menyimak perkembangan kurikulum
Post on 21-Jul-2016
51 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Menyimak Perkembangan Kurikulumdi IndonesiaBanyak ungkapan pertanyaan : “ Mengapa kurikulum di negara kita sering berubah?”, dan seringjuga ada pernyataan jawaban : ” Biasa ganti Menteri, ya ganti kurikulumnya”. Benarkahdemikian ? Mari kita melihat secara global tentang perjalanan sejarah kurikulum kita.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaranserta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untukmencapai tujuan pendidikan tertentu.Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalamiperubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan 2004, serta yangterbaru adalah kurikulum 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosialbudaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulumsebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengantuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancangberdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekananpokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
Artikel berikut memberikan diskripsi singkat kepada kita tentang kurikulum apa saja yangpernah dikembangkan dalam program pendidikan di negeri tercinta Indonesia. Salah satu konsepterpenting untuk maju adalah "melakukan perubahan", tentu yang kita harapkan adalahperubahan untuk menuju ke perbaikan dan sebuah perubahan selalu di sertai dengankonsekuensi-konsekuensi yang sudah selayaknya di pertimbangkan agar tumbuh kebijakan yangbijaksana.
Berikut perjalanan sejarah pengembangan kukulum di negara kita,
I. PendahuluanPerjalanan sejarah bangsa telah mencatat bahwa perubahan pergantian kurikulum pendidikanyang semestinya mengantarkan bangsa dan rakyat Indonesia untuk eksis dalam percaturan globalternyata justru terbalik dengan kenyataan yang ada. Negeri ini malah kian terpuruk dan tertinggaldengan bangsa-bangsa lain.Oleh karena itu, dengan membuka lembaran sejarah kurikulum di Indonesia, diharapkanpemerintah dan segenap komponen bangsa yang terkait langsung menangani pendidikan diIndonesia untuk mencari formulasi yang ideal dalam mengembangkan kurikulum yangbernuansa global, kuat dalam visi dan tidak menghilangkan nuansa kepribadian bangsaIndonesia.Menilik benang merah sejarah Indonesia merdeka, haruslah diakui bahwa politik “etis” kolonialBelanda sekitar tahun 1900-an yang bersifat setengah hati, karena tuntutan abad pencerahan diEropa, telah memberikan semangat nasionalisme dan intelektualisme. Dimana pendidikandiyakini sebagai jembatan emas menuju pencerahan dan kemerdekaan bangsa. Tokoh-tokohseperti Wahidin Sudirohusodo, Soewardi Suryaningrat atau yang dikenal sebagai Ki HajarDewantoro, Soekarno dan Muhammad Hatta adalah contohnya.
Jika kemudian, setelah 60 tahun lebih Indonesia merdeka, tunas-tunas bangsa tidak semuanyadapat mengenyam pendidikan yang layak bagi kemanusiaan, inilah persoalan bangsa yangseharusnya menjadi perhatian serius pemerintah dan semua pihak.Sementara itu, bagaimana peran kurikulum dalam proses pendidikan ? Hal ini tentu sajamerupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan, sebab kurikulum adalah jantungnyapendidikan. Oleh sebab itu, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana telahdiamanatkan UUD 1945, adalah menjadi tugas utama pendidikan yang digariskan dalamkurikulumnya.Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwakurikulum adalah seperangkat rencana dari pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran sertacara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Pasal 1).Demikian pula bahwa untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional kurikulum disusun, denganmemperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan,kebutuhan pembangunan nasional. Perkembangan IPTEK, serta kesenian sesuai dengan jenis danjenjang masing-masing satuan pendidikan (Pasal 37).Mencermati pasal 1 dan 37 Undang-undang tersebut dalam perkembangan masyarakat global,khususnya yang menyangkut IPTEK, seharusnya Indonesia menjadi bagian dari kompetisi itu.Untuk itu, segala perkembangan masyarakat dunia perlu menjadi masukan sebagai bahan kajianserta diterapkan dalam pola-pola kehidupan masyarakat Indonesia. Fenomena tersebut akanmenjadi bahan acuan dalam upaya pengembangan kehidupan masyarakat di segala bidang,khususnya dalam penyusunan kurikulum pendidikan. Dengan demikian peran dan fungsikurikulum bagi proses pendidikan adalah sebagai acuan pokok di dalam pelaksanaan prosespendidikan. Dengan demikian, maka seharusnya kurikulum tidak mengatur secara detailmengenai bagaimana proses atau teknisnya, tetapi persoalan ini diberikan kepada sekolah untukpengelolaannya dengan manajemen berbasis sekolah (MBS), alasannya adalah tidak semuasekolah di Indonesia memiliki karakteristik yang sama. Oleh karena itu muatan lokal kurikulumdiberikan kepada sekolah atau daerah.Hal itu sesuai dengan pasal 38 ayat 3 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, bahwa kurikulumDikdasmen dikembangkan sesuai dengan relevansi setiap kelompok atau satuan pendidikan dankomite sekolah atau madrasah (Nyoman S, 2000)Implementasi kurikulum pendidikan pada tingkat pembelajaran di sekolah merupakan tanggungjawab guru dan sekolah dalam bentuk kegiatan belajar mengajar, baik besaran atau banyaknyajam pelajaran, maupun evaluasinya sebagai bagian terpadu dari strategi belajar mengajar yangdirencanakan dengan baik (S. Prasetyo Utomo, 2006).
II. PermasalahanMencermati uraian di atas, ada tiga permasalahan yang akan dikupas dalam makalah ini, yaitu :1. Bagaimana kurikulum pendidikan menjadi bagian dari kepentingan birokratis politis ?2. Bagaimana pelaksanaan kurikulum di Indonesia ditinjau dari sejarah pelaksanaannya ?3. Bagaimana sebaiknya guru dan sekolah menyikapi perubahan kurikulum pendidikan ?
III. Pembahasan3.1. Pendidikan dan Kepentingan Birokratis PolitisSejak kurikulum pendidikan pertama diberlakukan (kurikulum 1947) hingga sekarang,tampaknya ada degenerasi dalam hal tujuan pendidikan. Bahkan elitisme dan komersialisasipendidikan semakin mereduksi makna pendidikan dan mengancam nilai-nilai moral dan
idealisme pendidikan itu sendiri.Catatan Shindunata dalam sampul majalah Basis menggaris bawahi, “Bahwa pendidikan hanyamenghasilkan air mata”. Ilustrasinya berupa air mata meleleh dari kelopak mata seorang ayahyang tertusuk pulpenBanyak ahli dan pemerhati pendidikan sangat prihatin. Bahkan ada yang menarik tali sejarahlebih panjang lagi ke zaman Jepang sejak masuknya tahun 1942 sebagai masa yang dilansir olehSelamet Imam Santoso (1995). Praktik pendidikan di Indonesia sudah mengalami keterpurukansejak zaman Jepang dan bersambung sampai zaman kemerdekaan. Ada mitologi yangberkembang, bahwa baik tidaknya pendidikan nasional, senantiasa hanya dilihat sebagai solusiketerpurukan bangsa (Sularto, ST, 2005).Empat bulan setelah Indonesia merdeka, dunia pendidikan nasional mulai dibenahi. Pada tahun1947 terbentuklah “Sistem Persekolahan” sesuai dengan UUD 1945, termasuk Sekolah Rakyat(SR) enam tahun. Sistem itu sempat dipraktikkan dan dikembangkan, barulah tahun 1960tersusun undang-undang yang menjadi paying hukum kegiatan pendidikan.Sesuai dengan keputusan MPRS No. II/MPRS/1960 tentang Manusia Sosialis Indonesia,disusunlah rumusan Induk Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan Keppres No. 14 Tahun 1965.Kemudian keluar dari Keppres No. 19 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Sistem PendidikanNasional Pancasila. Jiwa dan Visi kurikulum adalah gotong royong dan demokrasi terpimpin.Orde lama runtuh, keluar Ketetapan MPRS No. XXVII / MPRS /1966 yang berisi tentang tujuanpendidikan nasional “membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan seperti yangtermaktub dalam Pembukaan UUD 1945”. Lalu kurikulum 1968 lahir sebagai sebuah pedomanpraktik pendidikan yang tersusun untuk pertama kalinya.Menurut kurikulum ini, tujuan pendidikan nasional adalah : mempertinggi mental, moral, budipekerti dan memperkuat keyakinan beragama, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, sertamembina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.3.2. Gambaran dan Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan di Indonesia dalam Perkembangan SejarahBerikut ini sekilas diuraikan tentang gambaran dan ciri-ciri kurikulum pendidikan di Indonesiasebagaimana dikemukakan oleh Azwar Abdullah (2007, 243-250).
A. Kurikulum 1947Kurikulum yang pertama kali diberlakukan di sekolah Indonesia pada awal kemerdekaan ialahkurikulum 1947 yang dimaksudkan untuk melayani kepentingan bangsa Indonesia. PenerbitanUU No. 4 tahun 1950 merumuskan pula tujuan kurikulum menurut jenjang pendidikan. Sekolahmengharuskan menyempurnakan kurikulum 1947 agar lebih disesuaikan dengan kebutuhan dankepentingan bangsa Indonesia. Berikut ini ciri-ciri Kurikulum 1947 : a) sifat kurikulumSeparated Subject Curriculum (1946-1947), b) menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasapengantar di sekolah, c) jumlah mata pelajaran : Sekolah Rakyat (SR) – 16 bidang studi, SMP-17bidang studi dan SMA jurusan B-19 bidang studi, dan d) materi pendidikan dan pengajaran : Mr.Soewandi.
B. Kurikulum 1968Kurikulum 1968 ditandai dengan pendekatan peng-organisasian materi pelajaran denganpengelompokan suatu pelajaran yang berbeda, yang dilakukan secara korelasional (correlatedsubject curriculum), yaitu mata pelajaran yang satu dikorelasikan dengan mata pelajaran yanglain, walaupun batas demarkasi antar mata pelajaran masih terlihat jelas. Muatan materi masing-masing mata pelajaran masih bersifat teoritis dan belum terikat erat dengan keadaan nyata dalam
lingkungan sekitar. Pengorganisasian mata pelajaran secara korelasional itu berangsur-angsurmengarah kepada pendekatan pelajaran yang sudah terpisah-pisah berdasarkan disiplin ilmu padasekolah-sekolah yang lebih tinggi. Berikut ciri-ciri kurikulum 1968 : a) sifat kurikulumcorrelated subject, b) jumlah mata pelajaran SD-10 bidang studi, SMP-18 bidang studi (BahasaIndonesia dibedakan atas Bahasa Indonesia I dan II), SMA jurusan A-18 bidang studi, c)penjurusan di SMA dilakukan di kelas II, dan disederhanakan menjadi dua jurusan, yaitu SastraSosial Budaya dan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam (PASPAL), dan d) Menteri Pendidikan danKebudayaan Mashuri, SH (1968 – 1973).
C. Kurikulum 1975Di dalam kurikulum 1975, pada setiap bidang studi dicantumkan tujuan kurikulum, sedangkanpada setiap pokok bahasan diberikan tujuan instruksional umum yang dijabarkan lebih lanjutdalam berbagai satuan bahasan yang memiliki tujuan instruksional khusus. Dalam prosespembelajaran, guru harus berusaha agar tujuan instruksional khusus dapat dicapai oleh pesertadidik, setelah mata pelajaran atau pokok bahasan tertentu disajikan oleh guru. Metodepenyampaian satun bahasa ini disebut prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).Melalui PPSI ini dibuat satuan pelajaran yang berupa rencana pelajaran setiap satuan bahasan.Berikut ini ciri-ciri kurikulum 1975 : a) sifat kurikulum Integrated Curriculum Organization, b)jumlah mata pelajaran berdasarkan tingkatan SD mempunyai struktur program, yang terdiri atas9 bidang studi termasuk mata pelajaran PSPB, pelajaran ilmu alam dan ilmu hayat digabungmenjadi satu dengan nama Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Pelajaran Ilmu Aljabar dan Ilmu Ukurdigabung menjadi satu dengan nama Matematika. JUmlah mata pelajaran di SMP dan SMAmenjadi 11 bidang studi, c) penjurusan di SMA dibagi atas 3 yaitu : jurusan IPA, IPS dan Bahasa,penjurusan dimulai di kelas I, pada permulaan semester II, dan d) Menteri Pendidikan danKebudayaan Dr. Syarif Thayeb (1973-1978).D. Kurikulum 1984Kurikulum 1984 pada hakikatnya merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975. Asumsi yangmendasari penyempurnaan kurikulum 1975 ini adalah bahwa kurikulum merupakan wadah atautempat proses belajar mengajar berlangsung yang secara dinamis, perlu senantiasa dinilai dandikembangkan secara terus menerus sesuai dengan kondisi dan perkembangan masyarakat.Berikut ciri-ciri kurikulum 1984 : a) sifat kurikulum content based curriculum, b) program matapelajaran mencakup 11 bidang studi, c) jumlah mata pelajaran di SMP 11 bidang studi, d) jumlahmata pelajaran di SMA-15 bidang studi untuk program inti dan 4 bidang studi untuk programpilihan, e) penjurusan di SMA dibagi atas 5 (lima) jurusan, yaitu : program A1 (ilmu fisika),program A2 (ilmu biologi), program A3 (ilmu sosial), program A4 (ilmu budaya), program A5(ilmu agama), f) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Nugroho Notosusanto (1983-1985).E. Kurikulum 1994Dengan mendasarkan kepada seluruh proses penyusunan kurikulum pada ketentuan-ketentuanyuridis dan akademis di atas, maka diharapkan kurikulum 1994 telah mampu menjembatanisemua kesenjangan yang terdapat dalam dunia pendidikan di sekolah. Namun, harapan itusepertinya tidak terwujud sebagaimana diperlihatkan oleh sedemikian banyak dan gencarnyakeluhan pengelola pendidikan mengenai berbagai kelemahan dan kekurangan kurikulum 1994.Adapun ciri-ciri kurikulum 1994 adalah sebagai berikut : a) sifat kurikulum objective basedcurriculum, b) nama SMP dan SLTP kejuruan diganti menjadi SLTP (Sekolah Lanjutan TingkatPertama), c) mata pelajaran PSBP dan keterampilan ditiadakan, program pengajaran SD dan
SLTP disusun dalam 13 mata pelajaran, nama SMA diganti SMU (Sekolah Menengah Umum),d) program pengajaran di SMU disusun dalam 10 mata pelajaran, e) penjurusan di SMUdilakukan di kelas II, f) penjurusan dibagi atas tiga jurusan, yaitu jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,g) SMK memperkenalkan program pendidikan sistem ganda (PSG) dan Menteri Pendidikan danKebudayaan adalah Prof. Dr. Ing. Wadiman Djoyonegoro (1993-1998).Aspek yang dikedepankan dalam kurikulum 1994 ialah terlalu padat, sehingga sangatmembebani siswa yang berpengaruh pada merosotnya semangat belajar siswa, sehingga mutupendidikan pun semakin terpuruk. Akibatnya adalah siswa enggan belajar lama di sekolah. Jikasejak awal siswa dicemaskan dengan mata pelajaran yang menjadi momok di sekolah, makamereka akan menjadi bosan dan kegiatan belajar mengajar menjadi menyebalkan.Selain itu, penetapan target kurikulum 1994 dinilai dan dikecam berbagai pihak antara lainsebagai dosa teramat besar dari departemen pendidikan dan kebudayaan yang mengakibatkankemerosotan kualitas pendidikan secara berkesinambungan tanpa henti (Darmawan, SuaraPembaharuan, 2002) bahwa adanya target kurikulum telah menjadi salah satu factor pemicuuntuk penggantian kurikulum baru. Kurikulum 1994 yang padat dengan beban yang telahmenghambat diberlakukannya paradigma baru pendidikan dari siswa kepada guru, yangmenuntut banyak waktu untuk menyampaikan pandangan dalam rangka pengelolaan pendidikan.Kurikulum yang padat juga melanggengkan konsep pengajaran satu arah, dari guru murid,karena apabila murid diberikan kebebasan mengajukan pendapat, maka diperlukan banyakwaktu, sehingga target kurikulum sulit untuk tercapai.Kesan umum dari kurikulum 1994 pada tingkat SMU, adalah jenjang sekolah ini memberikantekanan kuat, pada upaya mengarahkan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.Praktis tidak ada ruang yang secara langsung dimaksudkan untuk menyiapkan siswa memasukidunia kerja, antara lain tampak dari tiadanya jam muatan lokal, dan dihapuskannya matapelajaran keterampilan. Hal ini tampaknya berlandaskan pada isyarat pasal 3 ayat (1) PP No. 29 /1990. yang menyatakan, “Pendidikan menengah umum mengutamakan persiapan siswa untukmelanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi.”Memang, secara ideal itu sah-sah saja. Tapi dalam kenyataannya, tidak semua lulusan SMUsetiap tahun yang mengikuti UMPTN dapat diterima, hanya sekitar 10 % saja yang lolos.Sebagian, lulusan SMU memang ditampung oleh Perguruan Tinggi Swasta (PTS), tapi itu hanyaada separuhnya. Selebihnya mengambil kursus atau terjun langsung ke masyarakat dan mencarikerja. Padahal mereka tidak disiapkan untuk itu, kecuali dengan bekal yang diperolehnya darimateri program pengajaran umum dan khusus. Jadi, mereka dihadapkan pada situasi antaraberenang dan tenggelam (Dedi Supriadi, 1997).F. Kurikulum 2004Harapan masyarakat terhadap kurikulum pendidikan di Indonesia, pada hakikatnya adalahadanya komunikasi dua arah yang memungkinkan kegiatan belajar mengajar menjadi interaktifdan menyenangkan, baik bagi siswa maupun bagi guru. Belajar menyenangkan itulah sebenarnyakonsep pendidikan yang dapat membawa peserta didik (siswa) untuk menguasai kompetensiakademik, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Harapan-harapan inilah yangseharusnya diakomodasi di dalam penyusunan kurikulum.Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang hanya berlaku sampai tahun 2006 di sekolah-sekolah pada dasarnya adalah merupakan gagasan dari Kurikulum Berbasis Kemampuan Dasar(KBKD) yang pernah diperkenalkan oleh Boediono dan Ella (1999), yang memfokuskan padawujud pertumbuhan dan perkembangan potensi peserta didik. KBK merupakan perangkatrencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa,
penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalampengembangan kurikulum sekolah. Berikut ini ciri-ciri kurikulum 2004 (KBK) : a) sifatkurikulum Competency Based Curriculum, b) penyebutan SLTP menjadi SMP, c) penyebutanSMU menjadi SMA, d) program pengajaran di SD disusun dalam 7 mata pelajaran, e) programpengajaran di SMP disusun dalam 11 mata pelajaran, f) program pengajaran di SMA disusundalam 17 mata pelajaran, g) penjurusan di SMA dilakukan di kelas II, h) penjurusan dibagi atas 3jurusan, yaitu : Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa, dan i) Menteri Pendidikan dan KebudayaanProf. H. Abdul Malik Fajar (2001-2004).Berhubung kurikulum 2004 yang memfokuskan aspek kompetensi siswa, maka prinsippembelajaran adalah berpusat pada siswa dan menggunakan pendekatan menyeluruh dankemitraan, serta mengutamakan proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (contextualteaching and learning atau CTL)Dalam pelaksanaan kurikulum yang memegang peranan penting adalah guru. Guru diibaratkanmanusia dibalik senjata kosong yang tidak berpeluru. Oleh karena itu, diperlukan kreativitas guruuntuk mengisi senjata itu dan membidiknya dengan cermat dan tepat mengenai sasaran.Keberhasilan kurikulum lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kompetensi guru. Olehkarenanya, tidak berlebihan apabila dalam diskusi mengenai “Potret Pendidikan di Indonesia danPeran Guru Swasta”, J. Drost (2002) menegaskan bahwa materi kurikulum, terutama untuk matapelajaran dasar, di seluruh dunia pada dasarnya sama. Yang membedakannya adalah cara gurumengajar di depan kelas.Inti dari KBK atau kurikulum 2004 adalah terletak pada empat aspek utama, yaitu : 1) kurikulumdan hasil belajar, 2) pengelolaan kurikulum berbasis sekolah, 3) kegiatan belajar mengajar, dan4) evaluasi dengan penilaian berbasis kelas.Kurikulum dan hasil belajar memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta didik yangperlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai usia 18 tahun. Kurikulum dan hasil belajarini memuat kompetensi, hasil belajar dan indikator dari TK (Taman Kanak-kanak) dan RaudhatulAthfal (RA) sampai dengan kelas XII (kelas III SMA). Penilaian berbasis kelas memuat prinsip,sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagaiakuntabilitas publik melalui identifikasi kompetensi atau hasil belajar yang telah dicapai,pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai, serta peta kemajuan belajarsiswa dan pelaporan. Kegiatan belajar mengajar memuat gagasan pokok tentang pembelajarandan pengajaran untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan, serta gagasan-gagasan pedagogisdan andragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistik. Pengelolaan kurikulumberbasis sekolah memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber dayalain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Pola ini dilengkapi pula dengan gagasanpembentukan jaringan kurikulum (curriculum council), pengembangan perangkat kurikulum,antara lain silabus, pembinaan professional tenaga kependidikan, dan pengembangan sisteminformasi kurikulum.Peran dan tanggung jawab dalam pengelolaan kurikulum berbasis sekolah diberikan kepadasekolah. Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota, Dinas Pendidikan Provinsi dan Tingkat Pusat.Peran dan tanggung jawab sekolah untuk meningkatkan komunikasi dengan berbagai pihakuntuk mensosialisasikan konsep KBK, menetapkan tahap dan administrasi KBK, menata ulangKBK penempatan guru pada kelas secara optimal, memberdayakan semua sumber daya dan danasekolah, termasuk dalam melibatkan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah untuk pelaksanaankurikulum secara bermutu (Puskur, Balitbang Depdikbud, 2002)
G. Kurikulum 2006Kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)merupakan kurikulum terakhir yang diberlakukan. Namun pada hakikatnya merupakankelanjutan dari kurikulum 2004. Sebab tidak banyak perubahan berarti yang dilakukan. Yangtampak jelas berubah adalah penentuan mata pelajaran masing-masing bidang studi denganpenjabaran aspek-aspeknya. Persoalan baru itulah yang dirasakan oleh guru menjadi beban berat.Belum lagi soal kerepotan dan kerumitan nilai dalam proses evaluasi belajarnya. Dengan dasarPermendiknas Nomor 22, 23 dan 24 tentang Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan(SKL) serta peraturan pelaksanaannya, maka kurikulum 2006 diberlakukan untukmenyempurnakan kurikulum sebelumnya yang baru berusia dua tahun. Dalam pelaksanaannyakurikulum terbaru tersebut mengalami berbagai kendala. Terutama persoalan minimnyasosialisasi dan kesiapan sarana dan prasarana pendukung pendidikan dan terutama sekalikesiapan guru dan sekolah untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum sendiri. Namunoleh Depdiknas persoalan itu diantisipasi dengan diluncurkannya panduan KTSP yang disusunoleh BSNP. Kenyataannya sampai saat ini kurikulum 2006 itu terkesan masih dijalankan dengansetengah hati karena berbagai kebijakan dan landasan yuridisnya belum dipenuhi secarakonsekuen oleh pemerintah.3.3. Bongkar Pasang KurikulumDikembangkannya berbagai uji coba kurikulum, mulai dari apresiasi atas peran swasta, sepertipenggunaan system modul atau sekolah pembangunan yang berorientasi pada kerja, sampai padauji coba sistem cara belajar siswa aktif (CBSA), tampaknya tidak menyurutkan hasratpemerintah untuk selalu melakukan berbagai upaya penggantian dan uji coba kurikulum.Kesempatan memberikan apresiasi pada peran swasta pada awalnya tampak bagus, namun padaakhirnya setelah melihat kondisi liberatif, pemerintah kemudian mengambil alih kendali seluruhpraktik pendidikan. Pendidikan yang tadinya liberatif desentralistis, ditarik kembali ke semangatdeliberatif dan sentralistis. Pihak swasta tidak lagi dipandang sebagai partner, tetapi sebagaipesaing. Kini otonomi daerah diberlakukan seiring dengan reformasi pemerintahan. Namun lagi-lagi, masalah pendidikan yang diotonomikan di daerah di seluruh Indonesia, tidak lebih baik darisebelumnya. Timbul banyak masalah, mulai dari penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional(BOS) sekolah, sampai pada pengangkatan Guru Bantu dan Tenaga Honorer yang carut marut(Susanto dan Rejeki, Kompas, 11 Juli 2005).Ketika kurikulum 1968 dicabut dan digantikan dengan kurikulum 1975, tidak membuat praktekpendidikan di tanah air semakin membaik. Bahkan ketika sekolah belum semua menggunakankurikulum 1975, mulai dirasakan, bahwa kurikulum ini sudah tidak bisa mengejar kemajuanpesat masyarakat. Kemudian lahirlah kurikulum 1984. Sebagai tindak lanjutnya makapemerintah menerbitkan UU No. 2 Tahun 1989. Undang-undang yang dihasilkan secaraterencana lewat sebuah panitia penilai pun tidak lepas dari kritik. Kurikulum 1984 kemudiandianggap sangat sarat dengan beban, lantas muncul lagi kurikulum baru 1994 yang lebihsederhana. Lagi-lagi kepentingan politik praktis lebih menonjol ketimbang berpijak dan berpihakpada kepentingan guru dan anak didik.Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989 pun dibanti, dan setelah lewatproses yang panjang dan menuai banyak kritik, baru terealisasi pada tahun 2003. Bersamaandengan lahirnya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, maka hadir pulakurikulum baru 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi (KBK), yang isinya memuat sejumlahkompetensi yang harus dikuasai oleh setiap lulusan (Permanasari, Kompas, 30 Desember 2005).Dalam praktek di lapangan, jangankan KBK, di banyak daerah pedalaman Indonesia, masih ada
sekolah yang belum sempat mempraktekkan kurikulum 1994, seperti yang diungkapkan oleh duaorang guru dari pedalaman Tapanuli Selatan Sumatera Utara, masing-masing RidwanDalimunthe dan Raja Dima Siregar (Sularto, ST, Kompas, 16 Agustus 2005)Meskipun selalu dibungkus dengan istilah penyempurnaan pergantian kurikulum, tetap tidakterhindarkan dari kegiatan perombakan kebijakan. Kita menghargai adanye pembenahankurikulum yang belum sempat tersosialisasi dengan baik, namun perlu mendapatkan pengkajiandan riset terlebih dahulu dari berbagai aspek, termasuk memperhitungakan kelengkapan saranapersekolahan, dan kesiapan guru dan murid. Pertimbangannya adalah apabila penggantiankurikulum tidak dibarengi dengan pembenahan infrastruktur dan standar pelayanan yang baik,ujung-ujungnya adalah kurikulum baru akan tetap tidak merakyat dan membumi di dalam prosesbelajar mengajar. Dan praktek pendidikan secara keseluruhan. Bahkan bisa muncul lagikurikulum baru yang dikutak-katik oleh pejabat atau Mendiknas yang baru. Kalau demikianadanya, maka memang Indonesia (Pemerintah) benar-benar tidak memiliki visi dan misi yangjelas tentang arah dan tujuan pendidikan nasional. Kecenderungannya adalah akan terbukti,bahwa rencana perubahan kurikulum yang setiap waktu lebih bersifat mega proyek, ketimbangkepentingan masyarakat, bangsa dan Negara, yang membutuhkan pelayanan pendidikan secarabaik (Sularto, ST, Kompas, 22 Februari 2006).
IV. Bagaimana Sekolah dan Guru MenyikapiGuru dan pihak sekolah, sebaiknya berani bersikap mandiri dan tidak dibingungkan olehkeputusan pemerintah yang berencana mengubah kurikulum. Sekolah yang memilikikemampuan untuk mengemas dan merekayasa kurikulum sendiri diharapkan tetap punyakeyakinan untuk tidak didikte oleh kurikulum nasional, yang dalam penerapannya mungkin sajasangat detail, tanpa mempertimbangkan aspek muatan lokal, kondisi sosial, budaya masyarakatdi daerah tempat sekolah berada. Dalam konteks ini, sekolah, guru dan murid harus yakin denganpendiriannya (Ali, Kompas, 21 Februari 2006).Yang jelas dan penting bagi guru adalah kesadaran untuk menerapkan prinsip-prinsip danidealisme dalam pendidikan. Hal tersebut perlu untuk membentengi diri jangan timbul kesanbahwa perubahan kurikulum dilakukan, karena adanya ketidaksiapan guru dalam pelaksanaankurikulum (Suparno, Kompas 27 Februari 2006). Tidak kalah pentingnya, bahwa pembatalankurikulum KBK, mencerminkan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan di Indonesia yangselama ini hanya dilakukan dengan kurikulum coba-coba, tanpa ada pengkajian dan riset yangmendalam. Anggaran pendidikan kita selama ini hanya habis untuk urusan uji coba. Dengandemikian, jangankan untuk meningkatkan mutu pendidikan, apalagi untuk kesejahteraan gurudan dosen, sangat jauh dari harapan kita semua (Abduhzen, Kompas, 28 Februari 2006).Jadi, hal yang penting menjadi pertimbangan bagi para pengambil keputusan di bidangpendidikan, adalah bahwa hendaknya perubahan kebijakan yang diambil tidak dilakukan secaramendadak, tetapi perlu perencanaan yang matang, dan sosialisasi merupakan kata kunci yangpenting untuk menjamin siswa, guru dan sekolah tidak menjadi korban perubahan tersebut (Elin,Kompas, 24 Juli 2006).
V. Simpulan dan SaranA. SimpulanPerjalanan pendidikan dan kurikulumnya sepanjang sejarah bangsa Indonesia merdeka,menunjukkan praktek pendidikan tidak pernah lepas dari metode uji coba kebijaksanaan dibidang pendidikan. Begitu mudah berubah. Kurikulum pendidikan yang seharusnya tidak
gampang diubah, sebelum ada pengkajian dan riset yang mendalam, telah menyebabkan sekorpendidikan di tanah air belum mampu mengatasi ketertinggalan bangsa ini dalam mengikutikompetisi regional dan global.Dampak berikutnya, banyak kebijakan yang dilakukan sebagai kebijakan yang bersifat instantdan tidak didasari atas pertimbangan pedagogis edukatif. Ke depan yang perlu dilakukan bukanmengkutak-katik kurikulum yang sudah ada, melainkan kita harus memusatkan perhatian yangserius pada pembenahan infrastruktur persekolahan yang banyak mengalami kerusakan, sepertigedung-gedung, sekolah yang telah runtuh dimakan usia. Selain itu perhatian serius juga harusdipusatkan pada peningkatan kesejahteraan tenaga guru dan dosen, pemberian akses kesempatanbelajar yang seluas-luasnya bagi anak-anak didik sebagai garda terdepan bangsa dalammemajukan pendidikan nasional.Catatan sejarah tentang pelapukan terhadap praktik pendidikan dan kurikulumnya, harus segeradiperbaiki kembali dengan memfokuskan perhatian pada isi, visi, misi dan orientasi pendidikanyang berlandaskan pada pendidikan untuk semua rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Saatnyalahpemerintah menjadikan pilar pendidikan sebagai prioritas utama pembangunan nasional bangsake depan. Saya khawatir sepuluh tahun yang akan dating bangsa kita akan menjadi bangsa buruhatau kuli di negerinya sendiri. Sekarang saja kita jauh tertinggal dengan Negara-negara sesamaanggota ASEAN lainnya. Kalau tidak segera pendidikan di tanah air dijadikan prioritas utamapembangunan, sebenarnya secara kultural, bangsa ini sudah menggali liang lahatnya sendiri.Semoga hal ini tidak terjadi dan menjadi mimpi buruk bagi bangsa kita.B. SaranMemperhatikan situasi dan kondisi pengelolaan pendidikan di Indonesia, sebagaimana yangtelah diuraikan di atas, maka ada lima hal yang perlu dilakukan suatu pergantian kurikulum ataupemberlakuan kurikulum baru, yaitu : 1) sebelum kurikulum baru ditetapkan, guru di seluruhIndonesia harus dibantu memahami isi dan hakekat kurikulum yang baru itu. Oleh karena itu,perlu sosialisasi yang sungguh merata di seluruh Indonesia. Pemerintah tidak boleh berasumsiatau menganggap bahwa guru akan tahu sendiri, atau mereka akan belajar sendiri setelahkurikulum ditetapkan, 2) untuk mempercepat sosialisasi, teks kurikulum yang sudah ditatardengan kurikulum baru itu diterjunkan ke seluruh daerah untuk membantu sosialisasi, 3) mediakomunikasi, surat kabar, dan jaringan internet dapat digunakan sebagai media sosialisasikurikulum yang baru, sehingga dapat terjangkau lebih cepat di seluruh pelosok Indonesia, 4)guru perlu dibantu agar dapat menyikapi kurikulum apapun secara bijak, sehingga tidak menjadibingung. Guru perlu menyadari, bahwa meskipun kurikulum nantinya tidak lagi menggunakanKBK, namun mereka telah terbantu dalam proses kegiatan belajar mengajar KBK. Guru perludibantu bersikap cerdas untuk mengambil hal yang sungguh baik dan berguna dari kurikulumKBK ataupun kurikulum lama, meskipun kurikulum baru ditetapkan, 5) sangat penting bagi guruuntuk mengembangkan sikap terbuka dan kemandirian dan percaya diri. Sebab bagaimanapunjuga, guru masih tetap menjadi pilar utama dan ujung tombak dalam proses pencerdasankehidupan bangsa tanpa harus terbelenggu dan terkungkung oleh perubahan kurikulumpendidikan yang diberlakukan
Di Indonesia mengalami perubahan kurikulum sebanyak 7 kali yaitu pada tahun 1947,
1952, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006. Menurut (dari di internet) negeri kita hanya mampu
menjadi bangsa “penjual” tenaga kerja murah di negeri orang. Disimpulkan betapa gagalnya
dunia pendidikan di negara kita ini yang telah gagal dalam melahirkan tenagatenaga yang
berkualitas yang mampu bersaing dalam dunia kerja, walaupun kurikulum telah mengalami
perubahan sebanyak 7 kali, atau bisa disebut berkalikali.
Hal ini juga diungkapkan oleh Prof. Aleks Maryunus guru besar Universitas Negeri
Padang menyebutkan bahwa “selama ini sibuk mengurusi dan membenahi dokumen tetulisnya
saja”. Menurutnya perubahan kurikulum di negara kita lebih menitikberatkan pada perubahan
konsep tertulisnya saja berupa bukubuku pelajaran dan silabus saja tanpa mau memperbaiki
proses pelaksanaannya di tingkat sekolah. Sedangkan proses dan hasilnya tak pernah mampu
dijawab oleh kurikulum pendidikan kita.
1. Kurikulum 1947
Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rentjana Pembelajaran
1947. Kurikulum ini pada saat itu meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda
karena pada saat itu masih dalam psoses perjuangan merebut kemerdekaan.
Ciriciri kurikulum 1947 :
Lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar
dengan bangsa lain.
Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus
garisgaris besar pengajaran.
Kelebihan dari kurikulum 1947 :
lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar
dengan bangsa lain.
Kekurangan dari kurikulum 1947 :
kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial
Belanda dan Jepang.
2. Kurikulum 1952
Pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan. Dengan berganti
nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Ciriciri kurikulum 1952 :
Setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan
seharihari.
Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral
(Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi:
moral, kecerdasan, emosional/ artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah.
Kelebihan dari kurikulum 1952 :
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional.
Kekurangan dari kurikulum 1952 :
Masih kurangnya tenanga pengajar.
Tidak didukung dengan fasilitas yang memadai.
3. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 ditandai dengan pendekatan pengorganisasian materi pelajaran dengan
pengelompokan suatu pelajaran yang berbeda, yang dilakukan secara korelasional (correlated
subject curriculum).
Ciriciri kurikulum 1968 :
Mata pelajaran yang dikolerasikan dengan mata pelajaran yang lain, walaupun batas
demokrasi antar mata pelajaran masih terlihat jelas.
Penjurusan di SMA dilakukan di kelas II, dan disederhanakan menjadi dua jurusan, yaitu
Sastra Sosial Budaya dan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam (PASPAL).
Menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Kelebihan dari kurikulum 1968 :
Bertujuan pada pembentukan manusia Pancasila Sejati.
struktur pendiddikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Kekurangan dari kurikulum 1968 :
Muatan materi masingmasing mata pelajaran masih bersifat teoritis dan belum terikat
erat dengan keadaan nyata dalam lingkungan sekitar.
4. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 yang melatarbelakangi adalah
pengaruh konsep di bidang manajemen. Menurut Mudjito (dalam Dwitagama: 2008) Zaman ini
dikenal dengan istilah satuan pelajaran yaitu pelajaran setiap satuan bahasan.
Ciriciri kurikulum 1975 :
Metode materi dirinci pada Prosedur Pengembangan Sistem Instruksi (PPSI).
Setiap satuan dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan intruksional khusus (TIK), materi
pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajarmengajar, dan evaluasi.
Kelebihan dari kurikulum 1975 :
Menekankan pada tujuan agar pendidikan lebih efisien dan efektif.
Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
(rangsangjawab) dan latihan (drill).
Kekurangan dari kurikulum 1975 :
Kurikulum 1975 banyak dikritik.
Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang
umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratkan keputusan politik
yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itula
pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.
5. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 ini juga sering disebut dengan kurikulum 1975 yang disempurnakan.
Ciriciri kurikulum 1984 :
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
∙ Mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan itu penting.
∙ Posisi siswa ditempatkan sebgai subyek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan,hingga melaporkan.
Kelebihan dari kurikulum 1984 :
∙ Mengusung proses skill approach.
Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsepkonsep yang
dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan
setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan
untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
Kekurangan dari kurikulum 1984 :
∙ Kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran.
6. Kurukulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan
pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang
memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di
LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang
proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu
tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi)
pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti
pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai
dengan UndangUndang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ciriciri kurikulum 1994 :
Adanya perubahan dari sistem semester ke sistem caturwulan.
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat
(berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum
untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga
daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan
lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang
melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam
mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban
konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang
sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
Pengulanganpengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan
pemahaman.
Kelebihan dari kurikulum 1994 :
Adanya perubahan dari sistem semester ke sistem caturwulan.
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat
(berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
Guru menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara
mental, fisik, dan sosial.
Kekurangan dari kurikulum 1994 :
∙ Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/
substansi setiap mata pelajaran.
∙ Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan
berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari
hari.
7. Kurikulum 2004
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu
bentuk invovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah
melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon
terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik sebagai
konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar
yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya
pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik
beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugastugas dengan standar
performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan
terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu
dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Ciriciri kurikulum 2004 :
∙ Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
∙ Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
∙ Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
∙ Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif.
∙ Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi.
Kelebihan dari kurikulum 2004 :
Guru sebagai fasilitator.
Mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta
didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan
dengan penuh tanggungjawab.
∙ Bentuk pelaporan hasil belajar yang memaparkan setiap aspek dari suatu mata pelajaran
memudahkan evaluasi dan perbaikan terhadap kekurangan peserta didik.
Kekurangan dari kurikulum 2004 :
Kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian
akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi
yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang
mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
∙ Konsep KBK sering mengalami perubahan termasuk pada urutan standar kompetensi dan
kompetensi dasar sehingga menyulitkan guru untuk merancang pembelajaran secara
berkelanjutan.
8. Kurikulum 2006
Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan
antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.
Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan
delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar
kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan
prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk
mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Ciriciri kurikulum 2006 :
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal.
Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan
atau kompetensi terutama di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan masyarakat
sekitar.
KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolahsekolah plus untuk
mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
Guru sebagai pengajar, pembimbing, pelatih dan pengembang kurikulum.
Kurikulum sangat humanis, yaitu memberikan kesempatan kepada guru untuk
mengembangkan isi/konten kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah, kemampuan siswa
dan kondisi daerahnya masingmasing.
Kelebihan dari kurikulum 2006 :
Guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan
lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada.
Siswa sebagai pusat pembelajaran.
Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin
meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan programprogram pendidikan.
Evaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar.
Berpusat pada siswa.
Menggunakan berbagai sumber belajar.
kegiatan pembelajaran lebih bervariasi, dinamis dan menyenangkan.
Kekurangan dari lurikulum 2006 :
Kurangnnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan
pendidikan yang ada. Minimnya kualitas guru dan sekolah.
Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari
pelaksanaan KTSP .
Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik kosepnya,
penyusunannya,maupun prakteknya di lapangan.
Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak
berkurangnya pendapatan guru. Sulit untuk memenuhi kewajiban mengajar 24 jam,
sebagai syarat sertifikasi guru untukmendapatkan tunjangan profesi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan Sudah bukan hal baru lagi bagi kita bangsa Indonesia dalam mengkaji dan
memperdebatkan tentang problematika kurikulum di Indonesia. Karena kondisi perkembangan
pendidikan di Indonesia, bahkan mungkin di belahan negara lain mengalami problem yang sama.
Secara tidak langsung pendidikan tersebut mampu menyepadani dengan tuntutan kondisi zaman
yang berkembang begitu cepat. Apalagi disertai dengan perkembangan arus informasi dan
teknologi, tidak bisa tidak, kondisi seperti ini akan menuntut perubahan dalam pendidikan. Di
mana hal itu nantinya akan berefek kepada perubahan kurikulum.
Berkaitan dengan perubahan, pembaharuan dan perbaikan pendidikan (kurikulum)
membutuhkan peran serta berbagai pihak. Akan tetapi hal itu tidak sampai mengesampingkan
antara satu pihak dengan pihak lain. Agar dalam mewujudkan perubahan dan pembaharuan dapat
sejalan dengan baik, serasi dan harmonis. Sehingga apa yang menjadi tujuan yang telah
ditentukan dapat tercapai.
Menurut, S. Nasution (dalam Jumari (2007) menyebutkan bahwa perubahan kurikulum
mengikuti dua prosedur, yaitu Administrative approach dan grass roots approach.
Administrative approach, yaitu suatu perubahan atau pembaharuan yang direncanakan oleh
pihak atasan untuk kemudian diturunkan kepada instansiinstansi bawahan sampai kepada guru
guru, jadi from the top down, dari atas ke bawah, atas inisiatif para administrator. Yang kedua,
grass roots approach, yaitu yang dimulai dari akar, from the bottom up, dari bawah ke atas,
yakni dari pihak guru atau sekolah secara individual dengan harapan agar meluas ke sekolah
sekolah lain.
Hal senada juga diungkapkan oleh Hamalik (2003: 19) menyebutkan bahwa dalam perubahan
kurikulum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1. Tujuan filsafat pendidikan nasional yang dijadikan yang dijadikan sebagai dasar untuk
merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan merumuskan
tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2. Sosial budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat
3. Keadaan lingkungan (interpersonal, kultural, biokologi, geokologi).
4. Kebutuhan pembangunan POLISOSBUDHANKAM
5. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan
kemanusiaan serta budaya bangsa.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan kerikulum dari tahun
ketahun menunjukkan kemajuan yang cukup baik jika diihat dari kontektual. Namun hal itu tidak
seiring dengan kenyataan di lapangan. Keadaan pendidikan mulai saat perubahan kurikulum
pertama kali hingga saat ini, kalau boleh saya bilang kurikulumm Indonesia masih berjalan di
Tempat artinya tidak berkembang hal bisa dibuktikan dengan data yang menunjukkan pperingkat
Indonesia masih berada pada No 62 dari 130 negara yang ada. Hal ini merupakan PR bagi
pemerintah bagaimana langkah yang harus dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
§ Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
§ Nasution. 1999. Asas – asas kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.§ Jumari, kang. 2007. http:// kangjumari.blogspot.com/27/12/kurikulumdiindoonesia
pembahuruan.html. rabu. 19 Oktober 2011.§ Dwitagama,dedi.2007.http//kesadaransejarah.blogspot.com./2007/11/kurikulumpendidikankita.
Html. Rabu 19 Oktober 2011.§ Mulyasa, E.2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik,, Implementasi dan
Inovasi. Bandung: Remaja Rosdakaraya.
§ http://rbaryans.wordpress.com/20 11 / 10 /16/bagaimanakahperjalanankurikulumnasionalpada
pendidikandasardanmenengah/
top related