pemikiran ki hajar dewantara
Post on 17-Dec-2015
139 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
i
SKRIPSI
PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG KONSEP
PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
Disusun Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Disusun Oleh:
MAY MUFLIHAH AR ROZI
NIM: 121 08 008
JURUSAN TARBIYAH
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2013
-
ii
-
iii
KEMENTERIAN AGAMA RI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323 706, 323 433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : administrasi@stainsalatiga.ac.id
SKRIPSI
PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG KONSEP
PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
DISUSUN OLEH:
MAY MUFLIHAH AR ROZI
NIM: 12108008
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan
Tarbiyah Pendidikan Agama Islam (PAI), Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 03 April 2013 dan telah dinyatakan
memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Dr. M. Zulfa, M.Ag
Sekretaris Penguji : Drs. Sumarno Widjadipa, M.Pd
Penguji I : Drs. Bahrudin,M.Ag
Penguji II : Drs. Kastolani, M. Ag
Penguji III : Drs. Miftahuddin, M.Ag
Salatiga, 03 April 2013
Dr. Imam Sutomo, M.Ag
NIP: 19580827 198303 1002
-
iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudari:
Nama : May Muflihah Ar Rozi
NIM : 12108008
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Judul : PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA
TENTANG KONSEP PENDIDIKAN BUDI
PEKERTI
Telah kami setujui untuk dimunaqosyahkan.
Salatiga, 15 Maret 2013
Pembimbing
Drs. Miftahuddin, M.Ag.
NIP. 19700922 199403 1 002
-
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : MAY MUFLIHAH AR ROZI
NIM : 12108008
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
Salatiga, 15 Maret 2013
Yang Menyatakan
May Muflihah Ar Rozi
12108008
-
vi
MOTTO
(QS. Ali Imran: 104)
-
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
Kedua orang tua Ibu Siti Saodah dan Bapak Fachrurrozi, yang senantiasa
membimbing, mendidik dengan sabar dan penuh kasih sayang, serta doa
yang tak pernah luput untuk penulis
Bapak Drs. Miftahudin, M.Ag yang telah membimbing penulis dalam
pembuatan skripsi ini penuh dengan kesabaran dan ketelatenan.
Untuk kakakku Mbak. Sofa yang selalu menjadi motifator agar adik-
adiknya selalu melakukan yang terbaik, adikku Udin yang tak pernah
putus menyemangati dan memberi doa.
Keluarga besar Ponpes. Annida Salatiga, Alm. Bpk. KH. Ali Asad, Alm.
Bpk. KH. Nuh Muslim, Bpk. KH. Syamsudin dan Ibu Nyai Siti Fatimah
selaku pengasuh. Ust. Abdul Ghoni, Ust. Sukedi, Ust. Dahlan, dan Ibu
Ngatiyah Terima kasih sebanyak-banyaknya atas ilmu yang beliau ajarkan
kepada penulis.
Keluarga Besar Ponpes. Al Hasan Banyuputih timur Salatiga, Bpk. KH.
Tafrikhan beserta isteri dan keluarga, Ibu Nyai Kamalah Ishom dan
keluarga, Terimakasih yang tiada terkira atas bimbingan, ajaran serta
kesabaranya kepada penulis selama menjadi santri.
Keluarga Besar lembaga Pendidikan Islam Al Azhar Kec. Wirosari Kab.
Grobogan.
-
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi robilalamin, segala curahan rasa syukur kami panjatkan
kepada Dzat yang menjadi Rabb Al samaawaati Wa Al Ardl Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul Pemikiran Ki Hajar Dewantar tentang Konsep Pendidikan Budi
Pekerti
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada uswah hasanah kita,
sang putera padang pasir yang membawa pedang kebenaran, mengubah gelapnya
kejahiliyahan menuju terangnya dinnul islam. Beliaulah Nabi Agung Muhammad
SAW, serta kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para pengikut-
pengikutnya.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I) di Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul Pemikiran Ki Hajar
Dewantar tentang Konsep Pendidikan Budi Pekerti
Peneliti skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkenan membantu peneliti menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada:
1. Bapak. Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M. Pd, selaku Ketua Jurusan Tarbiyah.
-
ix
3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si selaku Ketua Progdi PAI STAIN Salatiga.
4. Bapak. Drs. Miftahuddin, M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Bapak dan Ibu dosen STAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga peneliti mampu menyelesaikan penelitian skripsi
ini.
6. Karyawan-karyawati STAIN Salatiga yang telah memberikan layanan
serta bantuan.
7. Kedua orang tua penulis, Ibu Siti Saodah dan Bapak Fachrurrozi, yang
senantiasa membimbing, mendidik dengan sabar dan penuh kasih sayang,
serta doa yang tak pernah luput untuk penulis
8. Untuk kakakku Mbak. Sofa yang selalu menjadi motifasi agar adik-
adiknya selalu melakukan yang terbaik, adikku Udin yang tak pernah
putus menyemangati dan memberi doa.
9. Rekan-rekan seperjuangan di LDK Darul Amal (Lembaga Dakwah
Kampus), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Kota Salatiga yang
telah mewarnai kehidupan penulis.
10. Sahabat-sahabat yang telah banyak melakukan hal terbaik kepada
penulis, sebagai teman dalam susah maupun senang, yang tidak akan
pernah bisa terbalaskan baik budinya untuk Mas. Ishlah, Maz. Imam,
Dedy, Ulya, Hida, Fina, Puz, Dek. Rozi dll
-
x
Skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka peneliti mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dan semoga hasil penelitian ini dapat
berguna bagi peneliti khususnnya serta para pembaca pada umumnya.
Salatiga, 15 Maret 2013
Penulis
May Muflihah Ar Rozi
12108008
-
xi
ABSTRAK
Muflihah Ar Rozi, May. 2013. Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Konsep
Pendidikan Budi Pekerti Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi
Pendidikan Agama Islam. Salatiga. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Salatiga. Dosen Pembimbing Drs. Miftahuddin, M.Ag..
Kata kunci: Budi Pekerti, konsep pendidikan, Ki Hajar Dewantara
Di era globalisasi ini manusia diajak untuk tanggap segala informasi aktual
dengan segera melalui teknologi-teknologi modern. Kemajuan teknologi dan
Informasi menuntut persaingan bebas menjadikan manusia berusaha memenuhi
kebutuhannya sendiri, baik kebutuhan pokok ataupun kebutuhan yang sebenarnya
tidak perlu dalam rangka memenuhi persaingan global.Selain itu globalisasi juga
dapat menyebabkan ancaman moral dan budaya bangsa. Budaya global akan
muncul dan dapat mematikan budaya lokal. Hal ini sangat membahayakan sebab
budaya lokal akan hilang terggantikan dengan budaya global setelahnya identitas-
identitas bangsa yang bermoral hanya tinggal cerita saja.Berdasarkan latar
belakang di atas, yakni begitu urgennya fungsi dan kedudukan budi pekerti yang
dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara. Adapun tujuan daripenelitian ini adalah
untuk mengetahui karir intelektual Ki Hajar Dewantara, status sosialnya,
karakteristik pemikiran, konseppemikiran beliau tentang pendidikan budi pekerti
dan relevansinya di masa kini.
Penelitian ini termasuk penelitian literer yang berfokus pada refrensi buku
dan sumber-sumber yang relevan. Pencarian data dicari dengan pendekatan
library research yaitu suatu penelitian kepustakaan murni, menggunakan metode
dokumentasi yang mencari data mengenai hal-hal atau variable-variabel yang
berupa catatan seperi buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen
harian, catatan rapat, dan sebagainya.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan adalah Ki Hajar Dewantar
seorang pejuang yang di segani dan di hormati rakyat, Memiliki keunikan berfikir
dimana beliau memberikan nafas kebangsaan yang beraliran kebudayaan pada
konsep pendidikanya. Dalam menanamkan nilai-nilai budi pekerti memiliki
maksud dan tujuan, berusaha memberi nasehat-nasehat, anjuran-anjuran, materi-
materi yang dapat mengantarkan anak didik menjadi sadar untuk berbuat baik dan
terbentuk watak dan kepribadian dengan baik juga. Di ajarkan sesuai tingkatan
usia perkembangan anak, dari masa kecilnya hingga dewasa agar mencapai
kebahagiaan lahir dan batin. Dalam proses pendidikanya berdasarkan
pancadharma yaitu kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan dan
kemanusiaan. Menggunakan metode ngerti, ngrasa dan ngelakoni. Sebagaimana
disampaikan diatas, perlu kiranya penulis memberikan sumbangsih berupa saran-
saran antara lain, konsep pemikiran KI Hajar Dewantara memiliki konsep tujuan
yang bagus, serta teta[ re;evan hingga saat ini. Konsep tersebut sangat tepat di
terapkan kepada bangsa ini yang telah mengalami degradasi moral. Sebagai
seorang guru hendaknya dapat menjadi sosok yang patut dijadikan suri tauladan
digugu lan ditiru.
-
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN BERLOGO ................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... iii
PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................................... iv
MOTTO ............................................................................................................ v
PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 8
E. Metode Penelitian .......................................................................... 8
F. Telaah Pustaka ............................................................................... 10
G. Sistematika Penulisan .................................................................... 14
BAB II RIWAYAT HIDUP KI HAJAR DEWANTARA ............................ 16
A. Biografi Ki Hajar Dewantara ......................................................... 17
B. Peran Sosial KI Hajar Dewantara .................................................. 21
a. Ki Hajar Dewantara sebagai Pejuang Bangsa .................... 22
b. Ki Hajar Dewantara Sebagai Pendidik .............................. 27
c. Ki Hajar Dewantara Sebagai Budayawan .......................... 31
d. Ki Hajar Dewantara Sebagai Pemimpin Rakyat ................ 32
C. Karya-Karya Ki Hajar
Dewantara...................................................................................... 33
BAB III PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG
KONSEP PENDIDIKAN BUDI PEKERTI ............................ 36
A. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti ........................................ 37
-
xiii
B. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti .............................................. 39
C. Dasar Pendidikan Budi Pekerti ................................................ 40
a. Kodrat Alam ...................................................................... 42
b. Azas Kemerdekaan ............................................................ 44
c. Azas Kebudayaan .............................................................. 46
d. Azas Kebangsaan ............................................................... 47
e. Azas Kemanusiaan ............................................................. 48
D. Materi Pendidikan Bud Pekerti ............................................... 49
a. Taman Indria dan Taman Anak (5-8 tahun) ...................... 50
b. Taman Muda (umur 9-12 tahun ......................................... 51
c. Taman Dewasa (umur 14-16 tahun .................................... 51
d. Taman Madya dan Taman Guru (umur 17-20 tahun) ........ 52
E. Metode Pendidikan Budi Pekerti ............................................ 53
BAB IV Pemikiran Ki hajar Dewantara Tentang Konsep Pendidikan
Budi Pekerti Dalam Konteks Keknian .................................... 57
A. Implementasi ............................................................................ 57
B. Relevansi Pemikiran ................................................................ 59
C. Implikasi .................................................................................. 68
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 109
A. Kesimpulan ................................................................................... 109
B. Satan-saran .................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 114
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi ini manusia diajak untuk tanggap segala informasi
aktual dengan segera melalui teknologi-teknologi modern. Kemajuan
teknologi dan Informasi menuntut persaingan bebas menjadikan manusia
berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri, baik kebutuhan pokok ataupun
kebutuhan yang sebenarnya tidak perlu dalam rangka memenuhi persaingan
global.
Seperti yang dikatakan oleh Firedman maupun Kenich Ohmae,
globalisasi telah merubah cara hidup individu demikian pula negara dan
masyarakat, tidak ada seorangpun lagi yang dapat keluar dari arus globalisasi
dewasa ini. Setiap orang hanya ada dua pilihan yaitu dia memilih dan
menempatkan dalam arus perubahan globalisasi atau dia hanyut dibawa arus
gelombang globalisasi yang anonim. (H. A. R Tilaar, 2006: 143)
Gelombang arus globalisasi mempunyai aspek positif dan aspek
negatif. Aspek positif dari era ini antara lain adalah peserta didik diajak untuk
meningkatkan kemampuan individu dalam memahami masyarakat dunia,
mengetahui kemampuan dasar intelektual dan bertanggungjawab memasuki
dunia yang baru. (Nurani Soyomukti, 2010: 6). Kini setiap orang merasa
bertanggung jawab dengan keadaan lingkungan sekitarnya seperti menjaga
-
2
kelestarian planet bumi agar dapat meminimalisir global warming, illegal
logging, polusi udara, darat dan laut.
Aspek negatifnya menurut H. M Arifin bahwa teknologi modern telah
menampakan diri di depan mata kita, yang pada drinsipnya melemahkan daya
mental dan spiritual yang sedang tumbuh dan berkembang dengan segala
bentuk penampilannya. Kondisi inilah salah satu yang mengakibatkan
terjadinya penyimpangan para remaja ( Prof. H.Muzayyin Arifin, M.Ed.
2011: 10).
Selain itu globalisasi juga dapat menyebabkan ancaman moral dan
budaya bangsa. Budaya global akan muncul dan dapat mematikan budaya
lokal. Hal ini sangat membahayakan sebab budaya lokal akan hilang
terggantikan dengan budaya global setelahnya identitas-identitas bangsa yang
bermoral hanya tinggal cerita saja.
Di tengah-tengah maraknya globalisasi komunikasi dan teknologi
manusia cenderung bersikap individualis. Mereka menjadi gandrung
teknologi menyibukkan diri dengan penemuan-penemuan baru di bidang
IPTEK tanpa memperhatikan kesejahteraan dirinya sebagai manusia sosial.
Bahkan secara faktual di era globalisasi ini banyak merebak isu-isu
moral di kalangan remaja seperti penggunaan narkotika dan obat-ibatan
terlarang (narkoba), tawuran pelajar, pornografi, perkosaan, merusak milik
orang lain, perampasan, penipuan, pengguguran kandungan, penganiyaan,
perjudian, pelacuran, pembunuhan dan lain-lain ( Dr. C. Asri Budiningsih,
2008 : 1).
-
3
Hal tersebut diatas tadi sudah menjadi masalah sosial yang sampai
saat ini belum bisa diatasi secara tuntas. Akibat yang ditimbulkan cukup
serius dan tidak bisa lagi disebut sebagai permasalahan yang sederhana.
Karena tindakan-tindakan tersebut sudah mengarah kepada tindakan kriminal
yang harus diproses secara hukum. Kondisi ini tentunya sangat
memprihatinkan di kalangan masyarakat, terutama orangtua, para guru
(pendidik), sebab para pelakunya beserta korban-korbanya adalah kaum
remaja, khususnya kaum pelajar dan mahasiswa.
Menurut Dr. C. Asri Budiningsih Kondisi demikian diduga bermula
dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikanlah yang
sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap kondisi ini.
Mereka yang telah melewati system pendidikan selama ini, mulai dari
pendidikan dalam keluarga,lingkungan sekitar, dan pendidikan sekolah,
kurang memiliki kemampuan mengelola konflik dan kekacauan tersebut (Dr.
C. Asri Budiningsih, 2008: 1).
Masih segar dalam ingatan kita bahwa Pendidikan Karakter Untuk
Membangun Keberadaban Bangsa adalah sebuah tema yang diusung oleh
kementrian pendidikan dalam memperingati hari pendidikan nasional tahun
2010. Sejak saat itu banyak sekali para ahli pendidikan, pengamat pendidikan
dan praktisi pendidikan mencoba menterjemahkan pendidikan karakter
menurut versinya masing-masing.
Isu pendidikan karakter mengedepan tidak hanya karena sebagai
peringatan hari pendidikan padatahun 2010, akan tetapi juga sebagai wujud
-
4
keprihatinan terhadap dunia pendidikan yang semakin hari semakin tidak
jelas arah dan hasilnya. Karena semakin hari pendidikan di Indonesia
semakin mengalami degradasi moral.
Apa yang salah dalam dunia pendidikan di Indonesia, setelah lebih
dari enam puluh tahun kita merdeka, pendidikan nasional belum mampu
berfungsi menunjang bangsa yang berkarakter.
Sebenarnya pendidikan agama telah mencakup aspek pendidikan
karakter yang menjadi pengendali dari setiap tindakan yanag akan dilakukan.
Orang yang pernah mendapatkan pendidikan agama setidaknya dapat
mengontrol dirinya agar tidak melakukan hal-hal yang mencoreng citra
pendidikan nasioa; dan dapat membantu kesuksesan tujuan pendidikan
nasional. Hal ini sesuai dengan risalah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
SAW bahwa beliau bersabda dalam hadist nya aku diutus Allah untuk
menyempurnakan keluhuran akhlak (budi pekerti).
Ini menjadi rujukan agar kita semua para pendidik sadar untuk
memberikan Pendidikan akhlak (budi pekerti) kepada peserta didik agar ia
mampu mengemban tugasnya sebagai seorang pelajar dan dapat
mengharumkan citra pendidikan.
Pendidikan agama merupakan pondasi kehidupan harusnya mencakup
keseluruhan hidup sebagai pengendali tindakan. Seseorang yang tidak pernah
mendapatkan pendidikan agama dia tidak mampu bertindak dengan sukarela
untuk norma yang harus ia patuhi dan norma yang harus ia tinggalkan.
-
5
Apabila agama masuk ke dalam pembinaan pribadi seseorang, maka
dengan sendirinya segala sikap, tindakan, perbuatan dan perkataanya akan
dikendalikan oleh pribadi, yang telah terbina di dalamnya pendidikan agama,
yang akan menjadi pengendali bagi moralnya ( Zakiyah Darajat, 1977 : 49 ).
Ungkapan-ungkapan di atas menegaskan urgensinya pendidikan akhlak yang
terdapat dalam pendidikan agama sebagai pengendali pribadi.
Selaras dengan pendidikan agama, bahwa kepentingan pendidikan
budi pekerti yang dipelopori oleh Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh
pendidikan nasional yang mempunyai andil yang sama dalam membentuk
kepribadian manusia.
Hal ini masih tetap abadi untuk disimak kembali sebagaimana yang
telah diungkapkan oleh Ki Hajar dewantara bahwa pengajaran budi pekerti
tidak lain adalah:
Menyokong perkembangan hidup anak-anak lahir dan batin, dari sifat kodratnya menuju kearah peradaban dalam sifatnya yang
umum (Ki hajar Dewantara : 1977 : 485).
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
bab I Pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan
ketrampilan yang dipelukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.( Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional : 2003 : 4)
Namun pada kenyataanya banyak warga Negara yang tidak berakhlak
mulia seperti melakukan tindakan-tindakan kriminal yang telah disebut diatas
tadi, tidak mandiri karena bersifat komsumtif, tidak bertanggung jawab
-
6
terhadap hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya. Hal itu semua sangat
bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional.
Citra pendidikan bangsa Indonesia yang semakin tidak jelas arahnya.
Semakin banyak kaum yang dianggap terpelajar dan berpendidikan telah
bercitra seperti orang yang tidak mengenal pendidikan. Semakin maraknya
perkelahian pelajar, tindakan kriminal yang dilakukan pelajar, serta tindakan-
tindakan asusila lainnya, mencerminkan gagalnya dunia pendidikan dalam
mencetak generasi yang beradab. Sekolah tidak berhasil melaksanakan
konsep mendidiknya.
Berdasarkan latar belakang di atas, yakni begitu urgennya fungsi dan
kedudukan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara, yang
meliputi tujuan, materi pendidikan dan metode pendidikannya. Pemikiran-
pemikiran beliau tentang budi pekerti selaras dengan pendidikan karakter
yang sedang mengedepan dalam pendidikan nasional Indonesia. Maka
penulis tertarik untuk mengangkatnya sebagai bahan penulisan skripsi yang
berjudul Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Konsep Pendidikan
Budi Pekerti.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang yang telah diuraikan, maka dalam
penelitian ini rumusan masalahnya adalah Bagaimana konsep pendidikan
budi pekerti yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara ?. Rumusan masalah
tersebut akan dijawab dengan sub sub pertanyaan sebagai berikut:
-
7
1. Bagaimana latar belakang kehidupan Ki Hajar Dewantara?
2. Bagaimana perjalanan karir intelektual Ki Hajar Dewantara?
3. Bagaimana peran sosial Ki Hajar Dewantara?
4. Bagaimana pokok-pokok pemikiran Ki Hajar Dewantara?
5. Bagaimana karakteristik pemikiran Ki Hajar dewantara?
6. Bagaimana pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang konsep pendidikan
budi pekeri?
7. Bagaimana relevansi konsep pemikiran budi pekerti Ki Hajar dewantara
dalam konteks kekinian ?
C. Tujuan Peneltian
Dengan sub-sub pertanyaan dalam rumusan masalah di atas maka
tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui latar belakang kehidupan Ki Hajar Dewantara.
2. Untuk mengetahui perjalanan karir intelektual Ki Hajar Dewantara.
3. Untuk mengetahui peran sosial Ki Hajar Dewantara.
4. Untuk mendeskripsikan pokok-pokok pemikiran Ki Hajar Dewantara
5. Untuk mendiskripsikan karakteristik pemikiran Ki Hajar Dewantaraan
6. Untuk mendiskripsikan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang konsep
pendidikan budi pekerti
7. Untuk mengetahui relevansi konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam
konteks kekinian.
-
8
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat hasil penelitian yang penulis harapkan adalah:
1. Teoritis: Sebagai salah satu sumbangan pemikiran bagi khasanah keilmuan
pendidikan Indonesia secara umum dan pendidikan islam pada khususnya.
2. Praktis: memberikan Informasi ulang kepada praktisi pendidikan tentang
konsep budi pekerti menurut Ki Hajar Dewantara. Untuk dijadikan rujukan
dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal pokok yang mendasari
penelitian, antara lain: Jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan
data, dan analisis data.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian literer yang berfokus pada
refrensi buku dan sumber-sumber yang relevan. Penelitian literer lebih di
fokuskan kepada studi kepustakaan. ( Tatang M. Amirin, 1995: 135)
2. Sumber data
Dalam penelitian ini untuk melengkpai sumber data-datanya
penulis menggunakan karya ilmiah Ki Hajar Dewantara berupa buku
dengan judul Bagian Pertama : Pendidikan terbitan tahun 1977 oleh
Majelis luhur persatuan taman siswa Yogjakarta. Buku ini merupakan
karya pertama Ki Hajar Dewantara Yang dibukukan, di dalamnya memuat
beberapa hal meliputi pedoman pendidikan,landasan pendidikan, alat
-
9
pendidikan, lembaga pendidikan, dan kajian tentang konsep pendidikan
budi pekerti.
Dalam buku ini fokus utama tentang pendidikan nasionalisme dan
budi pekerti. Ki Hajar Dewantara berargumentasi bahwa kondisi sosial
bangsa pada masa itu menghadapi penjajah, sehingga nasionalisme perlu
ditanamkan kepada anak didik di dunia pendidikan Indonesia. Sebagai
bukti konkrit penanaman nilai nasionalisme itu berupa pemakaian bahasa
Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan di sekolah. Adapun
konsep budi pekerti dijadikan landasan pendidikan bangsa Indonesia saat
itu, karena budi pekerti sebagai tiang penyangga akhlak bangsa Indonesia
untuk melawan penjajah.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pencarian data dicari dengan pendekatan library research yaitu
suatu penelitian kepustakaan murni. Dengan demikian pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah menggunakan metode dokumentasi yang
mencari data mengenai hal-hal atau variable-variabel yang berupa catatan
seperi buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen harian,
catatan rapat, dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2010: 202).
Dimana semua data-data atau variable-variabel tersebut berupa
karya Ki Hajar Dewantara atau karya-karya mengenai beliau baik tentang
sejarah kehidupanya maupun konsep pemikirannya.
-
10
4. Teknik analisis data
Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penulisan
skripsi ini adalah:
a. Deduktif
Metode deduktif adalah metode berfikir yang berdasarkan pada
pengetahuan umum dimana kita hendak menilai suatu kejadian yang
khusus. (Sutrisno Hadi, 1981: 42). Metode ini digunakan untuk
menjelaskan konsep pendidikan budi pekerti yang merupakan salah
satu sistem pendidikan karakter di Indonesia.
b. Induktif
Metode Induktif adalah metode berfikir yang berangkat dari
fakta-fakta peristiwa khusus dan konkret, kemudian ditarik
generalisasi-generalisasi yang bersifat umum.(Sutrisno Hadi, 1981:
42). Metode ini digunakan untuk membahas sejumlah data tentang
konsep budi pekerti menurut Ki hajar dewantara guna di tarik
kesimpulan di dalamnya dan dicari relevansinya dengan dunia
pendidikan nasional pada masa kini.
F. Telaah Pustaka
Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh yang penting di Indonesia. Ia
adalah tokoh yang mendapat gelar Bapak Pendidikan Indonesia dan menjadi
salah seorang yang mendapatkan gelar pahlawan di mata pemerintah.
-
11
Karena begitu besar pengaruh dan peranannya, maka ada beberapa yang
telaj mengkaji mengenai Ki Hajar Dewantara. Baik berupa karya, skripsi, tesis
dan buku.
Sejauh pengamatan penulis, ada beberapa penulusuran mengenai
pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang konsep pendidikan maupun konpes
pendidikan budi pekerti, baik berupa thesis maupun skripsi diantaranya yaitu:
1. Ratna Setyawati (PAI 2003) Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara
ditinjau dari Konsep Pendidikan Islam. Dengan kesimpulanya bahwa
pendidikan yang di gagas oleh Ki Hajar Dewantara mengedepankan nila-
nilai kemaslahatan umat dan memerangi kebodohan. Karena Ki Hajar
Dewantara memunculkan ide konsep pendidikan pada masa penjajahan
maka beliau mengedepankan nilai kebangsaan. Sedangkan pendidikan
islam selalu berkembang seiring dengan penenmuan-penemuan baru para
pakar Islam Yang menyesuaikan perkembangan zaman.
2. Cholifah Rodiyah (2011) Pendidikan Karakter dalam prespektif
pemikiran Ki Hajar Dewantara. Dengan kesimpulanya disarankan tetap
mempertahankan ajaran-ajaran Ki Hajar Dewantara yang baik, sambil
menggapai strategi pembelajaran yang lebih baik. Andaikan menemukan
kejanggalan atau sesuatu yang kontradiktif dalam pembelajaran Ki Hajar
Dewantara, hendaknya dijadikan sebagai pijakan atau tantangan secara
ilmiah(sains) bagi intellektual dan para pakar pendidikan untuk
membuktikan kebenaran atau positif dan negatif dari konsep Ki Hajar
Dewantara tentang pendidikan karakter. Hasil penelitian ini belum bisa di
-
12
katakan final secara sempurna, untuk itu di harapkan terdapat penelitian
lebih lanjut yang mengkaji ulang hasil penelitian dengan topik yang
serumpun.
3. Nur Idlokh (2011) Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan
Keluarga dalam Perspektif Hadist-Hadist Nabi SAW tentang Pendidikan.
Dengan Kesinpulanya meliputi: Pertama Konsep pendidikan keluarga
yaitu, keluarga sebagai pusat pendidikan, yang berarti menuntut adanya
berbagai pendidikan baik pendidikan individual maupun pendidikan sosial
bagi anak dilakukan dalam lingkungan keluarga. Sedangkan lembaga
pendidikan lain berfungsi sebagai pelengkap dan pendorong bagi jalannya
pendidikan keluarga. Orang tua berperan penting dalam mendidik anak-
anaknya, karena pertumbuhan budi pekerti anak sangat dipengaruhi oleh
lingkungan keluarganya masingmasing. Alam keluarga merupakan tempat
terbaik untuk melangsungkan pendidikan, karena lingkungan keluarga
adalah tempat pendidikan permulaan bagi setiap individu sebab disitulah
pertama kalinya pendidikan yang diberikan oleh orangtua, yang
kedudukannya sebagai guru (penuntun), pengajar dan sebagai pemimpin
pekerjaan (pemberi contoh). Pendidikan dalam keluarga merupakan
pondasi pembentuk watak kepribadian anak. Dalam kehidupan
kesehariannya, anak banyak berkumpul dengan keluarga. Segala tingkah
laku orang tua terutama orang tuanya akan ditiru oleh anak, sebab anak
merupakan peniru yang ulung. Bila obyek peniruannya jelek, orang tua
tidak memberikan kasih sayang yang memadai dan tidak memberikan
-
13
teladan yang baik, serta jauh dari nuansa agama, maka jangan berharap
kedua orang tuanya akan menuai buah hasil yang baik. Namun apabila
kedua orang tuanya memberikan teladan yang baik, saling menghormati,
menyayangi, jalinan yang baik sesama anggota keluarganya, tidak bersifat
masa bodoh, selalu memberikan contoh yang bernuansa ajaran islami,
maka semua itu akan tercetak (terlukis) pada diri anak dan ia senantiasa
akan meniru segala perbuatan yang terekam mulai pagi hari sampai sore
hari. Kedua Sumbangan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan
adalah menanamkan jiwa merdeka bagi rakyat melalui bidang pendidikan.
Namun telah diakui dunia bahwa kecerdasan, keteladanan dan
kepemimpinannya telah menghantarkan dia sebagai seorang yang berhasil
meletakkan dasar pendidikan nasional Indonesia. Jika dikaitkan dengan
pendidikan Islam, maka dapat ditegaskan bahwa Ki Hajar Dewantara
mengajak masyarakat untuk meningkatkan pendidikan agar nantinya dapat
mendapatkan kecerdasan, keteladanan serta merasakan hidup bahagia di
dunia dan di akhirat. Penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan
informasi dan masukan bagi mahasiswa, orang tua, tenaga pengajar, para
peneliti, dan semua pihak yang membutuhkan.
Adapun buku buku yang telah terbit mengenai beliau diantaranya:
1. Ditulis oleh Banbang Dewantara yang merupakan putera beliau dengan
100 Tahun Ki hajar Dewantara, Buku inimembahas perjalanan hidup
beliau, mulai dari kehidupan keluarganya dan perjuangannya melawan
penjajah. Dan diterbitkan oleh Pustaka Kartini pada tahun 1989 di Jakarta.
-
14
2. Ditulis oleh H. A. H Harahap dan B. S Dewantara dengan judul Ki Hajar
Dewantara Dkk, diterbitkan oleh PT. Gunung Agung pada tahun 1980 di
Jakarta.
3. Ditulis oleh Abdurrachman Surjomihardjo dengan judul Ki Hajar
Dewantara Dan Taman siswa Dalam Sejarah Modern, diterbitkan oleh
penerbit sinar harapanpada tahun 1986 di Jakarta.
Dari beberapa tulisan tersebut diatas, sejauh pengamatan penulis
belum ada yang membahas secara murni pemikiran beliau tentang konsep
pendidikan budi pekerti. Harapan penulis konsep yang akan disampaikan ini
dapat melengkapi informasi yang ada sebelumnya dan menambah wacana
khasanah keilmuan.
G. Sistematika Penulisan
Agar mendapatkan pengetahuan secara menyeluruh dalam skripsi ini
terdapat lima bab untuk membahas Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang
Konsep Pendidikan Budi Pekerti, sebagaimana dijelaskan di bawah ini
BAB I: Pendahuluan
Dalam pendahuluan ini memuat tentang Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode
Penelitian dan Sistematika Penulisan skripsi.
BAB II: Biografi Ki Hajar Dewantara
-
15
Sebelum melangkah jauh ke penelitian mengenai konsep pemikiran
beliau tentang pendidikan budi pekerti, penulis mengajak terlebih dahulu
untuk menganal sosok Ki Hajar Dewantara melalui Riwayat Hidup Ki Hajar
Dewantara, Setting-sosial Politik dan pengaruhnya terhadap pemikiran Ki
Hajar Dewantara, Karya Karya Ki Hajar Dewantara.
BAB III: Konsep Pendidikan Budi Pekerti Menurut Ki Hajar Dewantara
Untuk memaparkan pemikiran beliau yang merupakan inti dari skripsi
ini maka penulis mencoba memberikan penjelasan mengenai Pengertian dan
Dasar Pendidikan Budi Pekerti, Tujuan Pendidikan Budi Pekerti, Dasar
Pendidikan Budi Pekerti, Materi Pendidikan Budi Pekerti, Metode Pendidikan
Budi Pekerti.
BAB IV: PEMBAHASAN
Mengingat konsep beliau ini merupakan pengkajian ulang setelah
sekian lama terpendam, maka penulis mencoba merelavansikan dengan dunia
pendidikan nasional saat ini dengan memaparkan Signifikansi Pemikiran Ki
Hajar Dewantara, Relevansi Pemikiran Ki Hajar Dewantara dan Implikasi
pemikiran Ki Hajar Dewantara.
BAB V: Penutup
Merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan, saran-saran dan
penutup.
-
16
BAB II
RIWAYAT HIDUP KI HAJAR DEWANTARA
Sosok Ki Hajar Dewantara sudah tidak asing lagi di mata penduduk
bangsa Indonesia. Beliau adalah tokoh yang mempunyai jiwa pejuang yang tidak
kenal kata menyerah, seorang pemimpin yang dapat menuntun anak buahnya,
seseorang yang kritis terhadap dunia pendidikan, yang telah menghasillkan
berbagai gagasan yang meliputi masalah politik dan budaya, sehingga beliau
dikenal sebagai seorang pejuang, pendidik sejati dan sekaligus menjadi
budayawan Indonesia.
Orang pertama di Indonesia seorang Ir. Soekarno bahkan sangat
menghormati dan memuliakan beliau, seperti yang disampaikan dalam pidatonya
bahwa saya datang di sini sebagai Presiden ataupun sebagai Bung Karno. Dalam
kedua duanya hal itu saya yakin, menjadi penyambung lidah rakyat, dan saya
datang disini ialah untuk menyatakan pangabekti kepada Ki Hajar Dewantara dan
Nyi Hajar Dewantara (Bambang S Dewantara, 1989: 11).
Ki Hajar Dewantara juga sangat disegani masyarakat luas karena
kesederhanaanya, beliau tidak segan bergaul dengan masyarakat awam di luar
termasuk dengan hamba sahaya nya meski beliau adalah seorang keturunan
berdarah biru.
Untuk mengetahui keseluruhan tentang Ki Hajar Dewantara maka penulis
mengajak pembacaa untuk membahas bersama mengenai beliau diantaranya yaitu:
-
17
A. Biografi Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara Lahir pada 2 Mei 1889 (Ensiklopedi Nasional
Indonesia Jilid 4, 1989: 330). Beliau adalah putera ke lima pangeran
Soeryaningrat putera dari Sri Paku alam III. Pada waktu dilahirkan diberi
nama Soewardi Soeryaningrat, karena beliau masih keturunan bangsawan
maka mendapat gelar Raden Mas (RM) yang kemudian nama lengkapnya
menjadi Raden Mas Soewardi Soeryaningrat (Darsiti Soeratman, 1983/1984:
8-9). Alasan utama pergantian nama itu adalah keinginan Ki Hadjar
Dewantara untuk lebih merakyat atau mendekati rakyat. Dengan pergantian
nama tersebut, akhirnya dapat dengan leluasa bergaul dengan rakyat.
Sehingga dengan demikian perjuangannya menjadi lebih mudah diterima oleh
rakyat pada masa itu. Menurut silsilah susunan Bambang Sokawati
Dewantara, Ki Hadjar Dewantara masih mempunyai alur keturunan dengan
Sunan Kalijaga (Darsiti Soeratman, 1983/1984: 171).
Jadi Ki Hadjar Dewantara adalah keturunan bangsawan dan juga
keturunan ulama, karena merupakan keturunan dari Sunan Kalijaga.
Sebagaimana seorang keturunan bangsawan dan ulama, Ki Hadjar Dewantara
dididik dan dibesarkan dalam lingkungan sosio kultural dan religius yang
tinggi serta kondusif. Pendidikan yang diperoleh Ki Hadjar Dewantara
dilingkungan keluarga sudah mengarah dan terarah ke penghayatan nilai-nilai
kultural sesuai dengan lingkungannya. Pendidikan keluarga yang tersalur
melalui pendidikan kesenian, adat sopan santun, dan pendidikan agama turut
mengukir jiwa kepribadiannya.
-
18
Pada tanggal 4 November 1907 dilangsungkan Nikah Gantung
antara R.M. Soewardi Soeryaningrat dengan R.A. Soetartinah. Keduanya
adalah cucu dari Sri Paku Alam III. Pada akhir Agustus 1913 beberapa hari
sebelum berangkat ke tempat pengasingan di negeri Belanda. Pernikahannya
diresmikan secara adat dan sederhana di Puri Suryaningratan Yogyakarta (H.
A. H. Harahap dan B. S. Dewantara, 1980: 12)
Jadi Ki Hajar Dewantara dan Nyi Hadjar Dewantara adalah sama-
sama cucu dari Paku Alam III atau satu garis keturunan. Sebagai tokoh
Nasional yang disegani dan dihormati baik oleh kawan maupun lawan, Ki
Hadjar Dewantara sangat kreatif, dinamis, jujur, sederhana, konsisten,
konsekuen dan berani. Wawasan beliau sangat luas dan tidak berhenti
berjuang untuk bangsanya hingga akhir hayat. Perjuangan beliau dilandasi
dengan rasa ikhlas yang mendalam, disertai rasa pengabdian dan pengorbanan
yang tinggi dalam mengantar bangsanya ke alam merdeka (Ki Hariadi, 1989:
39)
Karena pengabdiannya terhadap bangsa dan negara, pada tanggal 28
November 1959, Ki Hajar Dewantara ditetapkan sebagai Pahlawan
Nasional. Dan pada tanggal 16 Desember 1959, pemerintah menetapkan
tanggal lahir Ki Hajar Dewantara tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan
Nasional berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor: 316 tahun 1959 (Ki
Hajar Dewantara, 1977 : XIII).
Ki Hajar Dewantara meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959 di
rumahnya Mujamuju Yogyakarta. Dan pada tanggal 29 April, jenazah Ki
-
19
Hajar Dewantara dipindahkan ke pendopo Taman Siswa. Dari pendopo
Taman Siswa, kemudian diserahkan kepada Majlis Luhur Taman Siswa. Dari
pendopo Taman Siswa, jenazah diberangkatkan ke makam Wijaya Brata
Yogyakarta. Dalam upacara pemakaman Ki Hajar Dewantara dipimpin oleh
Panglima Kodam Diponegoro Kolonel Soeharto. Dalam lingkungan budaya
dan religius yang kondusif demikianlah Ki Hadjar Dewantara dibesarkan dan
dididik menjadi seorang muslim khas jawa yang lebih menekankan aspek
hakikat daripada syariat.
Dalam hal ini Pangeran Ki Hariyadi, Ki Hajar Dewantara sebagai
Pendidik, Budayawan, Pemimpin Rakyat, dalam Buku Ki Hajar Dewantara
dalam Pandangan Para Cantrik dan Mentriknya, Soeryaningrat pernah
mendapat pesan dari ayahnya: syariat tanpa hakikat adalah kosong, hakikat
tanpa syariat batal (Darsiti soeratman, 1981/1982 : 16).
Selain mendapat pendidikan formal di lingkungan Istana Paku Alam
tersebut. Ki Hadjar Dewantara juga mendapat pendidikan formal di luar
antara lain:
1. ELS (Europeesche Legere School). Sekolah Dasar Belanda III.
2. Kweek School (Sekolah Guru) di Yogyakarta.
3. STOVIA (School Tot Opvoeding Van Indische Artsen) yaitu sekolah
kedokteran yang berada di Jakarta. Pendidikan di STOVIA ini tak dapat
diselesaikannya, karena Ki Hadjar Dewantara sakit (Gunawan, 1992:
302-303).
4. Europeesche Akte, Belanda 1914.
-
20
Selain itu Ki Hajar Dewantara memiliki karir dalam dunia jurnalistik,
politik dan juga sebagai pendidik sebagai berikut, diantaranya:
a. Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia,
Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara (Bambang Sokawati
Dewantara, 1981 : 48).
b. Pendiri National Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional
Tamansiswa) pada 3 Juli 1922 Bambang Sokawati Dewantara, 1981 :
66).
c. Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.
d. Boedi Oetomo 1908
e. Syarekat Islam cabang Bandung 1912
f. Pendiri Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran
nasionalisme Indonesia) 25 Desember 1912
Penghargaan penghargaan yang pernah diraih oleh beliau diantaranya
adalah:
a. Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya 2 Mei dijadikan hari
Pendidikan Nasional Pahlawan Pergerakan Nasional (surat keputusan
Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959)
b. Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957
-
21
B. Peran Sosial Ki hajar Dewantara
Mengangkat pemikiran seorang tokoh besar seperti Ki Hajar
Dewantara (Soewardi Soeryaningrat) tanpa terlebih dahulu memahami dan
mempertimbangkan kondisi sosio-kultural dan politik masa hidupnya yang
melingkari pertumbuhan ataupun mobilitas pemikirannya, boleh jadi akan
memberikan citra kurang baik, sebab pada dasarnya ia merupakan produk
sejarah masanya. Oleh karena itu situasi dan kondisi yang berkembang ikut
menentukan perkembangan dan corak pemikiran Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara terlahir dari keluarga kerajaan Paku Alaman
merupakan keturunan bangsawan, lahir di Yogyakarta pada hari kamis legi
tanggal 2 Puasa 1818 atau 2 Mei 1889 dengan nama R.M. Suwardi
Suryaningrat. Ayahnya bernama Kanjeng Pangeran Harjo Surjaningrat , putra
dari Kanjeng Gusti Pangeran Hadipati Harjo Surjosasraningrat yang bergelar
Sri Paku Alam III.
Ki Hajar Dewantara merupakan keturunan dari Paku Alam III. Beliau
mendapat pendidikan agama dari ayahnya yang tunanetra itu dengan
berpegang pada ajaran yang berbunyi syariat tanpa hakikat adalah kosong,
hakikat tanpa syariat adalah batal. (Darsini Soeratman, 1985 : 16) Beliau juga
mendapat pelajaran falsafah Hindu yang tersirat dari cerita wayang dan juga
satra jawa gending.
Di lingkungan keluarga sendiri, Ki Hajar Dewantara banyak
bersentuhan dengan iklim keluarga yang penuh dengan nuansa kerajaan yang
feodal. Walaupun ayahnya seorang keturunan dari peku alam III, namun
-
22
demikian, ia seorang yang sangat dekat dengan rakyat, karena pada masa
kecilnya ia suka bergaul dengan anak-anak kebanyakan di kampung-kampung,
sekitar puri tempat tinggalnya. Ia menolak adat foedal yang berkembang di
lingkungan kerajaan. Hal ini dirasakan olehnya bahwa adat yang demikian
menganggu kebebasan pergaulannya (Darsini Soeratman, 1985 : 19-20) Ia
juga cinta terhadap ilmu pengetahuan dan agama.
Pada masa itu pendidikan sangatlah langka, hanya orang-orang dari
kalangan Belanda, Tiong Hoa, dan para pembesar daerah saja yang dapat
mengenyam jenjang pendidikan yang diberikan oleh pemerintahan Belanda.
Ki Hajar Dewantara (Soewardi Soerjaningrat) kecil mendapat pendidikan
formal pertama kali pada tahun 1896, akan tetapi ia kurang senang karena
teman sepermainannya tidak dapat bersekolah bersama karena hanya seorang
anak dari rakyat biasa. Hal ini yang kemudian mengilhami dan memberikan
kesan yang sangat mendalam di dalam hati nuraninya, dalam melakukan
perjuangannya baik dalam dunia politik sampai dengan pendidikan. Ia juga
menentang kolonialisme dan foedalisme yang menurutnya sangat
bertentangan dengan rasa kemanusiaan kemerdekaan dan tidak memajukan
hidup dan penghidupan manusia secara adil dan merata (Darsini Soeratman,
1985: 19-20).
a. Ki Hajar Dewantara sebagai Pejuang Bangsa
Kurang berhasilannya beliau dalam menempuh pendidikan tidaklah
menjadi hambatan untuk berkarya dan berjuang. Akhirnya perhatiannya
dalam bidang jurnalistik inilah yang menyebabkan Soewardi
-
23
Soeryaningrat diberhentikan oleh Rathkamp, kemudian pindah ke
Bandung untuk membantu Douwes Dekker dalam mengelola harian De
Expres. Melalui De Expres inilah Soewardi Soeryaningrat mengasah
ketajaman penanya mengalirkan pemikirannya yang progesif dan
mencerminkan kekentalan semangat kebangsaannya. Tulisan demi tulisan
terus mengalir dari pena Soewardi Soeryaningrat dan puncaknya adalah
Sirkuler yang mengemparkan pemerintah Belanda yaitu Als Ik Eens
Nederlander Was! Andaikan aku seorang Belanda ! tulisan ini pula yang
mengantar Soewardi Soeryaningrat ke pintu penjara pemerintah Kolonial
Belanda, untuk kemudian bersama-sama dengan Cipto Mangun Kusumo
dan Douwes Dekker di asingkan ke negeri Belanda (Gunawan, 1992 :303).
Tulisan tersebut sebagai reaksi terhadap rencana pemerintah Belanda
untuk mengadakan perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari
penindasan Perancis yang akan dirayakan pada tanggal 15 November
1913, dengan memungut biaya secara paksa kepada rakyat Indonesia.
Dengan tersebarnya tulisan tersebut, pemerintah Belanda menjadi
marah. Kemudian Belanda memanggil panitia De Expres untuk diperiksa.
Dalam suasana seperti itu, Cipto Mangun Kusumo menulis dalam harian
De Expres 26 Juli 1913. Untuk menyerang Belanda, yang berjudul Kracht
of Vress (Kekuatan atau ketakutan). Selanjutnya Soewardi Soeryaningrat
kembali menulis dalam harian De Expres tanggal 28 Juli 1913 yang
berjudul Een Voor Allen, Maar Ook Allen Voor Een. (Satu buat semua,
tetapi juga semua buat satu) (Moch. Tauhid, 1963 : 21).
-
24
Pada tanggal 30 juli 1913 Soewardi Soeryaningrat dan Cipto
Mangunkusumo ditangkap, seakan-akan keduanya orang yang paling
berbahaya di wilayah Hindia Belanda. Setelah diadakan pemeriksaan
singkat keduanya secara resmi dikenakan tahanan sementara dalam sel
yang tepisah dengan seorang pengawal di depan pintu.
Douwes Dekker yang baru datang dari Belanda, menulis
pembelaannya terhadap kedua temannya melalui harian De Expres, 5
Agustus 1913 yang berjudul Onze Heiden: Tjipto Mangoenkoesoemo En
R.M. Soewardi Soeryaningrat (Dia pahlawan kita: Tjipto
Mangoenkoesoemo dan R.M. Soewardi Soeryaningrat) (Gunawan, 1992 :
299). Untuk menguji keberanian dan kepahlawanan mereka berdua.
Atas putusan pemerintah Hindia Belanda tanggal 18 Agustus 1913
Nomor: 2, a, ketiga orang tersebut diinternir. Ki Hajar Dewantara ke
Bangka, Cipto Mangunkusuma ke Banda, dan Douwes Dekker ke Timur
Kupang. Namun ketiganya menolak dan mengajukan dieksternir ke
Belanda meski dengan biaya perjalanan sendiri. Dalam perjalanan menuju
pengasingan Ki Hajar Dewantara menulis pesan untuk saudara dan kawan
seperjuangan yang ditinggalkan dengan judul: Vrijheidsherdenking end
Vrijheidsberoowing. (Peringatan kemerdekaan perampasan
kemerdekaan). Tulisan tersebut dikirim melalui kapal Bullow tanggal 14
September 1913 dari teluk Benggala Moch. Tauhid, 1963 : 22).
Di Belanda Ki Hajar Dewantara, Cipto Mangunkusuma, Douwes
Dekker langsung aktif dalam kegiatan politik. Di Denhaag Ki Hadjar
-
25
Dewantara mendirikan Indonesische Persbureau (IPB), yang merupakan
badan pemusatan penerangan dan propaganda pergerakan nasional
Indonesia.
Sekembalinya dari pengasingan, Ki Hajar Dewantara tetap aktif
dalam berjuang. Oleh partainya Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai
sekretaris kemudian sebagai pengurus besar NIP (National Indische Partij)
di Semarang. Ki Hajar Dewantara juga menjadi redaktur De Beweging,
majalah partainya yang berbahasa Belanda, dan Persatuan Hindia dalam
bahasa Indonesia. Kemudian juga memegang pimpinan harian De Expres
yang diterbitkan kembali. Karena ketajaman pembicaraan dan tulisannya
yang mengecam kekuasaan Belanda selama di Semarang, Ki Hajar
Dewantara dua kali masuk penjara Moch. Tauhid, 1963 : 27-28).
Dengan berbekal pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari
pengasingan di negeri Belanda. Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan
Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Melalui
bidang pendidikan inilah Ki Hajar Dewantara berjuang melawan penjajah
kolonial Belanda. Namun pihak kolonial Belanda juga mengadakan usaha
bagaimana cara melemahkan perjuangan gerakan politik yang dipelopori
oleh Taman Siswa. Tindakan Kolonial tersebut adalah Onderwijs
Ordonantie 1932 (Ordinansi Sekolah Liar) yang dicanangkan oleh
Gubernur Jendral tanggal 17 September 1932. pada tanggal 15-16 Oktober
1932 MLPTS mengadakan Sidang Istimewa di Tosari Jawa Timur untuk
merundingkan Ordinansi tersebut.
-
26
Hampir seluruh Mass Media Indonesia ikut menentang ordonansi
tersebut. Antara lain: Harian Perwata Deli, Harian Suara Surabaya, Harian
Suara Umum dan berbagai Organisasi Politik (PBI, Pengurus Besar
Muhamadiyyah, Perserikatan Ulama, Perserikatan Himpunan Istri
Indonesia, PI, PSII dan sebagainya. Dengan adanya aksi tersebut, maka
Gubernur Jendral pada tanggal 13 Februari 1933 mengeluarkan ordonansi
baru yaitu membatalkan OO 32 dan berlaku mulai tanggal 21 Februari
1933 (Sugiyono, 1989 :113-114).
Menjelang kemerdekaan RI, yakni pada pendudukan Jepang (1942-
1945) Ki Hadjar Dewantara duduk sebagai anggota Empat Serangkai
yang terdiri dari Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara dan Kyai
Mansur. Pada bulan Maret 1943, Empat Serangakai tersebut mendirikan
Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) yang bertujuan untuk memusatkan
tenaga untuk menyiapkan kemerdekaan RI. Akhirnya pada tanggal 17
Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia dapat diproklamasikan oleh Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta. Pada hari minggu pon tanggal 17 Agustus 1945,
pemerintah RI terbentuk dengan Ir. Soekarno sebagai Presiden RI dan
Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden. Disamping itu juga mengangkat
Menteri-Menterinya. Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Bambang S Dewantara, 1989 : 111). Pada
tahun 1946 Ki Hajar Dewantara menjabat sebagai Ketua Panitia
Penyelidikan Pendidikan dan Pengajaran RI, ketua pembantu
pembentukan undang-undang pokok pengajaran dan menjadi Mahaguru di
-
27
Akademi Kepolisian. Tahun 1947, Ki Hadjar Dewantara menjadi Dosen
Akademi Pertanian. Tanggal 23 Maret 1947, Ki Hajar Dewantara diangkat
menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung RI dan menjadi anggota
Majlis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam di Sekolah Rakyat
(Bambang S Dewantara, 1989 : 119).
Pada tahun 1948, Ki Hajar Dewantara dipilih sebagai ketua
peringatan 40 tahun Peringatan Kebangkitan Nasional, pada kesempatan
itu Beliau bersama partai-partai mencetuskan pernyataan untuk
menghadapi Belanda. Pada peringatan 20 tahun ikrar pemuda (28 Oktober
1948), Ki Hadjar Dewantara ditunjuk sebagai ketua pelaksana peringatan
Ikrar Pemuda. Setelah pengakuan kedaulatan di negeri Belanda Desember
1949 Ki Hajar Dewantara menjabat sebagai anggota DPR RIS yang
selanjutnya berubah menjadi DPR RI. Pada tahun 1950, Ki Hadjar
Dewantara mengundurkan diri dari keanggotaan DPR RI dan kembali ke
Yogyakarta untuk mengabdikan diri sepenuhnya kepada Taman Siswa
sampai akhir hayatnya.
b. Ki Hajar Dewantara sebagai pendidik
Seorang tokoh seperti Ivan Illich pernah berseru agar masyarakat bebas
dari sekolah. Niat deschooling tersebut berangkat dari anggapan Ivan Illich
bahwa sekolah tak ubahnya pabrik yang mencetak anak didik dalam paket-paket
yang sudah pasti. bagi banyak orang, hak belajar sudah digerus menjadi
kewajiban menghadiri sekolah, kata Illich. Demikian pula halnya
dengan Rabindranath Tagore yang sempat menganggap sekolah seakan-akan
sebuah penjara. Yang kemudian ia sebut sebagai siksaan yang tertahankan.
-
28
Sebagai tokoh pendidikan, Ki Hajar Dewantara tidak seperti Ivan
Illich atau Rabrindranath Tagore yang sempat menganggap sekolah
sebagai siksaan yang harus segera dihindari. Ki Hajar berpandangan
bahwa melalui pendidikan akan terbentuk kader yang berpikir,
berperasaan, dan berjasad merdeka serta percaya akan kemampuan sendiri.
Arah pendidikannya bernafaskan kebangsaan dan berlanggam kebudayaan
(http//:edukasi kompasiana.com).
Kepeloporan Ki Hajar Dewantara dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa yang tetap berpijak pada budaya bangsanya diakui oleh bangsa
Indonesia. Perannya dalam mendobrak tatanan pendidikan kolonial yang
mendasarkan pada budaya asing untuk diganti dengan sistem pendidikan
nasional menempatkan Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan
nasional yang kemudian dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional.
Sistem pendidikan kolonial yang ada dan berdasarkan pada budaya
barat, jelas-jelas tidak sesuai dengan kodrat alam bangsa Indonesia. Oleh
karena itu, Ki Hajar Dewantara memberikan alternatif lain yaitu kembali
ke jalan Nasional Pendidikan untuk rakyat Indonesia harus berdasarkan
pada budaya bangsanya sendiri. Sistem pendidikan kolonial yang
menggunakan cara paksaan dan ancaman hukuman harus diganti dengan
jalan kemerdekaan yang seluas-luasnya kepada anak didik dengan tetap
memperhatikan tertib damainya hidup bersama (Ki Hariadi, 1989 : 42).
Reorientasi perjuangan Ki Hajar Dewantara dari dunia politik ke
dunia pendidikan mulai disadari sejak berada dalam pengasingan di negeri
-
29
Belanda. Ki Hajar Dewantara mulai tertarik pada masalah pendidikan,
terutama terhadap aliran yang dikembangkan oleh Maria Montessori dan
Robindranat Tagore. Kedua tokoh tersebut merupakan pembongkar dunia
pendidikan lama dan pembangunan dunia baru. Selain itu juga tertarik
pada ahli pendidikan yang bernama Freidrich Frobel. Frobel adalah
seorang pendidik dari Jerman. Ia mendirikan perguruan untuk anak-anak
yang bernama Kindergarten (Taman Kanak-kanak). Oleh Frobel diajarkan
menyanyi, bermain, dan melaksanakan pekerjaan anak-anak. Bagi Frobel
anak yang sehat badan dan jiwanya selalu bergerak. Maka ia menyediakan
alat-alat dengan maksud untuk menarik anak-anak kecil bermain dan
berfantasi. Berfantasi mengandung arti mendidik angan anak atau
mempelajari anak-anak berfikir (Darsini Soeratman, 1985 : 69).
Ki Hajar Dewantara juga menaruh perhatian pada metode
Montessori. Ia adalah sarjana wanita dari Italia, yang mendirikan taman
kanak-kanak dengan nama Case De Bambini. Dalam pendidikannya ia
mementingkan hidup jasmani anak-anak dan mengarahkannya pada
kecerdasan budi. Dasar utama dari pendidikan menurut dia adalah adanya
kebebasan dan spontanitas untuk mendapatkan kemerdekaan hidup yang
seluas-luasnya. Ini berarti bahwa anakanak itu sebenarnya dapat mendidik
dirinya sendiri menurut lingkungan masingmasing. Kewajiban pendidik
hanya mengarahkan saja. Lain pula dengan pendapat Tagore, seorang ahli
ilmu jiwa dari India. Pendidikan menurut Tagore adalah semata-mata
hanya merupakan alat dan syarat untuk memperkokoh hidup kemanusiaan
-
30
dalam arti yang sedalam dalamnya, yaitu menyangkut keagamaan. Kita
harus bebas dan merdeka. Bebas dari ikatan apapun kecuali terikat pada
alam serta zaman, dan merdeka untuk mewujudkan suatu ciptaan.
Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa kemerdekaan nusa dan
bangsa untuk mengejar keselamatan dan kesejahteraan rakyat tidak hanya
dicapai melalui jalan politik, tetapi juga melalui pendidikan. Oleh
karenanya timbullah gagasan untuk mendirikan sekolah sendiri yang akan
dibina sesuai dengan cita-citanya.
Untuk merealisasikan tujuannya, Ki Hajar Dewantara mendirikan
perguruan Taman Siswa. Cita-cita perguruan tersebut adalah Saka
saka adalah singkatan dari Paguyuban Selasa Kliwonan di
Yogyakarta, dibawah pimpinan Ki Ageng Sutatmo Suryokusumo.
Paguyuban ini merupakan cikal bakal perguruan taman siswa yang
didirikan oleh Ki Hajar Dewantara di Yogyakarta(Darsiti Soeratman,
1985: 84-85). Yakni: mengayu-ayu sarira (membahagiakan diri),
mengayu-ayu bangsa (membahagiakan bangsa) dan mengayu-ayu
manungsa (membahagiakan manusia). Untuk mewujudkan gagasannya
tentang pendidikan yang dicitacitakan tersebut. Ki Hadjar Dewantara
menggunakan metode Among yaitu Tutwuri Handayani. (Among
berarti asuhan dan pemeliharaan dengan suka cita, dengan memberi
kebebasan anak asuh bergerak menurut kemauannya, berkembang menurut
kemampuannya. Tutwuri Handayani berarti pemimpin mengikuti dari
belakang, memberi kebebasan dan keleluasaan bergerak yang
-
31
dipimpinnya. Tetapi ia adalah handayani, mempengaruhi dengan daya
kekuatannya dengan pengaruh dan wibawanya (www.tamansiswa.org).
Metode Among merupakan metode pendidikan yang berjiwa kekeluargaan
dan dilandasi dua dasar, yaitu kodrat alam dan kemerdekaan (Djumhur dan
Danasuparta, 1976 : 174). Metode among menempatkan anak didik
sebagai subyek dan sebagai obyek sekaligus dalam proses pendidikan.
Metode among mengandung pengertian bahwa seorang pamong/guru
dalam mendidik harus memiliki rasa cinta kasih terhadap anak didiknya
dengan memperhatikan bakat, minat, dan kemampuan anak didik dan
menumbuhkan daya inisiatif serta kreatifitas anak didiknya. Pamong tidak
dibenarkan bersifat otoriter terhadap anak didiknya dan bersikap Ing
Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani
(www.tamansiswa.org). .
c. Ki Hajar Dewantara sebagai Budayawan
Teori pendidikan taman siswa yang dikembangkan oleh Ki Hadjar
Dewantara sangat memperhatikan dimensi-dimensi kebudayaan serta nilai-
nilai yang terkandung dan digali dari masyarakat dilingkungannya.
Sebagaimana disampaikan oleh DJumhur dan Danasuparta bahwa
Trikon nya Ki Hadjar Dewantara adalah:
Bahwa dalam mengembangkan dan membina kebudayaan nasional, harus merupakan kelanjutan dari budaya sendiri
(kontuinitas) menuju kearah kesatuan kebudayaan dunia
(konvergensi) dan tetap terus mempunyai sifat kepribadian dalam
lingkungan kemanusian sedunia (konsentrisitas). Dengan demikian
jelas bagi kita bahwa terhadap pengaruh budaya asing, kita harus
terbuka, disertai sikap selektif adaptif dengan pancasila sebagai
tolak ukurnya (Djumhur dan Danasuparta, 1976 : 174-174)
-
32
Selektif adaptif berarti dalam mengambil nilai-nilai tersebut harus
memilih yang baik dalam rangka usaha memperkaya kebudayaan sendiri,
kemudian disesuikan dengan situasi dan kondisi bangsa dengan
menggunakan pancasila sebagai tolak ukurnya. Semua nilai budaya asing
perlu diamati secara selektif. Manakala ada unsur kebudayaan yang bisa
memperindah, memperhalus, dan meningkatkan kualitas kehidupan
hendaknya diambil, tetapi jika unsur budaya asing tersebut berpengaruh
sebaliknya, sebaiknya ditolak. Nilai kebudayaan yang sudah kita terima
kemudian perlu disesuaikan dengan kondisi dan psikologi rakyat kita, agar
masuknya unsur kebudayaan asing tersebut dapat menjadi penyambung
bagi kebudayaan nasional kita.
Demikian luas dan intensnya Ki Hadjar Dewantara dalam
memperjuangkan dan mengembangkan kebudayaan bangsanya, sehingga
karena jasanya itu, M Sarjito Rektor Universitas Gajah Mada
menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa (DR-Hc) dalam ilmu
kebudayaan kepada Ki Hadjar Dewantara pada saat Dies Natalis yang
ketujuh tanggal 19 Desember 1956 (Bambang Sokawati Dewantara, 1989 :
76). Pengukuhan tersebut disaksikan langsung oleh Presiden Soekarno.
d. Ki Hajar Dewantara sebagai pemimpin Rakyat
Sebagai seorang pemimpin, Ki Hadjar Dewantara tidak diragukan
lagi. Dalam memimpin rakyat, Ki Hadjar Dewantara menggunakan teori
kepemimpinan yang dikenal dengan Trilogi Kepemimpinan yang telah
berkembang dalam masyarakat. Trilogi kepemimpinan tersebut adalah Ing
-
33
Ngharsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani: Di
depan seorang pemimpin harus dapat menjadi teladan dan contoh bagi
anak buahnya, ditengah (dalam masyarakatnya) seorang pemimpin harus
mampu membangkitkan semangat dan tekad anak buah. Dan dibelakang
harus mampu memberikan dorongan dan semangat anak buah.
Ki Hadjar Dewantara adalah seorang demokrat yang sejati, tidak
senang pada kesewenang-wenangan dari seorang pemimpin yang
mengandalkan pada kekuasannya tanpa dilandasi oleh rasa cinta kasih.
Dalam hal ini, kita merasakan betapa demokratis dan manusiawinya Ki
Hadjar Dewantara memperlakukan orang lain.
Ki Hadjar Dewantara selalu bersikap menghargai dan menghormati
orang lain sesuai dengan harkat dan martabatnya. Dengan sikap yang arif
beliau menerima segala kekurangan dan kelebihan orang lain, untuk saling
mengisi, memberi dan menerima demi sebuah keharmonisan dari lembaga
yang dipimpinnya.
C. Karya Karya Ki Hajar Dewantara
Diantara karya-karya Ki Hajar Dewantara yaitu:
1. Ki Hadjar Dewantara, buku bagian pertama: tentang Pendidikan Buku ini
khusus membicarakan gagasan dan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam
bidang pendidikan di antaranya tentang hal ihwal Pendidikan Nasional. Tri
Pusat Pendidikan, Pendidikan Kanak-Kanak, Pendidikan Sistem Pondok,
Adab dan Etika, Pendidikan dan Kesusilaan.
-
34
2. Ki Hadjar Dewantara, buku bagian kedua: tentang Kebudayaan Dalam
buku ini memuat tulisan-tulisan mengenai kebudayaan dan kesenian di
antaranya: Asosiasi Antara Barat dan Timur, Pembangunan Kebudayaan
Nasional, Perkembangan Kebudayaan di Jaman Merdeka, Kebudayaan
nasional, Kebudayaan Sifat Pribadi Bangsa, Kesenian Daerah dalam
Persatuan Indonesia, Islam dan Kebudayaan, Ajaran Pancasila dan lain-
lain.
3. Ki Hadjar Dewantara, buku bagian ketiga: tentang Politik dan
Kemasyarakatan. Dalam buku ini memuat tulisan-tulisan mengenai politik
antara tahun 1913-1922 yang menggegerkan dunia imperialis Belanda, dan
tulisan-tulisan mengenai wanita, pemuda dan perjuangannya.
4. Ki Hadjar Dewantara, buku bagian keempat: tentang Riwayat dan
Perjuangan Hidup Penulis: Ki Hadjar Dewantara Dalam buku ini
melukiskan kisah kehidupan dan perjuangan hidup perintis dan pahlawan
kemerdekaan Ki Hadjar Dewantara.
5. Tahun 1912 mendirikan Surat Kabar Harian De Ekspres (Bandung),
Harian Sedya Tama (Yogyakarta) Midden Java (Yogyakarta),
KaumMuda (Bandung), Utusan Hindia (Surabaya), Cahya Timur
(Malang) ( Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 4, 1989 : 330).
6. Monumen Nasional Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli
1922( Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 4, 1989 : 331).
7. Pada tahun 1913 mendirikan Komite Bumi Putra bersama Cipto
Mangunkusumo, untuk memprotes rencana perayaan 100 tahun
-
35
kemerdekaan Belanda dari penjajahan Perancis yang akan dilaksanakan
pada tanggal 15 November 1913 secara besar-besaran di Indonesia
(Bambang S. Dewantara, 1989 : 116).
8. Mendirikan IP (Indice Partij)tanggal 16 September 1912 bersama Dauwes
Dekker dan Cjipto Mangunkusumo ( Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid
4, 1989 : 330).
9. Tahun 1918 mendirikan Kantor Berita Indonesische Persbureau di
Nederland.
10. Tahun 1944 diangkat menjadi anggota Naimo Bun Kyiok Yoku Sanyo
(Kantor Urusan Pengajaran dan Pendidikan) (Bambang S. Dewantara,
1989 : 76).
11. Pada tanggal 8 Maret 1955 ditetapkan pemerintah sebagai perintis
Kemerdekaan Nasional Indonesia.
12. Pada tanggal 19 Desember 1956 mendapat gelar kehormatan Honoris
Causa dalam ilmu kebudayaan dari Universitas Negeri Gajah Mada.
13. Pada tanggal 17 Agustus dianugerahi oleh Presiden/Panglima Tertinggi
Angkatan Perang RI bintang maha putera tinggat I
14. Pada tanggal 20 Mei 1961 menerima tanda kehormatan Satya Lantjana
Kemerdekaan (Irna HN dan Hadi Soewito, 1985 : 132).
-
36
BAB III
PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG
KONSEP PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
Sebagaimana yang diwasiatkan oleh Ki Hajar Dewantara, bahwa
pendidikan budi pekerti sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
manusia. Perkembangan yang tidak hanya dilihat dari jasmaninya, karena
perkembangan jasmani tanpa diimbangi dengan budi pekerti dapat berdampak
buruk terhadap perkembangan manusia, yang pada akhirnya akan melahirkan
manusia yang sombong dan durjana.
Secara mendalam Ki Hajar Dewantara tidak sepakat dengan sistem
pendidikan yang diwariskan oleh kolonial belanda, orientasi pada pendidikan
warisan tersebut hanya pada segi kognitf (penalaran) tanpa melihat dari segi yang
lain, yaitu pendidikan budi pekerti (akhlak) sehingga produk yang di hasilkan oleh
sistem pendidikan tersebut adalah lahirnya manusia yang sombong, tidak
mempunyai perangai yang baik dan pembentukan moral yang baik merupakan
tugas dari pendidikan budi pekerti.
Dengan pendidikan budi pekerti, anak didik diharapkan mampu menjadi
manusia yang luhur dan berguna bagi masyarakat luas. Kecerdasan otak bukanlah
hal yang utama dalam pendidikan akan tetapi bagaimana peserta didik memilki
budi pekerti yang mulia merupakan tujuan utama dalam pendidikan.Sehingga
peserta didik yang nantinya menjadi orang yang cerdas dan tidak akan
menyalahgunakan kecerdasanya untuk menipu orang lain. Untuk menumbuhkan
-
37
perasaan dan kehalusan budi pekerti, Ki Hajar Dewantara mempunyai konsep
tentang pendidikan budi pekerti yang kemudian di kembangkan dalam Perguruan
Taman Siswa. Konsep tersebut adalah sebagai berikut:
A. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti
Peranan pendidikan bagi manusia sangatlah penting karena manusia
telah menyadari tentang arti sebuah kehidupan sehingga pendidikan menjadi
perhatian tersendiri dalam rangka mencari eksistensi dirinya. Sebelum masuk
pada pembahasan definisi dari pendidikan budi pekerti menurut Ki Hajar
Dewantara, penulis akan membahas tentang definisi pendidikan secara umum
menurut Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara mengemukan beberapa
definisi tentang pendidikan.
Ki Hajar Dewantara menyebutkan bahwa pendidikan adalah:
Menuntun segala kekuatan kodrat jang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Ki Hajar Dewantara, 1977 : 20).
Lebih jelas lagi Ki Hajar dewantara mengungkapkan pengertian
pendidikan adalah:
Pendidikan, umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dank arakter), pikiran
(intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian Taman siswa tidak boleh
dipisah-pisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita dapat memajukan
kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang
kita didik selaras dengan dunianya( Ki Hajar Dewantara, 1977 : 14-15).
Definisi pendidikan yang dikembangkan Ki Hajar Dewantara,
menunjukkan bahwa Ki Hajar Dewantara memandang pendidikan sebagai
suatu yang proses yang dinamis dan berkesinambungan. Disini tersirat pula
-
38
wawasan kemajuan, karena sebagai proses pendidikan harus mampu
menyesuaikan diri dengan tuntunan kemajuan zaman. Keseimbangan unsur
cipta, rasa dan karsa yang tidak dapat dipisah-pisahkan ini memperlihatkan
bahwa Ki Hajar Dewantara tidak memandang pendidikan hanya sebagai
proses penulasan atau transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowladge)
saja. Hal ini sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh Ki Hajar Dewantara
bahwa pendidikan pada masa itu (kolonial Belanda) penuh dengan semangat
keduniawian (materialism), penalaran (intellektualism) serta individualism
(Ki Hajar Dewantara, 1977 : 139).
Jadi secara simultan menurut beliau pendidikan juga merupakan
proses penularan nilai dan norma serta penularan keahlian dan ketrampilan.
Pendapat Ki Hajar Dewantara di atas dapat diambil kesimpulan sementara
yaitu pendidikan merupakan usaha secara sadar dalam rangka menumbuh
kembangkan segala potensi yang terdapat pada peserta didik. Hal ini sejalan
dengan pendapat Langeveld seperti yang dikutip Zahara Idris dalam bukunya,
bahwa pendidikan merupakan proses mempengaruhi anak dalam usaha
membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing merupakan
usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja (Zahara Idris dan
Lisma Jamal, 1992 : 3).
Selain dikenal sebagai tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar
Dewantara juga mengembangkan pendidikan budi pekerti yang merupakan
salah satu pendukung utama dalam melaksanakan tujuan pendidikan nasional.
Menurut Ki Hajar Dewantara, budi pekerti berarti pikiran, perasaan,
-
39
kemauan. Sedangkan pekerti berarti tenaga. Budi pekerti itu sifatnya jiwa
manusia, mulai angan-angan sampai terjelma sebagai tenaga. Jadi yang
dimaksud budi pekerti menurut Ki Hajar Dewantara adalah bersatunya gerak
pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan yang akhirnya menimbulkan
tenaga (Ki Hajar Dewantara, 1977 :25).
Ki Hajar Dewantara meringkaskan tentang pengertian pendidikan budi
pekerti adalah Segala usaha dari orang tua terhadap anak-anak dengan
maksud menyokong kemajuan hidupnya, dalam arti memperbaiki
bertumbuhnya segala kekuatan rohani dan jasmani yang ada pada anak-anak
karena kodrat irodatnya sendiri.
B. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti
Pendidikan merupakan sebuah proses sehingga pengukuran dari
proses pendidikan tersebut adalah bagaimana tujuan pendidikan itu tercapai.
Tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya merupakan
sebuah perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam diri pribadi
manusia. Terbentuknya nilai-nilai tersebnut dapat diaplikasikan dalam
perencanaan kurikulum pendidikan sebagai landasan dasar operasional
pelaksanaan itu sendiri. Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia
dan sebagai anggauta masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. (Ki Hajar Dewantara, 1977 :20).
-
40
Jika dilihat dari tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara di
atas dapat diketahui bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam
kehidupan manusia yang mempunyai fungsi untuk membantu
perkembangan manusia untuk mencapai manusia yang seutuhnya. Hal ini
sejalan dengan pendapat Zahara Idris, bahwa tujuan pendidikan adalah
memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya. Dalam arti,
supaya dapat mengembangkan potensi fisik, emosi, sikap, moral,
pengetahuan dan keterampilan semaksimal mungkin agar menjadi manusia
dewasa.
Sejalan dengan tujuan pendidikan Ki Hajar Dewantara, Undang-
undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan
pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha
esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar
Dewantara dijelaskan bahwa tujuan pendidikan budi pekerti adalah untuk
menyokong perkembangan hidup anak-anak lahir dan batin dari sifat kodrati
menuju keperadapan sifatnya yang lebih umum (Ki Hajar Dewantara, 1977 :
485).
C. Dasar Pendidikan Budi Pekerti
Semakin merosotnya akhlak warga negara telah menjadi salah satu
keprihatinan kita semua, kemerosotan akhlak (budi pekerti) itu agaknya
-
41
terjadi pada semua lapisan masyarakat. Sebagai akibatnya banyak keluarga
yang kehilangaan kebahagiaan dan ketentraman, bahkan banyak para pejabat
yang tak berakhlak dan berhati nurani. Untuk itu dalam Islam dianjurkan
bahwa sebuah keluaraga itu haruslah dijaga dengan sebaik-baiknya Karen
anak adalah titipan dari Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surat At-
Tahrim ayat 6:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamum dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka Dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Dalam menjalankan pendidikannya Ki Hajar Dewantara menggunakan
azas atau dasar yang dicetuskan beliau pada juli 1922 sebagai berikut :
1. Hak seseorang akan mengatur dirinya sendiri (zelfbeschikkingsrecht) dengan mengikuti tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum
(maatschappelijk saamhoorigheid), itulah azas kita yang pertama. Tertib
dan damai (tata lan tentrem, orde en vrede) itulah tujuan kita yang
setinggi-tingginya. Tidak adalah ketertiban terdapat, kalau tak bersandar pada perdamaian. Sebaliknja tak akan ada orang hidup damai, jika ia dirintangi dalam segala syarat kehidupannya. Bertumbuh
menurut kodrat (natuurlijke groi) itulah perlu sekali untuk segala
kemajuan (evolutie) dan harus dimerdekakan seluasnya. Maka dari itu
pendidikan yang beralaskan syarat paksaan-hukuman-ketertiban (regering-tucht en orde, ini perkataan dalam ilmu pendidikan) kita anggap memperkosa hidup kebatinan anak. yang kita pakai sebagai alat
pendidikan ialah pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat
tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya sedikit. Inilah
kita namakanAmong methode; 2. dalam systeem ini maka pengajaran berarti mendidik anak akan menjadi manusia merdeka batinnya, merdeka
fikirannya dan merdeka tenaganya. Guru jangan hanya memberi
pengetahuan yang perlu dan baik saja, akan tetapi harus djuga mendidik
si murid akan dapat mecjari sendiri pengetahuan itu dan memakainya
guna amal keperluan umum. Pengetahuan yang baik dan perlu yaitu yang
manfaat untuk keperluan lahir dan batin dalam hidup bersama; 3. tentang
-
42
zaman yang akan datang, maka rakyat kita ada didalam kebingungan.
Seringkali kita tertipu oleh keadaan, yang kita pandang perlu dan harus
untuk hidup kita, padahal itu adalah keperluan bangsa asing, yang sukar
didapatnya dengan alat penghidupan kita sendiri. Demikianlah acapkali
kita merusak sendiri kedamaian hidup kita; 4. oleh karena pengajaran
yang hanya terdapat oleh sebagian kecil dari pada rakyat kita itu tidak
berfaedah untuk bangsa, maka haruslah golongan rakjat yang terbesar
dapat pengajaran secukupnja. Kekuatan bangsa dan negeri itu jumlahnya
kekuatan orang-orangnya. Maka dari itu lebih baik memajukan
pengajaran untuk rakyat umum dari pada mempertinggi pengajaran kalau
usaha mempertinggi ini seolah-olah mengurangi tersebarnya pengajaran;
5. untuk dapat berusaha menurut azas dengan bebas dan laluasa, maka
kita harus bekedja menurut kekuatan sendiri. Walaupun kita tidak
menolak bantuan dari orang lain, akan tetapi kalau bantuan itu akan
mengurangi kemerdekaan kita lahir atau batin haruslah ditolak. Itulah
jalannya orang yang tak mau terikat atau terperintah pada kekuasan,
karena berkehendak mengusahakan kekuatan diri sendiri; 6. oleh karena
kita bersandar pada kekuatan kita sendiri, maka haruslah segala belanja
dari usaha kita itu di pikul sendiri dengan uang pendapatan biasa. Inilah
yang kita namakan zalfbedruipingsysteem, yang jadi alatnya semua perusahaan yang hendak hidup tetap dengan berdiri sendiri; dan 7.
dengan tidak terikat lahir atau batin, serta kesucian hati, berniatlah kita
berdekatan dengan sang anak. Kita tidak meminta hak, akan tetapi
menyerahkan diri untuk berhamba kepada sang anak. (Ki Hajar Dewantara, 1977: 48-49).
Apa yang telah dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara tentang azas
pendidikannya pada tahun 1947 diadakan perbaikan yang tidak jauh berbeda
dari rumusan awal. Seperti yang disampaikan oleh Djumhur dan Danusuparta
Azas tersebut yang meliputi :
a. Kodrat Alam
Dasar pendidikan budi pekerti yang pertama yaitu azaz kodrat alam
yaitu azaz yang dimanfaatkan untuk dapt mengembangkan segenap bakat,
potensi dan kemungkinan yang terdapat dalam diri manusia secara
kodrati. Menurut azas kodrat alam manusia itu terlahir sama dan
merdeka.
-
43
Jadi Ki Hadjar Dewantara selalu menganggap bahwa semua orang
itu sama dan merdeka. Ki Hajar Dewantara tidak setuju dan menentang
sikap rasis dan foedalisme walaupun beliau adalah keturunan bangsawan.
Sesuai dengan kodrat alam semua orang dilahirkan sama. Tidak ada yang
tinngi dan tidak ada yang lebih rendah.
Menurut Ki Hadjar Dewantara harga atau nilai seseorang bukan
karena bangsawan, bukan pula karena ia seorang yang kaya raya, nilai
atau harga sesorang ditentukan oleh jasa dan perbuatannya terhadap
masyarakat. Mulia tidaknya sesorang tergantung pada perbuatannya.
Islam mempunyai konsep kodrat alam dapat diartikan dengan fitrah..
Pemaknaan fitrah berarti ciptaan, kodrat jiwa, dan budi nurani.
Sebagaimana disampaikan dalam surat Al Rum ayat 30:
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
Sebagaimana diketahui bahwa secara eksplisit Ki Hajar Dewantara
adalah alur keturunan bangsawan dan ulama. Ki Hajar Dewantara dididik
dan dibesarkan dalam lingkungan sosiokultural dan religius yang tinggi
serta kondusif. Dia dididik dan dibesarkan menjadi seorang muslim yang
lebih menekankan aspek hakekat dari pada syariat.
Dengan azasnya kodrat alam, penulis dapat memahami bahwa
sesungguhnya Ki Hadjar Dewantara juga mengakui adanya kekuasaan
Tuhan karena yang dimaksud kodrat alam adalah kekuasaan Tuhan.
-
44
Meskipun beliau seorang yang agamis, tetapi beliau lebih suka
menggunakan bahasa-bahasa budaya untuk mencurahkan pemikiran-
pemikirannya dari pada bahasa-bahasa Islami. Tetapi semua itu tidak
bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam.
b. Azas Kemerdekaan
Kemerdekaan merupakan sebuah anugerah yang diberikan oleh
Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya, termasuk juga manusia,
setiap manusia mempunyai hak unruk merdeka dan bebas mengatur
dirinya. Dalam mencapai kebahagiaan hidupnya, setiap orang mempunyai
kebebasan untuk berpikir dan berbuat. Semua orang berhak hidup bahagia.
Akan tetapi kebebasan di sini bukan berarti kebebasan berbuat
semaunya. Sunguhpun setiap orang bebas berpikir dan berbuat, namun ia
harus memperhatikan ketertiban masyarakat. Kebebasan seseorang jangan
sampai mengganggu dan merusak ketertiban masyarakat.
Ki Hajar Dewantara menjunjung tinggi kemerdekaan. beliau
menolak penjajahan. Dari ketidaksetujuanya mengenai hal itu bahkan
beliau menolak bantuan subsidi yang ditawarkan oleh pemerintah Hindia-
Belanda kepada Taman Siswa. Dapat dikatakan azas kemerdekaan dapat
dimaknai dengan independensi dari seseorang atau organisasi. Tidak
adanya keterikatan dengan apapun yang dapat mengurangi rasa
kemerdekaan yang ada pada tiap-tiap individu maupun masyarakat, akan
tetapi dalam kebebesan ada nilai-nilai yang mengatur.
-
45
Didalam prinsip sistem among yang dikembangkan oleh Ki Hadjar
Dewantara, kemerdekaan merupakan syarat untuk menghidupkan dan
menggerakkan kekuatan lahir dan batin sehingga bisa hidup merdeka,
tidak berada dalam kekuasaan golongan apapun. Kemerdekaan ini
diinternalisasi dengan sedemikian rupa dalam kehidupan praksis anak
didik sehingga mereka merasa sudah berada dalam kehidupannya, bukan
kehidupan yang lain yang diupayakan masuk dalam kehidupannya (Moh
Yamin, 2009 :174). Hal tersebut merupakan Cita-cita pendidikan Ki Hajar
Dewantara lewat Taman Siswanya yaitu denagan cara membina manusia
yang merdeka lahir dan batin. Ki Hajar Dewantara, mendidik orang agar
berpikir merdeka dan bertenaga merdeka. Dalam pandangan Ki Hajar
Dewantara manusia merdeka ialah manusia yang tidak terikat lahir dan
batinnya, orang yang merdeka ialah orang yang tidak tergantung pada
orang lain (mandiri). Kemerdekaan manusia dibatasi oleh potensi yang ada
pada dirinya. Kemerdekaan manusia ada 3 macam: berdiri sendiri
(zelfstanding), tidak tergantung kepada orang lain (anafhankelijk) dan
dapat mengatur dirinya sendiri (zelfsbeschikking) (Ki Hajar Dewantara,
1977 :4).
Dari uraiaan di atas dapat dipemahami bahwa kemerdekaan yang
sejati tidak hanya dalam arti kebebasan, akan tetapi keharusan memelihara
tertib damainya diri dan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan hidup
bersama, berdasarkan harmonisasi kehidupan secara individuil dan
masyarakat.
-
46
c. Azas Kebudayaan
Azas kebudayaan merupakan landasan yang memiliki peran penting dalam
kemajuan pendidikan budi pekerti. Azas ini digunakan untuk membimbing
anak agar tetap mennghargai serta mengembangkan kebudayaan sendiri.
Hal ini bertujuan untuk menjaga keaslihan budaya lokal, sehingga Ki
Hadjar Dewantara mempunyai konsentrasi tersendiri dalam
mengembangkan pendidikan nasional yang berlandaskan atas kebudayaan
murni indonesia. Azas kebudayaan. Perlunya memlihara,
mengembangakan dan melestarikan nilai-nilai dan bentuk kebudayaan
nasional. Menurut Ki Hajar Dewantara kebudayaan Indonesia harus
berpangkal pada kebudayaan sendiri. Namun Ki Hadjar Dewantara selalu
bersikap terbuka dan tidak menolak unsur-unsur kebudayaan dari luar
yang dapat mengembangkan khazanah kebudayaan Indonesia.
Menurut Ki Hajar Dewantara kebudayan Indonesia merupakan segala
puncak dari sari kebudayaan bernilai di seluruh kepulauan Indonesia.
Puncak-puncak kebudayaan dari suatu suku bangsa merupakan usur-unsur
budaya lokal yang dapat memperkuat solidaritas nasional (H. A.R Tilaar,
2007: 90).
Jadi, menurut Ki Hajar Dewantara Kebudayaan nasional Indonesia
didukung oleh kebudayan-kebudayaan daerah yang tinggi mutunya, baik
yang lama maupun yang ciptaan baru. Kebudayaan nasional Indonesia
bersumber pada kebudayaan kita sendiri. Kebudayaan Indonseia harus
bersambungan (kontuinitas) dengan kebudayaan lama. Kebudayaan
-
47
nasional Indonesia harus mengumpul menuju ke arah kebudayaan
universal ((konvergensi) degan memiliki kepribadian nasional sendiri
(konsentrisitas). Tujuan semua ini adalah untuk mengenal budaya dan jati
diri tanpa harus meniru dan menjiplak budaya asing yang dapat merusak
kebudayaan sendiri.
d. Azas Kebangsaan
Azas kebangsaan menurut Ki Hajar Dewatara harus pula
menghargai kebangsaan orang lain. Azas kebangsaan yang dicita-citakan
oleh Ki Hajar Dewantara kebangsaan yang mengh
top related