ferdinandusnipa.files.wordpress.com · web viewbab 6. mengumpulkan data-data kuantitatif. proses...
Post on 12-May-2018
235 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 6
MENGUMPULKAN DATA-DATA KUANTITATIF
Proses pengumpulan data-data kuantitatif tidak semata-mata terdiri dari pengumpulan
data semata. Anda perlu menentukan siapa partisipan yang akan diteliti. Kemudian,
anda upayakan izin agar`mereka untuk bisa diteliti. Anda mengidentifikasi jenis-jenis
pengukuran yang akan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian anda, dan anda
menentukan instrumen yang akan digunakan. Kemudian, anda bisa memulai
mengumpulkan data.
Bab ini membicarakan lima jenis langkah:
Mengidentifikasi lima langkah dalam proses pengumpulan data kuantitatif
Mendefenisikan pendekatan-pendekatan yang berbeda dalam mengambil
sampel partisipan dalam penelitian kuantitatif
Mendeskripsikan proses mendapatkan izin untuk meneliti individu-individu
dan situs-situs penelitian
Mengidentifikasi beberapa jenis data yang sering dikumpulkan dalam
penelitian kuantitatif
Mengidentifikasi bagaimana mencari, memilih, dan menilai instrumen yang
digunakan dalam pengumpulan data
Mendeskripsikan prosedur pelaksanaan pengumpulan data
Maria memutuskan mengkaji pertanyaan penelitian kuantitatif “Kenapa para siswa
membawa sentaja ke sekolah?” Maria merasa tertanya-tanya, “Siapa yang bisa
memberikan informasi tentang ini? Kalaupun saya telah menemukan siswa tersebut,
akankah dia bersedia memberikan informasi?” Kemudian Maria mengungkapkan
kepanasarannya pada dosen pembimbingnya tentang perlunya menemukan “cara
mendapatkan informasi tersebut,” dan ia nyatakan kekhawatirannya bahwa para siswa
bisa saja tidak bersedia berpartisipasi karena topik ini merupakan topik yang agak
sensitif. Maria menyeruak lebih dalam lagi sehingga melahirkan beberapa pertanyaan
rumit yang nanti dapat dia sortir dan selanjutnya dapat dengan mudah dan secara logis
dapat dia lanjutkan melalui proses pengumpulan data. Bagaima dia memulai ini?
Langkah pertama dalam proses pengumpulan data kuantitatif adalah mengidentifikasi
orang dan tempat yang ingin anda teliti. Ini mencakup penentuan apakah anda akan
meneliti individu-individu atau keselsuluruhan organisasi (misalnya sekolah) atau
kombinasi. Apabila anda memilih individu atau organisasi, anda perlu juga menentukan
tipe indvidu atau organisasi yang bagamana yang akan anda teliti dan berapa banyak
yang anda perlukan untuk penelitian anda tersebut. Penentuan ini memerlukan
penetapan satuan analisis (unit analysis), kelompok dan orang-orang yang akan anda
teliti, prosedur penyeleksian orang-orang ini, dan menentukan berapa banyak diantara
orang-orang tersebut yang dperlukan untuk maksud analisis data.
Mengidenifikasi unit analisis
Siapa yang bisa memberikan informasi yang akan akan anda perlukan guna menjawab
pertanyaan-pertanyan penelitian kuantitatif atau hipotesis anda? Beberapa
kemungkinannya boleh jadi para siswa, para guru, para orang tua, orang-orang dewasa,
beberapa kombinasi dari ini semua, atau keseluruhan sekolah. Pada tahan awal dari
pengumpulan data ini, anda perlu menentukan pada tataran apa (misalnya individu,
keluarga, sekolah, dinas pendidikan) data harus dikumpulkan. Tataran ini mengacu
pada apa yang disebut unit of analysis (unit analisis). Pada beberapa penelitian, para
peneliti mengumpulkan data dari berbagai tataran (misalnya individu dan sekolah),
sedangkan pada penelitian lainnya mencakup pengumpulan data dari hanya satu
atataran (misalnya kepala sekolah). Keputusan tentang ini tergantung pada pertanyaan
penelitian atau hipotesis yang anda harus jawab. Disamping itu, data yang mengukur
variabel independen bisa jadi berbeda dalam hal unit analisis dengan variabel
dependen. Contoh, dalam penelitian berkenaan dengan pengaruh adolecent aggression
(tingkah laku agresif dari para remaja) terhadap school climate (iklim sekolah), peneliti
mengukur variabel independen, adolecent aggression, dengan jalan mengumpulkan
data dari individu-individu sedangkan pengukuran variabel dependen, school climate,
di dasarkan pada data-data dari keseluruhan sekolah dan iklimnya secara menyeluruh
(misalnya apakah para siswa dan para guru percaya bahwa kurikulum sekolah
mendukung pembelajaran).
Apabila Maria berkeinginan menjawab pertanyaan, “Kenapa para siswa
membawa senjata ke sekolah?” apa unit analisis yang akan dia teliti? Bagaimana kalau
ia ingin membandingkan jawaban terhadap pertanyaan “Kenapa para siswa di sekolah-
sekolah pedesaan dan sekolah-sekolah perkotaan membawa senjata ke sekolah?” dua
buah unit analisi apa pula yang dia teliti?
Menentukan populasi dan sampel
Apabila anda menetapkan keseluruhan sekolah untuk diteliti atau sejumlah individu,
anda perlu mempertimbangkan individu-individu atau sekolah-sekolah apa yang akan
diteliti. Pada beberapa situasi kependidikan tertentu, anda mungkin akan memilih
individu-individu untuk penelitian anda atas dasar siapa yang secara sukarela
berpartisipasi atau siapa yang ada (misalnya siswa-siswa pada kelas tertentu).
Walaupun demikian, individu-individu ini bisa jadi tidak persis sama (dalam hal
karakteristik kepribadian atau kinerja atau sikap) dengan semua individu yang ingin
diteliti.
Proses penelitian selanjutnya adalah memilih individu-individu atau sekolah-
sekolah yang reprsentatif bagi keseluruhan kelompok individu atau sekolah.
Representative mengacu pada pemilihan individu-individu dari sebuah sample
populasi sedemikian rupa sehingga individu-individu yang terpilih tersebut memiliki
ciri-ciri yang sama dengan populasi yang diteliti, yang memungkinkan anda untuk
mengambil kesimpulan dari sampel tersebut tentang populasi secara keseluruhan.
Definisi ini memuat istilah-istilah, dan akan kita pilih istilah-istilah tersebut shingga
anda bisa memahami prosedur-prosedur alternatif dalam menentukan individu-individu
atau organisasi-organisasi mana yang akan diteliti.
Population (populasi) adalah sekelompok individu yang memiliki karakteristik
yang sama. Contoh, semua guru yang membentuk populasi para guru, dan semua
pimpinan (administrator) sekolah menengah pertama dalam lingkungan dinas
pendidikan tertentu yang membentuk populasi dari para adminsitrator (pimpinan)
sekolah menengah. Seperti yang diperlihatkan oleh contoh-contoh ini, populasi bisa
besar bisa juga kecil lingkupnya. Anda perlu menentukan kelompok mana yang akan
anda teliti.
Dalam prakteknya, peneliti kuantitatif memilih sampel dari sebuah daftar dan
nama-nama orang yang ada. Target population (populasi sasaran) atau kerangka
sampel adalah sekelompok individu (atau sekelompok organisasi) dengan karakteristik
pembeda yang sama yang dapat diidentifikasi dan diteliti oleh si peneliti.
Dari populasi sasaran ini, para peneliti memilih sebuah sampel untuk diteliti.
Sample (sampel) adalah sub kelompok dari populasi sasaran yang rancananya akan
diteliti oleh si peneliti dalam rangka mengambil generalisasi terhadap populasi sasaran
tersebut. Dalam situasi yang ideal, anda bisa mengambil sampel dari individu-individu
yang merupakan representasi dari keseluruhan populasi. Misalnya, seperti diperlihatkan
oleh Diagram 6.1 anda bisa jadi memilih sebuah sampel dari guru-guru sekolah
menengah pertama (sampel) dari populasi yang terdiri dari semua guru sekolah
menengah di sebuah kota (populasi). Atau anda mungkin hanya bisa meneliti guru-guru
biologi di dua sekolah di kota tersebut. Skenario pertama memperlihatkan penarikan
sampel yang sistematik dan mantap yang disebut probabilistic sampling (penarikan
sampel probabilitistik) dan skenario kedua memperlihatkan penarikan sampel yang
tidak sistematik dan tidak pula probabilistik.
Penarikan sampel probabilistik dan non probabilitistik
Para peneliti menggunakan pendekatan penarikan sample baik yang probabilistik
maupun yang non probabilisti. Seperti diperlihatkan oleh Diagram 6.2, beberapa tipe
dari kedua pendekatan itu tersedia. Para peneliti menetapkan tipe penarikan sampel
yang mana yang akan digunakan atas dasar faktor-faktor seperti sejauh mana keandalan
yang diinginkan, karakteristik populasi sasaran dan ketersediaan parisipan.
Dalam probabilistic sampling (penarikan sampel probabilitisk) si peneliti
memilih individu-individu dari populasi yang representatif terhadap populasi tersebut.
Ini merupakan bentuk penarikan sampel yang paling handal dalam penelitian kuantitatif
karena si peneliti bisa menyatakan bahwa sampel penelitiannya merupakan representasi
dari populasi dan karenanya bisa membuat generalisasi terhadap populasi.
Simple random sampling (penarikan sampel acak sederhana). Bentuk penarikan
sampel probabilistik yang paling handal dari populasi adalah penarikan sampel acak
sederhana. Dalam simple random sampling (penarikan sampel acak sederhana), si
peneliti memilihi partisipan (atau unit analisis, seperti sekolah) sebagai sampel
penelitiannya sehingga setiap orang memiliki probabilitas yang sama untuk terpilih dari
populasi. Tujuan dari penarikan sampel acak sederhana ini adalah untuk memilih
individu-individu yang akan dijadikan sampel yang representatif terhadap populasi.
Setiap bias yang trdapat di dalam populasi akan tersebar secara merata di antara orang-
orang yang terpilih. Walaupun demikian, penyebaran secara merata tidak selamanya
dimungkinkan, seperti dialami dalam Perang Vietnam ketika para perwira tidak mampu
memutar dengan jumlah yang memadai piringan yang berisikan nama-nama kandidat
potensial sehingga bisa menghasilkan pemeilihan yang acak (Wilijson & the Task
Force on Statistical Inference, 1999).
Prosedur khusus yang digunakan dalam penarikan sampel acak sederhana adalah
dengan memberikan sebuah nomer pada masing-masing individu (atau situs) di dalam
populasi dan kemudian mengggunakan random numbers table (tabel angka acak),
yang terdapat dalam banyak buku-buku teks statsitik, untuk memilih individu-individu
(atau situs-situs) yang akan dijadikan sampel. Untuk prosedur ini, anda memerlukan
daftar anggota populasi sasaran dan sebuah nomer harus diberikan kepada masing-
masing individu.
Sebuah contoh dari random numbers table (tabel angka-angka acak) diperlihatkan
oleh Tabel 6.1. Untuk menggunakan tabel ini, mula-mula berikan nomer pada seluruh
individu dalam populasi (misalkan, populasi dari 110 anak kelas satu SD). Kemudian,
mulai dari mana saja dari angka-angka dalam tabel angka-angka acak tersebut,
cocokkan nomer tersebut dengan nomer yang ada dalam daftar yang anda miliki. Mulai
dari kiri atas dari Tabel angka-angka acak dan terus ke bawah di dalam kolom yang
sama. Akan terpilih enam orang anak kelas satu dari popuasi 100 orang anak kelas satu
dengan nomer 52, 31, 44, 84, 71, dan 42. Dan ini terus dilanjutkan sampai anda
mendapatkan jumlah anak kelas satu yang diperlukan sesuai dengan besar sampel yang
diinginkan (selanjutnya dalam bahagian besarnya sampel, kita akan bicarakan berapa
banyak anak kelas satu yang diperlukan).
Penarikan sampel sistematik. Terdapat variasi dalam prosedur penarikan sampel acak
sederhana, yakni dengan menggunakan systematic sampling (penarikan sampel
sistematik). Dalam [rosedur ini, anda memilih setiap individu atau situs yang ke n di
dalam populasi sampai anda mendapatkan jumlah sesuai dengan besarnya sampel yang
diinginkan.Prosedur ini tidak setepat dan semantap menggunakan tabel angka-angka
acak, akan tetapi ia mungkin lebih nyaman karena para individu tidak harus harus
diberi nomer dan tdak mmerlukan tabel angka-angka acak. Guna mengilustrasikan
penggunaan penarkan sampel sistematik ini, umpamakan seorang administrator
pendidikan di dinas pendidikan sesuatu wilayah tertentu berkeinginan meneliti tingkat
kepuasan para orang tua terhadap sekolah-sekolah di lingkungan dinas pendidikan
tersebut. Dengan menggunakan penarikan sampel sistematik ini, si administrator
tersebut mula-mua mengkaji sekian persen orang tua (katakan 20%). Apabila jumlah
orang tua semuanya 1.000 orang di wilayah tersebut, si administrasi tentu harus
memilihi 200 orang tua 920%) untuk penelitian dimaksud. Si administrator
menggunakan interval 5 (200/1.000, atau 1 dari 5 untuk memilih orang tua dari daftar
populasi sasaran). Dengan demikian, si administrator memilih setiap orang tua kelima
yang ada di dalam daftar tersebut.
Stratified sampling (penarkan sampel berstrata). Tipe sampel probablitik lainnya
adalah penarikan sampel berstrata. Dalam penarikan sampel berstrata, peneliti membagi
(menstrata) populasi atas dasar karakteristik tertentu (misalnya jender) dan kemudian,
dengan menggunakan penarikan sampel acak sederhana, memilih sampel dari masing-
masing sub kelompok (strata) dari populasi (misalnya laki-laki atau perempuan). Ini
menjamin bahwa sampel akan mencakup karakteristik tertentu yang ingin dimasukkan
oleh si peneliti ke dalam sampel.
Kapan stratifikasi digunakan? Anda menggunakan stratifikasi ketika di dalam
populasi terlihat adanya ketidakseimbangan dalam sampel atas dasar sesuatu
karakteristik tertentu. Misalkan terdapat lebih banyak jumlah laki-laki ketimbang
perempuan di dalam populasi. Sebuah sampel acak sederhana dari populasi ini akan
cenderung menghasilkan pemilihan laki-laki lebih banyak ketimbang perempuan atau
bahkan mungkin tidak ada perempuan. Dalam kasus yang manapun, pandangan laki-
laki tentang pertanyaan-pertanyaan akan mendominasi atau merupakan pandangan yang
eksklusif. Untuk mengoreksi hal ini, peneliti menggunakan penarikan sampel berstrata.
Stfratifikasi menjamin bahwa strata yang diinginkan (perempuan) akan tewakili di
dalam sampel sesuai proporsi keberadaannya di dalam populasi.
Sratifikasi juga digunakan apabila prosedur penraikan sampel acak sederhana
akan menghasilkan lebih sedikit jumlah partisipan pada kategori tertentu (misalnya
perempuan) ketimbang yang dibutuhkan bagi analisis statistik yang handal. Dengan
adanya jumlah perempuan yang sedikit dalam populasi, misalnya, akan berujung pada
kecenderung untuk memilih perempuan secara acak dengan jumlah yang sedikit. Ini
pada gilirannya akan mendapatan jumlah yang terlampau sedikit untuk bisa dianalisis
secara statistik.
Prosedur untuk memilih sampel acak berstrata terdiri dari (a) memilah populasi
atas strata (misalnya laki-laki dan perempuan) dan (b) menarik sampel untuk masing-
masing kelompok (misalnya perempuan dulu kemudian diikuti oleh laki-laki) sehingga
individu-individu yang terpilih proporsional (sebanding) dengan keterwakilannya di
dalam populasi. Coba lihat contoh bagimana prosedur ini diterapkan.
Dengan memperhatikan Diagram 6.3, kita bisa melihat bahwa 9.000 orang anak-
anak asli Amerika di negara bahgian, 3.000 adalah perempuan dan 6.000 adalah laki-
laki. Seorang peneliti menetapkan untuk memilih sebuah sampel yang terdiri dari 300
orang dari populasi yang terdiri dari 9.000 orang anak. Sampel acak sederhana akan
menghasilkan jumlah anak-anak laki yang paling banyak karena di dalam populasi
lebih banyak anak laki-laki etimbang ana-anak perempuan. Untuk menjamin terpilihnya
anak laki-laki sesuai dengan poporsi keterwakilannya di dalam populasi, ia memilah
daftar dari 9.000 orang anak ini menjadi anak laki-laki dan anak perempuan. Kemudian
sepertiga (3.000/9.000) dari sampel itu dipilih perempuan dan dan dua pertiganya
dipilih (6.000/9.000) laki-laki. Prosedur stratifikasi ini terdiri dari menstratifikasikan
populasi menjadi dua kelompok (laki-laki dan perempuan) dan kemudian memilih
individu-individu secara proporsiona; sesuai dengan keterwakilannya di dalam
populasi secara keseluruhan, 200 orang anak laki-laki dan 100 orang anak perempuan.
Multistage cluster sampling (penarikan sampel gugus bertingkat/berthap jamak).
Bentuk keempat dari penarikan sampel probabilistik adalah penarikan sampel gugus
bertingkat jamak. Dalam penarikan sampel gugus bertingkat jamak ini, si peneliti
memilih sebuah sampel dalam dua atau lebih tahap karena si peneliti tidak bisa
mengidentifikasi populasi dengan mudah atau populasinya sangat besar. Apabila ini
terjadi, akan sulit mendapatkan daftar yang komplit dari anggota populasi. Walaupun
demikian, mendapatkan daftar yang komplit dari kelompok atau gugus di dalam
populasi boleh jadi dimungkinkan (Vogt, 1999). Contoh, populasi dari semua siswa
yang ber-resiko di seantero Amerika Serikat boleh jadi sulit untuk diidentifikasi, akan
tetapi seorang peneliti bisa mendapatkan daftar dari siswa yang ber-resiko di sesuatu
wilayah dinas pendidikan tertentu. Dengan menggunakan prosedur penarikan sampel
gugus yang bertingkat jamak, si peneliti secara acak memilih wilayah-wilayah dinas
pendidikan diseantero negeri dan mendapatkan daftar anak-anak yang ber-resiko dari
masing-masing wilayah dinas pendidikan. Kemudian si peneliti memilih secara acak
sampel daru masing-masing wilayah dinas pendidikan. Dengan memecak proses seperti
ini membuatnya lebih mudah mengidentifikasi kelompok-kelompok dan membuat
daftarnya. Walaupun demikian, dengan beberapa tahap dalam rancangan ini, prosedur
ini menjadi rumit dan sanat tergantung pada karakteristik populasi (Babbie, 1998).
Penggunaan prosdur penarikan sampel probabilistik di dalam penelitian
pendidikan tidak selamanya dapat dilakukan. Sebagai gantinya, si peneliti bisa
menggunakan penarikan sampel yang non probabilistik. Dalam non probabilistic
sampling (penarikan sampel non probabilistik), si peneliti memilihi individu-individu
karena mereka tersedia, mudah diakses, dan mewakili sesuatu karakteristik yang
memang ingin diteliti oleh si peneliti. Dalam beberapa situasi, anda boleh jadi perlu
melibatkan partisipan yang secara sukarela berpartisipasi dan yang bersedia diteliti.
Disamping itu, andapun tidak bermaksud menggeneralisasikan temuan-temuan
penelitian pada populasi secara keseluruhan, akan tetapi terbatas hanya sekedar
mendeskripsikan sekelompok kecil populasi dalam penelitian. Perhitungan-perhitungan
statistik deskriptif bisa jadi tepat digunakan pada sampel-ampel seperti ini dan
membandingkannya dengan populasi yang lebih besar dalam rangka membuat inferensi
dari sampel ke populasi. Para peneliti menggunakan dua pendekatan populer dalam
penarikan sampel non probabilistik: convenience dan snowball sampling.
Convenience sampling: Dalam convenience sampling, si peneliti memilih partisipan
karena mereka bersedia dan mudah diakses untuk diteliti. Dalam hal ini, si peneliti
tidak bisa menyatakan secara confident (penuh percaya diri) bahwa individu-individu
merupakan representasi dari populasi. Walaupun demikian, sampel tersebut bisa
memberikan informasi yang berguna dalam rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan
dan hipotesis. Coba lihat contoh convenience sampling berikut:
Seorang peneliti melakukan penelitian yang melibatkan para siswa pribumi Amerika menemukan bahwa sebahagian besar para siswa di sebuah sekolah adalah ana-anak pribum Amerika. Si peneliti memutuskan untuk meneliti kelompok ini di satu sekolah ini karena mereka tersedia (mudah diakses) karena si [eneliti memiliki izin dari kepala sekolahnya dan bisa mendapatkan persetujuan dari para siswa pribum Amerika tersebut untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Ini merupakan convenience sampling karena para partisipannya mudah diakses dan tersedia untuk diteliti.
Snowball sampling. Sebuah alternatif lain dari convenience sampling adalah snowball
sampling. Dalam snowball sampling, si peneliti minta partisipan untuk mengusulkan
orang-orang lain untuk anggota sampel. Contoh, anda mungkin mengirimkan survai ke
pengawas sekolah dan minta yang bersangkutan untuk selanjutnya mengirimkan survai
tersebut kepada kepala-kepala sekolah di wilayah dinas pendidikan tersebut. Kepala-
kepala sekolah tersebut menjadi anggota sampel. Bentuk penarikan sample seperti ini
memiliki kelebihan, yakni bisa merekrut sejumlah besar partisipan untuk penelitian.
Walaupun demikian, dengan menggunakan proses seperti ini, anda tidak bisa
mengetahui secara tepat individu-individu macam apa yang akan menjadi anggota
sampel anda. Ia juga akan mengeliminasi peluang untuk bisa mengidentifikasi siapa-
siapa saja yang tidak mengembalikan survai, dan mereka-mereka yang mengembalikan
bisa jadi tidak representatif bagi populasi yang ingin anda teliti. Contoh, partisipan
yang menerima survai (misalnya, kepala-kepala sekolah yang menghadiri pertemuan
pagi Minggu dengan si pengawas) boleh jadi tidak representatif bagi semua individu--
individu dalam populasi (dalam hal ini, semua kepala sekolah di wilayah dinas
pendidikan tertentu).
Besarnya sampel
Ketika memilih partisipan untuk suatu penelitian, perlu ditenukan besarya sampel yang
anda perlukan. Aturan yang bersifat umum adalah memilih sampel sebesar mungkin
dari populasi. Makin besar sample, akan makin sedikit potensi kesalahan bahwa sampel
tersebut akan berbeda dari populasi. Perbedaan antara taksiran skor sampel dan skor
populasi yang sebenarnya disebut sampling error (kesalahan penarikan sampel).
Seandainya anda secara terus menerus menarik sebuah sampel, rata-rata skor dari
masing-masing sampel tersebut cenderung akan berbeda dari rata-rata skor
sesungguhnya untuk keseluruhan populasi. Contoh, apabila kita mendapatkan skor dari
anak-anak kelas enam di seantero negeri tentang pentingnya hubungan antara orang
tua-anak, skor rata-rata, misalkan 30 dari nilai berskala 50. Tentu saja, kita tak
mungkin meneliti setiap anak kelas enam, tapi kita mendapatkan sampel dari sebuah
wilayah dinas pendidikan dan misalkan kita memperoleh rata-rata skor 35. Pada
kesempatan lain, kita mungkin mendapakan angka 33, dan selanjutnya lagi 36, karena
sampel kita berubah dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Ini bermakna bahwa rata-rata
skor yang kita dapatkan berbeda lima angka, tiga angka, dan satu angka dari angka
rata-rata populasi yang sebenarnya. Perbedaan antara skor taksiran untuk sample dan
skor populassi yang sebenarnya adalah kesalahan dalam penarikan sampel (sampling
error).Karenanya, karena anda bisanya tidak mengetahui skor populasi yang
sebenarnya (true population score), penting kiranya memilih sampel sebesar mungkin
dari populasi untuk meminimalkan sampling error.
Dalam beberapa penelitian, anda mungkin memiliki jumlah partisipan yang
terbatas yang dengan mudah tersedia untuk diteliti. Dalam kasus-kasus lain, faktor-
faktor seperti akses, pendanaan, jumlah populassi secara keseluruhan, dan jumlah
varoabel juga akan berpengaruh terhadap besarnya sampel.
Salah satu cara untuk menentukan besarnya sampel adalah memilih partisipan
dengan jumlah yang memadai untuk prosedur-prosedur statistik yang anda ingin
gunakan. Ini mengasumsikan bahwa anda telah mengidentifikasi statistik yang akan
digunakan dalam analisis datanya nanti. Sebagai taksiran kasar, seorang peneliti dalam
bidang pendidikan memerlukan:
Kira-kira 15 orang partisipan pada setiap kelompok dalam sebuah eksperimen
(lihat Bab 11)
Kira-kira 30 orang partisipan untuk penelitian korelasion al yang mengaitkan
variabel-variabel (lihat Bab 12)
Kira-kira 350 orang individu untuk penelitian survai, akan tetapi besarnya sampel
ini tergantung pada beberapa faktor (lihat Bab 13)
Angka-angka ini adalah taksiran atas dasar besarnya sampel yang diperlukan untuk
prosedur-prosedur statistik sehingga sampel tersebut cenderung merupakan estimasi
yang bagus bagi karakteristik populasi. Angka-angka tersebut tidaklah memberikan
estimasi yang persis dari besarnya sampel melalui sample size formula (rumus besarnya
sampel).
Sample size formula memberikan cara mengkalkulasi besarnya sampel anda atas
dasar beberapa faktor. Penggunaan sebuah rumus menghindari terka-terkaan dalam
menentukan banyaknya individu yang akan diteliti dan memberikan estimasi yang
persis dari besarnya sampel. Rumus-rumus itu mempertimbangkan beberapa faktor
pentig dalam menentukan besarnya sampel, seperti signifikansi dalam penggunaan uji
statistik dan sampling error. Selanjutnya, anda tak perlu menghitung besarya sampel
dengan menggunakan rumus. Dengan informasi yang minim, anda bisa
mengidentifikasi besarnya sampel dengan menggunakan tabel yang tersedia bagi para
peneliti.
Dua buah rumus yang digunakan adalah rumus besarnya sampel untuk survai
(lihat Fink & Kosekoff, 1985; Fowler, 1988) dan a power analysis formula untuk
penelitian ekperimen (Cohen, 1977;lipsey, 1990; Murphy & Myors, 1998). Lampiran B
pada akhir buku teks ini memberikan faktor-faktor yang dapat anda masukkan ke dalam
umus-rumus ini untuk menentukan jumlah partisipan untuk penelitian anda.
IZIN-IZIN APA SAJA YANG AKAN ANDA PERLUKAN?
Setelah mengidentifikasi dan menyeleksi partisipan untuk penelitian anda, selanjutnya
anda perlu mendapatkan izin untuk meneliti. Izin ini akan menjamin kerjasama dalam
penelituan dan dalam memberikan data. Disamping kerjasama, izin mereka juga
mengakui bahwa mereka memahami tujuan penelitian anda dan anda akan
memperlakukan mereka secara etis. Perundang-undangan mengharuskan bahwa anda
menjamin hak-hak mereka yang kesediaannya anda minta untuk berpartisipasi dalam
penelitian anda.
Dapatkan berbagai jenis izin
Dalam kebanyakan penelitian pendidikan, anda perlu mendapatkan izin dari berbagai
indvidu dan kelompok sebelum anda mengumpulkan data. Izin-izin tersebut boleh jadi
harus didapatkan dari:
Insitusi atau organisasi (misalnya dinas pendidikan)
Situs-situs tertentu (misalnya sekolah menengah pertama
Partisipan atau kelompok partisipan
Orang tua dari partisipan (orang tua anak kelas 3 SD)
Kampus di mana penelitian dilakukan (izin dari Badan Pemberi Izin atau apaun
namanya pada sesuatu perguruan tinggi atau univeritas)
Izin sering merupakan hal yang wajib dipenuhi sebelum anda memasuki suatu
situs dan mengumpulkan data. Persetujuan ini biasanya didapatkan dari para pemimpin
atau orang-orang yang memiliki otoritas di sesuatu organisasi. Mendapatkan izin dari
orang-orang ini mengharuskan anda menghubungi mereka terlebih dahulu sebelum
memulai suatu penelitian dan mendapatkan izin memasuki dan meneliti seting
penelitiannya.
Cara yang paling baik untuk mendapatkan izin dari individu-individu atau
kelompok-kelompok ini adalah dengan jalan mengirim surat secara formal. Masukkan
informasi tentang tujuan penelitian, banyaknya waktu yang akan anda habiskan pada
situs penelitian dalam rangka mengumpulkan data, banyaknya waktu yang akan
dihabiskan oleh para partisipan, dan bagaimana anda akan memanfaatkan data dan hasil
penelitian itu nantinya. Juga, nyatakan kegiatan-kegiatan apa yang anda lakukan,
keuntungan atau manfaatnya apa yang akan didapatkan oleh organisasi atau individu
dari penelitian tersebut, dan apa yang anda lakukan untuk memproteksi anonimitas dari
para partisipan. Dengan memberikan informai seperti ini, berarti anda memperlihatkan
kepedulian anda terhadap kemungkinan-keungkinan yang terjadi akibat intrusi
penelitian ini terhadap tempat kerja dan kehidupan mereka serta memberikan jaminan
terhadap harapan-harapan mereka secara realistik.
Persetujuan tertulis dari partisipan
Perlu diingat bahwa memproteksi privasi dan kerahsiaan para individu yang
berpartisipasi dalam penelitian anda penting sekali. Kebalikan dari praktek-praktek
penelitian dalam bidang pendidikan dan ilmu-ilmu sosial, para peneliti dewasa ini harus
sensitif terhadap terjadinya malapetaka yang bisa dialami oleh para partisipan karena
penelitian yang dilakukan.
Persetujuan Badan Pemberi Izin Penelitian
Pada tiga puluh tahun terakhir, perguruan tinggi atau universitas telah memberlakukan
keharusan bagi para peneliti untuk memberikan jaminan kepada partisipan penelitian
bahwa penelitian mereka tersebut akan membawa risiko yang sekecil-kecilnya bagi
memonitor partisipan. Sebaliknya, para partisipan memberikan persetujuannya untuk
berpartisipasi di dalam penelitian.
Pada akhir tahun 1970-an, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-
undangan untuk penelitian berbasis-kampus karena perlakuan yang tidak manusia
dalam pelaksanaan eksperimen (misalnya eksperimen medis bergaya Nazi, pengujian-
pengujian peledakan bom atom, dan eksperimen-eksperimen penyakit sipilis terhadap
orang-orang hitam Amerika). Peraturan perundang-undangan ini mengharuskan
lembaga-lembaga perguruan atau universitas mendirikan insititutional review board
(semacam badan pemberi izin penelitian) untuk mengkaji dan memberikan izin
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para mahasiswa dan dosen. Institutional
reveiw board adalah sebuah panitia yang terdiri dari para dosen yang berkewajiban
mengkaji dan memberikan persetujuan atas usul penelitian sehingga penelitian tersebut
bisa memproteksi hak-hak para partisipan penelitian. Pendirian badan ini
memperlihatkan salah satu contoh di mana penelitian yang dilakukan di kampus-
kampus perguruan tinggi atau universitas telah diatur (Howe & Dougherty, 1993).
Proses mendapatkan izin Badan Pemberi Izin
Badan pemberi izin penelitian melaksanakan petunjuk yang disusun oleh suatu instansi,
yang di Amerika Serikat disebut Federal Drug Admission atas dasar tiga butir prinsip
etika: penghormati terhadap orang (kesediaannya, hak privasinya, dan anonimitasnya),
kemanfaatan (menimbang manfaat penelitian versus resikonya terhadap individu-
individu), dan keadilan (dari sisi ikut berbapartisipasi dalam penelitian). Dengan
mematuhi petunjuk di atas, para peneliti menjamin bahwa para partisipan akan tetap
memiliki otonomi dan pertimbangan bagi diri mereka sendiri terkait dengan resiko yang
mereka tanggung demi tercapainya tujuan penelitian ( Howe & Dougherty, 1993).
Untuk mendapatkan izin dari Badan Pemberi Izin Penelitian di kampus, anda
diharuskan menyajikan keringkasan dari prosedur-prosedur penelitian anda dan
memberikan bukti bahwa prosedur penelitian anda tersebut akan memberikan proteksi
tertentu kepada para partisipan.
Proses yang persis dalam mendapatkan izin tersebut bervariasi dari kampus yang
satu ke kampus lainnya. Walaupun demikian, ada beberapa langkah dasar yang
dilakukan oleh para mahasiswa dan dosen untuk mendapatkan izin dimaksud.
Pemahaman akan proses ini akan membantu anda mengevaluasi etika berkenaan
dengan penerbitan hasil penelitian dan menentukan apakah anda melakukan langkah
demi langkah dalam penlitian anda secara etis.
1. Mulai dengan mengetahui proses tinjauan yang dilakukan oleh Badan Pemberi
Izin Penelitian di kampus. Identifikasi individu-individu yang bertanggung
jawab/berkewenangan mengkaji proyek tersebut, cari tahu tentang formulir-
formulir yang diperlukan untuk itu, dan fahami betul prosedur permintaan izin
secara meyeluruh. Badan pemberi izin boleh jadi memiliki brosur yang
mendeskripsikan proses tersebut.
2. Tentukan infomasi apa yang diperlukan oleh badan tersebut dari kegiatan
penelitian yang akan anda lakukan. Cakupan dan perhatian dari badan pemberi
izin akan terkait dengan dua faktor (yakni lihat petunjuk yang diberikan oleh
Universitas Nebraska di Lincoln, 1997). Pertama, tingkat resiko yang
berkemungkinan sksn fislsmi oleh para partisipan di dalam penelitian anda
(misalnya faktor-faktor yang terkait dengan psikologis, psikis, emosional,
legal,sosial, atau ekonomis). Apakah resiko ini lebih rendah dari batas minimal?
—resiko tak diketahui? Apakah berada pada batas minimal? – resiko-resiko
yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari? Apakah lebih tinggi dari batas
minimal? –resiko-resiko yang melebihi dari apa-apa yang ditemui dalam
kehidupan sehari-hari? Makin tinggi resikonya akan makin rinci deskripsi
proyek tersebut harus dibuat, dan akan makin teliti badan pemberi izin itu akan
mengkaji proyek kegiatan anda tersebut.
Faktor kedua yang berpengaruh terhadap cakupan tinjauan tersebut aalah
apakah anda meneliti sesuatu populasi yang sensitif yang memiliki resiko tinggi.
Populasi ini mencakup anak-anak yang berumur di bawah 19 tahun, yang
memerlukan persetujuan mereka atau persetujuan orang tua mereka untuk
berpartisipasi, parapartisipan yang secara mental tidak mampu, para korban
sesuatu peristiwa atau orang-orang dengan kelainan-kelainan neurologis,
wanita-wanita hamil, para tahanan, dan individu-individu yang menderita AIDS.
Termasuk juga dalam kategori ini adalah penelitian-penelitian yang terkait
dengan dokumen-dokumen rahasia dan/atau spesimen-spesimen patologis dan
pengujian HIV.
Apabila penelitian anda melibatkan populasi yang sensitif, proyek kegiatan
anda setidak-tidaknya memiliki resio minimal atau lebih tinggi resio meinimal
(sebagai lawan dari resiko tak diketahui) dan badan pemberi izin akan
mengkajinya lebih teliti. Karena kebanykan penelitian pendidikan melibatkan
anak-anak yang berumur di bawah 19 tahun, penelitian-penelitian seperti ini
akan memerlukan kajian/tinjauan yang ekstensif dari pihak badan pemberi izin.
3. Persiapkan formulir pemberian persetujuan yang akan ditanda tangani oleh
para partisipan sebelum mereka berpartisipasi di dalam penelitian. Dapatkan
persetujuan tertulis dari para partisipan sekalipun proyek kegiatan anda itu cuma
memberikan resiko minimal kepada mereka kecuali apabila pengembalian
angket atau instrumen dianggap sebagai persetujuan.
Persetujuan tertulis (an informed consent) adalah sebuah pernyataan yang
ditanda tangani oleh para partisipan sebelum mereka berpartisipasi dalam
penelitian. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa anda menjamin hak=hak
tertentu dar mereka , an bahwa apabila mereka menanda tangani formulir
pernyataan tersebut berarti mereka setuju untuk terlibat dalam penelitian dan
mengaku akan memproteksi hak-hak mereka.
Diagram 6.4 memperlihatkan formulir pernyataan tersebut yang
menyebutkan hak-hak para partisipan, termasuk hak mereka mereka untuk
menarik diri kapan saja dari kegiatan penelitian, kesukarelaan merka
berpartisi[asi dalam kegiatan tersebut, dan hak mereka untuk mengetahui tujuan
penelitian.
Ada baiknya anda juga menuliskan sampel dari formulir pernyataan
tersebut untuk digunakan dalam proyek penelitian anda. Dalam formulir
tersebut, masukkan aspek-aspek yang diidentifikasi di kolom kanan alam
Diagram 6.4 sehingga ia berisikan informasi esensial yang dipersyaratkan oleh
badan pemberi izin.
4. Serahkan deskripsi dari penelitian yang diusulkan pada badan pemberi izin.
Deskripsi ini termasuk tujuan dari penelitian, proses pengumpulan data, jaminan
untuk memproteksi para partisipan, dan contoh formulir ernhytaan kesediaan.
Setelah menyelesaikan langkah-langkah disebutkan di atas, badan pemberi
izin akan mengevaluasi proyek kegiatan anda dan meneentukan apakah anda
telah menjamin proteksi para partisipan. Apabila disetujui, anda bisa
melanjutkan kegiatan penelitian anda. Apabila ditolak, anda perlu datang
menemui badan pemberi izin tersebut atau perwakilannya untuk mengetahui
kenapa proyek anda ditolak dan apa yang harus anda ubah/perbaiki dari
deskripsi atau prosedur dari proyek anda itu agar dapat disetujui.
INFORMASI APA YANG AKAN ANDA KUMPULKAN?
Dengan pengidentifikasian partisipan dan prosedur permintaan izin menliti, selanjutnya
anda kembali pada bentuk-bentuk data spesifik yang akan membantu anda menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis. Langkah ini mencakup
pengidentifikasian variabel-variabe yang terandung dalam pertanyaan dan hiptesis
penelitian, nerumuskn defenisi dari variabel-variabel ini, dan menimbang-nimbang
informasi jenis apa yang akan membantu anda mengukur variabelvariabel ini, sebuah
proses yang secara garis besar diungkapkan pada Diagram 6.5 dengan menggunakan
contoh variabel self-efficacy.
Tentukan variabel-variabel dari pertanyaan dan hipotesis penelitian
Seperti dibicarakan dalam Bab 5, pertanyaan dan hipotesis penelitian mengandung
variabel-varabel. Untuk menentukan data apa yang perlu dikumpulkan, anda perlu
mengidentifikasi secara jelas variabel-variabel dalam penelitian anda. Ini mencakup
variabel independen, variabel dependen, dan variabel kontrol. Salah satu strategi yang
bermanfaat adalah membuat daftar variabel-variabel sehingga anda bisa menentukan
variabel-variabel apa yang terlibat dalam penelitian tersebut, seperti dibicarakan dalam
Bab 5.
Defenisikan masing-masing variabel secara operasional
Sebuah variabel bisa didefenisikan bermacam-macam, seperti defenisi kamus, akan
tetapi si peneliti menggunakan defenisi operasional. An operational definitition
(defenisi operasional) adalah spesifikasi bagaimana anda mendefenisikan dan
mengukur variabel dalam penelitian anda. Anda bisa menemukan defenisi-defensi
dalam penelitian-peneitian yang sudah dipulikasikan terkait dengan topik penelitian
anda. Kadang-kadang penelitian-penelitian yang sudah dipublikasikan memiliki
bahagian yang berjudul “Defenisi Istilah”. Atau anda mungkin bisa pula menemukan
defenisi-defenisi tersebut di dalam keringkasan penelitian seperti handbook atau
ensiklopedia (sudah dibicarakan dalam Bab 4). Dalam situasi tertentu, defenisi yang
jelas dan langsung dapat diterapkan serta cocok untuk penelitian anda tidak ditemukan,
dan anda perlu mengembangkan sendiri defenisi anda. Apabila ini terjadi, anda harus
menguji atau mendiskusikannya dengan teman sejawat mahasiswa atau dengan
individu-individu yang punya pengetahuan tentang topik dan variabel yang anda ingin
teliti sebelum digunakan dalam penelitian anda. Defenisi kamus boleh jadi digunakan
juga, akan tetapi ingat bahwa defenisi seperti ini sering merupakan defensi peristilahan
secara umum yang tidak diterapkan daam sebuah penelitian.
Perhatikan variabel kepemilikan senjata yang perlu didefenisikan oleh Maria
secara operasional. Tulis dua atau lebih defenisi yang mungkin untuk variabel ini,
seperti “seorang siswa yang tertangkap tangan membawa pisau ke sekolah”. Defenisi
apa lagi yang mungkin anda gunakan yang kiranya akan membantu Maria mengukur
sejauh mana para siswa memiliki senjata di sekolah? (Petunjuk: Coba bayangkan apa
yang terjadi ketika seorang guru atau pimpinan sekolah menemukan siswa dengan
senjata).
Pilih tipe data dan pengukurannya
Dengan defenisi operasional untuk variabel-variabel anda, anda perlu menhidentifikasi
tipe data yang akan bisa mengukur variabel-variabel anda. Para peneliti mengumpukan
data dengan menggunakan instrumen. An instrumen adalah sebuah alat untuk
mengukur, mengobservasi, atau mendokumentasikan data-data kuantitatif. Instrumen
harus sudah diidentifikasi sebelum data dikumpulkan, instrumen tersebut bisa berupa
tes, angket, halaman perhitungan, log, checklist observasi, inventori, atau istrumen
penilaian. Para penliti menggunakan instrumen-instrumen ini untuk mengukur prestasi,
menilai kemampuan individu, mengamati tingkah laku, mengembangkan profil
psikologis seseorang, atau mewawancarai seseorang. Dalam penelitian kuantitatif,
empat jenis informasi dikumpulkan, seperti diperlihatkan oleh Tabel 6.2. Defenisi dan
contohnya dalam tabel ini diharapkan bisa membantu anda menerapkan pemahaman
anda tentang berbagai bentuk pengukuran kuantitatif.
Pengukuran kinerja
Anda kumpulkan performance measure (pengukuran kinerja) untuk menilai
kemampuan seorang individu dalam mengerjakan tes prestasi, tes minat, tes
kepribadian. Para partisipab mengerjakan tes-tes yang mengukur prestasi mereka
(seperti Tes kemampuan Dasar dari IOWA, tes intelijen (Wechsler), atau apptitude test
(misalnya Stanford-Binet). Tambahan lagi, anda bisa mengumpulkan data yang
mengukur career interest (minat karir) seseorang atau menilai sifat-sifat
kepribadiannya. Ukuran-ukuran ini semuanya bisa diperoleh melalui instrumen-
instrumen yang dilaporkan di dalam kepustakaan. Melalui laporan-laporan penelitian
terdahulu, para peneliti telah mengembangkan “nrma-norma” untuk tes-tes ini
(melakukan pengujian dengan sejumlah individu, mengambil rata-rata skornhya,
melihat perbedaan-perbedaan dari skor tersebut) sehingga mereka bisa membandingkan
skor-skor individu dengan skor orang-orang lain yang telah mengambil tes yang sama.
Walaupun demikian, salah satu kelemahan dari data-data tes kinerja ini adalah bahwa
ia tidak mengukur sikap-sikap individu, dan data-data kinerja bisa jadi akan menjadi
mahal, memakan wakt lama untuk mengumpulkannya, dan berpotensi bias terhadap
sesuatu kelompok budaya tertentu.
Pengukuran Sikap
Disamping ini, anda bisa mengukur sikap-sikap individu, yang merupakan data-data
kuantitatif yang populer di dalam penelitian survai, korelasional, dan eksperimen. Para
peneliti menggunakan attitudinal measures (pengukuran sikap) apabila mereka ingin
mengukur perasaan terhadap topik-topik kependidikan (seperti menilai sikap-sikap
positif atau negatif terhadap terhadap pilihan sekolah apabila calon-calon siswa diberi
kebbasan ntuk memilih). Untuk mengembangkan ukuran-ukuran terhadap sikap ini,
para peneliti sering merumuskan pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri atau mereka
menemukan sebuah instrumen untuk digunakan yang diharapkan akan mengjur sikap.
Apapun pendekatannya, ukuran-ukuran ini perlu dijaga agar tidak mengandung
pertanyaan-pertanyaan yang bias (misalnya tidak seperti “Apakah para siswa harus
membawa senjata ke sekolah?”. Sebaliknya bertanyalah seperti, “Bagaimana perasaan
anda apabila para siswa membawa senjata ke sekolah?” dan mendorong partisipan
untuk menjasab pertanyaan-pertanyaan secara jujur. Salah satu kelemahan dari ukuran-
ukuran terhadap sikap ini adalah bahwa ia tidak memberikan bukti langsung dari peri
laku spesifik (misalnya, apakah para siswa benar-benar membawa senjata ke sekolah).
Mari kita kaji sebuah intrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpukan
informati tentang sukap. Perhatikan beberapa contoh pertanyaan pertama (dari
sebanyak 74 butir pertanyaan dalam instrumen tersebut) tentang “Students’ Adaptation
to College Questionnaire” (Angket tentang Adaptasi Mahasiswa terhadap Kampus)
yang tersedia secara komersial dari Western Psychological Services (baker & Siryk,
1989) pada Diagram 6.6. Angket tersebut mulai dengan butir-butir pertanyaan
berkenaan dengan informasi pribadi (misalnya tentang jenis kelamin, tanggal lahir,
posisi akadmik saat ini, dan latar belakang etnik dan kemudian butir-butir yang
menanyakan kepada para mahasiswa tentang sikap mereka berkenaan dengan adaptasi
terhadap kampus dengan menggunakan jawaban yang berskala 9 mulai dari “sangat
mengena dengan diri saya” sampai pada “tidak mengena sama sekali dengan diri
saya”. Secara keseluruhan, butir-butir pertanyaan tersebut difokuskan pada kualitas
penyesuaian mahasiswa pada lingkungan kampus (misalnya apakah mahasiswa benar-
benar sesuai, atau puas dengan kehidupan sosial di kampus). Untuk menganalisis butir-
butir pertanyaan ini, si peneliti mengelompokkan butir-butir pertanyaan tersebut atas
empat skala (disebut sub-skala). Penyesuaian secara akademik (24 butir pertanyaan),
penyesuaian secara sosial (20 butir pertanyaan), penyesuaian secara emosional (15 butir
pertanyaan), dan penyesuaian terhadap Goal Committmen-Institutional Arrachment (15
butir pertnyaan). Kemudian si analis menjumlahkan skor terhadap btir-butir pertanyaan
pada masing-maasing skala (lihat bab 7 tentang “penjumlahan skor”) untuk
mengidentifikasi skor masing-masing individu pada setiap skalanya. Dahmus,
Bernardin, dan Bernardin (1992) memberikan tinjauan tentang prosedur dan latar
belakang berkenaan dengan angket ini.
Pengamatan Perilaku
Untuk mengumpulkan data-data tentang perilaku-perilaku khusus, anda bisa melakukan
pengamatan terhadap tingkah laku dan merekam skornya pada lembar cheklist atau
penskoran. Behavioral observasions (pengamatan perilaku) dilakukan dengan jalan
mensleksi instrumen (atau menggunakan protokol perilaku) yang atas dasar itu dilakukan
perekaman sebuah tingkh laku, mengamati para individu atas dasar tingkah laku itu, dan
mengecek nilainya pada sebuah skala yang mencerminkan tingkah laku tersebut (cheklist
tingkah laku). Keuntungan dari bentuk data ini adalah abhwa anda bisa mengidentifikasi
tingkah laku aktual seseorang individu tidak sekedar merekam pandangan atau persepinya.
Walaupun demikian, tingkah laku boleh jadi sukar dinilai, dan mengumpulkan skor untuk itu
merupakan suatu bentuk pengumpulan data yang memakan waktu. Disamping itu, apabila
lebih dari seorang pengamat mengupulkan data di dalam sebuah penelitian, anda perlu
melatih para pengamat untuk dapat melakukan prosedur yang konsisten dn secara periodik
mengecek apakah para pengamat menerapkan penskoring secara konsisten.
Sebuah contoh dari cheklist perilaku ini adalah “Measurement of Inappropriate and
Disruptive Interactions (MIDI) yang dikembangkan dan digunakkan dalam proyek “Saber-
Tooth Project”, yang mengkaji perbahan-perubahan kurikulum pendidikan jasmani pada
sebuah sekolah menengah dan dua buha sekolah pembanding (Ward, 1999) sebagaimana
terlihat dalam Diagram 6.7. Para peneliti menggunakan checklist ini dalam sebuah penelitian
berkenaan dengan empat buah kelas di mana para guru memberikan unit pembelajaran
tentang lacrosse pada siswa kelas delapan (Ward et al., 1999). Selama pembelajaran unit ini,
para peneliti mengamati para siswa dan memberikan skor terhadap tingkah laku mereka
dengan menggunakan lembaran penilaian MIDI ini pada masing-masinbg kelas seperti
terlihat dalam Diagram 6.7.
Legenda (kterangan) dari lembaran penilaian ini, yang terdapat di bahagian bawah,
menyebutkan kode-kode yang digunakan oleh para pengamat untuk merekam pada masing-
masing sel. Kode-kode ini merupakan huruf pertama dari kata-kata yang digunakan untuk
mendeskripsikan konteks atau fokus dari pelajaran yang di dalamnya tingkah laku tertentu
terjadi (misalnya, permainan, praktek, kognitif, pengejaran, atau manajemen/lain-lainnya).
Para pengamat juga mencatat tingkah-tingkah laku yang tidak tepat selama selama peristiwa
utama yang melibatkan paling banyak siswa selama sesuatu interval (misanya,
berbicara,/ribut, tidak aktf, sedang tidak ada tugas, non-compliance, verbal offense).
Akhirnya, para pengamat mencatat siapa yang terlibat dalam tingkah laku yang disruptive
(seperti di dalam keseluruhan kelas, kelompok kecil, individual) untuk menilai seserius apa
tingkah laku yang salah itu. Angka-angka pada bahagian atas pada masing-masing kolom di
lembar penilaian tersebut melambangkan para siswa (misalnya, 1, 2, 3 dan seterusnya sampai
115. Data-data dikumpulkan pada situs dengan menggunakan lembaran penilaian sebagai
nstrumen, dan tiga orang pengamat pada kelas-kelas itu mencatat hasil pengamatan mereka
(diidentifikasi dari nomer kolom) pada sebuah interval pemgamatan dengan durasi 6 menit).
Para peneliti melatih para engamat ini dalam prosedur penskoring sehingga mereka
masing-masing menskor tingkah itu secara konsisten. Perekaman audiotape akan menuntun
para pengamat kapan mereka menandai pengamatan mereka di dalam lembaran checklist
mereka. Contoh, dalam data-data fiktif seperti terlihat pada Diagram 6.7 untuk iswa 1,
pengamat merekam pada row (garis datar):
Konteks = Game (G)
Inappripriate behavior = Inactive (I)
Extent of behavior = Indvidual/s (kurang drai 3 orang siswa) (I)
Setelah merka skor untuk semua siswa, pengamat menganalisis perbedaan-perbedaan
diantara para siswa dalam hal disruptive behaviors
Informasi Faktual
Data-data numerik kuantitatif juga tersedia pada dokumen-dokumen pendidikan secara
publik. Factual information (informasi faktal) dan dokumen-dokumen pribadi terdiri dari
data-data numerik dan individual yang tersedia pada dokumen-dokumen publik. Contoh dari
jenis data ini mencakup angka-angka rapor, dokumen-dokumen absensi sekolah data-data
demografis siswa, dan informasi sensus. Sepanjang dokumen-dokumen ini tersedia dalam
domain publik, para peneliti bisa mengakses dn menggunakannya. Beberapa dokumen seperti
informasi tentang kesehatan para siswa tak bisa dengan mudah diakses oleh para peneliti
karena undang-undang memproteksi privasi para individu. Para peneliti juga perlu mengkaji
dokumen-dokumen publik secara cermat untuk menenukan apakah dokumen-dokumen
tersebut berisikan data-data akurat. Ketersediaan dokumen-dokumen publik tidak berarti
bahwa para peneliti telah mengumpulkan data-data secara cermat dengan salah satu matanya
diarahkan pada akurasi.
Pengumpulan Data Elektronis Berbasis Web
Dengan penggunaan web site dan internet, pengumpulan data-data elektrnis dalam penelitian
kuantitatif menjadi populer. Dewasa ini, penggunaan web site dan internet dalam
pengumpulan data terdiri dari melaksanakan survai (Solomon, 2001), mengumpulkan data-
data wawancara (Persichitte, Young, & Tharp, 1997), atau menggunakan data-base yang
tersedia untuk dianalisis (misalnya, Texas Lotto, US. Census Bureau, Louis Harris Pool;
Pachnowski, Newman, & Jurczyk, 1997). Penerapannya terhadap survai bisa jadi terdiri dari
melakukan scanning secara optik terhadap instrumen dan kemudian menempatkannya di web
site agar para partisipan mengisinya. Bentuk lainnya adalah computer-assisted self-
interviewing (mewawancarai diri sendiri yang dibantu oleh komputer)(Babbie, 1998). Dalam
pendekatan ini, si partisipan di dalam penelitian ini mencantolkan komputer ke internet,
mengunduh angket dari internet, mengisi angket tersebut, dan mengirimkan kembali angket
yang sudah diisi tersebut kepada si peneliti. Pendekatan-pendekatan lain dengan
menggunakan angket elektronis ini mencakup pengenalan suara dengan menggunakan
telefon keypad, dan angket yang dikerjakan sendiri dengan bantuan komputer (Babbie, 1998).
Pengumpulan data elektronis merupakan sebuah bentuk pengumpulan data yang mudah dan
cepat. Walaupun demikian, pnggunaan internet boleh saja terbatas karena (a) pembatasan-
pembatasan yang melibatkan listservs dan mendapatkan alamat e-mail, (b) keterbatasan
teknologi itu sendiri, (c) tak adanya daftar populasi, dan (d) keterwakilan data-data sampel
yang masih harus dipertanyakan (Mertler, 2001). Tidak semua partisipanmemiliki akses
terhadap komputer dan merasa nyaman menggunakan internet.
Bagaimana Menentkan Tipe mana yang akan Dipilih
Diperhadapkan pada berbagai pilihan daalam pengumpulan data, yang mana yang akan
digunakan? Untuk memilih sumber-sumber data, ajukanlah pertanyaan-pertanyaan berikut:
Apa yang ingin saya pelajari tentang para partisipan yang tercermin dari
pertanyaan-pertanyaan penelitian dan hipotesis saya? Apabila andan berkeinginan
mempelajari tingkah laku para orang tua secara individual pada pertemuan para siswa
- orang tua, maka anda bisa menggunakan checklist tingkah laku dan merekam hasil
pengamatan anda. Apaibla anda berkeinginan mengukur sikap para guru terhadap isu-
isu berkenaan dengan perserikatan (guru), pertanyaan-pertanyaan di seputar sikap atau
instrumen sikap merupakan keharusan.
Informasi apa yang secara ralistik anda ingin kumpulkan? Beberapa tipe data bleh
jadi tidak bisa dikumpulkan dalam sebuah penelitian karena para individu tidak
bersedia memberikannnya. Contoh, data-data yang persis tentang frekuensi substance
abuse di sekolah-sekolah menengah bisa jadi sukar dikumpulkan; mengidentifikasi
jumlah student suspensions,for substance abuse jauh lebih realistik.
Bagaimana kelebihan-kelebihan sesuatu bentuk pengumpulan data dibandingkan
dengan kelemahan-kelemahannya?. Dalam pembicara kita tentang masing-masing
sumber data, kita telah berbicara tentang situasi yang ideal dalam pengumpulan data.
Dengan memperhatikan kemudahan dan kesukaran dalam pengumpulan data,
terhadap masing-masing tipe perlu dilakukan penilaian.
Apa saran anda terhadap Mara dalam pengumpulan data-data penelitiannya? Asumsikan
bahwa ia sekarang ingin menjawab pertanyaan penelitian kuantitatif yang bersifat umum
“Kenapa para siswa membawa senjata ke sekolah?” dan anak-anak pertanyaan brikut:
a. “Betapa sering para siswa merasa senjata harus dibawa ke sekolah”
b. “Apa-apa saja sikap umum yang dipegang oleh para siswa sekolah menengah
terhadap kepemilikan senjata di sekolah?”
c. “Apakah partisipasi dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di sekolah
berpengaruh terhadap sikap para siswa berkenaan dengan kepemilikan senjata?”
d. “Apakah suspension (hukuman dikeluarkannya dari sekolah) karena kepemilikan
senjata meningkat jumlahnya?”
Sebelum melihat pada jawaban yang diberikan, sebutkan tipe informasi yang
beremungkinan harus dikumpulkan oleh Maria untuk menjawab anak-anak
pertanyaan mulai dari (a) sampai (d).
Untuk nejawab ketiga anak-anak pertanyaan ini, Maria pertama-tama perlu
mencri atau mengembangkan sendiri sebuah angket yang akan dikirimkan pada
sampel siswa sekolah menengah di sebuah kawasan. Pengumpulan datanya terutama
akan terdiri dari data-data tentang sikap. Angket ini akan mengukur sikap para siswa
terhadap frekuensi kepemilikan senjata (pertanyaan a); menilai sikap siswa terhadap
kepemilikan senjata (pertanyaan b); dan mengumpulkan data-data faktual tentang
para siswa (pertanyaan c), seperti umur, tingkat pendidikan, ras, jender, partisipasi
dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler. Untuk menjawa pertanyaan (d), ia akan
menghubungi pejabat-pejabat sekolah pada beberapa sekolah dan bertanya apakah ia
bisa mendapatkan laporan-laporan tentang suspension (hukuman dikeluarkan dari
sekolah) – dokumen sekolah yang berisilkan laporan-laporan kuanttatif. Singkatnya,
ia akan mengumpulkan data-data tentang sikap data=data faktual/
INSTRUMEN APA YANG AKAN ANDA GUNAKAN UNTUK MENGUMULKAN DATA?
Coba bayangkan anda akan mengumpulkan data-data berkaitan dengan kinerja, sikap
atau pengamatan. Bentuk-bntuk pengumpulan data ini akan meliatkan penggunaan
instrumen. Instrumn apa yang akan anda gunakan untuk mengumpulkan data-data
anada? Apakah anda menemukan satu instrumen yang akan digunakan atau apakah
anda harus mengembangkannya sendiri? Apabila anda mencari sebuah instrumen
untuk digunakan, bagaiaman anda mencarinya? Sekali anda menemukan instrumen
tersebut, kriteria apa yang anda gunakan untuk menentukan apakah instrumen itu
bagus?
Mencari atau mengembangkan sebuah Instrumen
Ada tiga pilihan untuk mendapatkan sebuah instrumen yang akan digunakan. Anda
bisa mengembangkannya sendiri, mencari sebuah instrumen dan kemudan
memodifikasinya, atau mencarinya dan menggunakannya langsung secara
keseluruhan. Dari pilihan-pilihan ini, mencari sebuah intsrumen untuk digunakan
(apakah dengan memodifikasinya atau menggunakannya seperti aslinya) merupakan
cara atau pendekatan yang paling mudah. Akan jauh lebih sulit mengembangkannya
sebuah instrumen ketimbang menemukan satu instrumen kemudian memodifikasinya
untuk penelitian kita. Modifying an instrument (memodifikasi sebuah instrumen)
berarti mencari sebuah instrumen yang sudah ada, minta izin untuk mengubahnya, dan
membuat perubahan di sana sini untuk menyesuaikan dengan kebutuhan kita.
Biasanya, penulis dari instrumen asli akan minta versi yang sudah anda modifikasi
dan hasil dari penelitian anda sebagai imbalan dari penggunaan instrumen itu oleh
anda.
Instrumen yang akan anda gunakan untuk mengukur variabel-variabel
penelitian anda boleh jadi tidak ditemukan dalam literatur ataupun secara komersial.
Apabila ini terjadi, anda harus mengembangkan sendiri instrumen anda, yang
merupakan sebuah proses panjang dan arduous. Pengembangan sebuah instrumen
terdiri dari beberapa langkah, seperti mengidentifikasi tujuan dari instrumen tersebut,
mengkaji kepustakaan yang ada, menuliskan pertanyaan-pertanyaan, menguji coba
pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada individu-individu yang kira-kira sama
karakteristiknya dengan individu-individu yang ingin diteliti. Empat fase
pengembangan, seperti disarankan oleh Benson dan Clark (1983) dan diperlihatkan
dalam Diagram 6.8, mengilustrasikan langkah-langkah perencanaan,
pengkonstruksian, pengevaluasian, dan pengecekan untuk melihat apakah pertanyaan-
pertanyaan tersebut efektif ((memvalidasi instrumen). Dalam proses ini. Langkah
dasarnya terdiri dari kajian kepustakaan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan umum
kepada kelompok sasaran, mengembangkan pertanyaan-pertanyaan untuk
mendapatkan setumpuk butir-butir pertanyaan, dan uji coba butir-butir pertanyaan
tersebut. Prosedur-prosedur statistik guna menghitung reliabilitas dan analisis butir
tersedia dalam bentu perangkat lunak (program) komputer dan akan dibicrakan secara
rinci pada bab 7.
Pencarian Instrumen
Apabila anda memtuskan untuk menggunakan instrumen yang sudah ada, penerbit
atau penulis akan minta fee (bayaran) kepada anda untuk penggunaan instrumen
dimaksud. Menemukan sebuah instrumen yang baik yang akan mengukur variabel-
variabel independen, dependen, dan kontrol tidaklah mudah. Nyatanya, anda boleh
jadi perlu merakit sebuah instrumen baru yang berasal dari bahagian-bahagian dari
instrumen yang sudah ada. Apakah anda ncari sebuah instrumen atau beberapa
instrumen untuk anda gunakan, beberapa strategi mungkin bisa membantu pencarian
anda:
Cari di dalam artikel-artikel jurnal yang dipublikaskan.Sering penulis
artikel-artikel jurnal melaporkan dan memberikan beberapa contoh butir
pertanyaan sehingga anda b isa melihat materi dasar yang dicantumkan di
dalam instrumen tersebut. Teliti referensi-referensi yang dicantumkan dalam
artikel-artikel jurnal yang dipublikasikan yang mengutip instrumen-
instrumen tertentu dan mengontak para penulisnya untuk mendapatkan
inspection copy (contoh). Sebelum anda menggunakan instrumen tersebut,
minta izin dari penulisnya. Dengean keterbatasan halaman di dalam jurnal,
para pengarang mencantumkan hanya beberapa contoh dari butir-butir
instrumennya atau beberapa bahagian dari instrumennya.
Lakukan pencarian dengan menggunakan ERIC data base. Gunakan istilah
instruments dan topik dari penelitian anda untuk mencari sebuah instrumen
dengan menggunakan sistem ERIC. Gunakan proses pencaharan on-line
melalui ERIC data base (lihat bab 4). Gunakan prosedur pencaharan yang
sama untuk mencari abstrak dari artikel-artikel di mana para penulis
menyebutkan instrumen-instrumen yang mereka gunakan dalam artikel
mereka.
Cermati petunjuk-petunjuk berkenaan dengan tes dan instrumen yang
tersedia secara komersial. Cermati the Mental Measurement Yearbook
(MMY; Impara & Plake, 1999) atau Test in Print (TIP; Murphy, Impara, &
Plake, 1999), yang kedua-duanya tersedia melalui Buros Institute of Mental
Measurements (www.unl.edu/buros/). Lebih dari 400 perusahaan komersial
mengembangkan instrumen yang tersedia secara komersial bagi individu dan
lembaga. Diterbitan semenjak tahun 1938, buku-buku pentunjuk ini
berisikan informasi yang lengkap tentang tes dan pengukuran yang tersedia
bagi penggunaan penelitian pendidikan. Anda bisa mencari tinjauan dan
deskripsinya dalam tes-tes yang dipublikasikan secara komersial dalam
bahasa Inggeris dalam MMY, yang tersedia dalam bentuk CD-ROM data
bases di banyak perpustakaan akademik.
Kriteria untuk Memilih Instrumen yang Baik
Sekali anda enemukan sebuah instrumen, beberapa kriteria bisa digunakan untuk
menilai apakah instrumen tersebut merupakan instrumen yang baik untuk anda
gunakan. Tanyakalah kepada diri anda sendiri:
Apakah instrumen terebut baru saja dikembangkan oleh penulisnya, dan bisakah
anda mendapatkan versi yang terbaru? Dengan peatnya perkembangan ilmu dalam
penelitian pendidikan, instrumen-instrumen yang berumur lebih dari 5 tahun boleh
jadi sudah ketinggalan (outdated). Untuk tetap terkini, para penulis biasanya
mengupdate instrumen mereka secara periodik, dan anda perlu menemukan versi
yang paling terkini.
Apakah instrumen tersebut dikutip secara luas oleh penulis-penulis lain?
Penggunaannya oleh pafra peneliti lain akan memberikan indikasi tentang
endorsement-nya oleh orang-orang lain. Penggunaannya oleh para peneliti lain
akan memberikan bukti tentang apakah pertanyaan-pertanyaan dalam instrumen
tersebut memberikan ukuran-ukuran yang baik dan konsisten.
Apakah terdapat tinjauan terhadap instrumen tersebut? Cari tinjauan tentang
instrumen yang sudah dipublikasikan di dalam MMY atau di dalam jurnal seperti
Measurement and Evaluation in Counseling and Development. Apabila tinjauan
tersebut ada, ini berarti bahwa penelii-peneliti lain telah memperlakukan instrumen
tersebut secara serius dan berupaya mendokumentasikan manfaatnya.
Aakah terdapat informasi tentang reliabilitas dan validitas dari skor di masa lalu
tentang instrumen dmaksud?
Apakah prosedur merekam data-data sesuai dengan
pertanyaan-pertanyaan/hipotesis di dalam penelitian anda?
Apakah instrumen tersebut berisikan skala-skala pengukuran yang terterima?
Karena pentingnya tiga kriteria terakhir ---reliabilitas dan validitas, perekaman
informasi, dan skala pengukuran --- pembicaraan akan diarahkan pada penelusuran
tentang hal ini secara lebih mendalam.
Apakah skor pada penggunaan instrumen sebelumnya reliabel dan valid ?
Anda tentu mau memilih instrumen yang melaporkn skor-skor individu yang
reliabel dan valid. Reliability (reliabilitas) bermakna skor-skor dari sebuah instrumen
stabil dan konsisten adanya. Skor-skor tersebut hampir-hampir sama ketika para
peneliti menggunakan instrumen itu berkali-kali pada waktu yang berbeda. Juga, skor-
skor tersebut harus juga konsisten. Apabila seseorang menjawab pertanyaan-pertanyaan
tertentu dengan sesuatu cara tertentu, orang yang sama seharusnya akan menjawab
dengan cara yang hampir sama pula pertanyaan-pertanyaan lain yang terkait. Walaupun
demikian, validity (vaiditas) bermakna bahwa skor-skor individu dari sebuah instrumen
masuk akal, memiliki arti/makna, dan memungkinkan anda, sebagai seorang peneliti,
untuk mengambil suatu kesimpulan (generalisasi) yang baik dari sampel yang anda
langsung teliti terhadap populasi. Defenisi ini konsisten dengan Standards for
Educational and Psychological Testing yang dirumuskan bersama-sama oleh AERA,
APA, dan the National Council on Measurement in Education (1999).
Reliabilitas dan validitas terpadu satu sama lain dengan cara-cara kompleks.
Kedua istilah ini kadang-kadang tumpang tindih dan pada waktu yang lain keduanya
mutually exclusive (tidak bisa dipersamakan). Validitas bisa dipandang sebagai istilah
yang lebih luas dan lebih mencakup apabila anda ingin menilai pilihan terhadap sebuah
instrumen. Reliabilitas biasanya lebih mudah difahami karena ia merupakan ukuran
dari konsistensi. Untuk bisa memahami kedua konsep ini secara utuh, perlu hubungan
keduanya dipisah. Apabila skor-skor tidak reliabel, skor-skor itupun tidak valid; skor-
skor perlu stabil dan konsisten terlebih dahulu sebelum skor-skor tersebut memiliki
makna. Tambahan lagi, makin reliable satu set skor dari sebuah instrumen, akan makin
validlah skor itu jadinya (walaupun demikian, skor-skor itu bisa saja tidak mengukur
konstruk tertentu dan boleh jadi tetap tidak vaid). Situasi yang ideal adalah apabila
skor-skor itu tudak hanya reiabel tapi juga vaild. Dari kedua konsep tersebut, reiabilitas
dan validitas, reliabilitas lebih mudah difahami dan akan kita mulai dengan
mengidentifikasi bentuk pengujian stabilitas dan konsistensi. Sebagai tambahan, makin
reliabel skor-skor dari sebuah instrumen, akan makin valid skor-skor tersebut. Sor-skor
pelu stabl dan konsisten sebelum skor-skor itu memiliki makna. Dengan cara begini,
validitas merupakan istilah yang lebih luas dan lebih mencakup apabila anda menilai
pilihan terhadap sebuah instrumen.
Reliabilitas. Tujuan dari penelitian yang baik adalah untuk mendapatkan pengukuran
atau observasi yang reliabel. Beberapa faktor bisa menghasilkan data-data yang tidak
reliabel, termasuk apabila:
Pertanyaan-pertanyaan atau instrumen-instrumennya bermakna ganda atau tidak jelas
Prosedur pelaksanaan tes bervariasi dan tidak baku
Para partisipan lelah, gugup, salah faham terhadap pertanyaan-pertanyaan, atau menerka-nerka ketika menjawab pertanyaan(Rudner, 1993)
Para peneliti bisa menggunakan salah satu atau lebih prosedur dari lima prosedur yang
ada dalam menentukan reliabilitas sebuah instrumen, seperti diperlihatkan oleh Tabel
6.3. Anda bisa membedakan prosedur-prosedur ini dari jumlah instrumen itu
digunakan, jumlah versi dari instrumen yang digunakan oleh para peneliti, dan jumlah
individu yang melakukan penilaian terhadap informasi.
Prosedur test-retest reliability mengkaji sejauh mana skor dari satu sampel stabil
atas dasar perbedaan waktu antara satu pelaksanaan ke pelaksanaan tes yang lain.
Untuk menentukan bentuk reliabilitas seperti ini, si peneliti melaksanakan tes pada dua
waktu yang berbeda kepada para partisipan yang sama dengan interval waktu yang
memadai. Apabila skor-skornya reliable, maka skor-skor tersebut berhubungan (atau
berkorelasi) secara positif dengan tingkat yang lumayan tinggi, misalnya 0.6 (lihat tes
statistik korelasi pada bab 7, “Memilih Program Statistik”). Pendekatan ini memiliki
kelebihan yakni ia mengharuskan adanya instrumen yang sama (satu); walaupun
demikian, skor-skor individu pada pelaksanaan tes pertama bisa jadi berpengaruh
terhadap skor-skor yang diperoleh pada pelaksanaan tes yang kedua. Perhatikan contoh
berikut:
Seorang peneliti mengukur sebuah karakteristik yang stabil, misalnya kreativitas, untuk murid kelas enam SD pada awal tahun pelajaran. Diukur kembali pada akhir tahun, si peneliti mengasumsikan bahwa skor-skor akan stabil selama siswa duduk di kelas enam. Apabila skor-skor pada awal dan pada ahir tahun berhubungan, ada bukti bagi test-retest reliability.
Pendekatan yang lain adalah alternative forms reliability. Ini mencakup
penggunaan dua buah instrumen, dua-duanya mengukur variabel yang sama dan
mengaitkan (mengkorelasikan) skor-skor untuk satu kelompok individu yang sama
sebagai hasil dari kedua buah instrumen. Dalam praktek, kedua instrumen itu hars
sama, misalnya isinya sama, tingkat kesukaran sama, dan tipe skalanya sama. Dengan
demikian, butir-butr pada kedua instrumen itu mewakili populasi butir yang sama.
Kelebihannya, pendekatan ini memungkinkan kita melihat apakah skor-skor yang
diperoleh dari satu instrumen ekivalen dengan skor-skor yang diperoleh dari instrumen
yang lain, karena kedua instrumen itu dirancang untuk mengukur variabel yang sama.
Tentu saja kesukarannya terletak pada apakah kedua instrumen itu benar-benar sama.
Apabila kita asumsikan “ya”, para peneliti mengaitkan atau mengkorelasikan butir-butir
dari satu instrumen dengan instrumen yang ekivalen tersebut. Cermati contoh beriut:
Sebuah instrumen dengan butir-butir perbendaharaan kata-kata sebanyak 45 buah menghasilkan skor-skor untuk siswa kelas satu SD. Peneliti membandingkan skor-skor ini dengan skor-skor dari instrumen yang lain yang juga mengukur satu set butir perbendaharaan kata-kata yang sama yang juga berjumlah 45 buah. Kedua buah instrumen berisikan butir-butir yang tingkat kesulitannya kira-kira sama. Apabila si peneliti menemukan bahwa butir-butir tersebut berhubungan atau berkorelasi secara positif, kita percaya bahwa skor-skor dari instrumen pertama memiliki akurasi atau reiabilitas.
Bentuk alternatif dan test-retest reliablity merupakan sebuah variasi dari dua jenis
reliabilitas yang dibicarakan sebelumnya. Dalam pendekatan ini, si peneliti melakukan
pengujian dua kali dan menggunakan sebuah bentuk alternatif dari tes yan berbeda
antara pelaksanaan tes pertama dan pelaksanaan tes kedua. Tipe relaibilitas ini memiliki
kelebihan tidak hanya meguji stabilitas skor antar waktu tapi juga memiliki ekivalensi
butir-butir dari populasi butir yang potensial. Pendekatan ini juga memiliki semua
kelemahan yang dimiliki oleh relaibilitas tipe test-retest dan reiabilitas tipe alternate
forms. Skor-skor bisa saja memperlihatkan perbedaan-perbedaan dalam hal isi (materi)
atau dalam tingkat kesulitas atau dalam perubahan antara waktu. Perhatikan contoh
berikut:
Si peneliti melakukan pengujian dengan menggunakan tes perbendaharaan kata-kata yang berjumlah 45 butir kepda siswa kelas satu SD dua kali pada waktu yang berbeda, dan tes yang digunakan itu merupakan tes yang ekivalen dalam hal isi dan tingkat kesulitan. Si peneliti mengkorelasikan skor-skor yang diperoleh dari kedua pengujian tersebut dan menemukan bahwa skor-skor tersebut berkorelasi secara psoitif dan tinggi. Skor-skor yang diperoleh pada pengujian pertama (dengan menggunakan instrumen pertama) dikatakan reliabel
Interrater reliability (reliabilitas antar penilai) adalah sebuah prosedur yang
digunakan ketika melakukan observasi terhadap tingkah laku. Ini mencakup observasi
yang dilakukan oleh dua atau lebih individu terhadap tingkah laku seseorang atau
beberapa orang individu. Si pengamat merekam hasil pengamatan mereka tehadap
tingkah laku tersebut dan kemudian membandingkan apakah skor-skor yang diperoleh
sama atau berbeda. Karena metoda ini memperoleh skor pengamatan dari dua atau lebih
individu, ia memiliki kelebihan berupa meniadakan bias yang berkemungkinan dibawa
seseorang individu kedalam proses penskoring. Iapun memiliki kelemahan berupa
keharusan bagi si peneliti untuk melatih pengamat (rater) dan mengharuskan si
pengamat menegosiasikan hasil pengamatannya dan mengkompromiskan perbedaan-
perbedaan yang terdapat dalam hasil pengamatan mereka, sesuatu yang
berkemungkinan tidak mudah dilakukan. Berikut adalah contohnya:
Dua orang pengamat melakukan pengamatan terhadap anak -anak pra-sekolah yang sedang bermain pada suatu taman (pusat) kegiatan anak-anak. Mereka mengamati spatial skills dari anak-anak tersebut dan merekam hasil pengamatan mereka pada sebuah checklist berkali-kali ketika masing-masing anak membangun sesuatu di pusat kegiatan dimaksud. Setelah pengamatan itu, para pengamat membandingkan checklist mereka untuk menentukan tingkat kesamaan skor-skor yang mereka peroleh selama pengamatan tersebut. Dengan asumsi bahwa skor-skor mereka itu mirip, mereka kemudian mengambil rata-rata skor dan menyimpulkan bahwa penilaian mereka memperlihatkan interrater reliability (reliabilitas antar penilai).
Skor-skor dari sebuah instrumen dikatakan reliabel dan akurat apabila skor-skor
secara individual memiliki internal konsistensi (internally consistent) antar butir di
dalam instrumen tersebut. Apabila seseorang menjawab butir-butir dalam sesuatu
instrumen pda awal instrumen itu dengan cara tertentu (misalnya berpandangan positif
terhadap efek negatif dari tembakau), ia harus menjawab butir-butir pertanyaan dalam
instrumen itu selanjutnya dengan cara yang sama (berpandangan positif terhadap efek-
efek tembakau terhadap kesehatan).
Konsistensi dari jawaban dapat diuji dengan beberapa cara. Salah satu cara adalah
membelah dua tes tersebut dan mengaitkan atau mengkrelasikan butir-butir tes tersebut.
Tes ini disebut Kuder-Richardson split half test (KR-20, KR-21) and digunakan
apabila (a) butir-butir dalam instrumen itu diberi skor atas dasar jawaban “benar-salah”
sebagai skor kategorikal, (b) jawaban tidak terpengaruh oleh kecepatan, dan (c) butir-
butir mengukur faktor yang sama. Karena tes “belah-dua” mengandalkan informasi dari
hanya sebelah saja dari instrumen, sebuah modifikasi dari prosedur ini adalah
menggunakan Spearman-Brown formula, yang menaksir reliabilitas tes secara utuh
dengan menggunakan semua pertanyaan yang ada di dalam instrumen. Ini penting
karena reliabilitas sebuah instrumen akan meningkat ketika si peneliti menambah lebih
banyak butir ke dalam instrumen. Akhirnya, coefficient alpha digunakan untuk
menguji internal konsistensi (Cronbach, 1984). Apabila butir-butir tes diberi skor
sebagai variabel kontinum (misalnya sangat setuju sampai pada sangat tidak setuju),
koefisien alpha-nya akan merupakan koeffisien taksiran terhadap konsistensi skor-skor
yang ada di dalam instrumen. Perhitungan terhadap Kuder-Richardson split half, rumus
Spearman-Brown, dan coefficient alpha tersedia di dalam Thorndike (1997b).
Validitas. Disamping reliabilitas, anda sebaiknya mencermati juga apakah instrumen
yang anda pilih untuk digunakan melaporkan skor-skor yang valid. Apakah para
penulisnya melaporkan penilaian terhadap validitas instrumen? Sebuah penelitian boleh
memiliki skor-skor yang tidak valid karena:
Penelitan yang rancangnya jelek
Partisipan mengalami kelelahan, stres, dan salah faham terhadap pertanyaan-
pertanyaan yang ada di dalam instrumen
Ketidakmampuan membuat prediksi yang bermanfaat dari skor-skor yang
diperoleh
Pertanyaan-pertanyaan ataupun pengukuran variabel-variabel yang dirancang
kurang baik
Informasi yang kurang manfaat dan aplikasinya
Para peneliti boleh jadi juga mlaporkan bentuk validitas yang berbeda, seperti
diperlihatkan oleh Taaabel 6.4. Perspekstif tradisional tentang validitas biasanya terkait
dengan tiga bentuk: isi, criterion-reference 9kriteria), dan validitas konstruk. Terakhir,
para ahli dalam hal pengukuran telah mulai melihat validitas sebuah konsep tunggal
(unitary concept) (Thorndike, 1997b) dan mempertahankan bahwa skor-skor dikatakan
valid apabila sor-skor itu memiliki manfaat dan membawa konsekuensi-konsekuansi
sosial yang positif (Hubley & Zumbro, 1996; Messick, 1980). Pembicaraan berikut akan
berkaitan dengan konsepsi yang tradisional dan yang terkini tentang validitas.
Content validity (validitas isi) adalah sejauh mana pertanyaan-pertanyaan yang
ada di dalam instrumen dan skor-skor yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut merupakan representasi dari semua pertanyaan yang mungkin diajukan oleh si
peneliti berkenaan dengan isi atau ketrampilan. Para peneliti mengevaluasi validitas isi
dengan jalan meneliti rancangan dan prosedur yang digunakan untuk mengembangkan
instrumen. Mereka mencermati informasi tentang tujuan dibuatnya instrumen, lingkup
isi (materi), dan tingkat kesulitan pertanyaan-pertanyaan. Biasanya para peneliti
membawa hal ini pada sebuah panel para ahli dan minta mereka mengidentifikasi
apakah pertanyaan-pertanyaan tersebut valid adanya. Bentuk validitas ini bermanfaat
apabila kemungkinan-kemungkinan pertanyaan (misalnya tes-tes prestasi dalam
pendidikan sain) dikenal secara baik dan mudah diidentifikasi. Ia akan kurang
bermanfaat dalam menilai kepribadian dan sikap (misalnya the Standard-binet IQ test),
apabila pertanyaan-pertanyaan yang mungkin bisa diajukan kurang jelas atau pasti.
Ketimbang mencermati pertanyaan-pertanyan khusus yang ada di dalam sebuah
instrumen, bentuk lain dari validitas adalah untuk melihat apakah skor-skor bisa
memprediksi sesuatu yang diharapkan akan bisa diprediksinya. Criterion-related
validity menentukan apakah skor-skor yang ada di dalam sebuah instrumen merupakan
sebuah prediktor yang baik terhadap sesuatu hal (kriteria) yang diharapkan bisa
diprediksinya. Ada dua tipe criterion-related validity, prediktif dan konkuren
(Thorndike, 2005). Validitas prediktif menggunakan skor tes yang ada di dalam
instrumen untuk memprediksi sesuatu outcome. Tes tersebut diimplimentasikansebelum
informasi tentang kriteria dikumpulkan. Sebuah contoh dari pengukuran validitas
prediktif adalah Graduate Reconrd Examination (GRE). Skor-skor dari penilaian ini
seharusnya memprediksi kriteria – yakni kinerja di program pasca sarjana. Sebuah
contoh yang lain, penilaian portofolio dan ujian konvesional (dengan pensil dan kertas)
kedua-duanya seharusnya bisa memprediksi kemampuan mahasiswa memahami isi dari
mata kuliah Metoda Pengajaran Bahasa Inggeris (outcome). Dalam kedua kasus ini, si
peneliti akan mengaitkan skor-skor yang ada di dalam instrumen pada sesuatu
penelitian dengan outcome (kriteria) untuk menentukan apakah keduanya berhubungan.
Korelasi yang tinggi sebesar 0.6 atau lebih tinggi mengindikasikan adanya hubungan
positif. Bentuk validitas ini secara khusus bermanfaat untuk memprediksi outcome,
akan tetapi ia mengharuskan si peneliti mengidentifikasi secara jelas apa outcome-nya
yang tepat.
Validitas konkuren sama dengan validitas prediktif, di mana test and criterion
measure (skor tes dan skor kriteria) dikumpulkan pada waktu yang sama (Mertens,
2005); tidak sebaliknya, yakni skor kriterianya (atau outcome) dikumpulkan setelah
beberapa waktu kemudian. Para peneliti yang mengukur tipe validitas sejenis ini
berkeinginan menilai informasi terkini (berkaitan dengan pengetahuan, ketrampilan,
minat, atau karakteristik kepribadian). Validitas konkuren dapat digunakan untuk
menilai apakah shortened instrument (instrumen yang disingkatkan) atau instrumen
baru vaid adanya. Untuk mengurangi biaya atau menyederhanakan prosedur pengujian,
para peneliti boleh jadi menguji validitas konkuren dari tes yang disingkatkan dengan
validitas dari instrumen yang lebih panjang dalam rangka mengukur konstruk yang
sama. Para peneliti bisa menghitung validitas konkuren dari dua set skor dengan jalan
mengkorelasikan keduanya: korelasi yang tinggi mengindikasikan tingginya validtas
konkuren. Tambahan lagi, para peneliti juga bisa menguji validitas konkuren dari
sebuah instrumen baru dengan jalan mengkrelasikan skor-skor dari instrumen tersebut
dengan skor-skor dari instrumen yang sudah ada.
Bentuk validitas ketiga, validitas konstruk, adalah yang paling rumit karena ia
dinilai dengan meggunakan statistik dan prosedur-prosedur praktis. Construct validity
(validitas konstruk) dibangun dengan jalan menentukan apakah skor-skor dari sebuah
instrumen signifikan, bermakna, bermafaat, dan memiliki tujuan. Singkatnya, apakah
skor-skor itu merupakan pengukuran yang bagus, dan bisakah skor-skor tersebut
digunakan untuk memahami sebuah sampel dari sebuah populasi? Untuk bisa
menjawab pertanyaan ini, anda perlu melakukan penilaian terhadap skor-skor secara
statstik dan juga secara praktis. Melalui prosedur-orosedur statistik anda bisa:
Melihat apakah skor-skor dari butir-butir itu berhubungan seperti diharapkan
(misalnya meneliti hubungan antara sebuah pertanyaan yang ada dalam
“instrumen tentang depresi yang dialami oleh siswa” untuk mengetahui apakah ia
berhubungan dengan skala pengukuran depresi secara menyeluruh)
Menguji sebuah teori dan melihat apakah skor-skor, sebagaimana diharapkan,
mendukung teori tersebut (misalnya, mengetes sebuah teori tentang depresi dan
melihat apakah bukti-bukti atau data-data mendukung hubungan ini dalam teori
tersebut)
Mengkorelasikan skor-skor secara statistik dengan variabel-variabel atau skala-
skala lain yang sama (disebut convergent validity) atau berbeda (disebut
discriminant validity); Messick, 1980; misalnya melihat apakah skor-skor yang
diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan untuk instrumen tentang depresi yang
dialami oelh siswa berhubungan secara positif dengan butir-butir dari instrumen
lain tentang depresi yang dialami oleh siswa atau memiliki hubungan yang sidekit
sekali dengan butr-butir dari intrumen yang mengukur anxiety 9rasa cemas).
Anda juga bisa menggunakan prosedur-prosedur praktis untuk menilai interpretasi
(memberi makna kepada skor-skor tes) dan penggunaannya (penerapan skor
tes;Hubley & Zumbro, 1996), seperti:
Menguji konsekuensi-konsekuensi dari pemberian interpretasi terhadap skor tes
dalam hal nilai (misalnya ketika skor siswa mengindikasikan “depresi tinggi”
apakah ini berarti bahwa depresi adalah normal, abnorma, positif, negatif atau
realistik?)
Menguji relevansi dan penggunaan skor-skor tes (misalnya, apakah skor siswa
tentang “depresi” bermanfaat untuk tujuan-tujuan penseleksian? Apakah skor
tersebutlebih bermanfaat bagi siswa yang beresiko melebihi ketimbang bagi
para siswa yang prestasinya normal-normal saja?)
Menguji konsekuensi-konsekuensi penggunaan skor tes (misalnya, apakah skor-
skor bermanfaat bagi pembuatan kebijakan oleh pihak sekolah?oleh para guru?)
Setelah melakukan tinjauan terhadap bentuk-bentuk reliabilitas dan validitas, kita
selanjutnya bisa melihat ke belakang dan mengkaji pertanyaan-pertanyaan apa yang
harus diajukan ketika memilih atau mengevaluasi sebuah instrumen. Beberapa
pertanyaan, seperti diperlihatkan oleh Diagram 6.9, akan membantu proses ini.
Untuk mempraktekkan penerapan pertanyaan-pertanyaan ini, perhatikan pilihan
sebuah instrumen yang dilakukan oleh Maria. Dia menemukan sebuah instrumen
berjudul “Attitudes Toward Possession of Weapon in Schools” (Sikap Terhadap
Kepemilikan Senjata di Sekolah). Si penulis melaporkan instrumen ini dalam sebuah
artikel jurnal. Apa kira-kira dua bentuk reliabilitas dan dua bentuk validitas yang dia
mungkin cari di dalam penjelasan si penulis tentang instrumen tersebut. Tuliskan
bentuk-bentu reliabilitas dan validitas tersebut!
Apakah Prosedur Perekaman Data Instrumen itu Cocok dengan Pertanyaan dan Hipotesis Penelitian?
Kembali pada pertanyaan kita tentang kriteria menilai sebuah instrumen yang bagus,
kriteria lain adalah apakah instrumen-instrumen tersebut berisikan prosedur perekaman
yang cocok dengan data yang anda perlukan untuk menjawab pertanyaan dan hipotesis
penelitian. Siapa yang merekam data pada instrumen atau checklist tersebut? Data bisa
jadi berbentuk self-reported, yakni para partisipan memberikan informasi, seperti pada
tes-tes prestasi atau angket-angket sikap. Pilihan lain, si peneliti boleh jadi juga
merekam data-data dalam formulir-formulir melalui observasi, wawancara, atau
pengumpulan dokumen. Minta para partisipann memberikan data-data menjadi lebih
menghemat waktu bagi si peneliti. Walaupun demikian, ketika si peneliti merekam
sendiri data-data, ia menjadi terbiasa dengan bagaimana para partisipan memberikan
respon dan dengan demikian bisa mengontrol jalannya pengumpulan data demi
mendapatkan data yang berkualitas tinggi.
Apakah Skala Pengukuran yang Digunakan Tepat?
Kriteria yang lain adalah instrumen itu harus berisikan pilihan-pilihan (opsi) jawaban
yang bagus terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pada bab 5, kita telah
mengemukakan gagasan bahwa variabel bisa diukur dalam bentuk kategori-kategri atau
dalam bentuk skor-skor kontinu. Nah dari sini kita bisa menilai instrumen-instrumen
yang akan kita pakai dalam sebuah penelitian dalam hal ketepatan skala pengukuran.
Contoh, untuk sebuah penelitian tentang sikap mahasiswa terhaap penggunaan wireless
laptop di ruang perkuliahan, seorang peneliti boleh jadi mengajukan pertanyaan
“Sejauh mana wireless laptop membantu anda belajar di dalam ruang perkuliahan?” Si
mahasiswa menjawab pertanyaan ini dengan menggunakan skala kategori seperti
berikut:
____ Sangat membantu
____ Agak membantu
____ Kurang membantu
Cara gampang berpikir dalam skala pengukuran ini adalah ingat saja ada dua tipe dasar:
skala kategorikal dan skala kontinu. Skala kategorikal memiliki dua tipe, yakni skala
nominal dan skala ordinal. Skala kontinu (sering disebut scale scores dalam program-
program analisis data komputer) juga memiliki dua tipe: skala interval/kuasi interval
dan skala rasio. Tipe-tipe skala ini diperlihatkan dalam Tabel 6.5.
Scales of measurement (skala pengukuran) adalah pilihan-pilihan (opsi) jawaban
terhadap pertanyaan yang mengukur (atau mengamati) variabel dalam unit-unit
berbentuk kategori atau kontinu. Penting bagi kita mmahami skala pengukuran untuk
menilai kualitas dari sebuah instrumen dan menentukan statistik yang digunakan untuk
menganalisis data.
Skala Nominal. Para peneliti menggunakan nominal scales (skala nominal) (atau
kategorikal) untuk memberikan pilihan repson di mana para partisipan mengecek satu
atau lebih kategori yang mendeskripsikan karakteristik, atribut atau karakteristik
mereka sendiri. Skala-skala ini tidak memiliki urutan. Sebuah contoh dari skala
nominal adalah jender, yang dipilah menjadi dua kategori: pria dan wanita (salah satu
dari keduanya bisa menjadi pilihan urutan pertama). Bentuk lain dari skala nominal
adalah respon berupa checklis “ya” atau tidak” . Skala semantic differntial (perbedaan
makna semantik), yang sering digunakan dalam penelitian psikologi, merupakan tipe
lain skala nominal.Skala ini terdiri dari bipolar adjectives (kata sifat yang bermakna
dua kutub) yang digunakan oleh para parisipan untuk menandai posisinya. Contoh,
dalam penelitian psikologi tentang anak-anak remaja bertalenta, para peneliti
berkeinginan mengetahui respon-respon emosisional para remaja terhadap kegiatan
merka sehari-hari (Csikszentmihalyi, Rathunde, Whalen. & Wong, 1993). Para peneliti
menggunakan skala semantic differential untuk merekam suasana hati mereka dengan
menggunakan kata-kata sifat pada penggalan waktu tertentu dalam keseharian mereka.
Para peneliti ini menggunakan beeping device (halaman 52) dan para partisi[an diminta
mendeskripsikan suasana hati mereka ketika alat tadi berbunyi, dengan menggunakan
skala seperti berikut:
Amat agak sedikit salah satu sedikit agak
Alert 0 0 0 0 drowsy
Walaupun para peneliti menjumlahkan skor-skor untuk masing-masing remaja itu
tehadap beberapa pertanyaan seperti ini, skala respon untuk masing-masing pertanyaan
adalah nominal atau kategorikal.
Skala Ordinal. Para peneliti menggunakan skala ordinal (atau skala berurytan atau
skala kategrikal) untuk memberikan piliha-pilihan respon apakah para partisipan diberi
urutan mulai dari yang paling baik atau paling pinting sampai pada yang paling jelek
atau paling tidak penting dalam hal sifat, atribut, atau karakteristik. Skala-kala ini
secara intrinsik memiliki urutan. Contoh, seorang peneliti boleh jadi merekan kinerja
seseorang individu dalam sebuah pertandingan lari dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Banyak di antara skor-skor sikap berimplikasi skala ordinal karena pertanyaan-
pertanyaan tentang sikap minta agar para partisipan membuat urutan tentang
pentingnya sesuatu atau sejauh mana sesuatu itu penting (mulai dari “sangat penting”
sampai pada “tidak penting sama sekali”). Seperti diperlihatkan oleh contoh ini,
informasi tersebut bersifat kategorikal tapi dalam bentuk urutan.
Skala rasio/interval. Skala lain yang populer di kalangan para peneliti adalah skaa
interval atau rating scale. Interval scales (skala interval atau rating scale atau skala
kontinu) memberikan pilihan jawaban yang bersifat kontinu terhadap pertanyaan-
pertanyaan dengan sumsi bahwa jarak antara pilihan-pilihan itu sesamanya sama. Skala
ini boleh jadi memiliki pilihan jawaban sebanyak tiga, empat atau lebih. Skala Likert
yang populer (“sangat setuju” sampai pada “sangat tdak setuju”) memberikan ilustrasi
bagi sebuah skala yang secara teoritis memiliki pilihan-plilihan jawaban berinterval
sama. Walaupun sebuah skala ordinal seperti “sangat pening” ke “sangat tidak penting”
kelihatannya seperti skala interval, tidak ada jaminan bahwa intervalnya sama, seperti
skala Likert yang sudah mendapat pengujian yang baik. Tes prestasi seperti the Iowa
Test of Basic Skills diasumsikan berskala interval karena para peneliti telah
membukikan bahwa pilihan-pilihan jawabannya ternyata memiliki jarak yang sama satu
sama lainnya.
Skala Liker yang sudah populer ini (dari sangat setuju ke sangat tidak setuju)
memperlihatkan sebuah skala yang secara teoritis memiliki interval yang sama antara
masing-masing pilihan jawaban. Ssudah merupakan hal yang lumrah untuk
memperlakukan skala ini sebagai rating scale (skala penlaian) dan mengasumikan
bahwa terdapat interval yang sama antara masing-masing kategori jawaban (Blaikie,
2003). Walaupun demikian, tidak ada jaminan bahwa antara masing-masing kategori
jawaban itu memiliki interval yang sama. Dengan demikian, sering skala Likert ini
(skala dari sangat setuju ke sangat tidak setuju) diperlakukan sebagai data-data ordinal
dan data-data interval dalam penelitian pendidikan (untuk itu digunakan istilah quasi
interval dalam Tabel 6.5). Bagaimana para peneliti mempertimbangkan skala ini (atau
skala yang mirip dengan ini, seperti skala dari “sangat penting” ke “sangat tidak
penting”, merupakan hal yang sangat krusial dalam rangka menenutkan memilih
statist8k yang akan digunakan unuk menganalisis data-data. Data-data ordinal
mempersyaratkan uji statistik non parametrik sedangkan data-data interval
mempersyaratkan uji statistik parametrik (lihat bab 7,”Pelaksanaan Analisis
inferensial”). Beberapa peneliti menekankan pada pentingnya melihat skala Likert
sebagai data-data ordinal (Jamieson, 2004). Para peneliti yang lain menyatakan bahwa
errors (kesalahan) memperlakukan hasil-hasil skala Likert sebagai data-data interval
minimal adanya (Jaccard & Wan, 1996). Untuk memperlakukan skala Likert sebagai
skala interval, para peneliti harus mengembangkan kategori-kategori jamak (pilihan-
pilihan jamak) dalam skala mereka, menetukan apakah data-data mereka terdistribusi
secara normal, dan apakah jarak antara masing-masing nilai sama. Apabila ini tidak
bisa dilakukan, maka anda harus memperlakukan skala Likert dan skala-skala lain
seperti “sejauh mana pentingnya sesuatu” atau “sejauh mana adanya kesesuaian”
sebagai skala ordinal dalam rangka analisis data.
Akhirna, ratio scale (skala rasio) adalah suatu jawaban di mana para partisipan
mengecek pilihan jawaban dengan nilai true zero (nilai nol) dan jarak yang sama di
anara unit-unit yang ada. Walaupun para peneliti dalam bidang pendidikan jarang
menggunakan tipe skala seperti ini, salah satu contih umpamanya dalah tinggi badan
(misalnya 1,60 meter atau 1,65 meter) dan tingkat pendapatan (mulai nol rupiah sampai
pada 50 juta).
Skala Kombinasi. Dalam penlitian pendidikan, para peneliti kuantitatif sering
menggunakan kombinasi skala kategorikal dan skala kontinu. Di antara kombinasi-
kombinasi ini, skala interval memberikan pilihan yang paling bervariansi dan
menjadikannya analisis statistik yang paling mantap. Aturan mainnya secara mendasar
adalah bahwa anda tidak mengetahui sebelumnya analisis statistik apa yang akan anda
gunakan, ciptakan skala interval atau skala kontinu. Skala-skala kontinu bisa diubah
menjadi skala nominal (Tuckmn, 1999), akan tetpai tidak sebaliknya.
Catatan tentang “Menemukan dan Memilih sebuah Instrumen”
Sering saya menjumpai para peneliti pemula mengembangkan instrumen mereka
sendiri ketimbang berupaya mencari instrmen yang sudah ada yang kira-kira cocok
dengan penelitian mereka. Tanpa diragukan, mengembangkan sendiri instrumen anda
sendiri memerlukan pengetahuan tentang bagaimana membangun butir pertanyaan,
pengembangan skala, format, dan panjangnya instrumen. Walaupun di beberapa
kampus ada mata kuliah yang memberikan infromasi tentang ini, kebanyakan
mahasiswa mengembangkan instrumen dengan masukan yang minim dari para
pembimbing atau konsultan mereka tentang bagaimana merancang sebuah instrumen.
Ketimbang mengembangkan instrumen anda sendiri, saya menyarankan anda
untuk mencari atau memodifikasi sebuah instrumen yang sudah ada. Sebuah contoh
bisa mengilustrasikan bagaimana anda bisa menemukan instrumen ini. Dalam diagram
6.6, saya perlihatkan pada anda sebuah instrumen yang saya temukan berkenaan dengan
sikap mahasiswa tentang bagaimana mengadaptasi diri mereka terhadap kampus.
Bagaimanakah saya menemukan instrumen ini?
Saya tahu bahwa saya ingin mengukur variabel “penyelesaian diri mahasiswa
terhadap kampus” karena saya sudah merumuskan pertanyaan umum penelitian
kuantitatif : “faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap bagaimana mahasiswa-
mahasiswa baru menyesuaikan diri terhadap kehidupan kampus?” Saya mulai dengan
mencari database ERIC tentang instrumen dengan menggunakan deksriptor “students
(mahasiswa)” dan “college (perguruan tinggi)” dan “adjusment (penyesuaian diri)”
dalam kata kunci pencaharian saya secara online. Walaupun saya menemukan beberapa
artikel jurnal yang bagus tentang topik di atas, tak satupun yang merupakan instrumen
yang berguna bagi saya. Dengan melihat referensi di dalam artikel-artikel ini tetap tidak
ditemukan adanya instrumen yang cocok.
Saya pindah ke dua buah buku dalam perpustakaan akademik yang memiliki
indeks tentang instrumen yang tersedia, buku-buku Institute of Mental Measurement,
Tests in Print dan Mental Measurement Yearbook. Anda mungkin ingat pada bab
terdahulu bahwa penerbitan TIP dan MMY itu berisikan informasi tentang test-test dan
instrumen yang tersedia secara komersil, termasuk instrumen-instrumen tentang sikap.
Walaupun perpustakaan kita memiliki beberapa buah TIP dan MMY, saya bisa
menggunakan versi CD-Roomnya dari buku-buku ini yang tersedia di perpustakaan kita
atau mengunjungi website Buros www.unl.edu/buros/.
Saya mencari buku terbaru tentang TIP ini (Murphy et al., 1999) dan mencari
daftar test secara alfabetis, melihat apa saja instrumen yang relevan terhadap
mahasiswa terutama sekali mahasiswa perguruan tinggi. Setelah mencoba beberapa
kata saya menemukan Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ). Membaca
keseluruhan deskripsi ringkas tentang SACQ saya menemukan informasi dasar tentang
instrumen seperti tujuannya populasi penggunaannya (misalnya mahasiswa baru
perguruan tinggi), tahun penerbitan (1989), dan skalanya. Tinjauan ini juga berisikan
informasi tentang harganya ($89.50 untuk 25 buah angket yang diskor secara manual
dan sebuah buku petunjuk), waktu yang diperlukan untuk pelaksanaannya (20 menit),
para pengarang, penerbit, dan referensi lainnya tentang tinjauan instrumen ini yang
ditemukan didalam MMY, edisi ke 11 (Kramer dan Conoley, 1992).
Selanjutnya saya juga berkeinginan mengetahui apakah skor-skor yang
dilaporkan dalam instrumen ini memiliki validitas dan reliabilitas, maka dengan
demikian saya mencari instrumen dalam edisi ke-11 dari MMY (Kramer dan Conoley,
1992) dan menemukan tinjauan tentang itu yang dibuat oleh E. Jack Asher, Jr.,
Professor Emeritus dalam Psikologi, Western Michigan University, Kalamazoo. Saya
juga mencari database ERIC dan menemukan sebuah artikel tinjauan oleh Dahmus et
al. (1992) yang melaporkan di dalam jurnal Measurement and Evaluation in
Counseling and Development.
Pembicaraan kita pada tinjauan yang dilakukan oleh Asher saya menemukan
bahwa tinjauan tersebut berisikan antara lain:
Tujuan dari angket
Sub-skala pada angket tersebut
Norma-norma atau skor-skor dari angket-angket yang diperoleh oleh para
penyusunnya setelah melakukan pengujian mulai dari 1980 sampai 1984
Bukti tentang validitas dari skor-skor instrumen tersebut (criterion-related dan
construct validity)
Bukti tentang reliabilitas skor didasarkan pada koeefisien dari konsistensi internal
Manfaat dari buku pertunjuk, terutama sekali dengan pencantuman masalah-masalah
etika dalam penggunaan instrumen
Manfaat menyeluruh dari instrumen tersebut bagi konselor perguruan tinggi dan
penerapan-penerapannya dalam penelitian
Kelemahaan-kelemahan instrumen
Setelah melakukan tinjauan terhadap topik-topik ini tentang angket, Asher
menyimpulkan dengan membuat rangkuman tentang reaksi positif yang menyeluruh
berkenaan dengan instrumen tersebut. Walaupun sudah agak basi (1989), instrumen
tersebut telah digunakan secara meluas dan mendapatkan reaksi positif. Saya
menetapkan bahwa ini merupakan instrumen yang bagus untuk melakukan survei
terhadap mahasiswa perguruan tinggi.
Saya kemudian menghubungi penerbitnya, Western Psychological Services di
Los Angeles, California, untuk minta izin menggunakan instrumen tersebut dan
mendapatkan lembaran-lembaran angketnya untuk penelitian saya. Dengan
menggunakan sebuah instrumen yang sudah dikembangkan oleh seseorang mencari
informasi tentang validitas dan reliabilitas skornya, dan mencari buku petunjuk tentang
bagaimana menggunakannya kesemuanya ini merupakan identifikasi awal dari cara-
cara pengumpulan data. Anda bisa jadi tidak seberuntung seperti yang digambarkan di
atas dalam mencari sebuah instrumen, akan tetapi yang jelas proses ini lebih bagus
daripada mengembangkan instrumen anda sendiri yang validitas dan reliabilitasnya
masih dipertanyakan.
BAGAIMANA ANDA MELAKSANAKAN PENGUMPULAN DATA?
Proses pengumpulan data yang sesungguhnya akan berbeda tergantung pada dan
instrumen atau dokumen yang anda gunakan. Walaupun demikian dua aspek
merupakan standar bagi semua bentuk data dan keduanya memerlukan perhatian anda:
pertama, penggunana prosedur standar dan yang kedua, praktek-praktek etika.
Standardisasi
Pengukuran kinerja, sikap dan observasi tergantung pada instrumen. Instrumen-
instrumen ini boleh jadi terdiri dari angket yang dikirimkan kepada partisipan oleh si
peneliti atau diserahkan secara langsung kepada masing-masing individu, survei sering
dilaksanakan secara individu (dari orang ke orang) atau melalui telepon dan ceklist
observasi yang harus diisi oleh si peneliti. Para peneliti kuantitatif juga menggunakan
instrumen apabila mereka melakukan wawancara bersimuka dengan individu atau
sekelompok individu.
Dalam kesemua kasus ini, penting digunakan prosedur standar. Apabila
prosedurnya bervariasi anda ungkapkan bias dalam penelitian ini dan data-data bagi
masing-masing individu bisa jadi tidak sama dalam keperluan analisis. Prosedur-
prosedur tertulis akan membantu anda dan para pengumpul data yang lain yang akan
membantu proses tetap berada pada jalurnya. Untuk wawancara dengan menggunakan
sebuah instrumen anda menerapkan prosedur yang sama terhadap masing-masing
individu. Perintah yang terdapat di dalam formulir wawancara akan membantu
menjamin bahwa anda mengikuti sebuah proses yang standar. Bila anda dibantu oleh
orang lain mewawancara anda perlu melatih mereka sehingga prosedur-prosedur yang
digunakan oleh semua pewawancara konsisten adanya. Pelatihan ini bisa jadi mencakup
demonstrasi tentang wawancara yang diikuti oleh uji coba wawancara dan kritik dari uji
coba itu sehingga para peserta mengikuti prosedur yang sama.
Dalam mengumpulkan data-data observasi pelatihan harus dilakukan terlebih
dahulu sehingga para peneliti dapat mengumpulkan data dengan menggunakan
prosedur yang standar. Proses yang sama dengan yang digunakan pada saat demonstrasi
wawancara uji coba wawancara dan kritik bisa digunakan.
Para peneliti juga mengumpulkan dokumen-dokumen publik dengan terlebih
dahulu meminta izin untuk mendapatkan informasi dan kemudian membuat catatan
atau merekam informasi di dalam komputer. Dengan membangun database tentang
kategori-kategori informasi akan membantu anda menyusun informasi ini.
Pengorganisasian informasi ini penting sekali apabila anda mengkombinasikan data-
data dari berbagai sumber ke dalam sebuah file untuk analisis (misalnya data-data
pendaftaran dan data-data DO khusus untuk siswa sekolah menengah).
Isu-Isu Etika
Pengumpulan data harus dilakukan secara etis dan harus menghormati para
individu dan situs penelitian. Mendapatkan izin sebelum memulai mengumpulkan data
bukan sekedar bagian dari proses permintaan izin tetapi juga merupakan praktek-
praktek yang terkait dengan etika. Memproteksi kerahasiaan para individu dengan jalan
memberikan nomor kepada masing-masing instrumen yang sudah dikembalikan dan
menjaga identitas para individu secara rahasia memberikan privasi kepada masing-
masing partisipan. Selama proses pengumpulan data anda harus memperlihatkan data-
data sebagai sesuatu yang rahasia dan tidak membagikannya atau meng-
informasikannya kepada para partisipan atau individu-individu lain diluar proyek
penelitian ini. Anda perlu menghormati keinginan para individu untuk tidak ikut serta
berpartisipasi dalam penelitian anda. Bahkan ketika mereka menyatakan kesediaan
untuk berpartisipasi mereka bisa saja mundur atau tidak muncul pada saat dilakukan
observasi atau wawancara. Upaya-upaya untuk menjadwalkan kembali boleh jadi rumit
dan anda boleh saja menyeleksi atau memilih orang lain untuk mengumpulan data
ketimbang memaksakan orang tersebut untuk berpartisipasi.
Dalam hal situs penelitian anda perlu menyadari bahwa semua peneliti akan
menganggu situs penelitian atau situs yang mereka teliti. Walaupun kerusakan atau
gangguan itu bersifat minimal. Observasi di dalam kelas misalnya bisa menganggu
proses belajar dengan jalan mengalihkan perhatian guru dan mahasiswa terutama, sekali
ketika anda melakukan observasi terhadap mereka secara cermat dan mencatat hasil-
hasil observasi berkenaan dengan tingkah laku mereka dengan menggunakan ceklist.
Dengan diperolehnya izin dan mengkomunikasikanya secara jelas tujuan penelitian
sebelum anda mengumpulkan data, anda bisa memperkecil keengganan beberapa orang
individu atas kehadiran anda dalam setting pendidikan.
MENGKAJI ULANG PENELITIAN KUANTITATIF TENTANG KETERLIBATAN ORANGTUA
Kita sekarang kembali berbicara tentang penelitian berkenaan dengan keterlibatan
orangtua (Deslandes & Bertrand, 2005) untuk melihat bagaimana prosedur
pengumpulan data itu dilakukan. Coba lihat sekali lagi bagian metoda. Kita bisa
mengansumsikan bahwa para peneliti meminta badan pengkajian lembaga untuk
menandatangani surat-surat dari masing-masing orangtua yang disurvey di kota
Quebec. Mereka boleh jadi memiliki izin dari pejabat pada lima buah sekolah negeri
yang mereka teliti dalam rangka mendapatkan nama-nama dari para orangtua anak-
anak yang sekolah di kelima sekolah tersebut.
Para peneliti tidak menyatakan dalam diskusi tentang metoda strategi pemilihan
sampel untuk memilih orang-orang tua (lihat paragrap 14). Kita tidak tahu bahwa
mereka memilih perwakilan sekolah dari populasi umum di kota Quebec dan kemudian
mengidentifikasi 770 orangtua siswa pada kelas 7, 8, dan 9. Prosedur ini
memperlihatkan pemilihan sampel multistrata atau berstrata jamak. Kita tidak tahu juga
apakah para orangtua tersebut mewakili keseluruhan populasi orangtua atau sampel dari
orangtua. Kita juga tidak tahu apakah para orangtua tersebut dipilih secara random atau
tidak. Dalam hal data mereka melaporkan (lihat tabel 3 dan keterbatasannya, paragrap
46), jumlah aktual dari orangtua yang mewakili masing-masing tingkat kelas berbeda,
menimbulkan pertanyaan apakah perbedaan-perbedaan ini berpengaruh terhadap hasil
penelitian.
Para peneliti kemudian mengumpulkan data daripada orangtua dengan
menggunakan beberapa instrumen termasuk Sharing the Dream!Parents Questionnaire,
sebuah angket yang dirancang oleh peneliti lain (lihat paragrap 16), dan data-data
demographis (paragrap 23). Pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam instrumen ini
menggunakan skala berjenis Likert yang jawabannya misalnya bervariasi dari 1 (sangat
tidak setuju) sampai ke 6 (sangat setuju) (lihat paragrap 21). Mereka memperlakukan
skor skor-skor dari skala ini sebagai skala interval dan menggunakan statistik
parametrik untuk menganalisis data-datanya (lihat bab 7 tentang analisis inferensial.
Kita tidak tahu bahwa peneliti memilih instrumen ini untuk mengukur konsep-konsep
tentang model proses keterlibatan orangtua. Kita juga tidak memiliki informasi tentang
validitas skor-skor dari penggunaan instrumen di masa lalu walaupun para peneliti
mengecek reliabilitas pertanyaan-pertanyannya (Cronbach alpha) yang mengukur
masing-masing faktor dalam pengkajian. Kita juga tidak memiliki informasi apakah
para peneliti menggunakan prosedur-prosedur standar selama pengumpulan data atau
tentang isu-isu etika yang potensial yang bisa berkembang dalam penelitian tersebut.
ISI PENTING DARI BAB INI
Proses pengumpulan data tidak semata-mata mencakup pengumpulan informasi,
ia juga mencakup lima buah langkah yang saling terkait. Langkah pertama adalah
memilih partisipan untuk penelitian, pemilihan ini mencakup menentukan populasi dan
sampel menentukan bagaimana anda akan memilih partisipan dan menetapkan besarnya
sampel yang tepat.
Langkah kedua adalah mendapatkan izin dari para partisipan untuk bisa
berpartisipasi dalam penelitian anda. Izin-izin boleh jadi juga diperlukan bagi para
pimpinan lembaga atau organisasi, individu-individu pada situs-situ tertentu, para
partisipan (dan orangtua mereka bagi anak-anak), dan badan pemberi izin di lembaga-
lembaga pernguruan tinggi.
Langkah ketiga adalah untuk menetapkan tipe data apa yang akan dikumpulkan.
Keputusan ini dimulai dari menentukan variabel-variabel yang tercermin dari
pertanyaan-pertanyaan dan hipotesis penelitian anda, mendefinisikan variabel-variabel
ini, dan menentukan pengukuran-pengukurannya yang bisa mengoperasionalkan
definisi-definisi tersebut. Data kuantitatif biasanya terdiri dari pengukuran kinerja dan
sikap, observasi tingkah laku dan catatan-catatan serta dokumen.
Langkah keempat adalah mencari, memodifikasi, mengembangkan instrumen
yang memberikan pengukuran dari variabel-variabel. Prosedur yang paling gampang
adalah menggunakan instrumen yang sudah ada atau memodifikasi ketimbang
mengembangkan instrumen anda. Prosedur-prosedur tersedia dalam rangka mencari
sebuah instrumen, dan apabila anda menemuan salah satu yang memuaskan hati anda
perhatikan apakah skor-skor dari penggunaan instrumen itu dimasa lewat reliabel dan
valid, apakah prosedur-prosedur perekaman informasi sesuai dengan pertanyaan atau
hipotesis penelitian anda, dan apakah skala yang digunakan akan mengukur data-data
kategorikal atau kontinyu.
Langkah terakhir adalah mencakup pelaksanaan pengumpulan data. Prosedur-
prosedur yang anda lakukan perlu mengacu kepada prosedur yang sudah standar
sehingga prosedur tersebut konsisten untuk keseluruhan pengumpulan data. Juga sama
dengan fase-fase lain dalam penelitian, proses pengumpulan data perlu dilaksanakan
dalam satu cara yang etis terhadap para individu dan terhadap semua situs penelitian.
top related