multidetector computed tomography dari cidera thorax
Post on 29-Nov-2015
65 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Multidetector Computed Tomography dari Cidera Thorax :
Indikasi, Teknik, dan Interpretasi
Abstrak
Latar Belakang : Trauma Thorax merupakan penyebab paling utama dari kematian dan
kecacatan, khususnya pada kelompok populasi usia muda
Metode : Diagnostik Imaging memainkan peran yang penting pada penatalaksanaan penyakit.
Multi Detector Computed Tomography (MDCT) adalah metode imaging terpenting di masa ini.
Metode Imaging ini memiliki salah satu keuntungan yaitu kecepatan yang tinggi dan tingginya
resolusi geometric di berbagai bidang.
Hasil : Metode ini memperbolehkan kita melihat bagian-bagian yang besar dari tubuh dengan
pergerakan alat-alat yang lebih minimal dan dapat menghasilkan reformasi 3 dimensi dan
multibidang yang akurat. Oleh karena beberapa keunggulannya, MDCT telah menjadi pilihan
utama dalam tiap kejadian trauma dengan kecepatan tinggi.
Kesimpulan : Artikel ini menyimpulkan posisi-posisi dari MDCT ini dalam algoritma penegakan
diagnostik dari trauma thorax, aspek-aspek teknisnya dari pemeriksaan, serta temuan-temuan
gambaran dari tiap trauma pada masing-masing kompartmen thorax.
Poin Pembelajaran :
Diagnostic Imaging memainkan peran penting pada penatalaksanaan penyakit.
MDCT merupakan metode imaging yang paling penting pada cidera jenis ini, sebagai penjelasan
lebih rinci dapat diperoleh di waktu berikutnya.
Multiplanar dan reformasi 3 dimensi secara signifikan membuat diagnosis lebih akurat.
Keywords : Multidetector Computed Tomography, Thorax, Luka dan Cidera, Trauma
Tumpul, Trauma Tajam
Pendahuluan
Pada Negara-negara industry cidera yang berbanding lurus mewakili sebuah problema sosio-
ekonomi. Injuri/cidera ini sering terjadi pada kelompok populasi usia muda dan sering
menyebabkan kematian tiba-tiba pada kelompok usia 25-44 tahun. Trauma Thorax terjadi sekitar
20% dari seluruh kasus kejadian trauma. Lebih dari 80% kasus trauma thorax berhubungan
dengan cidera pada bagian tubuh yang lain seperti kepala (69%), abdomen dan pelvis (43%), dan
ekstremitas (52%) [1,2]. Diagnostik Imaging memainkan peran utama dalam menentukan
prosedur terapi dan penetapan prognosis [3]. MDCT perlu dipertimbangkan untuk menjadi
metode imaging yang paling efektif di bidang ini dan oleh karena itu seharusnya MDCT dapat
menjadi bagian yang utuh dari departemen emergensi [4]. Artikel ini menyimpulkan posisi dari
MDCT di dalam algoritma penegakan diagnosis, teknik pemeriksaan dan temuan cidera-cidera
dari masing-masing bagian thorax.
Mekanisme Cidera, Klasifikasi
Trauma Thorax biasanya terjadi pada tabrakan/kecelakaan mobil, jatuh dari ketinggian, cidera
olahraga, dan korban kekerasan. Bagian-bagian thorax yang paling sering mengalami kerusakan
adalah dinding thorax (70%), pleura (50%), dan paru-paru (30-70%). Selain itu termasuk jarang
tetapi paling sering memburuk adalah pada cidera jalan napas/airway (2,8-5,4%), diafragma
(0,4-1,5%), pembuluh darah besar ( 1,1-2,2 % ) serta jantung (10%) [3,5].
Sesuai dengan penyebabnya, cidera dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu cidera tumpul
(90%) dan cidera tajam (10%). Cidera tumpul disebabkan oleh 3 mekanisme dasar yang mana
biasanya dapat terjadi secara bersamaan dari kombinasi ketiga mekanisme tersebut.
Mekanismenya antara lain, tubrukan langsung (Direct Impact), kompresi (Compression), dan
deselerasi (Deceleration) [4]. Tubrukan langsung pada thorax menyebabkan sebuah cidera
terlokalisasi pada dinding thorax tepat pada titik traumanya. Ketika terpapar oleh tekanan yang
besar, energinya dapat merusak struktur-struktur lebih dalam dari lintasan cidera, seperti paru-
paru, jantung, pembuluh darah, mediastinum, hati, dan limpa. Cidera kompresi dapat
menyebabkan kontusio atau ruptur. Jaringan parenkim paru, pleura, diafragma, dan cabang
trakeobronkial sering mengalami kerusakan pada cidera kompresi. Sedangkan cidera deselerasi
menyebabkan pergeseran dari organ-organ serta tekanan robekan pada daerah dimana organ-
organ tersebut terfiksasi. Cidera jenis ini secara umum terjadi pada cabang trakeobronkial, aorta,
jantung, dan diafragma (gambar 1). Penyebab dari cidera tajam biasanya sering dikarenakan luka
tusukan dan tembakan dari para korban kekerasan atau perang. Mengacu pada angka kejadian
yang lebih tinggi dari cidera jantung dan pembuluh darah, maka sebuah cidera tajam
menyebabkan kematian lebih tinggi apabila dibandingkan dengan trauma tumpul [6].
Gambar 1 Kombinasi dari dua mekanisme cidera, seorang pejalan kaki tertabrak mobil. Patah tulang iga, hemotoraks, dan pneumotoraks di sisi kiri gambar adalah hasil dari tubrukan langsung
(Direct Impact) (panah putih). Aortic pseudoaneurysm merupakan akibat dari deselerasi (panah hitam).
Metode-Metode Imaging
Gejala-gejala klinis dari cidera thorax sangat beragam dan sering tidak berkorelasi dengan
tingkat keparahan cidera. Ini menjadikan alasan bahwa diagnostic imaging telah menjadi
prosedur utama yang ditampilkan setelah masuk ke dalam sebuah fasilitas medik. Metode yang
paling sederhana dan paling cepat dilakukan dengan mudah termasuk metode radiografi thorax
dan ultrasound. Kedua metode ini bisa , terlebih pada pasien yang tidak stabil, menyediakan
informasi penting mengenai tampilan dari cidera serius yang memerlukan tindakan emergensi,
seperti kejadian tension pneumotoraks, hemotoraks luas, hemoperikardium, hemiperitoneum, dan
cidera organ-organ abdomen dibawah diafragma. Hanya saja metode-metode ini kurang sensitif
untuk beberapa jenis trauma, dan oleh karenanya, terutama pada cidera karena energi tinggi
metode-metode ini tidak dapat dipertimbangkan sebagai sebuah kepastian. Radiografi thorax
dilakukan pada cidera berat dengan posisi supine, yang mana akan mengurangi kontribusinya.
Deteksi kontusio dan laserasi dari jaringan parenkim hati serta sebuah hemotoraks dan
pneumotoraks yang lebih kecil, juga merupakan persoalan. Radiografi thorax juga tidak
memungkinkan untuk mendeteksi cidera pada jantung atau pembuluh darah [7,11]. Sebagai
tambahan, dari rendahnya sensitifitas dari metode ini pada beberapa cidera, selain itu rendahnya
spesifitasnya juga menjadi masalah. Sebuah gejala pelebaran pada mediastinum, yang mana bisa
menjadi sebuah tanda dari sebuah cidera pada pembuluh darah besar dan jantung, bisa menjadi
sebuah contoh. Walau bagaimanapun, hal ini hanya terdapat pada sekitar 20% dari kasus
keseluruhan. Temuan sisanya diakibatkan oleh perdarahan tanpa trauma dari pembuluh darah
besar atau juga sebab non-traumatik seperti lipomatosis mediastinal, kelainan konginetal,
perbesaran limfa nodul atau bahkan tumor [5,12]. Dibandingkan dengan ini semua, MDCT
memungkinkan pemeriksaan yang cukup akurat pada seluruh bagian thorax serta dapat
mengemukakan perubahan-perubahan yang tidak terdeteksi oleh metode-metode lainnya
( Gambar 2). Temuan-temuan lainnya juga biasa ditemukan oleh MDCT (mencapai 83% dari
kasus), tetapi nyatanya hanya beberapa dari kasus-kasus itu yang bisa mengubah proses terapi (7-
14%) [10,13-15].
Gambar 2 a,b Pasien dengan laserasi aorta. a. Topogram (analogi dari radiografi thorax) menunjukkan kenormalan pada lebarnya mediastinum. b. MDCT menunjukkan ruptur dari
isthmus aorta dengan hematom kecil periaorta (panah)
MDCT
Pelaksanaan dari MDCT telah meningkatkan secara signifikan ketepatan diagnosis dari cidera,
tidak hanya di area thorax, dan sekarang dipertimbangkan sebagai metode dasar dalam radiologi
cidera. Hal ini memungkinkan untuk memeriksa secara komprehensif seluruh struktur dari thorax
dengan sensitifitas dan spesifitas mendekati 100%. Resolusi spasial dan temporal yang baik
sekali adalah keuntungan utama. Oleh karena bidang data yang isotrop, MDCT memungkinkan
pertunjukan reformasi 2 dimensi dan 3 dimensi di berbagai bidang dan sudut pandang tanpa
kehilangan resolusi geometric dan untuk menilai struktur anatomi yang terletak secara terbalik
dari bidang axial. Sebuah pemeriksaan-berkecepatan tinggi dibutuhkan untuk melihat seluruh
area pemeriksaan dalam tahap perputaran post-kontras yang benar serta untuk meminimalisasi
gambaran artefak (Gambar 3) [4,16,17].
Gambar 3 a,b Efek dari penambahan kecepatan terlihat pada kualitas gambaran 3 dimensi a.6-row
MDCT, tambahan waktu 20 detik ; terlihat secara signifikan gambaran artefak pada jantung dan
aorta b. 64-row MDCT, waktu tambahan 7 detik ; jantung dan aorta berih dari artefak
Algoritma Diagnosis
Pilihan prosedur diagnostik bergantung pada kondisi pasien dan mekanisme cidera. Pada cidera
berenergi rendah (terjatuh dari ketinggian mencapai 3m dan kecelakaan lalu lintas dengan
kecepatan mencapai 50 km/h), metode standar termasuk X-Ray dan pemeriksaan ultrasound.
Pemeriksaan MDCT thorax sebaiknya dilakukan hanya pada kasus dengan temuan-temuan
kurang jelas atau jika penilaian lebih rinci diperlukan. Pada pasien dengan cidera berenergi tinggi
(jatuh dari ketinggian diatas 3 m dan kecelakaan lalu lintas pada kecepatan melebihi 50km/h)
serta trauma yang tidak diketahui mekanismenya, MDCT pada thorax perlu dilakukan sebagai
skrining. Pemeriksaan ini biasanya merupakan bagian dari keseluruhan CT badan. Pada pasien
yang stabil tanpa kelihatan perlu tindakan emergensi, pemeriksaan MDCT dapat dilakukan
secara langsung setelah masuknya pasien pada fasilitas perawatan kesehatan dan pemeriksaan
klinis utama. Pada kasus sirkulasi tidak stabil atau di saat farmakologikal sirkulasi dibutuhkan,
maka X-ray thorax posisi supine biasanya dilakukan hampir sama seperti pemeriksaan
ultrasound untuk mengeksklusikan temuan-temuan yang membutuhkan tindakan emergensi.
Pemeriksaan MDCT seharusnya dilakukan hanya setelah metode-metode penting ini selesai
dilakukan [18]. Pada masa dimana MDCT merupakan bagian dari departemen emergensi dan
pemeriksaan segera yang dapat dilakukan dengan resusitasi, maka langkah tadi bisa dihapuskan,
serta MDCT dapat digunakan di situasi ini sebagai metode imaging yang utama (Gambar 4).
Penggunaan secara rutin MDCT pada kasus-kasus cidera berenergi tinggi dihubungkan dengan
biaya yang lebih tinggi pula, beban radiasi dan beberapa temuan kecil lainnya. Meskipun begitu,
prosedur ini tidak bisa diacuhkan begitu saja karena ada resiko apabila ada penghilangan pada
jenis penyakit yang sukar terdeteksi, meski dapat diobati seperti cidera aorta [10].
Gambar 4 Algoritma Diagnostik yang digunakan pada Departemen Emergensi pada
RS.Universitas Charles di Pilson, Republik Ceko
Teknik Pemeriksaan
Protokol pemeriksaan beragam bagi berbagai peralatan sesuai dengan parameter teknisnya.
Secara umum, untuk meminimalisasi gambaran artefak, maka kecepatan tinggi pemeriksaan
harus digunakan pada kasus cidera, serta karenakebutuhan untuk melakukan reformasi di bagian
bidang yang lain maka resolusi tertinggi pada sumbu Z pun bisa digunakan. Thorax merupakan
area dengan penyerapan yang rendah terhadap radiasi dan memiliki kontras yang lebih tinggi
diantara tiap-tiap strukturnya, bagaimanapun, dalam pemeriksaan difokuskan pada thorax,
sebuah parameter pencahayaan bisa digunakan dibandingkan dengan pemeriksaan seluruh tubuh
yang mana area abdomen termasuk harus diambil pemeriksaannya. Ini sangat cocok untuk
mengaplikasikan pengaturan sistem pemberian dosis dari voltase dan nilai yang cocok sesuai
dengan kebiasaan pasien serta luas penyerapan radiasi pada daerah yang akan diperiksa [19].
Perawatan yang memperhatikan dosis radiasi sangat penting pada pasien anak-anak, dimana kita
dapat mengurangi beban radiasi dari 5 ke 10 kali dibandingkan pada pasien dewasa dengan
menggunakan parameter pencahayaan yang sesuai. Pengurangan dosis dicapai tidak hanya
dengan pengaturan dosis otomatis, tetapi juga dengan pengurangan dari nilai penyinaran sesuai
dengan berat badan pasien. Besar nilai Kilovolt dapat dikurangi menjadi 80-100, dan besar mAs
dapat diturunkan menjadi 30-80 (Gambar 5) [10]. Jika dicurigai cidera jantung dan aorta thoracis
(arteri ascendens), kita dapat menggunakan sinkronisasi ECG untuk mengeliminasi gambaran
artefak [21]. Dan jika memungkinkan dengan penghargaan terhadap kondisi pasien, pemeriksaan
seharusnya selalu ditampilkan dengan elevasi bagian tungkai atas.
Gambar 5 a,b pemeriksaan dengan dosis rendah pada anak usia 6 tahun. Pentingnya pengurangan
dosis dicapai setelah pengaturan kualitas penegakan diagnostik yang dapat diterima (80kV,
40efektif mAs, dosis panjang 37 mGy8cm). a Potongan axial, algoritma rekonstruksi yang halus b
Reformasi Koronal, algoritma rekonstruksi pelebaran sudut.
Aplikasi dari media kontras penting untuk pemeriksaan dari struktur pembuluh darah serta
jaringan parenkim tiap organ serta untuk mendeteksi adanya perdarahan aktif. Walau
bagaimanapun dianjurkan untuk menyiapkan sebuah penundaan pemindaian lebih lama (30-40
detik) apabila dibandingkan dengan pemeriksaan thorax standar (Gambar 6) [22,23].
Pemeriksaan pada trauma thorax biasanya dilakukan tanpa penggunaan kontras oral. Sejumlah
besar dari bahan kontras bisa dipakai pada kasus suspect Ruptur Esofagus, biasanya sebagai
tambahan untuk menyetarakan pemeriksaan temuan-temuan yang tidak jelas. Pada kasus ini,
media kontras-iodin-water soluble harus digunakan, yang mana tidak akan menyebabkan
komplikasi serta tidak mempengaruhi pengobatan pembedahan berikutnya. Pemeriksaan tanpa
menggunakan kontras dalam diagnosis primer tidaklah terlalu penting, tetapi dapat dimanfaatkan
untuk follow up yang difokuskan pada paru-paru, cabang bronkus, bahkan tulang.
Gambar 6 a,b Perdarahan aktif dalam hematoma ekstrapleural, pentingnya pemanjangan lama
penundaan pemindaian setelah injeksi kontras. a pemindaian ditunda 20 detik : tidak ada bukti
dari ekstravasasi bahan kontras b pemindaian ditunda 40 detik : ekstravasasi bahan kontras dari
arteri interkostalis (panah)
Potongan demi potongan disusun dalam tiga bidang utama (axial, coronal, dan sagital) atau
susunan tambahan pada bidang lainnya serta gambaran 3D seharusnya dapat digunakan untuk
evaluasi. Saat melihat jaringan-jaringan lunak, diperlukan susunan potongan dengan lebar 3-5
mm menggunakan sebuah resolusi inti yang halus yang biasa digunakan. Sebuah jenis potongan
denga lebar 0,6-1,5 mm dengan bersamaan sekitar 1/3 atau ¼ bagian bisa digunakan untuk
reformasi 2D dan 3D lainnya. Penggunaan perangkat lunak yang canggih dan perangkat keras
berkekuatan reformasi 3D bukanlan merupakan penghabisan waktu. Kegunaan utamanya adalah
menunjukkan lesi cidera dari tulang, pembuluh darah, atau percabangan bronkus. Faktanya,
metode-metode ini tidak dapat mendiagnosis sendirian, bisa menyederhanakan hubungan
anatomi dengan komunikasi pada ahli klinis.
Protokol pencitraan untuk cidera thorax di simpulkan pada tabel 1 dan 2. Tabel 1 menunjukkan
protocol dari berbagai perlengkapan yang mungkin terdapat pada pemeriksaan MDCT. Tabel 2
menyederhanakan modifikasi dari protocol standar bergantung pada tampilan klinis serta tujuan
dari pemeriksaan itu sendiri.
Cidera Dinding Dada
Cidera dinding dada merupakan hal biasa yang terjadi. Fraktur merefleksikan intensitas serta
arah daripada tekanan saat cidera. Meskipun demikian, luasnya kerusakan pada dinding dada
tidak berkorelasi dengan cidera pada organ-organ intratorakal. Bukti ini terdapat pada anak-anak
atau dewasa muda dengan struktur tulang yang fleksibel sehingga cidera berat visceral bisa saja
terjadi walau tidak ditemukan fraktur disana.
Tulang Iga
Fraktur tulang iga merupakan cidera dinding dada yang paling sering terjadi. Terjadi hampir
pada 50% pasien dan pada kenyataannya tidak selalu sesuai secara klinisnya. Walau
bagaimanapun, kerusakannya pada perbatasan antara organ intratorakal dan intraabdominal bisa
sangat parah. Pada kasus fraktur multiple yang meliputi sedikitnya 3 tulang iga yang berurutan,
ketidakstabilan dinding dad bisa terjadi yang berhubungan dengan gagalnya mekanisme ventilasi
dan peningkatan resiko atelektasis (flail chest). Ketiga tulang iga pertama dilindungi oleh tulang
klavikula, punggung serta otot-otot. Oleh karenanya, fraktur-fraktur yang terjadi adalah fraktur
jenis energy tinggi. Fraktur-fraktur tersebut bisa dihubungkan dengan cidera pembuluh darah
yang berdekatan atau pun pleksus brakialis. Sedangkan pada fraktur tulang iga tiga terbawah,
sangatlah penting untuk memperhatikan adanya cidera heparnya, limpa, serta cidera ginjal.
MDCT dapat menunjukkan jumlah fraktur yang terjadi, lokasinya, serta derajat dislokasi lebih
akurat dibandingkan X-Ray. Berkebalikan dengan X-ray, MDCT juga dapat mendeteksifraktur
pada kartilago kosta (Gambar 7) [3,8].
Gambar 7 Fraktur Multipel Tulang Iga.
Proyeksi Koronal dengan Intensitas
Maximum.
Skapula
Fraktur skapula biasanya termasuk ke dalam cidera yang jarang terjadi. Biasanya disebabkan
oleh tubrukan langsung yang kuat atau pun akibat dari tubrukan axial. Hampir 40% dari kasus,
berhubungan dengan kontusio pulmo, pneumotoraks atau hematotoraks [24,25]. Paling sering
area pada daerah skapula serta leher yang terkena cidera (Gambar 8).
Gambar 8 Tampilan Synoptik dari thorax dengan
menggunakan sebuah gambaran ubahan volum.
Fraktur pecahan pada skapula kanan serta
fraktur multipel pada kanan
Sternum
Fraktur pada sternum terjadi dalam 8-10 % kasus pada cidera tumpul dada. Biasanya disebakna
oleh tubrukan langsung pada dinding dada bagian anterior (tersering biasanya tibrukan dengan
stir mobil). Serta bisa diikuti dengan hematom retrosternal. Kontusio jantung pun terjadi pada
sekitar 20-40 kasus. Cidera pada pembuluh darah mediastinum pun bisa terjadi. Hematom
retrosternal biasanya terpisah dari aorta oleh kepingan atau pun lemak. Gejala ini membuat
perbedaan dengan hematom dari aorta itu sendiri. Sebuah fraktur non-dislokasi tulang sterna bisa
terlewat pada pemindaian axial, oleh karenanya diperlukan reformasi sagital yang merupakan hal
paling penting untuk menegakkan diagnosis (Gambar 9) [3,16,26].
Gambar9
Klavikula
Fraktur klavikula biasanya terlihat dari pemeriksaan klinik. MDCT berguna, khususnya pada
penegakan diagnosis dari dislokasi sternoklavikular, yang paling banyak disebabkan oleh
mekanisme indirek. Dislokasi anterior paling sering terjadi dan jarang berat secara klinis.
Dislokasi posterior bisa dihubungkan dengan cidera vascular [27].
Tulang Belakang
Fraktur tulang belakang mewakili 16-30 % dari keseluruhan cidera spinal. Sering susah dideteksi
menggunakan pemeriksaan X-ray karena super posisi daripada struktur-struktur lainnya pada
dada. Mekanisme cidera yang paling sering termasuk tekanan fleksi dan axial. Mekanisme rotasi
terbatas pada rongga iga. Dislokasi serta fraktur tidak stabil, terjadi hampir 50% kasus
berhubungan dengan defisit neurologis pada cidera di area ini. Fraktur dikategorikan dalam dua
kelompok : minor dan mayor. Fraktur minor (processus spinosus, tranversa, dan artikularis, dan
rongga intraartikularis) sendiri jarang dihubungkan dengan ketidakstabilan spinalis atau defeist
neurologis. Menurut klasifikasi AO, fraktur mayor dibagi menjadi (A) fraktur kompresi, (B)
fraktur distraksi, dan (C) cidera multi-arah dengan patahan dan atau translasi. penilaian terhadap
kestabilan fraktur sangatlah krusial dalam menentukan pendekatan terapeutiknya. Fraktur tidak
stabil-lah yang dapat meningkatkan deformitas atau bahkan meningkatkan defisit neurologis, dan
kebutuhan akan stabilisasi tindakan bedah. Menurut teori tiga kolumna Denis, fraktur yang
melibatkan middle-columna serta melibatkan dua atau lebih columna dikatakan sebagai fraktur
tidak stabil. Ct merupakan pilihan metode utama untuk fraktur spinal. Seperti pada fraktur tulang
sternal, reformasi sagital sangat berperan penting di bidang ini (Gambar 9) [3,28,29].
Hematom Ekstrapleural
Saat hematom ekstrapleural disebabkan oleh cidera arteri interkostalis, yang berpotensi sebagai
kondisi yang mengancam [30]. Hal initerjadi jarang dihubungkan sebagai hasil dari cidera
dinding dada atau sebuah komplikasi dari tindakan intervensi (drainase, insersio dari
pemasangan kateter vena sentral) [31,33]. Akumulasi darah berada diantara pleura parietalis
dengan fasia endotorakalis. Temuan X-ray jarang spesifik. Pada pemeriksaan MDCT kita dapat
menemukan kumpulan darah terpisahkan dari paru-paru dengan kavitas pleura oleh lapisan tipis
lemak(Gambar 10)[33]. Hematom yang lebih luas memilki bentukan bikonveks [32]. Perdarahan
aktif dari arteri interkostalis dapat dilihat dalan ekstravasasi bahan kontras (Gambar 6).
Gambar10
Cidera Pleura
Pneumotoraks
Pada pneumotoraks sering bersamaan antara cidera tajam dan tumpul pada dada. Pada kasus
cidera tumpul, merupakan kedua tersering terjadi setelah fraktur tulang iga. Pneumotoraks tidak
hanya disebabkan oleh cidera langsung pada pleura, tetapi juga oleh rupturnya alveoli maupun
bronkus bersamaan dengan meningkatnya tekanan pada jalan napas (airway). Bisa juga
merupakan komplikasi dari prosedur medikal. Pada CT pneumotoraks bermanifestasi sebagai
kumpulan gas dalam rongga pleura sampai ke bagian belakang dinding ventral thorax. Pada
pemeriksaan X-ray Thorax dengan posisi supine, pneumotoraks sering bermanifestasi dengan
sangat berbeda, dan dalam 30-55% kasus bahkan tidak dapat dilihat sama sekali (Gambar 11)
[34,35]. Kepentingan klinis dari pneumotoraks bergantung tidak hanya pada ukurannya pada saat
pemeriksaan awal, melainkan juga pada tiap perkembangannya dari waktu ke waktu serta secara
keseluruhan kondisi pasien. Pada pasien yang ventilasinya baik, sebuah pneumotoraks ringan
yang terlewat bisa berkembang secara cepat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik dan
ventilasi [35]. Tension pneumotoraks merupakan kondisi mengancam yang serius, membutuhkan
drainase secepatnya. Hal ini merupakan hasil dari peningkatan tekanan intratorakal pada sisi
yang terkena dengan selanjutnya tekanan pada struktur mediastinum serta pengurangan pengisian
diastolik jantung [36]. Tension pneumotorkas sering dapat terdiagnosa sebelum menggunakan
MDCT. Gejala dasarnya antara lain peningkatan volum pada hemitoraks yang terkena,
pergeseran mediastinum ke arah yang sehat, dan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah
mediastinum (kebanyakan pada vena), serta depresi pada arkus difragmatika (Gambar 12) [16].
Hemotoraks
Perdarah pada rongga pleura biasanya paling sering disebabkan oleh laserasi pada jaringan
parenkim paru serta cidera lapisan pleura sendiri. Pada kasus ini, perdarahan biasanya perlahan-
lahan meningkat serta terbatas. Pada kasus perdarahan arteri (biasanya interkostalis), perdarahan
cepat meningkat dan memerlukan terapi pembedahan. Perdarahan yang tidak cukup luas tidak
harus terdeteksi pada pemeriksaan X-ray posisi supine. MDCT adalah metode yang belum
tertandingi untuk mendiagnosis cairan pada pleura. Darah memiliki densitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan air. Nilainya bergantung pada derajat koagulasinya. Nilai densitas cairan
darah antara 30 dan 50 HU, serta densitas keping darah antara 50-90 HU. Hematoma terkadang
bisa memiliki struktur lapisan (disebut sebagai hematocrit sign) (Gambar 13). Pada kasus
perdarahan aktif karena cidera arteri, kita dapat menunjukkan kebocoran bahan kontras ke dalam
hematoma [3,16].
top related