analisis sebaran guru dikdasmen di wilayah 3...
TRANSCRIPT
ANALISIS SEBARAN GURU DIKDASMEN
DI WILAYAH 3 T (TERLUAR, TERDEPAN DAN TERTINGGAL)
TINJAUAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
JAKARTA, 2016
ANALISIS SEBARAN GURU DIKDASMEN
DI WILAYAH 3 T (TERLUAR, TERDEPAN DAN TERTINGGAL)
TINJAUAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
JAKARTA, 2016
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T ii
KATALOG DALAM TERBITAN Indonesia. Kemendikbud, Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T
(Tinjauan Sekolah Menengah Pertama) Tahun 2016 Disusun oleh: Bidang Pendayagunaan dan Pelayanan Data. – Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan, 2016
vii, 95 hal, bbl, ilus, 23 cm
1. ANALISIS 2. GURU 3. SEBARAN 4. DIKDASMEN 5. WILAYAH 3T
Pengarah: Bastari Nara Sumber: Siti Sofiah Penulis: Handoko Arwi Hasthoro Nanik Ambarwati Pengolah Data: Wahono Penyunting: Sudarwati Desain Sampul: Abdul Hakim
© PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, 2016
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T iii
KATA PENGANTAR
Buku Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T, Tinjauan Sekolah Menengah Pertama Tahun 2016 ini merupakan publikasi Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (PDSPK), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Buku ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan para pengambil keputusan dan penyusun kebijakan dalam memperoleh informasi tentang sebaran guru SMP di wilayah terluar, terdepan dan tertinggal (3T) di Indonesia.
Untuk memenuhi kebutuhan informasi tersebut, PDSPK, Kemendikbud telah menyiapkan buku ini dengan sumber data utama adalah Data Pokok Pendidikan Tahun 2016. Dengan menggunakan sumber data tersebut maka dapat disajikan analisis sebaran guru sekolah menengah pertama (SMP) di wilayah 3T, sarana prasarana dan mutu siswa.
Buku ini mencoba mengulas dan menggambarkan kondisi keadaan pendidikan dan sebaran guru di wilayah 3T dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Data yang berhasil digali dari berbagai sumber diharapkan menjadi rujukan yang bisa dipercaya sehingga hasil analisis dalam tulisan ini dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan tertentu di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada tim penyusun buku ini sehingga publikasi ini dapat terwujud. Saran dan masukan dari pembaca sangat diharapkan untuk menyempurnakan terbitan berikutnya.
Kepala,
Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan,
Dr. Ir. Bastari, MA NIP 19660730 1990011001
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. . iii DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...... iv DAFTAR TABEL…………………………………………………………………........ v DAFTAR GRAFIK……………………………………………………………………… vi BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang ……………………………………………………………. 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………………………. 5 C. Tujuan Penulisan……………………………………………………….... 5 D. Ruang Lingkup ……………………………………………………………. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………… 6 A. Standar Nasional Pendidikan tentang Standar
Pendidik dan Tenaga Kependidikan serta Permendikbud no. 23 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar …………………………. 6
B. UU Guru dan Dosen …………………………………………………….. 11 C. Kriteria Wilayah 3T …………..……………………………………….... 14 D. Metodologi …………………………………………………………………. 18
BAB III HASIL DAN BAHASAN……………………………………………........ 19 A. Gambaran Umum Keadaan SMP di Wilayah 3T …………… 19 B. Wilayah 3T (Terluar, Terdepan dan Tertinggal) …………... 21 C. Gambaran Keadaan SMP di Wilayah 3T …..…....……………. 25 D. Gambaran Kepala Sekolah dan Guru di Wilayah 3T ……. . 87
BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI …………………………….... . 92 A. Simpulan ……………………………………………………………........... 92 B. Rekomendasi ……………………………………………………….......... 92
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….............. 94
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T v
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1. Gambaran Umum SMP Wilayah Terluar ………………... 22 Tabel 2. Gambaran Umum SMP Wilayah Terdepan .……………. 23 Tabel 3. Gambaran Umum Wilayah Tertinggal ……..…………… … 20 Tabel 4. Gambaran Keadaan Kepala Sekolah di Wilayah 3T …………………………………………………………… … 89 Tabel 5. Gambaran Keadaan Guru di Wilayah 3T ………………… 90 Tabel 6. Gambaran Keadaan Kepala Sekolah dan Guru di Wilayah 3T ……………………………………….……………... … 91
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T vi
DAFTAR GRAFIK
Halaman Grafik 1 Rasio Guru per Sekolah Wilayah Terluar ..................... 26 Grafik 2 Rasio Guru per Sekolah Wilayah Terdepan .................. 27 Grafik 3 Rasio Guru per Sekolah Wilayah Tertinggal ................. 28 Grafik 4 Persentase Guru Layak (% G-layak) Wilayah Terluar ... 31 Grafik 5 Persentase Guru Layak (% G-layak) Wilayah Terdepan ………………………………………………………………… 32 Grafik 6 Persentase Guru Layak (% G-layak) Wilayah Tertinggal ..................................................................... 34 Grafik 7 Persentase Kepala Sekolah Layak (% KS-layak) Wilayah Terluar ………………………………………………………. 37 Grafik 8 Persentase Kepala Sekolah Layak (% KS-layak) Wilayah Terdepan …………………………………………………… 38 Grafik 9 Persentase Kepala Sekolah Layak (% KS-layak) Wilayah Tertinggal ....................................................... 40 Grafik 10 Rasio Siswa per Guru (R-S/G) Wilayah Terluar ………… 42 Grafik 11 Rasio Siswa per Guru (R-S/G) Wilayah Terdepan …….. 43 Grafik 12 Rasio Siswa per Guru (R-S/G) Wilayah Tertinggal ……. 45 Grafik 13 Rasio Siswa per Rombel (R-S/Rb) Wilayah Terluar …… 48 Grafik 14 Rasio Siswa per Rombel (R-S/Rb) Wilayah Terdepan .. 49 Grafik 15 Rasio Siswa per Rombel (R-S/Rb) Wilayah Tertinggal .. 50 Grafik 16 Angka Mengulang (AU) Wilayah Terluar ……….…………. 52 Grafik 17 Angka Mengulang (AU) Wilayah Terdepan ……………… 53 Grafik 18 Angka Mengulang (AU) Wilayah Tertinggal …………….. 55 Grafik 19 Angka Putus Sekolah (APS) Wilayah Terluar ……………. 57 Grafik 20 Angka Putus Sekolah (APS) Wilayah Terdepan ………… 58 Grafik 21 Angka Putus Sekolah (APS) Wilayah Tertinggal ……….. 60 Grafik 22 Angka Partisipasi Kasar (APK) Wilayah Terluar ............ 62 Grafik 23 Angka Partisipasi Kasar (APK) Wilayah Terdepan …….. 63 Grafik 24 Angka Partisipasi Kasar (APK) Wilayah Tertinggal …… . 65 Grafik 25 Angka Partisipasi Murni (APM) Wilayah Terluar .......... 67 Grafik 26 Angka Partisipasi Murni (APM) Wilayah Terdepan ..... 68
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T vii
Grafik 27 Angka Partisipasi Murni (APM) Wilayah Tertinggal ….. 70 Grafik 28 Rasio Rombongan Belajar per Ruang Kelas (R-Rb/RK) Wilayah Terluar ........................................... 73 Grafik 29 Rasio Rombongan Belajar per Ruang Kelas (R-Rb/RK) Wilayah Terdepan ....................................... 74 Grafik 30 Rasio Rombongan Belajar per Ruang Kelas (R-Rb/RK) Wilayah Teringgal ........................................ 75 Grafik 31 Persentase Ruang Kelas Baik (% RKB) Wilayah Terluar .......................................................................... 77 Grafik 32 Persentase Ruang Kelas Baik (% RKB) Wilayah Terdepan ...................................................................... 78 Grafik 33 Persentase Ruang Kelas Baik (% RKB) Wilayah Tertinggal ..................................................................... 82 Grafik 34 Rasio Kepala Sekolah per Sekolah (R-KS/Sek) Wilayah Terluar .......................................................................... 82 Grafik 35 Rasio Kepala Sekolah per Sekolah (R-KS/Sek) Wilayah Terdepan ...................................................................... 83 Grafik 36 Rasio Kepala Sekolah per Sekolah (R-KS/Sek) Wilayah Tertinggal ..................................................................... 85
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan negara dalam Undang-Undang Dasar 1945 salah satunya adalah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan yang dimaksud merupakan kecerdasan yang didapat dari proses pendidikan. Pondasi dari proses tersebut tentu saja adalah pendidikan dasar. Seperti yang pernah dicanangkan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1994 bahwa wajib belajar selama 9 (sembilan) tahun yang setidaknya mencakup keseluruhan pendidikan pada tingkat dasar. Hal ini berarti setiap warga negara mempunyai kewajiban dan kesempatan untuk, paling tidak, menempuh pendidikan dasar.
Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan pembangunan bangsa Indonesia seutuhnya, dimana seluruh lapisan masyarakat berhak untuk mendapatkan pelayanan dan kesempatan melaksanakan perannya dalam proses pembangunan. Tanggungjawab pembangunan merupakan tanggungjawab bersama pemerintah beserta masyarakat untuk menuju kesejahteraan sosial. Dalam sudut pandang pembangunan manusia, jika kita sungguh-sungguh ingin membangun bangsa, maka idealnya pembangunan bangsa ini berpangkal pada pengarusutamaan proses penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan harus menjadi prioritas dalam strategi pembangunan nasional dan menjadikannya sebagai alat utama dalam membangun bangsa. Pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan peradaban masyarakat bangsa tertentu. Perkembangan tersebut akan sangat dipengaruhi oleh sejumlah landasan dan asas-asas tertentu dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Beberapa landasan pendidikan yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan adalah landasan filosofis, sosiologis, dan budaya. Kemudian landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk menjemput masa depan. Pendidikan dalam suatu negara akan berjalan dengan baik tergantung pada pandangan terhadap landasan filosofis pendidikan yang digunakan dan akan menjadi dasar bagi landasan-landasan lainnya.
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 2
Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo telah dicetuskan program kerja yang merupakan harapan-harapan pemerintah yang tertuang dalam Nawacita. Nawacita adalah Sembilan program yang diharapkan agar Bangsa Indonesia lebih mandiri, khususnya mandiri dalam ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya agar tidak mudah didikte oleh bangsa lain. Ada 2 (dua) poin dalam Nawacita yang terkait langsung dengan bidang pendidikan, yaitu: poin ke-5 yang menyatakan akan meningkatkan kualitas pendidikan dan poin ke-8 yang menyatakan akan melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional.
Pendidikan merupakan hal yang wajib untuk diusahakan baik secara pribadi maupun kelembagaan dan kenegaraan. Kajian pendidikan yang perlu dikembangkan tersebut tentunya baik secara teoritis, praktis maupun secara filosofis. Teori dan praktik dalam dunia pendidikan mengalami perkembangan seiring dengan semakin meningkatnya peradaban manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya suatu landasan bagi dunia pendidikan yang dapat mempertahankan esensi dari pendidikan tersebut. Perkembangan dalam dunia pendidikan terinspirasi oleh adanya tuntutan humanisasi dan tuntutan kebutuhan atas suatu peradaban manusia. Jika suatu negara membangun pendidikan berlandaskan pada kebutuhan manusia, maka kesadaran itu akan lebih cepat muncul sebagai solusi terhadap kesenjangan dunia pendidikan yang ada.
Fungsi pendidikan dalam pembangunan nasional sangat penting dan memegang peran yang sangat vital. Menurut Hasan Lagulung, fungsi pendidikan ada 3, yaitu: Pertama, menyiapkan generasi muda untuk memiliki kemampuan agar bisa memegang peranan-peranan pada masa yang akan datang di tengah kehidupan bermasyarakat. Kedua, memindahkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan peranan-peranan diatas dari generasi tua ke generasi muda. Ketiga, memindahkan nilai-nilai dari generasi tua ke generasi muda dengan tujuan agar keutuhan dan kesatuan masyarakat terpelihara, sebagai syarat berlangsungnya kehidupan suatu masyarakat dan juga peradaban. Selain itu pendidikan juga berfungsi sebagai alat untuk pengembangan kepribadian dan proses integrasi sosial. Pendidikan merupakan proses yang sangat penting
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 3
dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Pendidikan harus terus berjalan demi keberlangsungan kehidupan manusia, karena tanpa pendidikan tidak akan ada perpindahan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai.
Mengingat pendidikan memegang peranan yang penting dalam proses pembangunan nasional maka tenaga pendidik (guru) juga memegang peran yang tidak kalah penting. Peran guru dalam pendidikan akan sangat menentukan seberapa efektif dan efisien proses belajar mengajar yang diselenggarakan. Menurut Syamsuddin (2003) peran guru yang ideal adalah: Pertama, sebagai konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan. Kedua, sebagai inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan. Ketiga, sebagai transmitor (penerus) sistem nilai tersebut kepada peserta didik. Keempat, sebagai transformator (penerjemah) sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadi dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik. Kelima, sebagai organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara formal maupun moral. Dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher consule), dimana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, analisa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya harus membantu pemecahannya. Peran yang begitu penting dan banyak menjadikan masalah tersendiri bagi pemerintah, tidak hanya dalam meningkatkan kualitas guru tapi juga kuantitas guru terutama dalam masalah sebaran guru yang bisa menjangkau seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Renstra Kemendikbud RI) menunjukkan bahwa tema pembangunan pendidikan tahun 2015-2019 adalah daya saing regional. Hal ini terkait dengan dimulainya era masyarakat ekonomi ASEAN, yang mana pendidikan merupakan salah satu sektor yang akan berkompetisi dengan negara-negara anggota ASEAN untuk masuk dalam dunia kerja ke masing-masing negara anggota tersebut. Renstra tersebut juga menyatakan beberapa paradigma pendidikan seperti (diantaranya) pendidikan untuk semua,
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 4
pendidikan sepanjang hayat, dan pendidikan sebagai suatu gerakan. Hal ini mempunyai makna bahwa Kemendikbud RI menginginkan akses pendidikan harus bisa dinikmati semua anak bangsa di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada sejumlah permasalahan dalam mewujudkan paradigma pendidikan tersebut yang dihadapi oleh Kemendikbud RI, seperti peran pelaku pembangunan pendidikan yang belum optimal, pelaksanaan wajar pendidikan 12 tahun yang berkualitas tetapi belum maksimal, peningkatan manajemen guru yang belum maksimal, dan pengentasan keniraksaraan yang belum merata. Kemendikbud RI kemudian melakukan rencana-rencana untuk mengatasi permasalahan tersebut yang diintegrasikan dengan program Nawacita. Hal tersebut salah satunya tertuang dalam Misi Kemendikbud RI No 2 yaitu Mewujudkan akses yang merata, meluas, dan berkeadilan yang berupa mengoptimalkan capaian wajib belajar 12 tahun, meningkatkan ketersediaan serta keterjangkauan layanan pendidikan, khususnya bagi masyarakat yang berkebutuhan khusus dan masyarakat terpinggirkan, serta bagi wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang termasuk dalam kategori wilayah 3T perlu mendapat perhatian yang lebih serius dalam pembangunan pendidikan. Kemendikbud RI merespon hal ini dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2012 Tentang Kriteria Daerah Khusus dan Pemberian Tunjangan Khusus Bagi Guru, dengan beberapa poin penting tertuang pada Pasal 1: Yang dimaksud dengan daerah khusus dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini adalah: a) daerah yang terpencil atau terbelakang, b) daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, c) daerah perbatasan dengan negara lain, d) daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain dan/atau dan e) pulau kecil terluar. Pasal 3: Penetapan daerah khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang merupakan dasar pemberian tunjangan khusus bagi guru yang bertugas di daerah khusus.
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 5
Kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional dalam rangka percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T, adalah Program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia. Program ini meliputi (1) Program Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi dengan Kewenangan Tambahan (PPGT), (2) Program Sarjana Mendidik di daerah 3T (SM-3T), (3) Program Kuliah Kerja Nyata di daerah 3T dan PPGT (KKN-3T PPGT), (4) Program Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi Kolaboratif (PPGT Kolaboratif), (5) Program S-1 Kependidikan dengan Kewenangan Tambahan (S-1 KKT). Program-program tersebut merupakan jawaban untuk mengatasi berbagai permasalahan pendidikan di daerah 3T, membantu daerah 3T dalam mengatasi permasalahan pendidikan terutama masalah kekurangan tenaga pendidik. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah yang akan dikaji yaitu “Bagaimanakah kondisi pendidikan dan kebutuhan tenaga pengajar/pendidik (guru) tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di wilayah 3T?”. C. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi pendidikan dan sebaran tenaga pengajar/pendidik (guru) SMP di wilayah 3T sebagai bahan acuan penyusunan kebijakan.
D. Ruang Lingkup
Analisis ini hanya untuk wilayah 3T pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan tinjauan pustaka sebagai kerangka
acuan utama dalam penyusunan tulisan. Tinjauan pustaka terdiri dari pedoman dan peraturan-peraturan tentang pendidikan yang terkait dengan guru dan permasalahan yang ada didalamnya.
A. Standar Nasional Pendidikan tentang Standar Pendidik dan
Tenaga Kependidikan serta Permendikbud no. 23 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar
Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional dan harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Ada 8 (delapan) standar dalam Standar Nasional Pendidikan, yang salah satunya adalah Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Dalam Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan disebutkan bahwa Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksud adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tenaga pengajar/pendidik (guru) merupakan faktor dominan yang dapat mempengaruhi minat siswa dalam belajar. Bila guru dapat melakukan pembelajaran yang profesional, misalnya menyenangkan,
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 7
memudahkan, mampu menumbuhkan aktivitas dan kreativitas siswa, serta membelajarkan siswa, maka siswa akan memiliki minat yang tinggi terhadap proses pembelajaran. Guru kurang profesional, menyajikan materi pelajaran berpusat pada dirinya, menyebabkan siswa sulit memahami, otoriter dan akhirnya membuat siswa malas belajar, maka siswa akan kehilangan minatnya terhadap proses pembelajaran.
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Berdasar pada asas profesionalisme, guru dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yakni guru yang profesional (walau dia tidak tersertifikasi) dan guru yang belum profesional (termasuk yang tersertifikasi).
Tujuan pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur dan beradab berdasarksan Pancasila dan UUD 1945. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia salah satunya adalah dengan dikeluarkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Indonesia merdeka 64 tahun dan 100 tahun kebangkitan nasional, pendidikan yang diharapkan tidak tercapai.
Tugas pembangunan pendidikan tentu saja tidak hanya oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah kabupaten/kota, juga ikut bertanggungjawab atas terselenggaranya pembangunan pendidikan di daerah. Dalam persaingan global bidang pendidikan terus diupayakan agar peserta didik mendapatkan kualitas pembelajaran yang setara dengan negara lainnya. Indikator-indikator perkembangan kualitas pendidikan harus senantiasa dicermati dan diperhatikan dengan baik. Laporan Indeks
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 8
Pembangunan Manusia 2015 yang dikeluarkan Badan Perserikatan Bangsa Bangsa Urusan Program Pembangunan (UNDP) baru-baru ini menyatakan Indonesia sebagai negara berkembang terus mengalami kemajuan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati peringkat ke 110 dari 187 negara, dengan nilai indeks 0,684. Jika dihitung dari sejak tahun 1980 hingga 2014, berarti IPM Indonesia mengalami kenaikan 44,3 persen. Direktur UNDP Indonesia Christophe Bahuet (2015) mengatakan ada empat indikator yang digunakan untuk mengukur IPM Indonesia tahun 2014, yakni angka harapan hidup sebesar 68,9, harapan tahun bersekolah 13,0, rata-rata waktu sekolah yang sudah dijalani oleh orang berusia 25 tahun keatas sebesar 7,6 dan pendapatan nasional bruto per kapita 9.788.
Pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan harus dikelola dengan baik agar kualitas peserta didik meningkat dan berkontribusi positif terhadap pembangunan nasional. Pengelolaan pendidikan merupakan pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Pengelolaan pendidikan ditujukan untuk menjamin akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang mencukupi, merata, terjangkau, bermutu, berdaya saing, efektif, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam proses pembangunan sebagai usaha pengembangan martabat manusia pendidikan tidak berdiri sendiri. Pendidikan akan bermakna jika merupakan bagian dari usaha terpadu untuk meningkatkan martabat manusia. Pendidikan selain berfungsi mencerdaskan kehidupan bangsa juga untuk meningkatkan produktivitas perorangan dan masyarakat pada umumnya. Pendidikan merupakan bagian dari usaha terpadu atau salah satu faktor penting untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan pendapatan, dan memperluas peluang kerja. Kemendikbud RI dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 Tentang
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 9
Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota. Isi dari peraturan tersebut adalah sebagai berikut: Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut: (1) Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar sesuai SPM
pendidikan merupakan kewenangan kabupaten/kota. (2) Penyelenggaraan pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi: a. Pelayanan pendidikan dasar oleh kabupaten/kota :
1. Tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki yaitu maksimal 6 km jalan darat/air untuk SMP/MTs dari kelompok permukiman permanen di daerah terpencil;
2. Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SMP/MTs tidak melebihi 36 orang. Untuk setiap rombongan belajar tersedia 1 (satu) ruang kelas yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk peserta didik dan guru, serta papan tulis;
3. Setiap SMP dan MTs tersedia ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk 36 peserta didik dan minimal satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik;
4. Setiap SMP/MTs tersedia satu ruang guru yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya; dan di setiap SMP/MTs tersedia ruang kepala sekolah yang terpisah dari ruang guru;
5. Setiap SMP/MTs tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk daerah khusus tersedia satu orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran;
6. Setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sebanyak 70% dan separuh diantaranya (35% dari keseluruhan guru) telah memiliki sertifikat pendidik, untuk daerah khusus masing-masing sebanyak 40% dan 20%;
7. Setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik masing-
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 10
masing satu orang untuk mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
8. Setiap kabupaten/kota semua kepala SMP/MTs berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik;
10. Setiap kabupaten/kota semua pengawas sekolah dan madrasah memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik;
11. Pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana dan melaksanakan kegiatan untuk membantu satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif; dan
12. Kunjungan pengawas ke satuan pendidikan dilakukan satu kali setiap bulan dan setiap kunjungan dilakukan selama 3 jam untuk melakukan supervisi dan pembinaan.
b). Pelayanan pendidikan dasar oleh satuan pendidikan:
1. Setiap SMP/MTs menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup semua mata pelajaran dengan perbandingan satu set untuk setiap perserta didik;
2. Setiap SD/MI memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi, dan setiap SMP/MTs memiliki 200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi;
3. Setiap guru tetap bekerja 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan, termasuk merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing atau melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan;
4. Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34 minggu per tahun dengan kegiatan pembelajaran sebagai berikut :
a) Kelas I – II : 18 jam per minggu; b) Kelas III : 24 jam per minggu; c) Kelas IV - VI : 27 jam per minggu; atau d) Kelas VII - IX : 27 jam per minggu;
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 11
5. Satuan pendidikan menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku;
6. Setiap guru menerapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun berdasarkan silabus untuk setiap mata pelajaran yang diampunya;
7. Setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik;
8. Kepala sekolah melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester;
9. Setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil penilaian setiap peserta didik kepada kepala sekolah pada akhir semester dalam bentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik;
10. Kepala sekolah atau madrasah menyampaikan laporan hasil ulangan akhir semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta ujian akhir (US/UN) kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan rekapitulasinya kepada Dinas Pendidikan kabupaten/kota atau Kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota pada setiap akhir semester; dan
11. Setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS).
Jadi, inti dari permendikbud tersebut adalah beberapa kewenangan pemerintah kabupaten/kota pada standar pelayanan minimal pendidikan dasar mulai dari penyediaan sarana dan prasarana serta tenaga pendidik dan kependidikan. Selain itu, kepala daerah pemerintah kabupaten/kota wajib memberi laporan ke berbagai pejabat diatasnya sebagai dasar pelaksanaan evaluasi.
B. UU Guru dan Dosen
Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 12
relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan lokal, nasional dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Menurut Undang-Undang No 14 Tahun 2005, yang dimaksud guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk menigkatkan mutu pendidikan nasional. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasar prinsip: (a) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (b) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (c) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan tugas; (d) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (e) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (f) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (g) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (h) memliki jaminan perlindungan hukum dalam menjalankan tugas keprofesionalan; dan (j) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan. Pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 13
keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
Dalam menjalankan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban (a) merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi pembelajaran; (b) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (c) bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam proses pembelajaran; (d) menjunjung tinggi peraturan perundangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama, dan etika, dan (e) memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu. Profesionalisasi mengandung makna dua dimensi utama, yaitu peningkatan status dan peningkatan kemampuan praktis. Peningkatan status dan peningkatan kemampuan praktis ini harus sejalan dengan tuntutan tugas yang diemban sebagai guru. Sebagai tenaga profesional, guru dituntut memvalidasi ilmunya, baik melalui belajar sendiri maupun melalui program pembinaan dan pengembangan yang dilembagakan oleh pemerintah atau masyarakat. Pembinaan merupakan upaya peningkatan profesionalisme guru yang dapat dilakukan melalui kegiatan seminar, pelatihan, dan pendidikan. Pembinaan guru dilakukan pembiayaan kerangka pembinaan profesi dan karier. Pembinaan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Pembinaan karier sebagaimana dimaksud meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Guru memiliki peran strategis dalam memperkukuh ketahanan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan dasar dan
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 14
menengah yang diselenggarakan pemerintah. Kewajiban tersebut tidak hanya oleh pemerintah pusat tetapi juga kewajiban pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya. Selain itu, penyelenggara satuan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi guru tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara obyektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundangan. Daerah khusus bisa mendapatkan guru yang diangkat oleh pemerintah pusat maupun daerah. Pada pasal 29 UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa setiap guru yang diangkat wajib menandatangani pernyataan ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun. Guru yang ditugaskan di daerah khusus tersebut memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
C. Kriteria Wilayah 3T
Pengertian daerah tertinggal didefinisikan berdasarkan kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan wilayah (fungsi inter dan intra spasial baik pada aspek alam, aspek manusianya, maupun prasarana pendukungnya). Kriteria penentuan wilayah tertinggal dengan menggunakan pendekatan perhitungan 6 (enam) kriteria dasar yaitu: perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (fiskal), aksesibilitas, dan karakteristik daerah. Kebijakan dan strategi pembangunan daerah tertinggal, ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi daerah tertinggal secara umum berupa pemihakan, percepatan, dan pemberdayaan masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah. Program prioritas yang harus dilaksanakan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah, meliputi: pengembangan ekonomi lokal, pemberdayaan masyarakat, pengembangan daerah perbatasan pemutusan keterisolasian, penanganan komunitas adat terpencil (KAT), pengembangan daerah perbatasan, pengembangan prasarana dan sarana, serta pencegahan dan rehabilitasi bencana. Sumber-
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 15
sumber pendanaan pembangunan daerah tertinggal berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Swasta dan Masyarakat, serta Dana Penerimaan Lainnya yang sah.
Dokumen Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal ini bersifat umum dan diarahkan kepada para pemegang kebijakan baik di pusat maupun di daerah agar dapat mempercepat pembangunan daerah tertinggal di wilayah yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan karakteristik masing-masing sehingga mampu memberi pengaruh yang nyata terhadap perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya secara berkelanjutan. Pada pendidikan dasar sudah sepatutnya memiliki perhatian khusus dari pemerintah mengenai segi pengadaan kurikulum untuk pendidikan dasar tersebut. Sebagai timbal balik yang normal proses perencanaan sampai dengan pelaksanaan yang ada dalan pendidikan dasar harus steril dari jamahan masyarakat. Dalam Undang-Undang 50 mengenai pendidikan dasar disebutkan bahwa: Pendidikan dasar merupakan pendidikan rendah, yang disini definisinya sangat jelas bahwa pendidikan dasar merupakan level untuk menumbuhkan minat, mengasah kemampuan pikir, olah tubuh dan naluri. Pada hakikatnya satuan pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar-dasar kemampuan seperti kemampuan kecerdasan pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Agar terlaksananya tujuan dengan baik serta agar tercapainya tujuan pendidikan nasional dengan memuaskan disinilah dituntut peran dari guru untuk proses pembelajaran serta pengajaran agar siswa memiliki keseimbangan antara kognitif, afektif dan psikomotorik.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2012 Tentang Kriteria Daerah Khusus dan Pemberian Tunjangan Khusus Bagi Guru, yang dimaksud dengan daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana (alam dan sosial) dan daerah yang berada dalam keadaan darurat, dan atau daerah pulau kecil terluar. Kriteria daerah yang
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 16
terpencil atau terbelakang adalah di mana akses transportasi sulit dijangkau dan mahal disebabkan oleh tidak tersedianya jalan raya, tergantung pada jadwal tertentu, tergantung pada cuaca, satu-satunya akses dengan jalan kaki, memiliki hambatan dan tantangan alam yang besar. Daerah tersebut tidak tersedia dan atau sangat terbatasnya layanan fasilitas umum, fasilitas pendidikan, fasilitas listrik, fasilitas kesehatan, fasilitas informasi dan komunikasi, dan sarana air bersih. Pada daerah itu juga harga-harga tinggi dan sulitnya ketersediaan bahan pangan, sandang, dan papan atau perumahan untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
Perencanaan pembangunan yang dapat diimplementasikan dengan baik dan memberikan hasil kepada para pemangku kepentingan sesuai dengan kebutuhannya, seharusnya memasukkan faktor bentang alam dan karakter sosial budaya masyarakat sebagai bagian dari masukan perencanaan (Li & Scullion, 2006 dalam BAPPENAS 2014). Penelitian yang mereka lakukan di Cina menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan hasil pembangunan pada wilayah perbatasan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan bentang alam antara satu wilayah dengan wilayah lain. Perbedaan yang tidak menjadi pertimbangan dalam menyusun perencanaan menyebabkan melebarnya perbedaan hasil pembangunan. Pada wilayah yang “mudah” dibangun dan kaya akan sumber daya alam, hasil pembangunan dapat dimaksimalkan. Sementara wilayah yang “sulit” dan terbatas sumber daya alamnya membutuhkan pengetahuan dari pemerintah maupun pemangku kepentingan yang lain, untuk lebih aktif meningkatkan kapasitas institusinya dan mengelola pengetahuan akan wilayahnya, dengan lebih baik.
Hal lain yang menjadi temuan dari Li & Scullion (2006, dalam BAPPENAS 2014) adalah dibutuhkannya beberapa lapis platform pengetahuan untuk mengelola wilayah perbatasan. Pemerintah maupun para pelaku kegiatan ekonomi (terutama) di wilayah perbatasan juga harus menguasai konsep wilayah perbatasan. Keterbatasan pengetahuan akan konsep ini akan menjadi salah satu faktor yang dapat menyurutkan kualitas pembangunan di wilayah tersebut. Faktor geografis dan potensi fisiknya merupakan hal yang harus menjadi pertimbangan dalam perencanaan wilayah perbatasan. Wilayah perbatasan yang dikuasai negara yang berbeda
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 17
dan memiliki potensi yang berbeda mendorong terjadinya kesenjangan. Karena itu penguasaan akan potensi dan kondisi geografis menjadi kunci kesetaraan dalam pembangunan wilayah perbatasan. Kondisi fisik ruang muka bumi dan jarak juga menjadi kunci keberhasilan. Jarak pusat permukiman yang terbentang jauh antar dua negara, berbeda dampaknya dengan permukiman yang berjarak dekat. Kedekatan jarak menjadi pendorong munculnya berbagai kegiatan ekonomi dan berjalannya kegiatan perdagangan. Hal ini memunculkan bias kewarganegaraan karena sesungguhnya para pemukim tersebut dapat berasal dari satu suku bangsa, bahkan dapat juga mereka bersaudara.
Tantangan untuk mewujudkan pemerataan dan keterpaduan pembangunan dalam suatu wilayah juga berkaitan dengan perlunya koordinasi kebijakan pembangunan nasional maupun kekuatan/ kemauan politik (political will) yang terstruktur. Seperti diketahui bahwa, ketimpangan wilayah seringkali memberikan “kerugian” yang lebih besar bagi negara. Pembelajaran kasus di kawasan perbatasan negara (di klaimnya Sipadan-Ligitan) oleh negara lain (Malaysia), serta konflik horisontal, merupakan beberapa contoh mengapa pemerataan pembangunan wilayah menjadi tujuan pembangunan. Pemerataan pembangunan juga merupakan bagian dari kewajiban negara dan hak dasar masyarakat sebagaimana amanat undang-undang dasar 1945. Dengan memperhatikan tujuan pembangunan nasional dan berbagai tantangan tersebut, pembangunan berdimensi spasial atau wilayah menjadi penting, relevan dan mendesak dalam menjamin pembangunan secara merata ke seluruh wilayah. Pendekatan wilayah menegaskan perlunya pengembangan suatu kebijakan yang spesifik (affirmative policy) untuk membangun wilayah tertinggal dan perbatasan, pengembangan pusat-pusat pertumbuhan, serta kawasan rawan bencana sebagai landasan utama dalam pengembangan wilayah, maupun bencana sebagai pengarusutamaan (mainstream) pembangunan.
Regionalisasi dalam pengembangan wilayah nasional dalam RPJMN 2010-2014 mengacu pada keserasian dan keseimbangan pembangunan ekonomi wilayah dengan kesejahteraan masyarakat, pembangunan infrastruktur, dan kelestarian lingkungan, sehingga terwujud pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 18
development). Dalam konteks pembangunan Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal (KKDT), maka tujuan utama pembangunan yaitu untuk mengurangi ketimpangan wilayah antar Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI), Daerah Tertinggal dengan daerah Non Tertinggal, Kawasan Perbatasan Negara dengan wilayah negara tetangga. Kawasan rawan bencana maupun tata ruang seyogyanya menjadi landasan utama dalam konteks keterpaduan pembangunan mengurangi potensi resiko bencana, konflik kepentingan, pembangunan lintas wilayah dan lintas sektoral, yang pada akhirnya akan memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tantangan untuk mengurangi ketimpangan wilayah di Indonesia, bukan suatu hal yang mudah. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, pembangunan cenderung mengarah di wilayah Jawa maupun Sumatera. Sementara wilayah Kalimantan, Bali-Nusa Tenggara, Sulawesi, Papua tetap tertinggal dalam pembangunan (BAPPENAS 2014).
D. Metodologi
Data yang digunakan dalam studi ini adalah data pokok pendidikan (Dapodik) bersumber dari hasil pendataan yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Data dianalisa mengunakan teknik analisis data statistik deskriptif untuk menggambarkan keadaan pendidikan dan analisis rasio untuk mengetahui sebaran guru untuk melayani siswa di wilayah terluar, terdepan dan tertinggal. Standar untuk menilai kecukupan guru adalah indikator yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Analisa rasio merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam pos data dengan pos data lainnya yang mempunyai hubungan relevan dan signifikan. Analisis lain yang digunakan adalah menghitung persentase keadaan guru berdasar masing-masing wilayah sesuai dengan peraturan Mendikbud No 23 Tahun 2013 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota.
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 19
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Keadaan SMP di Wilayah 3T
Wilayah 3T merupakan wilayah yang sebagian besar infrastruktur belum memadai sehingga tidak banyak orang yang bersedia ditempatkan pada daerah tersebut. Banyak problem yang menyelimuti pelaksanaan pendidikan di wilayah yang masuk kategori terluar, terdepan dan tertinggal. Permasalahan di dalam dunia pendidikan di daerah terpencil telah lama kita sadari. Namun dengan dalih keterbatasan pembiayaan dan berbagai peraturan berlaku selalu dijadikan alasan untuk menunda pemecahan masalah tersebut. Sebagai ilustrasi betapa sulitnya menempatkan tenaga guru di daerah-dareh tersebut. Demikian pula sulitnya membangun sarana pendidikan standar karena kesulitan komunikasi atau langkanya alat-alat bantu proses belajar mengajar. Begitu pula tuntutan sistem pendidikan yang standar mengenai jenjang pendidikan serta kurikulum nasional menghambat daerah terpencil untuk mengejar ketertinggalan. Sedikit bernapas lega pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang pemberian tunjangan guru di daerah khusus ( Undang-Undang Guru dan Dosen: pasal 18).
Langkah diatas saja tidak cukup, artinya diperlukan pendekatan baru dalam menangani pendidikan didaerah terpencil ini. Diperlukan berbagai terobosan atau penanganan khusus tentu dalam rangka menuju sistem pendidikan nasional. Setiap terobosan memiliki arah yang jelas dan berakhir apabila tujuan utamanya tercapai. Tujuan utama pendidikan di daerah terpencil, kepulauan dan perbatasan dalam jangka pendek dan jangka menengah ialah mengangkat martabat manusia yang lebih layak, sehingga dapat ikut serta secara aktif dalam proses pembangunan. Untuk itu perlu dilakukan dengan cara pengadaan dan penempatan guru.
Jumlah guru yang kurang bukan satu-satunya masalah yang dihadapi masyarakat dan pemerintah di daerah tersebut, kualitas guru pun juga merupakan masalah yang penting. Apakah siswa bisa mempelajari sesuatu bila cara guru mengajar hanya masuk dalam kelas, membuka buku dan membacanya dengan keras? Pertanyaan ini berkecamuk di benak ribuan siswa dan orang tua siswa yang
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 20
berada di desa-desa kecil yang tersebar di seluruh Indonesia, dimana para guru sekolah dasar dan sekolah menengah pertama umumnya masuk ke dalam kelas dan “mengajar” dari buku tanpa membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Para pemerhati pendidikan melihat bahwa kondisi guru-guru yang “kurang bersemangat saat mengajar” disebabkan pada ketidaktahuan para guru untuk mempersiapkan Rencana Pelaksanan Pembelajaran yang baik.
Meski kualitas guru adalah hal yang penting, sebaran guru di wilayah atau daerah 3T juga merupakan persoalan yang penting. Jumlah guru yang kurang di wilayah atau daerah 3T sebenarnya hanya di wilayah tertentu saja, sedangkan di wilayah 3T lainnya jumlah guru cukup memadai. Jadi, persoalan yang sangat penting untuk dipecahkan adalah sebaran atau distribusi guru. Berkaitan dengan manajemen guru, perlu perhatian khusus untuk beberapa hal yang sangat esensial, seperti termuat dalam UU Nomor 14 Tahun 2005. Pertama, pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru Pegawai Negeri Sipil (PNS), baik jumlah, kualifikasi, kompetensi maupun pemerataannya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan. Kedua, pemerintah propinsi wajib memenuhi kebutuhan guru PNS, baik jumlah, kualifikasi, kompetensi maupun pemerataannya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar negeri dan pendidikan khusus negeri sesuai dengan standar nasional pendidikan (SNP) di wilayah kewenangannya masing-masing. Ketiga, pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru PNS, baik jumlah, kualifikasi, kompetensi maupun pemerataannya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar negeri dan pendidikan anak usia dini jalur formal sesuai dengan SNP di wilayah kewenangannya masing-masing. Keempat, penyelenggara satuan pendidikan atau satuan pendidikan dasar, menengah, atau anak usia dini jalur formal yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru tetap, baik jumlah, kualifikasi, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan formal sesuai dengan SNP.
Hal ini jika diikuti secara konsisten oleh pihak-pihak yang terkait, masalah manajemen guru akan dapat dipecahkan. Tentu saja hal itu harus ditunjang oleh sistem pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara obyektif dan transparan. Pengadaan dan
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 21
penempatan guru haruslah merupakan satu paket. Artinya tenaga guru untuk wilayah tersebut harus dipersiapkan dalam suatu program secara cermat, baik dalam jumlah maupun kualifikasi akademik maupun fisik dalam suatu program khusus. Tidak kalah pentingnya adalah sistem insentif yang menyertainya agar calon guru tersebut tertarik, dan apabila sudah bertugas merasa kerasan ditempat tugasnya. Selain tunjangan khusus perlu dikembangkan juga: a) Rotasi tugas dalam kabupaten sesudah mengabdi 3 tahun, b) Kenaikan pangkat istimewa setiap mengabdi selama 5 tahun ditempat yang sama di wilayah terpencil, c) Memperoleh beasiswa melanjutkan studi bagi yang menunjukkan prestasi yang inovatif serta kemampuan akademik, dan d) Memberikan perumahan yang layak di tempat tugas.
B. Wilayah 3T (Terluar, Terdepan dan Tertinggal)
Berdasarkan surat nomor: 2421/Dt.7.2/04/2015 tanggal 21 April 2015 yang ditetapkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), wilayah 3T (Terluar, Terdepan dan Tertinggal) dimaksud meliputi 26 provinsi, 142 kabupaten/kota, dengan rincian sebagai berikut: 1. Wilayah terluar yang terdapat di 9 provinsi dengan jumlah
kabupaten/kota sebanyak 20. 2. Wilayah terdepan yang terdapat di 8 provinsi dengan jumlah
kabupaten/kota sebanyak 23. 3. Wilayah tertinggal yang terdapat di 22 provinsi dengan jumlah
kabupaten/kota sebanyak 99.
1. Wilayah Terluar Berdasarkan tabel 1 ternyata untuk wilayah terluar terdapat di 9
provinsi, jumlah wilayah sebanyak 20 dengan rincian 16 kabupaten dan 4 kota. Provinsi Aceh terdapat 3 wilayah terluar yang terdiri dari 2 kabupaten dan 1 kota. Provinsi Sumatera Utara terdapat 1 kabupaten wilayah terluar. Provinsi Riau terdapat 6 wilayah terluar yang terdiri dari 5 kabupaten dan 1 kota. Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Utara dan Papua terdapat 1 kabupaten wilayah terluar, Provinsi Sulawesi Utara terdapat 2 kabupaten wilayah terluar. Luas wilayah yang termasuk wilayah
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 22
terluar sebesar 136.729,89 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 1.489.464 orang, jumlah sekolah sebanyak 1.234 sekolah, dengan jumlah kepala sekolah dan guru sebanyak 19.705 orang.
Tabel 1
Gambaran Umum SMP Wilayah Terluar
2. Wilayah Terdepan Berdasarkan tabel 2 ternyata untuk wilayah terdepan terdapat
di 8 provinsi dengan jumlah wilayah sebanyak 23 yang keseluruhan adalah kabupaten. Provinsi Kalimantan Barat terdapat 4 kabupaten wilayah terdepan, Kalimantan Timur terdapat 1 kabupaten, Kalimantan Utara terdapat 1 kabupaten, Maluku terdapat 3 kabupaten, Maluku Utara terdapat 1 kabupaten, Nusa Tenggara Timur terdapat 7 kabupaten, Papua terdapat 5 kabupaten, Papua Barat terdapat 1 kabupaten wilayah terdepan. Luas wilayah yang termasuk wilayah terdepan sebesar 231.223,33 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 997.410 orang, jumlah sekolah sebanyak 1.220 sekolah, dengan jumlah kepala sekolah dan guru sebanyak 16.750 orang.
1 Aceh Kab. Aceh Besar 2.969,00 73.120 70 64 1.398 1.462
Kota Sabang 153,00 8.012 9 9 248 257
2 Sumatera Utara Kab. Serdang Bedagai 1.900,22 140.142 84 64 1.439 1.503
3 R i a u Kab. Rokan Hilir 8.881,59 164.156 117 102 1.708 1.810
Kota Dumai 1.623,28 64.341 32 28 760 788
Kab. Bengkalis 6.975,41 141.274 97 84 1.857 1.941
Kab. Kepulauan Meranti 3.707,84 41.973 46 34 631 665
Kab. Pelalawan 12.758,45 80.431 65 54 1.022 1.076
Kab. Indragiri Hilir 12.614,78 161.120 133 99 1.561 1.660
4 Kepulauan Riau Kab. Karimun 912,75 55.621 50 34 721 755
Kota Batam 960,25 213.578 133 104 2.127 2.231
Kab. Bintan 1.318,21 36.620 30 20 482 502
Kab. Kepulauan Anambas 590,14 12.007 25 18 265 283
Kab. Natuna 2.009,04 19.304 21 18 311 329
5 Kalimantan Barat Kab. Sanggau 12.857,80 92.461 115 99 1.164 1.263
6 Kalimantan Timur Kab. Berau 21.240,00 47.591 46 39 769 808
7 Kalimantan Utara Kab. Malinau 42.620,70 17.922 29 28 418 446
8 Sulawesi Utara Kab. Kep. Sangihe 461,11 25.007 58 47 550 597
Kab. Kepulauan Talaud 1.240,40 17.056 41 30 509 539
9 Papua Kota Jayapura 935,92 77.728 33 28 762 790
136.729,89 1.489.464 1.234 1.003 18.702 19.705Jumlah
Luas Wilayah
(Km2)No. Provinsi Kabupaten/Kota Penduduk
Kepala
SekolahGuru
Ka. Sekolah +
Guru Sekolah
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 23
Tabel 2 Gambaran Umum Wilayah Terdepan
3. Wilayah Tertinggal Berdasarkan tabel 3 ternyata untuk wilayah tertinggal terdapat
di 22 provinsi dengan jumlah wilayah sebanyak 99 yang keseluruhan adalah kabupaten. Provinsi Banten terdapat 2 kabupaten wilayah tertinggal. Provinsi Jawa Timur terdapat 4, provinsi Aceh terdapat 1 kabupaten, Sumatera Utara terdapat 4 kabupaten, Sumatera Barat terdapat 3 kabupaten, Sumatera Selatan terdapat 2 kabupaten, Gorontalo terdapat 2 kabupaten, Sulawesi Tengah terdapat 9 kabupaten wilayah tertinggal, Sulawesi Selatan terdapat 1 kabupaten, Sulawesi Barat terdapat 2 kabupaten, Sulawesi Tenggara terdapat 3 kabupaten, Maluku terdapat 5 kabupaten, Maluku Utara terdapat 5 kabupaten, Nusa Tenggara Barat terdapat 8 kabupaten, Nusa Tenggara Timur terdapat 11 kabupaten, Papua terdapat 21 kabupaten, Papua Barat terdapat 6 kabupaten wilayah tertinggal. Luas wilayah yang termasuk wilayah tertinggal sebesar 554.889,64 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 5.872.362 orang, jumlah sekolah sebanyak 5.754 sekolah, dengan jumlah kepala sekolah dan guru sebanyak 82.947 orang.
1 Kalimantan Barat Kab. Sambas 6.716,52 101.663 116 89 1.460 1.549
Kab. Bengkayang 5.075,48 50.991 75 58 808 866
Kab. Sintang 21.638,20 96.594 109 95 1.258 1.353
Kab. Kapuas Hulu 29.842,00 71.830 94 81 899 980
2 Kalimantan Timur Kab. Mahakam Ulu 15.315,00 21.749 13 11 186 197
3 Kalimantan Utara Kab. Nunukan 13.841,90 46.128 45 38 593 631
4 Maluku Kab. Maluku Tenggara Barat 4.465,79 28.115 58 49 712 761
Kab. Kepulauan Aru 8.152,42 29.168 35 28 348 376
Kab. Maluku Barat Daya 4.581,06 20.617 52 42 358 400
5 Maluku Utara Kab. Kepulauan Morotai 2.476,00 16.458 25 23 272 295
6 Nusa Tenggara Timur Kab. Kupang 5.434,76 70.869 133 87 1.822 1.909
Kab. Timor Tengah Utara 2.669,70 53.358 91 84 1.375 1.459
Kab. Belu 1.284,97 43.631 40 39 829 868
Kab. Alor 2.864,60 43.605 96 77 1.235 1.312
Kab. Rote-Ndao 1.280,00 28.370 35 29 590 619
Kab. Sabu Raijua 460,54 19.069 19 15 324 339
Kab. Malaka 1.160,63 40.603 58 52 1.054 1.106
7 Papua Kab. Merauke 44.071,00 102.245 51 49 734 783
Kab. Boven Digoel 27.108,00 41.565 13 11 208 219
Kab. Pegunungan Bintang 15.682,00 19.564 9 9 79 88
Kab. Keerom 8.390,00 23.675 12 11 212 223
Kab. Supiori 678,32 8.030 11 11 130 141
8 Papua Barat Kab. Raja Ampat 8.034,44 19.514 30 29 247 276
231.223,33 997.410 1.220 1.017 15.733 16.750
SekolahKepala
SekolahGuru
Ka. Sekolah +
Guru
Jumlah
No. Provinsi Kabupaten/KotaLuas Wilayah
(Km2)Penduduk
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 24
Tabel 3 Gambaran Umum SMP Wilayah Tertinggal
1 Banten Kab. Pandeglang 2.746,89 321.558 140 115 2.356 2.471
Kab. Lebak 3.426,56 293.027 195 161 2.761 2.922
2 Jawa Timur Kab. Bondowoso 1.525,97 136.150 98 69 1.536 1.605
Kab. Situbondo 1.669,87 122.996 89 56 1.581 1.637
Kab. Bangkalan 1.001,44 231.029 206 163 2.437 2.600
Kab. Sampang 1.233,08 237.662 231 177 2.357 2.534
3 Aceh Kab. Aceh Singkil 2.185,00 31.307 36 30 544 574
4 Sumatera Utara Kab. Nias 1.842,51 39.376 49 39 631 670
Kab. Nias Selatan 1.825,20 88.425 128 98 1.660 1.758
Kab. Nias Utara 1.202,78 40.124 50 39 737 776
Kab. Nias Barat 473,73 24.800 38 27 532 559
5 Sumatera Barat Kab. Kepulauan Mentawai 6.011,35 22.402 24 20 373 393
Kab. Solok Selatan 3.346,20 37.786 38 34 591 625
Kab. Pasaman Barat 3.887,77 95.469 62 51 1.217 1.268
6 Sumatera Selatan Kab. Musi Rawas 6.350,10 81.102 64 47 1.211 1.258
Kab. Musi Rawas Utara 6.008,55 43.529 27 18 451 469
7 Bengkulu Kab. Seluma 2.400,44 40.643 46 39 635 674
8 Lampung Kab. Lampung Barat 2.142,78 67.763 55 45 886 931
Kab. Pesisir Barat 2.907,23 32.228 35 30 476 506
9 Kalimantan Barat Kab. Landak 8.915,10 87.014 98 73 1.143 1.216
Kab. Ketapang 31.240,74 111.873 126 101 1.309 1.410
Kab. Melawi 10.640,80 43.714 103 62 765 827
Kab. Kayong Utara 4.568,26 24.795 37 30 390 420
10 Kalimantan Tengah Kab. Seruyan 16.404,00 31.376 55 29 548 577
11 Kalimantan Selatan Kab. Hulu Sungai Utara 892,70 52.450 28 25 464 489
12 Gorontalo Kab. Boalemo 1.521,88 32.417 52 48 564 612
Kab. Pohuwato 4.244,31 32.912 40 36 469 505
Kab. Gorontalo Utara 1.676,15 28.672 46 33 559 592
13 Sulawesi Tengah Kab. Banggai Kepulauan 2.488,79 26.809 53 43 633 676
Kab. Donggala 4.275,08 69.632 91 78 1.026 1.104
Kab. ToliToli 4.079,77 51.781 63 48 683 731
Kab. Buol 4.043,57 36.488 60 47 543 590
Kab. Parigi Moutong 5.089,91 98.217 98 75 1.114 1.189
Kab. Tojo Una-Una 5.721,15 37.655 49 32 453 485
Kab. Sigi 5.196,02 50.849 62 43 798 841
Kab. Banggai Laut 725,67 16.018 35 29 370 399
Kab. Morowali Utara 10.004,28 24.300 42 31 459 490
14 Sulawesi Selatan Kab. Jeneponto 706,52 87.097 73 56 1.163 1.219
15 Sulawesi Barat Kab. Polewali Mandar 1.775,65 97.109 81 50 1.222 1.272
Kab. Mamuju Tengah 30.014,37 33.859 28 19 394 413
16 Sulawesi Tenggara Kab. Konawe 4.435,28 59.485 62 56 933 989
Kab. Bombana 3.001,00 33.931 55 51 629 680
Kab. Konawe Kepulauan 867,58 8.010 15 10 131 141
17 Maluku Kab. Maluku Tengah 7.953,81 102.386 130 114 1.988 2.102
Kab. Buru 4.932,32 32.183 49 43 588 631
Kab. Seram Bagian Barat 5.033,38 51.499 76 68 940 1.008
Kab. Seram Bagian Timur 6.429,88 32.297 49 40 471 511
Kab. Buru Selatan 3.780,56 19.274 36 32 356 388
18 Maluku Utara Kab. Halmahera Barat 1.704,20 26.693 62 54 531 585
Kab. Kepulauan Sula 3.304,32 28.526 51 44 515 559
Kab. Halmahera Selatan 8.148,90 59.642 103 86 900 986
Kab. Halmahera Timur 6.471,37 19.990 34 30 398 428
Kab. Pulau Taliabu 1.469,93 13.407 28 24 296 320
19 Nusa Tenggara Barat Kab. Lombok Barat 896,56 145.999 83 48 1.465 1.513
Kab. Lombok Tengah 1.095,03 201.026 144 95 2.397 2.492
Kab. Lombok Timur 1.230,76 279.496 199 119 3.301 3.420
Kab. Sumbawa 6.643,98 91.175 100 61 1.657 1.718
Kab. Dompu 2.391,54 67.018 57 35 1.525 1.560
Kab. Bima 3.405,63 121.973 124 99 3.471 3.570
Kab. Sumbawa Barat 1.849,02 25.928 32 26 613 639
Kab. Lombok Utara 776,25 45.355 33 16 535 551
20 Nusa Tenggara Timur Kab. Sumba Barat 2.183,18 38.033 35 30 622 652
Kab. Sumba Timur 7.000,50 66.454 74 68 1.008 1.076
Kab. Timor Tengah Selatan 3.947,00 122.669 139 129 1.841 1.970
Kab. Lembata 1.266,00 32.009 45 28 595 623
Kab. Ende 2.046,50 66.782 86 74 1.346 1.420
Kab. Manggarai 2.096,44 94.762 64 57 1.185 1.242
Kab. Manggarai Barat 2.397,03 77.463 79 71 1.164 1.235
Kab. Sumba Tengah 1.868,74 21.598 31 22 455 477
Kab. Sumba Barat Daya 1.480,46 110.160 76 53 1.135 1.188
Kab. Nagakeo 1.416,96 35.992 53 48 793 841
Kab. Manggarai Timur 2.642,93 75.536 125 100 1.576 1.676
21 Papua Kab. Jaya wijaya 7.030,66 49.069 29 23 342 365
Kab. Nabire 11.112,61 53.590 43 41 596 637
Kab. Kepulauan Yapen 2.050,00 36.083 27 24 332 356
Kab. Biak Numfor 2.602,00 49.783 51 48 523 571
Kab. Paniai 6.525,25 30.251 13 11 144 155
Kab. Puncak Jaya 4.989,51 10.648 7 7 66 73
Kab. Mappi 24.118,00 39.854 14 9 188 197
Kab. Asmat 31.983,69 29.794 13 11 161 172
Kab. Yahukimo 17.152,00 56.612 29 22 163 185
Kab. Tolikara 5.588,13 29.397 17 16 140 156
Kab. Sarmi 17.742,00 13.678 17 15 159 174
Kab. Waropen 10.977,09 9.950 14 11 169 180
Kab. Memberamo Raya 23.813,91 10.234 13 9 108 117
Kab. Nduga 2.168,00 7.527 7 5 57 62
Kab. Lanny Jaya 2.248,00 29.411 23 19 114 133
Kab. Membramo Tengah 1.275,00 8.048 8 6 61 67
Kab. Yalimo 1.253,00 15.669 15 15 111 126
Kab. Dogiyai 4.237,40 21.770 13 12 140 152
Kab. Intan Jaya 3.922,02 7.470 6 4 37 41
Kab. Deiyai 537,39 11.728 11 11 120 131
Kab. Puncak 8.055,00 7.777 4 4 51 55
22 Papua Barat Kab. Teluk Wondama 3.959,53 8.355 11 11 117 128
Kab. Teluk Bintuni 20.840,83 16.551 32 31 292 323
Kab. Sorong Selatan 6.594,31 14.145 16 14 226 240
Kab. Sorong 6.544,23 24.380 36 34 388 422
Kab. Tambrauw 11.529,18 4.838 13 13 97 110
Kab. Maybrat 5.461,69 6.586 12 12 129 141
554.889,64 5.872.362 5.754 4.515 78.432 82.947
Kepala
SekolahGuru
Ka. Sekolah +
Guru
Jumlah
No. Provinsi Kabupaten/KotaLuas Wilayah
(Km2)Penduduk Sekolah
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 25
C. Gambaran Keadaan SMP di Wilayah 3T Pola sebaran guru SMP di wilayah 3T dianalisa berdasar data
yang tersedia dan dituangkan dalam tabel dan grafik. Tabel dan grafik disajikan dalam tiga wilayah, yang pertama untuk wilayah terluar, yang kedua untuk wilayah terdepan dan yang ketiga untuk wilayah tertinggal. Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan wilayah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Hal ini menyebabkan wilayah perbatasan di beberapa daerah menjadi tidak tersentuh oleh dinamika pembangunan. Pembangunan wilayah perbatasan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan misi pembangunan nasional, terutama untuk menjamin keutuhan dan kedaulatan wilayah, pertahanan keamanan nasional, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah perbatasan. Sebaran guru yang terjadi di wilayah 3T dapat digambarkan dalam tabel dan grafik sebagai berikut :
1. Rasio Guru per Sekolah (R-G/Sek)
a. Rasio Guru per Sekolah (R-G/Sek) Wilayah Terluar
Pembangunan wilayah terluar dibidang pendidikan masih dirasa belum memadai, hal ini dapat dilihat dari jumlah guru yang mengajar di tiap-tiap sekolah masih dibawah angka nasional. Rasio guru per sekolah (R-G/Sek) di wilayah terluar seperti terdapat pada grafik 1 berkisar antara 10,29 terendah (Kabupaten Kepulauan Sangihe) sampai 28,56 tertinggi (Kota Sabang) dengan angka nasional sebesar 18,41. Terdapat 5 wilayah kabupaten/kota (25,00%) yang telah melebihi nasional, yaitu: 1) Kab. Bengkalis, 2) Kab. Aceh Besar, 3) Kota Jayapura, 4) Kota Dumai dan 5) Kota Sabang. Sisanya sebanyak 15 kabupaten/kota (75,00%) memiliki rasio guru per sekolah lebih rendah atau sama dengan nasional.
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 26
Grafik 1 Rasio Guru per Sekolah Wilayah Terluar
b. Rasio Guru per Sekolah (R-G/Sek) Wilayah Terdepan R-G/Sek wilayah terdepan seperti terdapat pada grafik 2
berkisar antara 21,70 (Kabupaten Belu) tertinggi dan 7,69 (Kabupaten Maluku Barat Daya) terendah, dengan rata-rata nasional sebesar 18,41. Apabila dikaitkan dengan standar nasional (18,41), maka hasil penelitian menunjukkan bahwa makin tinggi R-G/Sek maka proses belajar mengajar makin baik karena jumlah guru tiap mata pelajaran lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah mata pelajaran. Terdapat 3 kabupaten (13,04%) yang lebih tinggi dari norma nasional, yaitu 1) Kab. Keerom, 2) Kab. Malaka, dan 3) Kab. Belu. Sebaliknya, kabupaten dengan R-G/Sek lebih rendah dari norma nasional terdapat di 20 kabupaten/kota (13,04%).
10,29
10,98
11,32
12,48
13,15
14,46
15,10
15,38
15,47
15,67
16,55
16,73
16,77
17,57
17,89
18,41
20,01
20,89
23,94
24,63
28,56
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00
Kab. Kep. Sangihe
Kab. Sanggau
Kab. Kepulauan Anambas
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Kepulauan Talaud
Kab. Kepulauan Meranti
Kab. Karimun
Kab. Malinau
Kab. Rokan Hilir
Kab. Natuna
Kab. Pelalawan
Kab. Bintan
Kota Batam
Kab. Berau
Kab. Serdang Bedagai
Nasional
Kab. Bengkalis
Kab. Aceh Besar
Kota Jayapura
Kota Dumai
Kota Sabang
Rasio Guru per Sekolah
Angka Nasional
Rasio Guru
per Sekolah(18,41)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 27
Grafik 2 Rasio Guru per Sekolah Wilayah Terdepan
c. Rasio Guru per Sekolah (R-G/Sek) Wilayah Tertinggal R-G/Sek wilayah tertinggal seperti terdapat pada grafik 3
berkisar antara 28,79 (Kabupaten Bima) tertinggi dan 5,78 (Kabupaten Lanny Jaya) terendah, dengan rata-rata nasional sebesar 18,41. Apabila dikaitkan dengan standar nasional (18,41), maka hasil penelitian menunjukkan bahwa makin tinggi R-G/Sek maka proses belajar mengajar makin baik karena jumlah guru tiap mata pelajaran lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah mata pelajaran. Terdapat 7 kabupaten (7,07%) yang lebih tinggi dari norma nasional, yaitu 1) Kab. Sumba Barat, 2) Kab. Manggarai, 3) Kab. Musi Rawas, 4) Kab. Sumbawa Barat, 5) Kab. Pasaman Barat, 6) Kab. Dompu, dan 7) Kab. Bima. Sebaliknya, kabupaten dengan R-G/Sek lebih rendah dari norma nasional terdapat di 92 kabupaten (92,93%).
7,69
9,20
9,78
10,43
10,74
11,55
11,80
12,41
12,82
13,12
13,35
13,67
14,02
14,35
15,15
15,35
16,03
16,85
17,69
17,84
18,41
18,58
19,07
21,70
0,00 10,00 20,00 30,00
Kab. Maluku Barat Daya
Kab. Raja Ampat
Kab. Pegunungan Bintang
Kab. Kapuas Hulu
Kab. Kepulauan Aru
Kab. Bengkayang
Kab. Kepulauan Morotai
Kab. Sintang
Kab. Supiori
Kab. Maluku Tenggara Barat
Kab. Sambas
Kab. Alor
Kab. Nunukan
Kab. Kupang
Kab. Mahakam Ulu
Kab. Merauke
Kab. Timor Tengah Utara
Kab. Boven Digoel
Kab. Rote-Ndao
Kab. Sabu Raijua
Nasional
Kab. Keerom
Kab. Malaka
Kab. Belu
Rasio Guru per Sekolah
Angka Nasional
Rasio Guru
per Sekolah(18,41)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 28
Grafik 3 Rasio Guru per Sekolah Wilayah Tertinggal
13,23
13,26
13,41
13,56
13,67
13,73
13,75
13,84
14,07
14,17
14,46
14,54
14,65
14,71
14,75
14,81
14,98
15,00
15,39
15,52
15,63
15,63
15,70
15,87
15,94
15,95
16,17
16,38
16,38
16,45
16,51
16,70
16,70
16,93
17,18
17,19
17,31
17,37
17,46
17,65
18,23
18,39
18,41
18,63
19,41
19,66
19,97
20,45
27,37
28,79
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00
Kab. Asmat
Kab. Seram Bagian Barat
Kab. Manggarai Timur
Kab. Sigi
Kab. Nias
Kab. Nias Selatan
Kab. Puncak
Kab. Lembata
Kab. Mappi
Kab. Timor Tengah Selatan
Kab. Pesisir Barat
Kab. Sumba Timur
Kab. Seluma
Kab. Nias Barat
Kab. Mamuju Tengah
Kab. Nabire
Kab. Lebak
Kab. Sorong Selatan
Kab. Sumba Tengah
Kab. Nias Utara
Kab. Sumba Barat Daya
Kab. Manggarai Barat
Kab. Polewali Mandar
Kab. Nagakeo
Kab. Aceh Singkil
Kab. Konawe
Kab. Maluku Tengah
Kab. Kepulauan Mentawai
Kab. Bondowoso
Kab. Solok Selatan
Kab. Ende
Kab. Lombok Utara
Kab. Jeneponto
Kab. Lampung Barat
Kab. Sumbawa
Kab. Lombok Timur
Kab. Lombok Tengah
Kab. Musi Rawas Utara
Kab. Hulu Sungai Utara
Kab. Pandeglang
Kab. Lombok Barat
Kab. Situbondo
Nasional
Kab. Sumba Barat
Kab. Manggarai
Kab. Musi Rawas
Kab. Sumbawa Barat
Kab. Pasaman Barat
Kab. Dompu
Kab. Bima
Rasio Guru per Sekolah
Angka Nasional
Rasio Guru
per Sekolah(18,41)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 29
Grafik 2A Rasio Guru per Sekolah Wilayah Tertinggal (lanjutan)
5,78
6,38
6,83
8,03
8,38
8,40
8,46
8,86
9,00
9,18
9,40
9,44
9,57
9,83
9,90
10,09
10,24
10,43
10,43
10,49
10,78
10,96
10,97
11,19
11,20
11,35
11,40
11,43
11,60
11,64
11,67
11,69
11,72
11,75
11,77
11,91
11,92
12,13
12,13
12,36
12,41
12,59
12,59
12,62
12,63
12,75
12,86
12,87
12,88
13,19
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00
Kab. Lanny Jaya
Kab. Yahukimo
Kab. Intan Jaya
Kab. Melawi
Kab. Membramo Tengah
Kab. Yalimo
Kab. Tambrauw
Kab. Nduga
Kab. Memberamo Raya
Kab. Tolikara
Kab. Konawe Kepulauan
Kab. Halmahera Barat
Kab. Halmahera Selatan
Kab. Buol
Kab. Tojo Una-Una
Kab. Teluk Bintuni
Kab. Sarmi
Kab. Seram Bagian Timur
Kab. Puncak Jaya
Kab. Seruyan
Kab. Buru Selatan
Kab. Kepulauan Sula
Kab. Sampang
Kab. Ketapang
Kab. Biak Numfor
Kab. Kayong Utara
Kab. Banggai Laut
Kab. Pulau Taliabu
Kab. ToliToli
Kab. Teluk Wondama
Kab. Morowali Utara
Kab. Dogiyai
Kab. Sorong
Kab. Maybrat
Kab. Boalemo
Kab. Deiyai
Kab. Paniai
Kab. Donggala
Kab. Parigi Moutong
Kab. Bombana
Kab. Landak
Kab. Jaya wijaya
Kab. Halmahera Timur
Kab. Bangkalan
Kab. Pohuwato
Kab. Banggai Kepulauan
Kab. Waropen
Kab. Gorontalo Utara
Kab. Buru
Kab. Kepulauan Yapen
Rasio Guru per Sekolah (lanjutan)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 30
2. Persentase Guru Layak (% G-layak) Guru yang mengajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
harus memenuhi kualifikasi tertentu atau yang disebut dengan kelayakan mengajar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Salah satu kualifikasi yang disyaratkah adalah kualifikasi akademik. Menurut UU No 14 Tahun 2005, kualifikasi akademik untuk menjadi guru SMP adalah berijazah sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV). Berdasar data, seluruh daerah di wilayah 3 T yang berjumlah 142 kabupaten/kota jumlah guru berijazah S-1/D-IV belum ada yang mencapai seratus persen (100%). Berikut gambaran persentase guru berijazah minimal S-1/D-IV diwilayah 3T diurutkan dari wilayah terluar, terdepan dan tertinggal.
a. Persentase Guru Layak (% G-layak) Wilayah Terluar
Persentase Guru Layak (% G-layak) di wilayah terluar seperti terdapat pada grafik 4 berkisar antara 76,99 terendah (Kabupaten Kepulauan Talaud) sampai 95,72 tertinggi (Kota Sabang) dengan angka nasional sebesar 87,25. Bila digunakan Standar Pelayanan Minimum (SPM) sebesar 70,00, maka keseluruhan kabupaten/kota terluar telah memenui standar SPM. Terdapat 6 wilayah kabupaten/kota (30,00%) yang telah melebihi nasional, yaitu 1) Kota Jayapura, 2) Kota Batam, 3) Kab. Serdang Berdagai, 4) Kab. Bengkalis, 5) Kab. Bintan dan 6) Kota Sabang. Sisanya sebanyak 14 kabupaten/kota (70,00%) memiliki persentase guru layak lebih rendah atau sama dengan nasional.
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 31
Grafik 4 Persentase Guru Layak (% G-layak) Wilayah Terluar
b. Persentase Guru Layak (% G-layak) Wilayah Terdepan
% G-layak wilayah terdepan terdapat pada grafik 5 berkisar antara 90,68% (Kabupaten Merauke) tertinggi dan 50,50% (Kabupaten Maluku Barat Daya) terendah, dengan rata-rata nasional sebesar 87,25%. Apabila dikaitkan dengan SPM % G-layak (70,00%) maka norma nasional lebih tinggi. Terdapat 3 kabupaten (13,04%) yang lebih rendah dari SPM yang berarti % G-layak masih dibawah 70,00%, yaitu 1) Kab. Kepulauan Aru, 2) Kab. Maluku Tenggara Barat, dan 3) Kab. Maluku Barat Daya. Sebaliknya, kabupaten dengan % G-layak wilayah terdepan lebih tinggi dari SPM terdapat di 20 kabupaten (86,96%).
70,00
76,99
77,77
79,73
80,90
81,63
81,99
82,11
82,67
84,53
85,84
86,22
86,99
87,00
87,07
87,25
88,48
89,38
89,89
90,01
91,24
95,72
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
SPM
Kab. Kepulauan Talaud
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Kep. Sangihe
Kab. Kepulauan Meranti
Kab. Sanggau
Kab. Karimun
Kota Dumai
Kab. Natuna
Kab. Malinau
Kab. Aceh Besar
Kab. Kepulauan Anambas
Kab. Pelalawan
Kab. Berau
Kab. Rokan Hilir
Nasional
Kota Jayapura
Kota Batam
Kab. Serdang Bedagai
Kab. Bengkalis
Kab. Bintan
Kota Sabang
Persentase Guru Layak
Angka Nasional
PersentaseGuru Layak
(87,25)
SPMPersentaseGuru Layak
(70,00)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 32
Grafik 5 Persentase Guru Layak (% G-layak) Wilayah Terdepan
Apabila dikaitkan dengan standar nasional (87,25%) maka SPM lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional guru layak dan berarti persentase guru layak telah lebih tinggi dari dari SPM walaupun masih ada 3 kabupaten dengan persentase guru layak dibawah SPM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 6 kabupaten (26,09%) yang lebih tinggi dari norma nasional, yaitu 1) Kab. Sintang, 2) Kab. Pegunungan Bintang, 3) Kab. Rote-Ndao, 4) Kab. Timor Tengah Utara, 5) Kab. Nunukan, 6) Kab. Merauke. Sebaliknya, kabupaten dengan % G-layak lebih rendah dari norma nasional terdapat di 17 kabupaten/kota (73,91%).
50,50
65,18
69,95
70,00
74,58
77,03
79,26
79,70
80,72
82,25
82,55
83,69
85,31
85,49
85,87
86,76
86,95
87,02
87,25
87,36
87,50
88,53
89,44
90,33
90,68
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
Kab. Maluku Barat Daya
Kab. Maluku Tenggara Barat
Kab. Kepulauan Aru
SPM
Kab. Kepulauan Morotai
Kab. Malaka
Kab. Belu
Kab. Mahakam Ulu
Kab. Keerom
Kab. Sambas
Kab. Alor
Kab. Supiori
Kab. Kapuas Hulu
Kab. Kupang
Kab. Raja Ampat
Kab. Boven Digoel
Kab. Bengkayang
Kab. Sabu Raijua
Nasional
Kab. Sintang
Kab. Pegunungan Bintang
Kab. Rote-Ndao
Kab. Timor Tengah Utara
Kab. Nunukan
Kab. Merauke
Persentase Guru Layak
SPMPersentaseGuru Layak
(70,00)
Angka Nasional
PersentaseGuru Layak
(87,25)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 33
c. Persentase Guru Layak (% G-layak) Wilayah Tertinggal % G-layak wilayah tertinggal seperti terdapat pada grafik 6
berkisar antara 97,34 (Kabupaten Hulu Sungai Utara) tertinggi dan 14,29 (Kabupaten Lanny Jaya) terendah, dengan rata-rata nasional sebesar 87,25. Apabila dikaitkan dengan SPM (70,00) maka norma nasional lebih tinggi dan berarti jumlah guru layak lebih banyak dan telah melebihi SPM. Terdapat 16 kabupaten (16,16%) yang lebih rendah dari SPM yang berarti persentase guru layak dibawah 70,00%, yaitu 1) Kab. Kepulauan Sula, 2) Kab. Sumba Barat Daya, 3) Kab. Dogiyai, 4) Kab. Paniai, 5) Kab. Intan Jaya, 6) Kab. Memberamo Raya, 7) Kab. Maluku Tengah, 8) Kab. Yahukimo, 9) Kab. Nias Selatan, 10) Kab. Biak Numfor, 11) Kab. Deiyai, 12) Kab. Yalimo, 13) Kab. Nduga, 14) Kab. Membramo Tengah, 15) Kab. Tolikara dan 16) Kab. Lanny Jaya. Sebaliknya, kabupaten dengan % G-layak wilayah tertinggal lebih tinggi dari SPM terdapat di 83 kabupaten (83,84%).
Apabila dikaitkan dengan standar nasional (87,25) maka SPM lebih rendah dan berarti masih banyak guru yang berijazah dibawah S-1 atau D-IV. Terdapat 32 kabupaten (32,32%) yang lebih tinggi dari norma nasional, yaitu 1) Kab. Tambrauw, 2) Kab. Banggai Kepulauan, 3) Kab. Pandeglang, 4) Kab. Nias Barat, 5) Kab. Musi Rawas, 6) Kab. Donggala, 7) Kab. Lombok Barat, 8) Kab. Konawe Kepulauan, 9) Kab. Bangkalan, 10) Kab. Parigi Moutong, 11) Kab. Pohuwato, 12) Kab. Toli Toli, 13) Kab. Konawe, 14) Kab. Mamuju Tengah, 15) Kab. Seruyan, 16) Kab. Boalemo, 17) Kab. Sumbawa Barat, 18) Kab. Nias, 19) Kab. Solok Selatan, 20) Kab. Kayong Utara, 21) Kab. Sumbawa, 22) Kab. Sorong, 23) Kab. Situbondo, 24) Kab. Maybrat, 25) Kab. Buol, 26) Kab. Lebak, 27) Kab. Bondowoso, 28) Kab. Lombok Utara, 29) Kab. Asmat, 30) Kab. Sorong Selatan, 31) Kab. Aceh Singkil dan 32) Kab. Hulu Sungai Utara. Sebaliknya, kabupaten dengan % G-layak lebih rendah dari norma nasional terdapat di 67 kabupaten (67,68%).
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 34
Grafik 6 Persentase Guru Layak (% G-layak) Wilayah Tertinggal
84,8085,0685,0785,7485,7685,8885,8885,9486,1986,2686,2886,3086,3286,3586,7186,8487,1487,2587,2787,5787,8288,1988,3188,5988,6388,6588,7388,9088,9189,1989,2889,5989,6089,8789,9890,1590,4090,4890,8691,0091,2691,4991,5391,6892,0992,2092,4492,5093,21
97,34
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
Kab. Gorontalo Utara
Kab. Sarmi
Kab. Musi Rawas Utara
Kab. Bombana
Kab. Teluk Bintuni
Kab. Bima
Kab. Pasaman Barat
Kab. Teluk Wondama
Kab. Tojo Una-Una
Kab. Kepulauan Mentawai
Kab. Lombok Tengah
Kab. Jeneponto
Kab. Manggarai Barat
Kab. Seluma
Kab. Polewali Mandar
Kab. Lombok Timur
Kab. Morowali Utara
Nasional
Kab. Tambrauw
Kab. Banggai Kepulauan
Kab. Pandeglang
Kab. Nias Barat
Kab. Musi Rawas
Kab. Donggala
Kab. Lombok Barat
Kab. Konawe Kepulauan
Kab. Bangkalan
Kab. Parigi Moutong
Kab. Pohuwato
Kab. ToliToli
Kab. Konawe
Kab. Mamuju Tengah
Kab. Seruyan
Kab. Boalemo
Kab. Sumbawa Barat
Kab. Nias
Kab. Solok Selatan
Kab. Kayong Utara
Kab. Sumbawa
Kab. Sorong
Kab. Situbondo
Kab. Maybrat
Kab. Buol
Kab. Lebak
Kab. Bondowoso
Kab. Lombok Utara
Kab. Asmat
Kab. Sorong Selatan
Kab. Aceh Singkil
Kab. Hulu Sungai Utara
Persentase Guru Layak
Angka Nasional
PersentaseGuru Layak
(87,25)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 35
Grafik 6A Persentase Guru Layak (% G-layak) Wilayah Tertinggal (lanjutan)
14,2929,49
50,7551,6152,38
60,3161,8263,31
65,4167,0867,5268,2969,0369,7469,7869,9570,0070,2471,0771,1172,0272,1972,8474,3174,9276,3676,3976,7177,3277,6977,7678,6578,7279,2579,4580,6281,3181,7982,0682,2282,5282,8583,5983,7383,9984,1584,2584,3084,4584,4684,62
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
Kab. Lanny Jaya
Kab. Tolikara
Kab. Membramo Tengah
Kab. Nduga
Kab. Yalimo
Kab. Deiyai
Kab. Biak Numfor
Kab. Nias Selatan
Kab. Yahukimo
Kab. Maluku Tengah
Kab. Memberamo Raya
Kab. Intan Jaya
Kab. Paniai
Kab. Dogiyai
Kab. Sumba Barat Daya
Kab. Kepulauan Sula
SPM
Kab. Seram Bagian Barat
Kab. Mappi
Kab. Lembata
Kab. Seram Bagian Timur
Kab. Pulau Taliabu
Kab. Timor Tengah Selatan
Kab. Pesisir Barat
Kab. Landak
Kab. Puncak
Kab. Sumba Timur
Kab. Puncak Jaya
Kab. Buru Selatan
Kab. Halmahera Selatan
Kab. Sumba Barat
Kab. Ketapang
Kab. Melawi
Kab. Sumba Tengah
Kab. Jaya wijaya
Kab. Kepulauan Yapen
Kab. Halmahera Timur
Kab. Dompu
Kab. Lampung Barat
Kab. Waropen
Kab. Nagakeo
Kab. Manggarai
Kab. Sigi
Kab. Ende
Kab. Buru
Kab. Nias Utara
Kab. Manggarai Timur
Kab. Nabire
Kab. Sampang
Kab. Banggai Laut
Kab. Halmahera Barat
Persentase Guru Layak (lanjutan)
SPMPersentaseGuru Layak
(70,00)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 36
3. Persentase Kepala Sekolah Layak (% KS-layak) Kepala sekolah adalah guru yang diberikan tugas tambahan
untuk memimpin suatu sekolah yang diselenggarakan proses belajar-mengajar atau tempat terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan siswa yang menerima pelajaran.
Kepala Sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus memenuhi kualifikasi tertentu atau yang disebut dengan kelayakan kepala sekolah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Salah satu kualifikasi yang disyaratkah adalah kualifikasi akademik. Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan Kemendikbud telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota yang berisi antara lain adalah setiap kabupaten/kota semua kepala sekolah SMP/MTs berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik.
a. Persentase Kepala Sekolah Layak (% KS-layak) Wilayah Terluar
Persentase Guru Layak (% KS-layak) di wilayah terluar seperti terdapat pada grafik 7 berkisar antara 72,22% terendah (Kabupaten Anambas) sampai 100,00% tertinggi (Kota Sabang) dengan angka nasional sebesar 94,53%. Bila digunakan Standar Pelayanan Minimum (SPM) sebesar 100,00%, maka terdapat satu kabupaten/kota perbatasan telah memenui standar SPM yaitu Kota Sabang. Terdapat 6 wilayah terluar kabupaten/kota (30,00%) memiliki persentase Kepala Sekolah layak yang telah melebihi nasional, yaitu 1) Kab. Bintan, 2) Kab. Serdang Bedagai, 3) Kab. Kepulauan Meranti, 4) Kab. Berau, 5) Kab. Pelalawan, dan 6) Kota Sabang. Sisanya sebanyak 14 kabupaten/kota (70,00%) memiliki persentase guru Kepala Sekolah layak lebih rendah atau sama dengan nasional.
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 37
Grafik 7 Persentase Kepala Sekolah Layak (% KS-layak) Wilayah Terluar
b. Persentase Kepala Sekolah Layak (% KS-layak) Wilayah Terdepan
% KS-layak wilayah terdepan seperti terdapat pada Grafik 8 berkisar antara 100,00 (Kabupaten Keerom) tertinggi dan 23,81 (Kabupaten Maluku Barat Daya) terendah, dengan rata-rata nasional sebesar 94,53. Apabila dikaitkan dengan SPM % KS-layak (100,00) maka norma nasional masih lebih rendah dari SPM. Terdapat satu kabupaten (4,35%) yang lebih tinggi atau sama dengan SPM yang berarti % KS-layak lebih atau sama dengan 100,00%, yaitu Kab. Keerom. Sebaliknya, kabupaten dengan % KS-layak wilayah terdepan lebih rendah dari SPM terdapat di 22 kabupaten (95,65%).
72,22
76,67
77,78
85,71
85,86
91,92
92,19
92,86
92,86
93,14
93,62
94,05
94,12
94,23
94,53
95,00
95,31
97,06
97,44
98,15
100,00
100,00
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
Kab. Kepulauan Anambas
Kab. Kepulauan Talaud
Kab. Natuna
Kab. Malinau
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Sanggau
Kab. Aceh Besar
Kota Dumai
Kota Jayapura
Kab. Rokan Hilir
Kab. Kep. Sangihe
Kab. Bengkalis
Kab. Karimun
Kota Batam
Nasional
Kab. Bintan
Kab. Serdang Bedagai
Kab. Kepulauan Meranti
Kab. Berau
Kab. Pelalawan
SPM
Kota Sabang
Persentase Kepala Sekolah Layak
SPMPersentase
Kepala Sekolah Layak
(100,00)
StandarNasional
PersentaseKepala Sekolah
Layak(94,53)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 38
Grafik 8 Persentase Kepala Sekolah Layak (% KS-layak) Wilayah Terdepan
Apabila dikaitkan dengan standar nasional (94,53) maka SPM lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional kepala sekolah layak dan berarti persentase kepala sekolah layak belum sesuai dengan SPM walaupun sudah ada 1 kabupaten yang sesuai SPM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 kabupaten (17,39%) yang lebih tinggi dari norma nasional, yaitu 1) Kab. Nunukan, 2) Kab. Bengkayang, 3) Kab. Sintang, dan 4) Kab. Keerom. Sebaliknya, kabupaten dengan % KS-layak lebih rendah dari norma nasional terdapat di 19 kabupaten/kota (82,61%).
23,81
36,36
53,57
67,31
68,83
71,43
75,86
77,78
79,31
81,82
82,05
86,67
88,89
89,29
90,80
90,91
91,30
91,84
94,38
94,53
94,74
94,83
98,95
100,00
100,00
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
Kab. Maluku Barat Daya
Kab. Supiori
Kab. Kepulauan Aru
Kab. Malaka
Kab. Alor
Kab. Maluku Tenggara Barat
Kab. Raja Ampat
Kab. Pegunungan Bintang
Kab. Rote-Ndao
Kab. Boven Digoel
Kab. Belu
Kab. Sabu Raijua
Kab. Kapuas Hulu
Kab. Timor Tengah Utara
Kab. Kupang
Kab. Mahakam Ulu
Kab. Kepulauan Morotai
Kab. Merauke
Kab. Sambas
Nasional
Kab. Nunukan
Kab. Bengkayang
Kab. Sintang
SPM
Kab. Keerom
Persentase Kepala Sekolah Layak
SPMPersentase
Kepala Sekolah Layak
(100,00)
StandarNasional
PersentaseKepala Sekolah
Layak(94,53)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 39
c. Persentase Kepala Sekolah Layak (% KS-layak) Wilayah Tertinggal % G-layak wilayah tertinggal seperti terdapat pada grafik 9
berkisar antara 100,00 (Kabupaten Solok Selatan) tertinggi dan 21,05 (Kabupaten Lanny Jaya) terendah, dengan rata-rata nasional sebesar 94,53. Apabila dikaitkan dengan SPM (100,00) maka norma nasional masih lebih rendah dibandingkan dengan SPM. Terdapat 11 kabupaten (11,11%) yang telah sesuai dengan SPM yang berarti seluruh kepala sekolah telah berijazah S-1 atau D-IV, yaitu 1) Kab. Seluma, 2) Kab. Hulu Sungai Utara, 3) Kab. Boalemo, 4) Kab. Banggai Laut, 5) Kab. Jeneponto, 6) Kab. Konawe Kepulauan, 7) Kab. Sumbawa Barat, 8) Kab. Lombok Utara, 9) Kab. Puncak Jaya, 10) Kab. Sorong dan 11) Kab. Solok Selatan. Sebaliknya, kabupaten dengan % KS-layak wilayah tertinggal yang belum sesuai SPM terdapat di 88 kabupaten (88,89%).
Apabila dikaitkan dengan standar nasional (94,53) maka terdapat 29 kabupaten (29,29%) yang lebih tinggi dari norma nasional, yaitu 1) Kab. Mamuju Tengah, 2) Kab. Pandeglang, 3) Kab. Nias, 4) Kab. Banggai Kepulauan, 5) Kab. Toli Toli, 6) Kab. Lombok Barat, 7) Kab. Parigi Moutong, 8) Kab. Situbondo, 9) Kab. Seruyan, 10) Kab. Halmahera Timur, 11) Kab. Morowali Utara, 12) Kab. Lebak, 13) Kab. Bima, 14) Kab. Donggala, 15) Kab. Lampung Barat, 16) Kab. Buol, 17) Kab. Polewali Mandar, 18) Kab. Sumbawa, 19) Kab. Seluma, 20) Kab. Hulu Sungai Utara, 21) Kab. Boalemo, 22) Kab. Banggai Laut, 23) Kab. Jeneponto, 24) Kab. Konawe Kepulauan, 25) Kab. Sumbawa Barat, 26) Kab. Lombok Utara, 27) Kab. Puncak Jaya, 28) Kab. Sorong dan 29) Kab. Solok Selatan. Sebaliknya, kabupaten dengan % KS-layak lebih rendah dari norma nasional terdapat di 70 kabupaten (70,71%).
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 40
Grafik 9 Persentase Kepala Sekolah Layak (% KS-layak) Wilayah Tertinggal
90,5390,7690,9190,9191,4191,5391,6791,6791,6791,8992,1692,6592,8692,8693,0293,3393,6293,9494,1294,2094,5394,7494,7894,8795,3595,8395,8396,0096,4396,5596,6796,7796,8996,9797,4497,7897,8798,0098,36100,00100,00100,00100,00100,00100,00100,00100,00100,00100,00100,00100,00
20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00
Kab. Lombok Tengah
Kab. Lombok Timur
Kab. Asmat
Kab. Waropen
Kab. Bangkalan
Kab. Sampang
Kab. Pohuwato
Kab. Pulau Taliabu
Kab. Kepulauan Yapen
Kab. Ende
Kab. Pasaman Barat
Kab. Sumba Timur
Kab. Konawe
Kab. Sorong Selatan
Kab. Sigi
Kab. Aceh Singkil
Kab. Musi Rawas
Kab. Gorontalo Utara
Kab. Bombana
Kab. Bondowoso
Nasional
Kab. Mamuju Tengah
Kab. Pandeglang
Kab. Nias
Kab. Banggai Kepulauan
Kab. ToliToli
Kab. Lombok Barat
Kab. Parigi Moutong
Kab. Situbondo
Kab. Seruyan
Kab. Halmahera Timur
Kab. Morowali Utara
Kab. Lebak
Kab. Bima
Kab. Donggala
Kab. Lampung Barat
Kab. Buol
Kab. Polewali Mandar
Kab. Sumbawa
SPM
Kab. Seluma
Kab. Hulu Sungai Utara
Kab. Boalemo
Kab. Banggai Laut
Kab. Jeneponto
Kab. Konawe Kepulauan
Kab. Sumbawa Barat
Kab. Lombok Utara
Kab. Puncak Jaya
Kab. Sorong
Kab. Solok Selatan
Persentase Kepala Sekolah Layak
SPMPersentase
Kepala Sekolah Layak
(100,00)
StandarNasional
PersentaseKepala Sekolah
Layak(94,53)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 41
Grafik 9A Persentase Kepala Sekolah Layak (% KS-layak) Wilayah Tertinggal
(lanjutan)
21,0525,00
40,0044,44
50,0050,0050,00
60,0060,71
62,5063,64
65,8968,18
70,8371,7972,7372,7372,7373,3373,5373,5874,4975,0075,0075,00
77,7878,0878,26
80,0080,2881,2581,8283,0083,8784,6285,1985,9686,0586,6786,6787,0487,5087,7287,8088,1288,3788,5788,7188,8990,00
20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00
Kab. Lanny Jaya
Kab. Tolikara
Kab. Yalimo
Kab. Memberamo Raya
Kab. Biak Numfor
Kab. Membramo Tengah
Kab. Intan Jaya
Kab. Nduga
Kab. Lembata
Kab. Seram Bagian Timur
Kab. Deiyai
Kab. Timor Tengah Selatan
Kab. Sumba Tengah
Kab. Nagakeo
Kab. Nias Utara
Kab. Paniai
Kab. Yahukimo
Kab. Teluk Wondama
Kab. Sumba Barat
Kab. Seram Bagian Barat
Kab. Sumba Barat Daya
Kab. Nias Selatan
Kab. Dogiyai
Kab. Puncak
Kab. Maybrat
Kab. Mappi
Kab. Landak
Kab. Jaya wijaya
Kab. Kepulauan Mentawai
Kab. Manggarai Barat
Kab. Buru Selatan
Kab. Kepulauan Sula
Kab. Manggarai Timur
Kab. Teluk Bintuni
Kab. Tambrauw
Kab. Nias Barat
Kab. Maluku Tengah
Kab. Buru
Kab. Pesisir Barat
Kab. Sarmi
Kab. Halmahera Barat
Kab. Tojo Una-Una
Kab. Manggarai
Kab. Nabire
Kab. Ketapang
Kab. Halmahera Selatan
Kab. Dompu
Kab. Melawi
Kab. Musi Rawas Utara
Kab. Kayong Utara
Persentase Kepala Sekolah Layak (lanjutan)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 42
4. Rasio Siswa per Guru (R-S/G) Rasio Siswa per Guru (R-S/G) adalah jumlah seluruh siswa
dibagi dengan jumlah guru yang ada. Semakin tinggi angka rasio maka semakin banyak siswa yang dilayani oleh satu guru dan angka nasional rasio siswa per guru untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) 14,73.
a. Rasio Siswa per Guru (R-S/G) Wilayah Terluar
Rasio Siswa per Guru (R-S/G) di wilayah terluar seperti terdapat pada grafik 10 berkisar antara 5,28 terendah (Kota Sabang) sampai 18,84 tertinggi (Kota Batam) dengan angka nasional sebesar 14,73. Terdapat 5 wilayah terluar kabupaten/kota (25,00%) memiliki rasio siswa per guru yang lebih tinggi dari angka nasional, yaitu 1) Kota Dumai, 2) Kab. Sanggau, 3) Kab. Sedang Berdagai, 4) Kota Jayapura, dan 5) Kota Batam. Sisanya sebanyak 15 kabupaten/kota (75,00%) memiliki rasio siswa per guru lebih rendah atau sama dengan nasional.
Grafik 10
Rasio Siswa per Guru (R-S/G) Wilayah Terluar
5,28
7,38
8,15
8,79
9,06
9,33
9,46
9,86
11,89
13,09
13,42
13,49
13,84
13,96
14,50
14,73
15,56
16,03
16,16
17,61
18,84
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00
Kota Sabang
Kab. Aceh Besar
Kab. Kepulauan Anambas
Kab. Kepulauan Talaud
Kab. Malinau
Kab. Kep. Sangihe
Kab. Natuna
Kab. Kepulauan Meranti
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Berau
Kab. Pelalawan
Kab. Bintan
Kab. Rokan Hilir
Kab. Bengkalis
Kab. Karimun
Nasional
Kota Dumai
Kab. Sanggau
Kab. Serdang Bedagai
Kota Jayapura
Kota Batam
Rasio Siswa per Guru
Angka Nasional Rasio Siswa per
Guru (14,73)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 43
b. Rasio Siswa per Guru (R-S/G) Wilayah Terdepan Rasio Siswa per Guru (R-S/G) wilayah terdepan seperti
terdapat pada grafik 11 berkisar antara 8,16 (Kabupaten Mahakam Ulu ) terendah sampai dengan 18,96 (Kabupaten Sambas) tertinggi, dengan rata-rata nasional sebesar 14,73. Apabila dikaitkan dengan standar nasional (14,73) maka terdapat 6 kabupaten (26,09%) yang lebih tinggi dari norma nasional, yaitu 1) Kab. Pegunungan Bintang, 2) Kab. Belu, 3) Kab. Bengkayang, 4) Kab. Sintang, 5) Kab. Sabu Raijua, dan 6) Kab. Sambas. Sebaliknya, kabupaten dengan R-S/G lebih rendah dari norma nasional terdapat di 17 kabupaten/kota (73,91%).
Grafik 11
Rasio Siswa per Guru (R-S/G) Wilayah Terdepan
8,16
8,51
9,95
10,01
10,06
10,24
10,38
10,66
10,79
11,20
11,88
12,31
12,97
13,00
13,55
13,56
14,25
14,73
14,80
14,83
14,87
15,09
15,89
15,96
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00
Kab. Mahakam Ulu
Kab. Alor
Kab. Keerom
Kab. Maluku Tenggara Barat
Kab. Supiori
Kab. Raja Ampat
Kab. Kepulauan Morotai
Kab. Timor Tengah Utara
Kab. Malaka
Kab. Kupang
Kab. Kapuas Hulu
Kab. Maluku Barat Daya
Kab. Boven Digoel
Kab. Rote-Ndao
Kab. Kepulauan Aru
Kab. Nunukan
Kab. Merauke
Nasional
Kab. Pegunungan Bintang
Kab. Belu
Kab. Bengkayang
Kab. Sintang
Kab. Sabu Raijua
Kab. Sambas
Rasio Siswa per Guru
StandarNasional
Rasio Siswa
per Guru(14,73)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 44
c. Rasio Siswa per Guru (R-S/G) Wilayah Tertinggal Rasio Siswa per Guru (R-S/G) wilayah tertinggal seperti
terdapat pada grafik 12 berkisar antara 6,86 (Kabupaten Bima) terendah sampai dengan 23,33 (Kabupaten Tolikara) tertinggi, dengan rasio siswa per guru nasional sebesar 14,73. Apabila dikaitkan dengan standar nasional (14,73) maka terdapat 16 kabupaten (16,16%) yang lebih tinggi dari norma nasional, yaitu 1) Kab. Musi Rawas Utara, 2) Kab. Ketapang, 3) Kab. Kepulauan Yapen, 4) Kab. Puncak Jaya, 5) Kab. Biak Numfor, 6) Kab. Lebak, 7) Kab. Landak, 8) Kab. Pandeglang, 9) Kab. Manggarai, 10) Kab. Sumba Barat Daya, 11) Kab. Jaya wijaya, 12) Kab. Yahukimo, 13) Kab. Paniai, 14) Kab. Lanny Jaya, 15) Kab. Mappi, dan 16) Kab. Tolikara. Sebaliknya, kabupaten dengan R-S/G lebih rendah dari norma nasional terdapat di 83 kabupaten (83,84%).
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 45
Grafik 12 Rasio Siswa per Guru (R-S/G) Wilayah Tertinggal
12,0612,0812,1612,2612,2912,3012,3812,4812,5212,5612,5712,7612,7912,8512,8912,9313,0313,0413,0513,1013,3013,6013,6113,6713,7213,8013,8213,8313,8613,86
14,2614,28
14,6514,7314,76
15,6416,2416,2916,35
16,9017,21
17,8718,9019,0219,17
19,8120,32
22,7922,85
23,33
5,00 10,00 15,00 20,00 25,00
Kab. Pesisir Barat
Kab. Seram Bagian Barat
Kab. Kepulauan Mentawai
Kab. Nabire
Kab. Bondowoso
Kab. Melawi
Kab. Seluma
Kab. Asmat
Kab. Lombok Barat
Kab. Donggala
Kab. ToliToli
Kab. Nias Utara
Kab. Nias Selatan
Kab. Dogiyai
Kab. Mamuju Tengah
Kab. Puncak
Kab. Kayong Utara
Kab. Lombok Utara
Kab. Musi Rawas
Kab. Buol
Kab. Yalimo
Kab. Parigi Moutong
Kab. Manggarai Barat
Kab. Konawe Kepulauan
Kab. Polewali Mandar
Kab. Situbondo
Kab. Timor Tengah Selatan
Kab. Bangkalan
Kab. Sumba Timur
Kab. Teluk Wondama
Kab. Sumba Barat
Kab. Tojo Una-Una
Kab. Nias
Nasional
Kab. Musi Rawas Utara
Kab. Ketapang
Kab. Kepulauan Yapen
Kab. Puncak Jaya
Kab. Biak Numfor
Kab. Lebak
Kab. Landak
Kab. Pandeglang
Kab. Manggarai
Kab. Sumba Barat Daya
Kab. Jaya wijaya
Kab. Yahukimo
Kab. Paniai
Kab. Lanny Jaya
Kab. Mappi
Kab. Tolikara
Rasio Siswa per Guru
Angka Nasional Rasio Siswa per
Guru (14,73)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 46
Grafik 12A Rasio Siswa per Guru (R-S/G) Wilayah Tertinggal (lanjutan)
6,867,67
8,098,138,288,658,939,059,139,299,399,589,609,619,649,669,739,799,8610,0810,1010,1010,1710,1910,2710,3910,5810,6010,7110,7210,7310,9511,0511,0611,0911,1411,1511,1711,2411,3511,3711,6011,6611,7011,7011,7611,7712,0112,0312,06
5,00 10,00 15,00 20,00 25,00
Kab. Bima
Kab. Hulu Sungai Utara
Kab. Maybrat
Kab. Banggai Laut
Kab. Sumbawa Barat
Kab. Dompu
Kab. Waropen
Kab. Tambrauw
Kab. Nduga
Kab. Banggai Kepulauan
Kab. Gorontalo Utara
Kab. Kepulauan Sula
Kab. Bombana
Kab. Solok Selatan
Kab. Halmahera Timur
Kab. Sorong Selatan
Kab. Intan Jaya
Kab. Buru Selatan
Kab. Nagakeo
Kab. Boalemo
Kab. Teluk Bintuni
Kab. Pulau Taliabu
Kab. Deiyai
Kab. Maluku Tengah
Kab. Lombok Tengah
Kab. Sumba Tengah
Kab. Ende
Kab. Lembata
Kab. Halmahera Barat
Kab. Seram Bagian Timur
Kab. Sorong
Kab. Lampung Barat
Kab. Jeneponto
Kab. Membramo Tengah
Kab. Pohuwato
Kab. Sumbawa
Kab. Pasaman Barat
Kab. Nias Barat
Kab. Sigi
Kab. Buru
Kab. Aceh Singkil
Kab. Morowali Utara
Kab. Konawe
Kab. Lombok Timur
Kab. Sarmi
Kab. Manggarai Timur
Kab. Memberamo Raya
Kab. Halmahera Selatan
Kab. Sampang
Kab. Seruyan
Rasio Siswa per Guru (lanjutan)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 47
5. Rasio Siswa per Rombongan Belajar (R-S/Rb) Perbandingan antara jumlah siswa dengan rombongan belajar
atau dengan dengan kata lain jumlah siswa dalam setiap rombongan belajar untuk SMP sesuai dengan SPM adalah tidak melebihi 36 orang. Sedangkan untuk angka nasional sebesar 29,30.
a. Rasio Siswa per Rombongan Belajar (R-S/Rb) Wilayah Terluar
Rasio siswa per rombongan belajar (R-S/Rb) di wilayah terluar seperti terdapat pada grafik 13 berkisar antara 20,27 terendah (Kota Sabang) sampai 33,00 tertinggi (Kota Batam) dengan angka nasional sebesar 29,30. Bila digunakan Standar Pelayanan Minimum (SPM) dengan R-S/Rb tidak melebihi sebesar 36,00, maka tidak terdapat satu kabupaten/kota yang melebihi standar SPM. Sedangkan apabila digunakan angka nasional maka terdapat 5 Wilayah perbatasan kabupaten/kota (25,00%) memiliki rasio siswa per rombel lebih tinggi dari angka nasional, yaitu 1) Kab. Bintan, 2) Kota Dumai, 3) Kota Jayapura, 4) Kab. Serdang Berdagai, dan 5) Kota Batam. Sisanya sebanyak 15 kabupaten/kota (75,00%) memiliki rasio siswa per rombel lebih rendah atau sama dengan nasional.
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 48
Grafik 13 Rasio Siswa per Rombongan Belajar (R-S/Rb) Wilayah Terluar
b. Rasio Siswa per Rombongan Belajar (R-S/Rb) Wilayah Terdepan R-S/Rb wilayah terdepan seperti terdapat pada grafik 14
berkisar antara 21,78 (Kabupaten Maluku Barat Daya) terendah sampai dengan 29,72 (Kabupaten Belu) tertinggi, dengan rata-rata nasional sebesar 29,30. Apabila dikaitkan dengan SPM R-S/Rb (36,00) maka norma nasional masih lebih rendah dan belum melebihi dari SPM. Tidak ada kabupaten/kota dengan R-S/Rb yang lebih tinggi atau sama dengan SPM.
Apabila dikaitkan dengan standar nasional (29,30) maka SPM lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat satu kabupaten (4,35%) yang lebih tinggi dari norma nasional, yaitu Kabupaten Belu. Sebaliknya, kabupaten dengan R-S/Rb lebih rendah dari norma nasional terdapat di 22 kabupaten/kota (96,65%).
20,27
20,88
21,01
21,17
23,36
23,58
24,03
24,74
25,09
27,78
28,12
28,18
28,59
28,75
29,02
29,30
29,32
30,80
32,50
32,74
33,00
36,00
10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00
Kota Sabang
Kab. Kepulauan Talaud
Kab. Kep. Sangihe
Kab. Kepulauan Anambas
Kab. Aceh Besar
Kab. Natuna
Kab. Kepulauan Meranti
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Malinau
Kab. Karimun
Kab. Berau
Kab. Rokan Hilir
Kab. Pelalawan
Kab. Sanggau
Kab. Bengkalis
Nasional
Kab. Bintan
Kota Dumai
Kota Jayapura
Kab. Serdang Bedagai
Kota Batam
SPM
Rasio Siswa per Rombel
SPMRasio Siswa per Rombel
(36,00)
AngkaNasional
Rasio Siswa per Rombel
(29,30)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 49
Grafik 14 Rasio Siswa per Rombongan Belajar (R-S/Rb) Wilayah Terdepan
c. Rasio Siswa per Rombongan Belajar (R-S/Rb) Wilayah Tertinggal R-S/Rb wilayah tertinggal seperti terdapat pada grafik 15
berkisar antara 16,63 (Kabupaten Intan Jaya) terendah sampai dengan 38,41 (Kabupaten Paniai) tertinggi, dengan rata-rata nasional sebesar 29,30. Apabila dikaitkan dengan SPM (36,00) maka norma nasional masih lebih rendah dibandingkan dengan SPM. Terdapat satu kabupaten (1,01%) yang melebihi SPM yaitu Kabupaten Paniai (38,41). Sebaliknya, kabupaten dengan % R-S/Rb wilayah tertinggal yang dibawah SPM terdapat di 98 kabupaten (98,99%).
Apabila dikaitkan dengan standar nasional (36,00) maka terdapat 18 kabupaten (18,18%) yang lebih tinggi dari norma nasional, yaitu 1) Kab. Kepulauan Yapen, 2) Kab. Biak Numfor, 3) Kab. Musi Rawas, 4) Kab. Nias Selatan, 5) Kab. Nias, 6) Kab. Nias Utara, 7) Kab. Sumba Barat, 8) Kab. Pandeglang, 9) Kab. Yahukimo, 10) Kab. Manggarai, 11) Kab. Lebak, 12) Kab. Landak, 13) Kab. Mappi, 14) Kab.
21,78
22,87
22,98
23,23
23,54
24,10
24,36
24,36
24,47
24,57
24,76
25,47
25,54
26,12
26,22
27,25
27,77
28,18
28,39
28,41
28,68
28,91
29,30
29,72
36,00
10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00
Kab. Maluku Barat Daya
Kab. Keerom
Kab. Alor
Kab. Maluku Tenggara Barat
Kab. Raja Ampat
Kab. Kepulauan Morotai
Kab. Kupang
Kab. Kapuas Hulu
Kab. Supiori
Kab. Pegunungan Bintang
Kab. Timor Tengah Utara
Kab. Kepulauan Aru
Kab. Malaka
Kab. Merauke
Kab. Rote-Ndao
Kab. Mahakam Ulu
Kab. Sabu Raijua
Kab. Bengkayang
Kab. Sintang
Kab. Boven Digoel
Kab. Sambas
Kab. Nunukan
Nasional
Kab. Belu
SPM
Rasio Siswa per Rombel
SPMRasio Siswa per Rombel
(36,00)
AngkaNasional
Rasio Siswa per Rombel
(29,30)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 50
Jaya Wijaya, 15) Kab. Sumba Barat Daya, 16) Kab. Lanny Jaya, 17) Kab. Tolikara, dan 18) Kab. Paniai. Sebaliknya, kabupaten dengan R-S/Rb lebih rendah dari norma nasional terdapat di 81 kabupaten (81,82%).
Grafik 15
Rasio Siswa per Rombongan Belajar (R-S/Rb) Wilayah Tertinggal
25,9426,0326,2326,2526,3226,3626,4726,6026,6126,6526,6726,8827,1327,1427,1427,2927,5327,7427,7527,8728,1228,1828,3028,3128,3128,4128,4428,4928,9629,0829,3029,5129,7429,7429,8330,2130,2830,5930,7330,7931,1331,1831,66
32,6233,8034,2934,44
35,0036,00
38,41
10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00
Kab. Ende
Kab. Nabire
Kab. Tojo Una-Una
Kab. Manggarai Timur
Kab. Seluma
Kab. Situbondo
Kab. Bondowoso
Kab. Manggarai Barat
Kab. Sumbawa
Kab. Sumba Tengah
Kab. Pasaman Barat
Kab. Lombok Barat
Kab. Pesisir Barat
Kab. Polewali Mandar
Kab. Nias Barat
Kab. Teluk Wondama
Kab. Aceh Singkil
Kab. Lombok Timur
Kab. Lombok Utara
Kab. Timor Tengah Selatan
Kab. Bangkalan
Kab. Sumba Timur
Kab. Dogiyai
Kab. Mamuju Tengah
Kab. Puncak Jaya
Kab. Yalimo
Kab. Puncak
Kab. Ketapang
Kab. Deiyai
Kab. Musi Rawas Utara
Nasional
Kab. Kepulauan Yapen
Kab. Biak Numfor
Kab. Musi Rawas
Kab. Nias Selatan
Kab. Nias
Kab. Nias Utara
Kab. Sumba Barat
Kab. Pandeglang
Kab. Yahukimo
Kab. Manggarai
Kab. Lebak
Kab. Landak
Kab. Mappi
Kab. Jaya wijaya
Kab. Sumba Barat Daya
Kab. Lanny Jaya
Kab. Tolikara
SPM
Kab. Paniai
Rasio Siswa per Rombel
SPMRasio Siswa per Rombel
(36,00)
AngkaNasional
Rasio Siswa per Rombel
(29,30)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 51
Grafik 15A Rasio Siswa per Rombongan Belajar (R-S/Rb) Wilayah Tertinggal
(lanjutan)
16,6319,9220,00
20,6521,1821,4121,5421,5621,7322,2622,7722,8022,8122,8622,9222,9323,2923,2923,3423,4123,6423,6723,6923,8123,9123,9223,9423,9924,0424,0824,2824,4124,5624,5824,6124,6224,7024,7424,7624,8324,8624,9725,0025,0325,1925,3425,3725,5025,5525,7525,83
10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00
Kab. Intan Jaya
Kab. Tambrauw
Kab. Maybrat
Kab. Banggai Laut
Kab. Teluk Bintuni
Kab. Bombana
Kab. Halmahera Barat
Kab. Boalemo
Kab. Waropen
Kab. Banggai Kepulauan
Kab. Gorontalo Utara
Kab. Kepulauan Sula
Kab. Melawi
Kab. Sorong
Kab. Morowali Utara
Kab. Pulau Taliabu
Kab. Hulu Sungai Utara
Kab. Buru Selatan
Kab. Sigi
Kab. Maluku Tengah
Kab. Pohuwato
Kab. Seruyan
Kab. Bima
Kab. Seram Bagian Timur
Kab. Sorong Selatan
Kab. Konawe
Kab. Lombok Tengah
Kab. Halmahera Timur
Kab. Nagakeo
Kab. Buol
Kab. Sumbawa Barat
Kab. Seram Bagian Barat
Kab. Halmahera Selatan
Kab. Donggala
Kab. Nduga
Kab. Solok Selatan
Kab. Buru
Kab. Lembata
Kab. ToliToli
Kab. Sarmi
Kab. Dompu
Kab. Asmat
Kab. Sampang
Kab. Konawe Kepulauan
Kab. Parigi Moutong
Kab. Kayong Utara
Kab. Jeneponto
Kab. Memberamo Raya
Kab. Membramo Tengah
Kab. Lampung Barat
Kab. Kepulauan Mentawai
Rasio Siswa per Rombel (lanjutan)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 52
6. Angka Mengulang (AU) Angka mengulang adalah perbandingan antara jumlah siswa
mengulang dengan jumlah siswa dan dinyatakan dalam persentase. Dengan Idealnya adalah 0,00 persen dan semakin rendah nilainya, berarti makin baik.
a. Angka Mengulang (AU) Wilayah Terluar
Angka Mengulang (AU) di wilayah terluar seperti terdapat pada grafik 16 berkisar antara 0,05 terendah (Kabupaten Indragiri Hilir) terbaik sampai 1,02 tertinggi (Kabupaten Bintan) terburuk dengan angka nasional sebesar 0,25. Terdapat 9 wilayah terluar kabupaten/kota (45,00%) memiliki angka mengulang yang lebih rendah atau lebih baik dari angka nasional, yaitu 1) Kab. Indragiri Hilir, 2) Kab. Serdang Bedagai, 3) Kab. Pelalawan, 4) Kab. Kepulauan Talaud, 5) Kota Dumai, 6) Kab. Sanggau, 7) Kab. Rokan Hilir, 8) Kota Batam dan 9) Kab. Kepulauan Meranti. Sisanya sebanyak 11 kabupaten/kota (55,00%) memiliki angka mengulang lebih tinggi atau sama dengan nasional yang berarti lebih buruk.
Grafik 16
Angka Mengulang (AU) Wilayah Terluar
0,05
0,10
0,12
0,17
0,18
0,19
0,21
0,21
0,22
0,25
0,30
0,33
0,34
0,38
0,44
0,45
0,48
0,74
0,89
0,92
1,02
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Serdang Bedagai
Kab. Pelalawan
Kab. Kepulauan Talaud
Kota Dumai
Kab. Sanggau
Kab. Rokan Hilir
Kota Batam
Kab. Kepulauan Meranti
Nasional
Kab. Kep. Sangihe
Kab. Bengkalis
Kab. Malinau
Kota Sabang
Kab. Berau
Kab. Aceh Besar
Kab. Natuna
Kota Jayapura
Kab. Karimun
Kab. Kepulauan Anambas
Kab. Bintan
Angka Mengulang
Angka Nasional Angka
Mengulang(0,25)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 53
b. Angka Mengulang (AU) Wilayah Terdepan Angka Mengulang (AU) wilayah terdepan seperti terdapat pada
Grafik 17 berkisar antara 0,03 (Kabupaten Morotai) terendah atau terbaik sampai dengan 2,32 (Kabupaten Boven Digoel) tertinggi atau terburuk, dengan rata-rata nasional sebesar 0,25. Apabila dikaitkan dengan angka nasional (0,25) maka terdapat 7 kabupaten (30,43%) yang lebih rendah atau lebih baik dari angka nasional, yaitu 1) Kab. Kepulauan Morotai, 2) Kab. Maluku Tenggara Barat, 3) Kab. Timor Tengah Utara, 4) Kab. Belu, 5) Kab. Maluku Barat Daya, 6) Kab. Pegunungan Bintang dan 7) Kab. Malaka. Sebaliknya, kabupaten dengan AU lebih tinggi atau lebih buruk dari angka nasional terdapat di 16 kabupaten/kota (69,57%).
Grafik 17
Angka Mengulang (AU) Wilayah Terdapat
0,03
0,08
0,11
0,12
0,17
0,22
0,23
0,25
0,37
0,40
0,41
0,43
0,44
0,45
0,45
0,59
0,61
0,65
0,70
1,33
1,47
1,56
2,26
2,32
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
Kab. Kepulauan Morotai
Kab. Maluku Tenggara Barat
Kab. Timor Tengah Utara
Kab. Belu
Kab. Maluku Barat Daya
Kab. Pegunungan Bintang
Kab. Malaka
Nasional
Kab. Supiori
Kab. Kapuas Hulu
Kab. Bengkayang
Kab. Kupang
Kab. Alor
Kab. Rote-Ndao
Kab. Raja Ampat
Kab. Nunukan
Kab. Sintang
Kab. Sambas
Kab. Kepulauan Aru
Kab. Sabu Raijua
Kab. Keerom
Kab. Merauke
Kab. Mahakam Ulu
Kab. Boven Digoel
Angka Mengulang
Angka Nasional Angka
Mengulang(0,25)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 54
c. Angka Mengulang (AU) Wilayah Tertinggal Angka Mengulang (AU) wilayah tertinggal seperti terdapat
pada grafik 18 berkisar antara 0,00 (terdapat di 8 kabupaten) terendah atau terbaik sampai dengan 12,35 (Kabupaten Puncak) tertinggi atau terburuk, dengan AU nasional sebesar 0,25. Apabila dikaitkan dengan standar nasional (0,25) maka terdapat 38 kabupaten (38,38%) yang lebih rendah dari norma nasional, yaitu 1) Kab. Buru Selatan, 2) Kab. Tolikara, 3) Kab. Lanny Jaya, 4) Kab. Yalimo, 5) Kab. Dogiyai, 6) Kab. Intan Jaya, 7) Kab. Deiyai, 8) Kab. Sorong Selatan, 9) Kab. Pesisir Barat, 10) Kab. Lampung Barat, 11) Kab. Manggarai, 12) Kab. Seram Bagian Barat, 13) Kab. Manggarai Timur, 14) Kab. Manggarai Barat, 15) Kab. Parigi Moutong, 16) Kab. Puncak Jaya, 17) Kab. Timor Tengah Selatan, 18) Kab. Morowali Utara, 19) Kab. Dompu, 20) Kab. Banggai Kepulauan, 21) Kab. Maluku Tengah, 22) Kab. Sumbawa Barat, 23) Kab. Musi Rawas, 24) Kab. Sumbawa, 25) Kab. Pandeglang, 26) Kab. Tojo Una-Una, 27) Kab. Halmahera Barat, 28) Kab. Lembata, 29) Kab. Buru, 30) Kab. Ende, 31) Kab. Bondowoso, 32) Kab. Nias Utara, 33) Kab. Nduga, 34) Kab. Buol, 35) Kab. Gorontalo Utara, 36) Kab. Bima, 37) Kab. Sumba Barat dan 38) Kab. Sumba Barat Daya. Sebaliknya, kabupaten dengan AU lebih tinggi dari norma nasional terdapat di 61 kabupaten (61,62%).
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 55
Grafik 18 Angka Mengulang (AU) Wilayah Tertinggal
0,370,370,380,380,390,430,440,450,460,470,480,480,510,530,560,610,620,630,640,640,650,680,690,690,700,760,770,770,780,800,810,820,830,850,870,870,900,940,950,960,991,131,15
2,182,80
3,533,59
5,005,14
12,35
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00
Kab. Polewali Mandar
Kab. ToliToli
Kab. Hulu Sungai Utara
Kab. Paniai
Kab. Pulau Taliabu
Kab. Jaya wijaya
Kab. Halmahera Selatan
Kab. Lombok Utara
Kab. Yahukimo
Kab. Lombok Timur
Kab. Pohuwato
Kab. Situbondo
Kab. Sorong
Kab. Seram Bagian Timur
Kab. Ketapang
Kab. Seruyan
Kab. Donggala
Kab. Seluma
Kab. Jeneponto
Kab. Nias
Kab. Sumba Tengah
Kab. Landak
Kab. Melawi
Kab. Kayong Utara
Kab. Pasaman Barat
Kab. Nias Selatan
Kab. Bangkalan
Kab. Nabire
Kab. Membramo Tengah
Kab. Waropen
Kab. Boalemo
Kab. Kepulauan Yapen
Kab. Solok Selatan
Kab. Maybrat
Kab. Aceh Singkil
Kab. Sampang
Kab. Tambrauw
Kab. Biak Numfor
Kab. Memberamo Raya
Kab. Sumba Timur
Kab. Konawe
Kab. Banggai Laut
Kab. Bombana
Kab. Kepulauan Mentawai
Kab. Teluk Bintuni
Kab. Sarmi
Kab. Teluk Wondama
Kab. Mappi
Kab. Asmat
Kab. Puncak
Angka Mengulang
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 56
Grafik 18A Angka Mengulang (AU) Wilayah Tertinggal (lanjutan)
0,000,000,000,000,000,000,000,000,020,030,040,040,050,070,070,080,090,090,090,110,130,130,150,170,170,170,170,170,180,200,200,210,220,220,220,230,230,240,250,250,270,280,280,300,300,310,320,320,320,35
0,00 5,00 10,00 15,00
Kab. Buru Selatan
Kab. Tolikara
Kab. Lanny Jaya
Kab. Yalimo
Kab. Dogiyai
Kab. Intan Jaya
Kab. Deiyai
Kab. Sorong Selatan
Kab. Pesisir Barat
Kab. Lampung Barat
Kab. Manggarai
Kab. Seram Bagian Barat
Kab. Manggarai Timur
Kab. Manggarai Barat
Kab. Parigi Moutong
Kab. Puncak Jaya
Kab. Timor Tengah Selatan
Kab. Morowali Utara
Kab. Dompu
Kab. Banggai Kepulauan
Kab. Maluku Tengah
Kab. Sumbawa Barat
Kab. Musi Rawas
Kab. Sumbawa
Kab. Pandeglang
Kab. Tojo Una-Una
Kab. Halmahera Barat
Kab. Lembata
Kab. Buru
Kab. Ende
Kab. Bondowoso
Kab. Nias Utara
Kab. Nduga
Kab. Buol
Kab. Gorontalo Utara
Kab. Bima
Kab. Sumba Barat
Kab. Sumba Barat Daya
Nasional
Kab. Lebak
Kab. Konawe Kepulauan
Kab. Sigi
Kab. Halmahera Timur
Kab. Nagakeo
Kab. Kepulauan Sula
Kab. Lombok Barat
Kab. Nias Barat
Kab. Mamuju Tengah
Kab. Lombok Tengah
Kab. Musi Rawas Utara
Angka Mengulang (lanjutan)
Angka Nasional Angka
Mengulang(0,25)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 57
7. Angka Putus Sekolah (APS) Angka putus sekolah adalah perbandingan antara jumlah siswa
yang keluar dari sistem persekolahan sebelum mendapatkan ijazah dengan jumlah siswa dan dinyatakan dalam persentase. Idealnya APS adalah 0,00 persen dan semakin rendah nilainya berarti makin baik.
a. Angka Putus Sekolah (APS) Wilayah Terluar
Angka Putus Sekolah (APS) di wilayah terluar seperti terdapat pada grafik 19 berkisar antara 0,17 terendah (Kota Dumai) terbaik sampai 1,19 tertinggi (Kabupaten Kepulauan Anambas) terburuk dengan angka nasional sebesar 0,52. Terdapat 10 wilayah terluar kabupaten/kota (50,00%) memiliki angka putus sekolah yang lebih rendah atau lebih baik dari angka nasional, yaitu 1) Kota Dumai, 2) Kab. Aceh Besar, 3) Kab. Karimun, 4) Kab. Berau, 5) Kab. Kepulauan Talaud, 6) Kab. Bintan, 7) Kab. Pelalawan, 8) Kota Sabang, 9) Kota Jayapura dan 10) Kab. Kepulauan Meranti. Sisanya sebanyak 10 kabupaten/kota (50,00%) memiliki angka putus sekolah lebih tinggi atau sama dengan nasional yang berarti lebih buruk.
Grafik 19
Angka Putus Sekolah (APS) Wilayah Terluar
0,17
0,23
0,24
0,26
0,30
0,36
0,44
0,45
0,47
0,50
0,52
0,54
0,55
0,62
0,62
0,63
0,64
0,65
0,73
0,74
1,19
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40
Kota Dumai
Kab. Aceh Besar
Kab. Karimun
Kab. Berau
Kab. Kepulauan Talaud
Kab. Bintan
Kab. Pelalawan
Kota Sabang
Kota Jayapura
Kab. Kepulauan Meranti
Nasional
Kab. Kep. Sangihe
Kab. Natuna
Kab. Malinau
Kab. Bengkalis
Kab. Serdang Bedagai
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Sanggau
Kab. Rokan Hilir
Kota Batam
Kab. Kepulauan Anambas
Angka Putus Sekolah
Angka Nasional Angka Putus
Sekolah(0,52)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 58
b. Angka Putus Sekolah (APS) Wilayah Terdepan Angka Putus Sekolah (APS) di wilayah terdepan seperti
terdapat pada grafik 20 berkisar antara 0,35 terendah (Kabupaten Sabu Raijua) terbaik sampai 5,40 tertinggi (Kabupaten Mahakam Ulu) terburuk dengan angka nasional sebesar 0,52. Terdapat 4 wilayah terdepan kabupaten/kota (17,39%) memiliki angka putus sekolah yang lebih rendah atau lebih baik dari angka nasional, yaitu 1) Kab. Sabu Raijua, 2) Kab. Bengkayang, 3) Kab. Kepulauan Morotai, dan 4) Kab. Maluku Barat Daya. Sisanya sebanyak 19 kabupaten/kota (82,61%) memiliki angka putus sekolah lebih tinggi atau sama dengan nasional yang berarti lebih buruk.
Grafik 20
Angka Putus Sekolah (APS) Wilayah Terdepan
0,35
0,36
0,45
0,48
0,52
0,60
0,61
0,63
0,66
0,70
0,72
0,82
0,84
0,90
1,05
1,06
1,40
1,47
1,51
1,53
1,89
3,90
4,04
5,40
0,00 2,00 4,00 6,00
Kab. Sabu Raijua
Kab. Bengkayang
Kab. Kepulauan Morotai
Kab. Maluku Barat Daya
Nasional
Kab. Kupang
Kab. Belu
Kab. Kapuas Hulu
Kab. Pegunungan Bintang
Kab. Alor
Kab. Sambas
Kab. Timor Tengah Utara
Kab. Rote-Ndao
Kab. Sintang
Kab. Kepulauan Aru
Kab. Merauke
Kab. Malaka
Kab. Keerom
Kab. Maluku Tenggara Barat
Kab. Boven Digoel
Kab. Raja Ampat
Kab. Nunukan
Kab. Supiori
Kab. Mahakam Ulu
Angka Putus Sekolah
Angka Nasional Angka Putus
Sekolah(0,52)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 59
c. Angka Putus Sekoah (AU) Wilayah Tertinggal Angka putus sekolah (APS) wilayah tertinggal seperti terdapat
pada grafik 21 berkisar antara 0,00 (Kabupaten Paniai) terendah atau terbaik sampai dengan 5,45 (Kabupaten Membramo Tengah) tertinggi atau terburuk, dengan APS nasional sebesar 0,52. Apabila dikaitkan dengan standar nasional (0,52) maka terdapat 32 kabupaten (32,32%) yang lebih rendah dari angka nasional, yaitu 1) Kab. Paniai, 2) Kab. Deiyai, 3) Kab. Kepulauan Sula, 4) Kab. Banggai Kepulauan, 5) Kab. Sumbawa Barat, 6) Kab. Pesisir Barat, 7) Kab. Sigi, 8) Kab. Maluku Tengah, 9) Kab. Tojo Una-Una, 10) Kab. Mamuju Tengah, 11) Kab. Lombok Tengah, 12) Kab. Sumba Tengah, 13) Kab. Kayong Utara, 14) Kab. Dompu, 15) Kab. Solok Selatan, 16) Kab. Nias Barat, 17) Kab. Aceh Singkil, 18) Kab. Sorong Selatan, 19) Kab. Sumbawa, 20) Kab. Hulu Sungai Utara, 21) Kab. Seruyan, 22) Kab. Situbondo, 23) Kab. Tolikara, 24) Kab. Landak, 25) Kab. Halmahera Barat, 26) Kab. Lombok Barat, 27) Kab. Sorong, 28) Kab. Lembata, 29) Kab. Ende, 30) Kab. Tambrauw,31) Kab. Halmahera Timur dan 32) Kab. Puncak. Sebaliknya, kabupaten dengan APS lebih tinggi dari norma nasional terdapat di 67 kabupaten (67,68%).
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 60
Grafik 21 Angka Putus Sekolah (APS) Wilayah Tertinggal
0,72
0,72
0,74
0,76
0,77
0,77
0,78
0,78
0,80
0,85
0,85
0,86
0,89
0,90
0,90
0,91
0,91
0,91
0,91
0,94
0,95
0,95
0,96
0,97
0,98
1,02
1,05
1,07
1,11
1,11
1,11
1,12
1,16
1,18
1,22
1,23
1,25
1,36
1,40
1,42
1,51
1,51
1,72
1,75
2,26
2,29
4,11
4,62
4,93
5,45
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00
Kab. Musi Rawas
Kab. Nias
Kab. Asmat
Kab. Teluk Bintuni
Kab. Bondowoso
Kab. Nias Utara
Kab. Gorontalo Utara
Kab. Nabire
Kab. Donggala
Kab. Parigi Moutong
Kab. Sarmi
Kab. Intan Jaya
Kab. Pandeglang
Kab. Biak Numfor
Kab. Morowali Utara
Kab. Manggarai Timur
Kab. Jeneponto
Kab. Manggarai
Kab. Manggarai Barat
Kab. Buru
Kab. Lampung Barat
Kab. Nagakeo
Kab. Halmahera Selatan
Kab. Bombana
Kab. Sumba Barat
Kab. Waropen
Kab. Melawi
Kab. Seram Bagian Timur
Kab. Kepulauan Yapen
Kab. Buol
Kab. Bangkalan
Kab. Memberamo Raya
Kab. Teluk Wondama
Kab. Konawe
Kab. Maybrat
Kab. Yahukimo
Kab. Polewali Mandar
Kab. Mappi
Kab. Sumba Barat Daya
Kab. Banggai Laut
Kab. Timor Tengah Selatan
Kab. Nias Selatan
Kab. Pohuwato
Kab. Buru Selatan
Kab. Dogiyai
Kab. Jaya wijaya
Kab. Puncak Jaya
Kab. Nduga
Kab. Pulau Taliabu
Kab. Membramo Tengah
Angka Putus Sekolah
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 61
Grafik 21A Angka Putus Sekolah (APS) Wilayah Tertinggal (lanjutan)
0,00
0,09
0,15
0,19
0,23
0,26
0,30
0,30
0,30
0,30
0,31
0,35
0,36
0,36
0,39
0,40
0,41
0,42
0,42
0,43
0,45
0,45
0,45
0,47
0,47
0,48
0,49
0,49
0,49
0,50
0,50
0,51
0,52
0,53
0,54
0,55
0,55
0,56
0,57
0,60
0,61
0,62
0,62
0,62
0,63
0,64
0,65
0,66
0,66
0,67
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00
Kab. Paniai
Kab. Deiyai
Kab. Kepulauan Sula
Kab. Banggai Kepulauan
Kab. Sumbawa Barat
Kab. Pesisir Barat
Kab. Sigi
Kab. Maluku Tengah
Kab. Tojo Una-Una
Kab. Mamuju Tengah
Kab. Lombok Tengah
Kab. Sumba Tengah
Kab. Kayong Utara
Kab. Dompu
Kab. Solok Selatan
Kab. Nias Barat
Kab. Aceh Singkil
Kab. Sorong Selatan
Kab. Sumbawa
Kab. Hulu Sungai Utara
Kab. Seruyan
Kab. Situbondo
Kab. Tolikara
Kab. Landak
Kab. Halmahera Barat
Kab. Lombok Barat
Kab. Sorong
Kab. Lembata
Kab. Ende
Kab. Tambrauw
Kab. Halmahera Timur
Kab. Puncak
Nasional
Kab. Sumba Timur
Kab. Konawe Kepulauan
Kab. ToliToli
Kab. Lombok Timur
Kab. Seluma
Kab. Bima
Kab. Yalimo
Kab. Boalemo
Kab. Kepulauan Mentawai
Kab. Musi Rawas Utara
Kab. Seram Bagian Barat
Kab. Lebak
Kab. Lombok Utara
Kab. Lanny Jaya
Kab. Ketapang
Kab. Pasaman Barat
Kab. Sampang
Angka Putus Sekolah (lanjutan)
Angka Nasional Angka Putus
Sekolah
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 62
8. Angka Partisipasi Kasar (APK) Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan perbandingan antara
jumlah siswa SMP dengan penduduk usia 13-15 tahun dan dinyatakan dalam persentase. Hal ini dapat untuk mengetahui banyaknya penduduk 13-15 yang bersekolah di SMP tiap kabupaten/kota.
a. Angka Partisipasi Kasar (APK) Wilayah Terluar
Angka Partisipasi Kasar (APK) di wilayah terluar seperti terdapat pada grafik 22 berkisar antara 79,67 terendah (Kota Jayapura) sampai 108,97 tertinggi (Kabupaten Aceh Besar) dengan angka nasional sebesar 100,72. Terdapat 6 wilayah terluar kabupaten/kota (30,00%) memiliki APK yang lebih tinggi atau lebih baik dari angka nasional, yaitu 1) Kab. Serdang Bedagai, 2) Kota Sabang, 3) Kab. Kepulauan Sangihe, 4) Kab. Sanggau, 5) Kab. Kepulauan Talaud dan 6) Kab. Aceh Besar. Sisanya sebanyak 14 kabupaten/kota (70,00%) memiliki APK lebih rendah atau sama dengan nasional yang berarti lebih buruk.
Grafik 22
Angka Partisipasi Kasar (APK) Wilayah Terluar
79,67
85,98
91,11
91,82
93,63
95,93
96,00
96,02
96,76
96,96
97,89
98,71
99,04
99,08
100,72
101,26
101,93
103,70
107,67
108,34
108,97
20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
Kota Jayapura
Kab. Malinau
Kab. Pelalawan
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Kepulauan Anambas
Kab. Kepulauan Meranti
Kab. Karimun
Kab. Bintan
Kota Dumai
Kab. Berau
Kab. Rokan Hilir
Kota Batam
Kab. Bengkalis
Kab. Natuna
Nasional
Kab. Serdang Bedagai
Kota Sabang
Kab. Kep. Sangihe
Kab. Sanggau
Kab. Kepulauan Talaud
Kab. Aceh Besar
Angka Partisipasi Kasar
Angka Nasional
APK(100,72)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 63
b. Angka Partisipasi Kasar (APK) Wilayah Terdepan Angka Partisipasi Kasar (APK) di wilayah terdepan seperti
terdapat pada grafik 23 berkisar antara 56,75 (Kabupaten Merauke) terendah sampai 109,69 (Kabupaten Maluku Tenggara Barat) tertinggi dengan angka nasional sebesar 100,72. Terdapat 7 wilayah terdepan (30,43%) memiliki APK yang lebih tinggi atau lebih baik dari angka nasional, yaitu 1) Kab. Kupang, 2) Kab. Maluku Barat Daya, 3) Kab. Rote-Ndao, 4) Kab. Kapuas Hulu, 5) Kab. Kepulauan Morotai, 6) Kab. Kepulauan Aru dan 7) Kab. Maluku Tenggara Barat. Sisanya sebanyak 16 kabupaten/kota (69,57%) memiliki APK lebih rendah atau sama dengan angka nasional yang berarti lebih buruk.
Grafik 23
Angka Partisipasi Kasar (APK) Wilayah Terdepan
56,75
57,61
58,88
60,92
67,71
87,96
92,02
94,53
95,40
95,86
97,29
98,14
98,80
98,94
99,32
100,36
100,72
101,47
102,16
102,30
105,12
107,01
107,86
109,69
20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
Kab. Merauke
Kab. Supiori
Kab. Boven Digoel
Kab. Keerom
Kab. Pegunungan Bintang
Kab. Mahakam Ulu
Kab. Raja Ampat
Kab. Nunukan
Kab. Sabu Raijua
Kab. Alor
Kab. Sintang
Kab. Bengkayang
Kab. Belu
Kab. Sambas
Kab. Timor Tengah Utara
Kab. Malaka
Nasional
Kab. Kupang
Kab. Maluku Barat Daya
Kab. Rote-Ndao
Kab. Kapuas Hulu
Kab. Kepulauan Morotai
Kab. Kepulauan Aru
Kab. Maluku Tenggara Barat
Angka Partisipasi Kasar (APK)
Angka Nasional APK
(100,72)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 64
c. Angka Partisipasi Kasar (APK) Wilayah Tertinggal Angka Partisipasi Kasar (APK) wilayah tertinggal seperti
terdapat pada grafik 24 berkisar antara 47,93 (Kabupaten Ndunga) terendah sampai dengan 110,68 (Kabupaten Situbondo) tertinggi, dengan APK nasional sebesar 100,72. Apabila dikaitkan dengan standar nasional (100,72) maka terdapat 43 kabupaten (43,43%) yang lebih tinggi dari angka nasional, yaitu 1) Kab. Parigi Moutong, 2) Kab. Timor Tengah Selatan, 3) Kab. Mamuju Tengah, 4) Kab. Lampung Barat, 5) Kab. Pasaman Barat, 6) Kab. Hulu Sungai Utara, 7) Kab. Lombok Timur, 8) Kab. Buru, 9) Kab. Lebak, 10) Kab. Banggai Kepulauan, 11) Kab. Bombana, 12) Kab. Sumbawa Barat, 13) Kab. Nias Utara, 14) Kab. Halmahera Timur, 15) Kab. Lombok Utara, 16) Kab. Aceh Singkil, 17) Kab. Nias Selatan, 18) Kab. Polewali Mandar, 19) Kab. Lombok Barat, 20) Kab. Nias Barat, 21) Kab. Tojo Una-Una, 22) Kab. Buol, 23) Kab. Pulau Taliabu, 24) Kab. Buru Selatan, 25) Kab. Dompu, 26) Kab. Nias, 27) Kab. Kepulauan Sula, 28) Kab. Seram Bagian Barat, 29) Kab. Sumbawa, 30) Kab. Morowali Utara, 31) Kab. Bondowoso, 32) Kab. Lombok Tengah, 33) Kab. Manggarai Barat, 34) Kab. Banggai Laut, 35) Kab. Seram Bagian Timur, 36) Kab. Konawe, 37) Kab. ToliToli, 38) Kab. Halmahera Barat, 39) Kab. Sigi, 40) Kab. Donggala, 41) Kab. Halmahera Selatan, 42) Kab. Konawe Kepulauan, dan 43) Kab. Situbondo. Sebaliknya, kabupaten dengan APK lebih rendah dari angka nasional terdapat di 56 kabupaten (56,57%).
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 65
Grafik 24 Angka Partisipasi Kasar (APK) Wilayah Tertinggal
99,5699,6799,7599,86100,34100,41100,72101,08101,48102,00102,07102,15102,63102,84103,19103,38103,94104,05104,56104,83105,09105,32105,72105,84106,06106,20106,45106,63106,74107,05107,16107,27107,36107,50107,67108,00108,59108,73108,77108,77108,85109,03109,18109,26109,47109,73109,81109,87109,87110,68
20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
Kab. Solok Selatan
Kab. Seruyan
Kab. Bangkalan
Kab. Gorontalo Utara
Kab. Bima
Kab. Maluku Tengah
Nasional
Kab. Parigi Moutong
Kab. Timor Tengah Selatan
Kab. Mamuju Tengah
Kab. Lampung Barat
Kab. Pasaman Barat
Kab. Hulu Sungai Utara
Kab. Lombok Timur
Kab. Buru
Kab. Lebak
Kab. Banggai Kepulauan
Kab. Bombana
Kab. Sumbawa Barat
Kab. Nias Utara
Kab. Halmahera Timur
Kab. Lombok Utara
Kab. Aceh Singkil
Kab. Nias Selatan
Kab. Polewali Mandar
Kab. Lombok Barat
Kab. Nias Barat
Kab. Tojo Una-Una
Kab. Buol
Kab. Pulau Taliabu
Kab. Buru Selatan
Kab. Dompu
Kab. Nias
Kab. Kepulauan Sula
Kab. Seram Bagian Barat
Kab. Sumbawa
Kab. Morowali Utara
Kab. Bondowoso
Kab. Lombok Tengah
Kab. Manggarai Barat
Kab. Banggai Laut
Kab. Seram Bagian Timur
Kab. Konawe
Kab. ToliToli
Kab. Halmahera Barat
Kab. Sigi
Kab. Donggala
Kab. Halmahera Selatan
Kab. Konawe Kepulauan
Kab. Situbondo
Angka Partisipasi Kasar (APK)
Angka Nasional APK
(100,72)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 66
Grafik 24A Angka Partisipasi Kasar (APK) Wilayah Tertinggal (lanjutan)
47,93
52,26
56,60
56,92
57,34
57,57
58,20
62,01
63,66
63,67
63,74
63,74
65,36
66,06
66,06
67,06
67,44
69,70
70,16
72,26
75,49
82,74
89,39
91,35
93,34
94,03
95,12
95,25
95,46
95,61
95,72
95,92
96,37
96,40
96,42
96,47
96,54
96,56
96,85
97,06
97,40
97,47
97,83
97,85
98,17
98,36
98,52
98,65
98,67
99,44
20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
Kab. Nduga
Kab. Waropen
Kab. Yahukimo
Kab. Asmat
Kab. Puncak
Kab. Sarmi
Kab. Puncak Jaya
Kab. Nabire
Kab. Dogiyai
Kab. Mappi
Kab. Lanny Jaya
Kab. Intan Jaya
Kab. Paniai
Kab. Tolikara
Kab. Yalimo
Kab. Kepulauan Yapen
Kab. Biak Numfor
Kab. Deiyai
Kab. Jaya wijaya
Kab. Membramo Tengah
Kab. Memberamo Raya
Kab. Pandeglang
Kab. Teluk Bintuni
Kab. Musi Rawas Utara
Kab. Sorong Selatan
Kab. Sorong
Kab. Pohuwato
Kab. Lembata
Kab. Kepulauan Mentawai
Kab. Pesisir Barat
Kab. Seluma
Kab. Boalemo
Kab. Teluk Wondama
Kab. Ketapang
Kab. Jeneponto
Kab. Sumba Barat
Kab. Landak
Kab. Sumba Barat Daya
Kab. Sumba Timur
Kab. Sampang
Kab. Manggarai Timur
Kab. Nagakeo
Kab. Ende
Kab. Maybrat
Kab. Manggarai
Kab. Melawi
Kab. Tambrauw
Kab. Sumba Tengah
Kab. Kayong Utara
Kab. Musi Rawas
Angka Partisipasi Kasar (lanjutan)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 67
9. Angka Partisipasi Murni (APM) Angka Partisipasi Murni (APM) merupakan perbandingan
antara jumlah siswa SMP usia 13-15 tahun dengan penduduk usia 13-15 tahun dan dinyatakan dalam persentase. Hal ini dapat untuk mengetahui banyaknya penduduk 13-15 yang bersekolah di SMP tiap kabupaten/kota.
a. Angka Partisipasi Murni (APM) Wilayah Terluar
Angka Partisipasi Murni (APM) di wilayah terluar seperti terdapat pada grafik 25 berkisar antara 54,52 terendah (Kabupaten Malinau) sampai 90,60 tertinggi (Kabupaten Kepulauan Talaud) dengan angka nasional sebesar 80,68. Terdapat 6 wilayah terluar kabupaten/kota (30,00%) memiliki APM yang lebih tinggi atau lebih baik dari angka nasional, yaitu 1) Kab. Serdang Bedagai, 2) Kab. Bengkalis, 3) Kab. Kepulauan Sangihe, 4) Kota Batam, 5) Kab. Aceh Besar, dan 6) Kab. Kepulauan Talaud. Sisanya sebanyak 14 kabupaten/kota (70,00%) memiliki APK lebih rendah atau sama dengan nasional yang berarti lebih buruk.
Grafik 25
Angka Partisipasi Murni (APM) Wilayah Terluar
54,52
57,33
59,56
66,84
71,70
72,14
73,34
73,58
73,77
73,99
75,93
77,53
77,63
78,79
80,68
81,13
82,41
83,01
89,76
90,31
90,60
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
Kab. Malinau
Kab. Kepulauan Anambas
Kota Jayapura
Kab. Bintan
Kab. Natuna
Kab. Pelalawan
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Karimun
Kota Dumai
Kab. Sanggau
Kab. Rokan Hilir
Kab. Berau
Kab. Kepulauan Meranti
Kota Sabang
Nasional
Kab. Serdang Bedagai
Kab. Bengkalis
Kab. Kep. Sangihe
Kota Batam
Kab. Aceh Besar
Kab. Kepulauan Talaud
Angka Partisipasi Murni (APM)
Angka Nasional
APM(80,68)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 68
b. Angka Partisipasi Murni (APM) Wilayah Terdepan Angka Partisipasi Murni (APM) di wilayah terdepan seperti
terdapat pada grafik 26 berkisar antara 29,25 (Kabupaten Pegunungan Bintang) terendah sampai 84,67 tertinggi (Kabupaten Maluku Tenggara Barat) dengan angka nasional sebesar 80,68. Terdapat satu wilayah terdepan kabupaten Maluku Tenggara Barat memiliki APK yang lebih tinggi atau lebih baik dari angka nasional. Sisanya sebanyak 22 kabupaten/kota (95,65%) memiliki APK lebih rendah atau sama dengan angka nasional yang berarti lebih buruk.
Grafik 26
Angka Partisipasi Murni (APM) Wilayah Terdepan
29,25
32,56
36,85
40,85
42,81
53,89
58,86
61,89
62,75
63,08
63,69
64,92
65,47
66,25
67,99
68,73
70,78
71,60
74,73
75,01
78,54
80,13
80,68
84,67
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
Kab. Pegunungan Bintang
Kab. Supiori
Kab. Merauke
Kab. Boven Digoel
Kab. Keerom
Kab. Raja Ampat
Kab. Nunukan
Kab. Sintang
Kab. Mahakam Ulu
Kab. Sabu Raijua
Kab. Bengkayang
Kab. Belu
Kab. Timor Tengah Utara
Kab. Malaka
Kab. Kupang
Kab. Alor
Kab. Sambas
Kab. Rote-Ndao
Kab. Kepulauan Morotai
Kab. Kapuas Hulu
Kab. Maluku Barat Daya
Kab. Kepulauan Aru
Nasional
Kab. Maluku Tenggara Barat
Angka Partisipasi Murni (APM)
Angka Nasional
APM(80,68)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 69
c. Angka Partisipasi Murni (APM) Wilayah Tertinggal Angka Partisipasi Murni (APM) wilayah tertinggal seperti
terdapat pada grafik 27 berkisar antara 10,70 (Kabupaten Intan Jaya) terendah sampai dengan 90,17 (Kabupaten Aceh Singkil) tertinggi, dengan APK nasional sebesar 80,68. Apabila dikaitkan dengan standar nasional (80,68) maka terdapat 15 kabupaten/kota (15,15) yang lebih tinggi atau lebih baik dari angka nasional yaitu 1) Kab. Lebak, 2) Kab. Bondowoso, 3) Kab. Lombok Timur, 4) Kab. Tojo Una-Una, 5) Kab. Banggai Kepulauan, 6) Kab. Seram Bagian Barat, 7) Kab. Lombok Barat, 8) Kab. Morowali Utara, 9) Kab. Toli Toli, 10) Kab. Donggala, 11) Kab. Halmahera Barat, 12) Kab. Lombok Tengah, 13) Kab. Sumbawa, 14) Kab. Situbondo, dan 15) Kab. Aceh Singkil. Sisanya sebanyak 84 kabupaten/kota (84,85%) memiliki APK lebih rendah atau sama dengan nasional yang berarti lebih buruk.
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 70
Grafik 27 Angka Partisipasi Murni (APM) Wilayah Tertinggal
71,3372,4172,4672,6873,5874,3674,6375,5075,5875,6375,6475,7775,7875,9077,1977,2077,2377,2977,5877,6677,8278,0478,0678,2678,2778,6679,2279,3579,8479,8680,0180,0980,2780,6280,6880,7280,7481,0181,2681,3182,6483,0583,2983,7983,9084,2085,9287,7688,8590,17
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
Kab. Jeneponto
Kab. Seluma
Kab. Halmahera Timur
Kab. Pulau Taliabu
Kab. Gorontalo Utara
Kab. Bombana
Kab. Nias Selatan
Kab. Pesisir Barat
Kab. Solok Selatan
Kab. Pasaman Barat
Kab. Sigi
Kab. Bima
Kab. Dompu
Kab. Nias
Kab. Parigi Moutong
Kab. Maluku Tengah
Kab. Mamuju Tengah
Kab. Lombok Utara
Kab. Konawe
Kab. Konawe Kepulauan
Kab. Nias Barat
Kab. Kepulauan Sula
Kab. Buru Selatan
Kab. Polewali Mandar
Kab. Nias Utara
Kab. Manggarai Barat
Kab. Hulu Sungai Utara
Kab. Halmahera Selatan
Kab. Seram Bagian Timur
Kab. Musi Rawas
Kab. Sumbawa Barat
Kab. Buol
Kab. Buru
Kab. Lampung Barat
Nasional
Kab. Lebak
Kab. Bondowoso
Kab. Lombok Timur
Kab. Tojo Una-Una
Kab. Banggai Kepulauan
Kab. Seram Bagian Barat
Kab. Lombok Barat
Kab. Morowali Utara
Kab. ToliToli
Kab. Donggala
Kab. Halmahera Barat
Kab. Lombok Tengah
Kab. Sumbawa
Kab. Situbondo
Kab. Aceh Singkil
Angka Partisipasi Murni (APM)
Angka Nasional
APM(80,68)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 71
Grafik 27A Angka Partisipasi Murni (APM) Wilayah Tertinggal (lanjutan)
10,7028,0428,55
30,8131,1631,4031,41
33,3834,1134,4236,03
38,5638,61
41,5041,8642,0043,4743,83
46,2347,2048,2948,9349,2649,40
58,0358,4059,3859,49
62,2462,6662,9864,6264,9064,9365,6765,8265,9366,5166,9567,0167,6168,0868,1168,3068,4468,7069,2969,7870,44
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
Kab. Intan Jaya
Kab. Mappi
Kab. Asmat
Kab. Puncak
Kab. Yahukimo
Kab. Sarmi
Kab. Nduga
Kab. Membramo Tengah
Kab. Paniai
Kab. Waropen
Kab. Puncak Jaya
Kab. Dogiyai
Kab. Kepulauan Yapen
Kab. Lanny Jaya
Kab. Yalimo
Kab. Memberamo Raya
Kab. Biak Numfor
Kab. Nabire
Kab. Sorong Selatan
Kab. Jaya wijaya
Kab. Tolikara
Kab. Deiyai
Kab. Tambrauw
Kab. Teluk Bintuni
Kab. Teluk Wondama
Kab. Sumba Barat Daya
Kab. Sumba Barat
Kab. Kepulauan Mentawai
Kab. Sampang
Kab. Landak
Kab. Sumba Timur
Kab. Manggarai Timur
Kab. Lembata
Kab. Sumba Tengah
Kab. Maybrat
Kab. Pandeglang
Kab. Ende
Kab. Manggarai
Kab. Banggai Laut
Kab. Pohuwato
Kab. Bangkalan
Kab. Musi Rawas Utara
Kab. Timor Tengah Selatan
Kab. Sorong
Kab. Nagakeo
Kab. Melawi
Kab. Ketapang
Kab. Boalemo
Kab. Seruyan
Angka Partisipasi Murni (APM) (lanjutan)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 72
10. Rasio Rombongan Belajar per Ruang Kelas (R-Rb/RK) R-Rb/RK merupakan perbandingan antara jumlah rombongan
belajar dengan jumlah ruang kelas. Idealnya adalah 1, berarti ruang kelas hanya digunakan sekali, kurang dari 1 berarti terdapat ruang kelas yang belum digunakan dan lebih dari 1 berarti terdapat ruang kelas yang digunakan lebih dari sekali. Makin tinggi nilainya berarti makin kurang jumlah ruang kelas yang dimiliki. Kegunaan untuk mengetahui kekurangan/kelebihan ruang kelas di sekolah dan wilayah sehingga dapat dijadikan bahan untuk menentukan prioritas sekolah mana yang akan diberi tambahan ruang kelas. a. Rasio Rombongan Belajar per Ruang Kelas (R-Rb/RK) Wilayah
Terluar Rasio Rombongan Belajar per Ruang Kelas (R-Rb/RK) di wilayah
terluar seperti terdapat pada grafik 28 berkisar antara 0,87 terkecil yang berarti terdapat ruang kelas yang belum digunakan atau kelebihan ruang kelas (Kabupaten Natuna) sampai 1,23 tertinggi yang berarti terdapat ruang kelas yang digunakan lebih dari sekali (Kota Dumai) dengan angka nasional sebesar 1,02. Terdapat 9 wilayah terluar kabupaten/kota (45,00%) memiliki R-Rb/RK yang lebih rendah dari angka nasional, yaitu 1) Kab. Natuna, 2) Kab. Kepulauan Sangihe, 3) Kab. Kepulauan Talaud, 4) Kota Sabang, 5) Kab. Kepulauan Anambas, 6) Kab. Aceh Besar, 7) Kab. Bengkalis, 8) Kota Jayapura dan 9) Kab. Bintan. Sisanya sebanyak 11 kabupaten/kota (55,00%) memiliki R-K/RK lebih tinggi atau sama dengan nasional yang berarti terdapat ruang kelas yang digunakan lebih dari sekali.
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 73
Grafik 28 Rasio Rombongan Belajar per Ruang Kelas (R-Rb/RK) Wilayah Terluar
b. Rasio Rombongan Belajar per Ruang Kelas (R-Rb/RK) Wilayah Terdepan
Rasio Rombongan Belajar per Ruang Kelas (R-Rb/RK) di wilayah terdepan seperti terdapat pada grafik 29 berkisar antara 0,92 terendah (Kabupaten Kepulauan Aru) sampai 1,59 (Kabupaten Kepulauan Morotai) tertinggi dengan angka nasional sebesar 1,02. Terdapat 7 kabupaten/kota (30,4%) wilayah terdepan memiliki APK yang lebih rendah atau sama dengan angka nasional yaitu 1) Kab. Kepulauan Aru, 2) Kab. Keerom, 3) Kab. Sintang, 4) Kab. Maluku Tenggara Barat, 5) Kab. Kapuas Hulu, 6) Kab. Malaka, dan 7) Kab. Supiori. Sisanya sebanyak 16 kabupaten/kota (65,57%) memiliki R-Rb/RK lebih tinggi dari angka nasional.
0,87
0,91
0,92
0,93
0,93
0,96
0,98
1,00
1,02
1,02
1,02
1,05
1,07
1,08
1,10
1,11
1,11
1,12
1,13
1,21
1,23
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40
Kab. Natuna
Kab. Kep. Sangihe
Kab. Kepulauan Talaud
Kota Sabang
Kab. Kepulauan Anambas
Kab. Aceh Besar
Kab. Bengkalis
Kota Jayapura
Kab. Bintan
Nasional
Kab. Rokan Hilir
Kab. Karimun
Kab. Serdang Bedagai
Kab. Malinau
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Kepulauan Meranti
Kota Batam
Kab. Sanggau
Kab. Berau
Kab. Pelalawan
Kota Dumai
Rasio Rombel per Ruang Kelas
Angka Nasional R-K/RK(1,02)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 74
Grafik 29 Rasio Rombongan Belajar per Ruang Kelas (R-Rb/RK) Wilayah
Terdepan
c. Rasio Rombongan Belajar per Ruang Kelas (R-Rb/RK) Wilayah Tertinggal
Rasio rombongan belajar per ruang kelas (R-Rb/RK) wilayah tertinggal terdapat pada grafik 30 berkisar antara 0,83 (Kabupaten Pesisir Barat) terendah yang berarti terdapat ruang kelas yang belum dimanfaatkan sampai dengan 1,80 (Kabupaten Memberamo Raya) tertinggi yang berarti terdapat ruang kelas yang digunakan untuk belajar mengajar lebih dari satu kali, dengan R-Rb/RK nasional sebesar 1,02. Apabila dikaitkan dengan standar nasional (1,02) maka terdapat 22 kabupaten/kota (22,22%) yang lebih besar dari angka nasional yaitu 1) Kab. Melawi, 2) Kab. Ende, 3) Kab. Bima, 4) Kab. Nias Utara, 5) Kab. Musi Rawas Utara, 6) Kab. Seram Bagian Timur, 7) Kab. Waropen, 8) Kab. Aceh Singkil, 9) Kab. Konawe, 10) Kab. Asmat,
0,92
0,96
1,00
1,00
1,01
1,01
1,02
1,02
1,04
1,04
1,05
1,06
1,06
1,07
1,09
1,10
1,11
1,14
1,15
1,17
1,19
1,24
1,33
1,59
0,50 0,70 0,90 1,10 1,30 1,50 1,70
Kab. Kepulauan Aru
Kab. Keerom
Kab. Sintang
Kab. Maluku Tenggara Barat
Kab. Kapuas Hulu
Kab. Malaka
Kab. Supiori
Nasional
Kab. Mahakam Ulu
Kab. Rote-Ndao
Kab. Merauke
Kab. Sambas
Kab. Boven Digoel
Kab. Timor Tengah Utara
Kab. Alor
Kab. Maluku Barat Daya
Kab. Belu
Kab. Sabu Raijua
Kab. Nunukan
Kab. Bengkayang
Kab. Raja Ampat
Kab. Kupang
Kab. Pegunungan Bintang
Kab. Kepulauan Morotai
Rasio Rombel per Ruang Kelas
Angka Nasional R-K/RK(1,02)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 75
11) Kab. Nias, 12) Kab. Maluku Tengah, 13) Kab. Nabire, 14) Kab. Musi Rawas, 15) Kab. Seluma, 16) Kab. Pandeglang, 17) Kab. Donggala, 18) Kab. Kepulauan Sula, 19) Kab. Teluk Bintuni, 20) Kab. Toli Toli, 21) Kab. Biak Numfor, dan 22) Kab. Yalimo. Sisanya sebanyak 77 kabupaten/kota (77,78%) memiliki R-Rb/RK lebih rendah atau sama dengan nasional.
Grafik 30
Rasio Rombongan Belajar per Ruang Kelas (R-Rb/RK) Wilayah Tertinggal
1,07
1,08
1,08
1,08
1,09
1,09
1,09
1,09
1,09
1,09
1,09
1,10
1,10
1,10
1,10
1,10
1,11
1,11
1,11
1,12
1,12
1,13
1,13
1,14
1,14
1,15
1,16
1,17
1,18
1,18
1,18
1,18
1,18
1,19
1,19
1,19
1,21
1,21
1,21
1,24
1,25
1,26
1,35
1,40
1,42
1,44
1,62
1,68
1,68
1,80
0,50 1,00 1,50 2,00
Kab. Sumbawa
Kab. Parigi Moutong
Kab. Tolikara
Kab. Sumba Timur
Kab. Ketapang
Kab. Halmahera Barat
Kab. Lebak
Kab. Sigi
Kab. Morowali Utara
Kab. Polewali Mandar
Kab. Kepulauan Yapen
Kab. Deiyai
Kab. Sumba Barat Daya
Kab. Timor Tengah Selatan
Kab. Nias Barat
Kab. Jaya wijaya
Kab. Bondowoso
Kab. Situbondo
Kab. Lombok Timur
Kab. Membramo Tengah
Kab. Halmahera Timur
Kab. Bombana
Kab. Buru
Kab. Mamuju Tengah
Kab. Halmahera Selatan
Kab. Nias Selatan
Kab. Sumba Barat
Kab. Lombok Tengah
Kab. Seram Bagian Barat
Kab. Manggarai
Kab. Sorong
Kab. Banggai Laut
Kab. Bangkalan
Kab. Kepulauan Mentawai
Kab. Sampang
Kab. Tambrauw
Kab. Buol
Kab. Maybrat
Kab. Yahukimo
Kab. Paniai
Kab. Lembata
Kab. Dompu
Kab. Dogiyai
Kab. Manggarai Barat
Kab. Manggarai Timur
Kab. Sarmi
Kab. Mappi
Kab. Pulau Taliabu
Kab. Puncak Jaya
Kab. Memberamo Raya
Rasio Rombel per Ruang Kelas
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 76
Grafik 30A Rasio Rombongan Belajar per Ruang Kelas (R-Rb/RK) Wilayah
Tertinggal (lanjutan)
0,83
0,86
0,88
0,89
0,90
0,92
0,92
0,92
0,94
0,94
0,94
0,96
0,96
0,96
0,98
0,98
0,98
0,99
0,99
1,00
1,00
1,00
1,00
1,01
1,01
1,02
1,02
1,02
1,02
1,02
1,02
1,03
1,03
1,03
1,03
1,03
1,03
1,04
1,04
1,04
1,05
1,05
1,05
1,05
1,05
1,05
1,05
1,06
1,07
1,07
0,50 1,00 1,50 2,00
Kab. Pesisir Barat
Kab. Hulu Sungai Utara
Kab. Nduga
Kab. Puncak
Kab. Sumbawa Barat
Kab. Lampung Barat
Kab. Nagakeo
Kab. Solok Selatan
Kab. Lanny Jaya
Kab. Seruyan
Kab. Konawe Kepulauan
Kab. Pohuwato
Kab. Intan Jaya
Kab. Gorontalo Utara
Kab. Buru Selatan
Kab. Sorong Selatan
Kab. Jeneponto
Kab. Pasaman Barat
Kab. Kayong Utara
Kab. Landak
Kab. Lombok Barat
Kab. Lombok Utara
Kab. Tojo Una-Una
Kab. Sumba Tengah
Kab. Boalemo
Kab. Teluk Wondama
Kab. Banggai Kepulauan
Nasional
Kab. Melawi
Kab. Ende
Kab. Bima
Kab. Nias Utara
Kab. Musi Rawas Utara
Kab. Seram Bagian Timur
Kab. Waropen
Kab. Aceh Singkil
Kab. Konawe
Kab. Asmat
Kab. Nias
Kab. Maluku Tengah
Kab. Nabire
Kab. Musi Rawas
Kab. Seluma
Kab. Pandeglang
Kab. Donggala
Kab. Kepulauan Sula
Kab. Teluk Bintuni
Kab. ToliToli
Kab. Biak Numfor
Kab. Yalimo
Rasio Rombel per Ruang Kelas (lanjutan)
Angka Nasional R-K/RK(1,02)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 77
11. Persentase Ruang Kelas Baik (% RKB) a. Persentase Ruang Kelas Baik (% RKB) Wilayah Terluar
Persentase ruang kelas baik (% RKB) di wilayah terluar seperti terdapat pada grafik 31 berkisar antara 8,52 terkecil (Kabupaten Kepulauan Meranti) sampai 53,22 tertinggi (Kota Batam) yang baru separoh lebih sedikit % RKB yang baik dengan angka nasional sebesar 26,97. Terdapat 9 wilayah kabupaten/kota terluar (45,00%) memiliki % RKB yang lebih tinggi dari angka nasional, yaitu 1) Kota Dumai, 2) Kab. Bengkalis, 3) Kota Sabang, 4) Kab. Malinau, 5) Kab. Karimun, 6) Kab. Kepulauan Sangihe, 7) Kab. Kepulauan Anambas, 8) Kab. Pelalawan, dan 9) Kota Batam. Sisanya sebanyak 11 kabupaten/kota (55,00%) memiliki % RKB lebih tinggi atau sama dengan nasional.
Grafik 31 Persentase Ruang Kelas Baik (% RKB) Wilayah Terluar
8,52
12,55
16,44
16,61
17,73
18,08
19,76
21,76
25,00
25,10
26,64
26,97
27,45
29,19
30,56
31,01
31,38
34,01
37,29
38,04
53,22
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00
Kab. Kepulauan Meranti
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Sanggau
Kab. Kepulauan Talaud
Kab. Aceh Besar
Kab. Rokan Hilir
Kab. Berau
Kab. Bintan
Kab. Natuna
Kab. Serdang Bedagai
Kota Jayapura
Nasional
Kota Dumai
Kab. Bengkalis
Kota Sabang
Kab. Malinau
Kab. Karimun
Kab. Kep. Sangihe
Kab. Kepulauan Anambas
Kab. Pelalawan
Kota Batam
% Ruang Kelas Baik (% RKB)
Angka Nasional
% RKB(26,97)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 78
b. Persentase Ruang Kelas Baik (% RKB) Wilayah Terdepan Persentase ruang kelas baik (% RKB) di wilayah terdepan
seperti terdapat pada grafik 32 berkisar antara 5,00 (Kabupaten Mahakam Ulu) terendah sampai 58,53 (Kabupaten Kepulauan Aru) tertinggi dengan angka nasional sebesar 26,97. Terdapat 4 kabupaten/kota (17,39%) wilayah terdepan memiliki % RKB yang lebih rendah atau sama dengan angka nasional yaitu 1) Kab. Nunukan, 2) Kab. Sabu Raijua, 3) Kab. Boven Digoel, dan 4) Kab. Kepulauan Aru. Sisanya sebanyak 19 kabupaten/kota (82,61%) memiliki % RKB lebih tinggi dari angka nasional.
Grafik 32
Persentase Ruang Kelas Baik (% RKB) Wilayah Terdepan
5,00
6,60
11,58
11,63
11,76
12,42
12,84
13,03
13,21
14,63
15,79
16,60
17,68
18,13
18,50
18,56
18,75
20,02
23,63
26,97
28,06
39,41
47,47
58,53
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00
Kab. Mahakam Ulu
Kab. Rote-Ndao
Kab. Alor
Kab. Kepulauan Morotai
Kab. Keerom
Kab. Malaka
Kab. Raja Ampat
Kab. Merauke
Kab. Bengkayang
Kab. Pegunungan Bintang
Kab. Supiori
Kab. Kapuas Hulu
Kab. Sintang
Kab. Timor Tengah Utara
Kab. Kupang
Kab. Maluku Tenggara Barat
Kab. Belu
Kab. Sambas
Kab. Maluku Barat Daya
Nasional
Kab. Nunukan
Kab. Sabu Raijua
Kab. Boven Digoel
Kab. Kepulauan Aru
% Ruang Kelas Baik (% RKB)
Angka Nasional
% RKB(26,97)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 79
c. Persentase Ruang Kelas Baik (% RKB) Wilayah Tertinggal Persentase ruang kelas baik (% RKB) wilayah tertinggal yang
terdapat pada grafik 33, berkisar antara 0,00 (Kab. Intan Jaya, Kab. Puncak dan Kab. Maybrat) terendah yang berarti tidak ada ruang kelas keadaan baik sampai dengan 88,66 (Kabupaten Lanny Jaya) tertinggi, dengan % RKB nasional sebesar 26,97. Apabila dikaitkan dengan standar nasional (26,97) maka terdapat 18 kabupaten/kota (18,18%) yang lebih besar dari angka nasional yaitu 1) Kab. Lampung Barat, 2) Kab. Lombok Timur, 3) Kab. Nagakeo, 4) Kab. Toli Toli, 5) Kab. Seruyan, 6) Kab. Donggala, 7) Kab. Gorontalo Utara, 8) Kab. Pohuwato, 9) Kab. Seluma, 10) Kab. Sigi, 11) Kab. Tojo Una-Una, 12) Kab. Manggarai, 13) Kab. Nabire, 14) Kab. Lombok Utara, 15) Kab. Membramo Tengah, 16) Kab. Pasaman Barat, 17) Kab. Kayong Utara, dan 18) Kab. Lanny Jaya. Sisanya sebanyak 81 kabupaten/kota (81,82%) memiliki R-RKB lebih rendah atau sama dengan nasional.
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 80
Grafik 33 Persentase Ruang Kelas Baik (% RKB) Wilayah Tertinggal
18,8019,0719,2319,2419,3019,4719,6319,6720,1020,8020,8121,0521,0921,4922,0522,2622,3922,6823,1623,2623,3223,5323,6023,6823,8224,4924,6524,6725,2125,9126,2126,7426,9727,3327,9728,3929,51
31,6531,8533,5933,7335,7836,7336,9036,9637,84
41,3142,3142,62
45,9188,66
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
Kab. Landak
Kab. Situbondo
Kab. Nduga
Kab. Seram Bagian Barat
Kab. Yalimo
Kab. Lombok Barat
Kab. Biak Numfor
Kab. Timor Tengah Selatan
Kab. Jaya wijaya
Kab. Bondowoso
Kab. Maluku Tengah
Kab. Banggai Laut
Kab. Polewali Mandar
Kab. Melawi
Kab. Sumbawa
Kab. Musi Rawas
Kab. Kepulauan Sula
Kab. Ende
Kab. Lombok Tengah
Kab. Boalemo
Kab. Lebak
Kab. Asmat
Kab. Manggarai Timur
Kab. Waropen
Kab. Pandeglang
Kab. Yahukimo
Kab. Halmahera Barat
Kab. Bima
Kab. Manggarai Barat
Kab. Morowali Utara
Kab. Sorong Selatan
Kab. Hulu Sungai Utara
Nasional
Kab. Lampung Barat
Kab. Lombok Timur
Kab. Nagakeo
Kab. ToliToli
Kab. Seruyan
Kab. Donggala
Kab. Gorontalo Utara
Kab. Pohuwato
Kab. Seluma
Kab. Sigi
Kab. Tojo Una-Una
Kab. Manggarai
Kab. Nabire
Kab. Lombok Utara
Kab. Membramo Tengah
Kab. Pasaman Barat
Kab. Kayong Utara
Kab. Lanny Jaya
% Ruang Kelas Baik (% RKB)
Angka Nasional
% RKB(26,97)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 81
Grafik 33A Persentase Ruang Kelas Baik (% RKB) Wilayah Tertinggal (lanjutan)
0,00
0,00
0,00
1,52
2,63
3,79
5,00
5,43
6,34
6,82
7,14
7,69
7,83
8,09
8,20
8,33
8,59
9,21
9,38
10,20
10,97
11,17
11,39
12,00
12,22
12,50
12,67
12,73
13,18
13,43
13,70
14,20
14,29
14,29
14,35
14,72
15,63
15,98
16,17
16,70
16,96
17,01
17,62
17,89
17,99
18,12
18,12
18,55
18,62
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
Kab. Intan Jaya
Kab. Puncak
Kab. Maybrat
Kab. Sarmi
Kab. Memberamo Raya
Kab. Kepulauan Yapen
Kab. Sumba Barat
Kab. Nias Utara
Kab. Nias
Kab. Tambrauw
Kab. Deiyai
Kab. Puncak Jaya
Kab. Kepulauan Mentawai
Kab. Nias Barat
Kab. Dogiyai
Kab. Pulau Taliabu
Kab. Nias Selatan
Kab. Paniai
Kab. Teluk Wondama
Kab. Mappi
Kab. Aceh Singkil
Kab. Sampang
Kab. Sorong
Kab. Konawe
Kab. Buru Selatan
Kab. Musi Rawas Utara
Kab. Teluk Bintuni
Kab. Buru
Kab. Banggai Kepulauan
Kab. Jeneponto
Kab. Pesisir Barat
Kab. Parigi Moutong
Kab. Mamuju Tengah
Kab. Konawe Kepulauan
Kab. Sumba Barat Daya
Kab. Seram Bagian Timur
Kab. Tolikara
Kab. Halmahera Timur
Kab. Buol
Kab. Dompu
Kab. Halmahera Selatan
Kab. Sumba Timur
Kab. Sumbawa Barat
Kab. Sumba Tengah
Kab. Solok Selatan
Kab. Bangkalan
Kab. Bombana
Kab. Lembata
Kab. Ketapang
% Ruang Kelas Baik (% RKB) (lanjutan)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 82
12. Rasio Kepala Sekolah per Sekolah (R-KS/Sek) Rasio kepala sekolah per sekolah (R-KS/Sek) merupakan perbandingan antara jumlah sekolah dengan jumlah kepala sekolah. R-KS/Sek dapat dipergunakan untuk menggambarkan berapa sekolah yang belum mempunyai kepala sekolah. a. Rasio Kepala Sekolah per Sekolah (R-KS/Sek) Wilayah Terluar
R-KS/Sek wilayah terluar seperti terlihat pada grafik 34 berkisar antara 66,67 terendah (Kabupaten Bintan) dan 100,00 (kota Sabang). Hal ini dapat dikatakan bahwa wilayah terluar yang kebutuhan kepala sekolah telah terpenuhi atau kata lain bahwa tiap sekolah sudah mempunyai kepala sekolah hanya 1 yaitu kota Sabang. Seadangkan 19 kabupate/kota masih kekurangan kepala sekolah, dengan terendah adalah kabupaten Bintan dan kebupaten Karimun dengan masing masing kekurangan kepala sekolah sebesar 33,33% dan 32,00%.
Grafik 34 Rasio Kepala Sekolah per Sekolah (R-KS/Sek) Wilayah Terluar
66,67
68,00
72,00
73,17
73,91
74,44
76,19
78,20
81,03
83,08
84,78
84,85
85,71
86,09
86,60
87,18
87,50
91,43
96,55
100,00
100,00
40,00 60,00 80,00 100,00
Kab. Bintan
Kab. Karimun
Kab. Kepulauan Anambas
Kab. Kepulauan Talaud
Kab. Kepulauan Meranti
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Serdang Bedagai
Kota Batam
Kab. Kep. Sangihe
Kab. Pelalawan
Kab. Berau
Kota Jayapura
Kab. Natuna
Kab. Sanggau
Kab. Bengkalis
Kab. Rokan Hilir
Kota Dumai
Kab. Aceh Besar
Kab. Malinau
Nasional
Kota Sabang
Rasio Kepala Sekolah per Sekolah (R-KS/Sek)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 83
b. Rasio Kepala Sekolah per Sekolah (R-KS/Sek) Wilayah Terdepan Rasio kepala sekolah per sekolah (R-KS/Sek) di wilayah
terdepan seperti terdapat pada grafik 35 berkisar antara 65,41 terendah sampai 100,00 (Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Supiori) tertinggi. Terdapat 21 kabupaten/kota (91,30%) wilayah terdepan memiliki R-KS/Sek memiliki angka kurang dari 100,00 yang berarti masih kekurangan kepala sekolah.
Grafik 35
Rasio Kepala Sekolah per Sekolah (R-KS/Sek) Wilayah Terdepan
65,41
76,72
77,33
78,95
80,00
80,21
80,77
82,86
84,44
84,48
84,62
84,62
86,17
87,16
89,66
91,67
92,00
92,31
96,08
96,67
97,50
100,00
100,00
100,00
40,00 60,00 80,00 100,00
Kab. Kupang
Kab. Sambas
Kab. Bengkayang
Kab. Sabu Raijua
Kab. Kepulauan Aru
Kab. Alor
Kab. Maluku Barat Daya
Kab. Rote-Ndao
Kab. Nunukan
Kab. Maluku Tenggara Barat
Kab. Mahakam Ulu
Kab. Boven Digoel
Kab. Kapuas Hulu
Kab. Sintang
Kab. Malaka
Kab. Keerom
Kab. Kepulauan Morotai
Kab. Timor Tengah Utara
Kab. Merauke
Kab. Raja Ampat
Kab. Belu
Nasional
Kab. Pegunungan Bintang
Kab. Supiori
Rasio Kepala Sekolah per Sekolah (R-KS/Sek)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 84
c. Rasio Kepala Sekolah per Sekolah (R-KS/Sek) Wilayah Tertinggal Rasio kepala sekolah per sekolah (R-KS/Sek) wilayah tertinggal
yang terdapat pada grafik 36, berkisar antara 48,48 (Kabupaten Lombok Utara) terendah yang berarti masih kekurangan kepala sekolah sampai dengan 100,00 tertinggi atau dengan kata lain kepala sekolah sudah terpenuhi. Terdapat 8 kabupaten/kota (7,07%) mempunyai R-KS/Sek sebesar 100,00 atau sama dengan angka nasional atau dengan kata lain kepala sekolah sudah cukup atau telah terpenuhi 1 sekolah 1 kepala sekolah yaitu 1) Kab. Puncak Jaya, 2) Kab. Yalimo, 3) Kab. Deiyai, 4) Kab. Puncak, 5) Kab. Teluk Wondama, 6) Kab. Tambrauw, dan 7) Kab. Maybrat. Hal ini dapat dikatakan bahwa masih terdapat 92 kabupaten/kota (92,93%) masih kekurangan kepala sekolah.
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 85
Grafik 36 Rasio Kepala Sekolah per Sekolah (R-KS/Sek) Wilayah Tertinggal
82,2682,5682,6182,8683,3383,3383,5084,6284,6284,7885,7185,7185,7185,7186,0586,2787,1087,5087,6987,7688,2488,2488,8988,8989,0689,2989,4789,4789,8790,0090,3290,57
91,8992,3192,3192,7392,81
94,1294,1294,4495,35
96,88100,00100,00100,00100,00100,00100,00100,00100,00
40,00 60,00 80,00 100,00
Kab. Pasaman BaratKab. Lebak
Kab. Lanny JayaKab. Banggai LautKab. Aceh Singkil
Kab. Kepulauan MentawaiKab. Halmahera Selatan
Kab. PaniaiKab. Asmat
Kab. SelumaKab. Pesisir Barat
Kab. DonggalaKab. Pulau TaliabuKab. Sumba Barat
Kab. EndeKab. Kepulauan Sula
Kab. Halmahera BaratKab. Sorong SelatanKab. Maluku Tengah
Kab. BuruKab. Halmahera Timur
Kab. SarmiKab. Buru Selatan
Kab. Kepulauan YapenKab. Manggarai
Kab. Hulu Sungai UtaraKab. Solok Selatan
Kab. Seram Bagian BaratKab. Manggarai Barat
Kab. PohuwatoKab. Konawe
Kab. NagakeoKab. Sumba Timur
Kab. BoalemoKab. Dogiyai
Kab. BombanaKab. Timor Tengah Selatan
Kab. Biak NumforKab. TolikaraKab. SorongKab. Nabire
Kab. Teluk BintuniNasional
Kab. Puncak JayaKab. YalimoKab. Deiyai
Kab. PuncakKab. Teluk Wondama
Kab. TambrauwKab. Maybrat
Rasio Kepala Sekolah per Sekolah (R-KS/Sek)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 86
Grafik 36A Rasio Kepala Sekolah per Sekolah (R-KS/Sek) Wilayah Tertinggal
(lanjutan)
48,48
52,73
57,83
59,80
60,19
61,00
61,40
61,73
62,22
62,92
64,29
65,31
65,97
66,67
66,67
66,67
67,86
69,23
69,35
69,74
70,41
70,97
71,05
71,43
71,74
73,44
73,81
74,49
75,00
75,86
76,19
76,53
76,56
76,62
76,71
78,00
78,33
78,57
79,13
79,31
79,59
79,84
80,00
80,16
81,08
81,13
81,25
81,63
81,82
82,14
40,00 60,00 80,00 100,00
Kab. Lombok Utara
Kab. Seruyan
Kab. Lombok Barat
Kab. Lombok Timur
Kab. Melawi
Kab. Sumbawa
Kab. Dompu
Kab. Polewali Mandar
Kab. Lembata
Kab. Situbondo
Kab. Mappi
Kab. Tojo Una-Una
Kab. Lombok Tengah
Kab. Musi Rawas Utara
Kab. Konawe Kepulauan
Kab. Intan Jaya
Kab. Mamuju Tengah
Kab. Memberamo Raya
Kab. Sigi
Kab. Sumba Barat Daya
Kab. Bondowoso
Kab. Sumba Tengah
Kab. Nias Barat
Kab. Nduga
Kab. Gorontalo Utara
Kab. Musi Rawas
Kab. Morowali Utara
Kab. Landak
Kab. Membramo Tengah
Kab. Yahukimo
Kab. ToliToli
Kab. Parigi Moutong
Kab. Nias Selatan
Kab. Sampang
Kab. Jeneponto
Kab. Nias Utara
Kab. Buol
Kab. Waropen
Kab. Bangkalan
Kab. Jaya wijaya
Kab. Nias
Kab. Bima
Kab. Manggarai Timur
Kab. Ketapang
Kab. Kayong Utara
Kab. Banggai Kepulauan
Kab. Sumbawa Barat
Kab. Seram Bagian Timur
Kab. Lampung Barat
Kab. Pandeglang
Rasio Kepala Sekolah per Sekolah (R-KS/Sek)(lanjutan)
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 87
D. Gambaran Kepala Sekolah dan Guru SMP di Wilayah 3T Distribusi guru yang tidak merata bukanlah masalah yang
sederhana. Banyak faktor yang saling terkait. Sekurang-kurangnya ada empat faktor yang paling banyak berpengaruh terhadap kebijakan distribusi guru yaitu (1) ketiadaan regulasi penempatan dan distribusi guru dalam bentuk payung hukum yang kuat, (2) lemahnya sistem data informasi kependidikan, (3) lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, dan (4) kekuatan permainan elit politik lokal. Regulasi penempatan dan distribusi guru merupakan payung hukum bagi pemeritah daerah dalam mengatur penempatan dan mutasi guru. Hampir di seluruh daerah kabupaten/kota di Indonesia nampaknya belum memiliki Peraturan daerah dan atau sekurang-kurangnya Peraturan Bupati (Perbup) yang memberi kekuatan hukum bagi kepala dinas untuk menempatkan guru dan memutasi guru. Lemahnya regulasi tetang penempatan dan distribusi guru pernah terjadi di Kabupaten Gorontalo. Para guru menggugat terhadap Kepala Dinas Pendidikan karena mereka “tidak rela” dipindah-tugaskan ke daerah terpencil. Para guru mengajukan gugatan melalui PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) dan kepala dinas hampir dikalahkan, namun pada akhirnya dinas pendidikan menang karena dasar pengambilan kebijakan terbukti tidak menyalahi aturan.
Permasalahan di dalam dunia pendidikan di daerah terpencil (3T, Terluar, Terdepan, dan Tertinggal) telah lama kita sadari. Namun dengan dalih keterbatasan pembiayaan dan berbagai peraturan berlaku selalu dijadikan alasan untuk menunda pemecahan maslah tersebut. Sebagai ilustrasi betapa sulitnya menempatkan tenaga guru di daerah-daerah tersebut. Demikian pula sulitnya membangun sarana pendidikan standar karena kesulitan komunikasi atau langkanya alat-alat bantu proses belajar mengajar. Begitu pula tuntutan sistem pendidikan yang standar mengenai jenjang pendidikan serta kurikulum nasional menghambat daerah terpencil untuk mengejar ketertinggalan. Patut disyukuri pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tentang pemberian tunjangan guru di daerah khusus (Undang-Undang Guru dan Dosen: pasal 18).
Distribusi guru yang proporsional merupakan kebutuhan prioritas mengingat kondisi yang dihadapi dalam ketenagaan guru di
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 88
Indonesia. Data guru dari seluruh provinsi di Indonesia menunjukkan terdapat kelebihan dan kekurangan guru pada satuan pendidikan, pada kabupaten/kota dan provinsi yang juga ditambahi dengan adanya alih fungsi guru. Hal tersebut telah menimbulkan kesenjangan pemerataan guru antara satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan, antar kabupaten/kota, dan antar provinsi. Untuk mengatasi masalah distribusi yang dihadapi hampir seluruh daerah di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 Menteri pada Oktober 2011 lalu. Kesepakatan di antara Menteri Pendidikan Nasional, Menter Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan Menteri Agama tersebut, dimaksudkan untuk terlaksananya peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan secara nasional dan pencapaian tujuan pendidikan nasional. Peraturan bersama tersebut mengatur agar guru pegawai negeri sipil (PNS) dapat dipindahtugaskan pada satuan pendidikan di kabupaten/kota dan provinsi lain.
Gambaran keadaan Kepala Sekolah di wilayah 3T seperti terlihat pada tabel 4 menunjukkan bahwa apabila dilihat dari jenis kelamin menunjukkan bahwa untuk seluruh wilayah 3T lebih besar laki-laki dibanding dengan perempuan (71,88%, 81,71% dan 84,10%). Dilihat menurut status kepegawaian menunjukkan bahwa kurang dari 30,00% jumlah kepala sekolah berstatus bukan PNS (masing-masing wilayah 28,91%, 14,16% dan 23,54%). Sedangkan kepala sekolah status PNS di wilayah 3T masing-masing 71,09%, 85,84% dan 76,46%, dan yang paling banyak adalah golongan IV masing-masing (74,75%, 60,14% dan 66,28%), sedangkan kepala sekolah PNS terkecil adalah golongan II masing-masing 0,84%, 0,92% dan 1,45%.
Dilihat menurut ijazah di wilayah 3T menunjukkan bahwa lebih dari 80,00% kepala sekolah telah mempunyai ijazah S-1 atau lebih. Bahkan wilayah terluar telah mencapai 91,92%. Dilihat dari kelompok usia menunjukkan bahwa kepala sekolah di wilayah 3T terbanyak pada kelompok usia 46-50 tahun dan 51-55 tahun. Dari dua kelompok usia tersebut jumlah untuk masing-masing wilayah 3T telah mencapai lebih dari 50,00% dan kelompok terkecil pada usia kurang atau sama dengan 30 tahun.
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 89
Tabel 4 Gambaran Keadaan Kepala Sekolah Wilayah 3T
Gambaran keadaan Guru di wilayah 3T seperti terlihat pada
tabel 5 menunjukkan bahwa apabila dilihat dari jenis kelamin menunjukkan bahwa untuk seluruh wilayah 3T lebih besar guru perempuan dibanding dengan laki-laki (65,54%, 55,32% dan 51,55%).
Dilihat menurut status jabatan menunjukkan bahwa paling besar jumlah guru berstatus PNS (masing-masing wilayah 52,42%, 50,89% dan 48,13%) dan urutan terbanyak selanjutnya adalah guru dengan status honorer daerah (masing-masing 20,08%, 32,58% 33,82%). Sedangkan guru status tidak tetap di wilayah 3T masing-masing 12,51%, 10,40% dan 7,57%.
Dilihat menurut status kepegawaian menunjukkan bahwa lebih dari setengah jumlah guru berstatus bukan PNS (masing-masing wilayah 52,12%, 53,54% dan 56,69%). Sedangkan guru status PNS di wilayah 3T masing-masing 47,88%, 46,46% dan 43,31%, dan yang paling banyak adalah golongan III masing-masing 57,43%, 61,03% dan 60,82%, sedangkan guru PNS terkecil adalah golongan II masing-masing 4,59%, 6,29%, dan 4,01.
Jenis Kelamin
% Laki-laki 71,88 81,71 84,10
% Perempuan 28,12 18,29 15,90
Status Kepegawaian
Golongan II 0,84 0,92 1,45
Golongan III 24,40 38,95 32,27
Golongan IV 74,75 60,14 66,28
PNS 71,09 85,84 76,46
Bukan PNS 28,91 14,16 23,54
Ijazah
<S1 8,08 17,40 12,54
>=S1 91,92 82,60 87,46
Kelompok Usia
<=30 2,89 1,57 3,88
31-35 5,98 5,70 8,15
36-40 8,18 11,60 11,07
41-45 12,96 13,77 13,78
46-50 30,61 25,27 23,92
51-55 23,03 26,35 24,01
>=56 16,35 15,73 15,19
Variabel TertinggalTerluar Terdepan
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 90
Dilihat menurut ijazah di wilayah 3T menunjukkan bahwa lebih dari 82,00% guru telah mempunyai ijazah S-1 atau lebih (masing-masing 85,30%, 82,81% dan 83,13%). Dilihat dari kelompok usia menunjukkan bahwa guru di wilayah 3T terbanyak pada kelompok usia di bawah 35 tahun. Sedangkan kelompok terkecil pada usia lebih besar atau sama dengan 56 tahun.
Tabel 5
Gambaran Keadaan Guru di Wilayah 3T
Jenis Kelamin
% Laki-laki 34,46 44,68 48,45
% Perempuan 65,54 55,32 51,55
Jabatan
PNS 52,42 50,89 48,13
PNS Kemenag 0,37 0,64 0,28
PNS DPK 0,36 0,43 0,32
Tetap Yayasan 13,78 4,65 9,64
Guru Bantu 0,49 0,49 0,24
Honor Daerah 20,08 32,52 33,82
Guru Tidak Tetap 12,51 10,40 7,57
Status Kepegawaian
Golongan II 4,59 6,29 4,01
Golongan III 57,43 61,03 60,82
Golongan IV 37,98 32,67 35,17
PNS 47,88 46,46 43,31
Bukan PNS 52,12 53,54 56,69
Ijazah
<S1 14,70 17,19 16,87
>=S1 85,30 82,81 83,13
Kelompok Usia
<=30 22,83 28,41 30,55
31-35 18,98 22,21 20,80
36-40 14,03 13,83 14,12
41-45 12,97 9,21 10,18
46-50 14,93 11,26 11,59
51-55 10,49 9,13 8,12
>=56 5,77 5,94 4,63
Variabel TertinggalTerluar Terdepan
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 91
Gambaran keadaan Kepala Sekolah dan Guru di wilayah 3T seperti terlihat pada tabel 6 menunjukkan bahwa apabila dilihat dari jenis kelamin menunjukkan bahwa untuk wilayah terluar dan terdepan lebih besar perempuan dibanding dengan laki-laki (63,64% dan 53,07%), sedangkan untuk wilayah tertinggal kepala sekolah dan guru perempuan sedikit lebih kecil daripada laki-laki (49,61%). Dilihat menurut status kepegawaian menunjukkan bahwa lebih dari setengah jumlah kepala sekolah dan guru berstatus bukan PNS (masing-masing wilayah 50,94%, 51,15% dan 54,88%). Sedangkan kepala sekolah dan guru status PNS paling banyak adalah golongan III (55,00%, 58,69% dan 58,19%), sedangkan kepala sekolah dan guru PNS terkecil adalah golongan II (4,31%, 5,72% dan 3,77%).
Dilihat menurut ijazah di wilayah 3T menunjukkan bahwa lebih dari 80,00% kepala sekolah dan guru telah mempunyai ijazah S-1 atau lebih. Sedangkan apabila dilihat dari kelompok usia menunjukkan bahwa kepala sekolah dan guru di wilayah 3T terbanyak pada usia lebih kecil atau sama dengan 30 tahun dan kelompok terkecil pada usia lebih besar atau sama dengan 56 tahun.
Tabel 6
Gambaran Keadaan Kepala Sekolah dan Guru di Wilayah 3T
Jenis Kelamin
% Laki-laki 36,36 46,93 50,39
% Perempuan 63,64 53,07 49,61
Status Kepegawaian
Golongan II 4,31 5,72 3,77
Golongan III 55,00 58,68 58,19
Golongan IV 40,69 35,60 38,04
PNS 49,06 48,85 45,12
Bukan PNS 50,94 51,15 54,88
Ijazah
<S1 14,36 17,21 16,63
>=S1 85,64 82,79 83,37
Kelompok Usia
<=30 21,82 26,78 29,10
31-35 18,32 21,21 20,11
36-40 13,73 13,70 13,96
41-45 12,97 9,49 10,37
46-50 15,73 12,11 12,26
51-55 11,13 10,17 8,99
>=56 6,31 6,54 5,21
Variabel TertinggalTerluar Terdepan
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 92
BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa: 1) Sebaran kepala sekolah dan guru jenjang SMP di Indonesia belum merata ke seluruh wilayah NKRI, khususnya di wilayah terluar, terdepan dan tertinggal (3T). 2) Terdapat banyak kabupaten/kota dengan kategori wilayah 3T masih kekurangan kepala sekolah dan guru SMP berdasarkan pada standar indikator pendidikan nasional yang ditentukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 3) Selain dari sisi kuantitas kepala sekolah dan guru, ada pekerjaan rumah bagi pemerintah baik pusat maupun daerah untuk memikirkan kualitas kepala sekolah dan guru yang sudah ada. Kualitas mulai dari kualifikasi akademik (S-1/D-IV), kemampuan pedagogik, dan sertifikasi. Sebaran kepala sekolah dan guru yang berkualitas juga belum merata ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk wilayah yang termasuk kategori 3T. 4). Sarana dan prasarana pendidikan jenjang SMP wilayah 3T baik kuantitas maupun kualitas perlu ditingkatkan.
B. Rekomendasi
Tujuan pembangunan nasional dan amanat dalam Pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Seluruh anak bangsa berhak mendapatkan pendidikan dasar di manapun di wilayah NKRI ini. Maka, problematika dalam sebaran kepala sekolah dan guru khususnya di wilayah 3T harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Rekomendasi yang dapat diusulkan kepada para pengambil kebijakan baik di pemerintah daerah maupun kementerian adalah sebagai berikut: 1). Pemerintah diharapkan mempunyai program untuk
memeratakan atau redistribusi jumlah kepala sekolah dan guru yang bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia termasuk wilayah 3T. Program bisa berupa mutasi atau penyebaran kepala sekolah dan guru dari daerah yang kelebihan ke daerah yang kekurangan guru.
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 93
2). Mengadakan pengangkatan atau rekruitmen guru untuk memenuhi kekurangan guru oleh pemerintah daerah yang wilayahnya termasuk dalam kategori 3T berdasar pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota.
3). Pengangkatan atau rekruitmen guru hendaknya mengikuti aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Kebutuhan guru tidak mungkin bisa dipenuhi sekaligus agar segera bisa sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pemenuhan kebutuhan dilakukan secara bertahap dengan mengacu pada anggaran yang dimiliki oleh masing-masing pemerintah kabupaten/kota di wilayah 3T. Paling tidak pemerintah kabupaten/kota harus memiliki rancangan dalam pemenuhan kebutuhan guru.
4). Pemerintah agar mendorong peran serta masyarakat untuk mengupayakan peningkatan jumlah guru yang memenuhi stardar sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
5). Perlu peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan sesuai standar yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 94
DAFTAR PUSTAKA
Abdulmuid, M. 2013. Manajemen Pendidikan. Batang: Penerbit Pengging Mangkunegaran.
Aedi, N. 2016. Dasar-Dasar Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Goysen Publishing.
Anonim. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Agama Nomor: 05/x/pb/2011, spb/03/m.pan-rb/10/2011, 48 tahun 2011, 158/pmk.01/2011, 11 tahun 2011.
Anonim. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota.
Anonim. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru. Anonim. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 7 Tahun 2010
Tentang Pemenuhan Kebutuhan, Peningkatan Profesionalisme, dan Peningkatan Kesejahteraan Guru, Kepala Sekolah/Madrasah, dan Pengawas di Kawasan Perbatasan dan Pulau Kecil Terluar.
Anonim. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 34 Tahun 2012 Tentang Kriteria Daerah Khusus dan Pemberian Tunjangan Khusus Bagi Guru.
Anonim. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Anonim. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Anonim. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Anonim. Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
BAPPENAS. 2014. Laporan Akhir: Kajian Evaluasi Program Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal.
Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di Wilayah 3T 95
Langgulung, H. 1986. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa
Psikologi, Falsafah dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al Husna.
Rustad, S. Dkk. 2013. Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal: Menempa Diri Demi Ibu Pertiwi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Syamsuddin, A.M. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Rosda Karya Remaja.
http://Wilayahtertinggal.blogspot.co.id/ http://id.undp.org