kerajaan mataram kuno (jawa barat - jawa timur)

Post on 20-Aug-2015

6.553 Views

Category:

Education

38 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

o Berdiri pada sekitar abad 7Mo Disebut juga Kerajaan Medang Kamulano Terbagi atas 2 dinasti yang hidup saling

berdampingan :I. Dinasti Syailendra (Utara)II. Dinasti Sanjaya (Selatan)

Pendiri Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah

Raja Sanna dikalahkan oleh Purbasora dari Kerajaan Galuh sehingga, beliau memindahkan kerajaan kedaerah disekitar Gunung Merapi

Sumber : Prasasti Canggal dan Carita Parahyangan

Bergelar : Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya Merupakan keponakan Raja Sanna, beliau

menentramkan kembali keadaan kacau di Jawa setelah wafatnya Raja Sanna

Adalah pendiri Dinasti Sanjaya Berhasil menakhlukkan daerah Jawa Barat,

Jawa Timur, Bali, dan Sriwijaya Prasasti Mantyasih menyebutkan bahwa Raja

Sanjaya adalah raja pertama Mataram Kuno Sumber : Carita Parahyangan, Prasasti

Canggal, Prasasti Mantyasih

Bergelar : Sri Maharaja Rakai Panangkaran Dyah Pancapana 

Dijuluki sebagai :Sailendrawangsatilaka  Ia berhasil merebut takhta Medang dan

mengalahkan Wangsa Sanjaya Hal tersebut dibuktikan dari perbedaan gelar

antara Rakai Panangkaran (Sri Maharaja) dengan Sanjaya (Sri Ratu)

Sumber : Prasasti Mantyasih

Bergelar : Sri Maharaja Rakai Panunggalan Berhasil mengekspansi wilayah hingga ke

daratan Semenanjung Malaya dan Indochina Dipuji sebagai Wairiwarawiramardana (Prasasti

Kelurak), Wirawairimathana (Prasasti Nalanda), dan Sarwwarimadawimathana (Prasasti Ligor B)

Menurut teori Slamet Muljana, Dharanindra sebagai raja Jawa telah berhasil menaklukkan Kerajaan Sriwijaya

Prasasti Ligor B ditulis oleh beliau sebagai pertanda bahwa Wangsa Sailendra telah berkuasa atas Sriwijaya. Prasasti ini berisi puji-pujian untuk dirinya sebagai penjelmaan Wisnu.

Bergelar : Sri Maharaja Samarotungga, Sri Maharaja Rakai Warak

Dikenal juga sebagai Samaragrawira (Prasasti Nalanda)

Lebih mengedepankan perkembangan agama dibandingkan ekspasi wilayah

Menikahi Dewi Tara dan memiliki anak bernama Pramowardhani dan Balaputradewa

Sumber : Prasasti Kayumwungan / Prasasti Karangtengah

o Bergelar : Sri Maharaja Rakai Pikatan Mpu Manuku, Sang Jatiningrat

o Menikahi Pramowardhani, dan berhasil mempersatukan kedua Dinasti Syailendra – Sanjaya

o Memiliki anak bernama Rakai Kayuwangio Sumber : Prasasti Argapura, Prasasti

Mantyasih, Prasasti Munduan, Prasasti Kayumwungan, Prasasti Tulang Air, Prasasti Telahap, Prasasti Wantil

Bergelar : Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala Sri Sayyawasanottunggadewa

Pada akhir pemerintahan Rakai Pikatan, terjadi pemberontakan oleh Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni yang bermarkas di timbunan batu di atas bukit Ratu Baka

Pemberontakan tersebut berhasil ditumpas oleh Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala alias Sang Walaputra, sehingga ia mendapat dukungan rakyat untuk naik takhta menggantikan ayahnya

Sumber : Prasasti Wantil, Prasasti Mantyasih, Prasasti Wuatan Tija

Bergelar : Sri Maharaja Rakai Watuhumalang Hubungan Rakai Watuhumalang dengan raja

sebelumnya belum terpastikan dengan jelas Prasasti Panunggalan (19 November 896)

menyebut adanya tokoh bernama Sang Watuhumalang Mpu Teguh, namun tidak bergelar Maharaja, melainkan hanya bergelar haji (raja bawahan)

Tidak dapat dipastikan apakah Mpu Teguh identik dengan Rakai Watuhumalang

Sumber : Prasasti Mantyasih, Prasasti Panunggalan

Bergelar : Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmodaya Mahasambu

Wilayah kekuasaan mencakup Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali

Nenek beliau ialah selir dari Rakai Pikatan, istrinya merupakan cucu dari Rakai Pikatan

Diperkirakan naik takhta karena menikahi putri dari Rakai Watuhumalang

Pengangkatan Dyah Balitung sebagai raja melahirkan rasa cemburu di hati Mpu Daksa, yaitu putra Rakai Watuhumalang

Dyah Balitung berhasil naik takhta menggantikan Rakai Watuhumalang diperkirakan karena kepahlawanannya menaklukkan Rakai Gurunwangi

Mungkin Rakai Gurunwangi yang masih dendam kemudian bersekutu dengan Mpu Daksa yang masih keponakannya (Rakai Gurunwangi dan Daksa masing-masing adalah anak dan cucu Rakai Pikatan).

Sejarawan Boechari yakin bahwa pemerintahan Dyah Balitung berakhir akibat pemberontakan Mpu Daksa.

Sumber : Prasasti Mantyasih

Bergelar : Sri Maharaja Daksottama Bahubajra Pratipaksaksaya Uttunggawijaya

Merupakan cucu dari selir Rakai Pikatan Merebut takhta melalui pemberontakan

terhadap Dyah Balitung Sumber : Prasasti Telahap, Prasasti Plaosan,

Prasasti Ritihang

Bergelar : Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodong Sri Sajjana Sanmatanuraga Uttunggadewa

Merupakan suami dari Rakryan Layang, putri Mpu Daksa

Sejarawan Boechari berpendapat bahwa Dyah Wawa telah melakukan kudeta merebut takhta Kerajaan Medang dengan cara menyingkirkan Dyah Tulodong dan Mpu Ketuwijaya

Ada dugaan, kudeta ini dibantu oleh Mpu Sindok yang semula menjabat sebagai Rakai Halu, dan kemudian naik pangkat menjadi Rakai Hino.

Sumber : Prasasti Lintakan

Bergelar : Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga

Adalah raja terakhir dari Kerajaan Medang di Jawa Tengah

Dalam prasasti Wulakan, Dyah Wawa mengaku sebagai anak dari Rakryan Landhayan

Sumber : Prasasti Wulakan, Prasasti Sangguran (Minto)

Bencana alam, meletusnya Gunung Merapi Krisis politik tahun 927-929 M Faktor lemahnya ekonomi Jawa Tengah

1. Daerahnya kurang subur, jarang terdapat sungai besar

2. Tidak terdapatnya pelabuhan strategis, sebagai sumber devisa perdangangan

Berdiri sejak abad ke 9M Merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram

Kuno di Jawa Tengah yang berpindah ke Jawa Timur

Membentuk dinasti baru, yaitu Dinasti Isyana yang bercorak Buddha

Perpindahan daerah menuju Timur diduga karena di Jawa Timur dan pantai selatan Bali merupakan jalur yang strategis untuk perdagangan

Dikatakan juga bahwa kepindahan menuju Timur dikarenakan menghindari Sriwijaya

Bergelar : Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa

Mpu Sindok memimpin penduduk Medang yang selamat pindah ke Jawa Timur

Ia membangun ibu kota baru di daerah Tamwlang (Prasasti Turyan). Kemudian istana dipindahkan ke Watugaluh (Prasasti Anjukladang)

Menghasilkan kitab suci pertama umat Buddha : Sang Hyang Kamahayanikan karangan Sri Sambhara Suryawarana 

Prasasti Turyan   Prasasti Linggasutan Prasasti Gulung-Gulung Prasasti Cunggrang Prasasti Jru-Jru Prasasti Waharu Prasasti Sumbut Prasasti Wulig Prasasti Anjukladang

Adalah putri dari Mpu Sindok Suaminya adalah Sri Lokapala merupakan

seorang bangsawan dari pulau Bali Peninggalan sejarah Sri Lokapala berupa

prasasti Gedangan   Tidak diketahui dengan pasti kapan

pemerintahan Sri Lokapala dan Sri Isyana Tunggawijaya berakhir

Menurut prasasti Pucangan, yang menjadi raja selanjutnya adalah putra mereka yang bernama Sri Makuthawangsawardhana

Jalannya pemerintahan Makutawangsawardhana tidak diketahui dengan pasti. Namanya hanya ditemukan dalam prasasti Pucangan sebagai kakek Airlangga

Prasasti Pucangan juga menyebut Makutawangsawardhana memiliki putri bernama Mahendradatta

Teori yang berkembang ialah, Makutawangsawardhana memerintah sampai tahun 991, dan digantikan oleh putranya yang bernama Dharmawangsa. Sedangkan putrinya yang bernama Mahendradatta menikah dengan raja Bali bernama Udayana dan kemudian melahirkan Airlangga

Selama memerintah, ia berusaha meningkatkan kesejahteraan pertanian dan perdagangan

Namun usaha untuk meningkatkan perdagangan mengalami kesulitan.

Pada tahun 1003 M, Dharmawangsa mengirimkan tentaranya untuk merebut pusat perdagangan di Selat Malaka dari kekuasaan Sriwijaya

Sriwijaya membalas melalui serangan kerajaan Wura Wuri (kerajaan bawahan atau vassal Sriwijaya)

Akibat serangan tersebut Kerajaan Medang mengalami kehancuran yang menewaskan Dharmawangsa

Kejadian ini disebut dengan Pralaya.

Bergelar : Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga

Anantawikramottunggadewa Dalam prasasti Calcuta dan Puncangan

disebutkan bahwa Raja Airlangga masih termasuk keturunan Raja Mpu Sindok dari pihak ibunya, Mahendradata

Di usia 16, ia dinikahkan dengan putri dari Raja Dharmawangsa

Namun, saat pernikahannya terjadilah pralaya Airlangga berhasil meloloskan diri bersama

pengikut setianya, Narottama

Di tengah hutan Airlangga hidup sebagai pertapa

Selama 3 tahun (1016 – 1019), Airlangga digembleng baik lahir maupun batin di hutan Wonogiri

Kemudian, atas tuntutan dari rakyatnya, pada tahun 1019 Airlangga bersedia dinobatkan menjadi raja untuk meneruskan tradisi Dinasti Isyana

Dikenal sebagai raja yang adil dan tegas. Dalam menentukan hukuman, Airlangga selalu meminta pendapat para Brahmana

Secara berturut-turut Air Langga berhasil menaklukan raja-raja vassal Sriwijaya seperti :

1. Raja Bisaprabhawa, 1029 M2. Raja Adhamapanuda, 1031 M 3. Raja Wura Wuri, 10324. Raja Wijayawarman dari Wengker, 1035 M Setelah berhasil memulihkan kewibawaan kerajaan,

Air Langga memindahkan ibukota kerajaan Medang ke Patakan

Tahun 1030, Airlangga membuat seni sastra berupa Kakawin Arjunawiwaha karangan Mpu Bharada

Di penghujung hayatnya, Airlangga mencalonkan putrinya Sanggramawijaya sebagai penerus takhta, namun putrinya menolak dan memilih untuk menjadi petapa

Atas saran Mpu Bharada, Airlangga membagi kerajaan untuk kedua putranya

Jenggala (Singhasari) dengan ibukota Kahuripan

Panjalu (Kediri) dengan ibukota Daha Airlangga kemudian menarik diri dari takhta

dan pergi bertapa dengan nama Resi Gentayu Beliau wafat 1049 M, dimakamkan di Candi

Belahan

Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036 Membangun bendungan Waringin Sapta

tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman. Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang

letaknya di muara Kali Brantas Membangun jalan-jalan yang

menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan

Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041

top related