pembinaan prestasi olahraga - unja prestasi...berprestasi yang tidak boleh putus dan di lakukan...
Post on 18-Mar-2021
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
PEMBINAAN PRESTASI OLAHRAGA
Penulis
Dr. Drs. H. Sukendro,. M.Kes,. AIFO
Boy Indrayana,. S.Pd,. M.Pd
Desain
Ferdiaz Saudagar, S.Pd,. M.Pd
Editor
Akhmad Habibi, S.Pd,. M.Pd
Dr. Atri Widiowati., S.Pd., M.Or
Rasyono, S.Pd,. M.Pd
Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan
ISBN: 798-602-51216-0-9
Cetakan 15,Februari 2018
Penerbit
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS JAMBI Jalan Raya Jambi Ma. Bulian Km 15 Mendalo Indah, Kode Pos 36361
2
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan berkah, Karunia dan HidayahNya kepada
kita semua, sehingga buku Pembinaan Prestasi Olahraga ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Mengingat keadaan prestasi olahraga Provinsi Jambi
sekarang ini masi dikategorikan belum memuaskan, dan belum
ada keliatan tanda-tanda terobosan dalam pembinaannya,
dengan terbitnya buku ini dapat menjadi pemicu terhadap
pemikiran dan praksis yang serius tentang bagaimana
mensejajarkan prestasi olahraga Jambi dengan Provinsi-provinsi
yang jauh lebih berkembang secara prestasi dan kemajuan
daerahnnya
Sering kali kita berfikir, tentang apa yang salah dengan
prestasi olahraga kita. Dilihat dari kualitas sumberdaya
manusiannya, saya tidak yakin kita kalau kita kalah dengan
provinsi lain. Dilihat dari sumber dan bibit olahraga, kita
mempunnya peluang yang sama baiknnya dengan provinsi
lain, apakah sebenarnnya olahraga telah menjadi sasaran
antara dari kepentingan non olahraga? Apakah
profesionalisme yang tidak berkembang dalam menejemen
olahraga? Atau Sumber daya Manusia bagi para Pelatih, Atlet,
dan Pelaku olahraga tidak memahami dengan baik? Saya pikir
buku ini nantinnya dapat memberikan informasi dan masukan
yang dapat dijadikan acuan atau pedoman bagi pelatih, atlet
dan pelaku olahraga di provinsi Jambi, sehingga nantinnya
dapat memberikan suat dampak perubahan yang kearah yang
lebih baik dikanca nasional maupun Internasional.
Jambi, 15 Februari 2018
Penulis
Dr. Drs. Sukendro,. M.Kes,. AIFO
3
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR TIM PENYUSUN ................................................................ i
KATA PENGHANTAR ...................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................... iii
BAB I
LATIHAN ........................................................................................ 1
A. Otot ..................................................................................... 1
B. Sistem Energi ...................................................................... 2
C. Perinsi-perinsip Latihan .................................................... 7
D. Pemenasan ....................................................................... 12
BAB II
KESEGARAN JASMANI ................................................................. 15
A. Pengertian ......................................................................... 15
B. Komponen Kesegaran Jasmani ..................................... 15
C. Metode Evaluasi Kesegaran Jasmani ........................... 16
D Latihan Fisik Secara Baik dan Benar .............................. 16
BAB III
TES DAN PENGUKURAN FISIK ........................................................ 22
1. Pengukuran Kelentukan ...................................................... 22
2. Tes Kekuatan Otot ................................................................ 21
3. Daya Ledak (Power) ............................................................ 30
4. Loncat Tegak ......................................................................... 34
5. Pengukuran Fungsi Paru ...................................................... 31
6. Pengukuran Daya Tahan Kardiovaskuler ......................... 32
7. Lari 20 Meter ........................................................................... 52
8. Lari 300 Meter ........................................................................ 53
9. Pengukuran Baring Duduk (Sit UP) ..................................... 54
10. Pengukuran Bergantung Angkat Tubuh (Pull Up) ........... 55
11. Pengukuran Bergantung Siku Tekuk (Flexed Arm Hang) 57
12. Pengukuran Angkat Tubuh (Phus Up) ............................... 58
13. Pengukuran Phus Up Berlutut (Knee Phus Up) .................. 59
14. Pengukuran Tolak Bola Medicine ...................................... 60
15. Pengukuran Duduk Pada Tembok (Siting on The Wall) .. 61
16. Pengukuran Lari Bolak Balik 4 x 5 Meter ............................ 62
BAB IV
RANGKAIAN TES KEMAMPUAN FISIK CABOR .............................. 64
DAFRAT PUSTAK
4
PENDAHULUAN
A. Umum
Sebagaimana diketahui bersama bahwa akhir βakhir ini
prestasi olahraga nasional dan internasional mengalami
penurunaan secara drastis. Hal ini ditandainnya dengan
menurunnya prestasi atlet indonesia di berbagai event baik
di Seagames Singapore 2015 maupun di Olympiade Rio de
Giniero Brazil 2006. Untuk menganggkat kembali kejayaan
prestasi Olahraga indonesia di event regional dan
internasional diperlukan waktu yang panjang disertai kerja
keras dan komitmen pemerintah yang sungguh-sungguh.
Keterlibatan pemerintah dimaksud adalah dengan
menyiapkan anggaran dalam bentuk APBN /APBD secara
proposional, pengadaan sarana dan prasarana olatraga
yang standar, baik yang di pusat maupun di daerah serta
perlunya pemantauan / pencarian bibit atlet potensial
dengan menggunakan beberapa parameter tes yang
didukung oleh IPTEK olahraga.
B. Maksud Dan Tujuan
Maksud dan tujuan penyusunan buku pedoman pembinaan
prestasi olahraga ini adalah:
a. Maksud
1. Untuk memperoleh data yang akurat tentang
olahraga prestasi
2. Untuk mempercepat pencapaian prestasi olahraga di
tingkat daerah, nasional, maupun internasional.
5
b. Tujuan
1. Sebagai acuan dalam pencarian atlet potensial
2. Sebagai pedoman dalam pembinaan prestasi
olahraga di teinggkat daerah, nasional maupun
internasional.
C. Sasaran
Sasaran buku pedoman prestasi olahraga ini adalah:
a. KOI, KONI Pusat (KONI), KONI Provinsi, KONI Kota, dan
Kabupaten
b. Pengurus Besar/Pengurus Pusat Induk olahraga,
Pengprov, PengKot/Pengkab
c. Dinas Pemuda dan Olahraga / Badan Pemuda dan
Olahraga, Dians Pendidikan Provinsi, Kota, dan
Kabupaten
d. Pengelola Pusat Pembinaan Latihan Pelajar (PPLP) dan
Pusat Pembinaan dalam Latihan Mahasiswa (PPLM),
Kelompok Olahraga Prestasi (KOP), Sekolah Khusus
Olahraga, dan Sentra-sentra olahraga lainnya.
e. Klub-klub oalhraga prestasi (Pelajar, Mahasiswa, dan
Umum)
3
JENJANG PEMBINAAN OLAHRAGA PRESTASI PELAJAR
WADAH
PEMBINA
PENANGGU
NG JAWAB
JENJANG
KOMPETISI
Diklat Olahraga
Nasional (SMP &
SMA Ragunan
Pusat
Kejuaraan Pelajar
(Internasional, Asia,
dan Asean)
- Sekolah
Olahraga
- PPLP
Provinsi
- POPNAS
- POPWIL
- POPDA
- Klub
Olahraga
Pelajar
- Ekstra
Kurikuler
Olahraga
Kab/Kota
- Kompetisi Antar
Sekolah
- Kejuaraan Klub
Olahraga
Pelajar
JENJANG PEMBINAAN OLAHRAGA PRESTASI MAHASISWA
WADAH
PEMBINA
PENANGGUNG
JAWAB
JENJANG
KOMPETISI
- TC
- Mahasis
wa Pusat / BAPOMI
Pusat
- Universiad
e
- POM ASIA
- POM
ASEAN
- PPLM
- Perguruan
Tinggi
- Peng Prov
- POMNAS
- LIGA
Mahasiswa
- Kejuaraan
PPLM
- Klub
Olahrag
a
Mahasis
wa
- Perguruan
Tinggi /
UKM
- BAPOMI
Daerah
- -Investasi
antar PT
- Kejuaraan
Klub
Mahasiswa
4
JENJANG PEMBINAAN OLAHRAGA PRESTASI UMUM
WADAH PEMBINA PENANGGU
NG JAWAB
JENJANG
KOMPETISI
Pelatnas Jangka
Panjang dan
Pendeka
- KOI /
KONI
- PB / PP
- Olympiad
- Kejuaraan
Dunia
- ASEAN Games
- SEA Games
- Klub
Olahraga
Potensia
(Amatiran
Nasional)
- PELATDA
- KONI /
KOI Prov
- Perusah
aan /
Instansi
- PON
- Kejurnas
Kecabangan
- PORWIL
- Kompetisi /
Liga
- Klub
Olahraga
- Umum
- KONI /
KOI
- Kab /
Kota
- Kejurda
- POR Prov
(PORDA)
5
sesuai yang termaktub dalam undang-undang Republik
Indonesia nomor ; 3 tahun 2005 tentang sistem keolahragaan
nasional (SKN) pada Bab VI pasal 20 disebutkan pada ayat (1)
olahraga prestasi dimaksudkan sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan dan potensi olahragawan dalam
rangka meningkatkan harkat dan martabat bangsa, (2)
olahraga prestasi di laksanakan melalui proses pembinaan dan
pengembangan secara terencana, berjenjang dan
berkelanjutan dengan dukungan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Menata secara sistematis untuk keberhasilan dalam
membangun keolahragaan nasional dapat dilakukan dengan
memperhatikan pasal 27 UU no. 3 tentang SKN tentang
pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi, denagan
memperhatikan sebagai berikut :
1. Pembinaan berjenjang dan berkelanjutan
Untuk memetik hasil pembinaan diperlukan waktu 8
sampai dengan 10 tahun, dan pembinaan dilakukan
secara terus menerus dan berjenjang dengan
memperhatikan imput atlet yang akan masuk dalam
pembinaan. Diperlukan metoda tertentu untuk
mendapatkan atlet potensi dengan tidak meninggalkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Prioritas cabang olahraga
Untuk meningkatkan efektivitas pembinaan olahraga,
diperlukan keberanian untuk membuat keputusan dalam
hal menetapkan prioritas cabang olahraga yang dibina
dan diikutsertakan dalam multievent. Keikutsertaan
6
indonesia di event-event internasional tidak sekedar
βberpartisipasi tapi harus berprestas.iβ hal ini akan dapat
meningkatkan daya saing dalam pembianaan cabang-
cabang olahraga. Menentukan cabang prioritas ini
berdampak pada sistem secara keseluruhan sampai
dengan tingkat PPLP/PPLM maupun SKO.
3. Identifikasi Pemanduan Bakat
Telah terbukti secar empirik bahwa atlet yang berhasil
adlah mereka yang memlliki kualitas unggul, tidak saja
dalam fisik tetapi juga psikis. Tidak semua orang memiliki
kualifikasi unggul sebagai atlet. Mendapatkan bibit
unggul yang memungkinkan mereka berprestasi secara
optimal. Hal ini yang menjadikan identifikasi bakat
menjadi keniscayaan. Setelah bakat di temukan, dipandu
dan dikembangkan menjadi sesuatuyang aktual dengan
menggunakan ilmu dan teknologi.
4. Penetapan standar dan kualitas
Untuk meningkatkan daya saing yang merosot dieprlukan
penigkatan dan upaya dan kekuatan komponen-
komponen yang strategis, seperti peningkatan sumber
daya manusia sebagai tenaga keolahragaan. Yang di
dalam nya terdapat pelatih, wasit, guru, manager
instruktur dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya. Peningkatan standar sarana prasarana
olahraga, baik dalam kuantitas maupun kualitas sebagai
pendukung keberhasilan proses latihan.
7
5. Regionalisasi Pembinaan
Membina prestasi olahrag secara terpusat tentu
merupakan upaya yang tidak mudah. Tidak efisien dan
tidak efektif, dan biaya tinggi. Selain itu indonesia memiliki
potensi dan keanekaragaman karakteristik yang
terbentuk dari kondisi daerah, cara hidup, budaya dan
kondisi geografis masing- masing wilayah. Hal ini akan
mempengaruhi jenis cabang olahraga yang akan di
kembangkan. Sejalan dengan semangat otonomi daerah
perlu dioptimalkan potensi daerah berupa pendirian
sentra-sentra pembinaan di daerah yang cabang
olahraganya sesuai karakteristik daerah tersebut.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat di
lakukan melalui lembaga pendidikan di daerah, dan
bahakan perlu diusulakn untuk membuka lembaga-
lembaga baru bidang keolahragaan di daerah bagi
yang belum memiliki.
6. Optimalisasi pembinaan PPLP/PPLM dan sekolah khusus
olahraga.
Pusat pembinaan latihan pelajar yang ada di indonesia
sejumblah 113, pusat latihan mahasiswa berjumblah 15,
dan sekolah khusus olahraga ada tiga yang berada
diragunan. Siduarjo dan palembang yang baru berdiri.
Model pembinaan atlet di usia sekolah ini sangat efektif
unutuk membangun atlet berprestasi. Perekrutan
penerimaan calon siswa, peningkatan dalam pelatihan
perlu dikembangkan lebih tajam lagi. Sitem monitoring
8
dan evaluasi yang terkaesan longgar akan menimblkan
hasil yang kurang optimal. Unruk itu diperlukan kerja sama
dengan perguruan tinggi yang memiliki fakultas
keolahragaan untuk ikut memonitor hasil latihan di
PPLP/PPLM maupun SKO.
7. Investasi Dan Implementasi Iptek
Kedudukan iptek olahraga perlu di perdayakan dengan
lebih menitiik beratkan pada proses pembinaan dan
evaluasi.semua lembaga tinggi di bidang keolahragaan
juga perlu diberdayakan untuk meningkatkan jumbalh
tenaga pembina (guru, pelatih dll) dismping peningkatan
kemampuan dalam riset di bidang olahraga.
8. Pemberdayaan Semua Jalur Pembinaan
Efisiensi pendayagunaan semua sumberdaya perlu
menjadi bagian yang di prorioritaskan dalam
pelaksanaan pembinaan. Berkaitan dengan hal ini maka
perlu dioptimalkan pemanfaatan semua jalur pembinaan
yang ada : jalur sentra-sentra olahraga TNI/POLRI, dan
KOPRI serta swasta, jalur sekolah, PPLP/PPLM SKO dan jalur
klub PP dan PB.
9. Sistem Jaminan Kesejahteraan Dan Masa Depan
Penyediaan dan penerapan sistem pengahargaan bagi
atlet dan pelatih perlu di optimalkan. Apakah pelatih
telah menerima upah yang layak .? demikian juga
apakah atlet telah di hargai sesuai dengan usaha yang di
lakukan ? itu semua akan berkait langsung dengan moral
9
dan kinerja yang mereka tunjukan. Secara prinsip,
pembinaan atlet perlu di sertai dengan pembinaan karier
meraka. Atlet perlu di bekali dengan bagaimana
merencanakan karier, terutama setelah meraka tidak lagi
aktif sebagai atlet. Ini penting di lakukan, mengingat
sebagian besar mantan atlet tidak mendapatkan
penghidupan yang layak.
10. Pendanaan
Fakta menunjukan bahwa pendanaan untuk pembinaan
prestasi olahraga termasuk pemusatan latihan yang
sudah berjalan sampai dengan persiapan Asian Games
masih tergantung pada pemerintah. Ternyata tidak
mudah mendapatkan sponsor yang dapat memberikan
dukungan untuk pembinaan prestasi olahraga indonesia.
Sponsor yang memberikan dana bantuan pembinaan
pada kenyataan nya tidak selalu memperoleh kmudahan
dalam hal keringanan pajak. Demikian pula hal nya
dengan masuknya barang-barang dari luar negri yang
dibutuhkan untuk pembinaan dan peningkatan prestasi
olahraga belum mendapatkan kemudahan.
Secar konkrit pelaksanaan dari rencana strategi deputi V
adalah :
a. Meningkatkan prestasi keolahragaan nasional dengan
tolak ukur peningkatan keberhasilan indonnesia dalam
event internasional di SEA Games, ASIAN Games dan
Olympiade.
10
b. Terlaksananya proses kesinambungan pembinaan dari
pembibitan sampai dengan terbentuknya tim nasional
yang akan menjadi putra putri terbaik bangsa,
dengan tolak ukur keberhasilan dalam perbaikan dan
penataan pusat-pusat pembinaan dan latihan
pelajar, pembinaan dan latihan mahasiswa maupun
sekolah khusus olahragawan.
c. Peningkatan kualitas sumber daya manusia, dengan
tolak ukur keberhasilan untuk menigkatkan pelatih-
pelatih di cabang olahraga prestasi secara kuantitatif,
dengan menggunakan alih teknologi sebagai
landasan kerjanya.
membangun prestasi olahraga harus dilandasi
dengan membangun pondasi yang paling dasar.
Memasyarakatkan olahraga dalam bentuk kegiatan
olahraga massal. Namun disisi lain dalam peningkatan
kualitas perlu dilakukan untuk tenaga keolahragaan
seperti wasit atau pelatih dan pelaku olahraga lain
guna mendukung sistem keolahragaan secara
nasional agar tejadi percepatan prestasi denagn
pelaksanaan nya dengan mneggunakan teknologi
keolahragan
11
Gambaran kesinambungan pembinaan atlet
berprestasi yang tidak boleh putus dan di lakukan
secara berjenjang. Klub olahraga sekolah merupakan
fondasi yang paling kokoh karena sebenarnya dari
bibit-bibit unggul tersebut akan muncul dari klub
olahraga sekolah yang pembinaan selanjutnya akan
di bina di pusat pembinaan dan latihan pelajar (PPLP),
dan pembinaan yang intensif akan di lakukan di
sekolah khusus olahragawan. Untuk tingkat mahasiswa
pembinaan nya dapat di lakukan di pusat pembinaan
dan latihan mahasiswa (PPLM). Di samping itu
memperhatikan keinginan daerah juga
memperhatikan potensi dari cabang, maka di bentuk
sentra-sentra yang sesuai dengan karakteristik daerah
tersebut. Di samping itu memperhatikan juga potensi
dari cabang-cabang olahraga prioritas yang telah
menata sistem pembinaan nya secara terpadu dan
berkesinambungan.
12
prestasi bisa tercapai, apabila memenuhi beberapa komponen
seperti: atlet potensial, selanjutnya dibina dan di arahkan oleh
sang pelatih. Untuk memenuhi sarana dan prasarana latihan
dan kebutuhan kesejahteraan pelatih dan atlet perlu perhatian
dari pembina/pengurus induk cabang olahraga. Untuk melihat
dan mengevaluasi hasil pembinaan., perlu di lakkukan uji coba
dengan melakukan kompetisi & try out baik di lakukan di dalam
negeri maupun di luar negeri dengan tujuan mengukur
kemamuan bertanding/berlomba dan kematangan sebagai
pembentuk teknik, fisik dan mental bertanding. Tetapi perlu di
ingat bahwa aktivitas komponen- komponen di atas bisa
berjalan apabila di tunjang oleh pendanaan proposional serta
penggunaan nya harus dengan penuh tanggung jawab.
Program Rutin Asisten Deputi Pembinaan Olahraga Prestasi
1. Pembinaan olahrag prestasi daerah dan pusat (PPLM dll)
2. Pembinaan sentra-sentra olahrag unggulan/prioritas
3. Peningkatan mutu pengurus besar/pengurus pusat,
pengurus provinsi (PengProv)
4. Peningkatan mutu kon pusat, kon provinsi, kon
kota/kabupaten
5. Penyelenggaraan kompetisi olahraga prestasi secara
berjenjang seperti POMDA/Provinsi. POMNAS, POM
ASEAN, universiade, kejuaraan antar PPLM, invitasi antar
perguruan tinggi, KOP (kelompok olahrag prestasi) di
13
kota/ kabupaten, dan pekan olahraga antar perguruan
tinggi (PORPERTI)
6. Optimalisasi event-event olahraga prestasi nasional dan
Internasional (PORPROV/PORDA, PORWIL, PON, SEA
Games, Olympiade, kejuaraan single event tingkat
nasional dan internasional)
7. Koordinasi, komunikasi, informasi,edukasi dengan
steakholder olahraga prestasi di pusat maupun di daerah
8. Kerjasam dengan lembaga olahraga internasional
9. Pengendalian dan evaluasi secara periodik
STANDARISASI PRESTASI ATLET NASIONAL
Standarisasi prestasi dapat dilakukan dengan penentuan
parameter-parameter tertentu, antara lain : 1. Pencapaian
rekor/nilai/ catatan waktu/skor : pada olahraga terukur cukup
jelas. 2. Pencapaian komponen kondisi fisik yang dominan
cabang olahraga dan kondisi mental.
A. Standarisasi Atlet Usia Dini
standarisasi untuk calon atlet berprestasi (usia dini)
dapat juga dibuat parameternya. Dari data yang ada pada
metode sport search setelah dianalisis dapat di hasilkan satu
parameter yang berkaitan dengan komponen kondisi fisik.
Adapun macam tes yang telah ada adalah koordinasi (lempar
tangkap bola tenis), lempar bola basket , power tungkai (loncat
tegak), kelincahan (lari bolakbalik 5m), keceapatan (lari 40 m)
dan MFT (VO2max).
14
1. Standarisasi fisik atlet putri usia 11 tahun (modifikasi sport
search)
Cabang
Koor
dinasi
Lempar Power Lari Lari
No Olahraga Bola Tungkai bolak 40m VO2
Max
Basket balik
5m
1 Anggar 15 4.4 41.65 19.75 7.76 30.2
2 Angkat besi 6 5.25 45.76 27.22 9.66
3 Balap sepeda 6 4.4 45.76 22.24 7.76 37.1
4 Bulutangkis 15 5.25 45.76 19.75 6.81 37.1
5 Dayung 6 5.25 45.76 27.22 7.76 30.2
6 Judo 6 5.25 41.65 24.27 9.66 24.4
7 Karate 10 5.25 45.76 19.75 7.76 30.2
8 Loncat indah 10 5.25 45.76 19.75 7.76 21.4
9 Menembak
10 Panahan 15 5.25 31.89 24.4
11 Pencak silat 10 5.25 45.76 19.75 7.76 30.2
12 Renang J. Pendek 6 5.25 45.76 24.27 6.81 30.2
13 Renang J. Jauh 6 5.25 41.65 24.27 7.76 37.1
14 Selancar angin
15 Senam 10 5.25 45.76 19.75 7.76 21.4
16 Sepaktakraw 10 5.25 45.76 19.75 7.76 30.32
17 Taekwondo 10 5.25 45.76 19.75 7.76 30.32
18 Tenis lapangan 15 5.25 45.76 19.75 7.76 37.1
19 Tinju 10 5.25 37.1 22.24 7.76 30.2
20 Voli pantai 15 5.25 45.76 22.24 7.76 37.1
21 Lari cepat 3.5 45.76 22.24 6.81 21.4
22 Lari jarak jauh 3.71 24.73 7,76 6.81
23 Lari gawang 6 45.76 19.75 7.76 21.4
24 Lompat jauh 3 2.7 45.76 24.74 7.76 21.4
25 Lempar cakram 6 5.25 41.65 24.74 7.76
26 Lempar lembing 6 5.25 41.65 24.74 7.76 21.4
27 Lompat jangkit 3 2.7 45.76 24.74 6.81 21.4
28 Lompat tinggi 3 2.7 45.76 22.24 7.76 21.4
29 Lompat galah 6 4.4 45.76 24.73 7.76 21.4
30 Lontar martil 6 5.25 41.65 27.22 9.66
15
2. Standarisasi fisik atlet putri usia 11 tahun (modifikasi sport
search)
Cabang Lempar Power Lari Lari
No Olahraga Koor
dinasi Bola Tungkai bolak 40m
VO2
Max
Basket balik
5m
1 Anggar 17 5.1 41.9 20.71 7.59 34.7
2 Angkat besi 8 5.9 45.54 26.13 9.21
3 Balap sepeda 817 5.1 45.54 20.71 7.59 42.4
4 Bulutangkis 8 5.9 45.54 18.02 6.78 42.4
5 Dayung 8 5.9 45.54 26.13 7.59 34.7
6 Judo 12 5.9 41.9 23.42 9.21 26.8
7 Karate 12 5.9 45.54 18.02 7.59 34.7
8 Loncat indah 10 5.9 45.54 18.02 7.59 23.3
9 Menembak 17
10 Panahan 12 5.9 31.79 26.8
11 Pencak silat 8 5.9 45.54 18.02 7.59 34.7
12 Renang J.
Pendek 8 5.9 45.54 23.32 6.78
34.7
13 Renang J. Jauh 6 5.9 41.9 23.32 7.59 42.4
14 Selancar angin 6.2
15 Senam 12 5.9 45.54 18.02 7.59 23.3
16 Sepaktakraw 12 5.9 45.54 18.02 7.59 34.7
17 Taekwondo 12 5.9 45.54 18.02 7.59 34.7
18 Tenis lapangan 17 5.9 45.54 18.02 7.59 42.4
19 Tinju 12 5.9 37.19 20.71 7.59 34.7
20 Voli pantai 17 5.9 41.9 20.71 7.59 42.4
21 Lari cepat 4.35 45.54 20.71 6.78 23.3
22 Lari jarak jauh 37.19 23.42 7.59 42.4
23 Lari gawang 8 45.54 18.02 6.78 23.3
24 Lompat jauh 4 3.35 45.54 23.42 7.59 23.3
25 Lempar cakram 8 5.9 41.9 23.42 7.59
26 Lempar lembing 8 5.9 41.9 23.42 7.59 23.3
27 Lompat jangkit 4 3.35 45.54 23.42 6.78 23.3
28 Lompat tinggi 4 3.35 45.54 20.71 7.59 23.3
29 Lompat galah 8 5.1 45.54 23.42 7.59 23.3
30 Lontar martil 8 5.9 41.9 26.13 9.21
16
3. Standarisasi fisik atlet putri usia 12 tahun (modifikasi sport
search)
Cabang Lempar Power Lari Lari
No Olahraga Koor
dinasi Bola Tungkai Bolak 40m
VO2
Max
Basket Balik
5m
1 Anggar 16 5.4 47.2 21.1 7.19 33.2
2 Angkat besi 7 6.2 51.7 25.37 8.73
3 Balap sepeda 7 5.4 51.7 21.1 7.19 38.9
4 Bulutangkis 16 6.2 51.7 18.96 6.42 38.9
5 Dayung 7 6.2 51.7 35.37 7.19 33.2
6 Judo 7 6.2 47.2 23.24 8.73 26.8
7 Karate 12 6.2 51.7 18.96 7.19 33.2
8 Loncat indah 12 6.2 51.7 18.96 7.19 22.4
9 Menembak
10 Panahan 16 6.2 37.6 26.8
11 Pencak silat 12 6.2 51.7 18.96 7.19 33.2
12 Renang J. Pendek 7 6.2 51.7 23.24 33.2
13 Renang J. Jauh 7 6.2 47.2 23.24 7.19 38.9
14 Selancar angin 6.2
15 Senam 12 6.2 51.7 18.96 7.19 22.4
16 Sepaktakraw 12 6.2 51.7 18.96 7.19 33.2
17 Taekwondo 12 6.2 51.7 18.96 7.19 33.2
18 Tenis lapangan 16 6.2 51.7 18.96 7.19 38.9
19 Tinju 12 6.2 39.5 21.1 7.19 33.2
20 Voli pantai 16 6.2 47.2 21.1 7.19 38.9
21 Lari cepat 4.65 51.71 21.1 6.42 22.4
22 Lari jarak jauh 39.5 23.24 7.19 38.9
23 Lari gawang 7 3.9 51.71 18.96 6.42 22.4
24 Lompat jauh 3 6.3 51.71 23.24 7.19 22.4
25 Lempar cakram 7 6.2 47.21 23.24 7.19
26 Lempar lembing 7 6.2 47.21 23.24 7.19 22.4
27 Lompat jangkit 3 3.9 51.71 23.24 6.42 22.4
28 Lompat tinggi 3 3.9 51.71 21.1 7.19 22.4
29 Lompat galah 7 5.4 51.71 23.24 7.19 22.4
30 Lontar martil 7 6.9 47.21 25.37 8.73
17
4. Standarisasi fisik atlet putra usia 12 tahun (modifikasi sport
search)
Cabang Lempar Power Lari Lari
No Olahraga Koor
dinasi Bola Tungkai bolak 40m
VO2
Max
Basket balik
5m
1 Anggar 17 6 47.1 20.02 6.75 40.1
2 Angkat besi 10 6.8 51.6 23.91 8.15
3 Balap sepeda 10 6 51.6 20.02 6.75 43.6
4 Bulutangkis 17 6.8 51.6 18.15 6.05 43.6
5 Dayung 10 6.8 51.6 23.91 6.75 40.1
6 Judo 10 6.8 47.1 21.99 8.15 26.8
7 Karate 14 6.8 51.6 18.15 6.75 40.1
8 Loncat indah 14 6.8 51.6 18.15 6.75 25
9 Menembak
10 Panahan 17 6.8 36.5 26.8
11 Pencak silat 14 6.8 51.6 18.15 6.75 40.1
12 Renang J.
Pendek 10 6.8 51.6 21.99 6.05
40.1
13 Renang J. Jauh 10 6.8 47.1 21.99 6.75 43.6
14 Selancar angin
15 Senam 14 6.8 51.6 18.15 6.75 25
16 Sepaktakraw 14 6.8 51.6 18.15 6.75 40.1
17 Taekwondo 14 6.8 51.6 18.15 6.75 40.1
18 Tenis lapangan 17 6.8 51.6 18.15 6.75 43.6
19 Tinju 14 6.8 42.1 20.02 6.75 40.1
20 Voli pantai 17 6.8 47.1 20.02 6.75 43.6
21 Lari cepat 5.15 51.56 20.07 6.78 25
22 Lari jarak jauh 42.1 21.99 7.59 43.6
23 Lari gawang 10 51.56 18.15 6.78 25
24 Lompat jauh 6 4.3 51.56 21.99 7.59 25
25 Lempar cakram 10 6.8 47.07 21.99 7.59
26 Lempar lembing 10 6.8 47.07 21.99 7.59 25
27 Lompat jangkit 6 4.3 51.56 21.99 6.78 25
28 Lompat tinggi 6 4.3 51.56 20.07 7.59 25
29 Lompat galah 10 6 51.56 21.99 7.59 25
30 Lontar martil 10 6.8 47.07 23.91 8.15
18
5. Standarisasi fisik atlet putri usia 13 tahun (modifikasi sport
search)
Cabang Lempar Power Lari Lari
No Olahraga Koor
dinasi Bola Tungkai bolak 40m
VO2
Max
Basket balik
5m
1 Anggar 17 5.7 53.8 20.26 7.07 33.9
2 Angkat besi 8 6.45 58.6 24.44 8.54
3 Balap sepeda 8 5.7 58.6 20.26 7.07 40.1
4 Bulutangkis 17 6.45 58.6 18.17 6.33 40.1
5 Dayung 8 6.45 58.6 24.44 7.07 33.9
6 Judo 8 6.45 53.8 22.36 8.54 27.9
7 Karate 13 6.45 58.6 18.17 7.07 33.9
8 Loncat indah 13 6.45 58.6 18.17 7.07 22.9
9 Menembak
10 Panahan 17 6.45 43.5 27.9
11 Pencak silat 13 6.45 58.6 18.17 7.07 33.9
12 Renang J.
Pendek 8 6.45 58.6 22.36 6.33
33.9
13 Renang J. Jauh 8 6.45 53.8 22.36 7.07 40.1
14 Selancar angin
15 Senam 13 6.45 58.6 18.17 7.07 22.9
16 Sepaktakraw 13 6.45 58.6 18.17 7.07 33.9
17 Taekwondo 13 6.45 58.6 18.17 7.07 33.9
18 Tenis lapangan 17 6.45 58.6 18.17 7.07 40.1
19 Tinju 13 6.45 48.5 20.26 7.07 33.9
20 Voli pantai 17 6.45 53.8 20.26 7.07 40.1
21 Lari cepat 4.9 58.58 20.07 6.33 22.9
22 Lari jarak jauh 48.46 22.36 7.07 40.1
23 Lari gawang 8 58.58 18.17 6.78 22.9
24 Lompat jauh 4 4.1 58.58 22.36 7.07 22.9
25 Lempar cakram 8 6.45 53.76 22.36 7.07
26 Lempar lembing 8 6.45 53.76 22.36 7.07 22.9
27 Lompat jangkit 4 4.1 58.58 22.36 6.33 22.9
28 Lompat tinggi 4 4.1 58.58 20.07 7.07 22.9
29 Lompat galah 8 5.7 58.58 22.36 7.07 22.9
30 Lontar martil 8 6.45 53.76 24.44 8.54
19
6. Standarisasi fisik atlet putra usia 13 tahun (modifikasi sport
search)
Cabang Lempar Power Lari Lari
No Olahraga Koor
dinasi Bola Tungkai bolak 40m
VO2
Max
Basket balik
5m
1 Anggar 18 6.85 60.2 18.72 6.56 42.7
2 Angkat besi 11 8.05 66 22.97 8.04
3 Balap sepeda 11 6.85 66 18.72 6.56 47.4
4 Bulutangkis 18 8.05 66 16.6 5.82 47.4
5 Dayung 11 8.05 66 22.97 6.56 42.7
6 Judo 11 8.05 60.2 20.84 8.04 35
7 Karate 15 8.05 66 16.6 6.56 42.7
8 Loncat indah 15 8.05 66 16.6 6.56 27.1
9 Menembak
10 Panahan 18 8.05 46.6 27.1
11 Pencak silat 15 8.05 66 16.6 6.56 42.7
12 Renang J.
Pendek 11 8.05 66 20.84 5.82
42.7
13 Renang J. Jauh 11 8.05 60.2 20.84 6.56 47.4
14 Selancar angin
15 Senam 15 8.05 66 16.6 6.56 27.1
16 Sepaktakraw 15 8.05 66 16.6 6.56 42.7
18 Taekwondo 15 8.05 66 16.6 6.56 42.7
18 Tenis lapangan 18 8.05 66 16.6 6.56 47.4
19 Tinju 15 8.05 53.6 18.72 6.56 42.7
20 Voli pantai 18 8.05 60.2 18.72 6.56 47.4
21 Lari cepat 8.05 65.97 20.07 6.78 27.1
22 Lari jarak jauh 53.56 20.84 6.56 47.4
23 Lari gawang 11 65.97 16.6 6.78 27.1
24 Lompat jauh 7 4.5 65.97 20.84 6.56 27.1
25 Lempar cakram 11 8.05 60.49 20.84 6.56
26 Lempar lembing 11 8.05 60.49 20.84 6.56 27.1
27 Lompat jangkit 7 4.5 65.97 20.84 6.78 27.1
28 Lompat tinggi 7 4.5 65.97 20.07 6.56 27.1
29 Lompat galah 11 6.85 65.97 20.84 6.56 27.1
30 Lontar martil 11 8.05 60.49 22.97 8.04
20
7. Standarisasi fisik atlet putri usia 14 tahun (modifikasi sport
search)
Cabang Lempar Power Lari Lari
No Olahraga Koor
dinasi Bola Tungkai bolak 40m
VO2
Max
Basket balik
5m
1 Anggar 17 6 57.1 19.79 6.88 33.9
2 Angkat besi 8 6.9 62.1 24.61 8.55
3 Balap sepeda 8 6 62.1 19.79 6.88 40.1
4 Bulutangkis 17 6.9 62.1 17.38 6.04 40.1
5 Dayung 8 6.9 62.1 24.61 6.88 33.9
6 Judo 8 6.9 57.1 22.21 8.55 27.9
7 Karate 13 6.9 62.1 17.38 6.88 33.9
8 Loncat indah 13 6.9 62.1 17.38 6.88 22.9
9 Menembak
10 Panahan 17 6.9 46.6 27.9
11 Pencak silat 13 6.9 62.1 17.38 6.88 33.9
12 Renang J. Pendek 8 6.9 62.1 22.21 6.04 33.9
13 Renang J. Jauh 8 6.9 57.1 22.21 6.88 40.1
14 Selancar angin
15 Senam 13 6.9 62.1 17.38 6.88 22.9
16 Sepaktakraw 13 6.9 62.1 17.38 6.88 33.9
18 Taekwondo 13 6.9 62.1 17.38 6.88 22.9
18 Tenis lapangan 17 6.9 62.1 17.38 6.88 39.9
19 Tinju 13 6.9 51.7 19.79 6.88 39.9
20 Voli pantai 17 6.9 57.1 19.79 6.88 40.1
21 Lari cepat 5.1 62.11 19.79 6.04 22.9
22 Lari jarak jauh 51.68 22.21 7.42 40.1
23 Lari gawang 8 62.11 17.38 6.04 22.9
24 Lompat jauh 4 4.2 62.11 22.21 7.42 22.9
25 Lempar cakram 8 6.9 57.13 22.21 7.42
26 Lempar lembing 8 6.9 57.13 22.21 7.42 22.9
27 Lompat jangkit 4 4.2 62.11 22.21 6.04 22.9
28 Lompat tinggi 4 4.2 62.11 19.79 7.42 22.9
29 Lompat galah 8 6 62.11 22.21 7.42 22.9
30 Lontar martil 8 6.9 57.13 24.61 8.55
21
8. Standarisasi fisik atlet putra usia 14 tahun (modifikasi sport
search)
Cabang Lempar Power Lari Lari
No Olahraga Koor
dinasi Bola Tungkai Bolak 40m
VO2
Max
Basket balik
5m
1 Anggar 19 7.5 67.1 18.35 6.56 42.7
2 Angkat besi 12 8.75 72.7 22.22 8.04
3 Balap sepeda 12 7.5 72.7 18.35 6.56 47.4
4 Bulutangkis 19 8.75 72.7 16.42 5.82 47.4
5 Dayung 12 8.75 72.7 22.22 6.56 42.7
6 Judo 12 8.75 67.1 20.29 8.04
7 Karate 16 8.75 72.7 16.42 6.56 42.7
8 Loncat indah 16 8.75 72.7 16.42 6.56
9 Menembak
10 Panahan 19 8.75 53
11 Pencak silat 16 8.75 72.7 16.42 6.56 42.7
12 Renang J.
Pendek 12 8.75 72.7 20.29 5.82
42.7
13 Renang J. Jauh 12 8.75 67.1 20.29 6.56 47.4
14 Selancar angin
15 Senam 16 8.75 72.7 16.42 6.56
16 Sepaktakraw 16 8.75 72.7 16.42 6.56 42.7
18 Taekwondo 16 8.75 72.7 16.42 6.56 42.7
18 Tenis lapangan 19 8.75 72.7 16.42 6.56 47.4
19 Tinju 16 8.75 60 18.35 6.56 42.7
20 Voli pantai 19 8.75 67.1 18.35 6.56 47.4
21 Lari cepat 6.25 72.72 18.35 5.5 28.6
22 Lari jarak jauh 60.01 20.29 6.21 51.9
23 Lari gawang 12 72.72 16.42 5.5 28.6
24 Lompat jauh 8 5 72.72 20.29 6.21 28.6
25 Lempar cakram 12 8.75 67.09 20.29 6.21
26 Lempar lembing 12 8.75 67.09 20.29 6.21 28.6
27 Lompat jangkit 8 5 72.72 20.29 5.5 28.6
28 Lompat tinggi 8 5 72.72 18.35 6.21 28.6
29 Lompat galah 12 7.5 72.72 20.29 6.21 28.6
30 Lontar martil 12 8.75 67.09 22.22 7.64
22
9. Standarisasi fisik atlet putri usia 15 tahun (modifikasi sport
search)
Cabang Lempar Power Lari Lari
No Olahraga Koor
dinasi Bola Tungkai bolak 40m
VO2
Max
Basket balik
5m
1 Anggar 18 6.5 45.1 19.47 6.76 33.9
2 Angkat besi 9 7.1 49.5 24.57 8.3
3 Balap sepeda 9 6.5 49.5 19.47 6.76 40.8
4 Bulutangkis 18 7.1 49.5 22.03 5.99 40.8
5 Dayung 9 7.1 49.5 24.57 6.76 33.9
6 Judo 9 7.1 45.1 22.03 8.3 27.9
7 Karate 14 7.1 49.5 16.92 6.76 33.9
8 Loncat indah 14 7.1 45.1 16.92 6.76 22.9
9 Menembak
10 Panahan 18 7.1 37.1 27.9
11 Pencak silat 14 7.1 49.5 16.92 6.76 33.9
12 Renang J.
Pendek 9 7.1 49.5 22.03 5.99
33.9
13 Renang J. Jauh 9 7.1 45.1 22.03 6.76 40.8
14 Selancar angin
15 Senam 14 7.1 49.5 16.92 6.76 22.9
16 Sepaktakraw 14 7.1 49.5 16.92 6.76 33.9
18 Taekwondo 14 7.1 49.5 16.92 6.76 33.9
18 Tenis lapangan 18 7.1 49.5 16.92 6.76 40.8
19 Tinju 14 7.1 40.9 19.47 6.76 33.9
20 Voli pantai 18 7.1 45.1 19.47 6.76 40.8
21 Lari cepat 5.4 69.34 19.47 5.99 22.9
22 Lari jarak jauh 57.3 22.03 6.76 40.8
23 Lari gawang 9 69.34 16.92 5.99 22.9
24 Lompat jauh 5 4.3 69.34 22.03 6.76 22.9
25 Lempar cakram 9 7.1 63.14 22.03 7.53
26 Lempar lembing 9 7.1 63.14 22.03 8.3 22.9
27 Lompat jangkit 5 4.35 69.34 22.03 5.99 22.9
28 Lompat tinggi 5 4.35 69.34 19.47 6.76 22.9
29 Lompat galah 9 6.5 69.34 22.03 6.76 22.9
30 Lontar martil 9 7.1 63.14 24.57 8.3
33
10. Standar tes parameter dan standarisasi untuk pencarian bibit atlet Atletik Usia 17 th s/d 20 th
STANDAR 30 M 60 M 3 HOP kiri 3 HOP kanan shocken
PA PI PA PI PA PI PA PI PA PI
Sangat Baik < 3.79 < 4.36 < 6.63 < 7.24 > 8.6 > 7.4 > 8.6 > 7.5 > 10 > 7.98
Baik 3.8 - 4.1 4.35 - 4.64 6.64 - 7.3 7.25 - 8.08 8.5 - 7.6 7.39 - 6.73 8.5 - 6.44 7.49 -
6.83
9.99 -
9.09
7.97 -
7.11
Sedang 4.2 - 4.42 4.65 - 4.93 7.31 - 7.95 8.09 - 8.93 7.59 - 6.7 6.92 - 6.06 6.43 - 6.67 6.82 -
6.16
9.08 -
8.18
7.10 -
6.24
Kurang 4.43 β .73 4.94 - 5.21 7.96 - 8.26 8.94 - 9.77 6.69 - 5.8 6.05 - 5.39 6.66 - 5.7 6.15 -
5.49
8.17 -
7.26
6.23 -
5.37
Sangat
Kurang > 4.73 > 5.32 > 8.26 > 9.77 < 5.8 < 5.39 < 5.7 < 5.49 < 7.26 < 5.37
Usia 16 th s/d 17 th
STANDAR 30 M 60 M 3 HOP kiri 3 HOP kanan shocken
PA PI PA PI PA PI PA PI PA PI
Sangat Baik < 3.83 < 3.85 < 7.05 < 6.76 > 9.38 > 8.90 > 9.50 > 7.40 > 8.05 > 6.18
Baik 3.84 -
4.16
3.86 -
4.43
7.06 -
7.71 6.77 - 8.13
9.37 -
8.06
8.89 -
7.45
9.49 -
7.98
7.39 -
6.73
8.04 -
7.66
6.17 -
5.52
Sedang 4.17 -
4.48
4.44 -
5.01
7.72 -
8.37 8.14 - 9.51
8.06 -
6.74
7.46 -
5.99 7.97 - 6.4
6.72 -
6.07
7.65 -
6.83
5.51 -
4.86
Kurang 4.49 -
4.80
5.02 -
5.59
8.38 -
9.03
9.52 -
10.88
6.73 -
5.42
6.00 -
4.53
6.46 -
4.96
6.06 -
5.41
6.82 -
6.00
4.85 -
4.20
Sangat Kurang > 4.80 > 5.60 > 9.03 > 10.88 < 5.42 < 4.53 < 4.96 < 5.41 < 6.00 < 4.20
34
35
Usia 13 Tahun Ke Bawah
STANDAR 30 M 60 M 3 HOP kiri 3 HOP kanan Shocken
PA PI PA PI PA PI PA PI PA PI
Sangat Baik < 4.47 < 4.42 < 7.40 < 7.63 > 8.29 > 7.86 > 8.94 > 8.12 > 7.56 > 6.08
Baik 4.48 -
4.68
4.43 -
4.80
7.41 -
8.15
7.64 -
8.51
8.28 -
7.40
7.85 -
6.85
8.93 -
7.84
8.11 -
7.02
7.55 -
6.70
6.07 -
5.40
Sedang 4.69 -
4.89
4.81 -
5,19
8.16 -
8.89
8.51 -
9.39
7.39 -
6.52
6.84 -
5.83
7.83 -
6.74
7.01 -
5.92
6.69 -
5.83
5.39 -
4.71
Kurang 4.90 -
5.10
5.20 -
5.57
8.90 -
10.37
9.40 -
10.27
6.51 -
5.63
5.82 -
4.81
6.73 -
5.64
5.91 -
4.82
5.82 -
4.96
4.70 -
4.02
Sangat Kurang > 5.10 > 5.57 > 10.37 > 10.27 < 5.63 < 4.81 < 5.64 < 4.82 < 4.96 < 4.02
36
Tabel Norma Tes Untuk Kelompok Dewasa Cabang Olahrag Pencak Silat
No Komponen Laki - laki Perempuan
Baik Cukup Kurang Baik Cukup Kurang
1 Daya Tahan (vo2 max) >65 64-55 <54 >58 57-50 <49
2 Stamina (400 m) <60 dtk 61-75 <75 <80 81-99 >100
3 Kekuatan (sit up) menit >90 89-70 <69 >80 79-65 <64
4 Kekuatan (push up) menit >80 779-60 <59 >75 74-55 <56
5 Power (TLJ) >6.5 m 6.4-6.0 <5.9 >6.0 5.9-5.5 <5.4
6 Power End (half squat /
menit) >120 119- 100 <99 >110 109-95 <94
7 Kecepatan (20 m) >2.9 3.00-3.25 <2.26 >3.05 3.05-3.30 <3.31
8 Kelincahan (bm run) <10.00
dtk
10.01-
12.00 >12.01 <11.00 11.01-12.30 >12.31
9 Koordinasi (SWP/20 dtk) >25 24-20 <19 >21 20-17 <16
10 Tendangan 10 dtk >24 23-20 <19 >22 21-18 <17
11 Tendangan 1 mnt >120 119-100 <99 >105 104-98 <97
12 Egos Sabit (20 dtk) >37 36-32 <32> >34 33-29 <28
36
No Komponen Keterangan
1 Daya Tahan (vo2 max) tes bleep
2 Stamina (400 m) Lapangan
3 Kekuatan (sit up) menit -
4 Kekuatan (push up) menit -
5 Power (TLJ) tiga kali lompat satu kaki
6 Power End (half squat /
menit) -
7 Kecepatan (20 m) -
8 Kelincahan (bm run) jarak antara titik 5 m
9 Koordinasi (SWP/20 dtk) soccer wall pass
10 Tendangan 10 dtk dengan target dengan 1
kaki
11 Tendangan 1 mnt tendangan bebas
bergantian
12 Egos Sabit (20 dtk)
tendangan sambil
melompat gantian kaki
kanan dan kiri
Standar Berat Badan Dalam Pertandingnan Olahraga Judo
SENIOR MAHASISWA SLTA SLTP SD
PA PI PA PI PA PI PA PI PA-PI
25
48 42 27
51 43 51 43 30
55 45 55 45 55 45 34
60 48 60 48 60 48 60 48 39
66 52 66 52 66 52 66 52 45
73 57 73 57 73 57 73 57 45+
81 63 81 63 81 63 73+ 57+
90 70 90 70 81+ 63+
100 78 90+ 70+
100+ 78+
37
11. ENDURANCE SPORT
12. Games Sports
38
13. Combative Sports
14. Power sports
39
15. Technical sports
Lebih lengkapnnya dalam buku ini diberikan beberapa
kutipan-kutipan para pakar olahraga yang menunjang
keberhasilan pembinaan prestasi olahraga yang bertitik berat
pada pelaku, pembina olahraga. Buku ini juga bermanfaat dan
berpengaruh besar pada kalangan mahasiswa olahraga yang
seseharinnya membahas dan menguji kebenaran tentang
seputar prestasi olahraga. Berikut ulasan yang dimaksud adalah
40
BAB I
TEORI LATIHAN
A. OTOT
Fungsi otot adalah menggerakkan bagian tubuh luar dan
dalam, menjaga postur, menstabilkan sendi, dan
membangkitkan panas tubuh. Otot adalah jaringan tubuh
yang berfungsi mengubah energi kimia menjadi kerja mekanik
sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan.
Rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi,
dan tulang rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya
otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap
dan posisi
Kerangka otot ditutupi oleh kurang lebih.600 otot, dengan
berat otot sekitar 40% dari berat badan. Sebuah otot adalah
kumpulan dari benang-benang yang panjang yang dibuat dari
sel sel dan dikelompokan dalam satu ikatan. Setiap ikatan
secara terpisah "dibungkus" dalam suatu jaringan ikat yang
menahan/menyatukan dan melindungi kelom-pok otot
tersebut. Otot-otot itu diatur dalam pasangan-pasangan kerja
agar terjadi gerak Setiap otot memiliki pasangan yang meng-
hasilkan gerak. Bila satu kelompok otot menjadi tegang dan
berkontraksi (memendek) maka pasangannya menjadi relax
dan stretch (memanjang). Contoh: otot-otot di lengan atas
biceps dan triceps adalah pasangan otot dengan tugas yang
saling melengkapi. Ketika otot biceps kontraksi, maka otot
triceps relaksasi dan memanjang.
41
Pasangan otot ini dikendalikan oleh otak dan saraf. Otot
bekerja seperti mesin dengan membakar bahan bakar untuk
menghasilkan gerak. Otot adalah penyedia energi dengan
cara mengubah energi kimia yang didapat dari makanan yang
dimakan menjadi energi untuk gerak (energi kinetik). Bila otak
merangsang satu kelompok otot untuk berkontraksi, sebuah
sumber energi siap pakai diminta untuk menyediakan bahan
bakar yang cukup untuk kontraksi tersebut. Ada dua tipe
serabut otot yang berbeda, yaitu
β’ Tipe serabut otot yang cepat atau otot putih.
β’ Tipe serabut otot yang lambat (otot merah)
Serabut otot putih diibaratkan mesin mobil balap formula.
Kelompok otot jenis ini dapat menghasilkan gerak yang sangat
cepat untuk waktu yang sangat singkat Tipe serabut ini sangat
cocok untuk pelari jarak pendek dan cabang olahraga yang
membutuhkan power tinggi seperti, lempar lembing, tolak
peluru, lempar martil, lompat tinggi, bela diri, dan "games sport"
Serabut otot merah/lambat ini menghasilkan tenaga gerak
yang lebih kecil, akibatnya serabut otot merah akan
menghasilkan kecepatan gerak yang lebih rendah, tetapi
mampu bergerak untuk waktu yang lebih lama. Tipe serabut ini
sangat cocok untuk pelari jarak jauh dan cabang olahraga
yang membutuhkan ketahan tinggi seperti, balap sepeda (non
track), dayung, sepatu roda, dan "undurance sport"
B. SISTEM ENERGI
Energi merupakan prasyarat penting untuk suatu unjuk
kerja fisik selama berlatih dan bertanding. Jumlah energi dalam
42
tubuh secara akumulatif sangat banyak dan tidak terbatas.
Kondisi inilah yang memungkinkan manusia dapat bekerja
kapan saja dan di mana saja dalam waktu yang realatif lama.
Cadangan energi dalam tubuh digunakan untuk kontraksi otot,
aktivitas sel dan pemeliharaan sistem fungsional tubuh.
Penipisan jumlah cadangan energi dapat mengganggu sistem
kerja faal manusia, terutama pada saat melakukan latihan
olahraga. Berkenaan dengan itu kebutuhan energi olahraga
harus disuplai secara bertahap melalui makan makanan yang
bergizi dengan volume yang cukup.
Energi dirubah dari bahan makanan (karbohidrat, lemak
dan protein) yang dimakan menjadi suatu ikatan energi tinggi
yang dikenal dengan Adhenodsin Triphospat (ATP) yang
disimpan didalam otot. Seperti namanya ATP terdiri dari satu
molekul adenosin dan tiga molekul phospate. Energi yang
digunakan untuk kontraksi otot, diperoleh dengan cara
merubah ATP bertenaga tinggi ke ADP + p ( adenosin
diphospate + Phospate) {Mathews dan fox, 1988). Sewaktu satu
molekul phospate dipecah, maka ADP + P dibentuk dari ATP
dan energi dilepaskan.
Persediaan ATP dalam sel otot sangat terbatas, walaupun
begitu suplai ATP harus berkesinambungan untuk
mempertahankan dan memudahkan aktivitas fisik secara
berkelanjutan.
Pemenuhan ATP dapat melalui ketiga sistem energi,
tergantung dari jenis kegiatan yang dilakukan. Ketiga sistem
tersebut adalah; (1) sistem ATP - PC, (2) sistem asam laktat, (3)
43
Sistem oksigen (02). Kedua sistem pertama, mengganti ATP
dengan sistem tanpa oksigen dan dikenal dengan sistem
anaerobik, sedangkan sistem ketiga menghasilkan ATP melalui
bantuan oksigen (02) atau lebih terkenal dengan nama "sistem
aerobik".
Pada dasarnya ada dua sistem energi yang diperlukan
dalam setiap aktivitas gerak manusia yaitu (1) sistem energi
anaerob dan (2) sistem energi aerob. Kedua sistem tersebut
tidak dapat dipisah pisahkan secara mutlak selama aktivitas
kerja otot berlangsung. Sistem energi merupakan serangkaian
proses pemenuhan tenaga yang secara terus menerus berkesi-
nambungan dan silih berganti. Adapun letak perbedaan
diantara kedua sistem energi tersebut adalah pada proses
pemecahannya, yaitu menggunakan oksigen dan tidak
menggunakan oksigen
Sistem anaerob selama proses pemenuhan energinya tidak
memerlukan bantuan eksigen (02), namun menggunakan
energi yang tersimpan di dalam otot. Sebaliknya sistem energi
aerob dalam proses pemenuhan kebutuhan energi untuk
bergerak memerlukan bantuan oksigen (02) yang diperoleh
dengan cara menghirup udara yang ada di sekitar dan diluar
tubuh manusia melalui sistem pernafasan
ENERGI
ANAEROBIC
ALAKTASIT LAKTASIT
AEROBIC
44
Seperti telah disebutkan bahwa untuk bergerak tubuh manusia
memerlukan energi yang dihasilkan melalui sebuah sistem
energi, yaitu: sistem anaerobik dan aerobik.
Sistem energi anaerobik, sistem ini dibedakan menjadi 2
yakni,
1. Sistem anaerobik alaktik (AA): sumber energi diperoleh
dari pemecahan ATP dan PC yang tersedia dalam
tubuh tanpa menimbulkan terbentuknya asam laktat.
Proses pembentukan energi sangat cepat, namun
hanya mampu menyediakan energi sangat sedikit untuk
aktivitas sangat singkat.
2. Sistem anaerobik laktik (AL): sumber energi diperoleh
melalui pemecahan glukosa darah dan glikogen otot
lewat glikolisis anaerobik. Sistem ini selain menghasilkan
energi juga menimbulkan terbentuknya asam laktat.
Proses pembentukan energi berjalan cepat, dapat
digunakan untuk aktivitas singkat.
Sistem energi erobik yakni proses untuk menghasilkan energi
dengan memerlukan oksigen, bahan baku berupa glukosa
dan glikogen melalui glikolisis aerobik, selain itu untuk
aktivitas yang lebih lama dipergunakan sumber energi
lemak dan protein.
45
Tabel 1. Sistem Energi
SISTEM ENERGI LAMA
(detik)
SUMBER
ENERGI OBSERV.
Anaerobik Alaktik 1 - 4 ATP -
Anaerobik Alaktik 4 - 20 ATP, PC -
Anaerobik Allaktik 20 - 45 ATP, PC,
Glukosa
Terbentuk asam
Laktat
Anaerobik. Laktik 45 β 120 Glikogen Asam laktat
Berkurang
Aerobik 120 > Glikogen,
Lemak
Pemakaian lemak
semakin meningkat
Sumber : James Tangkudung. (2012 : 15)
Sistem energi tersebut bekerja secara simultan sesuai
dengan kebutuhan fisik berdasarkan intensitas dan lama
aktivitas:
Gambar 2. Sistem penyediaan Energi berdasarkan pada tingkat intensitas dan lama kerja,sumber: Bompa (1999:21)
Setiap cabang olahraga memerlukan penyediaan energi
melalui sistem yang berbeda-beda bergantung kepada
intensitas dan lama pertandingan sebagai berikut:
46
Tabel 2. Sistem Energi predominan cabang olahraga
CABANG
OLAHRAGA
ANAEROBIK
ALAKTIK (%)
ANAEROBIK
LAKTIK (%)
AEROBIK
(%)
Atletik: 100 M 49.5 49.5 1.0
5000 M 10 20 70
10.000 M 5 15 80
Basket 80 20 0
Baseball 95 5 0
Dayung 2 15 83
Bolavoli 40 10 50
Judo 90 10 0
Sepakbola 60-80 20 0-10
Tenis lap. 70 20 10
Menembak 0 0 100
Sumber : Bompa (1999 : 25)
Tubuh atlet tidak hanya mampu untuk memanfaatkan
satu sistim energi saja, tetapi juga mampu memanfaatkan
ketiga sistim energi tersebut dalam berolahraga. Cabang
olahraga yang berbeda membutuhkan kegiatan otot yang
berbeda dengan jumlah keterlibatan otot yang berbeda pula.
Sebagai akibatnya sistim energi yang berperan juga berbeda.
Intinya jenis serabut otot yang terlibat pada saat gerak sangat
menentukan sistim energi yang dipakai
Oleh karena itu program latihan harus dibuat dengan
teliti agar mampu meningkatkan kemampuan otot dan sistim
energi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan nomor dan
spesifikasi atlet. Pelari marathon menyelesaikan lombanya
dengan energi aerobe (hampir seluruhnya), sprinter yang jarak
lombanya 100 sampai 400 meter lebih tergantung pada sumber
energi anaerobe dan cabang olahraga permainan meng-
gunakan sumber energi gabungan dan harus cepat pulih
47
kembali sesudah kegiatan yang berat sehingga mampu
melakukan pengulangan yang banyak tanpa mengalami
kelelahan.
C. PRINSIP-PRINSIP LATIHAN
Untuk merancang program latihan kondisi fisik, pelatih
harus memahami karakteristik fisik, perkembangan prestasi dan
respon atlet terhadap program latihan yang diberikan.
Berkenaan dengan itu pelatih harus menguasai prinsip-prinsip
latihan yang dapat digunakan sebagai pedoman melatih.
1. Perbedaan indvidu
Setiap indvidu adalah pribadi yang unik, karenanya setiap
individu akan menjawab latihan yang sama sekalipun
dengan hasil yang berbeda. Penyebab perbedaan ini
antara lain adalah:
β’ Pengalaman masa lalu
β’ Kemampuan individu yang berbeda
β’ Komitmen individu yang berbeda
β’ Bahkan perilaku keluarga dan pelatih akan menjadi
penyebab individu menjawab latihan yang sama
dengan hasil yang berbeda.
Faktor faktor perbedaan individu itu mencakup
β Bakat: kemampuan fisik dan mental setiap individu
diwarisi dari kedua orangtuanya. Hanya atlet yang
berbakat yang dapat mencapai tingkat elit atlet. Atlet
48
berbakat menjadi elemen yang sangat penting dalam
konsep pengembangan prestasi moderen.
β Kematangan: respon tubuh terhadap latihan sangat
tergantung pada kondisi atlet, tubuh yang masih
bertumbuh dan berkem-bang, belum mampu
beradaptasi terhadap latihan berat yang ber-ulang.
β Nutrisi: adalah vital dan penting bagi atlet untuk
mendapatkan makanan yang seimbang dengan
kegiatan latihannya. Nutrisi yang tidak seimbang akan
berakibat buruk terhadap perkembangan prestasi
atlet.
β Istirahat dan pemulihan: recovery adalah proses
regenerasi tubuh pasca latihan dan pertandingan.
Efektif tidaknya recovery sangat ditentukan oleh berat-
ringannya program latihan, sistem energi latihan,
konsumsi nutrisi pasca latihan dan lama istirahat
(terutama tidur malam). Latihan berat dalam waktu
lama membutuhkan waktu pemulihan relatif lebih
lama daripada latihan singkat
β Tingkat kondisi fisik : setiap atlet akan datang ketempat
latihan dengan tingkat kondisi fisik yang berbeda.
β Sakit dan kecederaan : kedua hal ini akan
mempengaruhi kesiapan atlet dalam melaksanakan
dan merespon latihan yang diberikan. Dalam kondisi
cedera dan sakit, tidak direkomendasi untuk latihan
fisik. Latihan dalam kondisi sakit dan cedera akan
memperparah kondisi dan pada gilirannya
49
membutuhkan waktu penyembuhan yang relatif lebih
lama.
2. Penyesuaian tubuh (adaptasi)
Tubuh akan beradaptasi terhadap latihan secara
perlahan dan bertahap. Proses ini sangat halus dan tidak kasat
mata. Pemberian overload harus memperhatikan faktor
adaptasi atlet. Tingkat adaptasi atlet sangat individual dan
bersifat spesifik. Pemberian overload yang terlalu dini
kemungkinan menyebabkan cedera atau sakit. Berkenaan
dengan itu pelatih lebih berhati-hati dalam merancang
program latihan fisik agar proses penyesuaian atlet lebih
optimal. Peningkatan beban latihan disesuaikan dengan
perkembangan kondisi fisik yang terjadi. Adapun ciri-ciri
penyesuaian tubuh terlihat pada:
Denyut nadi istirahat lebih lambat
Pernafasan lebih lambat
Kinerja lebih baik
Semangat lebih baik
Tibur relatif mudah dan lama
Tidak mudah lelah
3. Overload
Bagaimana tubuh menjawab latihan yang berat/keras?
Perbaikan kondisi fisik atlet baru akan terjadi kalau tubuh atlet
itu selalu dijadikan subjek peningkatan kebutuhan latihan.
Kalau program latihan kondisi fisik diharapkan efektif hasilnya,
maka volume latihannya harus ditambah dan kondisi fisik yang
50
diberikan harus spesifik sifatnya. Kalau latihan kondisi fisik tidak
ditingkatkan volumenya dan tidak lebih terarah spesifikasinya
maka sebenarnya si pelatih tidak berusaha untuk meningkatkan
prestasi atlet asuhannya, dia hanya berusaha
mempertahankan prestasi yang sudah dicapai. Latihan
dengan prinsip beban latihan bertambah selalu meman-
faatkan FIW:
β F adalah huruf awal dari frekuensi. Adalah banyaknya
latihan perminggu. Menambah beban latihan
(overload) dapat dilakukan dengan menambah
frekuensi latihan, dari 2 menjadi 3 kali, dari 3 menjadi 4
kali, dan dari 4 menjadi 5 kali seminggu.
β I adalah huruf awal dari intensitas latihan. Intensitas
latihan adalah kualitas latihan. Ukuran yang
menunjukkan berat-ringannya latihan. Intensitas semakin
tinggi semakin banyak menggunakan energi anaerobik.
Intensitas latihan berbanding terbalik dengan volume
(waktu) latihan. Latihan dengan intensitas tinggi
berlangsung singkat, sebaliknya, latihan dengan
intensitas rendah berlangsung lama.
β W adalah huruf awal dari waktu. Yang dimaksud
dengan waktu disini adalah lamanya sesi latihan. Waktu
sesi latihan adalah waktu yang dibutuhkan untuk
melaksanakan aktifitas latihan, tidak termasuk waktu
istirahat. Waktu latihan berbanding terbalik dengan
intensitas. Intensitas latihan tinggi tidak mungkin
dilakukan dalam waktu yang lama. Untuk mencapai
51
waktu akumulasi latihan yang lama, perlu mengemas
intensitas latihan tinggi dalam metode interval.
4. Prinsip reversibility
Prinsip mau dapat, lakukan.... Artinya atlet akan
kehilangan kemampuan karena menghentikan aktifitas latihan.
Menghentikan latihan satu minggu berakibat penurunan
kemampuan 3-5%, dan untuk mengembalikan membutuhkan
waktu 3 minggu. Hal ini terjadi terutama pada kemampuan
daya tahan seorang atlit. Kekuatan menurun dalam kurun
waktu yang lebih lama, tetapi menghentikan latihan
mengakibatkan atropi otot. Pelatih harus menyadarkan dan
meyakinkan atletnya tentang fungsi latihan. Atlet harus
diyakinkan bahwa proses peningkatan dan pencapaian
prestasi harus diusahakan agar tidak pernah terjadi kekosongan
latihan untuk waktu yang lama. Oleh karena itu diupayakan
jangan sampai atlet cedera/ sakit dalam waktu yang lama.
5. Prinsip spcsifikasi (specification)
Program latihan apapun yang dibuat pelatih, hendaknya
disesuaikan dengan tuntutan fisik yang dibutuhkan cabang
olahraga/event cabang olahraga. Program latihan harus
spesifik sesuai cabang olahraga, nomor cabang olahraga,
kelompok otot yang terlibat, sistem energi yang digunakan,
jenis kontraksi (isotonis, isometrik, isokinetik) dan peran/ posisi
atlet. Generalisasi program hanya direkomendasi ketika masih
dalam tahap persiapan umum (TPU).
52
6. Prinsip kemajuan (progression)
Sebagai patokan untuk mengukur kemajuan adalah
"Make haste slowly". Mengapa harus seperti itu? karena terlalu
dini menambah beban latihan, tubuh belum mampu
melakukan penye-suaian dan bisa berakibat terjadinya cedera.
Prinsip latihan progresif hendaknya dilakukan secara bertahap
dan terus menerus karena itulah jalan yang terbaik untuk
berprestasi. Kemajuan harus didasari oleh prinsip kegiatan yang
sistimatis artinya dari sederhana ke yang kompleks, dari latihan
ringan ke latihan berat. Progresif mencakup frekuensi, intensitas
dan durasi sesi latihan. Cara yang sangat sederhana dan
mudah untuk dipantau pelatih adalah mencatat volume
(lama) latihan perminggu, perbulan dan pertahun. Para ahli
kepelatihan sepakat bahwa 5-15% merupakan pedoman yang
biasa dipakai untuk meningkatkan volume latihan.
7. Variasi latihan (variation)
Hindari kebosanan dan kejenuhan latihan. Sesi latihan
yang monoton atau membosankan sebaiknya dihindarkan
dalam penyusunan program latihan fisik. Latihan fisik pada
dasarnya juga latihan mental, oleh karena itu materi latihan
harus disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan
kegairahan berlatih. Inilah kunci sukses dalam melatih fisik.
Pelatih harus dapat menyiapkan latihan yang bervariasi untuk
tujuan latihan yang sama. Kemampuan ini penting agar
motivasi dan rangsangan minat berlatih tetap tinggi. Termasuk
variasi latihan adalah hal hal berikut:
53
Sesi latihan yang keras harus diikuti oleh sesi latihan yang
mudah/ringan.
Kerja keras hams diikuti oleh istirahat dan pemulihan.
Latihan yang berlangsung lama harus diikuti oleh sesi
latihan yang berlangsung singkat.
Latihan dengan intensitas tinggi diikuti oleh latihan yang
memberikan relaksasi.
Berlatih di tempat latihan yang berbeda-beda
Rencanakanlah pertandingan persahabatan.
Sasaran latihan jelas.
Gunakan metode latihan fisik yang beragam
Gunakan peralatan yang sederhana, tapi menarik dan
kumunikatif.
Gunakan pendekatan yang efektif.
Perlu mendemonstrasikan peralatan terkini
8. Perencanaan jangka panjang
Mungkin dibutuhkan usaha bertahun-tahun untuk
mencapai prestasi tinggi dalam olah raga. Untuk
mempertahankan usaha dan komitmen ini perlu dilakukan
tahapan peningkatan prestasi. Tahapan peningkatan prestasi
ini dibutuhkan untuk meyakinkan tercapainya tujuan yang
diinginkan. Pelatih harus menentukan tujuan jangka pendek,
jangka menengah dan tujuan jangka panjang.
Keterlibatan atlet, orangtua atlet dan pihak-pihak yang
kompeten dalam kegiatan palatihan sangat dibutuhkan. Tugas
berat untuk mencapai prestasi tinggi menjadi lebih ringan
karena ditanggung bersama.
54
D. PEMANASAN
Selama latihan dan pertandingan, tubuh harus mampu
bekerja keras agar mampu menyesuaikan diri terhadap stressor.
Pemanasan adalah persiapan untuk menghadapi permintaan
energi otot-otot dan sistim yang terkait dengan latihan yang
berat. Ada 3 (tiga) alasan mengapa pemanasan itu penting:
β Pemanasan akan mengurangi kemungkinan terjadinya
cedera. Prinsip dasar pemanasan adalah meningkatkan
suhu tubuh dengan melakukan melakukan peregangan
otot-otot, ligamen dan jaringan ikat. Suhu tubuh yang
meningkat akan menambah kecepatan dan kekuatan
kontraksi otot sehingga menghasilkan tenaga yang lebih
besar.
β Pemanasan akan meningkatkan efisiensi kerja tubuh
dengan cara meningkatkan frekuensi jantung,
metabolisme serta tingkat pernapasan.
β Pemanasan akan meningkatkan berprestasi, karena
membuat atlet lebih siap baik fisik maupun mentalnya.
Isi dari pemanasan
Pemanasan yang efektif seharusnya:
a. Membuat seluruh tubuh jadi panas, suhu otot dan darah
naik dan meregang otot serta jaringan penghubung.
b. Punya hubungan yang langsung dengan aktivitas yang
akan dilakukan.
c. Harus disesuaikan dengan atlet sebagai individu.
d. Menggabungkan intensitas dan lamanya kegiatan
pemanasan tanpa menghasilkan kelelahan yang tidak
55
perlu. Dilakukan sedekat mungkin dengan dimulainya sesi
atau kegiatan. Biasanya pemanasan membutuhkan
waktu antara 15-20 menit sebelum sesi latihan dimulai.
Waktu yang 1 5 - 2 0 menit ini tidak termasuk waktu yang
dibutuhkan untuk penyesuaian ditempat tertentu atau
pada alat tertentu. Pemanasan biasanya dilakukan
dengan tiga bagian.
1. Bagian Pertama
Fase pemanasan umum yang terdiri dari:
A. Latihan "yang ditujukan pada seluruh badan, dilakukan
dengan irama yang ringan seperti jogging atau skipping
ringan. Latihan-latihan di fase ini harus selalu ditingkatkan
intensitasnya, sehingga temperatur otot dan darah
meningkat dan secara teratur frekuensi jantung
bertambah.
B. Stretching yang statis adalah latihan-latihan berikutnya,
yang diarahkan pada kelompok otot yang digunakan
ketika tubuh dalam gerak latihan inti atau pertandingan
nantinya. Disarankan untuk memulai stretching statis
dengan tujuan tadi dari kelompok otot yang diatas turun
ke kelompok otot yang lebih bawah yang mencakup:
otot leher dan bahu, lengan dan dada, punggung dan
perut, pantat, pangkal paha dan panggul, otot paha
depan dan belakang, betis dan angkle. Secara detail,
tentang latihan latihan yang cocok untuk tujuan latihan
ini lihat uraian tentang kelentukan.
56
2. Bagian Kedua
Fase pemanasan yang spesifik, yang bertugas
menyiapkan atlet dengan tuntutan yang lebih spesifik
sesuai dengan spesifikasi kerja yang akan dilakukan
berikutnya. Berlari, melompat, melempar, menangkap dan
memukul dengan intensitas yang lebih tinggi merupakan
bentuk bentuk kegiatan yang dalam fase ini ditambah
dengan stretching yang lebih spesifik.
3. Latihan Penutup
Latihan penutup (cool down) ini sama pentingnya
dengan latihan pemanasan (warm up). Sebab itu lakukanlah
latihan penutup sesudah suatu sesi latihan diselesaikan. Tubuh
harus melakukan beberapa penyesuaian selama fase
pemulihan, sebelum tubuh kembali normal, fase pemulihan ini
tidak terjadi dalam waktu singkat.
Dalam kondisi latihan berat, akan menimbulkan banyak
sampah dalam tubuh. Sampah tersebut ada yang didaur ulang
dan ada yang dibung oleh tubuh. Para ahli berpendapat
bahwa aktivitas ringan (joging) akan lebih efektif dalam
normalisasi fungsi tubuh.
57
BAB II
VARIABEL-VARIABEL LATIHAN
Pendahuluan
Setiap aktivitas fisik akan membawa kepada perubahan
anatomis, fisiologis, biokimia, dan psikologis yang bersumber
dari volume, intensitas, dan densitas.
Dalam merencanakan suatu program latihan untuk atlet
binaannya, seorang pelatih harus mempertimbangkan ketiga
variabel latihan tersebut dan semuanya disesuaikan dengan
karakteristik fungsional dan psikologis pertandingan.
Sepanjang tahap latihan kompetisi yang terdahulu,
menggambarkan variable yang menekankan untuk mencapai
sasaran yang direncanakan. Lazimnya, menekankan intensitas
untuk olahraga kecepatan dan power, dan volume untuk
olahraga daya tahan. Akhirnya, untuk olahraga yang menuntut
keterampilan rumit, kompleksitas latihan adalah yang
diutamakan.
1. Volume Latihan
Volume latihan merupakan variabel latihan utama yang
dikaitkan dengan:
a) Jumlah waktu latihan yang digunakan selama latihan;
b) jarak yang ditempuh atau jumlah beban yang dapat
diangkat; dan
c) jumlah pengulangan setiap latihan atau yang dilakukan
pada saat latihan teknik.
58
Peningkatan volume latihan yang berkelanjutan
merupakan prioritas yang pokok dalam latihan dewasa ini dan
sudah menjadi dasar pengakuan bahwa penyesuaian fisiologis
hanya dapat dicapai dengan pengaturan volume latihan
yang tepat.
Prestasi meningkat melalui penambahan jumlah sesi
latihan dan jumlah kerja (volume) dan istirahat akan
mempercepat proses adaptasi hasil latihan. Peningkatan
tersebut sesuai dengan karakteristik individu dan spesifik
cabang olahraga.
Menurut Harre (1982), kemampuan pulih asal juga
meningkat sebagai hasil pengaturan organisme kepada
peningkatan kuantitas kerja. Namun demikian, peningkatan
volume latihan yang kurang bijaksana akan mengakibatkan
kelelahan, efisiensi latihan rendah, kerja otot tidak ekonomis,
dan meningkatkan kemungkinan cedera. Akibatnya, jika
volume per sesi latihan telah mencukupi, akan lebih bijaksana
untuk meningkatkan jumlah satuan latihan pada setiap siklus
mikronya dibandingkan dengan volume kerja per satuan
latihannya.
Dalam latihan harus diperhitungkan dan
dipertimbangkan dua jenis volume latihan, yaitu: a) volume
relatif, jumlah total waktu latihan yang dipakai oleh sekelompok
atlet, dan b) volume absolut, ukuran jumlah kerja yang
dilakukan setiap atlet per satuan waktu, biasanya dalam menit.
59
2. Intensitas Latihan
Variabel intensitas latihan dikaitkan dengan kualitas kerja
yang dilakukan dalam kurun waktu yang diberikan. Intensitas
latihan adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang
dilakukan dalam latihan dan tergantung dari beban
kecepatan gerakannya.
Tingkat intesitas latihan dapat diukur dengan satuan
waktu (m/det) , kg atau kgm, dan ritme permainan.
Setiap cabang olahraga memiliki intensitas pertandingan
yang bervariasi, dengan demikian disarankan bahwa
penggunaan intensitas selama latihan juga berbeda.
Ada beberapa cara untuk menentukan atau mengukur
besarnya intensitas latihan, yaitu melalui persentase intensitas
maksimal dan sistem energi yang digunakan dalam kegiatan
tertentu, sebagai contoh pada cabang olahraga atletik untuk
mengembangkan biomotor daya tahan dapat dilakukan
dengan cara penentuan intensitas yang berbeda untuk setiap
metodenya (Thompson, 1993) yaitu:
1. Slow Continous Run (70%)
2. Long slow distance (80 β 85 %)
3. Medium Cuntinous Run (85-90%)
4. Fst Continous run (90-97%)
5. Ekstensif Interval (105-110%)
Intensitas latihan berdasarkan hasil tes daya tahan dan
contoh perhitungannya sebagai berikut:
Tes lari 30β β 60β
VCr (Critical Speed) = m/det = 100 % VCr
Hasil tes lari 60β = 18 km (18.000 m)
VCr = 18.000/3600 = 5.0 m/det atau 3:20 min/km, 400m
60
= 80β
70% = 4,46m/km atau 3,5m/det.
Pada tabel berikut ini Harre (1982) memberikan ukuran
Intesitas untuk Latihan Kecepatan dan kekuatan.
Nomor
Intensitas
Persentase Penampilan
Maksimal Intensitas
1 30 β 50 Rendah
2 50 β 70 Sedang
3 70 β 80 Menengah
4 80 β 90 Submaksimal
5 90 β 100 Maksimal
6 100 β 105 Supermaksimal
Selanjutnya, (Farfel 1960, Astran dan Saltin 1961, Margarita
et al 1963, dan Mathews dan Fox 1971) membagi lima daerah
Intensitas untuk Olahraga Siklik
Nomo
r
Zone
Wakt
u
Kerja
Tingkat
Intensitas
Sistem
Energi
Ergogenesis %
Anaerobi
k
Aerobi
k
1 1 β 15
det
s/d batas ATP-PC 100 β 95 0 β 5
2 15 β
60
det
Maksimal ATP-PC
dan LA
90 β 80 10 β 20
3 1 β 6
men
Submaks LA+Aerob
ik
70-(40-
30)
30-(60-
70)
4 6 β 30
men
Menenga
h
Aerobik (40-30)-
10
(60-
70)-90
5 30 m
>
Rendah Aerobik 5 95
Zona intensitas yang pertama merupakan tuntutan yang
kuat terhadap atlet untuk mencapai batas yang lebih tinggi,
berlangsung dalam kurun waktu yang singkat sampai dengan
61
15 detik. Kegiatan tersebut tidak memberikan kesempatan
kepada sistem syaraf autonomik untuk menyesuaikan diri,
sehingga mengakibatkan βhutang oksigenβ sebesar 80%-90%
yang akan dibayar kembali melalui pemakaian tambahan O2
setelah kegiatan dilakukan.
Zona intensitas kedua kegiatan yang memberikan suatu
tekanan terhadap sistem syaraf pusat dan sistem lokomotor
yang akan menghambat kemampuan seseorang untuk
mempertahankan kecepatan yang lebih tinggi sampai dengan
60 detik. Kegiatan pada zona ini mengakibatkan atlet
menghadapi hutang oksigen sampai 60 β 70 % dari kebutuhan
energi yang sebenarnya.
Zona intensitas ketiga merupakan zona submaksimal
yang melibatkan sejumlah aktivitas yang berjangka waktu
antara 1 β 6 menit. Biomotor kecepatan dan daya tahan
menjadi kombinasi yang dominan dalam keberhasilan
penampilan seseorang, seperti pada nomor lari 800 dan 1500m,
renang 400m, dan 100 β 300m speed skating.
Dengan melihat waktu intensitasnya, atlet akan
mengumpulkan hutang oksigennya sebanyak 20 liter/menit dan
asam laktatnya sebesar 250mg (Gendelsman dan
Smirnov,1970) . Dalam keadaan ini organ berada dalam
keasaman sehingga asamlaktat akan menumpuk melebihi
keseimbangan yang normal. Pada zona ini, setiap akhir lomba
atlet akan meningkatkan kecepatan akibatnya mekanisme
kompensasi peredaran darah dan pernafasan terhadap
keterbatsan sistem faal tubuh dan kebutuhan produksi energi
62
yang maksimum dari sistem anaerobik glikolisis.
Daerah zona keempat menunjukkan adanya suatu
tantangan yang tinggi terhadap organisme tubuh, karena
harus berusaha melakukan kegiatan sampai jangka waktu 30
menit. Cabang olahraga yang berada pada zona ini antara
lain renang (800m dan 1500m), atletik (5000m dan 10.00m), ski
lintas alam. Sistem energi yang menonjol adalah aerobik
(sampai 90%), tetapi pada awal dan akhir lomba atlet akan
menggunakan sistem anaerobik.
Daerah zona kelima, termasuk aktivitas yang berintensitas
rendah, tetapi volume tenaga yang dibutuhkan cukup tinggi.
Cabang olahraag yang berada pada zona ini antara lain:
atletik (Marathon, 20km-50km jalan, dan jalan raya), 50kn ski
lintas alam, dan bala sepede jalan raya. Demikian panjangnya
jarak yang harus ditempuh akan mengarah kepada
pengurasan glukosa pada aliran darah yang merupakan suatu
beban yang harus ditanggung oleh sistem syaraf pusat
(Gandlesmen dan Smirnov, 1970).
Berbeda dengan pendapat di atas, Thompson (1993)
membagi intensitas latihan berdasarkan sistem energi untuk
olahraga atletik, khususnya nomor lari, sebagai berikut:
63
Anaerobik
Alaktat
Kecepatan
Anaerobik
Laktat
D.T.Kecepatan
Aerobik Daya Tahan
Khusus
Waktu > 4β / 5β 5β β 2β 60β > Kompetisi
Jarak > 40m 40 β 800m 400m > 20%-75%-110%
(Jarak lomba)
Intensitas Maksimal Maksimal 85%-110%
VCr
>95% goal
pace
Repetisi 3 β 4 1 β 5 1 β 20 1-2 jarak
lomba
Istirahat 1,5β β 3β 2β β 10β 30β β 3β 1β β 3β
Set 1 β 4 1 β 4 1 β 4 1 β 2
Istirahat Set 8β β 10β 10β β 20β 4β β 8β 15β β 45β
Selama berlatih atlet dipaksa untuk merasakan berbagai
tingkatan intensitas dengan meningkatkan fungsi fisiologisnya
untuk memenuhi tuntutan latihan dan salah satu cara untuk
mengetahui intensitas latihan adalah dengan mendeteksi
denyut jantung (HR), seperti yang dikemukan oleh Nikovorov,
1974 pada tabel berikut ini.
Empat Daerah Intensitas Berdasarkan Reaksi Denyut
Jantung Terhadap Beban Latihan (Nikovorov, 1974)
64
Daerah Jenis Intensitas Denyut jantung
per Menit
1 Rendah 120 β 150
2 Menengah 150 β 170
3 Tinggi 170 β 185
4 Maksimal 185 >
Untuk mengembangkan kemampuan biomotor, intensitas
rangsangan harus mencapai atau melebihi ambang
rangsangnya, karena pengaruh latihan secara nyata berada di
antaranya (Mathews dan Fox, 1976). Menurut Hettinger (1966),
untuk latihan kekuatan, intensitas di bawah 30 % dari
kemampuan maksimal tidak akan memberikan pengaruhnya.
Harre (1982), pengaruh latihan terhadap sistem kardiorespiratori
dimulai pada denyut 130bpm. Disarankan oleh Karvonen, et al
(1957), melalui jumlah denyut jantung istirahat ditambah 60%
dari perbedaan antara denyut jantung maksimal dengan
denyut jantung istirahat. Sedangkan Theodorus (1975)
menyarankan, setiap atlet harus dirangsang sampai 60 atau
melebihi 60 % dari kapasitas maksimumnya untuk memperoleh
adanya pengaruh latihan.
HRthreshold = HRrest + 60 (HRmaks - HRrest)
Penggunaan rangsangan yang sangat intensif bukan
merupakan jalan yang paling efektif untuk berlatih, tetapi
variasi pertukaran antara intensitas dan volume akan
memberikan hasil yang lebih baik.
Di dalam teori latihan ada dua macam intensitas: (1)
intensitas mutlak, ukuran persentase dari kemampuan maksimal
65
seseorang untuk melakukan latihan dan (2) intensitas nisbi,
mengukur intensitas satuan latihan atau siklus makro yang
menunjukkan intensitas mutlak dan jumlah keseluruhan kerja
yang dilakukan dalam waktu tertentu.
Hubungan antara Volume dan Intensitas
Penekanan yang berbeda terhadap volume latihan akan
memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap
penyesuaian organisme serta status latihannya. Demikian
sebaliknya, semakin tinggi intensitas dan makin lama
dipertahankan akan semakin tinggi pula kebutuhan energinya
dan semakin tinggi tekanan terhadap sistem syaraf pusat serta
suasana psikologis atlet.
Penentuan kombinasi yang optimal pada volume dan
intensitas merupakan tugas yang sangat rumit dan umumnya
tergantung dari kekhususan cabang olahraga. Contoh: Kano,
volume didasarkan atas jarak yang ditempuh dalam latihan,
sedangkan intensitasnya dinyatakan oleh kecepatan yang
ditempuh pada jarak tertentu. Sedangkan untuk cabang
olahraga beregu, senam, anggar, dan sejenisnya dapat
ditentukan melalui jumlah keseluruhan gerak, elemen
pengulangan,
Untuk atlet elit, denyut jantung tidak bisa menjadi
indikator tingkat kerja, karena dalam latihan sudah melibatkan
semua fungsi organisme. Denyut jantung hanya salah satu
reaksi organisme kerja seseorang.
66
Dinamika Peningkatan Volume dan Intensitas
Penambahan volume dan intensitas latihan harus
dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan individu
atlet dan rangsangan latihan harus dilakukan selangkah demi
selangkah. Selama latihan adaptasi atlet dan kapasitas
kerjanya meningkat secara periodik tidak dalam dalam garis
lurus. Dengan demikian pelatih harus sabar menunggu untuk
peningkatan yang diharapkan dari program latihan mereka.
Volume latihan dapat ditingkatkan dengan beberapa
cara berikut ini:
1) Memperpanjang waktu latihan (3 x 60β > 3 x 90β > 3 x
120β).
2) Meningkatkan jumlah sesi latihan per minggu (3 x 120β > 4
x 120β > 5 x 120β.
3) Menambah jumlah pengulangan, drills, atau elemen
teknik per sesi latihan.
4) Meningkatkan jarak atau lamanya untuk setiap
pengulangan atau drill.
Intensitas latihan dapat ditingkatkan dengan beberapa
cara berikut ini:
1. Meningkatkan kecepatan, irama drill taktik atau berat
beban.
2. Meningkatkan jumlah pengulangan penampilan atlet
dengan intensitas.
3. Mempersingkat waktu istirahat antar pengulangan atau
drill taktik.
4. Meningkatkan jumlah kompetisi per tahap latihan (hanya
jika bukan level yang diinginkan untuk atlet dan cabang
olahraga anda)
Dinamika intensitas latihan tergantung dari ketiga faktor berikut
67
ini:
1) Karakteristik dari cabang olahraga yang bersangkutan
atau dipilih.
2) Lingkungan latihan.
3) Persiapan dan tingkat penampilan atlet.
Untuk menghitung intensitas latihan pelatihan dapat
menggunakan metode Denyut Jantung (HR) dengan
menghitung Intensitas Keseluruhan (O I) melalui persamaan
yang dikembangkan oleh Iliuta dan Dumitrescu (1978) sebagai
berikut:
VE
VEPI
P I = Persentase Intensitas
V E = Volume Latihan
Untuk menghitung P I digunakan rumus berikut ini:
makHR
HRIP
100
Bagi cabang olahraga yang dominan kecepatan dan
kekuatan intensitas harus mendapat tekanan yang lebih
terutama pada tahap pertandingan, Sebaliknya cabang
olahraga yang dominan daya tahan maka volume
menunjukkan suatu elemen pokok untuk memperoleh
keberhasilan pada tahap tertentu.
Penilaian Volume dan Intensitas
Kuantitas kerja yang dilakukan di dalam satuan latihan
harus disusun berdasarkan tahapan latihan dan rasio yang
tepat antara volume dan intensitas. Beban latihan yang diatur
68
secara tepat akan menghasilkan perkembangan kemampuan
atlet secara tepat pula.
Ada dua bentuk dosis latihan yaitu: Eksternal dan Internal
(Harre, 1982)
Eksternal merupakan suatu fungsi dari volume dan
intensitas latihan. Seorang pelatih harus dapat menaksir
dengan tepat dosis latihan yang terdiri dari volume, intensitas,
densitas, dan frekuensi. Dosis eksternal pada umumnya
mendatangkan reaksi fisik dan psikologis atlet. Reaksi tersebut
dikatakan dosis Internal.
Pelatih harus mempertimbangkan bahwa menggunakan
takaran eksternal yang sama tidak selalu menghasilkan reaksi
internal yang sama pula. Latihan harian serta tes secara
berkala yang mencukupi akan memberikan kemudahan bagi
pelatih untuk mengetahui reaksi internal atletnya. Dosis
eksternal dapat dipengaruhi hal-hal berikut ini: tingkat latihan
atlet, mutu lawan bertanding, peralatan, prasarana, kondisi
cuaca, dan faktos sosial dan sejenisnya.
Hubungan Volume dan Penyesuaian
Perubahan positif terhadap fisik dan psikis atlet akan
terjadi akibat latihan yang disusun sistematis. Proses adaptasi
hanya dapat terjadi jika dosis latihan yang diberikan
merupakan rasio yang tepat antara rangsangan dan
regenerasi. Hal ini sesuai dengan prinsip latihan beban lebih
(Overload) yang digambarkan sebagai berikut:
69
Suatu proses penyesuaian yang cukup terhadap latihan
dan pertandingan akan memberikan kemudahan
penambahan derajat latihan, penetuan puncak yang tepat,
dan memperbaiki kapasitas fisik dan psikis atlet. Oleh karena itu
takaran eksternal harus ditingkatkan secara berkala (seperti
yang disarankan oleh prinsip peningkatan beban latihan
progresif).
Pengaruh latihan akan segara berkurang jika fase
istirahat terlalu lama, sebagai contoh jika tahap transisi terlalu
panjang atau istirahatnya terlalu pasif, maka hasil latihan yang
diperoleh sejak tahap persiapan akan hilang, hal ini sesuai
dengan prinsip latihan keterbalikan (Reversibility).
70
3. Densitas Latihan
Densitas latihan merupakan frekuensi sejumlah
rangsangan yang dialami oleh atlet per satuan waktu. Suatu
densitas yang seimbang akan mengarah kepada pencapaian
rasio optimal antara rangsangan latihan dan pemulihan.
Faktor-faktor yang berkaitan dengan status latihan atlet,
tahap latihan serta kekhususan cabang olahraga harus
dipertimbangkan dalam merencanakan waktu istirahat antara
dua rangsangan. Harre (1982) dan Herberger (1977)
menyarankan untuk menghadapi rangsangan yang baru
denyut jantung harus diturunkan sampai 120-140 denyut
jantung permenitnya. Menurut Harre (1982) rasio densitas
antara kerja dan istirahat digambarkn sebagai berikut:
Daya tahan (Aerob) : 1 : 0,5 - 1 : 1
Daya tahan (Anaerob) : 1 : 3 - 1 : 6
Kekuatan (Maks atau Power) : Interval istirahat 2 β 5
menit.
Pelatih dapat menghitung densitas melalui parameter
yang lain. Densitas Relatif (RD) dapat diukur dengan
menggunakan persamaan berikut ini:
RV
AVRD
100
AV = Volume Absolut (Volume latihan individual)
RV = Volume Relatif (Lamanya sesi latihan)
Contoh: Diketahui A V= 102 menit dan R V= 120 menit
RV
AVRD
100 = %85
120
100102
71
Hasil tersebut menggambarkan RD atlet sebesar 85%,
yang berarti atlet hanya bekerja 85% dari waktu yang
disediakan untuk latihan tersebut. Untuk menemukan efektivitas
kerja atlet dapat dihitung dengan mengurangi volume istirahat
interval (VRI) dari volume absolute (AV) melalui rumus sebagai
berikut,
RV
VRIAVAD
100)(
Diketahui VRI = 26 menit dan AVnya 102 menit dan
hasilnya menunjukkan
%5.74102
100)26102(
AD
Dengan hitungan tersebut, dapat diketahui bahwa
Absolut Densitas berada pada 74,5 % dan berdasarkan skala
intensitas berada pada intensitas yang menengah.
Kompleksitas Latihan
Kompleksitas latihan dapat dikaitkan tingkat
kesempurnaan bentuk latihan yang dilaksanakan dalam
latihan. Keterampilan yang kompleks, tuntutan koordinasi
dapat meningkatkan intensitas latihan. Keterampilan teknik
yang kompleks atau sulit akan menimbulkan permasalahan
dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan
terhadap otot, khususnya selama tahap koordinasi syaraf otot
berada dalam keadaan lemah.
Penguasaan keterampilan dengan tingkat tinggi dapat
menjadi sumber kemauan dan tekanan persyarafan. Oleh
karena itu keterampilan yang sulit atau manuver taktik harus
72
dikaitkan dengan tekanan dalam suasana psikisnya.Hal yang
sama pada perencanaan jadwal bermain harus
memperhatikan tuntutan bermain yang tinggi, tidak hanya dari
sudut pandangan fisik saja tetapi juga tingkat kesulitan dari
taktik yang terkait.
Volume, intensitas, dan densitas merupakan komponen
pokok yang mempengaruhi tuntutan yang dihadapi atlet
dalam latihan.
Perencanaan serta pengarahan umum dalam latihan
merupakan fungsi dari ketiga komponen utama dalam latihan.
Perjalanan kurve ketiga komponen ini, khususnya pada volume
dan intensitas harus diarahkan secara langsung dengan indeks
penyesuaian atlet, tahapan latihan dan kalender
pertandingan. Selanjutnya, pengetahuan untuk mempola
variable latihan dapat memudahkan untuk menetapkan
puncak prestasinya dalam pertandingan utama.
Tuntutan Indeks keseluruhan (I O D), menggambarkan
tingkat tuntutan dalam latihan dapat dihitung dengan model
persamaan yang dikemukakan oleh Iliuta dan Dumitrescu
(1978) sebagai berikut:
I O D = 000.10
AVADOI
Diketahui:
O I = 63,8 %
A D = 74,5 %
A V = 102 menit
73
Berdasarkan rumus tersebut, maka diperoleh hasil
sebagai berikut:
I O D = 000.10
AVADOI =
000.10
1025,748,63 = 48,5 % (Rendah)
Gambaran hipotesis tersebut mengarahkan tuntutan
intensitas keseluruhan berada sedikit di bawah 50 %, berarti
masih terlalu rendah.
Simpulan
1. Dalam merencanakan suatu program latihan, seorang
pelatih harus mempertimbangkan semua aspek yang
menjadi variabel-variabel latihan, yaitu: Volume, Intensitas,
dan Densitas Latihan
2. Volume latihan dikaitkan dengan: a) jumlah waktu latihan
yang digunakan selama latihan; b) jarak yang ditempuh
atau jumlah beban yang dapat diangkat, dan jumlah
pengulangan yang dilakukan pada saat latihan teknik.
3. Variabel intensitas dikaitkan dengan kualitas kerja yang
dilakukan oleh atlet dalam kurun waktu yang diberikan.
Tingkat intensitas latihan dapat diukur dengan satuan waktu
(m/det), kg atau (kgm) dan ritme permainan.
4. Ada beberapa cara untuk menentukan atau mengukur
besarnya intensitas latihan yaitu melalui persentase intensitas
maksimal dan sistem energi yang digunakan.
5. Untuk mengembangkan kemampuan biomotor, intensitas
rangsangan harus mencapai atau melebihi ambang
rangsangnya, contoh: untuk mengembangkan kekuatan
74
maksimal intensitasnya harus di atas 30%, sedangkan untuk
mengembangkan daya tahan harus di atas 60%.
6. Penekanan yang berbeda pada volume latihan akan
memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap
penyesuaian organisme serta status latihannya.
7. Penambahan volume dan intensitas latihan harus dilakukan
secara bertahap sesuai dengan kemampuan individu.
8. Intensitas latihan dapat ditingkatkan dengan beberapa
cara berikut ini: 1) meningkatkan kecepatan
atau berat beban; 2) meningkatkan rasio antara intensitas
mutlak dengan nisbi; 3) mempersingkat waktu istirahat antar
pengulangan atau set; 4) meningkatkan densitas latihan;
dan 5) meningkatkan jumlah pertandingan
9. Volume latihan dapat ditingkatkan dengan beberapa cara
berikut ini: 1) memperpanjang waktu latihan; 2)
meningkatkan jumlah bentuk latihan per siklus latihan; 3)
menambah jumlah pengulangan pada jarak tertentu; dan
4) meningkatkan jarak untuk setiap pengulangan
10. Dinamika intensitas latihan tergantung dari tiga faktor berikut
ini: a) karakteristik cabang olahraga; b) lingkungan latihan;
dan c) persiapan dan tingkat penampilan atlet.
11. Kuantitas dan beban kerja yang diatur secara tepat akan
menghasilkan perkembangan kemampuan atlet secara
tepat pula.
12. Dosis eksternal pada umumnya mendatangkan reaksi fisik
dan psikis atlet (dosis internal) dan dapat dipengaruhi hal-
hal berikut ini: a) tingkat latihan atlet; b) mutu lawan
75
bertanding; c) peralatan; d) prasarana; e) kondisi cuaca;
dan faktor sosial dan sejenidnya.
13. Perubahan positif terhadap fisik dan psikis atlet akan terjadi
akibat latihan yang disusun sistematis. Proses adaptasi
hanya dapat terjadi jika dosis latihan yang diberikan
merupakan rasio yang tepat antara rangsangan dan
regenerasi.
14. Densitas latihan merupakan frekuensi sejumlah rangsangan
yang dialami oleh atlet per satuan waktu.
15. Dalam merencanakan waktu istirahat pelatih perlu
mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini: a) status
latihan atlet, d) tahap latihan, c) kekhususan cabang
olahraga.
16. Kompleksitas latihan dapat dikaitkan kepada kerumitan
bentuk latihan yang dilaksanakan dalam latihan.
Perjalanan kurve volume dan intensitas harus diarahkan
langsung dengan indeks penyesuaian atlet, tahapan latihan,
dan kelender pertandingan.
76
BAB III
PROGRAM PELATIHAN TAHUNAN
A. PENDAHULUAN
Pelatihan adalah aktivitas yang disadari dalam
mengoptimalkan potensi atlet untuk mencapai kinerja
tertinggi. Kinerja tertinggi bagi seorang atlet bisa diukur dari
hasil kompetisi. Harapan atlet dari setiap kompetisi adalah
menjadi yang terbaik, yaitu juara. Oleh karena itu, semua
potensi atlet harus dioptimalkan yakni potensi fisik, teknik, taktik
dan mentalnya. Supaya proses optimalisasi potensi atlet ini
menjadi efektif, maka pelatihan harus dilakukan secara
terencana dan berkonsep. Perencanaan yang berkonsep ini
dituangkan dalam suatu program pelatihan. Program pelatihan
ini akan menjadi panduan bagi atlet dan pelatih untuk
mencapai tujuan.
Tujuan utama pelatihan adalah untuk mencapai tingkat
kinerja tertinggi ( peak performance ). Oleh karena itu,
pelatihan dibatasi oleh rentang waktu tertentu sampai pada
kompeteisi utama. Ini berarti bahwa proses pelatihan harus
dilakukan secara efektif dan efisien. Pelatihan menjadi efektif
dan efisien apabila apa yang diharapkan dan menjadi tujuan
pelatihan tercapai pada saat kompetisi utama. Untuk inilah
diperlukan adanya program pelatihan. Satu hal yang perlu
diperhitungkan seorang pelatih dan atlet dalam proses
pelatihan menuju kinerja tertinggi pada saat kompetisi utama
adalah ketepatan menampilkan kinerja tertingginya justeru
pada saat kompetisi utama. Jangan sampai terjadi kinerja
77
tertinggi ditampilkan sebelum atau sesudah waktu kompetisi
utama.
Program pelatihan disusun berdasarkan konsep
periodisasi yang terdiri dari beberapa fase pelatihan. Fase
pelatihan ini secara terus menerus merupakan siklus dengan
kecenderungan kinerja yang semakin meningkat. Satu tahun
pelatihan terdiri dari fase persiapan, kompetisi dan transisi. Fase
persiapan terutama menyangkut persiapan umum dari
optimalisasi kemampuan tubuh, sedang persiapan khusus
merupakan pengembangan optimalisasi kemampuan yang
diarahkan sesuai dengan cabang olahraga. Fase kompetisi
terdiri dari pra kompetisi dan kompetisi utama. Pra kompetisi
merupakan ajang persiapan menuju pembiasaan tubuh untuk
menghadapi kompetisi, sedang fase kompetisi utama
merupakan ajang pembiasaan dari optimalisasi kinerja yang
akan dicapai sebagai sasaran pelatihan. Fase transisi
merupakan aktivitas relaksasi dan regenerasi kemampuan
tubuh untuk menghadapi proses pelatihan tahun berikutnya
atau periodisasi berikutnya.
B. PERIODISASI
Periodisasi adalah salah satu konsep yang sangat penting
dalam pelatihan dan perencanaan. Periodisasi akan
menggambarkan dua aspek yang sangat penting, yakni (1)
adanya fase-fase pelatihan agar terjamin pencapaian kinerja
puncak pada saat yang tepat yang biasa dikenal dengan
istilah periodization of the annual plan (2) adanya fase-fase
pelatihan agar terjamin pencapaian kemampuan biomotor
78
yang tertinggi ( kekuatan, daya tahan, kecepatan ) yang biasa
dikenal dengan istilah periodization of biomotor abilities.
Gambar berikut menunjukkan pembagian dari perencana
tahunan
79
Perencanaan tahunan
Fase
Persiapan Kompetisi Transisi
pelatihan
Sub-fase Umum Khusus Pra Utama Transisi
Siklus
makro
Siklus
mikro
Gambar 1. Pembagian perencanaan tahunan
80
Kinerja atlet sangat tergantung pada kemampuan dia
beradaptasi baik fisk maupun psikologisnya terhadap pelatihan
dan kompetisi serta pengembangan keterampilan dan
kemampuannya. Proses ini sering digambarkan dengan
mengikuti teori Selye yaitu general adaptation syndrom. Kriteria
untuk menentukan lamanya satu fase pelatihan adalah
dengan melihat jadwal kompetisi. Disinilah perlunya periodisasi
dan ada juga yang menyebutnya dengan blok periodisasi.
Semakin mendekati kompetisi utama harus semakin baik dan
sempurna adaptasi fisik dan psikologis atlet untuk mencapai
kinerja puncaknya. Hal ini dapat dipermudah dengan adanya
blok siklus makro maupun siklus mikro.
C. KLASIFIKASI PERENCANAAN TAHUNAN
Perencanaan tahunan bisa saja berbeda pada setiap
cabang olahraga sesuai dengan karakteristik masing-masing.
Adapun klasifikasinya tergantung pada banyaknya fase
kompetisi dalam suatu perencanaan. Dalam program tahunan
bisa saja terjadi adanya satu puncak (disarankan untuk atlet
junior ), dua puncak ( disarankan untuk atlet yang sudah
berpengalaman ) atau bahkan tiga puncak ( hanya untuk atlet
elit ). Perhatikanlah gambar-gambar di bawah berikut ini. Pada
dasarnya setiap program tahunan terdiri dari fase persiapan,
fase kompetisi dan fase transisi serta gambaran dari
pengaturan antara volume dan intensitas latihan yang selalu
berlawanan. Bila volume latihan besar maka intensitas latihan
rendah dan sebaliknya bila volume latihan kecil maka intensitas
82
latihan akan tinggi. Perbandingan antara volume dan
intensitas ini juga diikuti dengan adanya fase tanpa beban (
relaksasi dan persiapan psikologis ) menjelang kompetisi utama.
83
D. SUPER KOMPENSASI PSIKOLOGIS
Superkompensasi fisik berdampak pada psikologis atlet.
Oleh karena itu, perlu dikenali tentang siklus superkompensasi
psikologis. Superkompensasi psikologis ini dapat dibagi dalam
84
enam kategori atau tahapan, yaitu
1. Semangat pra-kompetisi, biasanya sekitar 2 β 3 minggu
menjelang kompetisi utama. Pelatih berupaya
membantu atlet untuk mengatasi berbagai kemungkinan
yang membuat atlet stres. Oleh karena itu, hari-hari pra
kompetisi sama pentingnya dengan hari-hari pada saat
kompetisi berlangsung. Disinilah perlu adanya
pengaturan fase tanpa beban.
2. Motivasi pra-kompetisi, diperlukan menjelang beberapa
jam dari kompetisi utama. Atlet harus berpikir positif dan
pelatih berupaya membangkitkan kepercayaan diri atlet.
3. Motivasi saat kompetisi, pada saat kompetisi utama
pelatih harus berupaya merangsang atlet agar dia
menampilkan kinerja terbaiknya, merangsang dan
mengoptimalkan kemampuan fisik, teknik dan taktik-
strateginya serta psikologisnya untuk meraih sukses.
4. Lelah sesudah-kompetisi, biasanya lelah fisik dan psikis
terjadi setelah usai kompetisi utama. Fisik yang terkuras
dan mental yang tegang menyebabkan kelelahan. Oleh
karena itu, diperlukan teknik relaksasi yang baik untuk
menghilangkan kelelahan tersebut.
5. Kompensasi, terjadi segera sehabis kompetisi utama.
Diperlukan beberapa hari untuk pemulihan baik secara
fisik maupun psikis atlet
6. Superkompensasi mental dan psikologis, biasanya terjadi
jika atlet secara total sudah melakukan relaksasi dan
pemulihan dari kelelahan baik fisik maupun mental-
85
psikologisnya. Selanjutnya, setelah terjadi fase ini atlet
akan kembali kekeadaan homestasis.
E. PERIODISASI KEMAMPUAN BIOMOTOR
Penggunaan periodisasi tidak hanya terbatas pada
struktur perencanaan pelatihan atau jenis pelatihan yang
digunakan pada fase pelatihan tertentu tetapi konsep
periodisasi juga diterapkan pada metode pengembangan
kemampuan biomotor dominan dari cabang olahraga. Dalam
tulisan ini ada tiga kemampuan biomotor yang akan
dituangkan dalam periodisasi yaitu kekuatan, daya tahan dan
kecepatan. Perhatikan gambar berikut ini
86
PERSIAPAN KMOPETISI TRANSISI
Persiapan Persiapan Pra-
kompetisi Kompetisi utama Transisi
Umum Khusus
Strength
konversi
Adaptasi kekuatan - power maintenance C Kompensasi
Anatomi maksimum - dayatahan otot
- keduanya
Endu-
Dayatahan - dayatahan
Aerobic dayatahan khusus
Dayatahan
Rance Aerobic
- dayatahan Aerobic
Khusus
Speed
Aerobic - sp alaktik sp khusus ;- kecepatan khusus
Dan - dayatahan - alaktik - kelincahan
Dayatahan anaerobik - laktat - waktu reaksi
Anaerobic - sp endur - dayatahan kecepatan
Gambar 2. Periodisasi dari kemampuan biomotor
87
1. PERIODISASI PELATIHAN KEKUATAN
Gambar 2 menunjukkan bahwa periodisasi pelatihan
kekuatan secara berturut-turut terdiri dari
adaptasi anatomi dengan tujuan utamanya adalah
melibatkan sebagian besar kelompok otot,
mempersiapkan otot, ligamen, tendon dan persendian
untuk menghadapi fase pelatihan berikutnya, waktunya
bisa sampai 6 minggu
fase kekuatan maksimum, tujuan utamanya adalah untuk
mengembangkan kekuatan maksimum sampai
mencapai tingkat tertinggi dari kemampuan atlet,
waktunya bisa antara 1 β 3 bulan tergantung pada
cabang olahraga dan kebutuhan atlet
fase konversi, dimulai dari akhir fase persiapan dan
dilanjutkan sampai pada fase kompetisi, baik untuk
power maupun daya tahan otot atau bahkan keduanya
dan ini tergantung pada kebutuhan cabang
olahraganya.
fase mempertahankan, tujuan fase ini adalah untuk
mempertahankan berbagai standar yang telah dicapai
pada fase-fase sebelumnya. Apa yang dibutuhkan
selama fase ini sangat tergantung pada kekhususan
cabang olahraga dan individu atlet.
fase perhentian, dimaksudkan sebagai fase tanpa beban
untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi kompetisi
utama
88
fase kompensasi, dimaksudkan untuk memberi
kesempatan atlet melakukan relaksasi dan pemulihan
setelah menghadapi kompetisi utama dan berlatih
sepanjang tahun sehingga memasuki musim pelatihan
tahun berikutnya atlet akan siap kembali secara total.
2. PERIODISASI PELATIHAN DAYA TAHAN
Model periodisasi dengan satu puncak kompetisi utama
disarankan untuk pelatihan daya tahannya terdiri dari daya
tahan aerobik, daya tahan aerobik dan daya tahan khusus
serta dilanjutkan dengan daya tahan khusus. Untuk pelatihan
jangka panjang disarankan atlet mulai berlatih pengembangan
daya tahan mulai usia 12 tahun, pada usia 12 β 16 tahun untuk
daya tahan aerobik, usia 17 β 18 tahun berlatih daya tahan
aerobik dan daya tahan khusus serta usia di atas 19 tahun untuk
berlatih daya tahan khusus. Secara umum pada fase pelatihan
daya tahan ini dapat terdiri dari
daya tahan aerobik, dikembangkan sejak fase transisi
dan awal fase persiapan dengan tujuan untuk
memperbaiki fungsi sistem jantung-paru atlet, lamanya
antara 1 β 3 bulan
daya tahan aerobik dan daya tahan khusus, tergantung
dari kekhususan cabang olahraga dan kebutuhan sistem
energinya. Pada fase ini volume pelatihan harus
mencapai tingkat tertinggi
daya tahan khusus, dikembangkan pada fase pra-
kompetisi dan kompetisi utama tergantung pada sistem
enegi cabang olahraga dan kebutuhan atlet. Pada fase
89
ini pengaturan intensitas pelatihan sangat penting dan
juga pulih asal dengan tujuan utama untuk mencapai
puncak kinerja tepat pada waktu kompetisis utama
3. PERIODISASI PELATIHAN KECEPATAN
Periodisasi kecepatan tergantung pada cabang
olahraga, tingkat kinerja, dan jadwal kompetisi begitu juga
antara olahraga individu dan tim. Periodi ini terdiri dari
daya tahan aerobik dan anaerobik, merupakan dasar
dari fase-fase berikutnya, awal fase ini bisa dimulai
dengan latihan fartlek dan selanjutnya diikuti dengan
berbagai metode interval dan repetisi
kecepatan alaktik dan daya tahan anaerobik, menjelang
kompetisi pelatihan harus lebih intensif
kecepatan khusus, pada fase ini merupakan
penggabungan seluruh komponen kecepatan, baik
alaktik, laktik maupun daya tahan kecepatan juga
pengembangan latihan kelincahan dan waktu reaksi
kecepatan khusus, kelincahan dan waktu reaksi, fase ini
lebih menekankan kekhususan latihan kelincahan dan
waktu reaksi
F. FASE PERENCANAAN PELATIHAN TAHUNAN DAN
KARAKTERISTIKNYA
Gambar 1 memperlihatkan fase-fase pelatihan tahunan
yakni (1) fase persiapan yang terdiri dari sub fase persiapan
umum dan khusus (2) fase kompetisi terdiri dari sub fase pra-
kompetisi dan kompetisi utama (3) fase transisi. Adapun
90
karakteristik masing-masing fase dapat diuraikan sebagai
berikut
1. FASE PERSIAPAN
Fase ini merupakan fundasi dalam upaya
pengembangan fisik, teknik, taktik dan mental atlet. Tujuan
utama fase ini adalah
mencapai dan memperbaiki fisik umum
memperbaiki kemampuan biomotor yang diperlukan
cabang olahraga
melatih psikologis khusus atlet
mengembangkan, memperbaiki atau menyempurnakan
teknik
mengenalkan atlet dengan fase berikutnya
memberikan pengajaran teori dan metode latihan khusus
kecabangan olahraga
Fase persiapan berkisar antara 3 β 6 bulan tergantung
pada iklim, cabang olahraga dan jenis perencanaan tahunan.
Fase ini terdiri dari sub fase persiapan umum dan khusus. Sub
fase persiapan umum dimaksudkan untuk mengembangkan
kapasitas kerja, fisik umum, memperbaiki elemen teknik, taktik
dasar. Fase ini diperuntukan bagi semua cabang olahraga.
Pada fase ini menekankan volume pelatihan yang tinggi dan
oleh karena itu disarankan untuk tidak ada pertandingan
selama fase ini. Sub fase persiapan khusus merupakan transisi
memasuki fase kompetisi dan oleh karena itu pelatihannnya
juga lebih khusus meskipun volume pelatihan masih tinggi ( 70-
91
80%). Memperbaiki, menyempurnakan elemen teknik dan taktik
harus menjadi tujuan fase ini.
2. FASE KOMPETISI
Diantara tugas utama fase kompetisi adalah
menyempurnakan seluruh faktor pelatihan yang
memungkinkan atlet memperbaiki kemampuannya dan
berhasil dalam kompetisi utama ataupun kejuaraan. Adapun
tujuan fase kompetisi antara lain adalah
secara kontinyu memperbaiki kemampuan biomotor
khusus dan sifat psikologis
menyempurnakan dan mengkonsolidasikan teknik
memperbaiki kinerja menuju kemungkinan tingkat yang
paling tinggi
menyempurnakan taktik dan meningkatkan pengalaman
bertanding
mempertahankan pencapaian persiapan fisik umum
Atlet mencapai tujuan fase kompetisi melalui
keterampilan khusus, perlatihan, dan kompetisi. Fokus pada
kekhususan pelatihan adalah untuk menjamin perbaikan,
stabilisasi, dan konsistensi kinerja. Konsekuensinya bahwa
pelatihan harus lebih intensif sedang volume pelatihan
diturunkan. Untuk cabang olahraga yang dominannya
kecepatan, power dan kekuatan maksimum, intensitas
pelatihan harus ditingkatkan sedang volumenya diturunkan.
Sedang untuk cabang olahraga daya tahan volume pelatihan
masih bisa konstan atau sedikit lebih rendah dibanding fase
persiapan. Sesungguhnya, kinerja harus baik selama fase
92
kompetisi sebagai akibat atau hasil dar pelatihan yang
direncanakan.
Fase kompetisi berlangsung antara 4 β 6 bulan
tergantung pada cabang olahraga dan jenis perencanaan
tahunannya. Olahraga tim biasanya melakukan fase kompetisi
yang lebih lama. Oleh karena itu, fase persiapan dan transisi
harus diatur secara proporsional. Faktor penting lainnya untuk
menentukan waktu mulainya fase kompetisi adalah
banyaknya kompetisi yang diperlukan untuk mencapai
kinerja tertinggi
interval antara kompetisi
waktu yang diperlukan untuk persiapan khusus sebelum
kompetisis utama
waktu yang diperlukan untuk pulih asal dan regenerasi
Secara organisasi, fase kompetisi terdiri dari sub-fase pra-
kompetisi dan kompetisi utama. Tujuan dari fase pra-kompetisi
adalah ikut serta dalam berbagai pertandingan atau
kejuaraan yang tidak resmi atau juga eksibisi agar pelatih
dapat secara objektif menilai tingkat keterlatihan atlet. Hasil
yang telah dicapai selama fase persiapan baik fisik, teknik,
taktik maupun mental dapat diukur. Adapun fase kompetisi
utama dimaksudkan untuk mencapai potensi optimal atlet atau
kinerja tertinggi. 6 β 8 siklus mikro sebelum kompetisi utama
diarahkan untuk mempersiapkan diri menghadapi kompetisi
utama. Dalam kondisi ini, persiapan fisik, teknik, taktik dan
psikologis dilatih untuk menghadapi kompetisi utama sehingga
dapat mencegah sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba.
93
Maksudnya bahwa apa yang dicapai atlet merupakan hasil
dari proses pelatihan yang telah dilakukan.
Fase tanpa beban merupakan cara terbaik untuk
mencapai superkompensasi dan memperbaiki kinerja selama
kompetisi. Tujuannya adalah mengeliminasi seluruh
kemungkinan kelelahan latihan terutama regenerasi fungsi
tubuh seperti sistem syaraf pusat dan psikis sebelum kompetisi
utama berlangsung. Lamanya fase ini jangan lebih dari 2
minggu. Minggu pertama mengurangi intensitas pelatihan dan
jumlah perlatihan per hari sampai hanya maksimum dua kali.
Intensitas tinggi tidak sampai melampaui 2 kali per siklus mikro.
Minggu kedua yakni pada siklus mikro dari kompetisi utama
secara utuh meniadakan intensitas pelatihan dan program
latihan beban dari jadwal latihan.
3. FASE TRANSISI
Setelah melalui fase pelatihan yang panjang mulai fase
persiapan sampai kompetisi utama, maka seorang atlet akan
mengalami kelelahan baik jasmaninya maupun psikologisnya.
Oleh karena itu, diperlukan adanya program pulih asal secara
total. Hal ini sangat dibutuhkan untuk persiapan memasuki
periodisasi pelatihan berikutnya. Fase transisi ini tidak boleh diisi
dengan instirahat total melainkan dengan aktivitas ringan agar
apa yang telah dicapai selama kurang lebih 11 bulan berlatih
tidak hilang.
Minggu pertama fase transisi dilakukan dengan
menurunkan volume dan intensitas pelatihan serta aktivitas
yang diberikan sebaiknya berbeda dengan aktivitas selama
94
proses berlatih yang telah dilakukan sebelumnya. Selanjutnya,
latihan ringan dilakukan dengan gembira dan tidak kalah
pentingnya adalah untuk melakukan evaluasi dari apa yang
telah dilakukan dan dicapai agar ke depannya lebih baik lagi.
G. BAGAN PERENCANAAN TAHUNAN
Bagan atau format perencanaan pelatihan bisa berbeda
antara cabang olahraga yang satu dengan lainnya. Bagan ini
merupakan alat yang membantu pelatih untuk bertindak efektif
terutama dalam perencanaan tahunan. Bagan bisa tersusun
dengan satu puncak atau dua puncak atau tiga puncak
kinerja tertinggi yang dapat diraih atlet. Meski demikian, prinsip
periodisasi selalu dipertahankan yakni selalu terdapat siklus
persiapan, kompetisi dan transisi baik pada program tahunan
dengan satu puncak, dua puncak maupun tiga puncak.
H. INDEKS PUNCAK
Indeks puncak menunjukkan pada prioritas kompetisi,
maksudnya bahwa berapa tinggi tingkat kinerja yang harus
ditampilkan pada saat kompetisi. Indeks puncak 1
menunjukkan bahwa kinerja yang ditampilkan harus 100%
potensi yang dimiliki. Indeks puncak = 90% potensi, indeks
puncak 3 = 70% β 80 % potensi, indkes puncak 4 = kira-kira 60%
potensi maksimum dan indeks puncak 5 = kira-kira 50% potensi
dan ini sama dengan keadaan pada fase transisi.
I. KRITERIA UNTUK MENYUSUN PERENCANAAN TAHUNAN
Menyusun rencana tahunan adalah sangat penting oleh
karena ia merupakan panduan atau pedoman bagi pelatih
95
untuk tahun berikutnya. Waktu yang ideal untuk menyusun
perencanaan ini adalah pada akhir dari fase transisi. Setelah
kompetisi utama pada tahun sebelumnya, pelatih dapat
merefleksikan dan menganalisis program dan melihat ulang
perbaikan atlet, tingkat kemajuannya dalam kinerja kompetisi
maupun berbagai tes, perilaku psikologis selama pelatihan dan
kompetisi. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis ini
digunakan untuk menetapkan tujuan program pelatihan tahun
berikutnya.
1. INTRODUKSI
Dalam introduksi dicantumkan waktu atau lamanya
perencanaan dan informasi individu maupun tim, cabang
olahraga, jenis kelamin, usia, tinggi dan berat badan serta
bentuk tubuh. Juga dimuat karakteristik dan kebutuhan
cabang olahraga bersangkutan sehingga bisa dijadikan
pertimbangan dalam menyusun isi program pelatihan.
ANALISIS RETROSPEKTIF ( analisis pelatihan sebelumnya )
Untuk memprediksi kinerja yang akan datang dan
menetapkan tujuan tahun berikutnya diperlukan analisis tahun
sebelumnya. Sasaran kinerja menunjukkan kinerja seperti tes
dan standar. Kesimpulan dari analisis retrospektif dapat
dijadikan landasan untuk memprediksi kemajuan dan kinerja
yang akan datang dan untuk menetapkan tujuan khusus pada
perencanaan tahun berikutnya.
2. PREDIKSI KINERJA
Salah satu kemampuan penting bagi seorang pelatih
96
adalah memprediksi laju kemajuan dan keterampilan,
kemampuan dan kinerja umum yang akan dicapai antara
tanggal perencanaan dan penampilan utama. Dengan
memprediksi kinerja, pelatih dapat menggambarkan tujuan
dan tes standar. Penetapan tujuan dan standar dimaksudkan
untuk menjamin bahwa atlet akan meraih kemungkinan kinerja
tertingginya. Untuk memprediksi cabang olahraga beregu lebih
sulit dibanding individu. Diantara beberapa aspek yang dapat
diprediksi adalah elemen teknik, taktik, atau tingkat
kemampuan atlet yang diperlukan untuk mencapai kinerja
tertinggi berikutnya.
3. TUJUAN
Penetapan tujuan didasarkan kinerja sebelumnya dan tes
standar yang ditetapkan, laju perbaikan keterampilan dan
kinerja, dan waktu kompetisi utama. Dlam menentukan tujuan
juga perlu dipertimbangkan faktor pelatihan yang dominan
dan kelemahan atlet yang perlu dikembangkan dan
keterbatasan atlet. Urutan metode dan presentasi dari faktor
pelatihan adalah
tujuan kinerja
persiapan fisik ( kekuatan, kecepatan, daya tahan,
kelentukan, koordinasi )
persiapan taktik
persiapan psikologis
persiapan teori
Semua itu tidak dimaksudkan bahwa pelatih menekankan tiap
faktor secara berurutan. melainkan dilakukan secara
97
proporsional.
4. KALENDER KOMPETISI
Pilih kompetisi yang layak untuk diikuti atlet berdasarkan
pengalamannya. Kompetisi yang dipilih sebaiknya yang utama
saja, namun ada kalanya diperlukan kompetisi tidak resmi untuk
mengetahui tingkat persiapan atlet terutama pada fase pra-
kompetisi.
5. TES DAN STANDAR
Evaluasi menggambarkan proses dalam menentukan
status secara relatif terhadap standar yang ditentukan.
Evaluator haruslah pelatih dan bukan diserahkan kepada atlet
itu sendiri. Tes ini dimaksudkan untuk menentukan pencapaian
atau kemajuan yang dicapai natlet dan mendiagnosa
kelemahan serta memprediksi perbaikan selanjutnya. Ada dua
kategori tes yaitu (1) tes untuk memilih cabang olahraga (2)
informasi tentang kemampuan adaptasi atlet , pencapaian
keterampilan dan perbaikan kinerja. Konsekuensinya bahwa
setiap akhir siklus makro pelatih harus melakukan tes untuk
mengetahui kemajuan atlet. Hasil tes hendaknya selalu dicatat.
J. MODEL PERIODISASI
Periodisasi dari perencanaan tahunan menggambarkan
model yang akan diikuti. Jadwal kompetisi sebagai landasan,
apakah jenis perencanaan tahunan terdiri dari satu, dua atau
tiga puncak. Dari sini baru dapat dirancang blok-blok
periodisasinya.
MODEL PERSIAPAN
98
Model persiapan merupakan ringkasan dari seluruh
program pelatihan tahunan. Model ini terdiri dari parameter
kualitatif dan kuantitatif yang digunakan dalam pelatihan
persentase per parameter antara perencanaan tahunan yang
sekaranag dengan yang terdahulu.
K. PENUTUP
Pelatihan pada dasarnya merupakan proses adaptasi
tubuh terhadap apa yang dilakukan. Oleh karena itu,
pemahaman tentang bagaimana tubuh bisa beradaptasi
dengan βsesuatuβ ( faktor pelatihan = fisik, teknik, taktik,
mental/psikologis) harus benar. Proses adaptasi ini sangat
tergantung pada kemampuan atlet terutama
keberbakatannya. Optimalisasi adaptasi ini juga dipengaruhi
oleh waktu sehingga atlet elit dihasilkan dari proses pelatihan
yang lama dan terus menerus ( pelatihan jangka panjang ).
Operasionalisasi dari pelatihan jangka panjang ini adalah
tersusunnya program dalam suatu periodisasi ( periodisasi
tradisional atau blok periodisasi ).
Rencana program pelatihan akan tersusun dengan baik
apabila pelatih memahami dengan baik tentang teori dan
metodologi kepelatihan. Pemahaman ini dituangkan dalam
rencana program dengan memperhatikan banyak hal
terutama kesesuaian dengan kemampuan dan kondisi nyata
yang dihadapi baik menyangkut atlet maupun berbagai
fasilitas yang menunjang keberhasilan suatu proses kepelatihan.
Artinya, berbagai teori kepelatihan belum tentu bisa
diaplikasikan sepenuhnya disebabkan situasi dan kondisi dan
99
oleh karena itu, diperlukan kecerdasan untuk
menyesuaikannya. Sering disebut bahwa melatih adalah suatu
ilmu dan juga seni. Penyesuaian adalah salah satu bentuk dari
seni melatih.
Perencanaan program pelatihan tahunan tersusun
dalam suatu periodisasi. Periodisasi terdiri dari beberapa fase
dan sub-fase pelatihan. Setiap fase maupun sub-fase masing-
masing mempunyai tujuan yang kumulatifnya adalah untuk
mencapai kinerja tertinggi sebagai tujuan akhir dari program
tahunan dan hasil dari proses berlatih yang sudah
direncanakan bukan sesuatu yang diperoleh secara tiba-tiba.
Oleh karena itu, pelatihan adalah upaya membentruk tubuh
agar bisa beradaptasi dengan tuntutan kinerja tertinggi
sebagaimana yang diharapkan. Proses adaptasi ini
memerlukan waktu yang cukup dan pengaturan yang baik
tentang volume, intensitas, dan frekuensi latihan. Pengaturan ini
tidak hanya menyangkut faktor fisik saja melainkan harus
diperhatikan juga psikologis atlet. Dan oleh karena itu, sebelum
kompetisi utama biasanya selalu didahului dengan fase tanpa
beban agar atlet siap memasuki arena
pertandingan/kejuaraan dengan maksimal dan penampilan
yang prima.
100
BAB IV
PSIKOLOGI OLAHRAGA
BAGI PELATIH TINGKAT DASAR
1. Dasar Pemikiran
Para atlet banyak yang mengalami rasa cemas ketika
akan menghadapi suatu pertandingan atau pada saat
pertandingan, perasaan cemas mudah timbul apabila atlet
tidak dipersiapkan untuk menghadapi tekanan, Dilanda
ketakutan akan gagal berlebihan. Sukses atau gagal pada
hakekatnya lebih banyak ditentukan oleh perasaan atlet itu
sendiri. Atlet yang kalah tidak selalu merasa gagal apabila ia
sudah merasa berbuat sebaik-baiknya atau dapat
memecahkan rekornya sendiri, meskipun masih harus mengakui
keunggulan lawan. Kalah dan merasa gagal akan melanda si
atlet bila ia menetapkan harapannya lebih tinggi dari
kemampuannya atau kurang memperhitungkan kekuatan
lawan.
Zeigarnik effect sangat dipengaruhi situasi. Dalam
olahraga, situasi waktu atlet mengalami kekalahan termasuk
situasi penonton yang mencemoohkan, media massa yang
mencaci maki, dll. Juga situasi kejiwaan atlet itu sendiri yang
mungkin merasa harus menang tapi ternyata diluar dugaan
harus menelan kekalahan yang menyakitkan.
Untuk mencegah terjadinya hal tersebut di atas, pelatih
perlu membuat program latihan dengan psikologi olahraga
yang bertujuan untuk mempersiapkan para atlet untuk
101
mengahadapi segala resiko yang mungkin terjadi dalam
menghadapi suatu pertandingan maupun perlombaan,
psikologi olahraga mempunyai peran yang sangat penting
bagi atlet untuk menigkatkan kinerja baik sebelum, masa
pertandingan maupun pasca pertandingan, hal ini terkait
dengan situasi bila mengalami kemenangan atau kegagalan
sudah siap untuk menghadapinya dengan baik.
Peran psikologi olahraga bagi atlet sangat penting
dalam upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan
prestasi baik dalam proses latihan maupun pada menjelang
dan sesudah menghadapi suatu pertandingan. Pelatih harus
pandai mengatur strategi dan jeli membaca situasi
perkembangan prilaku atlet selama mengikuti proses latihan,
kadangkala atlet akan merasa bosan, jenuh dan mungkin akan
mengalami kekecewaan terhadap apa yang telah dilakukan
hal ini akan mengakibatkan atlet akan mengalami berbagai
masalah secara phisikis maka peran seorang pelatih sebagai
orang tua kedua sangat dibutuhkan untuk memulihkan
tekanan mental yang dihadapi oleh atlet.
Seperti kita ketahui salah satu kompetensi seorang pelatih
sebelum menyatakan siap menjadi seorang pelatih adalah
menguasai dan memahami betul tentang psikologi olahraga
sebab salah satu tugas penting pelatih dan pskilogi olah raga
adalah memberikan strategi dan teknik-teknik untuk
mengoptimalkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki,
baik saat berlatih maupun bertanding. Mengetahui potensi diri
102
bukanlah satu-satunya yang harus dipelajari oleh atlet
melainkan juga oleh orang yang bukan atlet.
Penting bagi pelatih untuk mengetahui bahwa
penampilan buruk atlet selama kompetisi adalah konsekuensi
dari konsekuensi yang belebihan dan daripada kurang
optimalnya kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Hal ini
merupakan salah satu tugas dan fungsi pelatih dalam
menanamkan dan memberikan perlakuan secara psikologi
kepada atlet baik semasa latihan maupun menjelang kompetisi
dan pasca kompetisi.
Gejala umum psikologi yang dimiliki oleh para atlet
selama mempersiapkan proses latihan, selama pertandingan
dan pasca pertandingan meliputi berbagai hal sebagai berikut
:
Bosan (Bored)
Cemas
Demam Lapangan (nervous)
Tegang (Stress)
Percaya Diri (Self Confidence)
Senang (Fun)
Puas (Satisfy)
Bangga (Proud)
Kecewa (Disapointed)
Hal-hal tersebut di atas akan dialami oleh para atlet
maka peran pelatih sangat penting dalam mengelola dan
mengatur strategi agar gejala umum psikologi di atas dapat
103
diminimalisir dan dan dikendalikan menjadi hal yang positif
yang akan mendukung proses latihan menuju suatu kompetisi.
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai bahan
pegangan dan pertimbangan serta informasi bagi para pelatih
ketika menangani atlet dalam mempersiapkan proses latihan
menuju kompetisi.
Tekanan yang meningkat dalam kompetisi dapat
menyebabkan atlet bereaksi secara mental dan fisik. Reaksi
itudapat secara negatis mempengaruhi kemampuan
pencapaian mereka. Mereka bisa menjadi sangat tegang dan
jadi pemarah, detak jantung bertambah cepat, mucul keringat
dingin, kecemasan berlebihan saat kompetisi dan susah fokus
ke pertandingan.
Salah satu tugas penting pelatih adalah mengatasi
berbagai hal negatif di atas. Makin kompetitifnya persaingan
membuat psikologi olahraga semakin berkembang. Atlet
dituntut bisa mengatasi berbagai tekanan untuk
mempertahankan prestasi. Salah satu hal yang dipelajari
adalah bagaimana pelatih mampu membawa atlet rileks
menghadapi pertandingan dan fokus tanpa kekuatiran.
Psikologi olahraga menjadi obat mujarab dalam
memenangkan pertandingan, khususnya melawan ketakutan
pada diri sendiri.
Makalah Psikologi olahraga ini disusun sebagai bahan
bagi para pelatih tingkat dasar memuat bahasan tentang :
104
1. Motif Berprestasi
Motivasi muncul karena adanya sumber yang
mendorong manusia untuk berusaha. Sumber motivasi ada dua
yaitu motivasi yang berasal dari dalam manusia itu sendiri
(instriksik) dan motivasi yang berasal dari luar manusia
(ekstrinsik) atau sering disebut juga sebagai faktor internal dan
eksternal. Motivasi instrinsik adalah dorongan untuk berbuat
berasal dari dalam diri yang bersangkutan, sedangkan motivasi
ekstrinsik adalah dorongan untuk berbuat lebih disebabkan
oleh pengaruh dari luar individu.
Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang dimiliki
seseorang untuk mewujudkan hasil kerja yang melebihi hasil
kerja orang lain. Dorongan itu merupakan suatu tenaga dari
dalam diri manusia yang menyebabkannya berbuat sesuatu.
Besarnya dorongan untuk berprestasi tergantung pada (a)
besarnya harapan yang ingin dicapai, (b) kuatnya potensi
yang menimbulkan motivasi, (c) kepuasan yang ingin dicapai.
Ketiga komponen inilah yang menimbulkan motivasi. Motivasi
berprestasi merupakan hasil interaksi antara (a) usaha, (b)
kepuasan, dan (c) ganjaran.
Dalam teori kebutuhan mengemukakan bahwa salah
satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan berprestasi.
Manusia yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, memerlukan
pekerjaan yang membuatnya puas, memanfaatkan peluang
untuk tumbuh kembang, senang apabila dapat merubah
tantangan menjadi kesempatan, menginginkan otonomi
dalam pelaksanaan tugas, selalu mengharapkan terbuka
105
terhadap masukan. Orang yang memiliki motivasi berprestasi
tinggi akan dipaksa lebih sering dan lebih dulu untuk mengatasi
persoalan sendiri daripada orang lain yang memiliki motivasi
berprestasi rendah. Lebih lanjut dikemukakan pula bahwa
kebutuhan akan prestasi adalah keinginan untuk mengungguli
atau berhasil dalam situasi persaingan.
Prinsip tentang motivasi berprestasi adalah setiap orang
memiliki motivasi berprestasi, tetapi hanya beberapa yang
konsisten lebih terarah pada prestasi itu daripada orang lain.
Orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung
untuk bertingkah laku sebagai berikut : (1) jika ditantang akan
berusaha makin keras untuk menghasilkan sesuatu lebih baik;
(2) jika berhasil memenangkan persaingan dengan mencapai
standar yang ditentukan akan merasa puas; (3) lebih suka
pada pekerjaan dengan tingkat resiko moderat; (4) apabila
menerima umpan balik yang cepat dan tepat akan
menunjukkan aktivitas kerja yang lebih giat, (5) menyadari
bahwa pencapaian prestasi besar itu tidak diperoleh dalam
waktu singkat dan dengan mudah sehingga secara mental
akan lebih suka berusaha dan bertarung secara gigih; (6)
apabila menghadapi rintangan, segera memikirkan alternatif
cara untuk mengatasinya; (7) lebih senang memilih rekan kerja
yang terbukti ahli, meskipun pribadinya belum dikenalnya
secara jelas; (8) tidak memperhatikan orang lain terhadap
dirinya, melainkan lebih memperhatikan usaha untuk mengatasi
rintangan, (9) akan bersungguh-sungguh terlibat dalam
106
tugasnya dan tidak berhenti memikirkan tugasnya sampai
selesai.
Karakter motivasi berprestasi memiliki empat komponen
dasar yaitu; keinginan, kepuasan, keyakinan dan usaha keras.
Situasi yang mendorong munculnya motivasi berprestasi adalah
komponen dasar keinginan dan kepuasan. Hal ini terjadi
apabila ada standar kualitas, situasi bersaing dan ada
keinginan untuk bekerja cepat dan baik. Keinginan untuk
bekerja keras hingga berhasil merupakan gambaran dari
komponen dasar βusaha kerasβ. Hal ini mencerminkan
tanggung jawab dari seorang yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi. Lebih lanjut situasi yang mendukung
komponen dasar βkeyakinan diriβ adalah terselesaikanya tugas
yang mempunyai tingkat kesulitan moderat dan resiko yang
timbul diperkirakan dapat diatasi, sehingga memberikan
peluang bekerja dengan rekan yang kompeten, memberikan
peluang untuk mendapat umpan balik.
Dengan demikian konsktruk motivasi berprestasi adalah :
(a) keinginan; (b) kepuasan; (c) usaha keras; dan (d) keyakinan
diri. Kempat indikator tersebut mengadung standar kualitas,
situasi persaingan, keinginan bekerja lebih cepat dan baik,
bertanggung jawab, berani menerima tantangan dan suka
memecahkan masalah.
Dalam olahraga, seorang atlet akan lebih sering
membandingkan prestasinya dengan atlet lainnya. Untuk
dapat maju atau meningkat, modal utama bagi atlet adalah
harus memiliki keinginan untuk berprestasi lebih baik, keinginan
107
atau motif berprestasi inilah yang akan mendorong atlet untuk
selalu berusaha memecahkan record dan mencapai prestasi
setinggi-tingginya. Untuk mengembangkan motivasi atlet
secara mendlaam kiranya perlu diketahui sifat-sifat motif
sebagai berikut :
a. Merupakan sumber penggerak dan pendorong dari
dalam diri subyek, yang terorganisasi.
b. Terarah pada tujuan tertentu secara selektif
c. Untuk mendapat kepuasan atau menghindari hal-hal
yang tidak menyenangkan.
d. Dapat disadari atau tidak disadari.
e. Ikut menentukan pola kegiatan
f. Bersifat dinamik
g. Merupakan ekspresi dari suatu emosi atau afeksi
h. Ada hubungan dengan unsur kognitif dan konatif.
i. Motivasi merupakan determinan sikap dan kinerjanya.
Strategi Dalam Memelihara Motivasi Dalam Proses Latihan
Menuju Suatu Kompetisi :
108
Bergairah
Latihan
Bosan
Butuh Motivasi
Bertanding
Tidak kalah
cemas Butuh percaya
diri
Beri kemenangan
Timbul percaya diri
Timbul motivasi
bergairah
Beri kemenangan
Percaya diri menguat
Motivasi menguat
Gairah menguat
Beri lawan seimbang
Tidak Puas
Evaluasi
Pemasaran
Motivasi menguat
Gairah menguat
Latihan Khusus
Kemampuan Meningkat
Percaya diri
menguat
Beri lawan seimbang
menang
Puas
Bangga
Percaya
Dari berlebihan
Beri
kekalahan
kecewa
Evaluasi
Menyesal
Sadar
Motivasi menguat
Beri kemenangan
Percaya diri menguat dan terkontrol
Motivasi menguat
109
2. Percaya diri
Rasa percaya diri adalah hasil dari pertandingan tujuan
dan kemampuan yang dimiliki. Atlet akan memiliki self
confidence jika mereka mempercayai kemampuan untuk
mencapai tujuan (You only achieve what you believe).
Rasa percaya diri seorang atlet dapat dilihat dari
kegigihannya mengejar sesuatu ketika perencanaan meleset
dari perkiraan dan antusiasme yang ditunjukkan. Jika
menemukan hal itu, bersikaplah positif. Sebagai pelatih, ikutlah
menunjukkan rasa tanggung jawab baik saat sukses maupun
gagal.
Untuk meningkatkan rasa percaya diri, seorang atlet
dapat menggunakan mental imagary untuk memvisualisasikan
penampilan primanya untuk memngingat dan merasakannya
kembali, bayangkan berbagai skenario dan bagaimana bisa
mengguankan skenario strategi untuk bisa meraih hasil yang
ditargetkan.
Untuk dapat berprestasi harus ada kepercayaan pada
diri atlet bahwa ia sanggup dan mampu untuk mencapai
prestasi yang diinginkan. Jelaslah bahwa percaya diri sendiri
merupakan modal utama untuk berprestasi. Cratty (1973)
mengemukakan bahwa atlet pada umumnya lebih sering
menghadapi situasi tegang dibandingkan bukan atlet.
Ketegangan dapat menimbulkan rasa cemas (anxiety) dan
dalam hal ini dibutuhkan kepercayaan diri untuk dapat
mengatasi keadaan tersebut.
110
Kepercayaan pada diri sendiri merupakan hal yang
sangat penting dalam pembinaan mental atlet. Percaya pada
diri sendiri akan menimbulkan rasa aman. Kepercayaan diri
sendiri biasanya berhubungan dengan βemotional securityβ,
makin mantap kepercayaan pada diri sendiri maka makin
mantap pula emotional securitynya, hal ini akan terlihat pada
sikap dan tingkah laku yang tidak mudah bimbang, tenang,
tegas dan sebagainya.
Sukses yang pernah dicapai seseorang atlet akan
menumbuhkan rasa percaya diri oleh karena itu perlu sekali
atlet-pemula mendapat kesempatan menngenyam
kemenangan. Suatu kekealahan juga tidak harus
mengakibatkan kerugian pada usaha menanamkan rasa
percaya diri pada diri sendiri. Hal ii tergantung pada
kemampuan pelatih dan pembina dalam mengadakan
pendekatan dan teknik menimbulkan motivasi, misalnya
menunjukkan kelemahan dan kelebihan lawan, di samping itu
juga menunjukkan rasa puas atas hasil yang dicapai atlet.
βOver Confidenceβ atau rasa percaya diri pada diri
sendiri yang berlebihan juga dapat terjadi pada diri atlet,
misalnya pada atlet yang mempunyai sifat terlalu optimis dan
kebetulan selalau menang bertanding di daerahnya. βOver
Convidenceβ berhubungan erat dengan sifat-sifat kepribadian
atlet yang bersangkutan. Segi negatif yang sering terjadi pada
atlet βOver Convidenceβ sering menggap enteng lawan.
Karena harapan sukses terlalu tinggi maka apabila mengalami
111
kekalahan, atlet yang bersangkutan akan lebih mudah
mengalami frustasi.
Perasaan kurang percaya pada diri sendiri jelas
merupakan tumpuan yang lemah untuk mencapai prestasi
setinggi-tingginya. Kurang percaya pada diri sendiri berarti
meragukan kemampuan sendiri. Hal ini merupakan bibit
ketegangan pada waktu menghadapi pertandingan atau
mengahdapi lawan yang seimbang dan ketegangan tersebut
jelas merupakan bibit kekalahan. Kegagalan yang dialami atlet
yang kurang percaya diri akan mudah menimbulkan putus asa
dan apabila dituntut untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi
tetapi tidak berhasil, akan dapat menyebabkan timbulnya
frustasi. Menurut Robert N. Singer (1984) menghadapi atlet yang
kurang percaya diri sendiri (lack of confidence), pe;atih dapat
membantu atlet merasakan identitas dirinya (sense of identity),
yaitu memahami keadaan yang terjadi pada dirinya.
3. Rasa Harga Diri
Menurut Maslow (1970), mengatakan bahwa harga diri
yang merupakan kebutuhan individu berhubungan dengan
motif atau kebutuhan berprestasi dan kepercayaan diri sendiri,
di samping itu juga berkaitan dengan status, pengakuan,
reputasi yang menimbulkan perasaan untuk menghargai diri
sendiri. Kebutuhan akan harga diri tidak akan terpenuhi atau
terpuaskan tanpa adanya orang lain, menurut Alderman (1974)
kebutuhan harga diri dapat dipenuhi melalui hubungan
interpersonal dengan orang lain (pelatih, sesama atlet dan
penonton). Rasa harga diri dapat dibina melalui
112
ketergantungan atelet dalam kelompok-kelompok olahraga
yang dipandang elite para atlet atau oleh masyarakat,
misalnya dalam olahraga bela diri, rasa harga diri ditimbulkan
dengan adanya tingkatan kelas atau kelomopok yang diberi
tanda dengan sabuk yang warnanya berbeda-beda.
4. Penanaman disiplin dan tanggung jawab
Disiplin adalah sikap atau kesediaan psikologis untuk
menempati atau mendukung nilai-nilai atau norma yang
berlaku. Atlet yang disiplin akan berusaha menepati ketentuan,
tata tertib dan biasanya patuh pada pembuat peraturan
(pelatih dan pembina). Disiplin atlet bila dikembangkan lebih
lanjut dapat menimbulkan kesadaran yang mendalam untuk
menepati segaal bentuk nilai-nilai, meskipun tidak ada yang
mengawasi, bahkan akhirnya juga akan mematuhi rencana-
rencana yang dubuatnya sesuai dengan pengetahuan
tentang hal-hal yang dianggap baik. Kesadaran yang timbul
dari dalam diri tanpa adanya pengawasan dari orang lain
menimbulkan disiplin diri sedniri.
Atlet yang memiliki disiplin diri sadar untuk melakukan
latihan sendirui tanpa ada yan memerintah dan mengawasi. Ia
sudah mempunyai rasa tanggung jawab untuk menepati dan
mendukung nilai-nilai yang dianggap baik dan tepat untuk
dilakukan. Sikap untuk menepati dan mendukung nilai-nilaio
adalah sikap yang megandung tanggung jawab untuk
kelangsungan nilai-nilai tersebut direndahkan oleh orang lain.
Dalam jangka waktu lama maka tanggung jawab untuk
113
mendukung nilai-nilai tersebut dapat dikebankan menjadi sikap
dalam menghadapi nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari.
5. Penguasaan emosi
Penguasaan emosi dilakukan dengan latihan untuk
menjaga stabilitas emosional menghindarkan diri dari rasa jemu
(βborendomβ), kelelahan mental (mental fatique) dan
mengontrol gejala-gejala fisiologis yang terjadi sebagai akibat
terjadinya fluktuasi emosional. Latihan penguasaan emosi atau
βemotional controlβ sangat penting bagi setiap atlet. Karena
fkutuasi emosional akan sangat berpengaruh pada proses
fisiologis dan kondisi mental secara keseluruhan sehingga jelas
akan berpengaruh terhadap penampilan dan kinerja atlet.
Latihan penguasaan emosional dapat dilakukan antara lain
dengan :
a. Latihan meningkatkan kesadaran dan penguasan fisik,
yang dikenal dengan βbody awarenessβ latihan ini
biasanya dilakukan untuk mengetahui dan mendiagnosa
pengaruh psikologis terhadap perubahan sisiologis. Salah
satu cara yang cukup terkenal adalah dengan
βbiofeedbackβ.
b. Meningkatkan stabilitas emosional, ayitu dengan latihan
penguasaan diri untuk meredam kemarahan, rasa tidak
puas atas keputusan wasit, sehingga dapat mebuasai
ketegangan ototnya, meskipun dalam keadaan tidak
puas atau terganggu stabilitas emosinya.
c. Menghindarkan rasa jemu, (borendom) dan kelelahan
mental (mental fatique) dapat dilakukan dengan latihan
114
relaksasi, membiarkan atlet dapat mengisi waktu luang
dengan baik, menciptakan berbagai variasi.
Fluktuasi emosional juga akan mempengaruhi aspek-
aspek kejiawaan yang lain (kognisi dan konasi)_ dan
kematangan emosional akan mempengaruhi stabilitas psikis
atlet. Seorang atlet yang dapat mengendalikan emosi atau
dapat menguasaoi diri dalam situasi pertandingan yang penuh
ketegangan akan dapat menunjukkan prestasi yang tinggi.
John D. Lawter (1972) mengemukakan bahwa dalam
keadaan βoverstress thresoldβ yaitu tingkatan batas ambang
ketegangan akan terjadi interferensi (gangguan) dalam
penampilan seorang atlet. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh
permainan yang seimbang dan wasit yang berat sebelah atau
penonton yang dianggap merupakan atlet. Dalam keadaan
semacam ini kematangan emosi atlet akan diuji, mungkin
permainannya menjadi agak kacau untuk sementara atau
kemungkinan permainannya menjadi kacau sama seklai untuk
kemudian diakhiri dengan kekalahan.
6. Evaluasi Diri
Evaluasi diri dimaksudkan asebagai usaha atlet untuk
mengenali keadaan yang terjadipada dirinya sendiri. Hal ini
dilakukan agar atlet dapat mengetahui kelemahan dan
kelebihan dirinya pada saat yang lalu maupun saat ini. Dengan
bekal pengetahuan akan keadaan dirinya maka atlet dapat
memasang target latihan mapun target pertandingan dan
cara mengukurnya. Kegunaan lainnya dalah untuk
mengevaluasi hal-hal yang telah dilakukannya sehingga
115
memungkinkan untuk mengulangi penampilan terbaik dan
mencegah terulangnya penampilan buruk. Oleh karena itu
pelatih perlu menginstruksikan atletnya untuk meiliki buku
catatan harian mengenai latihan dan pertandingan. Minta
atlet untuk menuliskan kelemahan dan kelebihan diri sendiri bai
dalam segi fisik, teknik maupun mental. Kemudian koreksilah jika
menurut kita sebagai pelatih ada hal-hal yang tidak sesuai atau
ada yang kurang.
Biasakan agar atlet mengisi buku tersebut dengan
teratur. Ajak atlet untuk menuliskan di dalam bukunya hal-hal
yang intinya sebagai berikut :
- target jangka panjang, menengah dan pendek dalam
latihan dan pertandingan.
- Sesuatu yang dilakukan dan dipikirkan sebelum latihan
atau pertandngan.
- Suatu gerakan atau penampilan yang mengesankan
- Catatan mengenai kelemahan dan kelebihan lawan
yang akan dihadapi dan strategi menghadapinya.
- Hasil dan jalannya pertandingan
- Hasil yang mengganggu emosi atau membuat
penampilan jadi buruk.
- Penghargaan yang didapat atas suatu keberhasilan.
Menuju suatu kompetisi yang dipersiapkan dengan
perencanaan dan persiapan yang baik maka akan
menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan target dan tujuan.
Oleh karena itu, pelatih harus dapat mengoptimalkan dan
memberdayakan psikologi olahraga dalam suatu proses
116
latihan, pertandingan dan pasca pertandingan agar atlet
dapat mengoptimalkan kemampuan dan keterampilan yang
dimiliki menjadi hal positif.
Hal-hal tersebut di atas merupakan alternatif dan bahan
bagi para pelatih ketika menangani para atlet yang akan
menjalani proses latihan, pertandingan dan pasca
pertandingan.
117
BAB V
KESEGARAN JASMANI
A. Kebugaran Jasmani dan Olahraga
Berdasarkan hasil seminar yang diselenggarakan oleh
Direktorat Jenderal Olahraga dan Pemuda disebutkan bahwa
kebugaran jasmani atau physical fitness merupakan
kesanggupan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan
dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti.
Definisi lain yang disampaikan oleh Badriah (2011:31)
menyebutkan bahwa kebugaran jasmani adalah kemampuan
tubuh seseorang untuk melakukan tugas pekerjaan sehari-hari
tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Pengertian lain
juga menyebutkan bahwa kebugaran jasmani merupakan
kemampuan untuk menyelesaikan tugas sehari-hari dengan
tenaga dan kesiapsiagaan, tanpa kelelahan yang berarti
dengan energi yang relatif cukup untuk pencapaian
pemenuhan waktu luang dan keadaan darurat yang tak
terduga. Berdasarkan beberapa definisi di atas secara
konseptual kebugaran jasmani merupakan kemampuan tubuh
seseorang untuk dapat melaksanakan aktifitas sehari-hari,
termasuk untuk memenuhi waktu luang atau kondisi darurat
yang tidak diduga sebelumnya dengan menggunakan energi
yang dimilikinya dan tidak menyebabkan kelelahan yang
berarti.
Kebugaran jasmani adalah dasar bagi semua bentuk
penampilan keterampilan gerak tingkat tinggi (ekselensi).
118
Perkembangan kebugaran fisik dan kesehatan dapat
memberikan kontribusi pada efektivitas kehidupan dan
kesenangan hidup, dan setiap komponennya harus diajarkan
melalui perpaduan tubuh dan pikiran. Salah satu aspek dari
kebugaran jasmani adalah kesehatan-terkait kebugaran,
termasuk komponen-komponen kekuatan, kelenturan, daya
tahan, dan komposisi tubuh.
Kebugaran jasmani merupakan modal utama bagi
semua lapangan kehidupan manusia. Siapapun dan apapun
profesinya, manusia membutuhkan kebugaran jasmani untuk
dapat melaksanakan pekerjaannya secara optimal. Atlet tentu
membutuhkan kebugaran jasmani agar dapat mencapai
prestasi yang setinggi-tingginya. Karyawan di perkantoran juga
memerlukan kebugaran jasmani agar ia bisa bekerja produktif.
Siswa dan mahasiswa di sekolah/perguruan tinggi juga sudah
pasti membutuhkan kebugaran jasmani agar mereka mampu
menunjukkan prestasi dan kompetensinya sesuai yang
diharapkan. Pada intinya bangsa Indonesia membutuhkan
kebugaran jasmani agar mampu βhidup produktifβ sehingga
berkontribusi pada peningkatan βdaya saing bangsaβ secara
keseluruhan.
Untuk mencapai kebugaran jasmani, seseorang
membutuhkan latihan jasmani yang teratur sesuai kaidah yang
berlaku.Olahraga merupakan salah satu bentuk latihan jasmani
yang apabila dilakukan secara teratur mampu meningkatkan
kebugaran jasmani seseorang. Lebih lanjut Badriah (2011:32)
menegaskan bahwa secara saintifik, olahraga sebagai bagian
119
dari latihan jasmani telah terbukti mampu: 1) meningkatkan
kemampuan jantung dan paru-paru; 2) memperkuat sendi dan
otot, 3) menurunkan tekanan darah, 4) mengurangi lemak; 5)
memperbaiki bentuk tubuh, 6) mempertahankan kadar gula
darah dalam level yang normal, 7) memperlancar aliran darah
ke seluruh bagian tubuh; 8) memperlancar pertukaran gas di
tingkat seluler, 9) mencegah penuaan dini, serta 10) mencegah
terbentuknya plak khususnya pada pembuluh darah koroner
dan otak sehingga bisa mencegah terjadinya serangan
jantung dan stroke.
Badriah (2011:33) menjelaskan bahwa, komponen
kebugaran jasmani secara garis besar terdiri dari 2 (dua) yaitu
kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan dan
kebugaran jasmani yang berkaitan dengan keterampilan.
Beberapa komponen dari kebugaran jasmani yang berkaitan
dengan kesehatan antara lain: 1) daya tahan kardiorespiratorik;
2) daya tahan otot; 3) kekuatan; 4) komposisi tubuh; dan 5)
kelenturan atau fleksibilitas. Sementara itu, komponen
kebugaran jasmani yang berkaitan dengan keterampilan terdiri
atas: 1) kecepatan, 2) kelincahan, 3) keseimbangan, 4)
koordinasi dan 5) waktu reaksi.
Seseorang yang rajin berolahraga dan menjalani pola
hidup sehat belum tentu mendapatkan kebugaran jasmani.
Tidak dipungkiri bahwa olahraga, asupan gizi yang sehat, dan
gaya hidup yang sehat dapat menunjang tercapainya
kebugaran jasmani, namun secara ilmiah kebugaran jasmani
tidak dapat dicapai hanya dengan upaya tersebut. Kebugaran
120
jasmani terdiri dari beberapa komponen yang saling
mendukung, tidak hanya dilihat dari aspek kesehatan saja,
namun juga dari aspek keterampilan.Jadi, komponen
kesehatan tubuh dengan keterampilan merupakan perpaduan
yang membentuk kebugaran jasmani kita.
B. Komponen Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani terdiri dari beberapa komponen, yaitu:
1. Daya tahan kardiovaskuler (Cardiovaskuler Enduramce)
2. Daya tahan otot (Mascule Endurance)
3. Kekuatan otot (Mascule Strength)
4. Kelentukan (Fleksibelity)
5. Komposisi tubuh (Body Composition)
6. Kecepatan gerak (Speed of Movment)
7. Kelincahan (Agility)
8. Keseimbangan (Balance)
9. Kecepatan reaksi (Reaction time)
10. Koordinasi (Coordination)
Sejumlah ahli kesehatan olahraga sependapat bahwa
dari 10 komponen tersebut di atas, komponen daya tahan
adalah komponen lerpenting dalam menentukan kesegaran
jasmani seseorang.
Daya tahan adalah suatu kemampuan tubuh untuk
bekerja dalam waktu lama tanpa mengalami kelelahan setelah
menyelesaikan pekerjaan tersebut. Daya tahan umumnya
diartikan sebagai ketahanan terhadap kelelahan dan
kemampuan pemulihan segera setelah mengalami kelelahan.
121
Daya tahan yang tinggi dapat mempertahankan penampilan
dalam jangka waktu yang relatif lama secara terus menerus.
C. Metode Evaluasi Kesegaran Jasmani
Sejumlah metode tes yang ada, khusus untuk mengukur
satu komponen tertenru kesegaran jasmani tetapi ada juga
metode tes yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
beberapa komponen kesegaran jasmani dalam satu tes
berangkai.
Masing-masing metode tes mempunyai kelebihan dan
kelemahan. Hal ini tergantung dari masing-masing kebutuhan
yang hendak dicapai dalam evaluasi kesegaran jasmani.
Evaluasi kesegaran jasmani yang diiaksanakan terhadap
seorang atlit tentu akan berbeda dengan masyarakat umum.
D. Latihan Fisik Secara Baik dan Benar
Semakin tinggi derajat kesegaran seseorang, semakin
besar kemampuan fisiknya dan produktifitas kerjanya. Salah
satu cara untuk mencapai 'derajat kesegaran yang prima
adalah dengan cara melakukan latihan-latihan fisik.Latihan-
latihan fisik dapat dipilih yang disenangi, digenari dan syukur
bila dapat menimbulkan kepuasan diri. Bisa dibentuk jalan
cepat, joging, bersepeda, berbagai macam senam, naik turun
tangga dan sebagainya.
Latihan-latihan fisik dapat:
Memperpanjang umur, awet muda, ceria, tidak mudah
kena penyakit, menghindari stress, menambah pecaya diri dan
122
tidak mudah loyo. Adapun bentuk latihan fisik yang dipilih,
lakukan dengan baik, benar, terukur dan teratur.
1. Dampak latihan fisik terhadap tubuh
a. Meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru
b. Memperkuat sendi dan otot
c. Menuninkan tekanan darah
d. Mengurangi lemak
e. Memperbaiki bentuk tubuh
f. Memperbaiki kadar gula darah
g. Mengurangi risiko penyakit jantung coroner
h. Mernperlancar aliran darah.
i. Memperlancar pertukaran gas.
j. Memperlambat proses menjadi tua.
2. Prinsip Latihan Fisik:
a. Sesuai dengan kemampuan dan kondisi tubuh
b. Jenis latihan barus disenangi
c. Hendaknya bcrvariasi
d. Didahului dengan pemanasaii (Warming Up), latihan
inti dan diakhiri dengan pendingiiian (Cooling Down).
e. Untuk meningkatkan kemampuan, latihan ini haras ada
sedikit perubahan.
3. Dosis Latihan:
a. Frekuensi : 3 - 5 seminggu
b. Intensitas (Zona latihan) : 60 - 90 % dari DNM (denyut
nadi maksimal)
c. Larna latihan : 20 - 60 menit, konfinyu dan
melibatkan otot-otot besar.
123
Ada beberapa cara untuk menghitung intensitas latihan
berdasarkan tolok ukur "Nadi" antara lain sebagai berikut:
Intensitas latihan = antara 60 s.d. 90 % x {(220 - usia (tahun)}
atau
Intensitas latihan = antara 65 s.d. 75 % x (nadi cadangan +
nadi istirahat)
ket:
Nadi cadangan : DN Max β DN istirahat
Nadi maksimal : 220 β usia
Nadi istirahat : Nadi yang dihitung saat seseorang dalam
keadaan istirahat
DN : Denyut Nadi
Bentuk latihan fisik:
Misalnya jalan cepat, jogging, mendayung, naik tangga,
senam, berenang, bersepeda dan Iain-lain.
Contoh dosis latihan:
1. Ibu Aminah, usia 45 tahun, Nadi istirahat = Intensitas
latihan
yang dianjurkan berada pada nadi antara 60 - 90% x
(220 -
45) = ... /menit '
60 90
β x 175 = 105/menit s.d . β x 175 = 158/menit
100 100
2. Ucok, usia 35 tahun, Nadi istirahat = 68x/menit Intensitas
latihan = 75% x Nadi Cadangan + Nadi Istirahat
124
75
--- x {(220-35)-68} +68
100
75
= ( ---- x 117)+ 68 = 156x/menit
100
4. Tinggi/Berat Badan
Dewasa ini berat badan cukup memberi masalah pada
manusia modern seperti saat ini terutama pada kaum wanita.
Berat badan ideal = 90% x (Tinggi badan - 100) (formula
BROCCE) Batas-batas kewajaran adalah sebagai berikut: Berat
badan sebaiknya:
Paling berat = 1.2 x (Tinggi badan - 100)
Paling ringan = 80% x (Tinggi badan - 100).
Contoh:
Sdr. Tommy, tinggi badan 170 cm
Berat badan max = 1.2 x (170 - 100)
= 84 kg.
Berat badan min = 80% x (170 - 100)
= 56 kg.
Bila lebih dari 84, berarti terlalu gemuk.
Bila kurang dari 56 kg, berarti terlalu kurus.
5. Nadi
Bagaimanakah sebaiknya berat badan kita?
125
Denyut nadi dapat dipakai sebagai tolok ukur kondisi
jantung. Jadi, penting untuk diketahui. Denyut nadi adalah
frekuenssis irama denyut/detak jantung yang dapat dipalpasi
(diraba) di permukaan kulit pada tem pat-tern pat tertentu.
Frekuensi denyut nadi pada mumnya sama dengan frekuensi
denyut/detak jantung.
1. Tempat meraba denyut nadi
Denyut nadi dapat dipalpasi pada beberapa tempat
misalnya:
a. Di pergelangan tangan bagian depan sebeiah atas
pangkal ibu jari tangan (ar. Radialis)
b. Di leher sebeiah kiri/kanan depan otot stemo cleido
mastoidues (ar. Carolis)
c. Di dada sebeiah kiri, tepat di apex jantung (ar.
temparalis)
d. Di pelipis.
2. Hal-hai yang dapat dipcriksa pada denyut nadi:
a. Frekuensinya (berapa per menit)
b. b Isinya
c. Iramanya teratur/tidak
1) Frekuensi Nadi akan meningkat biia kerja jantung
meningkat
2) Bila kila berlatih inaka dengan sendirinya frekuensi
denyut nadi akan semakin cepat sampai batas
tertentu sesuai dengan beratnya latihan yang
dilakukan.
126
3) Setelah latihan seiesai, frekuensi nadi akan turun
lagi.
4) Orang yang terlatih nadi istirahatnya lebili lambat
dibanding dengan orang yang tidak terlatih.
Cara menghitung denyut nadi
a. Nadi dihitung selama 6 detik dikalikan 10 atau
b. Nadi dihitung selama 10 detik dikalikan 6 atau
c. Nadi dihitung selama 15 detik dikalikan 4 atau
d. Nadi dihitung selama 30 detik dikalikan 2
Di samping itu, ada alat untuk mengukur denyut nadi yang
disebut "Pulse Meter", yaitu Alat elektronik yang dapat
digunakan untuk mengukur frekuensi nadi setiap detik. Alat ini
sangat mudah penggunaannya.
Denyut Nadi yang perlu diketahui:
a. Nadi Basal (bangun tidur, belum turun tempat tidur)
b. Nadi Istirahat (nadi waktu tidak bekerja)
c. Nadi Latihan (nadi saat latihan)
d. Nadi Pemulihan (nadi setelah selesai latihan)
Pada orang dewasa normal, denyut nadi saat istirahat berkisar
antara: 60 - 80 denyut setiap menit.
PENGUKURAN PROSENTASE LEMAK TUBUH
SILAKAN MENGHITUNG
DENYUT NADI SENDIRI
127
Lemak akati rremberikan andil pada keindahan bentuk
tubuh bila jumlahnya tepat dan sesuai dengan letaknya. Oleh
karena itu, prosentase lemak perlu diukur. Prosentase lemak
tubuh tergantung pada jenis kelamin, usia, keturunan dan
aktivitas seseorang
Tabel. 1
Norma Prosentase Lemak Tubuh
Pria
Usia Prosentase Lemak Tubuh
s.d. - 30 tahun
30 - 50 tahun
50 - 70 tahun
9 - 15 % 1 1 - 17 % 12 - 19%
Tabel. 2
Norma Prosentase Lemak Tubuh
Wanita
Usia Prosentase Lemak Tubuh
s.d. - 30 tahun
30 - 50 tahun
50 - 70 tahun
14 -21 % 1 5 - 23 % 1 6 - 26 %
1. Fungsi lemak tubuh :
a. Sebagai cadangan makanan
b. Pelindung organ-organ dalam
c. Membantu memberi garis bentuk tubuh.
2. Alat yang dipergunakan :
a. Skin fold caliper
b. Alat tulis
c. Tabel.
128
3. Tempat-tempat yang diukur :
a. Bagian belakang lengan atas (Ticep)
b. Bagian depan lengan atas (Bicep)
c. Di bawah tulang belikat (Sub Scapula)
d. Di atas kristailiaka (Supra Iliaca).
Untuk mengetahui prosentase lemak tubuh bisa digunakan
salah satu tempat saja sebagai tempat pengukuran atau
keempat tempat tersebut di atas
Caranya pengukuran :
a. Kulit di tempat yang diukur dicubit dengan tangan kiri
sedemikian rupa sehingga yang dicubit hanyalah lipatan
kulit dan lemaknya saja tanpa mengikutkan lapisan otot di
bawahnya.
b. Tangan kanan memegang Caliper untuk menjepit lapisan
kulit yang telah dicubit dengan tangan kiri. Dengan telah
terjepitnya lapisan kulit dan lemak bawah kulit dapat
dibaca pada skala yang ada pada Skin Fold Caliper
berapa mili meter tebalnya. Untuk mengetahui prosentase
lemak tubuh, nilainya dapat langsung dibaca pada tabel:
2a, 2b, 2c, 2d, 2e, dan 2f.
129
BAB VI
TES DAN PENGUKURAN FISIK
1. PENGUKURAN KELENTUKAN
Tujuan:
Untuk mengetahui kelenturan seseorang
Alat:
Bangku/mistar dengan ukuran tinggi 50 cm
Cara:
a. Peserta tidak memakai alas kaki
b. Peserta berdiri dengan kaki lurus
c. Lutut bagian belakang lurus (lutut tidak boleh
ditekuk)
d. Pelan-pelan bungkukkan badan dengan posisi
tangan lurus ke bawah menyentuh mistar skala.
Usahakan agar ujung jari tangan mencapai skala
sejauh mungkin sikap ini dipertahankan selama 3
detik.
e. Tes dilakukan 2 kali berturut-turut.
Hasil:
a. Yang diukur adalah tanda bekas jari yang tampak pada
mistar skala
b. Hasil yang dicatat adalah angka skala yang dapat
dicapai oleh kedua ujung jari yang terjauh.
c.
130
Gambar 1. Tes Kelentukan
Tabel 3
Norma Penilaian dan Klasifikasi Kelentukan
No. Klasifikasi Prestasi (Cm)
I. Baik Sekali Lebih dari 19
2. Baik . 11.5 - 19
3. Sedang (-)1.5 - 11.5
4. Kurang (-)6.5 - (-)1.5
5. Kurang Sekali Kurang dari (-)6.5
2. TES KEKUATAN OTOT
a. Kekuatan Otot Extensor Punggung
Alat yang digunakan adalah Back And Leg
Dynamometer (lihat gambar )
Gambar 2. Leg Dynamometer
131
Teknik Pemeriksaan
- Peserta berdiri di atas tumpuan back leg
dynamometer
- Kedua tangan memegang tongkat pegangan
- Kedua siku lurus dan punggung dibongkokkan
membentuk sudut 30Β° terhadap garis vertical
- Kedua kaki lurus
- Tarik tongkat pegangan ke atas sekuat mungkin
dengan jalan melurysjcan punggung
- Tumit tak boleh diangkat dan kaki tetap lurus
- Prestasi dicatat dari prestasi tertinggi setelah 2
kali kesempatan.
b. Kuatan Otot Extensor Kaki
a) Alat yang digunakan adalah Back And Leg
Dynamometer.
Gambar 3. Tes Kekuatan Otot Ekstensor Kaki
b) Teknik Pemeriksaan (gambar )
1) Peserta berdiri di atas tumpuan alat back leg
dynamometer
132
2) Kedua tangan memegang bagian tengah tongkat
pegangan
3) Punggung dan kedua lengan lurus, sedangkan lutut
ditekuk membuat sudut lebih kurang 120Β°
4) Tongkat dipegang berada setinggi acetabulum lebih baik
bila ada sabuk/ikat pinggang yang bisa mengikat antara
pinggang dengan tongkat pegangan dari dynamometer.
Gambar 4. Tes kekuatan ekstensor kaki
c. Kekuatan Menarik
Gambar 5. Ekspanding Dynamometer
c) Teknik Pemeriksaan (gambar)
133
Tes Kekuatan Menarik
1) Peserta berdiri tegak dengan kedua tungkai sedikit
terbuka
2) Expanding dynamometer dipegang dengan kedua
tangan di depan:
a) Badan dan alat menghadap keluar/ke depan
b) Kedua lengan atas ke samping dan kedua siku
ditekuk
3) Tarik sekuat-kuatnya expanding dynamometer dengan
kedua tangan tidak boleh menyentuh badan
4) Tes dilakukan 2 kali, diambil prestasi terbaik.
d. Kekuatan Mendorong
a. Alat yang digunakan adalah Expanding
Dyanamometer
Gambar 6. Tes Kekuatan Mendorong (Phus)
b. Teknik Pemeriksaan (gambar)
1) Sikap awai sama dengan pemeriksaan kekuatan
menarik kelompok otot-otot bahu
134
2) Dorong kuat-kuat expanding dynamometer kearah
dalam dengan kedua tangan tidak boleh mengenai
tubuh/benda lain
3) Tes dilakukan 2 kali diambil prestasi yang baik.
Tabel 4 Norma Penilaian dan Klasifikasi Kekuatan Peras Otot
Tangan Kanan Pria
No. Klasifikasi Prestasi (kg)
1. Baik Sekali 55.50 - Ke atas
2. Baik 46.50 - 55.00
3. Sedang 36.50 - 46.00
4. Kurang 27.50 - 36.00
5. Kurang Sekali sd. - 27.00
Tabel 5 Norma Penilaian dan
Klasifikasi Kekuatan Peras Otot Tangan Kiri Pria
No. Klasifikasi Prestasi (kg)
1 . Baik Sekali 54.50 - Ke atas
2. Baik 44.50 - 54.00
3. Sedang 33.50 - 44.00
4. Kurang 24.50 - 33.00
5. Kurang Sekali s.d. - 24.00
Tabel 6 Norma Penilaian dan Klasiflkasi Kekuatan
Otot Punggung Pria
No. Klasiflkasi Prestasi (kg)
I . Baik Sekali 153.50 - Ke atas
2. Baik 112.50 - 153.00
3. Sedang 76.50 - 112.00
4. Kurang 52.50 - 76.00
5. Kurang Sekali s.d. - 52.00
135
Tabel 7 Norma Penilaian dan Klasiflkasi Kekuatan Otot Tungkai Pria
No. Klasiflkasi Prestasi (kg)
1. Baik Sekali 259.50 - Ke atas
2. Baik 187.50 - 259.00
3. Sedang 127.50 - 187.00
4. Kurang 84.50 - 127.00
5. Kurang Sekali s.d. 84.00
Tabel 8 Norma Penilaian dan Klasiflkasi Kekuatan
Mendorong Otot Bahu Pria
No. Klasiflkasi Prestasi (kg)
1. Baik Sekali 44.00 - Ke atas
2. Baik 34.00 - 43.50
3. Sedang 25.00 - 33.50
4. Kurang 18.00 - 24.50
5. Kurang Sekali s.d. - 17.50
Tabel 9 Norma Penilaian dan Klasiflkasi Kekuatan
Menarik Otot Bahu Pria
No. Klasiflkasi Prestasi (kg)
1. Baik Sekali 44.00 Ke atas
2. Baik 35.00 - 43.50
3. Sedang 26.00 - 34.50
4. Kurang 18.00 - 25.50
5. Kurang Sekali s.d. - 17.50
Tabel 10 Norma Penilaian dan Klasiflkasi Kekuatan
Peras Otot Tangan Kiri Wanita
No. Klasiflkasi Prestasi (kg)
1. Baik Sekali 42.50 Ke atas
2. Baik 32.50 - 41.00
3. Sedang 24.50 - 32.00
4. Kurang 18.50 - 24.00
5. Kurang Sekali s.d. - 18.00
136
Tabel 11 Norma Penilaian dan Klasiflkasi Kekuatan
Peras Otot Tangan Kiri Wanita
No. Klasiflkasi Prestasi (kg)
1. Baik Sekali 37.00 Ke atas
2. Baik 27.00 - 36.50
3. Sedang 19.00 - 26.50
4. Kurang 14.00 - 18.50
5. Kurang Sekali s.d. - 13.50
Tabel 12 Norma Penilaian dan Klasiflkasi Kekuatan
Otot Punggung Wanita
No. Klasiflkasi Prestasi (kg)
1. Baik Sekali 103.50 Ke atas
2. Baik 78.50 103.00
3. Sedang 57.50 78.00
4. Kurang 28.50 57.00
5. Kurang Sekali s.d. 28.00
Tabel 13 Norma Penilaian dan Klasiflkasi Kekuatan
Otot Tungkai Wanita
No. Klasiflkasi Prestasi
(kg)
1. Baik Sekali 219.50 - Ke atas
2. Baik 171.50 - 219.00
3. Sedang 127.50 - 171.00
4. Kurang 81.50 - 127.00
5. Kurang Sekali s.d. - 81.00
Tabel 14 Norma Penilaian dan Klasifikasi Kekuatan
mendorong Otot Bahu Wanita
No. Klasifikasi N i l a i
I . Baik Sekali 44.50 Ke atas
2. Baik 31.50 44.00
j. Sedang 20.50 - 31.00
4. Kurang 10.50 - 20.00
5. Kurang Sekali s.d. 10.00
137
Tabel 15 Norma Penilaian dan Klasifikasi
Kekuatan Otot bahu Wanita
No. Klasifikasi N i l a i
1. Baik Sekali 44.00 Ke atas
2. Baik 35.00 - 43.50
3. Sedang 26.00 - 34.50
4. Kurang 18.00 - 25.50
5. Kurang Sekali s.d. - 17.50
3. DAYA LEDAK OTOT (POWER)
Daya ledak otot atau explosive power adalah tenaga
yang dapat dipergunakan memindahkan berat badan/beban
dalam waktu tenentu, seperti: meloncat atau melompat. Daya
ledak otot seseorang dapat diukur atau diketahui dengan
cara tes.
Adapun macam-macam tes daya iedak otot, antara lain:
1. Tes Power (Margaria Kalamen Tes Italia)
2. Tes Loncat Tegak (butir Tes Kesegaran Jasmani Indonesia)
Uraian berikut ini mengenai petunjuk teknis dari masing-
masing tes tersebut di atas.
SILAHKAN MEMPELAJARI DAN MENCOBA
1. Tes Power (Margaria Kalamen Tes)
a. Tes ini dapat dilakukan oleh :
1) Pria dan wanita yang berbadan sehat
2) Berusia 15 s.d. 50 tahun.
b. Sarana Penunjang :
1) Lantai datar, 6 meter
138
2) Tangga tinggi masing-masing t:ngkat 17,5 cm,
sebanyak 9 tingkat
3) Stop watch/alat pengukur waktu
4) Timbangan badan
5) Alat tulis.
D
V
C
A 17,5 cm
6m B
Keterangan :
V : Stop watch khusus yang bisa mencatat sampai 0.01
detik Stop watch khusus dimaksud di sini adalah : Bila orang
mcnginjak titik di C, stop watch akan menyala. Bila orang
telah sampai mcnginjak titik di D, Stop Watch akan mati.
Sehingga waktu tempuh C-D dapat dibaca di Stop Watch.
c. Cara melakukan tes :
l) Tes Mandiri
139
Yang dimaksud dengan tes mandiri adalah melakukan tes
tanpa petugas. Cara ini dilakukan dengan adanya alat
pengukur waktu yang otomatis. Pelaksanaan :
a) Bersiap-siap di titik A
b) Lari secepat-ceparnya ke titik D, melewati titik B dan
C.
2) Oleh Petugas Tes :
Yang dimaksud dengan ada petugas ies adalah
pelaksanaan tes ini mclibatkan orang lain sebagai pemberi
aba-aba, pengambil waktu dan pencatat hasil.
Pelaksanaan :
* Dengan aba-aba "Siap - Ya" oleh petugas tes, orang ytfttg di
tes melakukan lari scccpat-cepatnya dari titik. C sampai titik D.
d. Langkah-langkah dan cara menghitung hasil tes:
1) Langkah-langkah:
a) Timbang terlebih dahulu berat badan anda
b) Lakukan tes ledak otot
c) Hitung hasil tes anda dengan menggunakan rumus
W x D
P = --------------
t
Keterangan :
P : Power atau tenaga ledak otot
W : Weight atau berat badan
D : Distance atau jarak dalam hal ini tegak lurus titik D
T : Time atau waktu
140
d) Dari penghitungan hasil tes, dapal diketahui nilai atau
klasifikasi tenaga ledak otot anda dengan melihat tabel
norma.
2) Cara menghitung hasil tes :
Misal : Adi (Pria), usia 30 tahun, dengan berat badan 75 kg.
Setelah melakukan tes tenaga ledak otot tercatat waktu
0.49 detik.
Perhitungannya sbb:
Rumus : P = π.π·
π‘
75 kg x 1.05 m
0.49 πππ‘
78.75
0.49= 161 ππ. π/π ππ
Dengan perhitungan hasil tes di dapat angka 161.
Setelah d'lihat pada tabel norma (pria), maka nilai atau
klasifikasi tcnaga ledak otot Adi adalah : SEDANG.
Tabel 16 Norma Tes Tenaga Ledak Otot :
Tabel Norma Tes Tenaga Ledak Otot Pria (Kg. m/scc *)
No
.
Umur
Klasifikasi 15 - 20 20 - 30 30 40 40 - 50 50
1. Kurang
Sckali
113 106 85 65 30
2. Kurang 113 - 149 106 139 85 - 111 65 - 84 50 β’ 65
3. Scdang 150 - 187 140 175 112 - 140 85 - 105 66 - 82
4. Baik 188 - 224 176 210 141 - 168 106 - 125 83 - 98
5. Baik Sckali 224 210 168 125 98
Dikutip dari: Kalamen J, Measurement of maximum
muscular Power in Man. Ohio State Univ. 1968
141
Tabel 17 Norma Tes Tenaga Ledak Otot Wanita (Kg.m/scc)
No. U m u r
Klaiifikasi 15 β 20 20-30 30-40 40-50 50
1.
2.
3.
4
5.
Kurang
Sekali
Kurang
Scdang
Baik
Baik Sckali
92
92 - 120
121 -
151 132
β 182
182
85
65 - 111
112 -
140 141
- 168
168
65
65 - 84
85 - 105
106 - 125
125
50
50 - 65
66 - 82
83 - 98
98
38
38 - 18
49 - 61
62 - 75
75
4. LONCAT TEGAK
a. Tujuan :
Mengetahui daya ledak otot-otot tungkai.
b. Perlcngkapan :
1) Papan ber skala
2) Per.ghapus papan tulis
3) Serbuk kapur/mg sulfat
4) Alat-alat tulis.
c. Pelaksanaan :
1) Papan ber skala digantung pada dinding
setinggi raihan orang yang diperiksa
2) Selama melakukan tes, tangan peserta ditaburi
serbuk kapur/Mg S04
3) Peserta siap bcrdiri di bawah papan skala
menghadap ke samping
142
4) Tangan yang akan dipakai untuk menempuh papan
skala diangkat tinggi-tinggi ke atas dan ditempelkan
pada papan skala. Sehingga bekas dari tangan
yang telah diberi serbuk kapur dibaca pada skala
yang ada pada papan berskala tersebut (titik A)
5) Peserta mengambil sikap hendak melompat tinggi-
tinggi ke atas
6) Peserta segera melompat tinggi-tinggi ke atas sambil
menepuk papan skala pada saat berada di puncak
lompafan, dan batas ujung lengan adalah pada titik
B
7) Selisih antara B-A adalah prestasi peserta
8) Nilainya dapat dilihat pada tabel di atas.
Tabel 18 Tes Loncat Tegak
Pria Putri
Prestasi Nilai Prestasi Nilai
> 89 10 > 63 10
85 β 88 9 60 β 63 9
81 β 85 8 56 β 59 8
76 β 80 7 53 β 55 7
71 β 75 6 49 β 52 6
66 β 70 5 46 β 48 5
60 β 65 4 41 β 45 4
50 β 59 3 36 β 40 3
40 β 49 2 31 β 35 2
<40 1 < 30 1
143
Gambar : Melompat setinggi mungkin
5. PENGKURAN FUNGSI PARU
Volume paru (VC) sangat terpengaruh oleh faktor-faktor:
1. Usia
2. Kelamin
3. Tinggi badan
4. Ras
Yang lebih pcnting dan fungsi paru-paru adalali MBC KPM
(kapasitas pcrnafasan maksimal), yaitu kemampuan scseorang
melakukan penvafasan yang cepat dalam per menit.
Untuk pemeriksaan fungsi ini (KPM) diperlukan spirometer
yang lebih canggih.
Perkiraan Wanita : 2.500 - 4.500 ml BTPS
Pria : 3.000 - 6.100 ml BTPS
144
1. Pengukuran volume paru (VC)
a. Tujuan :
Mengukur kapasitas vital paru atau kapasitas udara
sebanyak-banyaknya yang dapat dihirup oleh paru-
paru sekaligus.
b. Alat yang digunakan :
1) Rotary Spirometer yang telah diisi air
2) Termometer pencatat suhu air di spirometer
3) Penjepit hidung
4) Formulir dan alat tulis.
c. Persiapan :
1) Jarum petunjuk skala dari rotary spirometer
disesuaikan dengan suhu air di dalamnya
2) Pastikan posisi siprometer agar benar-benar
horizontal.
d. Pelaksanaan:
1) Pcserta siap berdiri dihadapan spirometer dan
dengan hidung yang telah terjepit siap untuk mulai
menarik nafas sedalam-dalamnya.
2) Setelah peserta menarik nafas sedalam-dalamnya
langsung meniupkan udara yang dihirup sekaligus
ke dalam spirometer lewat corong yang telah
dipegangnya. Usahakan jangan sampai ada yang
bocor, dan saat meniup corong tidak boleh
terputus-putus (kontinue) untuk satu tiupan. Hasilnya
langsung dapat dibaca pada skala yang ada pada
145
Rotary Spirometer tersebut (dinyatakan dalam
C.C:).
3)
6. PENGUKURAN DAYA TAHAN KARDIOVASKULER
1). Pengukuran KPM/MBC
a. Tujuan:
Mengukur fungsi aktif dari alat sistem pernafasan.
b. Alat yang digunakan
1) Spirometer yang lebih lengkap
2) Metronom
3) Alat penjepit hidung
4) Alattulis
5) Termometer.
c. Persiapan
1) Spirometer yang siap dioperasikan
2) Pasanglah metronom pada skala frekucnsi 120
3) Siapkan pcserta untuk diukur, dijepit hidungnya dan
diajarkan bemafas lewat mulut
d. Pelaksanaan
1) Peserta siap di depan spirometer dengan hidung
yang telah dijepit. Dipersilahkan bcrnafas lewat
mout piece yang telah dipasangkan pada
spirometer. Pastikan tidak ada udara yang bocor
dari mulut peserta.
146
2) Peserta dipersilahkan dapat meniup sedalam dan
sekuat tenaga mengikuti irama metronom 120 x
per menit.
Selama beberapa detik dalam spirometer akan
mencatat besarnya amplitido gerakan pernafasan
peserta.
e. Penilaian
Frekuensi
KPM = Vol. pernafasan x -------------- x Faktor koreksi
duration
= Amplitudo x luas penampang drum spirometer
/ 60 x faktor koreksi
Pada alat spirometer yang canggih biasanya telah
menyediakan spirometrik measurement yang sesuai untuk alat
tersebut sehingga icbih mudah pemeriksaannya. Faktor Koreksi
tergantung pada usia
Tabel. 19 Norma Penilaian dan Klasifikasi
Kapasitas Pernafasan Maksimal Pria
No. Klasifikasi Nilai Satuan Ukuran
1. Daik Sekali > - 154.41 L/BPTS
2. Baik 128.65 - 154.40 L/BPTS
3. Scdang 107.57 - 128.64 L/BPTS
4. Kurang 73.89 - 107.56 L/BPTS
5. Kurang
Sekali
s.d. 73.8S L/BPTS
147
Tabel 20 Norma Penilaian dan Klasiflkasi Kapasitas
Pernafasan Maksimal Wanita
NO Klasiflkasi Nilai Satuan Ukuran
1 Baik Sekali > 117.44 L/BPTS
2 Baik 86.48 - 117.73 L/BPTS
3. Sedang 65.85 - 86.47 L/BPTS
4. Kurang 44.97 - 65.84 L/BPTS
5. Kurang Sekali s.d. - 44.96 L/BPTS
Gambar Pengukuran KPM/MBC
2). Tes Lari 2,4 Km
1. Tujuan :
Mengukur kemampuan dan kesanggupan kerja fisik
seseorang. Metoda ini mengukur waktu tempuh yang
diperlukan untuk lari sejauh 2,4 Km
2. Persyaratan peserta :
a. Usia diatas 13 tahun
b. Berbadan sehat dinyatakan olaeh Dokter
c. Telah mempersiapkan diri ikut tes ini
148
d. Memakai pakaian olahraga yang sesuai
3. Petugas :
a. 1 (satu) orang pemberi aba-aba keberangkatan
b. Beberapa orang pencatat waktu
c. Beberapa orang pengawas lapangan
d. Petugas keamanan
e. Petugas kesehatan
f. Penghubung
g. Pembantu Umum
Petugas pencatat waktu jumlahnya disesuaikan dengan
kebutuhan
4. Sasaran :
a. Lintasan/jalur jalan datar dengan jarak 2,4 Km. dan
masih ada lanjutan bebas
b. Master stop watch/stop watch aiau pengukur waktu
lain yang dapat mengukur jam, menit, detik
c. Bendera start
d. Nomor dada
e. Formulir dan alat tulis.
Persyaratan penunjang : - Meja tulis, Ruang ganti, Ruang
istirahat, Obat-obatan ( bila memungkinkan)
5. Persyaratan Pelaksanaan :
a. Sebaiknya pagi hari dan tes ini dilaksanakan tidak
melewati pukul 1 1 .00
b. Tes diilaksanakan di lintasan yang rata dengan jarak
tempuh 2,4 Km.
149
c. Tes dilakukan dengan cara berlari secepat mungkin,
apabila tidak kuat berlari terus- menerus dapat
diselingi dengan jalan caki kemudian lari kembali
d. Selama tes berlangsung peserta tidak boleh
bcrhenti/istirahat, makan/minum.
6. Pelaksanaan :
a. Sikap awal rombongan peserta tes yang telah dengan
nomor dada dibcrangkatkan dari belakang garis start
b. Gcrakan siap peserta bersiap akan berlari
c. Aba-aba "Ya" peserta rnulai berlari sampai menempuh
2,4 Km.
d. Pencatatan hasilnya dicatat pada saat peserta telah
masuk finish. Dalam satuan nienit dan detik.
7. Evaluasi :
Untuk mengetahui klasifikasi kcsegaran jasmaninya,
waktu tes yang ditempuh dicocokkan dengan Tabel
Norma yang berlaku menurut kelompok umur dan jenis
kelamin
Apabila tidak dapat menyelesaikan/rnenempuh jarak 2,4
Km. berarti tes dinyatakan gagal.
150
Tabel 21 Penilaian Hasil Tes Lari 2,4 Km
LAKI-LAKI
KATA GORI
KELOMPOK UMUR DALAM TAHUN
13 - 19 20 β 29 30 β 39 40 - 49 50 - 59 60 - keatas
sangat kurang > - 15.31 14.01 - 6.01 > - 16.31 > -17.31 > -1901 > - 20.00
Kurang 12.11 - 15.30 14 01 -16.00 14 -46 β 6.30 15.36 - 17.30 17.01 - 19.00 19.01 -20.00
Sedang 10.49 β 12.10 12 01 -14 00 12.31 β 14.45 13.01 β 15.35 14.31 β 17.00 16.16 - 19.00
Baik 09.41 β 10.48 10 46 -12 00 11.01 β 12.30 11.31 β 13.00 12.31 β 14.30 14.00- 16.15
baik sekali 08.37 β 09.40 09 45 -10 45 10.00 β 11.00 10.30 - 1 1.30 11.00 β 12.30 11.15- 13.59
Baik sekali dan terlatih < - 08 37 < - 09 45 < - 1000 < - 10.30 < -11.00 < -11.15
PEREMPUAN
KATAGORI KELOMPOK UMUR DALAM TAHUN
13 - 19 20 β 29 30 β 39 40 - 49 50 β 59 60 - Keatas
Sangangat kurang > - 18 31 > -19 01 > - 19.31 > - 20 01 > -20.31 > -21.01
Kurang 16.55 -18.10 18.31 -19 00 19.01 β 19.30 19 31 β 20.00 20.01 - 20.30 213! - 21 00
Sedang 14.31 - 16 54 15.55-18.30 16.31 β 19.00 17.31 β 19.30 19.01 - 20.00 19 31 -20.30
Baik 12.30 - 14 30 13.31-15.54 14.31 β 16.30 15 56 β 17.30 16 31 β 19.00 17.31 - 19.30
Bajk Sekali 11.50 - 12.29 12.30-13.30 13.00 β 14.30 13.45 β 15.55 14.30 - 16.30 16.30- 19.30
Baikk Sekali dan Terlat1h < -11.50 < - 12.30 < - 13.00 < -13.45 < - 14.30 < - 16.30
Satuan dalam menit
151
3). Metoda Balke (Lari 15 Menit)
1. Tujuan :
Mengukur kapasitas An aerobic atau Vo2 Max
Metoda :
Mengukur jarak tempuh setelah lari selama 15 menit
2. Persyaratan peserta :
a. Pria dan wanita usia diatas 13 tahun
b. Berbadan sehat
c. Siap melakukan tes
d. Memakai pakain yang sesuai
3. Petugas :
a. Satu orang pemberi aba-aba
b. Satu Pencatat waktu
c. Dua orang pengukur jarak
Jumlah petugas pada butir 2 dan 3 disesuaikan dengan
jumlah peserta
4. Sarana :
a. Lintasan
b. Master stop wach/stop woch
c. Bendera start
d. Nomor dada
e. Formuli dan alat tulis
f. Pengukur jarak (meteran)
5. Persyaratan pelaksanaan :
a. Sebaiknya pagi hari dan dilaksanakan tidak melewati
pukul 11;00 siang
152
b. Tes ilaksanakan dengan cara lari secepat mungkin
selama 15 menit.
c. Selama tes peserta tidak boleh istirahat, berhenti,
makan/minum.
6. Pelaksanaan :
a. Rombongan peserta siap berdiri dibelakang garis start
b. Begitu bendera strat dikibarkan, stopwoch dinyalakan
dan beserta berlari
c. Jarak yang dapat ditempuh selam 15 menit dicatat
oleh petugas.
Keterangan :
Vo2 Max = Kapasitas aerobic (ml/kg. berat badan/menit)
X = jarak dalam meter yang ditempuh selama 15
menit.
Missal :
Atlet Winda melakukan tes Balke selama 15 menit dapat
menempuh 3.200 meter, maka:
Vo2 Max = ( ( π πππ‘ππ )
15β 133 . 0,172 + 33,3
= ( ( 3200 )
15β 133 . 0,172 + 33,3
= ( 213,33 β 133) x 0, 172 + 33,3
= 13,81 + 33,3
= 47,11 m.l/kg.BB/menit.
Vo2 Max = ( ( π πππ‘ππ )
15β 133 . 0,172 + 33,3
153
4). Bleep Tes
a. Tujuan
Mengukur kemampuan maksimal kerja jantung dan paru-
paru dengan prediksi V02 Max.
b. Alat Peralatan
- Tempat tes - ruang di dalam gedung atau lapangan luar.
Panjang minimal 25 meter.
- Buat dua buah garis batas sejajar jarak 20 meter, dengan
ruang/lapangan bebas 2,5 meter dari kelanjutan arah
lari.
- Setiap testi memerlukan lintasan lari 90 cm; jumlah testi
disesuaikan lebar ruang/lapangan.
- Seorang pengamat waktu, seorang pemegang peluit,
dan seorang pengawas dan pencatat hasil.
- Tabel modifikasi Pelaksanaan Bleep Tes dengan waku
dalam menit dan detik.
- Peluit, daftar nama testi, dan ball point.
c. Pelaksanaan
- Bleep tes dilakukan dengan lari menempuh jarak 20
meter bolak-balik (b.b) dimulai dengan lari pelan-pelan,
secara bertahap makin lama makin cepat, sehingga testi
tidak mampu mengikui irama waktu lari, berarti
kemampuan maksimalnya pada level dan b.b. tersebut.
- Setiap level waktunya 1 (satu) menit
154
- Pada level 1 jarak 20 meter ditempuh dalam waktu 8,6
detilk dalam 7 kali b.b.
- Pada level 2,3 jarak 20 meter ditempuh dalam waktu 7,5
detik dalam 8 kali b.b.
- Level 4,5 jarak 20 meter ditempuh 6,7 detik dengan 9 x
b.b. dan seterusnya.
- Bersamaan waktu jarak tempuh 20 meter ada bunyi
peluit 1 kali dan bersa-maan waktu b.b terakhir setiap
level ada bunyi peluit 2 kali.
- Untuk start testi dengan start berdiri kedua kaki di
belakang garis start/ batas. Dengan aba-aba "Siaaap-
Yak" testi lari sesuai irama waktu menuju ke garis batas
sehingga 1 kaki melewati garis batas.
- Bila sebelum ada bunyi peluit testi telah melampaui garis
batas, untuk balik lari harus menunggu bunyi peluit.
Sebaliknya bila telah ada bunyi peluit testi belum sampai
pada garis batas, testi harus mempercepat lari sampai
melewati garis batas dan segera kembali lari ke arah
sebaliknya. Bila 2 kali berurutan testi tidak mampu
mengikuti irama waktu lari berarti kemampuan
maksimalnya pada level dan balikan tersebut.
- Misalkan pada level 10 dan balikan ke 8; hasiinya dicatat
10.8. Dilihat dalam tabel, V02Max = 49.3 ml/kg/min
- Setelah testi Lidak mampu mengikuti irama waktu lari,
testi tidak boleh terus berhenti, tetapi tetap meneruskan
lari pelan- pelan selama 3- 5 menit untuk cooling down.
155
FORM PENGHITUNGAN MFT
Nama :
Usia :
Waktu Pelaksanaan Tes :
Level
ke : ...
Balikan
ke : β¦.
1 1 2 3 4 5 6 7
2 1 2 3 4 5 6 7 8
3 1 2 3 4 5 6 7 8
4 1 2 3 4 5 6 7 8 9
5 1 2 3 4 5 6 7 8 9
6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
16 1' 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
17 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
18 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
19 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
21 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kemampua maksimal : β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..
Tinkatan : β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..
Balikan : β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..
Vo2 Max : β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..
156
TABLE PENILAIAN VO2 MAX
TK BLK V02m
ax TK BLK
V02m
ax TK BLK V02max
2 1 20.1 3 1 23.0 4 1 26.2
2 2 20.4 3 . 2 23.6 . 4 2 26.8
2 3 20.7 3 3 23.9 4 3 27.2
2 4 21.1 3 4 24.3 4 4 27.6
2 5 21.4 3 5 24.6 4 5 27.9
2 6 21.8 3 6 25.0 4 6 28.3
2 7 22.1 3 7 25.3 4 7 28.9 2 8 22.5 3 8 25.7 4 8 29.5
4 9 29.7
TK BLK V02m
ax TK BLK
V02m
ax TK BLK V02max
5 1 29.9 6 1 33.2 7 1 33.7
5 2 30.2 6 2 33.6 7 2 37.1
5 3 30.6 6 3 33.9 7 3 37.4
5 4 31.0 6 4 34.3 7 4 37.8
5 5 31.4 6 5 34.6 7 5 38.1
5 6 31.8 6 6 35.0 7 6 38.5
5 7 32.1 6 7 35.3 7 7 38.8
5 8 32.5 6 8 35.7 7 8 39.2
5 9 32.9 6 9 36.0 7 9 39.5
6 10 36.4 7 10 39.9
TK BLK V02m
ax TK BLK
V02m
ax TK BLK V02max
8 1 40.2 9 1 43.6 10 1 47.1 8 2 40.5 9 2 43.9 10 2 47.4 8 3 40.8 9 3 .44.2 10 3 47.9 8 4 41.1 9 4 44.5 10 4 48.4 8 5 41.4 9 5 44.8 10 5 48.5 8 6 41.8 9 6 45.2 10 6 48.7
8 7 42.1 9 7 45.5 10 7 49.0 8 8 42.4 9 8 45.9 10 8 49.3 8 9 42.7 9 9 46.2 10 9 49.6 8 10 43.0 9 10 46.5 10 10 49.9 8 11 43.3 9 11 46.8 10 11 50.2
157
TK BLK VO'ma
x TK BLK
V02m
ax TK BLK
VO'ma
x
11 1 50.4 12 1 54.1 13 1 57.5
11 2 50.3
12 2 54.3
13 2 57.6
11 50.8
12 3 54.5
13 3 57.9
11 4 3
12 4 54.8
13 4 58.2
11 5 51.6
12 5 55.1
13 5 58.4
11 6 51.9
12 6 55.4
13 6 58.7
11 7 52.2
12 7 . 55.7
13 7 59.0
11 8 52.5
12 8 56.0
13 8 59.3
11 9 52.9
12 9 56.2
13 9 59.5
11 10 53.3
12 10 56.5
13 10 59.8
11 11 53.7
12 11 57.1
13 11 60.2
11 12 53.9
12 12 57.3
13 12 60.6
13 13 60.8
158
TK BLK V02ma
x TK BLK
VO'm
ax TK BLK
VOJma
x
14 1 61.0 15 1 64.4 16 1 67.8
14 2 61.1
15 2 64.6
16 2 68.0
14 3 61.3
15 3 64.8 16 3 68.2
14 4 61.6
15 4 65.1
16 4 68.5
14 5 61.9
15 5 65.4
16 5 68.8
14 6 62.2
15 6 65.6
16 6 69.0
14 7 62.4
15 7 65.9
16 7 69.2
14 8 62.7
15 8 66.2
16 8 69.5
14 9 63
15 9 66.4
16 9 69.8
14 10 63.3
15 10 66.7
16 10 70.0
14 11 63.6
15 11 67.0
16 11 70.2
14 12 64.0
15 12 67.4
16 12 70.5
14 13 64.2
15 13 67.6 16 13 70.7
16 14 70.9
159
TABEL VO2 MAX PRIA
KALISIFIKASI KESEGARAN FUNGSI KARDIORESPIRATORY
VO2 MAX (ml/kg/min)
No. Klasifik
asi Kelompok Umur
20-29 30-39 40-49 50 -59 60-69
1. Tlnggl 53 ke
atas
49 ke
atas
45 ke
atas
43 ke
atas
41 ke
atas
2. Bagus 43-52 39-48 36-44 34-42 31-40
3. Cukup 34-42 31-38 27-35 25-33 23-30
4. Sedang 25-33 23-30 20-26 18-24 16-22
5. Rendah S.d. - 24 s.d. - 23 S.d. - 19 s.d. - 17 s.d. - 15
TABEL VO2 MAX WANITA
KALISIFIKASI KESEGARAN FUNGSI KARDIORESPIRATORY
VO2 MAX (ml/kg/min)
No
.
Klasifi
kasi Kelompok Umur
20 -29 30 -39 40 -49 50 -59 60 -69
1. Tinggi 49 ke
atas
45 ke
atas 42 ke atas
38 ke
atas
35 ke
atas
2. Bagus 38-48 34-44 31-41 28-37 24-34
3. Cukup 31-37 28-33 24-30 21-27 18-23
4. Sedang 24-30 20-27 17-23 15-20 13-17
5. Rendah s.d. - 23 s.d. β 19 s.d. - 16 s.d. --14 s.d. - 12
160
BLEEP TEST
MODIFIKASIZAINAL
Stas (menit) m'detik Km jam 02 Up Take (VO, max)
1 0,333 2,0 13
2 0,666 2,4 17
3 0,999 3,6 21
4 1,333 4,8 25
5 1,666 6,0 29
6 2,000 7,2 33
7 2,333 8,4 37
8 2,666 9,6 41
9 2,999 10,8 45
10 3,333 12,0 49
11 3,666 13,2 53
12 3,999 14,4 57
13 4,333 15,6 61
14 4,666 16,8 65
15 4,999 18,0 69
Sumber : Australian Institute Of Sport (AIS), South Australian
Sports Institute (SASI), Queensland Academy Of Sport (QAS)
7. LARI 20 METER.
a. Tujuan untuk mengukur kecepatan lari menemouh jarak
20 meter.
b. Alat peralatan
1) Lapangan datar jarak minimal 30 m, dibatasi garis
start dan garis finish jarak 20 m.
2) Stopwatch, bolpoint dan formulir
3) Bendera start
4) Lintasan lari lebar 1,22 cm, buat beberapa lintasan
c. Tester
1) 1 orang stater
161
2) pengambil waktu sesuai kebutuhan
3) 1 orang pencatat waktu
d. Pelaksanaan
Dengan aba-aba "siap" testi siap lari denan start berdiri,
setelah aba-aba "yaak" testi lari secepat-cepatnya
menempuh jarak 20 meter sampai melewati garis finish.
Bersarnaan dengan aba-aba "yak" bendera start
diangkat. Kecepatan lari dihitung dari saat bendera
diangkat sampai pelari melewati garis finish. Kecepatan
lari dicatat sampai dengan 0,1 detik, bila
memungkinkan dicatat sampai dengan 0,01 detik
Lakukan tes lari tersebut dua kali, setelah berselang satu
kali pelari berikutnya/kelompok lari berikutnya.
Kecepatan lari yang terbaik yang dihitung. Testi
dinyatakan gagal apabila pelari melewati atau menyeberang
ke lintasan lainnya.
Table 23 Norma Tes Lari 20 Meter
Kalsifikasi Putra Putri
Score Score
Baik Sekali 3.0 sd 2.8 3.2 sd 3.4
Baik 3.3 sd 3.1 3.5 sd 3.7
Sedang 3.6 sd 3.4 3.8 sd 4.0
Kurang 3.9 sd 3.7 4.1 sd 4.3
Kurang sekali 3.3 sd 4.0 1.4 sd 4.7
162
8. LARI 300 METER
a. Tujuan untuk mengukur kemampuan kapasitas
anaerobik seorang atlet dalam lari menempuh jarak 300
meter.
b. Alat peralatan
1) stadion dengan lintasan lari atau lapangan datar
panjang minimal 125 meter.
2) stopwatch
3) bolpoint dan formulir
c. Tester
1) seorang tester
2) pengambil waktu sesuai dengan kebutuhan
3) seorang pencatat waktu
d. Pelaksanaan
Dengan abo-aba "bersedia" testi siap berdiri di belakang
garis start. Dengan aba-aba "siap" testi dengan start berdiri siap
lari. Dengan aba-aba "yaak" bersamaan dengan bendera start
terangkat testi lari secepat-cepatnya menempuh jarak 300
meter. Kecepatan lari dicatat sampai dengan 0,1 detik, bila
memungkinkan dicatat sampai dengan 0,01 detik.
163
Tabel 24 Tes Daya tahan Vo2 Max An aerobic
Lari 300 meter
Putra Putri
Baik Sekali <-------- 36.00 <-------- 40.00
Baik 37.00 - 39.00 41.00 - 43.00
Sedang 40.00 - 42.00 44.00 - 46.00
Kurang 43.00 - 45.00 47.00 - 49.00
Kurang Sekali 44.00 - -------> 48.00 - -------->
9. SIT-UP (BERBARING-DUDUK)
a. Tujuan - tes ini mengukur daya tahan kekuatan otot-otot
perut.
b. Alat peralatan.
1) lantai datar atau matras
2) bolpoint dan f ormulir
3) stopwatch
4) alat penghitung (tally counter)
c. Tester
1) 1 orang pemegang stopwatch dan pengambil waktu
2) pengawas merangkap penghitung dan pencatat
hasil, jumlah pengawas sesuai kebutuhan
d. Pelaksanaan
Testi berbaring telentang, kedua tangan pada bahu,
kedua siku lurus ke depan.
Kedua lutut ditekuk, kedua tapak kaki tetap di lantai. Bersama
dengan aba-aba "siap" testi siap melaksanakan, bersamaan
dengan aba-aba "yaak" stopwatch dijalankan, testi
164
mengangkat tubuh, kedua siku menyentuh lutut atau paha,
kemudian kembali berbaring/ke sikap semula. Lakukan tes
tersebut berulang kali dan sebanyak mungkin dalam waktu 1
(satit) menit. Jumlah berapa kali testi dapat melakukan tes
tersebut dicatat hasiinya.
Catatan :
Tes gagal, apabila pada waktu berusaha angkat tubuh,
salah satu siku tidak menyentuh paha atau lutut.
Bila BD dilakukan sebanyak mungkin selarna 30 detik, tes
tersebut bertujuan mengukur kekuatan otot-otot perut. Tetapi
bila tes BD dilakukan sebanyak mungkin selama 1 menit, tes
trsebut mengukur daya tahan kekuatan otot-otot perut.
Tabel 24 Norma Tes Sit-Up ( Baring Duduk)
Putra Putri
Baik Sekali 99 ------------> 99 ----------- >
Baik 89 - 98 89 98
Sedang 79 - 88 79 88
Kurang 69 - 78 69 78
Kurang
Sekali
<--------- 59 <--------- 59
10. BERGANTUNG ANGKAT TUBUH (PUL-UP)
a. Tujuan :
tes ini untuk mengukur daya tahan kekuatan otot-
otot lengan dan bahu. Untuk Puteri dengan tes BST.
(Bergantung Siku Tekuk)
b. AlatPeralat.
165
1) palang tunggal tinggi 2,5 - 3,0 meter, garis tengah
3-5 cm.
2) bolpoint dan formulir
3) taly counter/alat penghitung
4) bangku untuk dipindah-pindah
5) kapur/magnesium karbonat
c. Tester.
Satu orang pengawas/pembantu, sekaligus
penghitung dan pencatat.
d. Pelaksanaan
Testi berdiri di bawah paling tunggal, meloncat lalu
bergantung atau berdiri di atas kursi laiu bergantung
pegangan ke depan (forward grip). Tester
membantu memegang testi agar testi betul -betul
bergantung kedua lengan lurus dan badan tidak
bergerak lagi. Setelah itu testi segera
membengkokkan kedua iengan dan mengangkat
tubuh sampai dagu berada di atas palang tunggal,
kemudian kembali bergantung kedua lengan lurus.
Selanjutnya angkat lagi tubuh sampai dagu di atas
palang tunggal dan turun lagi bergantung lengan
lurus.
Jumlah berapa kali testi mengangkat tubuh sampai
dagu di atas palang tunggal, menunjukkan jumlah testi
dapat melakukan pull up. Pull up dinyatakan betul,
apabila pada waktu mengangkat tubuh tidak didahului
166
dengan mengayunkan kedua kaki ke depan atau ke
belakang.
Pelaksanaan pull up dilakukan sebanyak mungkin
atau sekuat mungkin selama 1 (satu) menit sampai testi
turun kembali atau melepaskan kedua tangan dari palang
tunggal.
Tabel 25 Norma Tes Pull up
Atlet Nasional. Putra
Baik Ssekali 24
Sedang 17 sd 23
Kurang 3 sd 9
Kurang Sekali 2
11. BERGANTUNG SIKU TEKUK (FLEXED ARM HANG)
Tes ini dapat untuk puteri atau
putera.
a. Tujuan :
untuk mengukur kekuatan statis dan daya tahan otot-
otot lengan dan bahu.
b. Alat peralatan.
1) Palang tunggal setinggi-2,50-3.0 m. Palang tunggal
bergaris tengah 3-5 cm.
2) Bangku kecil mudah dipindah
3) Kapur/magnesium karbonat
167
4) stopwatch, formulir dan bolpoint
c. Tester
1) 1 orang pengambil waktu
2) 1 orang pengawas merangkap pencatat hasil
d. Pelaksanaan
Testi menggosokkan tapak tangan pada kapur.
Kemudian testi naik bangku, kedua tangan memegang
paling tunggal dengan pegangan ke depan (tapak tangan
menghadap ke depan).
Kedua siku ditekuk sehingga dagu di atas paling tunggal.
Setelah aba-aba "yaak" bersamaan stopwatch dijalankan
dan bangku diambil oleh tester, testi berusaha menahan
sikap dagu di atas palang tunggal tersebut selama mungkin.
Stopwatch dihentikan atau tes dihentikan bila dagu
bertumpu pada palang tunggal atau di bawah palang
tunggal.
Hasil yang dicatat ialah waktu yang dicapai testi dari aba-
aba "yaak" sampai testi tidak mampu lagi melakukannya
(dagu menumpang di atas palang tunggal). Waktu dihitung
sampai dengan 0,1 atau 0,01 detik.
Tabel 26 Norma Atlet Nosional (Putri)
Baik Ssekali 60
Baik 40 sd 59
Sedang 21 sd 39
Kurang 2 sd 10
Kurang Sekali 1 menit
168
12. TELUNGKUP ANGKAT TUBUH ( PHUS UP)
a. Tujuan untuk mengukur daya tahan kekuatan otot-otot
lengan dan bahu.
b. Alat peralatan.
1) tempat datar
2) stopwatch
3) bolpoint dan formulir
c. Tester
1) pengawas merangkap penghitung sesuai kebutuhan
2) pencatat
d. Pelaksanaan
Testi sikap telungkup, kepala, punggung, kaki lurus. Kedua
tapak tangan bertumpu di lantai di samping dada, jari-jari
tangan ke depan. Kedua tapak kaki berdekatan, jari-jari tapak
kaki bertumpu di lantai. Dalam sikap telungkup hanya dada
menyentuh lantai, kepala, perut, tungkai bawah terangkat. Dari
sikap telungkup, angkat tubuh dengan meluruskan kedua
lengan, kemudian turunkan lagi tubuh dengan
membengkokkan kedua lengan sehingga dada menyentuh
lantai. Setiap kali mengangkat dan menurunkan tubuh, kepala,
punggung, dan tungkai bawah tetap lurus. Setiap kali tubuh
terangkat dihitung sekali. Pelaksanaan TAT dilakukan sebanyak
mungkin selama 1 (satu) menit. Hanya pelaksanaan yang betul
yang dihitung. Pelaksanaan betul, apabila pada saat tubuh
terangkat kedua lengan lurus, kepa punggung dan tungkai
(kaki) lurus.
169
Tabel 27 Norma Atlet Nasiunal Putra
Baik Ssekali 70
Baik 53 sd 69
Sedang 38 sd 52
Kurang 19 sd 35
Kurang Sekali 18
13. PHUS UP BERLUTUT (KNEE PUS-AP)
Pus-ap berutut khususnya untuk putri.
a. Tujuan untuk mengukur daya tahan kekuatan otot-otot
lengan dan bahu
b. Alat peralatan
1) tempat datar
2) stopwatch
3) bolpoint
c. Tester
1) pengawas merangkap penghitung sesuai kebutuhan
2) pencatat
d. Pelaksanaan
Testi sikap telungkup bertumpu pada kedua tapak
tangan dan kedua lutut, kepala punggung, paha lurus. Kedua
tapak tangan selebar babu di samping dada, kedua tungkai
bawah ke belakang, jari-jari kaki bertumpu di lantai. Dari sikap
awal tersebut, kemudian tubuh terangkat lagi dengan kedua
lengan dan bahu tegak lurus di hitung satu kali. Setiap kali
170
menurunkan dan mengangkat tubuh, kepala, punggung dan
lutut tetap lurus dan hanya kedua tapak tangan, kedua lutut
dan jari kaki yang bertumpu di lantai.
Setiap kali tubuh diturunkan sehingga dada menyentuh
lantai, kemudian tubuh terangkat sehingga kedua lengan
tegak lurus dihitung sekali. Lakukan tes pus-ap berlutut tersebut
sebanyak mungkin selama 1 (satu) menit. Hanya pelaksanaan
yang betul yang dihitung, yaitu jumlah berapa kali kedua
lengan dibengkokkan menurunkan tubuh dengan dada
menyentuh lantai dan diluruskan untuk mengangkat tubuh,
Pelaksanaan betul, apabila pada saat mengangkat tubuh,
kedua lengan lurus, kepala, punggung dan paha lurus dan
bertumpu pada kedua tapak tangan, kedua lutut dan jari-
jari kaki
Tabel 28 Norma Atlet Nasional.
Baik Ssekali 70
Baik 53 sd 69
Sedang 34 sd 51
Kurang 16 sd 33
Kurang Sekali 15
14. TOLAK BOLA MEDICINE (TBM) 3 KG
a. Tujuan untuk mengukur kekuatan otot-otot lengan
dan bahu.
b. Alat peralatan
1) bola medicine 3 kg
171
2) bolpoint dan formulir
3) lapangan datar dengan garis batas
c. Tester
1) Pengawas garis batas sekaligus pencatat hasil
2) Pengawas jatuhnya bola dan pengukur jarak
tolakan
Testi duduk dibelakang garis batas, memegang bola
medicine dengan kedua tangan di depan dada. Tanpa
awalan bola ditolakkan dengan kedua tangan dari dada
ke depan sejauh-jauh. Hitung jarak tolakkan dari garis
batas sampai dengan jatuhnya bola yang terdekat
dengan garis batas. Jarak tolakan dicatat sampai cm
penuh. Lakukan tolakkan dua kali berurutan. Jarak
tolakkan yang terjauh yang dihitung. Tolakkan dinyatakan
gagal bila bola tidak ditolak dengan kedua tangan
bersama dari dada.
Tabel 29 Norma tes Tolak Bola Medicine
Katagori Puta Putri
Baik Sekali > 600 > 410
Baik 525 β 599 370 β 409
Sedang 426 β 524 315 β 314
Kurang 351 β 350 271 β 214
Kurang Sekali < 350 < 270
172
15. DUDUK PADA TEMBOK = DPT (SITTING ON THE WALL)
a. Tujuan untuk mengukur daya tahan kekuatan otot-otot
paha
b. Alat peralatan
1) Tembok/papan tegak
2) Stopwoch, bolpoint, dan formulir
c. Tes
1) Seorang pencatat waktu
2) Pengambil waktu sekaligus pengawas sesuai
kebutuhan
d. Pelaksanaan
Pada aba-aba "bersedia" testi berdiri mendekat
tembok. Pada aba-aba "siap" testi menempatkan
kedua tapak kaki sejajar + 20 cm dan lurus ke depan.
Pantat merapat tembok, tungkai bawah tegak lurus,
paha mendatar sehingga tungkai bawah dan paha
bersudut 90' (derajat), kedua lengan lurus ke bawah.
Bersama dengan sikap betul tersebut, beri aba-aba
"yaak" dan stopwatch dijalankan. Testi
mempertahankan sikap betul tersebut selama mungkin.
Kemampuan menahan sikap duduk pada tembok atau
yang betul dihitung sampai dengan 0,1 ( per sepuluh
detik). Stopwatch dihentikan saat testi tidak dapat
menahan sikap yang benar. Sikap salah bila paha tidak
mendatar, kedua tangan menahan pada paha,
tungkai bawah dan paha tidak bersudut 90*.
173
Tabel 30 Norma Tes Duduk pada Tembok Atlet Nasional
Katagori Puta Putri
Baik Sekali > 5:21 > 5:01
Baik 4:21 β 5:20 4:01 β 5:00
Sedang 3:21 β 4:20 3:01 β 4:00
Kurang 2:01 β 3:20 2:01 β 3:00
Kurang Sekali < 2:00 < 2:00
16. LARI BOLAK BALIK 4 X 5 METER
a. Tujuan untuk mengukur kelincahan seseorang mengubah
posisi dan atau arah
b. Alat peralatan
1) Stopwatch sesuai kebutuhan
2) Lintasan lari datar panjang minimal 10 meter dengan
garis batas jarak 5 meter dengan setiap lintasan lebar
1,22 meter.
c. Tester
1) 1 orang starter dan pencatat waktu
2) Pengambil waktu sesuai jumlah testi dan lintasan yang
tersedia
d. Pelaksanaan
Pada aba-aba "bersedia" setiap testi berdiri di belakang
garis atau garis pertama di tengah lintasan. Pada aba-
aba "siaap" testi dengan start berdiri slap lari, dengan
aba-aba "yaak" testi segera lari menuju ke garis kedua
dan setelah kedua kaki
174
melewati garis kedua segera berbalik dan menuju ke garis
start. Lari dari garis start atau garis pertama menuju ke
garis kedua dan kembali ke garis start dihitung 1 kali.
Pelaksanaan lari dilakukan sampai ke empat kalinya
bolak-balik sehingga me-nempuh jarak 40 meter. Setelah
melewati garis finish stopwatch dihentikan. Kelincahan lari
dihitung sampai dengan 0,1 atau 0,01 detik.
Perhatian: Testi berbalik setelah kedua kaki melewati garis
kedua atapun garis start.
Tabel 31 Norma Tes Lari bolak-balik 4x5 meter
Atlet Nasional
Katagori Puta Putri
Baik Sekali < 12.10 < 12.42
Baik 12.11 β 13.53 12.43 β 14.09
Sedang 13.54 β 14.96 14.10 β 15.74
Kurang 14.94 β 16.39 15.75 β 17.39
Kurang Sekali < 16.40 < 17.40
175
BAB IV
RANGKAIAN TES KEMAMPUAN FISIK
CABANG OLAHRAGA
1. Rangkaian Tes Anggar
a. Lari 30 meter
b. Lompat jauh tanpa awalan
c. Duduk pada tembok
d. Lari 300 meter
e. Bergantung siku tekuk
f. Lari shuttle run
g. Duduk berlunjur dan meraih
h. Lari 15 menit Tes Balke/Bleep Tes
2. Rangkaian Tes Angkat Besi
a. Lari 30 meter .
b. Sit up
c. Loncat Tegak
d. Duduk padaTembok
e. Tolak Bola Medicine
f. Duduk berlunjur dan Meraih
g. Lari 15 menit Tes Balke/Bleep Tes
3. Rangkaian Tes Atletik Nomor Sprint
a. Lari 30 meter
b. Loncat Tegak
c. Loncat Dada
d. Lari 300 meter
e. Sit up
176
f. Duduk berlunjur dan meraih
g. Lari 1.600 meter/Bleep Tes
4. Rangkaian Tes Balap Sepeda Nomor Open Road Race,
Nomor Speed Track, Individul Time Trial, Down Hill
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Duduk pada Tembok
d. Lari 300 meter
e. Duduk berlunjur dan meraih
f. Lari 1.600 meter/Bleep Tes
5. Rangkaian Tes Bilyard
a. Lari 30 menit
b. Sit up
c. Duduk pada Tembok
d. Duduk berlunjur dan meraih
e. Lari 15 menit Tes Balke/Bleep Tes
6. Rangkaian Tes Bola Basket
a. Lari 30 meter
b. Loncat Tegak
c. Sit up
d. Tolak Bola Medicine
e. Lari 300 meter
f. Lari shuttle run
g. Duduk berlunjur dan meraih
h. Lari 15 menit Tes Balke/Bleep Tes
7 Rangkaian Tes Bola voli dan Voli Pantai
177
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Tolak Bola Medicine
d. Loncat Tegak
e. Loncat dada
f. Lari shuttle run
g. Duduk berlunjur dan meraih
h. Lari 15 menit Tes Balke/Bleep Tes
8. Rangkaian Tes Gulat
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Pull up
d. Duduk pada Tembok
e. Loncat Tegak
f. Lari shuttle run
g. Duduk berlunjur dan meraih
h. Lari 15 menit Tes Balke/Bleep Tes
9. Rangkaian Tes Hoki
a. Lari 30 meter
b. Jingkat tiga kali
c. Sit up
d. Tolak bola Medicine - ,
e. Lari 300 meter
f. Lari shuttle run
g. Duduk berlunjur dan meraih
h. Lari 15 menit Tes Balke/Bleep Tes
178
10. Rangkaian Tes Judo
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Pull up
d. Duduk pada Tembok
e. Loncat Dada
f. Lari shuttle run
g. Duduk berlunjur dan meraih
h. Lari 15 menit Tes Balke/Bleep Tes
11. Rangkaian Tes Karate
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Pull up
d. Duduk pada Tembok
e. Loncat Dada
f. Lari shuttle run
g. Duduk berlunjur dan meraih
h. Lari 15 menit Tes Balke/Bleep Tes
12. Rangkaian Tes Layar
a.Lari 30 meter
b.Sit up
c. Pull up
d.Duduk pada Tembok
e. Duduk berlunjur dan meraih
f. Lari 15 Menit Tes Balke/Bleep Tes
179
13. Rangkaian Tes Menembak
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Bergantung Siku Tekuk
d. Duduk pada Tembok
e. Duduk berlunjur dan meraih
f. Lari 15 Menit Tes Balke/Bleep Tes
14. Rangkaian Tes Panahan
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Bergantung siku tekuk
d. Duduk pada Tembok
e. Duduk berlunjur dan meraih
f. Lari 15 Menit Tes Balke/Bleep Tes
15. Rangkaian Tes Pencak Silat
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Pull up
d. Duduk pada Tembok
e. Loncat Dada
f. Lari shuttle run
g. Duduk belunjur dan meraih
h. Lari 15 menit Tes Balke/Bleep Tes
16. Rangkaian Tes Renang
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Loncat Dada
180
d. Lari 300 meter
e. Lari shuttle run
f. Duduk berlunjur dan meraih
g. Lari 1.600 meter/Bleep Tes
17. Rangkaian Tes Loncat Indah
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Duduk pada Tembok
d. Loncat Tegak
e. Loncat Dada
f. Duduk berlunjur dan meraih
g. Lari 15 menit Tes Balke/Bleep Tes
18. Rangkaian Tes Polo Air
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Tolak Bola Medicine
d. Loncat Dada
e. Duduk berlunjur dan meraih
f. Lari 15 menit Tes Balke/Bleep Tes
19. Rangkaian Tes Senanm Atristik
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Pull up
d. Lompat jauh tanpa awalan
e. Push up
f. Lari bolak balik 4x5
181
g. Duduk belunjur meraih
h. Lari 15 menit Balke Tes/Bleep Tes
20. Rangkaian Tes Senanm Ritmik
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Push up berlutut
d. Lompat jauh tanpa awalan
e. Lari bolak balik 4x5
f. Duduk belunjur meraih
g. Lari 15 menit Balke Tes/Bleep Tes
21. Rangkaian Tes Sepak Bola
a. Lari 30 meter
b. Loncat tegak
c. Sit up
d. Lempar bola medicine
e. Lari 300 meter
f. Duduk belujur dan meraih
g. Lari 15 menit Balke Tes/Bleep Tes
22. Rangkaian Tes Sepak Takraw
a. Lari 30 meter
b. Loncat tegak
c. Lari 300 meter
182
d. Sit up
e. Lari shuttle run
f. Duduk berlunjur dan meraih
g. Lari 15 menit Balke Tes/Bleep Tes
23. Rangkaian Tes Taekwondo/Tarung Drajat
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Push up
d. Duduk pada tembok
e. Loncat dada
f. Lari bolak balik 4x5 meter
g. Duduk berlunjur dan meraih
h. Lari 15 menit Balke Tes/Bleep Tes
24. Rangkaian Tes Tenis
a. Lari 30 meter
b. Laoncat tegak
c. Sit up
d. Tolak bola medicine
e. Lari 300 meter
f. Lari bolak balik 4x5 meter
g. Lari 15 menit Balke Tes/Bleep Tes
25. Rangkaina Tes Tenis Meja
a. Lari 30 meter
b. Jingkat tiga kali
c. Sit up
d. Lari 300 meter
183
e. Tolak bola medicine
f. Lari bolak-balik 4x5 meter
g. Duduk berlunjur dan meraih
h. Lari 15 menit Balke Tes/Bleep Tes
26. Rangkaian Tes Tinju
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Push up
d. Duduk pada tembok
e. Loncat dada
f. Lari bolak-balik 4x5 meter
g. Duduk belunjur dan meraih
h. Lari 15 meter Balke Tes/Bleep Tes
27. Rangkaian Tes Wushu
a. Lari 30 meter
b. Sit up
c. Pull up
d. Loncat jauh tanpa awalan
e. Loncat dada
f. Lari bolak-balik 4x5 meter
g. Duduk belunjur dan meraih
h. Lari 15 menit Balke Tes/Bleep Tes
184
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Sofyan Hanif, (2006). Referensi Olahraga
Prestasi,Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga
Republik Indonesia. Jakarta.
B. Von Haller Gilmer, Applied Psychology, Adjustemnt in Living
and Work, (New York, McGraw-Hill, Inc. 1984).
Balyi Istvan and Marion Alain, 1998. Designing an annual training
and competition plan: a step by step approach. Plan,
www.propulses.com/english/download/demos.htm
Bompa, T.O, (1994). Theory and Methodology of training.
Dubugue. Kendal Hunt Ub. Company
Bompa TO, 1999. Periodization: theory and methodology of
training 4th ed. Champaign, IL: Human Kinetic
Dalton, Motivation and Control in Organization (Boston : Alyn
and Bacon, 1978).
David McClelland et.al., The Achievement Motive (New York:
Irvington Pubhlisher, Inc., 1976).
Mansur dkk, (2009), Materi Pelatihan Platih Fisik Level II,
Kementrian Pemuda dan Keolahragaan Republik
Indonesia. Jakarta.
Harsuki, (2003). Perkembangan Olahraga Terkini, PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
James Tangkudung. (2012). Kepelatihan Olahraga. βPembinaan
Prestasi Olahragaβ Edisi II. Cerdas Jaya. Jakarta.
Lynda Wallenfels, 2009 10 easy steps to designing a training
plan. The Active Network, Inc: active.com
185
McMorris T and Hale T, 2006. Coaching science: theory into
practice. England: John Wiley & Sons Ltd
Peak performance, 17-04-2009. Peak Performance:
www.pponline.co.uk/encyc/training-schedules.html
Periodization 1, 17-04-2009. Peak Performance:
www.pponline.co.uk/encyc/training-schedules.html
Periodization: advanced strategies for bringing your
performance to a peak at just the right time, 18-04-
2009. Peak Performance:
www.pponline.co.uk/encyc/training-schedules.html
Periodization: organise your training year, 17-04-2009. Peak
Performance: www.pponline.co.uk/encyc/training-
schedules.html
Periodization training techniques, 18-04-2009. Peak
Performance: www.pponline.co.uk/encyc/training-
schedules.html
Pyke FS, 1990. Better coaching: advanced coachs manual.
Canberra: Australian Sports Commission
Rushall BS and Pyke FS, 1992 Training for sports and fitness.
Canberra: The MacMillan Company
Sudibyo Setyobroto, Psikologi Olahraga (Jakarta : Percetakan
Solo, 2001).
Training schedules, 17-04-2009. Peak Performance:
www.pponline.co.uk/encyc/training-schedules.html
Udai Pareek, Perilaku Organisasi, cetakan II, (Jakarta: Karya
Unipress, 1991).
Widianinggara dkk. (2002). Tingkat Kesegaran jasmani Anda,
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
186
Zainudin Abidin. (2012).Protokol Tes Pemeriksaan Sport
Medicine, Koni Pusat. Jakarta.
top related