analisis fungsi kawasan hutan menggunakan...

12
ANALISIS FUNGSI KAWASAN HUTAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL KUTAI Mentaya Raya Lumban Gaol 1 , Risman Situmeang 2 dan M. Sumaryono 2 1 Dinas Kehutanan Kabupaten Kotawaringin Timur, Propinsi Kalimantan Tengah. 2 Laboratorium Perencanaan Hutan Fahutan Unmul, Samarinda ABSTRACT. The Analysis of Forest Function Using Remote Sensing and Geographical Information System in Kutai National Park. The aims of research were to create vegetation map and the latest map of land covering for good space managements’ evaluation in Kutai National Park, and also to outcome zoning map for good management of Kutai National Park. The research’s methods were overlaying analysis beyond the maps of covered and used lands, a map of animal and vegetation based on the government’s rule of forestry minister number P.56/Menhut-II/2006 dated of August 29 th 2006 about the zoning orientation of National Park, and analysis of buffer. Based on the interpretation result of Aster Image Path Row 116-059, 116-060 and 116-061 taken in 2005 for covered and used lands lands of Kutai National Park as wide as 198.629 ha were primary forest 59.180,13 ha (29.78%), secondary forest 85,855.57 ha (43.22%), shrub 28,926.83 ha (14.56%), bushes 2,450.53 ha (1.23%), grass 704.85 ha (0.35%), swamp 4,708.35 ha (2.37%), swamp shrub 1,801.30 ha (0.91%), mangrove forest 5,127.04 ha (2.58%), opened land 329.09 ha (0,17%), conversion mangrove forest to be opened land 1,204.47 ha (0.61%), earth dam 155.67 ha (0.08%), mixed agriculture land 6,929.27 ha (3.40%), built land 577.43 ha (0.29%), water area (rivers) 73.02 ha (0.04%), no data caused by cloud covered or cloud shadow 639.45 ha (0.32%). It indicated that the area of Kutai National Park had already disturbed by human being activities. The zoning as National Park Management was used to arrange in the map of zoning purpose of Kutai National Park’s Management. It consisted of main zone were 76,052.15 ha (38.29%), jungle zone 105,157.69 ha (52,94%), cultivated zone 2.419,16 ha (1,22%), the special zone 15.000 ha (7,85%), and the rehabilitation zone 15.492,29 ha. Kata kunci: tutupan lahan, penggunaan lahan, arahan zonasi, enclave, Taman Nasional Kutai Luas Hutan di Propinsi Kalimantan Timur adalah 14.361.000 ha yang terbagi ke dalam masing-masing fungsi yakni fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi. Berdasarkan fungsinya terdiri atas kawasan konservasi yang terbagi ke dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam seluas 1.769.000 ha, hutan lindung seluas 2.792.000 ha dan hutan produksi 9.802.000 ha (Anonim, 2005). Taman Nasional Kutai (TNK) adalah salah satu kawasan pelestarian alam yang terdapat di Propinsi Kalimantan Timur yang memiliki ciri dan tipe hutan hujan tropis dengan luas kawasan 198.629 ha. Secara administratif TNK berada di wilayah 115

Upload: dangnhan

Post on 14-Mar-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS FUNGSI KAWASAN HUTAN MENGGUNAKAN

PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI

GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL KUTAI

Mentaya Raya Lumban Gaol1, Risman Situmeang

2 dan M. Sumaryono

2

1Dinas Kehutanan Kabupaten Kotawaringin Timur, Propinsi Kalimantan Tengah. 2Laboratorium Perencanaan Hutan Fahutan Unmul, Samarinda

ABSTRACT. The Analysis of Forest Function Using Remote Sensing and

Geographical Information System in Kutai National Park. The aims of

research were to create vegetation map and the latest map of land covering for

good space managements’ evaluation in Kutai National Park, and also to outcome

zoning map for good management of Kutai National Park. The research’s

methods were overlaying analysis beyond the maps of covered and used lands, a

map of animal and vegetation based on the government’s rule of forestry minister

number P.56/Menhut-II/2006 dated of August 29th

2006 about the zoning

orientation of National Park, and analysis of buffer. Based on the interpretation

result of Aster Image Path Row 116-059, 116-060 and 116-061 taken in 2005 for

covered and used lands lands of Kutai National Park as wide as 198.629 ha were

primary forest 59.180,13 ha (29.78%), secondary forest 85,855.57 ha (43.22%),

shrub 28,926.83 ha (14.56%), bushes 2,450.53 ha (1.23%), grass 704.85 ha

(0.35%), swamp 4,708.35 ha (2.37%), swamp shrub 1,801.30 ha (0.91%),

mangrove forest 5,127.04 ha (2.58%), opened land 329.09 ha (0,17%),

conversion mangrove forest to be opened land 1,204.47 ha (0.61%), earth dam

155.67 ha (0.08%), mixed agriculture land 6,929.27 ha (3.40%), built land 577.43

ha (0.29%), water area (rivers) 73.02 ha (0.04%), no data caused by cloud

covered or cloud shadow 639.45 ha (0.32%). It indicated that the area of Kutai

National Park had already disturbed by human being activities. The zoning as

National Park Management was used to arrange in the map of zoning purpose of

Kutai National Park’s Management. It consisted of main zone were 76,052.15 ha

(38.29%), jungle zone 105,157.69 ha (52,94%), cultivated zone 2.419,16 ha

(1,22%), the special zone 15.000 ha (7,85%), and the rehabilitation zone

15.492,29 ha.

Kata kunci: tutupan lahan, penggunaan lahan, arahan zonasi, enclave, Taman

Nasional Kutai

Luas Hutan di Propinsi Kalimantan Timur adalah 14.361.000 ha yang terbagi ke

dalam masing-masing fungsi yakni fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi

produksi. Berdasarkan fungsinya terdiri atas kawasan konservasi yang terbagi ke

dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam seluas 1.769.000 ha, hutan

lindung seluas 2.792.000 ha dan hutan produksi 9.802.000 ha (Anonim, 2005).

Taman Nasional Kutai (TNK) adalah salah satu kawasan pelestarian alam yang

terdapat di Propinsi Kalimantan Timur yang memiliki ciri dan tipe hutan hujan

tropis dengan luas kawasan 198.629 ha. Secara administratif TNK berada di wilayah

115

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 116

Kabupaten Kutai Timur (80%), Kabupaten Kutai Kartanegara (17,48%) dan Kota

Bontang (2,52%) (Anonim, 2005).

TNK pertama kali berstatus sebagai Hutan Reservasi yang ditetapkan oleh

Pemerintah Belanda (GB) berdasarkan Surat Keputusan (SK) No. 3843/AZ/1934.

Kemudian oleh pemerintah Kerajaan Kutai sebagian dari kawasan Hutan Reservasi

tersebut ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa Kutai melalui SK (ZB) No. 80/22-

ZB/1936 dengan luas 306.000 ha dan terakhir melalui SK Menteri Kehutanan No.

325/Kpts-II/1995 berstatus sebagai Taman Nasional Kutai seluas 198.629 ha. Saat

ini kawasan TNK telah banyak mengalami degradasi fungsi sebagai kawasan

pelestarian alam yang disebabkan beberapa faktor yakni penebangan liar,

perambahan dan kebakaran hutan.

Di samping mengalami degradasi, juga mengalami pengurangan luas yang

disebabkan oleh pelepasan kawasan TNK dan telah dilakukan beberapa kali yang

menyebabkan berkurangnya luas kawasan konservasi seperti perluasan Kotif

Bontang dan PT Pupuk Kaltim seluas 1.371 ha pada tahun 1991 dan pada tahun

1997 seluas 25 ha. Saat ini, Kabupaten Kutai Timur sebagai kabupaten baru hasil

pemekaran wilayah Kutai juga sedang melakukan upaya pelepasan kawasan seluas

15.000 ha.

TNK dikelola dengan sistem zonasi dan terdiri dari zona inti, zona rimba, zona

pemanfaatan, zona penyangga, serta zona lain sesuai dengan fungsi dan kondisinya.

Zona lain adalah zona di luar keempat zona tersebut yang karena fungsi dan

kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu seperti zona pemanfaatan tradisional,

zona rehabilitasi dan sebagainya. Dalam penetapan zona tersebut tidak lepas dari

pertimbangan ekologis, kebijaksanaan dan peraturan perundang-undangan,

pemanfaatan dan pembangunan regional ditetapkan sebagai zona tertentu (Anonim,

1996).

Zonasi di TNK masih berdasarkan atas Rencana Detail Tata Ruang Kawasan

Sekitar TNK Tahun 1993/1994–2003/2004, namun demikian batas zona-zona

tersebut masih pada tahap batas imajiner di atas peta dan belum diaktualisasikan di

lapangan.

Pada waktu yang akan datang direncanakan akan ditinjau ulang untuk masing-

masing zona (rezonasi) dan relevansinya dengan pengelolaan TNK, hal ini

mengingat adanya perubahan kawasan karena kebakaran, perambahan dan gangguan

kawasan yang lain, sehingga masing-masing zona dapat berfungsi optimal (Anonim,

2005).

Sehubungan dengan permasalahan di atas, perlu dibuat zonasi baru yang

disesuaikan dengan kondisi biofisik dan sosial yang ada sekarang, sehingga

pengelolaan kawasan TNK kedepannya akan lebih baik.

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat menampilkan berbagai data

dan informasi tentang keadaan dan fenomena permukaan bumi dalam waktu yang

cepat serta dapat dikaitkan dengan suatu referensi geografis. Dengan semakin

berkembangnya teknologi penginderaan jauh, baik software, hardware maupun

resolusi data satelitnya, akan lebih memungkinkan pembaruan informasi yang lebih

cepat dan akurat.

117 Gaol dkk. (2008). Analisis Fungsi Kawasan Hutan

Bertitik tolak pada kerangka pemikiran di atas, maka perlu dibuat informasi

mengenai fungsi kawasan yang dapat dihasilkan arahan zonasi sebagai bahan

masukan kepada Balai TNK di dalam perencanaan penyusunan rezonasi kawasan

TNK secara lebih komprehensif.

Penelitian ini bertujuan mendapatkan peta vegetasi dan penutupan lahan yang

aktual untuk evaluasi tata ruang wilayah di TNK; selain itu juga untuk menghasilkan

peta zonasi dalam pengelolaan TNK.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di TNK, sedangkan pengumpulan dan pengolahan

data serta analisis dilakukan di laboratorium pemetaan Balai TNK dan Laboratorium

Perencanaan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman.

Pengumpulan data meliputi peta analog dan data tabular. Peta analog dan data

tabular diperoleh dari Kantor Balai TNK, BPS Propinsi Kalimantan Timur, Bappeda

Kabupaten Kutai Timur, Kutai Kartanegara, Kota Bontang dan TNK.

Dalam penelitian ini digunakan Citra Aster Path Row 116-059; 116-060; 116-

061 liputan tahun 2005. Band yang digunakan adalah band 1, 2, 3 dan untuk

pengklasifikasian digunakan Citra Aster yang mempunyai resolusi 15 m sehingga

kenampakan dari penutupan dan penggunaan lahan cukup jelas. Klasifikasi ini

dilakukan dengan menggambar training area untuk masing-masing tipe penutupan

lahan yang harus dipisahkan pada klasifikasi dan menggunakan karakteristik

spektral masing-masing area untuk mengklasifikasi citra.

Klasifikasi tutupan dan penggunaan lahan dibuat berdasarkan interpretasi Citra

Aster Path Row 116-059; 116-060; 116-061 liputan tahun 2005 yang telah melalui

proses koreksi. Penggunaan kombinasi kanal (band) 3, 2 dan 1 dengan filter red,

green, blue (RGB) diperoleh citra warna semu (false color composite/FCC) yang

bertujuan untuk memudahkan pemisahan kenampakan vegetasi alami, permukaan

air dan lahan terbuka dalam pelaksanaan klasifikasi citra.

Pada kombinasi citra warna semu dibuat training area terhadap kelas-kelas

tutupan lahan berdasarkan pola tanggapan spektral setiap objek yang dicerminkan

oleh nilai digital (digital number/DN).

Untuk ketelitian hasil klasifikasi ini digunakan cara verifikasi eksternal yaitu

membandingkan citra hasil klasifikasi dengan data referensi. Data referensi yang

dimaksud berupa hasil pengamatan lapangan yang diambil secara acak pada areal

yang tercakup pada citra untuk masing-masing kelas.

Pengolahan data raster dilakukan dengan proses pendigitasian peta analog/peta

tematik yaitu peta jaringan sungai, peta jaringan jalan, peta sebaran flora dan fauna

Taman Nasional Kutai dalam penelitian ini dilakukan dengan cara peta analog/peta

tematik (raster) tersebut dipindai (scan) terlebih dengan outputnya dalam format

JPEG. Hasil tersebut diolah pada perangkat komputer dengan menggunakan

perangkat lunak Arc View 3,3 dengan supporting extenstion Image Analysis.

Selanjutnya hasil image (yang dalam bentuk JPEG) dilakukan rektifikasi dengan

memasukkan titik ikat (entry kordinat) pada image, sehingga hasilnya menjadi

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 118

image yang georeference. Selanjutnya barulah proses pendigitasian secara on screen

(mendigit peta raster pada monitor komputer) dikerjakan. Outputnya merupakan

data vektor yang siap (dapat) dibuat dengan menumpangsusunkan beberapa data

untuk dijadikan peta-peta tematik yang dibutuhkan.

Pengolahan data vektor dilakukan dengan mendigitasi data raster atau dengan

pengambilan data di lapangan dengan menggunakan GPS (Global Positioning

System), data tersebut berupa titik kordinat atau dapat juga merupakan gabungan

titik kordinat (tracking). Hasil ini dibuat suatu informasi atau keterangan dalam

bentuk tabular (data base sistem).

Verifikasi lapangan dilakukan untuk mengetahui apakah data yang ada di peta

sesuai dengan kondisi lapangan yang sebenarnya. Pengecekan dilakukan dengan

sistem sampel berupa pengambilan beberapa titik di lapangan pada tanda-tanda yang

mudah dikenali di lapangan dan ada di peta, misalnya pertigaan sungai,

persimpangan jalan, jembatan dan tanda-tanda petunjuk lainnya. Juga dengan

mempertimbangkan areal zonasi yang mempunyai perubahan yang besar serta areal

yang diperkirakan akan berubah dan daerah-daerah yang meragukan di peta.

Parameter yang diperiksa di lapangan adalah: koordinat; untuk mengetahui

lokasi lahan/kawasan dan untuk mengecek kebenaran koordinat antara peta dengan

di lapangan; penggunaan lahan; untuk mengetahui bentuk fisik lahan, apakah ada

penggunaan tertentu atas lahan tersebut dan untuk tujuan bagaimana, terutama

dilakukan untuk daerah-daerah yang tertutup awan pada Citra Aster.

Hasil dari pengecekan lapangan dan hasil pemasangan jaringan titik kontrol

yang telah ada kemudian digunakan untuk memperbaiki peta pada bagian yang salah

serta memperbaiki menghaluskan deliniasi yang kurang tepat berdasarkan hasil

pengecekan lapangan, data jaringan titik kontrol dan analisis data sekunder.

Untuk mengetahui kesesuaian fungsi suatu kawasan dengan karakteristik

wilayahnya digunakan penilaian secara keseluruhan fungsi suatu kawasan pada peta

fungsi kawasan hutan yang diperoleh dengan karakteristik fisik wilayah dan

penggunaan lahan pada saat ini. Karakteristik fisik wilayah didapatkan dengan

menumpangsusunkan berbagai peta tematik termasuk peta-peta yang

menggambarkan keadaan sosial ekonomi dan kependudukan, sedangkan peta

penggunaan lahan diperoleh dari hasil interpretasi Citra Aster. Dari hasil tumpang

susun berbagai peta ini diperoleh data mengenai kesesuaian fungsi suatu kawasan

dengan pembangunan wilayah dan kebutuhan lahan oleh masyarakat.

Dalam penelitian ini tidak memberikan angka tertimbang berupa nilai skoring

karena untuk fungsi hutan konservasi, penentuan deliniasi kawasannya adalah tidak

menggunakan nilai skoring melainkan langsung ditetapkan dengan Surat Keputusan

Menteri Kehutanan sesuai dengan kekhasan kawasan bersangkutan dan tujuan

peruntukannya. Misalnya kawasan untuk suaka alam berupa cagar alam dan suaka

margasatwa serta kawasan hutan untuk pelestarian alam seperti Taman Nasional,

Taman Wisata Alam dan Taman Buru serta Taman Hutan Raya.

Analisis hasil tumpang susun dari berbagai peta adalah untuk mendapatkan

gambaran umum serta menyeluruh mengenai keadaan wilayah TNK, terutama

penggunaan lahan dan kesesuaiannya dengan fungsi kawasan. Hasil analisis ini juga

memberikan gambaran fisik lapangan sebenarnya, di mana diketahui apakah fungsi

119 Gaol dkk. (2008). Analisis Fungsi Kawasan Hutan

hutan tersebut masih sesuai atau sudah berubah oleh perkembangan dinamis keadaan

sosial ekonomi dan perkembangan wilayah.

Kriteria yang digunakan dalam analisis kesesuaian penggunaan lahan adalah

kesesuaian penggunaan lahan yang ada saat ini dengan peruntukan kawasan atau

fungsi kawasan hutan, sehingga kondisi areal diklasifikasikan menjadi: a) sesuai,

yaitu: kondisi penggunaan lahan yang sesuai dengan peruntukan kawasan

berdasarkan fungsi kawasannya; b) belum sesuai, yaitu: kondisi penggunaan lahan

belum sesuai dengan peruntukan kawasan, namun diduga tidak akan menimbulkan

dampak yang berarti sebab penggunaan lahan tidak terlalu bertentangan dengan

fungsi kawasannya; c) tidak sesuai, yaitu: kondisi penggunaan lahan tidak sesuai dan

bertentangan dengan fungsi kawasan hutan serta diduga akan menimbulkan dampak

yang berarti.

Proses yang dilakukan untuk membuat zonasi yang baru adalah dengan

menumpangsusunkan peta tutupan dan penggunaan lahan yang diperoleh dari

interpretasi Citra Aster tahun 2005 dan peta penyebaran flora dan fauna yang

bersumber dari Balai TNK dan peta hasil pelaksanaan tata batas enclave antara

Departemen Kehutanan dan pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Setelah dilakukan

overlay kemudian dilakukan pendijitasian secara on screen (proses pendijitasian

secara langsung pada monitor komputer) sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan dalam peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006 tentang

Pedoman Zonasi Taman Nasional.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada tahun 1971 terjadi pelepasan kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) oleh

pemerintah seluas 106.000 ha dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.

280/Kpts/Um/6/1971 tanggal 23 Juli 1971, di mana seluas 100.000 ha yang masih

asli untuk HPH PT Kayu Mas dan sisanya seluas 6.000 ha untuk industri pupuk dan

gas alam. Pada tahun 1991 terjadi pengurangan kawasan seluas 1.371 ha yang

digunakan untuk perluasan Kota Administratif Bontang dan PT Pupuk Kaltim oleh

pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 435/Kpts/XX/1991.

Terakhir pada tahun 1995 oleh pemerintah dengan Surat Keputusan No. 325/Kpts-

II/1995 perubahan fungsi dan penunjukan Suaka Marga Satwa Kutai menjadi Taman

Nasional Kutai dengan luas 198.629 ha.

Taman Nasional Kutai membentang di sepanjang garis khatulistiwa mulai dari

pantai Selat Makassar sebagai batas bagian timur menuju arah daratan sepanjang

kurang dari 65 km. Kawasan ini juga dibatasi oleh Sungai Sengata di sebelah utara

dan di sebelah selatan Hutan Lindung Bontang dan HPH PT Surya Hutani Jaya,

sedangkan di sebelah barat dibatasi oleh HPH PT Kiani Lestari.

Secara administrasi pemerintahan, TNK dengan luas 198.629 ha terletak di

Kabupaten Kutai Timur seluas 158.903,20 ha (80%), Kabupaten Kutai Kartanegara

seluas 34.720,35 ha (17,48%) dan Kota Bontang seluas 5.005,45 ha (2,52%). Secara

geografis berada pada 07’54”033’53” LU dan 11658’48” 11735’29” BT.

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 120

Berdasarkan hasil interpretasi dari Citra Aster Path Row 116-059, 116-060 dan

116-061 liputan tahun 2005 diperoleh klasifikasi data tentang tutupan dan

penggunaan lahan kawasan TNK yang disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Luas Masing-masing Tipe Penggunaan dan Tutupan Lahan di Taman Nasional Kutai

Tipe penggunaan dan tutupan lahan Luas (ha) %

Hutan primer 59.150,13 29,78

Hutan sekunder 85.855,57 43,22

Belukar 28.926,83 14,56

Semak 2.450,53 1,23

Alang-alang 704,85 0,35

Rawa 4.708,35 2,37

Belukar rawa 1.801,30 0,91

Mangrove 5.127,04 2,58

Tanah terbuka 329,09 0,17

Konversi mangrove menjadi lahan terbuka 1.204,47 0,61

Tambak 155,67 0,08

Pertanian campuran 6.929,27 3,49

Lahan terbangun 577,43 0,29

Tubuh air 73,02 0,04

Tidak ada data 635,45 0,32

Jumlah 198.629 100

Kawasan berhutan yang terdapat di dalam TNK terdiri dari hutan primer dan

sekunder. Klasifikasi hutan primer sebagai indikasi bahwa kawasan tersebut tidak

terganggu oleh aktivitas manusia dan bencana alam yang memiliki luas 59.150,13 ha

(29,78%) dari luas total 198.629 ha. Sebaran hutan primer dijumpai pada bagian

tengah kawasan dan menyebar ke arah baratutara hampir menyerupai pola

topografi garis ketinggian yang tergambar dalam peta kelas ketinggian wilayah

TNK.

Dari hasil interpretasi Citra Aster tahun 2005 diketahui, bahwa kondisi

penggunaan lahan sebagian kawasan TNK sudah tidak sesuai dan bertentangan

dengan fungsi kawasan hutan sebagai kawasan taman nasional, di mana di dalam

TNK terdapat pemukiman penduduk dan diperkirakan akan menimbulkan dampak

yang berarti terhadap keberadaan TNK bila tidak segera ditangani dengan serius.

Berdasarkan peninjauan lapangan, perubahan/degradasi tipe tutupan hutan

primer diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu:

a. Penebangan liar yang terjadi di kawasan TNK disebabkan oleh berbagai faktor,

salah satunya adalah aksesibilitas yang mudah dijangkau dengan dibukanya jalan

penghubung antara Bontang–Sengata dan lemahnya sistem pengawasan yang

dilakukan oleh Balai TNK.

b. Pembalakan yang berdampak pada terbentuknya tipe tutupan lahan seperti hutan

sekunder, belukar, semak, tanah terbuka, alang-alang dan lahan terbangun (badan

jalan) di dalam TNK.

c. Perambahan hutan oleh masyarakat yang berada dan bermukim di dalam TNK

pada awalnya adalah masyarakat yang tidak terserap di perusahaan-perusahaan yang

121 Gaol dkk. (2008). Analisis Fungsi Kawasan Hutan

ada di sekitar TNK seperti PT Pupuk Kaltim dan Perum Pertamina. Masyarakat

tersebut kemudian melakukan kegiatan bercocok tanam atau bertani di dalam

kawasan TNK.

Arahan zona pengelolaan di dalam TNK adalah sebagai berikut:

a. Zona Inti. Zona inti merupakan zona yang kondisi alamnya, baik biota maupun

fisiknya masih asli dan merupakan habitat untuk aktivitas satwa. Habitat adalah

kawasan yang terdiri atas berbagai komponen, baik fisik maupun biotik yang

merupakan satu kesatuan dan digunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

biaknya satwa liar, sedangkan aktivitas adalah kegiatan yang dilakukan oleh

organisme (satwa) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti makan, minum,

istirahat, bergerak, kawin dan sebagainya (Alikodra, 1989). Aktivitas harian dimulai

pada waktu satwa keluar dari sarang di pagi hari dan berakhir bila hewan yang

bersangkutan masuk lagi ke dalarn sarang untuk bermalam. Aktivitas makan dapat

dilakukan bersama-sama dengan perilaku lokomotif atau bergerak/berpindah,

pergerakan tersebut merupakan perpindahan untuk suatu penjelajahan daerah

maupun untuk memilih makanannya. Zona inti merupakan bagian zona penting bagi

pelestarian flora dan fauna, sehingga penetapan zona inti tersebut tidak hanya

memplotkan di atas peta tapi harus melihat kondisi aktual di lapangan berupa

kondisi tipe penutupan lahan, sebaran flora dan fauna dan tingkat gangguan dari

masyarakat. Luas zona inti adalah 76.052,15 ha (38,29%) dari luas total 198.629 ha.

Zona inti tersebut terbagi ke dalam beberapa hamparan pada kawasan TNK, hal ini

disebabkan kondisi penutupan vegetasi serta penyebaran flora dan fauna pada

kawasan tersebut berbeda, di mana penutupan vegetasinya masih asli atau tidak

terjadi perubahan serta wilayah aktivitas satwa serta habitat flora dan fauna

dimasukkan ke dalam zona inti, di luar dari kondisi tersebut dimasukkan ke dalam

zona lain. Kondisi tersebut yang menyebabkan zona inti terbagi ke dalam dua

hamparan.

b. Zona Rimba. Hal yang menjadi pertimbangan sebagai zona rimba adalah habitat

atau daerah jelajah satwa dan kawasan yang dapat memisahkan zona inti dengan

zona-zona lain yang terdapat di dalam kawasan TNK. Pertimbangan tersebut dipakai

karena zona rimba diharapkan sebagai zona penyangga bagi zona inti, potensi

kerusakan yang akan mengancam zona inti akibat adanya pemanfaatan terbatas di

zona pemanfaatan dan adanya aktivitas sosial ekonomi di zona khusus dapat

dihindari. Di dalam TNK terdapat jalan aspal yang membelah kawasan ini dan jalan-

jalan lain yang belum diaspal, misalnya jalan ke Kantor Pertamina di Desa

Sangkima, adanya jalan tersebut membuat akses masuk ke dalam kawasan cukup

tinggi sehingga tingkat ancaman juga tinggi. Zona inti sebagai zona penting bagi

pelestarian flora dan fauna harus dipertahankan dari perubahan dan kerusakannya,

dengan adanya zona rimba maka zona inti diharapkan dapat diproteksi dari segala

gangguan dari luar dengan baik sehingga zona rimba diarahkan sebagai zona

pembatas antara zona inti dengan zona-zona lain di dalam kawasan TNK. Selain

sebagai zona yang membatasi antara zona inti dengan zona lain, zona rimba juga

merupakan habitat atau daerah jelajah untuk melindungi dan mendukung upaya

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 122

perkembangbiakan dari satwa liar dan satwa migran. Luas zona rimba adalah

105.157,69 ha (52,94%) dari luas total 198.629 ha.

c. Zona Pemanfaatan. Zona ini dialokasikan di wilayah yang potensial

dikembangkan sebagai daerah penelitian, wisata dan wilayah yang terdapat sarana

prasarana Balai TNK. Fungsi dari zona pemanfaatan tersebut adalah untuk

pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan,

penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfatan, kegiatan penunjang

budidaya. Luas zona ini adalah 2.419,16 ha (1,22%) dari luas total 198.629 ha.

Zona pemanfaatan yang terdapat di wilayah Sangkima aalah 1.842,25 ha,

penempatan zona pemanfaatan di wilayah ini karena memiliki potensi hutan alam

dengan berbagai tumbuhan terutama famili Dipterocarpaceae, pohon ulin raksasa

dengan diameter 2,47 m, flora dan fauna endemik Kalimantan serta berbagai objek

wisata menarik. Zona pemanfaatan di Prevab Mentoko seluas 410,92 ha,

penempatan zona pemanfaatan di wilayah ini karena sebagai salah satu habitat orang

utan terbaik di Kalimantan Timur. Zona pemanfaatan Teluk Kaba seluas 165,99 ha,

penempatan zona pemanfaatan di wilayah ini karena memiliki potensi hutan

mangrove yang masih alami dan dapat dinikmati melalui trail kayu ulin, beberapa

tipe hutan dari hutan pantai sampai dengan hutan alam yang dapat ditempuh melalui

trail wisata, flora kantong semar, fauna seperti berbagai jenis burung, orang utan,

bekantan dan kera ekor panjang.

d. Zona Khusus. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-

II/2006, bahwa zona khusus dibentuk setelah terdapat sekelompok masyarakat dan

sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditunjuk/

ditetapkan sebagai taman nasional. Walaupun di kawasan TNK sebelumnya belum

ada kelompok masyarakat yang bermukim, tetapi untuk mengeluarkan masyarakat di

dalam kawasan ini akan sangat sulit karena aktivitas dan sarana prasarana lainnya

sudah tersedia. Untuk mangantisipasi hal tersebut, maka di dalam TNK dibuat

arahan zona khusus. Berdasarkan hasil peninjauan lapangan diperoleh data bahwa di

dalam kawasan TNK terdapat dua wilayah administrasi kecamatan, yakni

Kecamatan Teluk Pandan dan Sengata Selatan; di dalam wilayah administrasi

tersebut terdapat sarana dan prasarana sosial, ekonomi dan agama, seperti pasar,

sekolah dan mesjid serta menara pemancar telekomunikasi. Adanya sarana dan

prasarna sosial tersebut menyebabkan aktivitas sosial dan ekonomi di dalam

kawasan berjalan dengan cepat sehingga untuk mengeluarkan masyarakat serta

infrastruktur yang sudah tersedia akan sangat sulit dan kecenderungannya akan

terjadi konflik secara vertikal antara masyarakat dengan Balai TNK sebagai

pelaksana teknis dari Departemen Kehutanan. Untuk menghindari konflik antara

masyarakat dengan Balai TNK serta menyelesaikan masalah yang telah ada

misalnya penebangan liar dan perambahan kawasan maka di dalam kawasan akan

dibuat arahan sebagai zona khusus. Zona khusus tersebut diperlukan agar pelebaran

atau pengalihfungsian kawasan TNK secara ilegal yang dilakukan oleh masyarakat

dapat dikurangi, zona khusus tersebut diharapkan dapat menjembatani dua

kepentingan yang berbeda antara masyarakat dengan Balai TNK. Permasalahan lain

123 Gaol dkk. (2008). Analisis Fungsi Kawasan Hutan

yang timbul adalah pemerintah Kabupaten Kutai Timur menginginkan enclave di

kawasan TNK yang sudah dihuni oleh masyarakat, sarana dan prasarana sosial

ekonomi sudah tersedia serta lahan-lahan pertanian dan perkebunan masyarakat juga

ada. Bagi pemerintah Kabupaten Kutai Timur, enclave berarti mengeluarkan

kawasan dari Balai TNK dan secara administrasi masuk ke wilayah Kabupaten

Kutai Timur serta pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah

Kabupaten Kutai Timur, sedangkan Departemen Kehutanan mengartikan enclave

sebagai kawasan yang masyarakatnya masih dapat melakukan aktivitas ekonomi

atau pertanian dan perkebunan tetapi kawasan tersebut masih bagian dari TNK dan

pengelolaannya di bawah Balai TNK Untuk menyelesaikan masalah tersebut di atas

agar tidak berlarut-larut dan tidak menimbulkan masalah baru lagi, maka

pemukiman di dalam kawasan TNK dibuat arahan zona khusus. Zona khusus yang

dibuat berdasarkan tata batas enclave antara Departemen Kehutanan dan pemerintah

Kabupaten Kutai Timur yaitu seluas 15.000 ha (7,55%) dari luas total 198.629 ha.

Di dalam zona khusus, pengelolaannya bekerja sama antara Balai TNK dan

pemerintah Kabupaten Kutai Timur, yang mana pembangunan di dalam zona

tersebut harus tidak boleh mengganggu habitat yang ada di dalam TNK.

e. Zona Rehabilitasi. Pelaksanaan rehabilitasi di kawasan TNK mempunyai tujuan

untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi ekosistem yang

rusak agar dapat berfungsi kembali secara optimal sesuai daya dukung dan

peranannya sebagai habitat suatu jenis tumbuhan/satwa dalam mendukung sistem

penyangga kehidupan. Tujuan dari proses itu adalah mengembalikan struktur, fungsi

keanekaragaman dan dinamika suatu ekosistem yang terancam degradasi. Sasaran

kegiatan rehabilitasi di kawasan TNK adalah untuk memperbaiki dan memulihkan

kembali kondisi sebagian kawasan TNK menjadi atau mendekati kondisi ekosistem

alami, melalui kegiatan reboisasi, pemeliharaan, pengkayaan jenis atau penerapan

teknik konservasi tanah secara vegetatif atau perbaikan lingkungan alami pada

kawasan TNK yang telah mengalami kerusakan. Arahan zona rehabilitasi

dialokasikan sepanjang kiri kanan jalan Bontang-Sengata dan jalan masuk ke

masing-masing desa dan dusun di dalam Kecamatan Sengata Selatan dan Teluk

Pandan. Berdasarkan pengamatan lapangan, penutupan vegetasi 200 m di kiri-kanan

jalan telah mengalami kerusakan dan perlu dilaksanakan kegiatan rehabilitasi. Lebar

zona rehabilitasi adalah 200 m di kiri-kanan jalan dan luasnya adalah 5.492,292 ha

yang masuk di dalam zona rimba dan zona khusus. Pada tahun 2002 pemerintah

Kabupaten Kutai Timur telah melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

seluas. 3.980 ha dengan menggunakan alokasi dana DAK-DR tahun 2001. Pada

kawasan TNK sendiri dilaksanakan reboisasi dengan sistem jalur yang luasnya 310

ha dan dilanjutkan lagi pada tahun 2004 dengan luas 250 ha.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dilihat dari hasil interpretasi Citra Aster tahun 2005 dan pengamatan lapangan

bahwa di dalam kawasan TNK terdapat pemukiman penduduk yang berarti bahwa

penggunaan lahan sebagian kawasan sudah tidak sesuai dan bertentangan dengan

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 124

fungsi kawasan hutan sebagai kawasan taman nasional dan diperkirakan akan

menimbulkan dampak yang merugikan terhadap habitat satwa dan keberadaan TNK

bila tidak segera ditangani dengan serius.

Berdasarkan hasil interpretasi Citra Aster liputan tahun 2005 diperoleh luas tipe

penggunaan dan tutupan lahan dari luas total 198.629 ha yang terdiri dari hutan

primer seluas 59.150,13 ha (29,78%), hutan sekunder 85.855,57 ha (43,22%),

belukar 28.926,83 ha (14,56), semak 2.450,53 ha (1,23), alang-alang 704,85 ha

(0,35%), rawa 4.708,35 ha (2,37%), belukar rawa 1.801,30 ha (0,91%), mangrove

5.127,04 ha (2,58%), tanah terbuka 329,09 ha (0,17%), konversi mangrove menjadi

lahan terbuka 1.204,47 ha (0,61%), tambak 155,67 ha (0,08%), pertanian campuran

6.929,27 ha (3,49%), lahan terbangun 577,43 ha (0,29%), tubuh air 73,02 ha

(0,04%), tidak ada data 635,45 ha (0,32%).

Arahan zonasi sebagai pengelolaan TNK diperoleh zona inti seluas 76.052,15

ha (38,29%), zona rimba 105.157,69 ha (52,94%), zona pemanfaatan 2.419,16 ha

(1,22%), zona khusus 15.000 ha (7,55%) dari luas total 198.629 ha dan zona

rehabilitasi 5.492,29 ha yang masuk dalam zona rimba dan zona khusus.

Saran

Perlu memprioritaskan proses pelaksanaan tata batas kawasan TNK untuk

mempercepat proses pengukuhan kawasan sehingga tidak menimbulkan

permasalahan terhadap TNK berupa claim batas, karena sebelah barat dan selatan

TNK bukan batas alam tetapi memiliki batas buatan.

Dengan terjadinya perubahan tutupan dan penggunaan lahan akibat aktivitas

manusia dan bencana alam berupa kebakaran hutan, maka perlu dilakukan rezonasi

dan segera disusun rencana desain zonasi di kawasan TNK yang sesuai dengan

kondisi teraktual.

Di dalam arahan zonasi TNK di mana terdapat zona khusus, disarankan dalam

pengelolaan zona khusus tersebut harus bekerja sama antara pihak Balai

TNK/Departemen Kehutanan dengan pemerintah Kabupaten Kutai Timur agar

dalam pengelolaanya mengedepankan fungsi dari TNK tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra. 1989. Pengelolaan Satwa Liar. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut

Pertanian Bogor.

Anonim. 1996. Keputusan Direktur Jenderal PHPA No. 129/Kpts/DJ-VI/1996 tentang Pola

Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru dan Hutan

Lindung.

Anonim. 2005. Data Dasar Taman Nasional Kutai. Balai TNK.

ANALISIS FUNGSI KAWASAN HUTAN

MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI

TAMAN NASIONAL KUTAI

Mentaya Raya Lumban Gaol

Risman Situmeang

Muhammad Sumaryono

Separata (reprint) dari jurnal:

KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2008

ISSN 20855885

PUBLIKASI BERKALA PENELITIAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEHUTANAN

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA