toksoplasmosis dan toksokariasis pada mata
Post on 14-Dec-2015
234 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TOKSOPLASMOSIS DAN TOKSOKARIASIS PADA MATA
PENDAHULUAN
Toksoplasmosis adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit protozoa obligat
intra seluler Toxoplasma gondii yang terdapat didalam usus halus kucing.
Toksoplasmosis pada mata dikenal dengan istilah ocular toxoplasmosis, dipercaya
terjadi akibat reaktivasi infeksi kongenital toksoplasmosis ( sekitar 80 % - 90 % )..
Lebih dari 80 % kasus toksoplasmosis kongenital tidak mendapat terapi pada waktu
bayi yang akan menyebabkan perkembangan lesi di retina dan khoroid (necrotizing
retinochoroiditis) pada masa pertumbuhan dan dewasa. Labalette dalam penelitiannya
mendapatkan bahwa diatas usia 50 tahun, toksoplasmosis tetap merupakan penyebab
yang penting pada uveitis posterior. Sekitar 7 % - 15 % kasus uveitis disebabkan oleh
toksoplasmosis. (1, 9, 14)
Diagnosis toksoplasmosis pada mata ditegakkan dengan ditemukannya
ganbaran khas focal necrotizing retinochoroiditis dan ditunjang dengan pemeriksaan
laboratorium anti toksoplasma pada serum pasien. (1)
Penatalaksanaan toksoplasmosis pada mata dapat dengan observasi saja pada
lesi yang kecil dan tidak mengganggu visus. Penatalaksanaan bisa dengan pemberian
medikamentosa seperti pirimetamin, sulfonamid, trimetoprim-sulfametoksazol dan
lain-lain, bisa juga dengan fotokoagulasi, krioterapi dan pars plana vitrektomi. (1, 14)
Prognosis toksoplasmosis pada mata umumnya baik, sepanjang tidak
melibatkan makula dan N. optikus.(14)
Toksokariasis pada mata adalah kasus yang jarang. Penyakit ini disebabkan
oleh parasit yang hidup diusus halus anjing yaitu Toxocara cani, yang menginfeksi
manusia setelah tertelannya telur parasit yang ada di tanah atau sayuran yang
terkontaminasi oleh kotoran anjing. Dalam tubuh manusia disebut dengan istilah
visceral larva migrans (VLM) yang bisa sampai ke mata dengan klinis berupa
lekokoria dan endoftalmitis kronik dengan gambaran khas adanya granuloma di
retina dan vitreous. Dari gambaran khas ini dapat ditegakkan diagnosa ditunjang
dengan pemeriksaan anti toksokara dengan ELISA. (1, 15)
1
Toksokariasis pada mata dapat di terapi dengan pemberian kortikosteroid
sistemik ataupun lokal, preparat tiabendazol, vitrektomi pars plana, krioterapi dan
fotokoagulasi. (1, 15)
Prognosis toksokariasis pada mata terhadap visus umumnya baik terutama
pada pasien umur dewasa dan kasus terdeteksi lebih dini. (1, 15)
2
T O K S O P L A S M O S I S
EPIDEMIOLOGI DAN SIKLUS HIDUP
Toksoplasmosis adalah penyebab uveitis posterior tersering di dunia dengan
persentase sekitar 80 %. Penyakit ini bisa merupakan kongenital maupun suatu
reaktivasi. Pada pasien dengan daya tahan yang baik toksoplasmosis ini bisa sembuh
sendiri.(14)
Dari suatu survey terhadap antibody menggambarkan bahwa, 20 % - 75%
populasi sudah terinfeksi toksoplasma kronik yang asimptomatis.(11)
Toksoplasmosis disebabkan oleh parasit obligat intra seluler Toxoplasma
gondii yang pertama kali ditemukan tahun 1900 oleh Laveran di Jepang, 1908 oleh
Alfonso Splendore di Brazil dan Charles Nicolle dan Louis Manceaux di Tunis,
Afrika. Toksoplasmosis kongenital dan mengenai mata pertama kali di laporkan
tahun 1923 oleh Jankü. Parasit ini hidup di hospes definitive yaitu usus halus kucing.
Kotoran kucing akan termakan oleh hewan rodensia dan burung yang jadi hospes
perantara dari parasit ini. Serangga akan menjadi vektor yang memindahkan T. gondii
dari kotoran kucing, rodensia dan burung ke makanan manusia. Manusi juga bisa
terinfeksi melalui donor darah dan transplantasi organ tubuh.(1, 3, 6, 10, 12, 14).
Ada 3 bentuk Toxoplasma gondii dalam siklus hidupnya yaitu , oocyst
(sporozoit), tachyzoid (tropozoid), dan tissue cyst (bradyzoid).(1)
Siklus hidup T. gondii ada 2 fase, fase aseksual yang terdapat pada semua
hospes seperti manusia ,kucing, babi, biri-biri, burung, tikus dan lain-lain dan fase
seksual pada usus halus kucing sebagai hospes definitive. Siklus aseksual pada
manusi dimulai akibat tertelannya oocyst pada daging yang tidak matang dimasak.(1, 4,
14)
3
SIKLUS HIDUP TOPLASMA GONDII (17)
PATOGENESA DAN PATOLOGI (14, 17)
Pada fase akut proliferasi parasit pada sel-sel retina yang dikenai akan mati
dan terbentuk nekrosis fokal dengan respon peningkatan sel mononuklear. Pada mata
akan tampak tanda-tanda peradangan uvea akibat reaksi hipersensitivitas seperti
retinitis dan nekrosis koagulativa. Takizoid bisa terdapat intra maupun ekstra sel pada
lapisan retina, sel mononuklear akan meningkat, juga terdapat sel plasma, makrofag
dan sel-sel epiteloid serta ganbaran vaskulitis.
Bila inflamasi sudah mereda akan terbentuk sikatrik dengan hiperplasia RPE
pada pinggir sikatrik. Kista bisa terdapat pada lokasi retina yang lebih jauh, biasanya
menetap sampai dengan pada keadaan status imunologi yang menurun kista akan
pecah maka terjadilah reaktivasi.
GAMBARAN KLINIS (1, 2, 5, 8, 14, 17, 20)
Visus menurun, bisa nyeri dan fotofobia, floaters
Segmen anterior : gambaran reaksi uveitis granulomatosa / non
granulomatosa, dengan keratik presipitat dan sinekia posterior
Gambaran Fuch’s heterochromic cyclitis
Segmen posterior : Pada awal inflamasi gambaran soft fluffy white infiltrate
dengan udem retina. Fase lanjut akan terbentuk retinochoroiditis scar (sikatrik
pada retina dan koroid). Lesi bisa kecil, besar, satu atau banyak. Sel-sel akan
4
berkelompok dipermukaan retina yang lepas Pada neonatus biasanya lesi di
makula, bilateral dan lebih berat
Vitreous : floaters
Papilla N. optikus, bila kena akan menyebabkan neuroretinitis toksoplasmik
dengan gambaran : visus yang menurun dengan cepat, papil udem, bercak-
bercak perdarahan dan stellate pattern exudates di makula
Keadaan lebih berat : neovaskuler subretina, CME, retinal phlebitis / arteritis,
ensefalitis toksoplasma ( melalui LCS)
Bila inflamasi mereda : retinokoroididtis akan mendatar dan batas lesi menjadi
tegas, udem hilang, terdapat pigmentasi dan terbentuklah sikatrik.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PENUNJANG (2, 14, 17)
Definitive : kultur invitro pada peritoneum tikus dan Polymerase Chain
Reaction (PCR)
Akut : inokulasi cairan tubuh (darah, LCS, urine, ASI) atau organisme
dijaringan dengan pewarnaan giemsa
Kronik : biopsi dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) / silver
Tes serologi : Fieldman, Dye test, Complement fixation test, Hemaglutination
test, Immunofluorescent Antibody test, ELISA, Immunosorbent aglutination
assay.
Interpretasi Tes Serologi ELISA pada toksoplasmosis : (2)
- IgG toksoplasma antigen (+) pernah terinfeksi, bisa (+) pada orang yang
sehat
- IgG atau IgM ↑ paparan penyakit baru (infeksi aktif pada mata tidak
selalu meningkat)
- IgM (+) pada bayi baru lahir infeksi kongenital
- IgG tinggi pada akuous / vitreous / Goldmann – Wittmer koefisien > 3
infeksi aktif intra okuler
- Test serologi (-) toksoplasma dapat disingkirkan
DIAGNOSA
5
Diagnosa toksoplasmosis pada mata ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
yang khas dan pemeriksaan laboratorium seperti ELISA. Namun kadang-kadang pada
toksoplasmosis lesi yang aktif dimata tidak berkorelasi yang baik dengan titer IgM
dan IgG, tapi apabila terdapat peningkatan titer IgG dan IgM akan sangat membantu
diagnosa (2)
DIAGNOSA BANDING (2, 14, 17)
- Infeksi virus : Cytomegalic inclusion disease, retinitis herpes simplek, retinitis
varizola zoster, retinitis rubella, retinitis measles
- Infeksi bakteri : Uveitis tuberculosis, sipilis , nocardiosis, neisseria
meningitides
- Infeksi parasit : uveitis pneumocystis carinii, toksokariasis
- Infeksi jamur : Uveitis candidiasis, cryptococcosis, histoplasmosis
- Penyakit auto imun : Behcet’s , simpatik oftalmia, penyakit Harada
- Penyakit – penyakit yang belum diketahui penyebabnya seperti : Sarcoidosis,
AMPPE, koroiditis serpiginosa, dan akut retinal nekrosis.
PENATALAKSANAAN (2, 6, 8, `19)
Pengobatan tergantung besarnya lesi, letak dan beratnya infeksi serta
penurunan visus. Lesi dekat makula, papil, lesi perifer yang luas, lesi multiple yang
aktif, lesi aktif yang menetap lebih dari 1 bulan dan kekeruhan vitreous sedang sampai
berat harus diterapi.
Bila lesi kecil di perifer dapat hilang secara spontan dengan sikatrik yang kecil
dan tidak mengganggu visus sahingga tidak memerlukan terapi.
Indikasi pemberian terapi : (8)
o Lesi yang mengancam atau melibatkan makula / papilomacular
bundle , papila N. Optikus, dan pembuluh darah utama retina
o Vitritis yang sangat berat sehingga dapat mengganggu visus, terbentuk
fibrosis, traksi dan ablasio retina
o Pasien dengan imunodefisiensi (AIDS)
Standar tripel terapi toksoplasmosis pada mata : (2)
6
- Sulfonamid : Sulfadiazin 1 – 2 gram 4 kali sehari selama 4 – 6 minggu
- Pirimetamin (Daraprim, anti parasit) dosis awal 75 – 100 mg kemudian
25 – 50 mg, 1 – 2 kali sehari selama 4 – 6 minggu tergantung respon klinis.
Efek samping pirimetamin adalah depresi sum – sum tulang, diatasi dengan
pemberian Folinic acid 3 – 5 mg , 3 kali sehari selama 6 minggu
- Kortikosteroid : Prednison oral 60 – 100 mg / hari diberikan hanya bila
mengancam visus, bersama – sama dengan anti toksoplasmosis.
Topikal kortikosteroid diberikan bila terdapat uveitis anterior
Bila gagal atau terdapat kontra indikasi terhadap obat standar terapi dapat diberikan :
Klindamisin 250 – 300 mg, 4 kali sehari atau Trimetoprim – Sulfametoksazol
(160 / 800 mg ) atau Bactrim forte 1 – 2 tablet, 2 kali sehari (2).
Holland , dalam penelitiannya tahun 2002, mendapatkan kombinasi terbanyak
yang dipakai adalah, pirimetamin – sulfadiazine – prednisolon. (7)
KOMPLIKASI (14)
Glaukoma sekunder
Katarak
Perdarahan vitreus dan retina
Ablasio retina dan PVR
Macular hole dan CME
Membrane neovaskuler koroid
Atrofi papil
Ptisis bulbi
PROGNOSIS
Prognosis toksoplasmosis pada mata umumnya baik sepanjang lesi tidak
mengenai papilla N. optikus atau sentral makula karena penyakit ini dapat sembuh
sendiri tanpa terapi. Pada beberapa kasus dengan sikatrik pada retina dan koroid dan
adanya komplikasi akan menyebabkan gangguan visus . (14)
T O K S O K A R I A S I S
7
EPIDEMIOLOGI DAN SIKLUS HIDUP
Toksokariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit Toxocara cani.
Larva parasit ini terdapat di tanah pada daerah yang kumuh dan ramai.(15)
Faktor resiko infeksi toksokariasis adalah kontak dengan anjing, khususnya
anak anjing. Anak – anak usia 4 – 8 tahun adalah kelompok yang paling sering
dikenai. Selain itu infeksi juga terjadi akibat tertelannya larva yang ada pada tanah
yang terkontaminasi oleh kotoran anjing. (1, 15, 16)
Siklus hidup dimulai pada anjing yang tertelan larva toxocara sp pada 5 cara,
yaitu tertelan langsung telur dengan larva stadium satu, larva stadium dua pada daging
rodensia, tertelan larva pada kotoran / muntah dari anjing kecil, larva pada susu induk
anjing , dan migrasi transplasental. (15, 16)
Infeksi toksokariasis pada manusia terjadi setelah termakan larva yang
terdapat pada tanah yang terkontaminasi oleh kotoran anjing. Pada usus manusia larva
akan menembus dinding usus dan masuk ke pembuluh darah dan sampai ke hati, paru
– paru, otak, jantung dan mata , yang dikenal dengan istilah Visceral Larva Migrans
( VML). (1, 15, 16)
SIKLUS HIDUP TOXOCARA CANI (18)
8
PATOGENESA DAN PATOLOGI (15)
9
Larva cacing yang menyebar bisa ditemukan di hati, otak, mata sum-sum
tulang, jantung, ginjal dan kelenjer limfe. Pada mata akan terjadi chronic sclerosing
vitritis, ablasio retina, lesi pada retina dan koroid. Umumnya RPE terlibat dengan
gambaran hiperplasia dan kemudian atrofi, robekan membrana Bruch’s dan gambaran
khas focal necrotizing granulomatous inflammation dengan terdapatnya koloni
eosinofil, sel-sel epiteloid, sel-sel multinucleated, sel plasma dan limfosit.
GAMBARAN KLINIS (1, 2, 5, 15)
Umumnya unilateral, sering pada anak-anak
VLM pada anak yang kecil dan Okular Larva Migrans pada anak yang agak
besar, namun keadaan ini jarang ditemukan pada mata
Lekositosis
Visus menurun, floaters, fotofobia, lekokoria
Strabismus
Kronik endoftalmitis
Granuloma retina posterior
Granuloma retina perifer
Perdarahan dan eksudat diretina
Lesi / udem makula
Lesi difus diretina
Perubahan pigmen retina
Atrofi papil, papilitis
Penyempitan pembuluh darah arteri retina
Pars planitis : snow ball exudates
Gambaran uveitis anterior yang ringan
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PENUNJANG (2, 14, 18)
- Darah rutin : lekositosis dan eosinofil ↑
- ELISA ( dari serum, akuous humor, vitreous ) : IgG, IgM, IgE anti
toksokara ↑
- Sitologi cairan akuous / vitreus terdapat eosinofilia
- Radiologi : gambaran massa padat diretina, membran vitreus antara massa
dan polus posterior, ablasio retina traksi atau lipatan dari posterior ke massa.
- Echocardiography : Highly reflective peripheral mass
10
DIAGNOSA (2, 14, 15, 17, 18)
Diagnosa toksokariasis pada mata ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
yang khas dan ditunjang pemeriksaan laboratorium. Pada toksokariasis pemeriksaan
serologi ELISA mendekati ketepatan diagnosa hampir 90 %. Pemeriksaan
laboratorium lain juga membantu untuk menegakkan diagnosa.
DIAGNOSA BANDING (2, 15, 18)
- Retinoblastoma, endoftalmitis, ROP, PHPP, Toksoplasmosis, Coat’s diseases,
Familial exudative vitreoretinopathy
PENATALAKSANAAN (2, 13, 15)
Granuloma pada polus posterior atau perifer jarang menimbulkan reaksi
radang, kalau timbul biasanya ringan sehingga tidak memerlukan terapi. Bila terdapat
peradangan yang berat, gangguan visus, kerusakan pada daerah makula, dapat
diberikan kortikosteroid lokal, peri okular, atau sistemik ( Prednisolon 0,5 – 1 mg / kg
BB / hari ) bersamaan dengan Tiabendazol 25 mg / kg BB, 2 kali sehari selama 5 hari,
atau Albendazol, 800 mg, 2 kali sehari selama 6 hari, atau Mebendazol, 100 – 200
mg, 2 kali sehari selama 5 hari. Terapi bisa juga dengan fotokoagulasi dan krioterapi.
Pada toksoplasmosis dan toksokariasis ini tindakan operasi baru dilakukan bila
terdapat komplikasi, seperti katarak atau ablasio retina.
KOMPLIKASI (15)
Ablasio retina traksi dan PVR
Endoftalmitis, pars planitis uveitis
Lesi pada makula
Papilitis
Strabismus dan ambliopia
PROGNOSIS
Prognosis toksokariasis pada mata tergantung pada umur pasien, lamanya
penyakit terdiagnosa, daerah mata yang dikenai dan derajat inflamasi yang terjadi.
11
Anak - anak lebih banyak terserang toksokariasis namun tanpa keluhan dan gejala,
sehingga membuat lesi jadi berat dan komplikasi sehingga terjadi gangguan visus.(15)
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology ; Posterior Uveitis in, Basic and Clinical Science Course, Section 9 , Intraoculer Inflammation and Uveitis : 154 – 162
2. Fatma, A, MD ; Infectious Uveitis, in, Current Concepts in Uveitis, 8 th
Continuing Ophthalmology Education, Perdami Jaya, Departement of
12
Ophthalmology Auditorium, faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta, 2004 : 14 – 18
3. Gandahusada, S, Prof, dr ; Parasitologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , Jakarta, 1998 : 11 – 12, 153 – 161
4. Hedges, TR, MD ; Toxoplasmosis, Toxocariasis in Uveitis, in ; Clinical Ophthalmology A System Approach, 4th edition, Butterworth Heinemann, Oxford, 1999 : 294 – 300
5. Hibberd, DL, Ryan, ET, Baker, AS ; Pneumocystic Carinii, Parasitic Infections, and the Eye, in Clinical Practice, Principles and Practice of Ophthalmology, Volume 5, Albert DM, Jacobiec FA , WB Saunders Company, Philadelphia : 1994 : 3069 – 3072
6. Holland, GN, et al : Toxoplasmosis in, Ocular Infection & Immunity, editor, Pepose JS, MD, Holland, GN, MD, Wilhelmus, KR, MD, Mosby, USA, 1996 : 1224 – 1216
7. Holland, GN, MD, Lewis, GK, MD ; An Update on Current Practice in the Management of Ocular Toxoplasmosis, in, American Joirnal of Ophthalmology, Volume 134, July 2000, : 102 – 114
8. Kansky, JJ ; Toxoplasmosis, Toxocariasis , Uveitits, in Clinical Ophthalmology, A System Approach 4th edition ; Butterworth Heinemann : Great Britain : 1999 : 294 – 300
9. Labalette, P, MD et al ; Ocular Toxoplasmosis after the Fifth Decade in , American Journal of Ophthalmology, Volume 133, April 2002 : 506 – 515
10. Neva, FA, Brown, HW ; Intestinal and Luminal Protozoa in, Basic Clinical Parasitology, Prentice - Hall International Inc, London, 1994 : 44 – 50, 144 – 146
11. Montoya, JG, MD, Liesenfeld, O, Prof, MD ; Toxoplasmosis, in, The Lancet, Volume 363, June 2004 : 1965 – 1976
12. Park, SS, et al ; Infectious Cause of Posterior Uveitis, in, Clinical Practice, Principles and Practice of Ophthalmology, Volume 1, Editor, Albert DM, Jacobiec FA , WB Saunders Company, Philadelphia , 1994 : 460 – 462
13. Parke, DW, Shaver, RP ; Toxocariasis, in , Ocular Infection & Immunity, editor, Pepose JS, MD, Holland, GN, MD, Wilhelmus, KR, MD, Mosby, USA, 1996 : 1224 – 1234
14. Pereira, A, DM, Orefice, F ; Toxoplasmosis, in Diagnosis and Treatment of Uvetis, Editor, C Stephen Foster, MD, Albert Vitale, MD, WB Saunders Company, Philadelphia, 2002 : 385 – 406
15. Romero, TR, Foster, CS ; Ocular Toxocariasis in Diagnosis and Treatment of Uvetis, Editor, C Stephen Foster, MD, Albert Vitale, MD, WB Saunders Company, Philadelphia, 2002 : 428 – 434
16. Shoukrey, NM, Tabbara, KF ; Eye Related Parasitic Diseases, in, Infections of the Eye 2nd Edition, Editor, Khalid F Tabbara, MD, Robert A Hyndiuk, MD, Little Brown and Company, Boston, 1996 : 171 – 186
17. Tabbara, KF ; Ocular Toxoplasmosis, in , Infections of the Eye 2nd Edition, Editor, Khalid F Tabbara, MD, Robert A Hyndiuk, MD, Little Brown and Company, Boston, 1996 : 659 – 671
18. Tabbara, KF ; Others Parasitic Infections, in , Infections of the Eye 2nd Edition, Editor, Khalid F Tabbara, MD, Robert A Hyndiuk, MD, Little Brown and Company, Boston, 1996 : 700 – 704
13
19. Tabbara, KF ; Toxoplasmosis, in, Duane’s Clinical of Ophthalmology, Editor, Tasman W, MD. Jegger, EA, MD, Lippincott Raven, Philadelphia , 1997 , Volume 4, Chapter 46 : 1 – 46
20. Tamesis, RR, Foster, CS, Toxoplasmosis, in Clinical Practice, Principles and Practice of Ophthalmology, Volume 2, Editor, Albert DM, Jacobiec FA , WB Saunders Company, Philadelphia , 1994 : 929 - 933
Retinochoroiditis perifer ringan.
o Self-limited pada pasien imunokompeten untuk lesi extramacular.
Pertimbangkan hanya pengamatan saja.
o pengobatan peningkatan TIO dengan obat antiglaucoma dan jika ruang
anterior terlibat menggunakan cycloplegic topikal (misalnya, cyclopentolate
1% sampai 2% 3 kali sehari) dengan atau tanpa steroid topikal (misalnya,
prednisolon asetat 1% 4 kali sehari).
Lesi di makula, yang mencakup 2 sampai 3 mm disk, mengancam pembuluh
retina yang besar, vitritis berat cukup untuk menyebabkan penurunan dua baris
dalam visus, atau penyakit pada pasien immunocompromised.
Mempertimbangkan pengobatan. Pengobatan yang diperpanjang mungkin
diperlukan untuk pasien yang immunocompromised.
o Terapi klasik lini pertama (untuk 4 sampai 6 minggu):
- pirimetamin, 200 mg per oral (atau dua kali 100-mg per oral, 12 jam
terpisah), dan kemudian 25 mg per oral sehari-hari. Jangan memberikan
pirimetamin untuk wanita hamil atau menyusui.
- asam folinik 10 mg per oral setiap hari (untuk meminimalkan toksisitas
sumsum tulang dari pirimetamin)
- Sulfadiazine 2 g per oral loading dose dan kemudian 1 g per oral 4 kali
sehari.
- Prednisone dapat ditambahkan 20 sampai 60 mg per oral 4 kali sehari
dimulai setidaknya 24 jam setelah memulai terapi antimikroba dan
diturunkan 10 hari sebelum antibiotik berhenti. Steroid periokular tidak
harus diberikan.
o Rejimen alternatif:
- Klindamisin 150-450 mg per oral 3-4 kali sehari. (Max 1,8 g / hari) dapat
digunakan dengan pirimetamin sebagai terapi alternatif (jika pasien alergi
sulfa) atau sebagai terapi adjuvant. Pasien yang menggunakan klindamisin
14
harus diperingatkan tentang kolitis pseudomembran, dan obat harus
dihentikan jika diare berkembang.
- Atovaquone 750 mg peroral, empat kali sehari, digunakan sebagai
alternatif yang mirip dengan klindamisin.
- Trimethoprim/sulfamethoxazole (160 mg/800 mg) satu tablet per oral, 2
kali sehari, dengan atau tanpa klindamisin dan prednison.
- Azitromisin loading dose 1 g (hari 1) dari 500 mg per hari. Alternatif
untuk sulfadiazin mirip dengan klindamisin.
- Tetrasiklin 2 g loading dose per oral diikuti oleh 250 mg per oral 4 kali
sehari. Jangan berikan tetrasiklin pada anak-anak atau wanita hamil atau
menyusui.
o Peradangan segmen anterior diobati seperti di atas.
Vitrectomy digunakan untuk non-kliring vitritis padat atau komplikasi lain.
Terapi pemeliharaan (pada pasien yang imunosupresi)
o Trimethoprim/sulfamethoxazole 160 mg/800 mg (misalnya, Bactrim DS) satu
tablet per oral, loading dose.
Atau
o pirimetamin 25 sampai 50 mg per oral 4 kali sehari.
o Sulfadiazine 500 sampai 1.000 mg per oral 4 kali sehari.
o asam folinik 10 mg per oral 4 kali.
o Jika alergi sulfa, dapat menggunakan klindamisin 300 mg per oral, empat kali
sehari.
Profilaksis: Sebelum operasi katarak pada pasien dengan riwayat toksoplasmosis
pertimbangkan penggunaan trimethoprim/sulfametoksazol 2 kali sehari selama
periode perioperatif.
Catatan
Karena berpotensi terjadi supresi sumsum tulang, pemeriksaan hitung darah
lengkap harus diperoleh sekali per minggu, sementara pasien memakai
pirimetamin. Jika jumlah trombosit menurun di bawah 100.000, kurangi dosis
pirimetamin dan tingkatkan dosis asam folinik. Pasien yang memakai
pirimetamin tidak harus mengambil vitamin yang mengandung asam folat. Obat
harus diberikan dengan makanan untuk mengurangi anoreksia. Steroid sistemik
15
harus jarang digunakan pada pasien immunocompromised. Sebelum penggunaan
steroid sistemik, evaluasi gula darah puasa dan tes untuk mengesampingkan TB
sangat dianjurkan.(5)
Follow-Up
Dalam 3 sampai 7 hari lakukan tes darah dan / atau penilaian okular, dan
kemudian setiap 1 sampai 2 minggu pada terapi.(5)
Pertimbangan khusus Pada Pasien immunocompromised
Bekas luka retinochoroidal berdekatan biasanya tidak diamati. Lesi bisa tunggal
atau multifokal, diskrit atau difus, dan unilateral atau bilateral. Pencitraan SSP
penting karena asosiasi tinggi dengan penyakit SSP (misalnya ensefalitis
toksoplasmosis pada pasien HIV). Diagnostik vitrectomy mungkin diperlukan
karena beberapa entitas simulasi dan variabilitas tes diagnostik laboratorium.
Steroid sistemik untuk toksoplasmosis okular adalah kontraindikasi pada AIDS.(5)
16
top related