stroke iskemik undip
Post on 23-Oct-2015
121 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. STROKE ISKEMIK
1.1 Definisi
Stroke menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah suatu
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau
global), dengan gejala – gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan
dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler (Sjahrir,2003).
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak
yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu
kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003).
1.2 Epidemiologi
Insiden stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda,
namun tidak pada usia tua. Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000
insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per
tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. (Goldstein dkk,
2006).
Universitas Sumatera Utara
1.3. Faktor Risiko
Faktor - faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan
sebagai berikut : (Sjahrir,2003).
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetik
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low
fruit diet
3. Alkoholik
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoaguilansia, antiplatelet, obat
kontrasepsi
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
Universitas Sumatera Utara
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Dan lain-lain
1.4 . Klasifikasi
Dasar klasifikasi yang berbeda – beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke
mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda,
walaupun patogenesisnya sama (Misbach,1999)
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
II. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
Universitas Sumatera Utara
IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Sjahrir, 2003) :
1. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)
2. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
3. Lacunar Infarct (LACI)
4. Posterior Circulation Infarct (POCI)
V. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti
TOAST (Sjahrir, 2003)
1. Aterosklerosis Arteri Besar
Gejala klinik dan penemuan imejing otak yang signifikan (>50%)
stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di
korteks disebabkan oleh proses atero-sklerosis. Gambaran CT
sken otak MRI menunjukkan adanya infark di kortikal, serebellum,
batang otak, atau subkortikal yang berdiameter lebih dari 1,5 mm
dan potensinya berasal dari aterosklerosis arteri besar.
2. Kardioembolisme
Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari jantung. Sumber
embolus dari jantung terdiri dari :
a. Resiko tinggi
• Prostetik katub mekanik
• Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi
• Fibrilasi atrial (other than lone atrial fibrillation)
• Atrial kiri / atrial appendage thrombus
• Sick sinus syndrome
Universitas Sumatera Utara
• Infark miokard baru (<4 minggu)
• Thrombus ventrikel kiri
• Kardiomiopati dilatasi
• Segmen ventricular kiri akinetik
• Atrial myxoma
• Infeksi endokarditis
b. Resiko sedang
• Prolapsus katup mitral
• Kalsifikasi annulus mitral
• Mitral stenosis tanpa fibrilasi atrial
• Turbulensi atrial kiri
• Aneurisma septal atrial
• Paten foramen ovale
• Atrial flutter
• Lone atrial fibrillation
• Katup kardiak bioprostetik
• Trombotik endokarditis nonbacterial
• Gagal jantung kongestif
• Segmen ventrikuler kiri hipokinetik
• Infark Miokard (> 4minggu, < 6 bulan)
3. Oklusi Arteri Kecil
Sering disebut juga infark lakunar, dimana pasien harus
mempunyai satu gejala klinis sindrom lakunar dan tidak mempunyai
Universitas Sumatera Utara
gejala gangguan disfungsi kortikal serebral. Pasien biasanya
mempunyai gambaran CT Sken/MRI otak normal atau infark
lakunar dengan diameter <1,5mm di daerah batang otak atau
subkortikal.
4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menentukan
a. Non-aterosklerosis Vaskulopati
• Noninflamiasi
• Inflamasi non infeksi
• Infeksi
b. Kelainan Hematologi atau Koagulasi
5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Tidak Dapat Ditentukan
1.5. Patofisiologi
Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan
hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi – reaksi berantai yang
berakhir dengan kematian sel – sel otak dan unsur – unsur pendukungnya
(Misbach, 2007).
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti
(core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan
menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core
iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel – sel otak dan jaringan
pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi – fungsinya dan
menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin
Universitas Sumatera Utara
ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah
hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah
penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya
dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung
pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat
berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach,2007)
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap, yaitu (Sjahrir,2003):
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
2. ANTIPLATELET
Platelet diproduksi oleh megakariosit sumsum tulang belakang (Liesner,
R.J and Machin, S.J 2003). Fungsi platelet diregulasi oleh substansi-substansi
yang dibagi menjadi tiga kategori. Kelompok yang pertama zat-zat yang berada
Universitas Sumatera Utara
diluar platelet yang berinteraksi dengan reseptor membran platelet seperti
katekolamin, kolagen, thrombin dan prostasiklin. Sedangkan kategori yang kedua
terdiri dari zat-zat yang berada di dalam platelet yang berinteraksi dengan
reseptor membran seperti adenosine diphosphate (ADP), prostaglandin D2,
prostaglandin E2 dan serotonin. Dan kelompok ketiga yaitu zat-zat yang berada
di dalam platelet dan berinteraksi dengan platelet yaitu prostaglandin
endoperoksida dan tromboxane A2 (TXA2)
Gambar 1. Fungsi Platelet
, ion kalsium (Katzung, 2003).
Dikutip dari : Liesner, R.J and Machin, S.J. 2003. Platelet Disorders. In : Provan, D. ABC of Clinical Haematology second edition. BMJ Books, Spain. P.35-39
Obat antiplatelet telah direkomendasikan untuk pengobatan stroke dan
transient ischemic attack untuk mengurangi resiko stroke berulang dan kejadian
vaskular lainnya. Berdasarkan prosedur penatalaksanaan pemberian obat
antiplatelet sebagai pilihan dapat digunakan aspirin, clopidogrel, dipyridamole
dengan aspirin (Hills dkk, 2007). Aspirin merupakan obat antiplatelet yang
Universitas Sumatera Utara
pertama digunakan untuk mencegah stroke. Akan tetapi dua dekade terakhir
beberapa jenis obat antiplatelet lainnya dan kombinasi antara obat antiplatelet
telah dievaluasi untuk digunakan dalam memperbaiki keefektifan dan keamanan
dari penggunaan aspirin (O’Donnel dkk, 2008).
Beberapa percobaan penelitian telah dilakukan untuk menilai efikasi dari
pengobatan dengan antiplatelet, terutama penggunaan aspirin untuk mencegah
kejadian vaskular. The Antiplatelet Trialists Collaboration (APTC) termasuk
dalam meta-analisis untuk menentukan efek dari obat antiplatelet dengan
berbagai jenis obat antiplatelet pada populasi dengan resiko vaskular.
Berdasarkan 17 percobaan penelitian ditemukan pengobatan dengan antiplatelet
mengurangi kejadian stroke, infark miokard dan kematian akibat gangguan
vaskular (Sacco dkk, 2000).
2.1 ASPIRIN
2.1.1. Kimia
Aspirin merupakan prototipe dari prostaglandin tromboxane A2
yang
memproduksi arakhidonat sehingga mengakibatkan perubahan bentuk dari
platelet untuk mengeluarkan granul dan melakukan agregasi (Katzung, 2003).
2.1.2. Farmakokinetik
Aspirin diabsorbsi sebanyak 100 % dengan bioavailabilitasnya 68 %.
Waktu paruh aspirin selama 15 menit dan dieliminasi di ginjal bergantung pada
pH. Ikatan protein plasma 50-80 %, makin tinggi dosis, makin rendah ikatan
protein plasma (Sigit, J.I, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Cara Kerja
Aspirin menghambat sintesis tromboxane A2 (TXA2) di dalam trombosit
dan prostacyclin (PGI2
Gambar 2. Cara Kerja Obat Antiplatelet
) di pembuluh darah dengan menghambat secara
ireversibel enzim siklooksigenase. Penghambatan enzim siklooksigenase terjadi
karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut (Katzung, 2003), (Blann, A.D dkk,
2003), (Dewoto, 2007). Dikarenakan platelet tidak dapat melakukan regenerasi
terhadap siklo-oksigenase, efek daripada aspirin sepanjang jangka hidup dari
platelet (secara umum selama 10 hari) (Katzung, 2003), (Blann, A.D dkk , 2003).
Dikutip dari : Blann, A.D.; Landray, M.J.; Lip, G.Y.H. 2003. An of overwiew of antithrombotic therapy. In : Lip,G.Y.H, Blann, A.D. ABC of Antithrombotic Therapy. BMJ Publishing Groups. Spain. P.10-13
2.1.4. Penggunaan dan Dosis Terapeutik
Aspirin merupakan satu-satunya obat antiplatelet yang diberikan pada
stroke iskemik akut dan direkomendasikan untuk diberikan segera dengan dosis
160-325 mg per hari (Lip, G.Y.H dkk, 2003). Sedangkan Food and Drug
Administration (FDA) menyetujui pemberian aspirin 325 mg per hari untuk
profilaksis primer infark miokard (Katzung, 2003). Dosis yang digunakan pada
beberapa percobaan klinis bervariasi, dimulai dari dosis kurang dari 50 mg
sampai >1200 mg per hari (Blann, A.D dkk, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan pembentukan TXA2, sebagai
akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit. Dosis yang lebih tinggi selain
meningkatkan toksisitas (terutama perdarahan) juga menjadi kurang efektif
karena selain menghambat TXA2
2.1.5. Efek Samping
juga menghambat pembentukan prostasiklin
(Dewoto, 2007).
Efek samping dari penggunaan aspirin adalah rasa tidak enak di perut,
mual dan perdarahan saluran cerna, ruam kulit, purpura dan alopesia (Blann,
A.D dkk, 2003), (Dewoto, 2007).
2.1.6. Kontraindikasi
Kontraindikasi pemberian aspirin dibagi menjadi dua yaitu absolut pada
kondisi ulkus gastrointestinal yang aktif, hipersensitivitas dan trombositopenia.
Sedangkan yang relatif yaitu adanya riwayat ulkus atau dispepsia, penyakit
dengan perdarahan dan pemberian warfarin (Blann, A.D dkk, 2003).
2.2. CILOSTAZOL
2.2.1. Kimia
Cilostazol merupakan 6-[4-(1-cyclohexyl-1H-tetrazol-5-yl)butoxy]-3, 4-
dihydro-2-(1H)-quinolinone dapat meningkatkan siklik AMP intraselular dengan
menghambat hidrolisis phospodiesterase tipe IIII (Lee dkk, 2003).
2.2.2. Farmakokinetik
Cilostazol secara cepat diabsorbsi dan mencapai puncak konsentrasi
plasma dalam waktu 2,4 jam setelah pemberian secara oral. Dan kebanyakan
cilostazol berikatan dengan protein 95-98%, yang paling utama adalah albumin.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan studi in vitro pada sitokrom P450, cilostazol di metabolisme di hati
melalui sitokrom P450. (Yoo dkk, 2010).
2.2.3. Cara Kerja
Cilostazol menghambat phospodiesterase 3, meningkatkan konsentrasi
cAMP dan akibatnya adalah menghambat agregasi platelet. Obat ini juga
memiliki efek vasodilator yang menghambat proliferasi otot polos vaskular dan
melindungi dinding vaskular serta endothelium (Shinohara dkk, 2010). Dan yang
terbaru cilostazol juga menghambat lipopolisakarida yang dapat menginduksi
apoptosis pada sel endothelium. Berdasarkan hasil observasi cilostazol memiliki
efek neuroproteksi ( Lee dkk, 2003
2.2.4. Penggunaan Dosis dan Terapeutik
Pemberian cilostazol yang direkomendasikan adalah 100 mg sebanyak
dua kali sehari atau 50 mg sebanyak dua kali sehari. Pasien biasanya respon
selama dua atau empat minggu setelah pemberian terapi (Lee dkk, 2003)
(Katzung, 2003).
2.2.5. Efek Samping
Efek samping yang muncul adalah nyeri kepala, dizzines dan takikardia
(Furie, 2010).
2.2.6. Kontraindikasi
Pada kondisi gagal jantung, kelainan hemostasis atau pasien yang
mengalami perdarahan seperti perdarahan lambung dan perdarahan intrakranial
(Lee dkk , 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.3. CLOPIDOGREL
2.3.1. Kimia
Clopidogrel merupakan turunan dari derivat thienopyridine yang
menghambat agregasi platelet (Katzung, 2003).
2.3.2. Farmakokinetik
Clopidogrel dengan waktu paruh obat selama 8 jam dan biasanya
dieliminasi melalui feses atau ginjal (Sigit, J.I, 2003).
2.3.3. Cara Kerja
Clopidogrel secara kompetitif dan ireversibel menghambat adenosine
diphospate (ADP) P2Y12 reseptor. Adenosine diphosphate yang berikatan
dengan PY1 reseptor menginduksi perubahan ukuran platelet dan kelemahan
serta agregasi platelet yang sementara (Nguyen, 2005). Tidak seperti aspirin
obat ini tidak memiliki efek terhadap metabolisme prostaglandin (Katzung, 2003).
Gambar 3. Cara Kerja Clopidogrel
Dikutip dari : Nguyen, T.A.; Diodati, J.G; Pharand, C. 2005. Resistance to Clopidogrel : A Review of The Evidence. J Am Coll Cardiol.45:1157-64.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Penggunaan Dosis dan Terapeutik
Pada beberapa percobaan dilaporkan efikasi penggunaan clopidogrel
dalam pencegahan transient ischemic attack, stroke dan unstable angina
pectoris. Efek antithrombotik dari clopidogrel tergantung kepada dosis, didalam 5
jam setelah pemberian secara oral dosis awal clopidogrel 300 mg, aktivitas
platelet sebanyak 80% dapat dihambat. Dosis 75 mg merupakan maintenance
dose , dimana dapat mencapai inhibisi platelet maksimum. Durasi efek
antiplatelet 7-10 hari (Katzung, 2003).
2.3.5. Efek Samping
Memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan ticlopidine
yaitu supresi sumsum tulang belakang yaitu neutropenia (Katzung, 2003) (Blann,
A.D. dkk, 2003) dan thrombotic thrombocytopenia purpura pada beberapa kasus
(Katzung, 2003).
2.3.6. Kontraindikasi
Clopidogrel kontraindikasi diberikan pada gangguan hati berat,
kecenderungan perdarahan dan pada wanita hamil (Sigit, J.I, 2003).
3. OUTCOME STROKE
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai
impairment, disabilitas dan handicaps. WHO membuat batasan sebagai berikut
(Caplan,2000) :
Universitas Sumatera Utara
1. Impairment adalah suatu kehilangan atau abnormalitas psikologis, fisiologis
atau fungsi atau struktur anatomis.
2. Disabilitas adalah setiap keterbatasan atau ketidakmampuan untuk
melakukan suatu aktivitas dengan cara atau dalam rentang yang dianggap
normal untuk orang sehat.
3. Handicap adalah gangguan yang dialami oleh individu akibat impairment atau
disabilitas tersebut, yang membatasi perannya sebagai manusia normal.
Penelitian klinis tentang stroke secara rutin menggunakan mortalitas
sebagai outcome, namun terdapat outcome lainnya yang penting untuk
investigasi klinis dan relevan dengan pasien, mencakup perubahan fungsi tubuh
dan disabilitas. Sejumlah instrumen untuk menilai fungsi dan disabilitas telah
dikembangkan. Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel Index dan Modified
Rankin Scale umumnya digunakan untuk menilai outcome karena mudah
digunakan dan merupakan pengukuran yang sensitif terhadap derajat keparahan
stroke (Weimar dkk, 2002).
Modified Rankin Scale mengukur tingkat ketergantungan, baik mental
maupun adaptasi fisik yang digabungkan dengan defisit neurologis. Skala ini
terdiri dari 6 derajat, yaitu dari 0-5, dimana 0 berarti tidak ada gejala dan 5 berarti
cacat/ketidakmampuan yang berat (Weimar dkk,2002).
National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) digunakan untuk menilai
impairment, yang terdiri dari 12 pertanyaan—tingkat kesadaran, respon terhadap
pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan
pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa, disartria dan inatensi.
Universitas Sumatera Utara
Skala ini telah banyak digunakan pada berbagai penelitian tentang terapi stroke
akut dan merupakan pemeriksaan standar dalam penelitian klinis. (Meyer
dkk,2002; Schlegel dkk,2003).
Skor ini tidak hanya membantu untuk mengukur derajat defisit neurologis,namun
juga untuk memfasilitasi komunikasi antara penyedia layanan kesehatan,
mengidentifikasi kemungkinan lokasi oklusi pembuluh darah, menyediakan
prognosis awal, dan membantu mengidentifikasi eligibilitas pasien untuk
berbagai intervensi dan potensial komplikasi. (Adams dkk, 2007). Penilaian
retrospektif untuk menilai keparahan stroke dengan NIHSS menunjukkan bahwa
skor ini reliable dan tidak bias bahkan jika elemen pemeriksaan fisik ada yang
hilang dari rekam medis pasien (Williams dkk, 2000)
Universitas Sumatera Utara
4. KERANGKA TEORI
STROKE ISKEMIK
AKUT
ATHEROSKLEROSIS
OUTCOME
ASPIRIN
CILOSTAZOL
CLOPIDOGREL
Diener, 2006 : Aterotrombosis memicu oklusi lokal dan embolisme di daerah distal. Dengan manifestasi klinis yang dapat dilihat pada stroke iskemik
Shinohara dkk, 2010 : Platelet memiliki peran sangat penting dalam patogenesis aterotrombosis dan berdasarkan hasil randomized trials dan meta-analisis menunjukkan adanya efikasi dari terapi antiplatelet dalam pengobatan stroke iskemik
Wilterdink dkk, 2001 : • Stroke iskemik
akut, pemberian aspirin bermanfaat mengurangi mikroagregasi dari platelet dan thromboxane A2
• perbedaan signifikan skor NIHSS dan SME antara pasien menggunakan aspirin dengan tidak menggunakan aspirin
Shinohara dkk, 2010 : Cilostazol menghambat phospodiesterase 3, meningkatkan konsentrasi cAMP dan efek vasodilator Lee dkk, 2011 : Cilostazol tidak lebih rendah outcome fungsionalnya dibandingkan dengan aspirin
Caprie Steering Committee, 1996 : Clopidogrel dapat mencegah terjadinya trombosis menghambat aktvasi daripada platelet melalui adenosine diphosphate
Hankey dkk, 2010 : Penambahan clopidogrel dan aspirin tidak menunjukkan secara signifikan perubahan outcome fungsional
Universitas Sumatera Utara
top related