi : Terapi
antihipertensi dulu digunakan luas setelah SAH untuk
mengurangi reactive hipertensi dan secara teoritis
mengurangi resiko perdarahan ulang. Pada seseorang yang
normal saat terjadi penurunan tekanan darah maka akan
terjadi vasodilatasi cerebral untuk mempertahankan
aliran cerebral (autoregulasi). Setelah SAH,
autoregulasi ini sering terganggu, penurunan tekanan
darah menyebabkan pengurangan aliran darah otak dengan
resiko iskemik yang tinggi. Beberapa bukti menyebutkan
bahwa pasien dengan SAH yang menggunakan obat-obat
antihipertensi memiliki resiko signifikan untuk
terjadinya infark ¹.
Mencegah hypovolemia dengan intake cairan yang tinggi :
maintenance pemasukan cairan yang banyak (3 liter per
hari) dapat membantu mencegah penurunan volume plasma
yang disebabkan oleh kehilangan sodium dan cairan. Jika
hiponatremia terjadi jangan membatasi cairan, hal ini
secara signifikan meningkatkan infark serebri. Jika
level sodium di bawah 130 mmol/L berikan
fludorocortisone atau saline hipertonik.
Peningkatan volume plasma : peningkatan volume plasma
dengan koloid seperti protein plasma, dekstran 70,
Haemacel dapat meningkatkan tekanan darah dan
meningkatkan aliran darah otak. Ini harus diberikan
sebagai profilaksis pada pasien dengan resiko tinggi
(kelebihan berat darah sisternal dengna CT scan atau
Doppler velositas tinggi) atau pada tanda klinis awal
iskemik.
Jika terdapat bukti klinik bahwa iskemik berkembang
walaupun telah diterapi dengan cara ini maka dapat
dikombinasi dengan :
1. Terapi hipertensi : perawatan dengan agen inotropik
seperti dobutamine meningkatkan cardiac output dan
tekanan darah. Sejak autoregulasi otak gagal setelah
PSA, meningkatkan tekanan darah dapat meningkatkan
aliran darah otak. Sampai 70% desifit neurologis
karena iskemik yang terjadi setelah operasi
aneurysma dapat diturunkan dengan menginduksi
hipertensi sampai tingkat kritis tekanan darah ¹.
Pengenalan dini dan penatalaksanaan defisit
neurologis dapat mencegah progresi iskemik menjadi
infark. Penatalaksanaan yang terlambat dapat memicu
edema vasogenik pada daerah iskemik.
2. Neuroprotektor : beberapa neuroprotektor baru
( selain antagonis calcium) sekarang sedang dalam
penelitian pada pasien dengan PSA tetapi kegunaan
mereka masih belum diketahui.
C. Hidrosefalus
Hidrosefalus menyebabkan deteriosasi akut memerlukan
drainase cairan serebrospinal (CSS) yang darurat dengan
kateter ventrikuler (lumbal punksi sementara dapat
memguntungkan sementara). Deteriosasi bertahap atau
kegagalan yang meningkat mengindikasikan drainase CSS
permanen dengan ventriculoperitoneal atau
lumboperitoneal shunt.
D. Perluasan Hematom Intracerebral
Hematoma intraserebral yang berasal dari ruptur
aneurysma tidak memerlukan penatalaksanaan spesifik
kecuali efek massa menyebabkan deteriosasi tingkat
kesadaran. Ini memerlukan angiography darurat diikuti
pengeluaran hematom dengan atau tanpa kliping simultan,
dibawah kondisi ini mortalitas operasi sangat tinggi.
M. PROGNOSAPrognosis suatu aneurisma tergantung dari 7:
Usia
Status neurologikus dalam perawatan
Lokasi aneurisma
Selang waktu antara awal kejadian perdarahan subarachnoid
dengan penatalaksanaan medis
Adanya hipertensi dan penyakit lain
Tingkat vasospasme
Adanya perdarahan ulang atau tidak
Tingkat perdarahan subarachnoid
Adanya perdarahan intraventrikular atau intraparenkimal
Pasien dengan status klinis grade I (sakit kepala ringan
atau meningismus ringan), II (sakit kepala berat,
meningismus, atau neuropati kranial), III (letargi, bingung,
atau tanda neurologik fokal) memiliki prognosa yang lebih
baik dibandingkan dengan pasien grade IV(penurunan kesadaran
yang buruk) danV (koma dengan flaksiditas atau postur tubuh
abnormal). Pasien grade IV dan V memiliki kecenderungan
hasil yang buruk meskipun mereka mendapat perawatan apapun².
Tingkat mortalitas operatif sendiri berkisar antara 8-45%
tergantung kondisi klinis dan waktu pasien ¹.
III. KESIMPULAN
1. Aneurisma adalah pelebaran abnormal dari sebuah arteri yang
berhubungan dengan kelemahan pada dinding arteri yang
disebabkan adanya defek pada tunika media / lamina elastika
yang terganggu.
2. Pada otopsi di Amerika Serikat, kejadian aneurisma
intrakranial ditemukan pada sekitar 1% populasi². Insidensi
perdarahan subarachnoid disebabkan rupturnya aneurisma
sekitar 6-16% per 100.000 orang per tahunnya. ² Aneurisma
lebih banyak didapatkan pada wanita dengan ratio 3:2
3. Faktor predisposisi penting terjadinya aneurisma berkaitan
dengna riwayat keluarga, kelainan jaringan ikat, hipertensi
dan fator lainnya.
4. Gejala klinik suatu aneurisma tergantung keadaan aneurisma
itu sendiri, bisa berupa efek kompresi massa, perdarahan
karena aneurisma yang pecah, trombosis maupun asimptomatik.
5. Penatalaksanaan dan prognosa suatu aneurisma tergantung
lokasi dan ukurannya, usia penderita, komplikasi, selang
waktu antara awal kejadian perdarahan subarachnoid dengan
penatalaksanaan medis, dan adanya penyakit lain sebelumnya
seperti hipertensi dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brust, John C.M. 1995. Hemorrhage Subaracnoid : Merrit’s Textbook of Neurology Ninth edition. 42 : Hal 276-283.Williams and Wilkin.
2. Pritz, Michael B. 2003. Subaracnoid Hemorrage Due to Cerebral Aneurysms : Neurological Therapeutics Principles and Practice Volume 1. 48 : 493-503. Martin Dunitz-Taylor and Francis Group.
3. Bendok, Bernard R, et al. 2003. Cerebral Aneurysms and Vascular Malformations : Neurological Therapeutics Principles and Practice Volume 1.. 48 : 493-503. Martin Dunitz-Taylor and Francis Group.
4. Schievink, Wouter I. 2007. Intracranial Aneurysms dalam
website : http://content.nejm.org/cgi/content/full/336/1/28
5. Liebeskind, David S. 2007. Cerebral Aneurysm. dalam website
: http://www.emedicine.com/neuro/topic503.htm
6. Aneurysm in Medical Encyclopedia. 2007. dalam website http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001122.htm
7. What is the prognosis? Cerebral Aneurysm Fact Sheet. 2007. NINDS Cerebral Aneurysm Information Page dalam website :
http://www.ninds.nih.gov/disorders/cerebral_aneurysm/cerebral_aneurysm.
Aneurisma Aorta
Oktober 4, 2009 pada 3:37 am (Kesehatan)
DEFINISI
Aneurisma Aorta merupakan dilatasi dinding aorta yang sifatnya
patologis, terlokalisasi, dan permanen (irreversible).
Dinding aorta yang mengalami aneurisma lebih lemah daripada dinding
aorta yang normal. Oleh karena itu, karena tekanan yang begitu besar
dari darah menyebabkan dinding aorta menjadi melebar.
KLASIFIKASI
Aneurisma Aorta dapat dibagi berdasarkan morfologi dan lokasinya.
Menurut morfologinya, aneurisma aorta dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Fusiform aortic aneurysm : bentuknya lebih baik, dilatasinya simetris pada sekeliling
dinding aorta, dan bentuknya lebih sering ditemukan.
2. Saccular aortic aneurysm : berbentuk seperti kantong yang menonjol keluar dan
berhubungan dengan dinding aorta melalui leher yang sempit.
3. Pseudoaneurysm or false aortic aneurysm : merupakan akumulasi darah
ekstravaskuler disertai disrupsi ketiga lapisan pembuluh darah. Dindingnya
merupakan trombus dan jaringan yang berdekatan.
Berdasarkan lokasinya, aneurisma aorta dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Abdominal aortic aneurysm (AAA) : lokasinya pada aorta abdominalis, biasanya mulai
dari bawah arteri renalis dan meluas ke bifurkasio aorta, kadang-kadang melibatkan
arteri iliaka. Aneurisma ini jarang meluas ke atas arteri renalis untuk melibatkan
cabang-cabang viseral mayor aorta.
2. Thoracic aortic aneurysm (AAT) : lokasinya pada aorta toraks, bagian-bagian yang
mengalami pelebaran biasanya pada ascending aorta di atap katup aorta, aortic
arch, dan descending thoracic aorta di luar arteri subklavia kiri.
3. Thoracoabdominalis aortic aneurysm (AATA) : lokasinya pada aorta desendens yang
secara bersamaan melibatkan aorta abdominalis.
EPIDEMIOLOGI
Abdominal aortic aneurysm merupakan aneurisma yang paling sering
terjadi. Laki-laki lebih sering menderita penyakit ini daripada wanita (9:1).
Insiden akan meningkat pada laki-laki yang umurnya lebih dari 55 tahun
dan pada wanita yang umurnya lebih dari 70 tahun. Walaupun demikian,
pada wanita risiko ruptur 3 kali lebih tinggi daripada laki-laki.
Faktor risiko lain selain umur dan jenis kelamin adalah gaya hidup
merokok, hipertensi, hiperlidemia, dan aterosklerosis. Pada orang yang
memiliki riwayat keluarga risiko mereka mengalami aneurisma akan
meningkat 30% dan cenderung menderita abdominal aortic aneurysm di
usia muda.
Thoracic aortic aneurysm lebih jarang terjadi daripada aneurisma pada
aorta abdominalis. Aneurisma ini lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada wanita (5:1) dan jarang terjadi pada pasien yang umurnya
kurang dari 50 tahun. Biasanya aorta desendens paling sering terserang.
ETIOLOGI
Abdominal aortic aneurysm paling sering disebabkan oleh aterosklerosis.
Namun pada dasarnya, penyebab abdominal aortic aneurysm dapat
dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Penyebab yang tidak dapat dikontrol seperti penyakit genetik (Marfan syndrome,
Ehlers-Danlos syndrome, congenital defect) dan enzyme destruction.
2. Penyebab yang dapat dikontrol yaitu kondisi yang dipengaruhi oleh gaya hidup
(aterosklerosis, tekanan darah tinggi, kolesterol yang tinggi, dan trauma benda
tumpul).
Sama dengan abdominal aortic aneurysm, aneurisma pada toraks juga
sering disebabkan oleh aterosklerosis. Selain itu thoracic aortic aneurysm
juga disebabkan oleh congenital defect pada dinding aorta, hipertensi,
merokok, infeksi, dan trauma dada. Trauma dada biasanya pada
kecelakaan kendaraan bermotor, dapat menyebabkan ruptur tunika intima
dan media aorta desendens pada ligamentum arteriosus. Ligamentum
arteriosus mengikat aorta pada suatu titik tertentu, sehingga pada saat
laju kendaraan berhenti mendadak, struktur-struktur dalam toraks masih
bergerak ke depan, sedangkan aorta yang diikat oleh ligamentum
arteriosus tetap pada tempatnya, hal ini dapat menyebabkan terjadinya
robekan pada tunika-tunika pembuluh darah. Akibatnya, tipe cedera ini
dikenal sebagai trauma karena perlambatan. Tunika adventisia dapat
tetap utuh, walaupun dapat pula terjadi ruptur atau berkembang menjadi
aneurisma palsu. Penyakit pada arkus biasanya disebabkan oleh
aterosklerosis. Nekrosis media kistik seperti sindroma Marfan, paling
berat pada aorta asendens dan sering kali menyebabkan pembentukan
aneurisma.
Sedangkan pada aneurisma torakoabdominalis, paling sering disebabkan
oleh proses degeneratif (degenerasi miksomatosa, aorta senile).
Penyebab lainnya yaitu diseksi, Marfan syndrome (cystic medial
necrosis), Ehlers-Danlos syndrome, infeksi jamur, aortitis (Takayasu), dan
trauma.
PATOFISIOLOGI
Aneurisma terjadi karena pembuluh darah kekurangan elastin, kolagen,
dan matriks ekstraseluler yang menyebabkan melemahnya dinding aorta.
Kekurangan komponen tersebut bisa disebabkan oleh faktor inflamasi
(aterosklerosis). Sel radang pada dinding pembuluh darah yang
mengalami aterosklerosis mengeluarkan matriks metalloproteinase.
Matriks metalloproteinase akan menghancurkan elastin dan kolagen,
sehingga persediaannya menjadi berkurang. Selain matriks
metalloproteinase, faktor lain yang berperan terjadinya aneurisma adalah
plasminogen activator, serin elastase, dan katepsin.
Aneurisma akan mengakibatkan darah yang mengalir pada daerah
tersebut mengalami turbulensi. Keadaan itu menyebabkan deposit
trombosit, fibrin, dan sel-sel radang. Akibatnya, dinding aneurisma akan
dilapisi trombus. Lama kelamaan trombus berlapis tersebut akan
membentuk saluran yang sama besar dengan saluran aorta bagian
proksimal dan distal.
Selain itu, interaksi dari banyak faktor lain dapat menjadi predisposisi
pembentukan aneurisma pada dinding aorta. Aliran turbulen pada daerah
bifurkasio dapat ikut meningkatkan insiden aneurisma di tempat-tempat
tertentu. Suplai darah ke pembuluh darah melalui vasa vasorum diduga
dapat terganggu pada usia lanjut, memperlemah tunika media dan
menjadi faktor predisposisi terbentuknya aneurisma.
Apapun penyebabnya, perkembangan aneurisma akan selalu progresif.
Tegangan atau tekanan pada dinding berkaitan langsung dengan radius
pembuluh darah dan tekanan intraarteri. Dengan melebar dan
bertambahnya radius pembuluh darah, tekanan dinding juga meningkat
sehingga menyebabkan dilatasi dinding pembuluh darah. Sehingga angka
kejadian ruptur aneurisma juga meningkat seiring meningkatnya ukuran
aneurisma. Selain itu, sebagian besar individu yang mengalami
aneurisma juga menderita hipertensi sehingga menambah tekanan
dinding dan pembesaran aneurisma.
GAMBARAN KLINIS
1. Abdominal aortic aneurysm
Aneurisma ini sering asimtomatis, namun pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
massa yang berdenyut di abdomen (57% ditemukan pada aneurisma yang diameternya
lebih dari 4 cm dan 29% pada aneurisma yang diameternya kurang dari 4 cm). Pada
abdominal aortic aneurysm yang simtomatis dan tanpa ruptur, biasanya pasien akan
mengeluh nyeri abdomen yang intermiten tetapi menetap. Nyeri abdomen ini menyebar
ke panggul, pelipatan paha, dan bisa juga ke testis.
Abdominal aortic aneurysm sering menimbulkan komplikasi berupa ruptur pada dinding
aorta, trombosis atau embolisasi distal. Ruptur pada dinding aorta sering terjadi pada
aneurisma yang diameternya 5 cm. Karakteristik ruptur abdominal aortic aneurysm yaitu
nyeri yang sangat berat, hipotensi, dan massa pada abdomen yang nyeri tekan.
Nyerinya ini bersifat akut, menetap, berat, dan paling sering terjadi di daerah lumbar
yang menjalar ke panggul, organ genital, dan kaki. Syok terkadang belum terjadi karena
perdarahan ke arah retroperitoneal mengalami tamponade oleh jaringan sekitar. Jangan
memberikan transfusi darah untuk memperbaiki keadaan umum penderita karena dapat
menyebabkan perdarahan berulang. Cara yang tepat untuk mengatasi syok dini adalah
memasang klem vaskular dengan segera sebelah proksimal dari aneurisma.
Faktor predisposisi yang meningkatkan terjadinya ruptur aneurisma aorta abdominalis
yaitu : diameter aneurisma, tekanan darah diastolik, penyakit paru obstruktif kronik,
merokok, riwayat keluarga ruptur aneurisma, dan faktor intrinsik (peradangan dinding
aorta).
2. Thoracic aortic aneurysm
Aneurisma torasika harus cukup besar untuk dapat menimbulkan gejala. Oleh karena itu,
aneurisma mungkin baru ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan radiogram
dada. Jika benar-benar timbul gejala, biasanya disebabkan oleh perluasan dan kompresi
pada struktur-struktur yang berdekatan. Kompresi esophagus, walaupun jarang, dapat
menimbulkan gejala disfagia. Kompresi saraf laringeus rekuren menyebabkan suara
serak. Distensi vena di leher serta edema kepala dan lengan dapat menunjukkan
kompresi pada vena kava superior. Nyeri akibat aneurisma torasika timbul di dada.
Aneurisma dapat menyebabkan nyeri akibat erosi pada kolumna vertebralis dan
kompresi pada saraf spinal.
3. Thoracoabdominalis aortic aneurysm
Sebanyak 40-50% pasien dengan thoracoabdominalis aortic aneurysm tidak
mengeluhkan gejala (asimptomatik) saat aneurisma pertama kali ditemukan. Dari pasien
yang mengeluhkan gejala, justru menunjukkan adanya kemungkinan telah terjadinya
ruptur. Gejala tersering adalah nyeri punggung yang terlokalisasi di antara skapula.
Nyeri epigastrium terjadi karena regangan hiatus aortik oleh aneurisma atau adanya
diseksi.
Kompresi pada trakhea atau bronkhus dapat menyebabkan stridor, wheezing, atau
batuk. Pneumonitis dapat timbul bila terjadi retensi sputum akibat penekanan bronkhus.
Adanya hemoptisis menunjukkan erosi pada parenkim atau bronkhus oleh aneurisma.
Disfagi atau hetemesis menandakan penekanan atau erosi aneurisma pada esogafus.
Penekanan aneurisma aorta abdominalis pada duodenum akan mengakibatkan
obstruksi parsial atau perdarahan gastrointesinal bila telah terjadi erosi. Penekanan
pada organ hepar sangat jarang terjadi. Dapat pula timbul hoarseness akibat penekanan
atau erosi pada saraf laringeus rekurens. Sebagai tambahan trombosis pada cabang-
cabang arteri spinalis dapat menyebabkan paraplegia atau paraparesis.
DIAGNOSIS
1. Abdominal aortic aneurysm
Pada dinding perut bagian bawah dapat terlihat massa yang berdenyut mengikuti irama
nadi. Ketika dipalpasi, akan teraba bifurkasio aorta beranjak naik, pada posisi duduk
setinggi pusat, sedangkan batas atas aneurisma sampai di arkus iga. Teraba pula
pulsasi yang kuat kecuali pada trombosis total. Melalui stetoskop, terdengar bising
sistolik setinggi lumbal 2.
Pemeriksaan fisik sebenarnya sudah mampu hampir 100% mendiagnosis abdominal
aortic aneurysm, apalagi bila palpasi abdomen dikerjakan dengan seksama. Sensitivitas
palpasi abdomen bertambah dengan semakin lebarnya diameter aneurisma. Untuk
menunjang diagnosis, dilakukan foto polos abdomen. Tapi foto polos hanya mampu
menunjukkan kalsifikasi dinding abdominal aortic aneurysm pada sebagian kecil kasus.
Alat penunjang lain yang dapat menunjukkan diameter dan ukuran aneurisma adalah
USG B-mode atau Dupleks Sonografi berwarna. Untuk lebih akurat menentukan letak
aneurisma, apakah di daerah visceral atau ginjal, CT-Scan atau MRI pilihannya. Akan
tetapi, spesifisitas CT-Scan dalam menilai ada tidaknya ruptur agak rendah, yakni 75%.
Di balik kelebihannya, CT-Scan kurang akurat dalam mengevaluasi aorta yang berkelok-
kelok (tortuous). Dalam penerapannya, CT-Scan membutuhkan zat kontras intravena
dan alatnya menggunakan sumber radiasi. Dengan segala kekurangan itu, CT-Scan
tidak disarankan sebagai alat screening abdominal aortic aneurysm.
Di sisi lain, kekurangan CT-Scan tidak ditemui bila menggunakan MRI. MRI tidak
menggunakan kontras dan radiasi. Selain itu, MRI dapat memberi gambaran transversal,
koronal, dan sagital dari aorta sehingga gambaran aorta yang berkelok-kelok dapat
dicitrakan dengan baik. Tetapi, MRI sangat mahal dan hanya ada di beberapa institusi
kesehatan tertentu
2. Thoracic aortic aneurysm
Untuk mendiagnosis aneurisma ini dapat dilakukan pemeriksaan foto rontgen. Pada
pemeriksaan foto rontgen akan memperlihatkan pelebaran mediastinum, pembesaran
aortic knob, atau tertariknya trakea. Namun pada aneurisma yang kecil khususnya pada
saccular aneurysm, foto rontgen akan sulit memperlihatkan adanya aneurisma.
Aortografi dapat digunakan untuk mengevaluasi anatomi dari aneurisma dan pembuluh
darah besar. Sedangkan CT-scan sangat akurat digunakan untuk mendeteksi dan
mengetahui ukuran dari aneurisma torakalis. MRI juga digunakan untuk mendeteksi
aneurisma dan melihat anatominya.
MR Angiografi digunakan untuk melihat anatomi cabang-cabang dari pembuluh darah
aorta, tapi bisa juga digunakan untuk mengevaluasi aneurisma aorta torakalis.
3. Thoracoabdominalis aortic aneurysm
Pemeriksaan foto rontgen akan memperlihatkan pelebaran dari bayangan aorta
torakalis. Pemeriksaan TEE tidak dapat dipergunakan pada pemeriksaan aorta
desendens. Sedangkan USG hanya dapat memeriksa aneurisma di distal dari arteri
renalis, oleh karena daerah suprarenal dan torakal tertutup oleh jaringan paru.
Pemeriksaan CT-scan terutama spiral CT-scan merupakan pemeriksaan penting dalam
mendiagnosis aneurisma aorta, dan dapat menjadi pengganti pemeriksaan aortografi
bila terdapat kontraindikasi penggunaan zat kontras.
Pemeriksaan aortografi sampai saat ini masih menjadi gold standard pemeriksaan dalam
mendiagnosis thoracoabdominalis aortic aneurys.
PENANGANAN
1. Operatif
Bedah elektif. Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien aneurisma asimtomatik
bergantung dari risiko aneurisma tersebut mengalami ruptur. Pembedahan elektif
dilakukan bila diameter lebih dari 50 mm.
Komplikasi dini yang terjadi setelah operasi elektif meliputi iskemia jantung, aritmia, dan
gagal jantung kongestif (15%), insufisiensi pulmonal (8%), kerusakan ginjal (6%),
perdarahan (4%), tromboemboli distal (3%), dan infeksi luka (2%).
Bedah darurat. Pasien dengan dugaan ruptur aneurisma perlu dipertimbangkan
dilakukan bedah darurat. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kematian
selama pembedahan adalah usia lebih dari 80 tahun, kesadaran menurun, konsentrasi
Hb rendah, cardiac arrest, penyakit kardiorespiratori parah.
Bedah Konvensional. Bedah konvensional adalah dengan menggunakan graft
prosthetic. Pemasangan graft dinilai efektif, dan kematian 30 harinya hanya 5%. Risiko
kematian paska pemasangan graft bergantung dari status kesehatan pasien.
Endovaskular stent atau endoprotesis. Merupakan alat yang dimasukkan secara
endovaskular melalui arteri femoralis. Endoprotesis ini seperti selang yang diameternya
dapat dibuat sedimikian rupa hingga menyerupai diameter arteri normal. Dengan adanya
selang ini, darah hanya mengalir melalui selang tersebut, tidak lagi melalui kantung
aneurisma. Akibatnya, risiko trombosis dan ruptur berkurang. Untuk menjaga agar
diameter selang tidak berubah, maka pada selang digunakan stent.
Masalah yang sering ditemui saat pemasangan stent diantaranya pemasangan yang
tidak mudah. Diperlukan dokter yang kompeten untuk melakukannya. Sering pula stent
sulit diarahkan ke pembuluh darah yang menjadi tujuan karena biasanya pembuluh
darah teroklusi oleh trombus. Pada bebarapa kasus, aorta ditemukan tidak lurus
melainkan berkelok-kelok. Hal itu makin menambah daftar masalah pemasangan stent.
Keuntungan endovaskular stent daripada bedah konvensional yaitu : tidak memerlukan
insisi abdomen, tidak perlu diseksi retroperitoneal, meningkatkan fungsi perioperatif
kardiorespiratorik, mengurangi respon stress metabolik selama operasi, meningkatkan
fungsi ginjal dan gastrointestinal, dan mengurangi waktu rawat inap
2. Kendalikan faktor risiko
Terapi non-operatif atau obat-obatan dapat diberikan berupa beta bloker, dimana obat ini
diperkirakan mampu menurunkan laju pelebaran dan risiko ruptur dari abdominal aortic
aneurysm.
Yang tidak kalah pentingnya adalah mengendalikan faktor risiko seperti
hiperkolesterolemia dan hipertensi. Merokok sebisa mungkin dihentikan. Aneurisma
yang terlalu kecil untuk dibedah sebaiknya dipantau secara bertahap untuk menilai
perkembangan diameternya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2008-last update), “Aneurisma Aorta Abdominalis”, (Mentorhealthcare), Available :
http://www.mentorhealthcare.com/news.php?nID=173&action=detail (Accessed : 28
Juli 2008)
Anonim (2008-last update), “Aneurisma Aorta Torako-Abdominal”, (Website Bedah Toraks
Kardiovaskular Indonesia), Available : http://www.bedahtkv.com/index.php?/e-
Education/Vaskular/Aneurisma-Aorta-Torako-Abdominal.html-index (Accessed : 28
Juli 2008)
Braunwald, Eugene.1996.Textbook of Heart Disease, 5th ed, McGraw-Hill Companies, USA
Topol, Eric J.2002.Textbook of Cardiovascular Medicine, 2nd ed, Philadelphia