analisis wacana pada kumpulan cerpen bh karya emha...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS WACANA
KUMPULAN CERPEN "BH" KARYA EMHA AINUN NAJIB
Skripsi
Diajukan kapada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai
Gelar Sarjana Sosial Islam
Oleh:
SAHABUDIN
NIM : 102051025614
Di bawah bimbingan:
Dra. Armawati Arbi. M.Si
NIP : 150246288
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
ii
ANALISIS WACANA
KUMPULAN CERPEN "BH" KARYA EMHA AINUN NAJIB
Oleh:
SAHABUDIN NIM : 102051025614
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
iii
ABSTRAK
ANALISIS WACANA PADA KUMPULAN CERPEN “BH”
KARYA EMHA AINUN NAJIB
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk berdakwah, misalnya berdakwah
melalui sastra sebagaimana yang dilakukan Emha Ainun Najib dalam kumpulan cerpennya yang baertajuk “BH”. Judul ini terlihat unik dan mungkin sedikit fulgar,
namun di balik semua itu, terdapat pesan-pesan yang dapat kita ambil, khususnya pesan-
pesan dakwah.
Melihat konteks di atas, kemudian timbul pertanyaan, bagaimana pesan-pesan
dakwah yang disampaikan dalam kumpulan cerpen tersebut?.Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, penulis dituntun oleh tiga sub-pertanyaan; (1) Bagaimana wacana
yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu dalam Kumpulan
Cerpen “BH”?, (2) Bagaimana kognisi pengarang dalam memahami seseorang atau
peristiwa tertentu yang dianalisis dalam Kumpulan Cerpen “BH”?, (3) Bagaimana
wacana (konteks sosial) yang berkembang dalam masyarakat dengan penggambaran
seseorang atau peristiwa tertentu dalam Kumpulan Cerpen “BH”?
Dalam kumpulan cerpennya ini, Emha mengajak para pembacanya untuk
menengok dan melihat lebih dalam lautan hikmah yang terjadi dalam kehidupan realitas
sosial. Kumpulan cerpen ini bisa disebut buku pemikiran, di mana pembaca di ajak berpikir dan merenungi lebih dalam bagaimana suatu peristiwa itu terjadi dan ada apa di
balik kejadian itu?, itulah yang disebut hikmah yang Emha ingin sampaikan melalui cerpennya ini.
Teori Analisi Wacana Teun Van Djik adalah teori yang tepat untuk melihat bagaimana hikmah itu disampaikan. Menurut Van Djik ada tiga dimensi analisis wacana
dalam memahami suatu teks, yaitu: analisis teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Melalui penelitian yang mendalam dan wawancara langsung dengan Emha
Ainun Najib dan Penerbit Buku Kompas, akhirnya ketiga pertanyaan di atas dapat
terjawab. Dari segi teks dapat dilihat dari sisi tematik, skematik, semantik, sintaksis,
stilistik, retoris. Sedangkan dari segi kognisi sosial, khususnya kognisi pengarang dalam
memahami suatu peristiwa tertentu, semuanya terjadi secara spontan dibantu oleh
kreatifitas pengarang itu sendiri. Sedangkan proses produksi teks sehingga menjadi satu
buku dilakukan oleh Penerbit Buku Kompas, dengan mengumpulkan cerepn-cerpen
Emha yang dimuat di Kompas dan media lainnya dan cerpen yang dikirim oleh Emha
langsung. Kemudian dari segi konteks sosial, karya Emha ini memang bertemakan
sosial dan menggambarkan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan keseharian kita.
Namun tidak sampai di situ, tapi bagaimana melihat hikmah yang terjadi dari kejadian
tersebut.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pesan dakwah yang terdapat dalam
Kumpulan Cerpen “BH “disajikan melalui tiga dimensi analisis wacana; Teks, Kognisi Sosial dan Konteks Sosial.
iv
KATA PENGANTAR
��� ا ا���� ا�����
Tiada kata yang dapat terucapkan pada saat ini kecuali kata syukur dan terima
kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan segalanya kepada hambanya ini baik
itu berupa keimanan, keislaman dan juga kesehatan yang sangat berguna sehingga
penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi ini. Walaupun penulis menyadari masih
jauh dari kesempurnaan karena masih banyak terdapat kekurangan yang tak lain adalah
dari kebodohan penulis sendiri.
Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan keharibaan junjungan Nabi
Muhammad SAW, penghulu para nabi dan rasul, yang dengan sebab kehadirannya kita
bisa bahagia. Semoga Islam yang beliau sebarkan di bumi ini terus disyiarkan oleh
pengikutnya hingga kiamat kelak.
Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis tak lupa mengucapkan rasa terima
kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
meyelesaikan pembuatan skripsi ini secara langsung ataupun tidak. Ucapan terima kasih
yang tak terhingga ini penulis hanturkan kepada:
1. Bapak Dr. Murodi. MA sebagai Dekan Fakultas Dakwah, Bapak Dr. Arif Subhan.
MA sebagai Pudek I Fakultas Dakwah, Drs. H. Mahmud Jalal. MA sebagai Pudek II
Fakultas Dakwah dan Bapak Drs. Study Rizal LK. MA sebagai Pudek III Fakultas
Dakwah
2. Bapak Drs. Wahidin Saputra M.Ag sebagai Ketua Jurusan KPI, Ibu Dra. Umi
Musyarofah. MA sebagai Sekretaris Jurusan KPI, serta segenap staf Fakultas
Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
v
3. Ibu Dra. Armawati Arbi. M.Si sebagai Dosen Pembimbing penulis yang telah
memberikan arahannya kepada penulis dalam membuat karya ilmiah ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Faktultas Dakwah yang telah memberikan ilmunya kepada
penulis sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis, mudah-
mudahan tetap komitmen dalam menjalankan tugas sucinya.
5. Bapak Emha Ainun Najib sebagai narasumber yang telah memberikan keterangan
berupa data mengenai cerpennya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
ini dengan lancar.
6. Forum Kenduri Cinta yang telah membantu mempertemukan penulis dengan Emha
Ainun Najib. Terima kasih atas bantuannya. Semoga Kenduri Cinta tetap eksis
dalam memberikan ide-ide baru dalam rangka pencerahan masyarakat.
7. Bapak Irwan Suhanda sebagai Staf Redaksi Penerbit Buku Kompas yang sangat
kooperatif dalam memberikan data-datanya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyempurnakan data yang diperlukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Pimpinan Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan
Fakultas Dakwah dan juga Bapak pimpinan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama
yang telah memberikan pinjaman bukunya guna melengkapi data yang penulis
butuhkan.
9. Ibunda tercinta dan juga ayahanda yang dengan cinta dan pengorbanannya, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman baikku Mustopa, Mansur dan Rohmani terima kasih atas dukungan dan
semangat yang kalian berikan dan juga teman-temanku yang lain yang selalu ada di
saat penulis susah maupun senang.
vi
11. Rita Fauziah, Mansyur, Lisa dan teman-teman lain seperjuanganku di KPI E.
semoga kalian sukses selalu. Persahabatan kita tak akan kulupakan.
12. “Putri Hwang-Koe, makasih atas motivasi dan semangat yang kamu berikan.
Akhirnya penulis hanya dapat berdo’a semoga amal shaleh mereka dibalas oleh
Allah SWT dengan balasan yang sebaik-baiknya
Tangerang, 3 Juni 2008
Penulis
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah telah menghendaki Islam untuk menjadi sebuah risalah universal yang
abadi, yaitu sebagai petunjuk Allah untuk semua manusia dari segala bangsa (umat),
segala kelas sosial, segala individu dan segala generasi.1
Umat Islam adalah pedukung amanah, untuk meneruskan risalah dengan
dakwah; baik sebagai umat kepada umat-umat yang lain, ataupun selaku perseorangan
di tempat manapun mereka berada, menurut kemampuan masing-masing.2
Banyak hal yang dapat digunakan sebagai media dakwah, salah satunya adalah
dengan cerita, baik berupa cerita yang panjang dan sistematis seperti novel, maupun
cerita pendek yang menarik seperti cerpen. Cerpen merupakan sebuah prosa yang dapat
dijadikan sebagai media dakwah. Ceritanya yang pendek dan menarik membuat cerpen
menjadi sebuah bacaan yang menarik untuk dibaca baik oleh remaja maupun orang
dewasa.
Pemanfaatan cerpen sebagai media dakwah kini bukan menjadi hal yang baru,
banyak cerpenis-cerpenis muda yang telah sukses membuat pembaca terbawa dengan
cerita yang dibuatnya, sehinggga cerpen kerap kali menjadi sebuah bacaan hiburan dan
dakwah yang diandalkan dalam media-media cetak, baik koran harian, tabloit, ataupun
majalah
Judul dalam cerpen terkadang menjadi bumbu yang dapat memancing pembaca
dan membuatnya penasaran, sehinggga ketika melihat judul cerpen tersebut, pembaca
1 Yusuf Al-Qardhawi, Pengantar Kajian Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997), Cet. Ke-2,
h. 142 2 Mohammad Natsir, Fiqhud Dakwah, (Kakarta: Yayasan Cipta Selecta, 1996), Cet. Ke-10, h.
109
viii
sudah tergoda untuk membaca cerpen tersebut. Seperti halnya kumpulan cerpen yang
dibuat oleh salah seorang tokoh sastra dan budayawan Indonesia Emha Ainun Najib.
Kumpulan cerpen-cerpen ini kemudian dirampungkan dalam sebuah buku yang berjudul
Kumpulan Cerpen “BH”, orang mungkin akan berpikir hal-hal kotor ketika membaca
judul tersebut, padahal ketika dibaca, cerita tersebut berisi gambaran kehidupan sosial
masyarakat yang erat dengan hubungannya dengan sesama dan Tuhan, atau dengan
istilah lain hablumminallah dan hablumminannas.
Dengan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk membuat sebuah skripsi
dengan judul “Analisis Wacana Kumpulan Cerpen BH Karya Emha Ainun Najib.” Hal
ini berdasarkan atas alasan-alasan berikut:
Pertama, seiring dengan berjalannya waktu, karya-karya sastra seperti cerpen
sudah mulai banyak digemari dan digandrungi oleh para penikmatnya, khususnya
cerpen-cerpen yang mengangkat sisi-sisi kemanusiaan dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari, seperti apa yang disajikan oleh Emha dalam kumpulan cerpennya yang
berjudul “BH”.
Kedua, walaupun terlihat fulgar, cerpen-cerpen Emha bagi penulis mampu
mengurai lautan hikmah dalam tiap laku kemanusiaan kita, lingkungan sekitar kita
sesederhana dan sekecil apapun yang sering luput dari perhatian kita dengan senantiasa
mengasah kelembutan serta kedalaman rasa dan pikir., setidaknya bagi penulis buku
Emha yang satu ini adalah juga buku pemikiran. Apapun yang bisa membuat kita
berpikir dan menyadari sesuatu yang berharga dari kehidupan.
B. Pembatasan dan Perumusan masalah
1. Batasan Masalah
ix
Pembahasan dalam skripsi ini hanya dibatasi 5 judul cerpen dari 15 judul cerpen
yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen “BH” karya Emha Ainun Najib. Hal ini
dengan alasan bahwa kelima judul tersebut banyak mengandung pesan dakwah dalam
isi ceritanya.Kelima judul tersebut adalah:
a. BH
b. Kepala Kampung
c. Ambang
d. Podium
e. Di Belakangku
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau
peristiwa tertentu yang terdapat kelima cerpen dari kumpulan cerpen ”BH”?
b. Bagaiman kognisi pengarang dalam memahami seseorang atau peristiwa
yang dianalisis dalam kelima cerpen dari kumpulan cerpen ”BH”?
c. Bagaimana wacana (konteks sosial) yang berkembang dalam masyarakat
dengan penggambaran seseorang atau peristiwa tertentu dalam kelima cerpen
dari kumpulan cerpen ”BH”?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan Pokok Permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bagaimana wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang
atau peristiwa tertentu dari kelima cerpen dalam kumpulan cerpen ”BH”.
x
2. Mengetahui bagaimana kognisi pengarang dalam memehami seseorang atau
peristiwa tertentu yang akan dianalisis dari kelima cerpen dalam kumpulan
cerpen ”BH”.
3. Memahami bagaimana wacana (konteks sosial) yang berkembang dalam
masyarakat dengan penggambaran seseorang atau peristiwa tertentu dari kelima
cerpen dalam kumpulan cerpen ”BH”.
D. Metodologi Penelitian
Pada penelitian kali ini digunakan pendekatan analisis wacana (discourse
analisis) dengan menggunakan paradigma konstruktifisme yang menyatakan bahwa
fakta merupakan konstruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta bersifat relatif, berlaku
sesuai konteks tertentu.3
Dalam hal ini, analisis wacana merupakan salah satu alternatif teknik penelitian
untuk memperoleh gambaran isi pesan selain analisis isi kuantitatif. Melalui analisis
wacana tidak hanya mengetahui isi pesan yang disampaikan, tetapi juga bagaimana
pesan itu disampaikan. Karena analisis wacana merupakan studi tentang struktur pesan
dalam analisisnya, analisis wacana lebih bersifat kualitatif, karena analisis wacana lebih
menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori seperti analisis
isi kuantitatif. Unsur penting dalam analisis wacana adalah kepaduan (coherence), dan
kesatuan (unity) serta penafsiran peneliti.4
Adapun model analisis wacana yang banyak dipakai adalah model Teun A. Van
Dijk. Modelnya kerap disebut sebagai kognisi sosial. Istilah ini sebenarnya diadopsi dari
pendekatan lapangan psikologi sosial, terutama untuk menjelaskan struktur dan proses
3 Dedy Mulyana, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS,
2002), Cet. Ke-1, h. 19 4 Alex Sobur, Analisis Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana dan Framing. (Bandung:
PT. Remja Rosda Karya, 2002), Cet. Ke-2, h. 68
xi
terbentuknya teks. Menurutnya, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan
pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari satu praktek produksi yang harus
diamati.5
Oleh karena itu, Van Dijk menggambarkan wacana dalam tiga dimensi: teks,
kognisi sosial, dan konteks sosial. Bila digambarkan, maka skema penelitian dan
metode yang bisa dilakukan dalam kerangka Van Dijk adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Skema dan Metode Penelitian Van Dijk6
STRUKTUR METODE
Teks
Menganalisa bagaimana wacana yang
dipakai untuk menggambarkan seseorang
atau peristiwa tertentu.
Critical Linguistiq
- Tematik
- Skematik
- Semantik
- Sintaksis
- Stilistik
- Retoris
Kognisi Sosial
Menganalisa bagaimana kognisi
pengarang dalam memahami seseorang
atau peristiwa tertentu yang akan
dianalissis.
Interview/wawancara
Konteks Sosial
Menganalisa bagaimana wacana
(konteks sosial) yang berkembang dalam masyarakat dengan penggambaran
seseorang atau peristiwa tertentu .
Studi Pustaka
1. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah cerpen “BH” sebagai salah satu judul sentral yang
terdapat dalam buku kumpulan cerpen karya Emha Ainun Najib dan objek penelitiannya
adalah wacana di dalam pesan-pesan dakwah pada cerpen tersebut.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi Teks
5 Eriyanto, Analisis Wacana, (yogyakarta: LkiS, 2003), Cet. Ke-3, h. 270
6 Ibid., h. 275
xii
Sebagai metode ilmiah, observasi adalah suatu cara penelitian untuk
memperoleh data dalam bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena
yang diselidiki.7
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi teks yaitu pengamatan untuk
menganalisis isi makna pesan yang terdapat di dalamnya, kemudian dilakukan
pengamatan dengan sistematis fenomena yang terdapat dalam teks tersebut sebagai
objek penelitian yaitu teks cerpen “BH” pada buku kumpulan cepen “BH” karya Emha
Ainun Najib.
b. Interview (Wawancara)
Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab
sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.8
Penulis melakukan wawancara bebas terpimpin, yaitu pertanyaan yang diajukan, penulis
tidak hanya berpedoman pada sistematika pertanyaan yang telah disediakan tetapi juga
pemberi data dapat menjawab dengan bebas dan terbuka.
Pada penelitian ini, penulis akan melakukan wawancara dengan Cak Nun, nama
yang kita ketahui sebagai nama panggilan akrab Emha Ainun Najib tentang buku
kumpulan cerpennya khususnya cerpen yang berjudul “BH” dan bagaiman proses
pengambilan judul tersebut.
c. Dokumentasi
Penulis menghimpun data-data dan literatur yang berkaitan dengan penulisan
skripsi ini yang didapat melalui penelitian kepustakaan.
3. Teknik Olah Data
7 Sutrisno, Metodologi Researce, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h. 192
8 Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta: BPFE-UI, 1995), h. 62
xiii
Untuk penelitian ini, pengolahan data akan disesuaikan dengan kerangka analisis
wacana yang dikemukakan oleh Teun Van Dijk, yaitu meneliti dari analisis teks, kognisi
sosial, dan konteks sosial.
4. Teknik Analisis Data
a. Proses Penafsiran Data
Dasar dari analisis wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana
merupakan bagian dari metode interpretative yang mengandalkan interpretasi dan
penafsiran peneliti.
Dalam tahap ini, penulis akan memperlihatkan data-data yang terdapat dalam
data utama yaitu cerpen “BH”, kemudian akan ditafsirkan oleh peneliti dengan
disesuaikan pada kerangka dalam analisis wacana.
b. Penyimpulan hasil penelitian
Dalam tahap ini, kesimpulan yang akan diambil oleh peneliti dengan
mendasarkan pada semua data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian.
Pada teknik penulisan penelitian ini, penulis mengacu pada buku pedoman penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, terbitan UIN Press tahun 2007.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan penulis terdiri dari lima bab yang disesuiakan dengan pokok permasalahan yang hendak
dibahas. Adapun sistematika penulisan secara lengkap adalah sebagai berikut:
BAB I Yaitu pendahuluan yang terdiri atar latar belakang masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penulisan, metode penelitian yang digunakan, dan sistematika penulisan.
BAB II Yaitu Tinjauan teoritis dari cerpen, dan dakwah islamiyah. Berisikan tentang cerpen sebagai media
dakwah mencakup pengertian dakwah dan cerpen secara garis besar, membahas bagaimana wacana yang dibangun oleh pengarang, dan juga membahas konsep dan model analisis wacana Van Dijk.
BAB
III
Berisikan Profil pengarang cerpen yaitu Emha Ainun Najib, dan gambaran umum dari kumpulan
cerpen BH.
BAB
IV
Yaitu Analisis cerpen “BH”. Analisis wacana pesan dakwah cerpen “BH” yang terdapat dalam buku
kumpulan cerpen “BH” karya Emha Ainun Najib meliputi gagasan atau ide cerpen dan analisa data.
BAB V Bab ini adalah bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran yang membangun demi
perkembangan dakwah Islamiyah.
xiv
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Kerangka Teoritis
Dalam kerangka teoritis kali ini, penulis menggunakan teori Agenda Setting.
Teori ini ditemukan oleh McComb dan Donald L. Shaw sekitar 1968. Teori ini
mempunyai kesamaan dengan teori peluru yang mengangap media mempunyai
kekuatan memengaruhi khalayak. Bedanya teori peluru memfokuskan pada sikap
(afektif), pendapat atau bahkan perilaku. Agenda setting memfokuskan pada kesadaran
dan pengetahuan (kognitif)9. Teori ini sesuai dengan apa yang Emha Ainun Najib
sampaikan dalam kumpulan cerpennya kali ini. Di mana Emha ingin mengajak para
pembacanya untuk berpikir dan menyadari betapa berharganya setiap kejadian yang
terjadi di sekeliling kita, menyadari betapa banyak hikmah yang dapat kita ambil dari
kejadian itu.
Model ini mempunyai asumsi bahwa ada hubungan positif antara penilaian yang
diberikan media pada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak pada
persoalan tersebut. Jadi, jika suatu persoalan dianggap penting oleh suatu media, maka
persoalan itu akan dianggap penting oleh masyarakat sebaliknya jika persoalan
dianggap tidak penting oleh suatu media, maka persoalan itu juga akan dianggap tidak
penting oleh masyarakat.
Asumsi dasarnya adalah: To tell what to think about membentuk persepsi
khalayak tentang apa yang dianggap penting. Dasar pemikirannya adalah: di antara
berbagai topik yang dimuat media massa, topik yang lebih banyak mendapat perhatian
dari media massa akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya, akan dianggap penting
9 Rahmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta:Kencana, 2007), Cet. Ke-2, h.
220
xv
dalam suatu periode tertentu, dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang dapat
perhatian dari media massa.10
Stephen W. Littlejohn (1996: 361) mengutip Rogers & Dearing mengatakan
bahwa fungsi agenda setting merupakan proses linier yang terdiri dari tiga bagian.
Pertama, Agenda media ini harus disusun oleh awak media. Kedua, agenda media
dalam berbagai hal memengaruhi atau berinteraksi dengan Agenda Publik atau naluri
publik tentang pentingnya isu, yang nantinya memengaruhi Agenda Kebijakan. Ketiga,
Agenda Kebijakan (policy) adalah apa yang dipikirkan oleh para pembuat kebijakan
publik dan privat penting atau pembuatan kebijakan publik yang dianggap penting oleh
publik.
Dalam persinya yang paling sederhana dan paling langsung, teori agenda setting
meramalkan agenda media memengaruhi agenda public dan pada gilirannya , agenda
publik memengaruhi agenda kebijakan.11
Model Agenda Setting12
Variabel Variabel Variabel Variabel Efek
Media Massa Antara Efek Lanjutan
- Panjang - Sifat Stimulus - Pengenalan - Persepsi
- Penonjolan - Sifat Khalayak - Salience - Aksi
- Konflik - Prioritas
10
Jumroni dan Suhaimi, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Press, 2006), Cet.
Ke-1, h. 54-55 11
Rahmat Kriyantono, Op. Cit.,h. 221 12 Ibid., h. 222-223
Agenda Media Agenda Publik Agenda Kebijakan
xvi
B. Ruang Lingkup Dakwah
1. Pengertian dan Tujuan Dakwah
Ditinjau dari segi etimologi kata dakwah berasal dari bahasa Arab yang
berbentuk masdar. Sedangkan kata kerjanya (fi’il) adalah yang bererti menyeru,
memanggil, mengajak, menjamu.13 Arti dakwah seperti ini sering kali dijumpai dalam
ayat-ayat Alqurqn, seperti:
������ ���� ������ ������
���☺���������� ��� �"#�☺�$���%
���&'(������ ) *,�$�-.�/�%
0123$���� 4��5 6'(78%9 � :;��
��<��� �#=5 >*?7%9 6�☺�� :�'@ 6�
A�9������� ) �#=5�% >*?7%9
�BC�-�D7,☺�$���� E@F�
Artinya :
“ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan jalan hikmah dan pelajaran yang
baik serta bantahlah mereka dengan jalan yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
lebih mengetahui antara siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS : An-nahl: 125)
Para pemikir Islam mengemukakan definisi tentang dakwah menurut redaksi dan
susunan bahasa mereka masing-masing, diantaranya adalah sebagai berikut :
Menurut M. Isa Anshari dakwah yaitu “ menyampaikan seruan Islam, mengajak
dan memanggil umat manusia, agar menerima dan mempercyai keyakinan dan hidup
Islam”. 14
13
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, ( Jakarta :Yayasan Penyelenggaraan
Penerjemah/penafsiran Alquran, 1973), h. 127 14
Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjau Aspek dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta :
Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. Ke-1, h. 26
xvii
Lebih jauh Ki M.A. Mahfoeld mengartikan dakwah yaitu “panggilan yang
tujuannya untuk menbangkitkan keinsyafan orang agar kembali ke jalan Allah SWT
yang sifatnya adalah ekspansif, memperbesar jumlah orang yang berada di jalan Allah
SWT”.15
Senada dengan M. Isa Anshari, A. Hasjmy mengatakan dakwah yaitu “mengjak
orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syari’at Islam yang terlebih
dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri”.16
Dari berbagai definisi yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa dakwah merupakan suatu kegiatan/usaha untuk mengajak individu maupun
golongan agar mengikuti ajaran islam dan merealisasikannya dalam kehidupan yang
tercermin melalui sikap dan tingkah laku yang dapat dilakukan dalam berbagi cara dan
metode-metode tertentu dengan tujuan mendapatkan kehidupan yang lebih baik di dunia
maupun di akhirat.
Dakwah bertujuan untuk mengajak kepada syari’at dan menelaahnya dalam
persoalan hidup, baik hidup perseorangan, berumah tangga, berjamaah, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dakwah juga dapat memanggil kepada tujuan hidup yang
hakiki yakni menyembah Allah.17
Selain dakwah juga bertujuan untuk menumbuhkan
pengertian, kesadaran, penghayatan pengamalan ajaran agama yang dibawa oleh aparat
dakwah atau penerang agma (da’i).18
Dengan demikian tujuan dakwah adalah
menerapkan ajaran agama Islam kepada setiap insan.
15
Ibid., h. 27 16
A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 87 17
M. Natsir, Dakwah dan Pemikirannya, ( Jakarta : Gema Insani Press, 1999), cet. Ke-1, h. 70 18
M. Arifin, Psikologi Dakwah (suatu pengantar studi). (Jakarta : Bumi Aksara, 1993), cet. Ke-
2 , h.3-4
xviii
2. Media Dakwah
Media merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam aktivitas kehidupan
manusia bahkan menurut juru media manusia menjadi sasaran media. Dalam kamus
komunikasi pengertian media adalah sarana yang dpergunakan oleh komunikator
sebagai saluran untuk menyampaikan suatu pesan kepada komunikan, apabila
komunikan jauh tempatnya, banyak jumlahnya atau kedua-duanya.
Maka dakwah sebagai bagian dari aktivitas komunikasi sangat memerlukan
media agar dapat menunjang proses kegiatan dakwah sehingga tujuan dakwah dapat
tercapai.
Berdasarkan pengertian di atas, media dakwah yang dimaksud dapat berupa
barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu dan sebaginya.
3. Metode Dakwah
Metode dakwah sangat diperlukan dalam proses dakwah guna keberhasilan
dakwah Islam, tanpa metode dakwah yang tepat dan sesuai dengan kontekstualnya maka
sulit rasanya perkembangan dakwah akan berhasil dengan baik. Terlebih lagi di zaman
modern ini sasaran dakwah semakin kompleks dan hiterogen dan pelaksanaan dakwah
dituntut secara metodologis agar dapat sesuai dengan perubahan dan perkembangan
zaman.metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i
(komunikator) kepada mad’u (komunikan) untuk mencapai suatu tujuan atas dasar
hikmah dan kasih saying.19
Metode dakwah dapat diaktualisasikan melalui dakwah yang disampaikan
dengan hikmah, mauizhoh hasanah, mujadilah, dengan cara yang baik dan tidak
menggunakan paksaan atau kekerasan.
19
Munjir Suparta dan Harjani Helfi, Metode Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2003), cet. Ke-
1, h. lih. Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, h. 43
xix
C. Ruang Lingkup Cerpen
1. Pengertian Cerpen
Cerpen (cerita pendek) adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang
memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan daripada satu tokoh dalam
satu situasi (pada suatu situasi).20
Menurut Jakob Sumarjo, dalam wujud fisiknya cerpen adalah cerita yang
pendek. Tapi tentang panjang dan pendeknya orang bisa berdebat. Pendek di sini bisa
berarti cerita yang habis dibaca selama sekitar sepuluh menit, atau sekitar setengah jam.
Cerita yang dapat dibaca sekali duduk. Atau cerita yang terdiri dari sekitar lima ratus
kata bahkan ada yang terdiri dari tiga puluh ribu kata.21
Lebih lanjut Henry Tarigan dalam bukunya prinsip-prinsip dasar sastra mengutip
beberapa definisi cerpen antara lain:
Ellwry Sedwick, menyatakan bahwa cerpen adalah penyajian suatu keadaan
tersendiri atau suatu kelompok yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa
pembaca.
Nugroho Noto Susanto menyatakan bahwa cerpen adalah cerita yang
panjangnya di sekitar lima ribu kata atau tujuh belas halaman kuarto spasi rangkap yang
terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri.
Ajip Rosidi membiri batasan dan keterangan bahwa cerpen adalah cerita yang
pendek dan merupakan suatu kebetulan ide, sebuah cerpen adlah lengkap, bulat dan
singkat.22
20
Dep. Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1988), cet. Ke-1, h. 165 21
Jakob Sumarjo, Seluk Beluk dan Petunjuk Menulis Cerita Pendek 22 Henry Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Padang: Angkasa, 1993), cet. Ke-10, h. 17
xx
Jadi cerpen merupakan sebuah cerita yang pendek dalam bentuk wujud fiksinya
yakni dapat dibaca dalam kurun waktu singkat. Dan memberi arti sebuah cerpen, pada
dasarnya mencari tema yang dikandung oleh cerpen tersebut.
Ciri essensial pertama dari cerpen adalah wujud fisiknya, yakni singkat, kedua,
sifat naratifnya atau ceritanya. Cerpen harus naratif dan pendek. Dan ciri essensial
ketiga, cerpen adalah fiksi, fiksi yang berarti ciptaan atau rekaan (fiktif).23
Meskipun cerpen merupakan fiksi, tapi ia harus berdasarkan realitas yang berarti
dapat terjadi seperti itu. Maka salahlah anggapan sementara orang bahwa membaca fiksi
(novel atau cerpen) hanyalah membuang waktu.
Orang membaca fiksi berarti orang ikut terjun menghayati pengalaman
seseorang. Dalam membaca cerpen atau kita mengidentifikasi diri dengan tokoh cerita
sehingga kita sendiri seakan ikut mengalami pengalaman, perubahan, perasaannya.24
2. Unsur-unsur Cerpen
Untuk memahami sebuah karya sastra dibutuhkan seperangkat ilmu yang
memadai sebagai bahan pelengkap agar daya apresiasi dapat mencerna dengan baik.
Perihal semacam ini sejalan dengan pengertian mengarang yang dikemukakan oleh
Cipta Loka Caraka. Mengarang adalah mengungkapkan sesuatu secara jujur tanpa rasa
emosionil yang berlebih-lebihan, realitas, dan tidak menghamburkan-hamburkan kata
secara tak jelas. Pengungkapan mesti jelas dan teratur, sehingga meyakinkan para
pembaca. Maka uraian harus mencerminkan bahwa pengarang sungguh-sungguh dan
mengerti atau menghayati apa yang diuraikan itu.25
23
Jakob Sumarjo, Op. Cit., h. 8-9 24
Ibid, h. 9 25 Cipta Loka Caraka, Teknik Mengarang, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), cet. Ke- 14, h. 8
xxi
Untuk meningkatkan daya apresiasi pembaca dengan baik, maka seseorang
pengarang harus mempunyai prinsip-prinsip dalam membuat karangan tersebut.
Menurut Jakob Sumardjo ada beberapa unsur (prinsip) dalam cerpen diantaranya:
a. Gagasan, menjadi premis utama cerita atau ide yang akan diuraikan dalam
cerita.
b. Alur, sering kali disebut Plot (rangkaian peristiwa sehingga tergambar
bagaimana uraian kejadian.
c. Penokohan.
d. Latar atau setting, menjelaskan mengenai dimensi ruang dan waktu.
e. Sudut Pandang, merupakan posisi penulis/ pengarang cerita.
f. Gaya, cara khas pengungkapan seseorang.
g. Suasana atau rasa.26
D. Cerpen Sebagai Media Dakwah
Dakwah dalam Islam adalah mengajak manusia dengan cara yang bijaksana
kepada jalan yang yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk keselamatan dan
kebahagiaan mereka di dunia maupun di akhirat.
Dakwah juga bisa diartikan sebagi sebuah kegiatan komunikasi melalui media
cetak. Untuk itu dalam kegiatan dakwah terdapat komponen-komponen komunikasi.
Seperti tersirat dalam definisi klasik dari Lasswell “who says what in which channel to
whom with what effect”.27
“Who says” adalah da’i, “what”, adalah pesan dakwah, “in
which channel”, adalah media dakwah, “to whom” adalah sasaran dakwah dan “with
what effect” adalah efek dakwahnya.
26
Ibid. h.15-40 27
Hafied Cangra, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), Cet.
Ke-1. h. 78
xxii
Konsep Islam dan sastra sebenarnya adalah satu kaki dari kaki dakwah yang
lainnya. Sebagaimana yang dikatakan para ulama bahwa setiap kita adalah da’i. maka
tentu saja kita memposisikan diri sebagia da’i sebelum yang lain.28
Adapun sastra (cerpen) merupakan salah satu cabang seni yang berbeda dengan
cabang-cabang seni yang lainnya. Sastra menggunakan bahasa sebagai alat ukurnya.
Itulah sebabnya pemahaman bahasa dalam rangka apresiasi sastra merupakan hal yang
mutlak. Maka dapat dikatakan sastra merupakan aktualisasi bentuk-bentuk kehidupan.
Dengan menggunakan bahasa dari pengalaman seseorang.
Sudah selayaknya sebagai muslim dan muslimah berpikir bagimana menjadikan
sastra sebagi sarana dakwah yang bukan saja memberikan pencerahan fikriyah namun
juga pencerahan ruhiyah bagi para pembaca.
Dengan cerpen orang tidak merasa didakwahi atau dinasehati. Cerpen juga bisa
menasehati dengan menghibur. Cerpen artinya bereaksi terhadap realitas dan orang akan
bisa bercermin lewat cerpen.
28 Helvi Tiana Rosa, Sekali Lagi Tentang Sastra Islami, Annida, x, 1 (September, 2000), h. 36
xxiii
E. Konsep Wacana dan Model Analisis Teun Van Dijk
Istilah wacana sekarang ini dipakai sebagai terjemahan dari perkataan bahasa
Inggris discourse, kata discourse inipun berasal dari bahasa Latin diskursus, dis: dari,
dalam arah yang berbeda dan currere: lari, sehingga berarti lari kian kemari.
Pemakaian istilah wacana memiliki perbedaan makna, ini dikarenakan
perbedaan disiplin ilmu yang memakainya. Bahkan kamus, kalau dianggap merujuk
pada referensi yang yang objetif, juga memiliki definisi yang berbeda pula. Dalam salah
satu kamus bahasa Inggris terkemuka disebutkan bahwa wacana adalah: komunikasi
buah pikiran dalam kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan, konvensi atau
percakapan.29
Ismail Muharimin mengartikan wacana sebagai “kemampuan untuk maju (dalam
pembahasan) menurut urutan-urutan yang teratur dan semestinya”, dan “komunikasi
buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur”.30 Dari definisi ini,
wacana harus mempunyai dua unsur penting, yaitu kesatuan (unity) dan Kepaduan
(coherence).
Alex Sobur berupaya merangkum pengertian wacana dari berbagai pendapat, ia
memandang wacana sebagai “rangkaian ujar atau rangkaian tidak tutur yang
mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu
kasatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun non segmental
bahasa”.31
29
Ibid., h. 71 30
Ismail Muharimin, Menulis Secara Populer, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), h. 26 31 Alex Sobur, Op. Cit., h. 11
xxiv
Istilah analisis dalam kamus pintar bahasa Indonesia diartikan sebagia suatu sifat
penelitian, penguraian, kupasan. Sedangkan analisa adalah penyelidikan terhadap suatu
peristiwa untuk mengetahui keadaan sebenarnya.32
Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun
belakangan ini. Aliran-aliran linguistic selama ini membatasi penganalisaannya hanya
kepada soal kalimat, dan barulah belakangan ini sebagian ahli memalingkan
perhatiannya kepada penganalisaan wacana.33
Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan
dikembangkan oleh para ahli, model Van Dijk adalah model yang paling banyak
dipakai. Hal ini kemungkinan karena Van Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana
sehingga dapat didayagunakan dan dipakai secara praktis.34
Wacana oleh Van Dijk
digambarkan memiliki tiga dimensi yaitu: teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Ketiga
bagian ini adalah bagian yang integral dalam kerangka Van Dijk, untuk itulah Van Dijk
menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut dalam satu kesatuan analisis.
1. Teks
Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah struktur dari teks. Van Dijk melihat
suatu teks terdiri dari beberapa struktur atau tingkatan yang masing bagian saling
mendukung. Ia membaginya kedalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro, yaitu
makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topic atau tema yang diangkat oleh
suatu teks. Kedua, super struktur, yaitu: kerangka suatu teks, seperti bagian
pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan. Dan ketiga struktur mikro, yaitu makna
32
Hamis ST, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Pustaka Dua, 2000), cet. Ke-1, h. 34 33
A. Hamid Lubis, Analisis Wacana Pragmatis, (Bandung: Angkasa,1993), cet. Ke-1, h. 12 34 Alex Sobur, Op. Cit., h. 69
xxv
wacan yang dapat diamati dari suatu teks yakni; kata, kalimat, proposisi dan gaya yang
dipakai dari suatu teks.35
2. Kognisi Sosial
Dalam dimensi ini, menerangkan bagaimana teks diproduksi oleh pembuat teks,
cara memandang suatu realitas social yang melahirkan teks tertentu. Analisis kognisi
sosial menekankan bagaimana peristiwa dipahami, didefinisikan, dianalisis dan
ditafsirkan kemudian ditampilkan dalam suatu model dalam memori. Proses
terbentuknya teks yang demikian ini, tidak hanya bermakna mengetahui proses
terbentuknya teks, pada tahap ini pula dimasukkan informasi yang digunakan untuk
menulis dari suatu wacana tertentu.
3. Konteks Sosial
Konteks sosial adalah bagian dari wacana yang berkembang di masyarakat,
sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti
bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi oleh masyarakat.
Konteks sosial berusaha memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar
teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa. Titik perhatian dari analisis wacana adalah
menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi.
Konteks sangat penting dalam menentukan makna dari suati ajaran.
Dalam kerangka Van Djik, penelitian terhadap bagaimana wacana diproduksi
dalam masyarakat sangat diperlukan, sehingga dalam hal ini dapat dilihat mengenai teks
yang dihubungkan lebih jauh dengan strukrur sosial dan pengetahuan yang berkembang
atas suatu wacana.
35 Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKiS, 2003), Cet. Ke- 2, 225-226
xxvi
BAB III
PROFIL DAN GAMBARAN UMUM
A. Profil Emha Ainun Najib
1. Latar Belakang Keluarga
Muhammad Ainun Najib adalah wong Jombang. Muhammad disingkat menjadi
inisial M.H. yang pada akhirnya menjadi Emha.36 Ia adalah anak desa. Tepatnya desa
santri. Dari desa ia banyak mendapatkan pengalaman dan pelajaran tentang
kasederhanaan, kebersahajaan, kewajaran, dan kearifan hidup. Karena pelajaran besar
itulah Emha menganggap bahwa peran sosial bukan sebagai karir. Melainkan sebagai
kewajiban dan fungsi sosial yang mampu memberi makan kepada masyarakat. Karena
pelajaran besar itu pulalah, Emha tetap bertahan untuk hidup sederhana. Dikatakan
bertahan, karena secara ekonomis ia sesungguhnya mampu menyesuaikan diri dengan
gaya hidup kelas menengah yang borjuistic. Setiap hari ia masih makan di warung di
pinggir jalan. Sampai-sampai ia sakit karena kurang gizi.
Peraih bintang Medal of Islamic Excellence 2005 dari The Moslem News
(Inggris)37 yang juga dikenal dengan sapaan Cak Nun ini lahir pada hari Rabu Legi 27
Mei 1953 di Menturo, sumobito, Jombang, Jawa Timur. Menturo adalah pusat budaya
dan tradisi yang cukup penting bagi pengembaraan panjang Emha, baik dari dimensi
sosial, intelektual, kultural, maupun spiritual.38
36
Ian Leonard Betts, Jalan Sunyi Emha (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, Juni 2006), h. 1 37
Ibid., h. xi. 38
Emha Ainun Najib(Muhammad AinunNajib), Sedang Tuhan pun Cemburu, Refleksi
Sepanjang Jalan, (Yogyakarta: SIPRESS, Januari 1995), Cet. Ke-3, h. 305
xxvii
Emha adalah anak keempat dari lima belas bersaudara.39
Ayahnya bernama
Muhammad Abdul Latif, seorang kiai terpandang di desa Menturo, Sumobito, Jombang,
Jawa Timur. Sedangkan ibunya bernama Chalimah.40 Dari kedua orang tuanya inilah
yang sangat berpengaruh dalam pembentukan watak intelektual maupun prilaku
kehidupan sehari-sehari, terutama dalam bidang kesantrian Emha kecil.
Kepribadian Emha yang sangat kritis terhadap ketimpangan-ketimpangan
apapun yang terjadi di sekitarnya sudah tampak sejak ia masih anak-anak. Guru SD-nya
pun pernah merasakan kekritisan prilaku Emha ketika ia masih duduk sebagai siswa SD.
“Suatu ketika, Emha terlambat masuk sekolah. Resikonya ia dihukum
gurunya: berdiri di depan kelas sampai seluruh pelajaran selesai. Emha
konsekuen dengan aturan sekolah itu. Baginya aturan itu harus dijunjung
tinggi oleh siapapun. Maka ketika pada suatu hari gurunya pun terlambat
mengajar, Enha pun secara konsekuen menerapkan aturan itu. Ia menghukum
sang guru untuk memikul sepedanya keliling halaman sekolah! Tentu saja, sang guru merasa dilecehkan. Ia tersinggung berat. Ia marah. Ujungnya Emha
keluar dari SD itu, yang dianggap telah menerapkan aturan yang tidak adil”.41
Potongan kenangan masa silam itu hanyalah ilustrasi kecil dari daya kritis dan
“kenakalan” Emha yang mendorongnya untuk selalu menggugat ketidakadilan. Tak
peduli siapa pelakunya. Di depan Emha, semua sama. Termasuk ayah dan bundanya.
“Masih dalam rangkaian masa kecil Emha, suatu ketika ibunya memasak
makanan yang mewah. Tapi makanan itu hanya terbatas bagi keluarganya.
Tidak bisa dibagikan kepada para tetangganya yang hanya sehari-hari hanya
makan thiwul (nasi gaplek) atau nasi jagung. Emha protes keras. Makanan
yang siap disantap diobrak-abriknya. Baginya, tidak etis makan makanan yang
mewah di tengah orang-orang yang kesulitan makan. Lebih baik memasak
makanan yang sederhana tapi bisa dinikmati banyak orang. Protes ini dipahami
ayah dan ibu Emha. Bahkan mereka menganggap sikap kritis dan “kenakalan”
itu sebagai hal wajar dan wajib dikembangkan.
Boleh dikatakan maqam referensi pemahaman Islam yang dimiliki Emha sampai
sekarang adalah diperoleh dari kedua orang tuanya di mana ia dilahirkan. Dari beberapa
39
Ian Leonard Betts, Op. Cit., h.1 40
Emha Ainun Najib(Muhammad Ainun Najib), Op. Cit., h. 303 41 Emha Ainn Najib (Muhammad Ainun Najib). Loc.Cit., h. 303
xxviii
kisah di atas juga dapat ditelusuri mengenai pembentukan kepribadian Emha, ketika ia
tumbuh dan berkembang dalam asuhan dan kasih sayang kedua orang tuanya. Tentang
sosok kedua orang tuanya Emha mengungkapkan:
“Ayah saya adalah seorang petani dan kiai yang mempunyai sebuah
surau, tetapi dia adalah pemimpin masyarakat, tempat bertanya dan mengadu orang desa untuk berbagai masalah yang mereka hadapi. Begitu pula ibu saya.
Semua masalah yang tidak dapat mereka pecahkan mereka ajukan ke orang tua
saya untuk dipecahkan. Bahkan ketika saya masih dalam buaian., dan
kemudian menjadi anak kecil, saya sering kali dibawa ibu mengunjungi para
tetangga untuk menanyakan apa yang mereka masak, apakah mereka
menyekolahkan anak-anak mereka sekolah,dan banyak masalah lain.
Pengalaman ini membentuk kesadaran dan sikap sosial saya, dan nilia-nilai
kami didasarkan agama karena ajaran kunci Islam menolong sesama manusia
dari kemiskinan dan membuat mereka mampu berfungsi sebagai manusia
seutuhnya”.42
Berbagai macam peristiwa dan pengalaman yang ia dapatkan dalam keluarga
ikut memperoses sikap sosial Emha. Apalagi jika Emha melihat bagaimana ibunya
berusaha menangani permasalahan yang dialami ibu-ibu lain di desanya, terutama
masalah ekonomi. Akan pengorbanan ibunya itu Emha menuliskan:
“Ibu saya menjual barang-barang seperti TV, mebel, sepeda motor, dan lain-lain secara kredit karena ia kasihan kepada mereka. Padahal sebenarnya ia
miskin. Ia hanya mempunyai sepasang pakaian, kain batik, dan kerudung.
Jangan heran kalau ia terbelit hutang. Tetapi kenaifannya dalam pengelolaan
merupakan suatu yang luhur bagi kami, anak-anaknya.”43
Keadilan menjadi titik kunci baginya. Artinya, keadilan menjadi titik pusat
dalam dalam setiap aktualisasi peran sosial Emha. Atas nama keadilan pula, Emha
merasa wajib menggedor-gedor langit.”…saya tidak bisa asyik sendiri di kamar. Tekun
beribadah merayu Tuhan agar saya masuk syurga sendirian, sementara ketidakadilan
bagai hujan lebat menikam bumi…”44
42
Ian Leonard Betts, Op. Cit., h. 7 43
Ibid. h 7 44 Emha (Muhammad) Ainun Najib, Op. Cit., h. 304
xxix
Kalau mau, sesungguhnya Emha punya paspor untuk memasuki lingkaran
kekuasaan. Tetapi ia tetap bertahan sebagai orang pinggiran. Emha tetap bertahan di
kemah Yogya yang jauh dari hiruk-pikuk perebutan kekuasaan lokal, nasional, maupun
glogal.
2. Latar Belakang Pendidikan
Riwayat pendidikan Emha boleh dikatakan kurang indah. Spintas, Emha
menempuh jenjang pendidikan formal akademiknya dengan langkah sempoyongan,
bahkan juga agak kacau. Dia mengenyam pendidikan SD di Jombang (1965) dan SMP
Muhammadiyah di Yogyakarta (1968).45
Sempat masuk pondok modern (P.M) Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur
tapi kemudian dikeluarkan karena melakukan demo atas ketidakadilan Qismul Amn
pada awal 1968 atau pertengahan tahun ketiga studinya. Tapi Emha tidak merasa
dendam atas kejadian itu. Ia malah menuliskan:
“Saya mensyukuri hikmah dari pengadilan subyektif itu. Bahkan
penghargaan saya terhadap Gontor sama sekali tidak pernah menurun. Sejak itu saya sangat rakus dengan metode bersikap , sangat keras, bahkan kejam
kepada diri sendiri dan menyeleksi cita-cita menjadi hanya sebiji bekerja keras
sampai terakhir hidup saya.”46
Selama di P.M. Darussalam Gontor, Emha mendapatkan setruman pendidikan
war’i. Baju hanya satu, tidak punya kasur apalagi pillow. Dalam soal kepemimpinan
dan pergaulan, memang sejak di P.M. Darussalam Gontor telah terlihat pada dirinya
bakat-bakat tersebut. Mas Kurdi ( salah seorang staf redaksi Harian Surya yang menjadi
shohibul hamim sewaktu di P.M. Darussalam Gontor, berkomentar: “…Mas Emha
45
Data diakses pada 16 April 2007 dari www. Padhangmbulan.com 46
Emha (Muhammad) Ainun Najib, Melihat Dunia dari Secangkir Teh (Ponorogo: Warta
Mingguan Darusalam Pos, 2002), h. 36
xxx
memang sejak dulu memiliki kepribadian menarik dan ngangeni baik itu di kamar, di
kelas, dan di kelompok olah raga, khususnya sepak bola…”47
Drop-out dari Pondok Pesantren Modern (P.M) Darussalam Gontor Ponorogo
Jawa Timur, ia melanjutkan studinya ke SMA 1 Muhammadiyah Yogyakarta. Setelah
menjadi alumni SMA 1 Yogyakarta tersebut Emha mencoba menambah ilmu
pengetahuannya dan memilih kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada
(UGM) Yogyakarta. Tapi ia tidak suka berlama-lama di sana. 48
Salah satu hal yang menarik dan patut mendapat perhatian dari latar belakang
pendidikan Emha di sini adalah ia tumbuh di Nahdhatul Ulama (NU) sedangkan secara
akademis banyak belajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Dari sini dapat ditelusuri
mengenai pembentukan pemikiran Emha yang menerima kedua organisasi tersebut
sebagia kekuatan umat Islam Indonesia.
Setelah menempuh pendidikan formal, Emha lebih memilih belajar nonformal di
Malioboro. Malioboro adalah jalan induk Yogyakarta yang sekarang merupakan pusat
industri turisme di sana.49 Emha langsung jatuh cinta kepada kota Gudeg ini. Bahkan
Yogya menjadi ibukota hati dan ibukota budayanya yang kedua sesudah Jombang.
Emha pun memmbentur-benturkan dirinya dalam realitas hidup yang sesungguhnya di
Yogya. Ia pantang menyerah menghadapi kesusahan-kesusahan hidup yang ia dapatkan
dalam periode ini. 50
Semua pengalaman itulah yang kemudian membantu memacu Emha untuk
menegakkan tekad untuk berguru pada alam: gurunya siapa saja, kampusnya di mana
47
Ibid., h. xiii 48
Emha (Muhammad) Ainun Najib, Op. Cit., h. 307 49
Ian Leonard Betts, Op. Cit., h.1 50 Ibid., h. 306-307
xxxi
saja, kurikulum atau mata kuliahnya apa saja. Pendeknya, situasi darurat yang
melingkari kehidupannya telah mengantarkan Emha menjadi ia yang sekarang ini.
Lima tahun (1970-1975) Emha belajar sastra. Ia hidup menggelandang di
Malioboro, yogyakarta. Semenjak akhir tahun 60-an bergabung dengan kelompok
penulis muda Persada Studi Klub (PSK), di bawah asuhan maha guru yang dikaguminya
Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius yang popular dengan
sebutan Presiden Penyair Malioboro Yogyakarta dan sangat mempengaruhi
perjalanannya.51
Emha sendiri memberi gelar dengan istilah “…Raja Penyair
Malioboro, Umbu Landu Paranggi…”.52
Di PSK, Emha makin menyadari potensi
kepenyairan dan kepenulisannya dan dari sini pula pengembaraan sosial, intelektual,
kultural, maupun spiritual berlanjut.
Pada tahun 1970-an, Emha, PSK, dan teman-temannya mengisi kehidupan
sastra. Pada awalnya di sekitar lingkungan sendiri; diskusi di antara sesama penyair,
cerpenis, penulis, atau wartawan yang hampir setiap minggu diadakan di kantor surat
kabar Pelopor Yogya. Sesekali kegiatan melebar dan menjelajah kampung dan kampus.
Beberapa nama berkibar bersama Emha, seperti Linus, Yudhistira Adgi Nugraha, Iman
Budhi Santosa, Suwarno Pragolapati, Bambang Indra Basuki (alm), Bambang Darto,
dan Saiff Bakham.53
Kegelisahan untuk senantiasa menawarkan alternatif nilai, menjadikan Emha
seorang manusia yang selalu tidak kerasan untuk menetap dalam suatu kamapanan
institusi. Ia singgah dari suatu institusi untuk kemudian ditinggalkannya. Ia pernah
menjadi pengasuh Ruang Sastra di Harian Masa Kini, Yogyakarta (1970). Kemudian
51
Ibid., h. 1 52
Agus Ahmad Safei, Ensiklopedi pemikiran Emha Ainun Najib, Wasiat Pengembara
(Yogyakarta: Tinta, Oktober 2002), h.xiii 53 www. Padhangmbulan.com
xxxii
menjadi wartawan/Redaktur di Harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976), sebelum
manjadi pemimpin Teater Dinasti (yogyakarta), ia pernah menjadi Sekretaris Dewan
Kesenian Yogyakarta. Pernah didhapuk jadi Fungsionaris Ikatan Cendikiawan Muslim
Indonesia (ICMI) dan pemimpin grup musik Kiai Kanjeng hingga kini. Penulis puisi
dan kolumnis di beberapa media.54
Bagai udara, ayah dari vokalis grup band Letto (Neo) ini terus beredar. Singgah
di berbagai ruang dan peristiwa. Mengikuti berbagi festival dan lokakarya puisi dan
teater. Di antaranya mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), Internasional Writing
Program di Universitas Lowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional
(Internasional Poetry Festival) di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte II
di Berlin Barat, Jerman.55
untuk menumbuhkan potensial rakyat. Bersama Grup Musik
Kiai Kanjeng, Cak Nun rata-rata 10-15 kali per bulan berkeliling ke berbagai wilayah
nusantara, dengan acara missal yang ummnya dilakukan di area luar gedung.56
Aktivitas dakwah Emha adalah aktivitas bergumulan dengan masyarakat bawah,
melalui forum-forum silaturahmi seperti:
1. Padhang Bulan
2. Mocopat Syafaat
3. Kenduri Cinta
4. Gambang Syafaat
3. Karya-Karya Emha
Apaun yang pernah Emha capai di masa silam adalah suatu yang harus kita
capai di masa yang akan datang. Meskipun tentu saja membutuhkan reformulasi-
54
Emha, Sedang Tuhan pun Cemburu, Refleksi Sepanjang Jalan, op. cit., h. 307 55
Ian Leonard Betts, op. cit., h. 9 56 Ibid., h. 3
xxxiii
reformulasi karya-karyanya menggambarkan Indonesia lewat mata orang Jawa Timur.
Adaun karya-karyanya sebagai berikut:
A. Buku dan Berbagai Tulisan
a. 99 Untuk Tuhanku
b. Melihat Dunia dari Secangkir Teh
c. Cahaya Maha Cahaya
d. Hikmah Puasa, Mudik Dunia Akhirat
e. Kafir Liberal
f. Kiai Kocar-kocir
g. Mati Ketawa Cara Repotnasi, Menyorong Rembulan
h. Sedang Tuhan pun Cemburu, Refleksi Sepanjang Jalan
i. Kumpulan Cerpen “BH”
B. Album Kaset Maupun VCD/DVD
a. Konser Kenduri Cinta Vol. 1 dan 2
b. Menyorong Rembulan
c. Perahu Nuh
d. Allah Merasa Heran
e. Wirid Padang Bulan
C. Gambaran Umum Buku Kumpulan Cerpen “BH”
Nama Emha Ainun Najib dalam Jagad kepenulisan kita sudah tidak asing lagi.
Ratusan kolom dan belasan buku telah lahir dari tangannya, termasuk sejumlah feature
yang ditulisnya untuk media massa. Namun, dari sekian banyak tulisannya, orang
mungkin akan mencatat bahwa karya Emha di bidang penulisan cerpen jauh lebih
sedikit dibanding puisi atau esai-esainya, meski tak kalah fenomenal, cerpen-cerpen
xxxiv
yang ditulisnya merentang dari tahun 1977 sampai 1982, masa-masa awal ketika Emha
baru memulai kariernya sebagai penulis. Segenggam cerpen itu, yang kini telah terbit
dalam antologi tunggal BH (2005), menunjukkan dengan jernih bagaimana Emha
berevolusi menjadi penulis yang benar-benar matang dalam mengolah kata-kata. Apa
yang terbayang pertama kali ketika bersentuhan dengan cerpen-cerpen Emha? Pembaca
setidaknya akan menemukan satu ciri khas yang menjadi latar mengapa cerpen-cerpen
itu terlihat memikat, yakni kegemaran Emha untuk bersikap “realis”. Emha tak muluk-
muluk mengusung tema besar, melainkan kerap kali berangkat dari satu kejadian remeh
di sekelilingnya. Peristiwa dalam cerpen Emha begitu berperan dalam membangun
struktur cerita, sekaligus menopang logika yang membuat cerita itu mudah dicerna dan
kerap tak terduga.
Selama ini kita lebih akrab dengan esai-esai sosial budayanya Emha, puisi-
puisinya, naskah drama, dan novel. Di dunia seni panggung Emha dikenal dengan Kiai
Kanjengnya serta suaranya diakrabi lewat forum pengajian-pengajian dan sarasehan
yang membahas berbagai dimensi kehidupan. Namun dalam dunia cerpen, hal ini sering
luput dari perhatian kita. Harus diakui bahwa untuk soal ini Emha kurang begitu
produktif. Dan buku ini adalah sebentuk usaha gigih penerbit Kompas intuk
menghimpun ceceran-ceceran cerpen karya Emha yang ditulisnya 1979-1982 yang
tersebar di berbagai media massa. Usaha penerbit Kompas tersebut patut dipuji sehingga
memungkinkan kita untuk turut dapat menikmati karya cerpen-cerpen Emha dalam satu
buku kumpulan cerpen yang diberi judul ”BH”Emha ini.
Apa yang dikisahkan Emha dalam buku ini bukanlah semata-mata perihal BH
melulu. Kumpulan cerpen ini memuat 15 judul cepen. Cerpen BH hanyalah salah
satunya. Apa yang menarik dari cerpen-cerpen Emha? Karakter khas tulisan Emha
xxxv
adalah sederhana, bersahaja dan mengalir. Kesederhanaan bahasanya sangat terkait
dalam lingkungan wong cilik, masyarakat yang selama ini sangat dekat dengan
kehidupannya. Sebagaimana yang selalu disuarakannya dalam bentuk-bentuk produk
fakir yang lain-lain, Emha tetaplah Emha yang konsisten menyuarakan berbagai soal
kemanusian sehari-hari. Membikin peristiwa yang keseharian itu untuk ditafakuri
sehingga kita jadi tambah mengerti sesuatu setiap menghadapi sepenggal peristiwa. Ia
mengajarkan agar jangan meremehkan peristiwa keseharian sekecil atau sesederhana
apapun. Intinya lewat kumpulan cerpen ‘BH’ Emha mengajak kita berpikir bahwa setiap
kejadian keseharian sesederhana apapun merupakan sebuah peristiwa kemanusiaan yang
mengandung hikmah yang amat berharga. Seorang pemikir sepatutnya sensitive
terhadap perisrtiwa apapun dalam hidupnya. Karena papun sepatutnya menjadi hikmah,
tanpa perlu banyak membebek pada deretan kutipan-kutipan bijak atau argumen-
argumen ilmiah para pemikir yang kesannya ‘complicated’. Akan tetapi menjadikan
pengalaman kesehariannya sendiri sebagai ladang dialektika dan sarana menemukan
sesuatu dengan mengempiriskannya sendiri. Sederhana saja kok, kadang kita sendiri
yang bikin asumsi harus rumit, karena pengen terkesan elit.
Apa yang dilakukan Emha pada cerpen-cerpennya seperti mengajak ngobrol
atau berdialektika, merenungi setiap peristiwa atau kejadian dalam cerita yang terkesan
sangat dekat, akrab, intim dengan diri pembaca seperti halnya peristiwanya sendiri.
Emha sangat bersahaja mengolah peristiwa keseharian menjadi sebuah kisah bernuansa
reflektif/perenungan. Ia sangat fasih membawa pembaca kepada dialog batiniah. Hal ini
sebagai bukti bahwa Emha sangat mendalami suasana batin tokoh-tokoh dalam
cerpennya. Dari peristiwa menangis, cerita pelacur, romantika persuami istrian,
xxxvi
kewanitaam, eksistensi diri, keresahn hidup, pergulatan batiniah/pikir, hingga urusan
BH dapat dijadikan bahan kontemplasi.
Cerpen-cerpen Emha mengajak kita untuk mampu mengurai lautan hikmah
dalam tiap laku kemanusiaan kita, lingkungan sekitar kita sesederhana dan sekecil
apapun yang sering luput dari perhatian kita dengan senantiasa mengasah kelembutan
serta kedalaman rasa dan pikir. Sungguh, setidaknya buku Emha yang satu ini adalah
buku pemikiran. Apapun yang bisa membuat kita berpikir dan menyadari sesuatu yang
berharga.
xxxvii
BAB IV
ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH
PADA KUMPULAN CERPEN “BH” KARYA EMHA AINUN NAJIB
A. Analisis Cerpen-Cerpen Pada Kumpulan Cerpen “BH”
Nama Ainun Najib dalam jagad kepenulisan kita sudah tidak asing lagi. Ratusan
kolom dan belasan buku lahir dari tangannya, orang mungkin akan mencatat bahwa
karya Emha di bidang penulisan cerpen jauh lebih sedikit disbanding puisi atau esai-
esainya, meski tak kalah fenomenal. Cerpen-cerpen yang ditulisnya merentang dari
tahun 1977-1982, masa-masa awal ketika Emha baru memulai karirnya sebagai penulis.
Segenggam cerpen itu yang yang kini telah terbit dalam antalogi tunggal “BH” (2005),
menunjukan dengan jernih sebagaimanaEmha berevolusi menjadi penulis yang benar-
benar matang dalam mengolah kata-kata. Dan segenggam cerpen ini terdiri 15 judul
cerpen, namun penulis hanya mengambil 5 judul saja, yang penulis anggap di dalamnya
terdapat pesan-pesan dakwah. Kelima judul tersebut adalah: BH, Ambang, Kepala
Kampung, Podium dan Di belakangku.
Cerpen yang menjadi tajuk kumpulan ini, “BH”, mengisahkan sebuah dramatik
yang khas bagaimana dua orang yang saling mencintai memahami arti cinta lebih dari
sekedar seks atau hubungan intim di atas ranjang, melainkan ketulusan dan kepandaian
memelihara batas, walaupun ada kesempatan buat “aku” untuk melakukan hal yang
dilarang Allah SWT. Hal ini mengingatkan kita bagaimana Nabi Yusuf a.s, yang dapat
mengendalikan hawa nafsunya untuk tidak mengindahkan ajakan Siti Zulaiqo untuk
berhubungan intim dengannya. Hal ini tidak lain karena pertolongan dan hidayah dari
Allah SWT.
xxxviii
Kepandaian Emha dalam menyelami pergumulan batin para tokoh cerpennya
dituangkan dalam sebuah cerpen yang berjudul Ambang, yang menuturkan pengalaman
ambang seorang lelaki yang berhadapan dengan kematian. Sang lelaki dengan tanpa
gentar menggugat Tuhan dan mempertanyakan mengapa ia harus mati. Dialog-dialog
yang panjang dalam cerpen ini mencerminkan betapa serius dan mendalam Emha
menghayati batin sang tokoh. Pergulatan-pergulatan batin itu dituturkan dengan cara
yang mengejutkan dan sering meledak-ledak.
Sedangkan dalam judul kepala kampung, dikisahkan seorang pemimpin atau
kepala kampung yang dihadapkan oleh persoalan di mana ia harus berhadapan oleh
sekelompok masyarakat yang berusaha menentang kepemimpinannya. Dan hal ini
sering terjadi di lingkungan sekitar kita.
Kemudian dalam judul Podium dikisahkan seorang manusia biasa yang
kemudian Allah berikan keajaiban atau karomah kepanya dengan tiba-tiba, sehingga
menjadi seorang yang disegani di masyarakat. Dengan kata lain seorang abangan
menjadi priayai atau orang biasa menjadi kiai. Kemudian Gus Nur, sosok Kiai yang
diceritakan dalam cerita ini mempunyai seorang asisten yang selalu membantunya, yang
kemudian menjadi “Aku” dalam cerita ini.
Dan dalam judul Di belakangku, dikisahkan seseorang yang menanyakan
eksistensi dan keberadaan Tuhan dalam dirinya. Setelah melalui proses pergolakan
dalam hatinya akhirnya, Ia menemukan bahwa keberadaan Tuhan itu sangat dekat,
seolah-olah ketika kita memandang ke depan berarti Tuhan ada berlawanan arah dengan
pandangan Kita, artinya kita tidak dapat melihat Tuhan tapi Tuhan itu ada dan sangat
dekat dengan kita.
B. Temuan Data
xxxix
Sesuai dengan kerangka analisis wacana yang digunakan Teun A. Van Djik,
yaitu dengan cara analisis teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Namun sebelum
memasuki analisis data, terlebih dahulu penulis memaparkan temuan data yang
diperoleh dengan cara mengambil data-data yang berkaitan dengan hal-hal yang akan
diteliti pada cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen “BH” yang mengandung pesan-
pesan dakwah. Cerpen tersebut adalah: (1). BH, (2). Ambang, (3). Kepala Kampung,
(4). Podium, (5). Di belakangku.
1. Kerangka Data Analisis Teks
Dalam analisis teks, penulis memfokuskan pada strategi wacana serta teknik
yang dipakai untuk menggambarkan peristiwa tertentu, dengan cara menguraikan
struktur kebahasaan secara makro, super struktur dan mikro, yang terdiri dari elemen
tematik, skematik, semantik, sintaksis, stilistik dan retoris.
a. Tematik
Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks.57 Hal yang
diamati dalam elemen ini adalah tema atau topik apa yang disampaikan penulis melalui
cerpennya. Kata tema kerap disandingkan dengan apa yang disebut topik yaitu
menunjukkan informasi yang paling penting atau inti pesan yang ingin disampaikan
oleh komunikator dalam hal ini penulis cerpen.58
Pada pesan dakwah dalam Kumpulan
Cerpen “BH”, ditemukan beberapa tema besar, yaitu:
1) Akidah
2) Ibadah
57
Eriyanto, Analisis Wacana, (yogyakarta : LkiS, 2001), Ct. Ke-2, h. 229 58
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analaisis Wacana semiotic dan
Framing, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2001), Cet. Ke-2, h. 75
xl
3) Akhlak
4) Tarikh
Berikut penjabaran dari tema-tema yang terdapat pada masing-masing judul
cerpen:
Tabel 2
Kerangka Data Analisis Teks Tematik
Tema/Topik Sub-tema Temuan
Akidah
Kecintaan dan
kerinduan bertemu
Tuhan
G Hidupku diisi oleh idaman terhadap-Mu,
persis seperti pemuda yang
mengidamkan istrinya. (Ambang)
G Lebih dari sekedar kesepian, Tuhan.
Lebih dari sekedar kekosongan. Telah
kutata perasaanku, telah kupusatkan
pikiranku, telah kuletakkan jiwaku, dan
telah kuberikan sikap terhadap-Mu, lebih
dari selayaknya mampu kuberikan oleh
seorang makhluk kepada Tuhannya.
G Di ujung dosa terbesar yang pernah
kulakukan, telah kutemukan hasrat
cintaku yang terbesar pula terhadap
Tuhanku. (Ambang)
Kebesaran Allah
dan Kerasulan
Muhammad SAW
G Sedangkan selama ini Tuhan itu Maha
Besar, Maha Tinggi, Maha Kasih,
bahkan ada keadaan di mana Tuhan itu
marah atau murka. (Di belakangku)
G “Tapi saya ini bukan Nabi, “ia
menegaskan. Nabi kita tetap
Muhammad SAW dan Tuhan kita tetap
Allah SWT!” (Podium)
xli
Ibadah
Tawakkal
Dzikir
Shalat
G Aku lebih dari sekedar pasrah. Tuhan.
Aku memberimu kebebasan dalam
permintaan kecil yang tak
menguntungkanku sendiri. Adakah
sikap tertinggi dari sikap kepasrahanku
terhadap-Mu yang harus dimiliki oleh
seorang manusia? (Ambang)
G Segalanya niscaya kembali kepada-
Nya. Juga kebanggaan yang bisa
menggelincirkan. (podium)
G Kita memang harus menyebut Tuhan
dengan kata-kata, karena untuk
beromong-omong tentang Tuhan
antara kita, kita harus memakai kata-
kata. (Di belakangku)
G Alhamdulillah Niken peka menangkap
isi perasaan dari gerakku itu…(BH)
G “Audzubillahiminasyaithonirrojim”,
dengan agak tegang kulewati ayat demi
ayat…(BH)
G Aku menambah jumlah sembahyangku
dan di mana-mana tak pernah henti
memohon tambahan kekuatan agar
mampu menghadapi dan
memenangkan kenyataan yang
menggelisahkan ini. (Kepala
Kampung)
G Kalian tidak boleh melalaikan
sembahyang dan rukun Islam
lainnya…(Podium)
G Mana Samiran?, cepat ia mulai tobat
dan sembahyang….(podium)
xlii
Akhlak
Tarikh
Do’a
Memohon
Ampun/Tobat
Pemaaf
Kunjungan
Rasulullah ke Ta’if
G Aku berlindung kepada Allah yang
Maha Bijak semoga mereka segara
dianugerahi mata yang jernih di otak
mereka....(Kepala Kampung).
G Aku tak pernah membayangkan.
Sejauh keinsyafanku atas segala wajah
dan kotor dan dosa hidupku..(Ambang)
G Mas mau memaafkan Aku?“Kenapa
tidak? Tuhanpun Maha Pemaaf”.(BH)
G Seperti Nabi Muhammad ketika
berkunjung ke Ta’if, beliau dilempari
baru hingga luka-luka, namun beliau
berdo’a: Tuhan ampunilah mereka,
sebab mereka tidak mengerti apa yang
mereka kerjakan. (Kepala Kampung)
G Seperti Nabi Muhammad ketika
berkunjung ke Ta’if, beliau dilempari
batu hingga luka-luka, namun beliau
berdo’a: Tuhan ampunilah mereka
karena mereka tidak mengerti apa
yang mereka kerjakan. (Kepala
Kampung)
Dari tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa pesan-pesan yang terdapat dalam
kelima judul cerpen dari kumpulan cerpen “BH” yang telah disebutkan di atas ternyata
memiliki tema-tema yang telah diklasifikasikan. Meskipun ada pesan dakwah yang
sama mencakup tema-tema yang berbeda. Seperti pesan dakwah yang terdapat pada
judul “Kepala Kampung”( mencakup tema pemaaf dan peristiwa besar).
b. Skematik
xliii
Elemen ini menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disususn dan
diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Skematik memiliki dua kategori besar
yaitu Summary terdiri dari judul dan lead dan story. Berikut penjabarannya:
Tabel 3
Kerangka Data Analisis Teks Skematik
Hal yang diamati Temuan
1). Summary
a). Judul
Pada buku Kumpulan Cerpen “BH” terdapat 15 judul,
namun hanya lima judul yang digunakan yang sesuai
dengan apa yang diceritakaan yaitu: (1) BH, (2) Ambang,
(3) Kepala Kampung, (4) Di belakangku, (5) Podium
b). Lead(teras berita)
pada umumnya sebagai
ringkasan apa yang
dikatakan sebelum
masuk dalam isi berita
secara ringkas59
Dari pesan-pesan dakwah yang terdapat dalam kelima
judul cerpen di atas ditemukaan lead, karena bentuknya
cerita jadi ada kalimat sebelum sampai pada isi pesan-
pesan dakwah tersebut. Berikut penjabarannya:
“Hanya karena akhirnya sempat sedikit berkeringat saja
maka ia akan merasa segar. Tetapi wajahnya tetap sangat
pucat, rambutnya kusust, seluruh tubuhnya kuyu dan
berantakan, sedang kedua matanya begitu letihnya
sehingga hampa seluruh cahayanya. Mata orang yang
dikalahkan!”. (Ambang)
“Sudah selayaknya orang seperti aku ini menduduki
jabatan sebagai kepala kampung. Dan sudah sepatutnya
pula kalau para rakyatku dengan senang hati memberikan
separo dari kekayaan kampung, misalnya sawah,
kepadaku.” (Kepala Kampung)
“Sekarang tugasku yang penting adalah menjadi muadzin
keliling. Beredar tiap hari Jumat dari mesjid kampung ini
ke kampung itu, dan masjid sana sedang menunggu
giliran berikutnya. Nooriman Dutawaskita, yang
59 Eriyanto, Op.Cit., h. 232
xliv
memberiku tugas, selalu juga bertindak sebagai khatib di
mesjid-mesjid itu.pada minggu-minggu terakhir ini
bahwa ada tugas lain: Gus Nooriman (demikian orang-
orang kampung memanggilnya) memberi pengajian, dan
aku mengawalimya dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-
Quran.” (Podium)
“”Benar lho, Mas, jangan melihat ke sini dulu!” kata
Niken Lestari. Suaranya lentik dan manja. Dia sibuk
mengenakan pakaian khususnya. Longdress, BH ukuran
34, sungut, eye-shadow dan beberapa cat muka.” (BH)
“Akhirnya terjadi kisahnya yang konyol ini ketika dating
seseorang, entah siapa ia, yang mengemukakan kepadaku
bahwa Tuhan itu sesungguhnya berada di
belakangku.”(Di belakangku)
2). Story, merupakan
isi secara keseluruhan.
Elemen ini berisi
situasi dan proses
jalannya peristiwa dan
disertai dengan
komentar yang
ditampilkan dalam teks.
Data yang ditemukan dalam elemen story adalah bahwa
hampir setiap pesan dakwah berbentuk isi dari yang
hendak diceritakan.dan dari setiap pesan dakwah yang
terdapat dalam kelima judul cerpen di atas yang di awali
latar belakang karena bersifat kronologis. Sedangkan
untuk komentar terdapat di beberapa pesan yang
diceritakan.
Pada tabel tersebut terlihat bahwa pada pesan-pesan tersebut disesuaikan dengan
apa yang hendak diceritakan. Karena cerpen adalah sebuah cerita, jadi ada rangkaian
kalimat yang mengantarkan kepada isi pesan-pesan dakwah tersebut. Sementara untuk
story, ada pesan dakwah yang sifatnya komentar.
c. Semantik
xlv
Elemen ini berisi makna yang ingin ditentukan dalam teks. Terdiri dari latar,
detil, dan maksud.
Tabel 4
Kerangka Data Analisis Teks Semantik
Hal yang diamati Temuan
1). Latar yaitu untuk
menyediakan latar
belakang hendak kemana
suatu teks itu dibawa
Kelima judul cerpen di atas memiliki latar yang cukup
jelas, yaitu menggambarkan kejadian sehari-hari yang
sering terjadi di lingkungan sosial kita. Dan kejadian
tersebut sering luput dari perhatian kita.
2). Detil Adapun untuk detil, ada bebrapa kalimat yang
disampaikan secara detil, namun ada juga yang
disampaikan secara kiasan. Contohnya sebagai berikut:
”Benar lho, Mas, jangan melihat ke sini dulu!” kata
Niken Lestari. Suaranya lentik dan manja. Dia sibuk
mengenakan pakaian khususnya. Longdress, BH
ukuran 34, sungut, eye-shadow dan beberapa cat
muka.” (BH)
“Hanya karena akhirnya sempat sedikit berkeringat saja
maka ia akan merasa segar. Tetapi wajahnya tetap
sangat pucat, rambutnya kusust, seluruh tubuhnya kuyu
dan berantakan, sedang kedua matanya begitu letihnya
sehingga hampa seluruh cahayanya. Mata orang yang
dikalahkan!”. (Ambang)
3). Maksud yaitu untuk
melihat apakah teks itu
disampaikan secara
eksplisit ataukah tidak60
Maksud dari pesan-pesan yang terdapat dalam kelima
judul cerpen ini adalah penyampaian nilai-nilai Islam
atau dakwah secara universal kepada para pembaca dan
juga memberikan corak atau ciri khas pengarang yang
juga berperan sebagai da’I yaitu Emha Ainun Najib.
60 Alex Sobur, Op. Cit., h. 79
xlvi
Tabel di atas menunjukkan adanya latar yang cukup jelas dalam setiap pesan
dakwah yang terdpat dalam buku kumpulan cerpen “BH”.artinya, penceritaan dalam
teks sesuai dengan alur cerita atau plot yang disesuaikan juga dalam konteks
masyarakat, yakni dengan adanya latar belakang masalah tersebut dan harus bertindak
seperti apa dan bagimana. Tentunya ada pencapaian maksud dari setiap pesan dakwah
dalam kumpulan cerpen “BH” tersebut., yakni penyampain pesan dakwah tersebut
kepada pembaca untuk dijadikan sebagai cerminan dari I’tibar dalam menjalani
kehidupan ini.
d. Sintaksis
Dijelaskan bagaimana pendapat yang disampaikan berkaitan dengan bentuk
kalimat, koherensi dan kata ganti yang dipilih. Berikut penjabarannya:
xlvii
Tabel 5
Kerangka Data Analisis Teks Sintaksis
Hal yang diteliti Temuan
1). Bentuk kalimat Dari sebagian besar pesan-pesan dakwah yang
diampaikan menggunakan kalimat aktif. Namun ada
beberapa yang menggunakan kalaimat pasif.
Disamping itu ada juga bentuk kalimat langsung dan
tidak langsung. Contohnya sebagai berukut:
G Aku membolak-balik al-Quran…(BH)
G Aku menambah jumlah sembahyangku…(Kepala
Kampung)
G ….Beliau dilempari batu hingga luka-luka...(Kepala
Kampung)
G ….Dari keikhlasannya dari yang ditakdirkan Tuhan
baginya…(BH)
G Jangna takut sesungguhnya Tuhan bersama kita, kata
Nabi (Kepala Kampung)
G Bapak mengatakan Tuhan itu tidak mungkin lebih
dari satu (Di belakangku)
2). Koherensi,
adalah pertalian antar
kata, proposisi atau
kaliamat. Ini dapat
ditampilkan melalui
hubungan sebab-akibat,
bisa juga sebagai
penjelas.
Beberapa pesan yang tedapat koherensi kata
penghubung:
G Maha adil Tuhan, karena terhadap orang macam
Niken ini, ia lebih memberikan kemurahan.(BH)
G Tapi tak mustahil ia bisa memperoleh kebahagiaan
yang lebih tinggi darinya, dari keikhlasaannya dari
yang ditakdirkan Tuhan baginya. (BH)
G Aku menambah jumlah sembahyangku dan di mana-
mana tak pernah henti memohon tambahan kekuatan
agar menghadpai dan memenangkan kenyataan yang
menggelisahkan ini. (Kepala Kampung)
G Seperti Nabi Muhammad ketika berkunjung ke Taif,
xlviii
beliau dilempari batu hingga luka-luka, namun
beliau berdo’a: Tuhan ampunilah mereka, sebab
mereka tidak mengeri apa yang mereka kerjakan.
(Kepala Kampung)
G Jangan takut, sesungguhnya Tuhan bersama kita,
kata Nabi. Dan adalah contoh yang kini
kurencanakan, yakni pembasmian tikus-tikus itu,
tiada lain adalah mencontoh perbuatan luhur dan
perkasa Nabi. (Kepala Kampung)
G Aku tak pernah menbayangkan, sejauh keinsyafanku
atas segala wajah dan kotor dan dosa hidupku
(Ambang)
G Segalanya niscaya kembali kepada-Nya, juga setiap
kebanggaan yang dapat menggelincirkan. (Podium)
G Mana Samiraan? Cepat ia mulai berdobat dan mulai
sembahyang. Jangan suka mencopet lagi dan curi
tebu di kebun atau ketela di telaga. (Podium)
G “Sunyi dan rasa takut akan mempertemukan lebih
cepat dengan Allah!. Kata Gus Nur (Podium)
G kita memang harus menyebut nama Tuhan dengan
kata-kata, karena untuk beromong-omong tentang
Tuhan antara kita, kita harus memakai kata-kata (Di
belakangku).
3). Kata Ganti, ada yang
merupakan penggantiaan
ataau sikap resmi dari
komunikator semata-mat
dan yang merupakan
representasi dari sikap
bersama komunitas
tertentu.61
Untuk kata ganti yang dipakai dalam pesan-pesan
dakwah tersebut adalah: Aku, Ia, Kita.
61 Ibid., h. 82
xlix
Dari tabel di atas, kita ketahuai bahwa bentuk kalimat yang dipakai dalam
pesan-pesan dakwah dalaam kumpulan cerpen “BH” adalah kalimat aktif, pasif,
langsung dan tidak langsung. Kemudian adanya koherensi antar kalimat, sehingga tidak
terdapat kejanggalan dalam setiap pertautan antar kalimat yang terdapat dalam pesan-
pesan tersebut. Dan kata ganti sebagai penggantian dimaksudkan agar tidaka ada
pemborosan dalam setiap kata dalam kalimat yang digunakan.
e. Stilistik
Mengungkapkan bagaimana pilihan kata yang digunakan dalam penyampian
suatu teks. Pusat perhatian stilistik adalah style yaitu gaya bahasa. Gaya bahasa pada
pesan-pesan dakwah dalam kumpulan cerpen “BH” mencakup majas. Berikut
penjabarannya:
Tabel 6
Kerangka Data Analisis Teks Stilistik
Hal yang diamati Temuan
Majas, adalah susunan
kata yang terjadi karena
persaan yang tumbuh
atau hidup dalam hati
penulis, dan sengaja
atau tidak menimbulkan
perasaan tertentu dalam
hati.62
1). Repetisi,
pengulangan beberapa
G Lebih dari sekedar kesepian, Tuhan. Lebih dari
sekedar kekosongan, telah kutata perasaanku, telah
62
Suparni, Bahasa dan Sastra Indonesia, (Bandung: Ganesa Exact, 1988), Cet. Ke-1, h. 13 63
Bambang Tutuko, Diktat Gaya Bahasa, SMK Makarya Jakarta. Cet Ke-1, h. 1 64 Ibid., h. 13
l
kali, untuk
mempertegas.
2). Metafora, adalah
suatu cara mengatakan
atau melukiskan sesuatu
dengan
memeperbandingkannya
dengan sesuatu yang
lain.63
3). Klimaks, adalah
suatu cara
mengungkapkan suatu
ide atau keadaan dengan
mengurutkan dari
tingkat yang lebih
rendah menuju ke
tingkat yang lebih
tinggi.64
kupusatkan pikiranku, telah kuletakkan jiwaku, dan
telah kuberikan sikap terhadap-Mu…(Ambang)
G Tapi tak mustahil ia bisa memperoleh kebahagiaan
yang lebih dari dirinya sendiri, dari keikhlasan dari
yang ditakdirkan Tuhan baginya. (BH).
G “Bukan aku yang bertanya itu. Tapi kebisuan-Mu”.
Bisu bagai gunung es….(Ambang)
G “Demi Allah yang Maha Jeli akan setiap kebenaran,
kami semua tunduk dan patuh di bawah telapak
tangan Bapak yang teramat bijak….(Kepala
Kampung)
G Telah kutata perasaanku, telah kupusatkan pikiranku,
telah kuletakkan jiwaku, dan telah kuberikan sikap
terhadap-M, lebih dari selayaknya mampu diberikan
oleh seseorang makhlik kepada Tuhannya. (Ambang)
Dari tabel di atas, terdapat tiga jenis majas yang terkandung dalam kalimat yang
terdapat pada pesan-pesan dakwah kumpulan cerpen “BH” yaitu repetisi (pengulangan),
metafora (perbandingan) dan klimaks (meningkat),. Majas-majas itu sendiri lahir dari
rasa yang tumbuh dalam hati penulis cerpen.
f. Retoris
li
Dalam retoris, hal yang diamati adalah bagaimana dan dengan cara apa
penekanan terhadap kalimat-kalimat dalam teks dilakukan. Elemen yang berkaitan
adalah grafis dan metafora. Berikut penjabarannya:
Tabel 7
Kerangka Data Analisis Teks Retoris
Hal yang diamati Temuan
1). Grafis, elemen ini
dapat dimunculkan
dalam bentuk foto,
gambar atau tabel
untuk mendukung
gagasan atau untuk
bagian lain yang tidak
ingin dimunculkan.
2). Metafora,
mengandung kiasan,
ungkapan sehari-hari,
ayat-ayat al-Quran,
kesemuanya digunakan
untuk memperkuat
pesan dakwah.
Dalam buku kumpulan cepen “BH” terdapat gambar
yang berupa cover dari buku tersebut yang menampilkan
foto seorang wanita yang sedang menangis yang
merupakan gambaran singkat dari isi buku tersebut.
Selain pada cover, terdapat juga gambar pada setiap
halaman depan dari setiap judul cerpen yang
mengilustrasikan judul-judul tersebut . Dan dilihat dari
isinya ada beberapa kalimat yang menggunakan tanda
petik atau baca lainnya khususnya kalimat yang
mengandung pesan dakwah.
G Aku membolak-balik al-Quran. Kupilih surat An-Nur,
tentang Tuhan adalah cahaya. Bagi langit dan bumi
cahaya itu menyala sebelum dinyalakan…(BH)
G Jangan takut, sesungguhnya Tuhan bersama kita, kata
Nabi. (Kepala Kampung)
G Aku tak pernah membayangkan, sejauah keinsyafanku
atas segala wajah dan kotor dan dosa
hidupku.(Ambang)
Dari tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa yang mencakup elemen retoris
adalah diantara grafis dan metafora. Grafis itu sendiri ditunjukkan dengan adanya
gambar pada cover buku dan pada setiap halaman pertama dari setiap judul cerpen.
lii
Selain itu terdapat juga tanda petik dan tulisan yang bercetak miring dalam isi cerpen
tersebut. Sedangkan untuk elemen metafora ditunjukkan pada ungkapan sehari-hari,
makna kiasan dan beberapa kalimat yang diambil dari Hadits Nabi yang terdapat pada
judul BH, Kepala Kampung dan Ambang.
2. Kerangka Data Kognisi Sosial
Pada tingkat kognisi sosial, peneliti akan menganalisa bagaimana Emha Ainun
Najib sebagai penulis dalam memahami keadaan atau peristiwa tertentu yang akan
diteliti. Hal inipun akan berkaitan dengan pembentukan teks, juga bagaimana buku
kumpulan cerpen “BH” berperan dalam penyampaian pesan-pesan dakwah melalui
cerita atau kalimat di dalamnya.
Pada cerita-cerita yang mengandung pesan dakwah pada kumpulan cerpen “BH”
tersebut, Emha Ainun Najib sebagai penulis dalam buku ini merupakan sososk utama
yang berperan dalam terbentuknya teks cerita. Meskipun ide awal daripada penulisan
cerita-cerita tersebut merupakan pengalaman pribadi atau melihat konteks masyarakat
saat ini.
Di sinilah yang akan penulis teliti yaitu dalam rangka penulisan cerita-cerita
yang berawal dari pengalaman pribadi atau peristiwa aktual yang terjadi pada
masyarakat yang sangat erat kaitannya dengan kognisi pengarang dalam upaya
memahami karakter atau peristiwa yang terjadi. Sehingga cerpen-cerpen tersebut
memiliki nilai sebuah cerita yang baik dan pesan-pesan yang akan disampaikan oleh
pengarang dapat pula dipahami oleh pembaca.
3. Kerangka Data Konteks Sosial
liii
Dalam konteks sosial, penulis akan menganalisa bagaimana konteks social yang
terjadi yang kemudian melatarbelakangi terbentuknya teks atau cerita yang digagas oleh
Emha Ainun Najib.
Dalam cerita-cerita Kumpulan cerpen “BH”, ditemukan beberapa gejala yang
berkaitan persoalan kehidupan yang biasa terjadi. Pada judul “Kepala Kampung”,
seorang pemimpin yang menghadapi tantangan dari pihak yang tidak suka dengan
kepemimpinannya, namun dengan bijaksana ia sikapi persoalan itu dengan
menyarahkan semuanya kepada Allah SWT dan meminta pertolongan-Nya dengan
memperbanyak sholat dan do’a. sebagaimana dikutip dalam kalimat:
Aku menambah jumlah sembahyangku dan di mana-man tak henti memohon
tambahan kekuatan agar mampu menghadapi dan memenangkan kenyataan yang
menggelisahkan ini…..(Kepala Kampung)
Pada judul “Ambang” juga tergambar bagaimana seseorang yang dihadapkan
oleh kematian, dengan secara tidak gentar menggugat Tuhan tentang mengapa ia harus
mati, namun di dalam keambangannya itu ia teringat akan dosa-dosa yang pernah ia
lakukan dan ketinggian hasrat cintanya kepada Tuhan. Di sini tergambar bagaimana
pergolakan psikologi tokoh dalam cerpen tersebut terjadi.
Sebagaiman dikutip dalam kalimat:
Di ujung dosa besar yang pernah kulakukan, telah kutemukan hasrat cintaku
yang terbesar pula terhadap Tuhanku. Maka telah kutumpahkan
segalanya….(Ambang)
Selain itu ditemukan pula gejala psikologi yang menggambarkan bagfaimana
tokoh dalam cerpen ini mengalami kejolak kerinduan yang sangat besar kepada
Tuhannya. Terdapat pada kalimat:
Hidupku diisi oleh idaman terhadap-Mu, persis seperti pemuda yang yang
mengidamkan bakal istrinya (Ambang)
liv
Dengan data yang ada dalam teks cerita cerpen tersebut, dapat dihubungkan
kepada wacana masyarakat dalam menyikapi penggambaran dalam cerita dan
bagaimana penarikan pesan-pesan dakwah yang terdapat di dalamnya.
C. Analisis Data
Setelah peneliti mengamati dan menemukan data-data yang berkaitan dengan
penelitian analisis wacana dalam teks cerita pada kumpulan cerpen “BH”, maka peneliti
akan mengnalisis data tersebut, dikaitkan dengan pesan-pesan dakwah yang akan
disampaikan.
1. Pesan Dakwah Melalui Analisis Teks
Untuk mengungkapkan pesan-pesan dakwah yang terdapat dalam teks cerita
pada kumpulan cerpen “BH” , maka penulis menjabarkan data-data yang telah ada
dalam elemen tematik saja, karena elemen ini yang lebih memiliki kaitan erat dengan
hal penyampaian pesan dakwah.
Sesuai dengan data-data yang ditemukan, pada elemen tematik terdapat beberapa
tema besar yang diangkat, yaitu:
a) Akidah atau Keimanan
Akidah atau keimanan adalah pokok dasar dalam beragama. Seorang muslim
yang akidahnya kuat akan tidak mudah tergoda untuk melakukan hal yang dilarang oleh
Allah SWT. Islam mengajarkan kita untuk menjadikan Allah SWT sebagai puncak
tertinggi dari rasa cinta kita. Karena sangat pantas seorang hamba mencintai Tuhannya
dikarenakan dengan segala ni’mat yang telah Tuhan berikan kepadanya.
Mengenai keagungan dan kebesaran Allah serta kecintaan seorang hamba
kepada Tuhannya dapat dilihat dari kutipan kalimat:
Hidupku diisi oleh idaman terhadap-Mu, persis seperti pemuda yang
mengidamkan bakal istrinya…(Ambang)
lv
Lebih dari sekedar kesepian, Tuhan. Lebih dari sekedar kakosongan. Telah kutata perasaanku, telah kupusatkan pikiranku, telah kuletakkan jiwaku, dan
telah kuberikan sikap terhadap-Mu, lebih dari selayaknya mampu diberikan oleh seorang makhluk kepada Tuhannya…(Ambang)
Sedangkan selama ini kita menyebut Tuhan Maha Besar, Maha Tinggi, Maha
Kasih, bahkan ada keadaan dimana Tuhan marah dan murka….(Di belakangku)
b) Ibadah
Ibadah secara etimologis berarti mematuhi, tunduk dan berdo’a. sedangkan
secara terminologis pengertian ibadah adalah kepatuhan/ketundukan kepada dzat yang
memiliki puncak keagungan, Tuhan Yang Maha Esa. Ibadah mencakup segala bentuk
kegiatan (perkataan dan perbuatan) yang dilakukan oleh setiap mukmin-muslim dengan
tujuan mencari keridhoan Allah.65
Nilai-nilai dakwah yang terkandung dalam kumpulan cerpen “BH” yang
berkaitan dengan ibadah adalah:
1) Tawakkal
Tawakkal adalah berserah diri kepada Allah SWT, menyerahkan keputusan
segala perkara, ikhtiar dan usaha kepada-Nya.66
Ini merupakan sifat terpuji yang harus
dimiliki oleh setiap muslim. Apabila diri seorang muslim sudah dihiasi dengan sifat
mulia ini maka ia akan memandang hidupnya dengan optimis, tak kenal menyerah
dalam menjalani kerasnya kehidupan. Ia mengembalikan segala urusan hidup hanya
kepada-Nya baik di kala senang maupun susah.
Firman Allah SWT:
��HI-%JK.�L IMC�N3O�� )�#P�Q���
)�%R�S�T�� 'U�☺�=�V WO��
"X ���?�Y �T�� GX�5 Z["#�N ;%9
65
Departemen Agama RI, Ensiklipedi Islam, (Jakarta), h. 385 66
Abdul Fatah, Kehidupan Manusia Di Tengah-Tengah Alam Misteri, (Jakarta: Rineka Cipta,
1995), Cet. Ke-1, h. 97
lvi
)�\#�]^("��L "X�����$��
*,�L�-�L%9 `����a *,�L�-�L%9
"X �&� ) )�# �:���% 3O�� � ���% WO�� �3S�#�D��a?�a
Ic#P�Q��☺�$�� E@@
“Dan betaqwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang
mukmin itu bertawakkal”. (QS. Al-Maidah :5:11)
Kalimat yang menunjukkan pada tawakkal adlah:
Aku lebih sekedar pasrah, Tuhan. Aku telah memberi-Mu kebebasan dengan
permintaan kecil yang tidak menguntungkanku sendiri. Adakah sikap tertinggi
dari kepasrahan mutlak terhadp-Mu yang harus dimiliki oleh seorang
manusia?….(Ambang)
Segalanya niscaya kembali kepada-Nya. Juga setiap kebanggaan yang bisa
mengelincirkan…(Podium)
2) Dzikir
Berdzikir kepada Allah adalah perkara yang sangat mulia dan besar, ibadah yang
paling utama dan jalan pendekatan diri kepada Allah SWT.67
Dengan selalu berdzikir
kepada-Nya setiap saat seorang muslim akan meraskan ketenangan dan kedamaian jiwa
waktu menjalankan rutinitas hidup yang cukup melelahkan.
Firman Allah SWT:
\��d%R�S�T���a "X�S"R�S�T%9
)�%R �73���% � fg�% ;%R h���
E@�F
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni’mat)-Ku”. (QS. Al-
Baqoroh :2:152)
Kalimat yang menunjukkan pada dzikir adalah:
Jemaah tertegun sesaat, kakaku sambil mengucap “suhanallah” segera ke ruang
imaman mengambil oper peran Gus Noor, sementara beberapa orang
membatalkan sembahyangnya dan menolong Gus Noor…”(Podium)
67
Imam Habib Abdullah Haddad, Nasehat Agama dan wasiat Iman, (Malaysia: Sinar Suria,
1987), Cet. Ke.2, h. 223
lvii
“Audzubillahiminasyaithonirrojim”
Dengan agak tegang kulewati ayat demi ayat …(BH)
Kita memang harus menyebut nama Tuhan dengan kata-kata, karena untuk beromong-omong tentang Tuhan antara kita, kita harus memakai kata-kata…(Di
Belakangku)
3) Shalat
Shalat adalah tiang agama dan asas Islam terpenting sesudah syahadat. Seorang
muslim wajib mengerjakannya setiap hari sebanyak lima kali walau sesibuk apapun
keadaannya. Shalat merupakan sarana seorang hamba untuk berkomunikasi dengan
Tuhannya. Melalaikan shalat ini merupakan tanda lemahnya iman seoarang muslim.
Firman Allah SWT:
)�#^ �h.�8 �� �X�#?jk$��
l�#?jk$���% ���]�m#�$��
)�#Q#=N�% nO �Bo�p�P.�N EFq
“peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah
untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’ “ (QS. Al-Baqoroh :2:238)
Kalimat yang menunjukkan pada shalat adalah:
Aku menambah jumlah sembahyangku dan di mana-mana tak pernah henti
memohon tambahan kekuatan agar mampu menghadapi dan memenangkan
kenyataan yang menggelisahkam ini…”(Kepala Kampung)
Kalian tidak boleh laggi melalaikan sembahyang dan rukun Islam
lainnya…”(Podium)
Mana Samiran ? cepat ia mulai bertobat dan mulai sembahyang. Jangan suka mencopet lagi dan curi tebu di kebun atau ketela di tegalan” (Podium)
4) Do’a
Seorang muslim hendaklah memabiasakan dirinaya dalam mengharapkan
sesuatu untuk berdo’a kepada Allah. Berdo’a merupakan salah satu ni’mat yang amat
besar yang dikaruniakan Allah kepada hamban-hamba_Nya. Dan do’a merupakan
senjata orang mukmin dikala mendapat cobaan atau ujian dari Allah SWT.
lviii
Firman Allah SWT:
�BC�N3O���% �;#=��L O��Q
)�#���� "XHYt#=?=N:% ZJ��u/�%
"XH:v%9 ���� "XHwt��
�;#=u/�� E�1
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu”. (QS. Al-Mu’min :40:60)
Kalimat yang menunjukkan pada do’a adalah:
“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Bijak semoga mereka segara
dianugerahi mata yang jernih di otak mereka “(Kepala Kampung)
c) Akhlak
Secara etimologi perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab dan merupakan
bentuk jamak dari kata khulk. Khulk di dalam kamus Al-Munjid bererti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat.68
Dalam Islam akhlak menempati tempat yang paling
tinggi. Islam dengan bimbingan Ruhuddin menanamkan sifat mulia dan mengutamakan
akhlak yang mengutamakan sendi-sendi kehidupan bangsa dan tulang punggung yang
kokoh dan kuat untuk menjamin kerukunan hidup dan ketertiban masyarakat.69
Kalimat yang menunjukkan pada akhlak ada 2 kategori:
1) Pemaaf
Ibnur Rummi telah mengatakan:
Manusia dan dunia ini pasti mempunyai kekurangan Yang tak sedap dipandang mata
Atau kelemahan yang mencemari kemulusannya Tidaklah adil jika engkau menginginkan teman yang bersih di dunia ini
Sedang engkau sendiri tidak bersih70
68
Luis Ma’luf, Kamus Al-Munjid, (Beirut: al-Maktabah al_Katulikiyah t.t), h. 194 69
Aisyah Dahlan, “Dekadensi Moral Dan Penanggulangannya”, dalam buku Islam Alim Ulama
dan Pembangunan, (Jakarata: Pusat Dakwah Isalam, 1971), h. 103 70
Aidh bin Abdullah Al-Qarni, Laa Tahzan, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2002), Cet. Ke-3,
h. 449
lix
Tidak layak bagi seorang teman mengambil jarak terhadap temannya karena ada
satu atau dua pekerti yang tidak disukai, padahal masih banyak pekerti lainnya yang
yang daapat diterima dan masih banyak pula sifat-sifat lainnya yang pantas dipuji. Oleh
karenanya kita sebagai muslim selayaknya memiliki akhlak yang terpuji ini yaitu
memaafkan kesalahan dan kealfaan orang lain.
Firman Allah SWT:
1�=x �#�h�=�$�� yza9�%
u�{=�$���� |qR7%9�% E6�
IMo�?�,.�,���� E@}}
“jadilah kamu pemaaf dan serulah orang mengerjakan yang ma’ruf serta
berpaling dari orang-orang yang bodoh”. (QS. 7:199)
Kalimat yang menunjukkan pada pemaaf adalah:
Mas mau memaafkan Aku?
“Kenapa tidak? Tuhanpun Maha Pemaaf” (BH)
Seperti Nabi Muhammad ketika berkunjung ke Ta’if, beliau dilempari batu hingga
luka-luka, namun beliau berdo’a: Tuhan ampunilah mereka, sebab mereka tidaak
mengerti apa yang mereka kerjakan.(Kepala Kampung)
2) Ikhlas
Ikhlas adalah sifat teragung yang Allah berikan kepada hambanya yang terpilih,
tidak semua pemburu ridho-Nya meraih hadiah tersebut. Al-Mukhlisin adalah pemburu
ridho-Nya, sedangkan Al-Mukhlasin adalah mereka yang diridhoi Allah. Karena itu kita
tidak dapat mengaku diri kita ikhlas, tugas kita hanya bermujahadah untuk meraih ridho
Allah SWT.
Seorang Mukhlasin akan merasa ridho dengan segala ketentuan Allah SWT.
Maksudnya merasa senang tidak keberatan dalam menjalankan perintah dan menjauhi
lx
larangan-Nya (seperti melaksanakan shalat lima waktu, ibadah puasa, dilarang berbuat
maksiat dan lain sebagainya) daan melaksanakannya, semata-mata ikhlas karena Allah,
tanpa pamrih.
Tujuan amal ibadah yang dilakukan hanya satu, yaitu bagaimana supaya apa
yang dilakukan diterima Allah SWT. Sehingga akhirnya bisa merasakan buah dari
keikhlasan yang berupa ketentraman jiwa dan ketenangan batin, sehingga hidup akan
jauh lebih indah dan bahagia.71
Kalimat yang menunjukkan pada Ikhlas adalah:
Tapi tak mustahil ia bisa memperoleh kebahagiaan yang lebih tinggi dari dirinya
sendiri, dari keikhlasannya dari yang ditakdirkan Tuhan kepadanya” (BH).
d) Tarikh
Manusia dengan segala keberadabannya tidak lepas dari sejarah dan berbagai
peristiwa. Begitu juga Islam yang mempunyai peradaban terbesar di dunia yang dapat
dijadikan teladan umatnya. Berkaca pada sejarah Rasulullah ada berbagai kejadian
penting yang dialami oleh beliau. Salah satunya adalah ketika Rasulullah berkunjung ke
negeri Ta’if untuk berdakwah, namun apa yang didapat oleh beliau?, beliau malah
dilempari batu hingga luka-luka, namun karena kemulian akhlaknya beliau malah
mendo’akan kaum taif dan memohon ampunan dari Allah SWT.
Dan kisah ini dikutip dalam cerpen yang berjudul “Kepala Kampung”:
Seperti Nabi Muhammad ketika berkunjung ke Ta’if, beliau dilempari batu hingga
luka-luka, namun beliau berdo’a: Tuhan ampunilah mereka, sebabmereka tidak
mengerti apa yang mereka kerjakan”. (Kepala Kampung)
71 Dewi Yana, Kiat-Kiat Ikhlas, (Depok: Intuisssi Press, 2006), Cet. Ke- 1, h. 75
lxi
2. Pesan Dakwah Melalui Kognisi Sosial
Proses terbentuknya kalimat-kalimat dalam cerpen dari buku kumpulan cepen
“BH” adalah bagaimana penulis cerpen berusaha dalam memproses cerita sehingga
terbentuk dalam bentuk teks yang baik yang dapat dimengeti pesan apa yang akan
disampaikan dari cerita yang disajikan tersebut.
Menurut Emha, proses produksi teks dalam memehami peristiwa tertentu dari
cerpen-cerpennya terjadi secara spontan. Hal ini direfleksikan dari pengalaman sehari-
hari yang kemudian dituangkan dalam cerpen-cerpennya.72 Dengan bahasa yang
memikat dan “renyah” , Emha mengajak para pembacanya menyelami realitas sosial
yang kerap kali terjadi di sekeliling kita. Dan mengambil hikmah dari setiap peristiwa
yang terjadi sekecil apapun peristiwa itu.
Judul-judul yang yang tertera dalam kumpulan cerpen ini didasari oleh situasi
kreatif dari seorang penulis, sehingga memberikan nuansa yang mengilhami judul-judul
tersebut.
Proses pengumpulan cerpen-cerpen ini yang kemudian menjadi buku dilakukan
oleh Kompas yang diambil dari cerpen Emha yang ditulis di Kompas itu sendiri, berbgai
surat kabar dan juga cerpen kiriman Emha yang baru dan belum dimuat di Kompas.73
Buku kumpulan cerpen Emha ini adalah yang pertama yang terbitkan oleh Kompas.
Proses produksinya memakan waktu satu bulan, setelah data terkempul dan masuk
seleksi akhirnya disepakati ada 15 judul yang menjadi isi buku tersebut. Adapun proses
pengumpulan data tersebut memakan waktu dua tahun, hal ini disebabkan karena
72
Wawancara dengan Emha Ainun Najib, 16 Mei 2088, Taman Ismail Marjuki. 73
Wawancara dengan Staf Redaksi Penerbit Buku Kompas, Bapak Irwan Suhenda, 29 Mei 2008,
Kantor Penerbit Nuku Kompas
lxii
kesibukan Emha yang pada saat itu banyak menghadiri acara baik di dalam maupun luar
negeri. Pemilihan judul “BH” yang terdapat pada cover diambil dengan alasan untuk
menarik perhatian pembaca (eye catching) sehingga judul tersebut bisa menjual dan
kalau dilihat dari ceritanya, judul “BH” ini sangat menarik dan Kompas sengaja pilih
dikarenakan memang judul ini terdapat dalam buku kumpulan cerpen ini.74
3. Pesan Dakwah Melalui Konteks Sosial
Permasalahan yang timbul dalam kehidupan masyarakat terkadang disikapi
sebagai beban yang sulit untuk dipikul, bahkan tidak jarang yang frustasi, yang merasa
bosan akan kehidupan dan ujian yang dianggapnya tidak berpihak pada dirinya, yang
pada akhirnya timbullah perilaku yang menyimpang.
Dalam cerita-cerita kumpulan cerpen “BH” ini telah ditemukan beberapa gejala-
gejala kehidupan sosial. Dalam hal ini, gejala-gejala kehidupan sosial masyarakat yang
terjadi saat ini. Seperti misalnya, sikap atau pengalaman psikologi seseorang dalam
menghadapi kematian, kerinduan seorang hamba dan kecintaannya kepada Tuhan, juga
bagaimana menjadi pemimpin yang baik dalam menghadapi kejolak yang terjadi di
masyarakat.
Pesan yang ingin disampaikan adalah upaya peningkatan iman dan pendekatan
diri kepada Allah SWT. Sehingga kita pun tidak akan merasa jauh dari Allah SWT.
Kemudian juga bagaimana kita menyikapi hikmah dari setiap kejadian yang terjadi di
masyarakat sesederhana apapun kejadian tersebut, karena pada dasarnya setiap kejadian
pasti ada hikmah di dalamnya.
Seorang manusia harus memiliki rasa optimisme yang kuat, yakni terhadap
kekuasaan Allah SWT dan tidak berpikir negatif. Harus selalu berusaha tawakkal dalam
74 Ibid
lxiii
menghadapi problema hidup sehari-hari, sebab sebenarnya pada setiap kesulitan ada
kemudahan.
Dan tentunya dalam menghadapi suatu permasalahan adanya dukungan dari
sekitar kita. Dengan saling bahu-membahu, mengingatkan satu sama lain bahwa Allah
SWT ada bersama kita, jika kita memohon pertolongan kepada-Nya.
Jadi, intinya dalam menghadapi problematika dan dalam pencapaian iman yang
baik harus didasari dengan niat yang tulus dan ikhlas, serta bertawakkal kepada Allah
SWT. Selain itu juga, harus adanya factor interen dari dalam diri sendiri (kemauan) dan
factor eksternal dari lingkunan sekitar (dukungan).
D. Pesan-Pesan Dakwah dalam Kumpulan Cerpen”BH” Ditinjau dari
Komunikasi Dakwah
1. Pesan-Pesan Dakwah Dzatiyah
Komunikasi dalam diri disebut juga komunikasi intrapribadi (intra personal
communication) yaitu komunikasi dengan diri sendiri, baik kita sadari atau tidak.75
Komunikasi ini merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam
konteks-konteks lainnya, meskipun dalam disiplin ilmu komunikasi tidak dibahas secara
rinci dan tuntas. Dengan kata lain, komunikasi intrapribadi ini inheren dengan
komunikasi dua orang, tiga orang dan seterusnya., karena sebelum berkomunikasi
dengan orang lain kita biasanya berkomunikasi dengan diri sendiri (mempercayai dan
memastikan makna pesan orang lain), hanya saja caranya sering tidak disadari.
Disadari atau tidak, komunikasi ini juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan seorang da’I dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya. Sebelum
berdakwah seorang da’I harus tahu bagaimana memanfaatkan pancaindranya (sensasi),
75
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2001), Cet. Ke-2, h. 72
lxiv
persepsi (memaknai stimuli), memori (apa yang diingat) dan cara berfikir menurut
pandangan Islam. Keempat tahapan ini merupakan siklus komunikasi dalam diri
manusia.76
Pesan dakwah dzatiyah terdapat pada:
Lebih dari sekedar kesepian, Tuhan. Lebih dari sekedar kekosongan. Telah
kutata persaanku, telah kupusatkan pikiranku, telah kuletakkan jiwaku, dan telah
kuberikan sikap terhadap-Mu, lebih dari selayaknya mampu diberikan oleh
seorang makhluk kepada Tuhannya. (Ambang)
Aku tak pernah membayangkan, sejauh keinsyafanku atas segala wajah dan
kotor dan dosa hidupku…(Ambang)
2. Pesan-Pesan Dakwah Fardiyah (Komunikasi Antarpribadi)
Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunkasi
antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun nonverbal.
Dalam konteks dakwah Islamiyah, komunikasi ini inheren dengan dakwah
fardiyah. Hal ini dapat dilihat ketika seorang da’I menyampaikan pesan-pesan
dakwahnya kepada mad’unya. Walaupun terkesan didominasi oleh da’I, tapi ada reaksi
dari mad’u, baik itu bersifat verbal maupun nonverbal.
Pesan dakwah fardiyah terdapat pada:
“Mas mau memaafkan Aku?
Kenapa tidak?, Tuhan pun Maha Pemaaf”. (BH)
Sunyi dan rasa takut akan mempertemukan lebih cepat dengan Allah. Kata Gus
Noor. (Podium)
3. Pesan-Pesan Dakwah Halaqah (Komunikasi Kelompok)
76 Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), Cet. Ke-1
lxv
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang dilakukan dalam sebuah
kelompok, misalnya keluarga, tetangga, kawan-kawan terdekat, kelompok diskusi;
kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil
keputuan. Adapun dalam Islam misalnya kelompok majlis ta’lim, organisasi Islam dan
lain sebagainya, yang kesemuanya itu bertujuan untuk melestarikan dakwah Islamiyah.
Islam juga mengajarkan bagaimana berkomunikasi dengan baik kepada
masyarakat. Sebagai contoh seorang muslim tidak boleh menjauhi muslim lainnya dan
berkomunikasi yang berkomunikasi yang bisa menyakiti orang lain.
Firman Allah SWT:
(QS. Al-Maidah: 54)
��HI-%JK.�L �BC�N3O�� )�#&�Q���
6�Q `-�"R�L "X��P�Q 6� A�8�&L��
��"#'(�a ��~aJ�L �O�� t�"#����
"XH������ h�8�V#�������% ~J3O�T%9
�� �Bo�&�Q��☺�$�� �l:��%9 ��
�BCR�h.���$�� Ic%-�,.�,�� ��B
������ WO�� fg�% �;#=a��L�� ���Q"#�$
t*n�g � ���$�T �7}�a WO�� �8����L
6�Q m�O���l� � �O���% ��u��%
�*��?�Y E�
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang
yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan
Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia
Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahu”.
Pesan dakwah halaqah terdapat pada kalimat:
Pernah kukemukakan kepada mereka, tekad pengabdian mereka itu sendiri sudah
merupakan ibadah sembahyang yang tiada taranya” (Kepala Kaampung)
lxvi
4. Pesan-Pesan Dakwah Ramzi (Simbolik)
Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti dikatakan Susanne K. Langer,
adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambing. Manusia memang satu-satunya
hewan yang menggunakan lambang, dan itulah yang membedakan manusia dengan
makhluk lainnya.
Simbolisasi yang terjadi dalam kumpulan cerpen “BH” dapat dilihat dari
ilustrasi dan tampilan cover yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen tersebut.
Ilustrasi yang dibuat pada tiap halaman muka dari tiap judul mengilustrasikan ataupun
menggambarkan secara singkat bagaimana isi cerita dari cerpen-cerpen itu. Seperti
ilustrasi yang terdapat pada judul “BH”, di situ tegambar seorang pria yang sedang
membaca al-Qur’an yang di bawahnya ada seorang wanita yang sedang duduk
bersimpuh di lutut pria tersebut dan ini memang terjadi di cerita dalam judul “BH
tersebut. Begitupun juga ilustrasi yang ditampilkan pada cover yang dibuat semenarik
mungkin yang memang dibuat sebagai gambaran singkat dari isi buku tersebut.
Adapun dilihat dari konteks komunikasi, simbolisasi ini terlihat dari ketiga jenis
komunikasi yang terjadi dalam cerita yang terdapat dalam kelima judul cerpen yang
telah disebutkan di atas. Berdasarkan hasil pengamatan penulis ternyata komunikasi
yang terjadi didominasi oleh komunikasi dalam diri (intra pribadi). Menurut penjelasan
Emha, hal ini didasarkan pada perenungan pribadi yang pada saat itu masih mempunyai
peluang yang cukup luas,77
seperti pada judul “Ambang”, yang mengisahkan sesorang
yang mengalami pengalaman spiritual dalam dirinya dengan menggugat eksistensi
Tuhan.
77 Wawancara dengan Emha Ainun Najib, 16 Mei 2008, Taman Ismail Marjuki.
lxvii
Dan mekanisme internal seperti itupun sebenarnya menjadi tradisi otomatis
sampai sekarang, artinya banyak pengarang yang menggunakan komunikasi dalam diri
sebagai dimensi yang menjadi roh dalam tulisannnya. Hal ini juga bertujuan agar para
pembaca terbawa oleh cerita dan ikut menyelami kisah dari cerita itu. Tapi Emha hanya
menyeleksi tema-tema yang mengangkat nasib umat manusia secara makro sampai
dirinyapun terlupakan. Karena memang pada kenyataannya Emha berangkat dari dunia
sosial yang bertahun-tahun digelutinya.
lxviii
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, serta hasil analisis data yang
peneliti lakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Buku kumpulam cerpen “BH” karya Emha Ainun Najib adalah kumpulan
goretan cerita pendek Emha yang ditulis 20-30 tahun yang lalu. Dengan
ksederhanan dan kebersahajaannya, Emha memandang sebuah realisme sosial
menjadi sebuah media yang sangat tepat untuk mengekspresikan karya-
karyanya. Salah satunya melalui cerpen. Walaupun terlihat universal, namun
sosok Emha yang relijius tetap saja ada, melekat dan nampak dalam pesan-pesan
yang disampaikan dari cerita-cerita cerpennya. Melalui cerpen-cerpennya ini
Emha mengajak para pembacanya untuk merenungi dan mengambil hikmah dari
setiap kejadian yang terjadi di sekitar kita, sekecil apapun kejadian itu.
2. Pesan-pesan dakwah yang disampaikan oleh Emha dalam Kumpulan Cerpen
“BH” melalui cerita-ceritanya, dari elemen teks, penulis analisis dengan
menggunakan enam Critical Linguistics, yaitu: Tematik, Skematik, Semantik,
Sintaksis, Stilistik, dan Retoris. Dalam kognisi sosial, berkaitan bagaimana
kognisi pengarang dalam memahami peristiwa tertentu dalam membangun
sebuah teks dan juga bagaimana teks tersebut diproduksi. Dilihat dari kognisi
pengarang, proses produksi teks terjadi dari hasil kreatifitas pengarang yang
dilhami oleh pergulatan komunikasi yang terjadi dalam diri pengarang sendiri
(Emha Ainun Najib). Sedangkan proses produksi teks sehingga menjadi sebuah
buku dilakukan oleh Kompas, termasuk di dalamnya proses pengumpulan dan
lxix
penyusunan buku tersebut. Kemudian dari sisi konteks sosial, cerita yang
dibangun oleh Emha terjadi secara spontan dengan melihat relita dari kehidupan
keseharian yang memang kerap akrab dengan kehidupan Emha.
3. Adapun untuk teknik, stuktur dan pengungkapan pesan dakwah, peneliti
menggunakan analisis wacana dengan model analisis dari Teun A. Van Dijk.
Analisis wacana berbeda dengan analisis teks media lainnya. Dalam analisis
wacana tidak hanya akan dilakukan pada penelitian teks semata. Tetapi juga
proses terbentuknya teks oleh penulis cerpen dalam memahami setiap individu
dan peristiwa tertentu. Sehinggga terbentuk dalam teks yang utuh serta dikaitkan
dengan wacana yang berkembang dalam konteks sosial masyarakat. Sehingga
terlihat lebih jelas seluk-beluk teks hingga penyampaian dan perkembangannya.
B. Saran-saran
1. Dalam penyampaian dakwah, hendaknya para juru dakwah mampu
mengemasnya dalam kemasan menarik dan aktual, sehingga mampu menarik
perhatian dan membangkitkan para mad’u untuk menelaah lebih jauh. Seperti
Emha Ainun Najib yang menyajikan pesan dakwah dalam sebuah gambaran
realitas sosial yang ia tuangkan dalam bentuk cerpen. Dengan bahasa yang
“renyah” dan mudah dipahami, Emha berhasil menarik perhatian para
pembacanya untuk larut dalam cerita dalam cerpen karyanya.
2. Bagi Emha Ainun Najib, agar tetap eksis dalam memberikan khasanah baru
guna memberikan pencerahan kepada masyarakat dalam dunia sosial, politik,
budaya dan agama khususnya.
3. Bagi pecinta sastra khususnya pecinta cerpen, agar tidak sekedar membaca suatu
karya sastra, melainkan bagaimana memahami pesan apa yang disampaikan dari
lxx
karya sastra tersebut. Seperti berbagai macam hikmah yang tersirat dalam Buku
Kumpulan Cerpen “BH” Karya Emha Ainun Najib.
lxxi
HASIL WAWANCARA
Nasasumber : Emha Ainun Najib
Waktu : Jum’at 16 Mei 2008
Tempat : TIM (Taman Ismail Marjuki)
T : Apa visi, misi, dan tujuan dari peluncuran buku Kumpulan Cerpen “BH”?
J : Dulu saya rajin menulis dan masih sempat menulis cerpen. Sebelum masyarakat
menjadwal saya melalui problem-problem dan undangan yang saya diminta terlibat.
Sejak itu saya tidak punya waktu untuk konsentrasi sebagai penulis.
T : Apa yang mendasari terpilihnya judul-judul dalam kumpulan cerpen ini?
J : Setiap situasi kreatif memberi nuansa penulisnya sehingga ia menentukan judulnya
dari nuansa itu.
T : Bagaimana proses produksi teks dalam memahami peristiwa tertentu dari cerpen-
cerpen yang Cak Nun tulis dalam kumpulan cerpen ini?
J : Semua spontan saja, refleksi biasa dari pengalaman sehari-hari, sama saja pada setiap
manusia, hanya saja kebetulan bentuk refleksi saya berupa cerpen. Itupun saya sama
sekali bukan penulis cerpen yang baik, karena tidak pernah cukup konsenterasi di
bidang itu.
T : Apa gagasan utam dari judul : BH, Kepala Kampung, Ambang, Podium, dan Di
belakangku?
lxxii
J : Idem nomer 2, judul selalu spontan, tiap hari selama puluhan tahun saya spontan
dituntut kasi judul, nama bayi, nam forum, nama grup musik dan macam-macam
lagi yang jumlahnya sudah puluhan ribu dan tidak terdokumentasi dengan baik.
T : Dari kelma judul tersebut, didominasi oleh komunikasi yang terjadi di dalam diri
(intra personal), mengapa demikian?
J : mungkin karena waktu itu perenungan pribadi masih ada peluang cukup luas.
Sekarangpun sebenarnya mekanisme internal seperti itu menjadi tradisi otomatis,
Cuma saya seleksi hanya sebatas tema-tema yang menyangkut nasib ummat
manusia secar makro, sehingga diri saya sendiri sama sekali hampir tak terpikirkan.
T : menurut Cak Nun, bagaimana peran dunia sastra khususnya cerpen dalam dakwah
Islam di era tekhnologi sekarang ini?
J : Sastra tidak perlu dibebani terlalu berat-berat. Pemerintah yang dibayar dan institusi-
institusi Islam yang begitu besar-besar sudah banyak dan lebih rasional untuk
dituntut.
Mengetahui
Interviewee Interviewed
Sahabudin Emha Ainun Najib
lxxiii
HASIL WAWANCARA
Nasasumber : Emha Ainun Najib
Waktu : Jum’at 16 Mei 2008
Tempat : TIM (Taman Ismail Marjuki)
T : Apa visi, misi, dan tujuan dari peluncuran buku Kumpulan Cerpen “BH”?
J : Dulu saya rajin menulis dan masih sempat menulis cerpen. Sebelum masyarakat
menjadwal saya melalui problem-problem dan undangan yang saya diminta terlibat.
Sejak itu saya tidak punya waktu untuk konsentrasi sebagai penulis.
T : Apa yang mendasari terpilihnya judul-judul dalam kumpulan cerpen ini?
J : Setiap situasi kreatif memberi nuansa penulisnya sehingga ia menentukan judulnya
dari nuansa itu.
T : Bagaimana proses produksi teks dalam memahami peristiwa tertentu dari cerpen-
cerpen yang Cak Nun tulis dalam kumpulan cerpen ini?
J : Semua spontan saja, refleksi biasa dari pengalaman sehari-hari, sama saja pada setiap
manusia, hanya saja kebetulan bentuk refleksi saya berupa cerpen. Itupun saya sama
sekali bukan penulis cerpen yang baik, karena tidak pernah cukup konsenterasi di
bidang itu.
T : Apa gagasan utam dari judul : BH, Kepala Kampung, Ambang, Podium, dan Di
belakangku?
J : Idem nomer 2, judul selalu spontan, tiap hari selama puluhan tahun saya spontan
dituntut kasi judul, nama bayi, nam forum, nama grup musik dan macam-macam
lagi yang jumlahnya sudah puluhan ribu dan tidak terdokumentasi dengan baik.
lxxiv
T : Dari kelma judul tersebut, didominasi oleh komunikasi yang terjadi di dalam diri
(intra personal), mengapa demikian?
J : mungkin karena waktu itu perenungan pribadi masih ada peluang cukup luas.
Sekarangpun sebenarnya mekanisme internal seperti itu menjadi tradisi otomatis,
Cuma saya seleksi hanya sebatas tema-tema yang menyangkut nasib ummat
manusia secar makro, sehingga diri saya sendiri sama sekali hampir tak terpikirkan.
T : menurut Cak Nun, bagaimana peran dunia sastra khususnya cerpen dalam dakwah
Islam di era tekhnologi sekarang ini?
J : Sastra tidak perlu dibebani terlalu berat-berat. Pemerintah yang dibayar dan institusi-
institusi Islam yang begitu besar-besar sudah banyak dan lebih rasional untuk
dituntut.
Mengetahui
Interviewee Interviewed
Sahabudin Emha Ainun Najib
lxxv