ii. tinjauan pustaka 2.1 morfologi dan taksonomi lidah buayaeprints.umm.ac.id/55711/3/bab ii.pdf ·...
Post on 24-Jan-2020
22 Views
Preview:
TRANSCRIPT
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi dan Taksonomi Lidah Buaya
Lidah buaya masuk ke Indonesia sekitar abad ke- 17. Tanaman ini dibawa oleh
petani keturunan Cina. Dapat dilihat pada Gambar 1, tanaman lidah buaya pada
awalnya hanya dimanfaatkan sebagai tanaman hias yang ditanam sembarangan di
pekarangan rumah dan digunakan sebagai bahan alami untuk penyubur rambut. Sekitar
tahun 1990, tlidah buaya baru digunakan untuk industri minuman maupun makanan
(Furnawanthi, 2002)
Terdapat beberapa jenis aloe yang umum dibudidayakan, yaitu Aloe sorocortin
yang berasal dari Zanibar, Aloe barbadensis Miller, dan Aloe vulgaris. Namun lidah
buaya yang saat ini dibudidayakan secara komersial di Indonesia adalah Aloe vera
chinensis dan Aloe barbadensis Miller. Aloe barbadensis Miller ditemukan oleh Philip
Miller, seorang pakar botani yang berasal dari Inggris, pada tahun 1768. Tanaman ini
tumbuh di daerah kering, hal ini dikarenakan bagian stomata daun lidah buaya dapat
tertutup rapat pada musim kemarau karena untuk menghindari hilangnya air daun
(Furnawanthi, 2007).
Menurut Furnawanthi (2002) klasifikasi tanaman lidah buaya sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Aloe
Spesies : Aloe vera
5
Gambar 1. Lidah Buaya
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Tanaman lidah buaya dapat tumbuh di daerah dataran rendah sampai daerah
pegunungan. Daya adaptasinya tinggi sehingga tempat tubuhnya menyebar keseluruh
dunia mulai daerah tropika sampai ke daerah sub tropika. Tanah yang cocok untuk
lidah bauya adalah tanah subur, kaya bahan organik dan gembur. Karena akarnya yang
pendek, tanaman ini tumbuh baik di daerah bertanah gambut yang memiliki pH rendah.
Umur panen lidah buaya adalah 8-10 bulan (Furnawanthi, 2007).
2.1.1 Kandungan Gizi dan Manfaat Lidah Buaya
Daun lidah buaya mengandung 96 % air dan 4 % sisanya terdiri dari 75
macam senyawa fitokimia. Senyawa ini bekerja secara sinergi atau saling melengkapi
di tingkat sel tubuh, sehingga terkesan tubuh bisa menyembuhkan diri sendiri
(biodefense) menghadapi serangan penyakit (Ineke dkk., 2013). Dalam daun lidah
buaya juga mengandung banyak senyawa nutrisi seperi asam amino (essensial dan
non-essensial), enzim, mineral, vitamin, polisakarida dan kompleks antraquion.
Senyawa – senyawa tersebut sangat penting dan dibutuhkan untuk kesehatan tubuh.
Lidah buaya memiliki daging dari pelepah daun yang ternyata juga enak untuk
6
dikonsumsi. Gel tersebut mengandung zat gizi yang memiliki khasiat untuk
mendongkrak kesehatan (Suryowidodo, 2010).
Kandungan zat gizi lidah buaya per 100 gram terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi Lidah Buaya
Zat Gizi Kandungan / 100 g bahan
Vitamin B1 (mg) 0,010
Protein (g) 0,100
Abu (g) 0,100
Lemak (g) 0,200
Serat (g) 0,300
Besi (mg) 0,800
Vitamin C (mg) 3,476
Energi (Kal) 4
Vitamin A (IU) 4,594
Kalsium (mg) 85
Kadar Air (g) 99,200
Fosfor (mg) 186
Sumber : Departemen Kesehatan (2004)
Kandungan utama dari cairan yang terdapat pada lidah buaya adalah aloin,
resin, emodin, gum dan unsur lainnya seperti minyak atsiri. Dari segi kandungan
nutrisi sel atau lendir daun lidah buaya mengandung beberapa mineral seperti Zn, K,
Fe dan vitamin seperti vitamin A. Gel lidah tidak berwarna dan terdapat dibagian
dalam dari daun segar. Gel ini mengandung air (±98%) dan polisakarida (pektin,
selulosa, hemiselulosa, glukomanan, acemannan, dan turunan mannosa (Bozzi dkk.,
2007). Gel lidah buaya juga rendah lemak dan tinggi serat. Selain itu pada gel lidah
buaya juga terdapat beberapa mineral seperti kalsium, magnesium, kalium, sodium,
zat besi, dan kromium (Setiabudi, 2008). Beberapa vitamin dan mineral tersebut dapat
berfungsi sebagai pembentuk antioksidan alami seperti fenol, flavonoid, vitamin C,
vitamin E, vitamin A dan magnesium (Astawan, 2011).
7
Lidah buaya merupakan tanaman yang banyak tumbuh pada iklim tropis
ataupun subtropis dan sudah digunakan sejak berabad-abad lalu karena fungsi
pengobatannya. Lidah buaya juga memiliki banyak manfaat untuk kesehatan seperti
regenerasi sel tubuh yang telah mati dan memperbaiki jaringan yang telah rusak.
Dalam bidang kecantikan dapat membantu pertumbuhan rambut, sedangkan pada
industri pangan tanaman lidah buaya dapat diolah menjadi berbagai produk makanan
dan minuman, seperti diolah menjadi jeli, nata de aloe, dodol, selai, dan olahan
minuman seperti jus dan sirup. Makanan dan minuman hasil olahan lidah buaya sangat
berpotensi sebagai produk yang baik untuk kesehatan (Furnawanthi, 2007).
Gel lidah buaya digunakan secara luas dalam produk makanan seperti dalam
pembuatan minuma siap saji, soft drinks, minuman pencahar, dan minuman kesehatan.
Jus gel lidah buaya dengan campuran tertentu juga telah populer untuk dikonsumsi
seperti, pencampuran jus gel lidah buaya dengan elektrolit sebagai sports drink,
dengan tambahan serat pangan dapat menjadi minuman diet, dan dengan penambahan
sayuran sebagai campuran jus sehat (Javed & Rahman, 2014).
Gel lidah buaya juga telah digunakan menjadi berbagai produk pangan
fungsional, diantaranya digunakan dalam pembuataan minuman fungsional dengan
karakteristik aktivitas antioksidan sebesar 7,12%. Tetapi, minuman fungsional ini
masih memiliki akseptabilitas yang rendah (Riyanto & Chatarina, 2012). Berdasarkan
hasil penelitian Rahmawati (2018), penambahan jeruk nipis serta kayu manis mampu
meningkatkan penerimaan konsumen terhadap minuman fungsional lidah buaya
dengan hasil uji hedonik untuk warna 3,9 (suka), rasa 3,5 (suka), aroma 3,8 (suka), dan
kenampakan keseluruhan 3,9 (suka).
8
2.2 Morfologi dan Taksonomi Jeruk Nipis
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) merupakan tanaman berhabitus pohon kecil
dengan cabang yang lebat tetapi tidak beraturan dan tinggi berkisar antara 1,5 sampai
5 meter. Perakaran tanaman kuat, cukup dalam, dan dapat tumbuh dengan baik pada
segala jenis tanah. Cabang dan rantingnya berduri pendek, kaku, dan tajam (Rukmana,
2003).
Buah jeruk nipis memiliki rasa yang sangat asam, berbentuk bulat sampai bulat
telur, dan berkulit tipis. Diameter buahnya sekitar 3 sampai 6 cm dan permukaannya
memiliki banyak kelenjar, dapat dilihat pada Gambar 2. Buah jeruk nipis memerlukan
waktu 5-6 bulan untuk berkembang. Buah yang masak pohon akan berubah warna dari
hijau menjadi kuning dan jeruk akan jatuh ke tanah setelah mencapai tahap masak
penuh (Sarwono, 2001).
Menurut (Rukmana, 2003) klasifikasi tanaman jeruk nipis adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rutales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus aurantifolia, Swingle
9
Gambar 2. Jeruk Nipis
Sumber : Dokumentasi Pribadi
2.2.1 Kandungan Gizi dan Manfaat Jeruk Nipis
Jeruk nipis banyak mengandung unsur yang bermanfaat seperti linalin asetat,
limonene, geranil asetat, sitral dan felladren. Jeruk nipis mengandung unsur-unsur
senyawa kimia yang bermanfaat, seperti asam sitrat, asam amino, minyak atsiri, lemak,
kalsium, fosfor, besi, belerang vitamin B1 dan C (Lauma & Sartika, 2015). Kandungan
zat gizi jeruk nipis per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Gizi Jeruk Nipis
Zat Gizi Kandungan / 100 g bahan
Kalori (kal) 37,00
Protein (g) 0,80
Lemak (g) 0,10
Karbohidrat (g) 12,30
Kalsium (mg) 40,00
Fosfor (mg) 22,00
Zat Besi (mg) 0,60
Vitamin C (mg) 27,00
Vitamin B1 (mg) 0,04
Air (g) 86,00
Sumber : Rukmana (2003)
Kandungan lain yang banyak ditemukan dalam jeruk nipis antara lain seperti
vitamin A, asam sitrat, minyak atsiri (meliputi nildehid, felandren, limonene, kamfer,
dan sitral) asam amino (lisin, triptofan). Selain itu jeruk nipis mengandung senyawa
flavonoid yaitu hesperedin, tengeritin, naringin, dan eriocitrin (Karina, 2012).
10
Bagian terpenting dari tanaman jeruk nipis adalah buahnya. Sari buah jeruk
nipis banyak mengandung air, berasa sangat asam yang berisi asam sitrat sekitar 7-8%
dari berat daging buah. Ekstrak sari buahnya sekitar 41% dari bobot buah yang sudah
masak dan berbiji banyak (Sarwono, 2001).
Jeruk nipis mengandung komponen volatil yang bertanggung jawab terhadap
aroma dari jeruk nipis seperti terpen (53%), hidrokarbon (33,04%), keton (3,86%),
aldehid (2,88%), ester (2,33%), dan alkohol (2,13%). Jeruk nipis juga mengandung
komponen fenolik seperti polifenol (11,93 mgGAE), flavanol (64,44 µGCE),
flavonoid (0,36 mgCE), dan tanin (9,12 mgCE) ((Lubinska-Szczygiel dkk., 2018).
Dalam kehidupan sehari-hari, buah jeruk nipis banyak digunakan dalam
industri jamu, kosmetika. Jeruk nipis telah lama digunakan dalam industri pangan
sebagai salah satu bahan dalam pembuatan minuman dan marmalade (Davide dkk,
2011). Jeruk nipis juga memiliki nilai ekonomis yang penting karena mampu
menghasilkan essential oil . Essential oil dari jeruk nipis dan komponen penyusun
utamanya telah mendapatkan penerimaan di industri pangan karena telah diakui aman
untuk digunakan (Fisher & Phillips, 2008). Minyak atsiri dari jeruk nipis diperoleh
dari produk samping hasil pengolahan jeruk, Selain itu, jeruk nipis juga dapat
memberikan citarasa dalam berbagai produk pangan, kembang gula, puding, permen
karet, minuman beralkohol dan non alkohol (Guenther, 2006).
Jeruk nipis digunakan sebagai penambahan sirup labu siam untuk membantu
mengurangi aroma langu, jeruk nipis meiliki aroma yang kuat serta cita rasa yang khas.
Perlakuaan terbaik didapatkan pada perbandingan labu siam (85) : sari jeruk nipis (15)
dengan hasil analisa pH 4,45, viskositas 528,33 cP, total padatan terlarut 71,03˚Brix
(Hidayat dkk., 2017). Jeruk nipis juga digunakan dalam pembuatan sirup kundur,
11
untuk mengurangi dan menutupi rasa hambar serta aroma langu. Perlakuaan terbaik
terdapat pada perlakuaan buah kundur (85) : sari jeruk nipis (15) dengan hasil analisa
pH 3,96, viskositas 295,82 cP, total padatan terlarut 70,63˚Brix, aroma buah kundur
dan jeruk, berasa manis keasaman (Hamidi dkk., 2016). Menurut Susanti (2007)
produk mix juice lidah buaya dan jeruk nipis dengan perbandingan 3:1 menunjukkan
bahwa hasil perbandingan tersebut paling disukai. Penambahan sari jeruk nipis dengan
konsentrasi 8,4 % pada minuman jelly lidah buaya mendapat tingkat penerimaan yang baik
oleh panelis dari aspek organoleptik dengan kadar vitamin C 2,148 mg/100 g (Riandytho,
2017).
2.3 Morfologi dan Taksonomi Daun Mint
Tanaman mentha merupakan bagian dari keluarga Labiatae, dan termasuk
dalam golongan tanaman yang minyak atsirinya banyak dimanfaatkan (Chand dkk.,
2004). Daun mint merupakan herbal berakar rizoma serta berbatang halus yang
tumbuh mencapai tinggi antara 30-90 cm. Daunnya memilki panjang antara 4-9 cm
dan lebar antara 1,5-4 cm, berwarna hijau gelap dengan pembuluh daun kemerah-
merahan, ujungnya tajam dan tepi kasar seperti gigi. Bunga daun mint berwarna ungu
dengan panjang 6-8 mm, bermakota empat lobus berdiameter sekitar 5 mm. Di sekitar
batang terdapat duri tebal tapi tumpul tersusun melingkar. Bunga muncul pada
pertengahan akhir musim panas (USDA, 2015).
Tanaman mint tumbuh dan banyak tersebar luas di daerah yang beriklim
tropis dan subtropis diseluruh dunia, termasuk di Indonesia. Tanaman mint
mempunyai 25 sampai 30 spesies, beberapa diantarnya adalah M. arvensis, M.
aquatica, M. canadines, M. longifolia, M. piperita, M. suaveolus, M. pulegium dan M.
12
spicata. Diantara beberapa spesies tanaman mint (pada Gambar 3), M. arvensis
merupakan yang banyak terdapat di Indonesia (Astuti & Munawaroh, 2002).
Menurut (Adi, 2007) klasifikasi tanaman mint adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiosperms
Kelas : Asterids
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Mentheae
Spesies : Mentha piperita
Gambar 3. Daun Mint
Sumber : Dokumentasi Pribadi
2.3.1 Kandungan Gizi dan Manfaat Daun Mint
Daun mint termasuk tanaman aromatik yang menghasilkan senyawa aktif
(fitokimia yang memiliki efek farmakologis pada organisme hidup) yang
komposisinya terdiri dari sebagian minyak atsiri. Daun mint telah ditanam secara luas
untuk produksi minyak atsiri. Menurut Alankar (2009) daun mint mengandung 1,2-
1,5% minyak atsiri yang komponen utamanya terdiri dari mentol (30-70%), menton
13
(20-30%), isomenton (1,5-10%), dan mentil asetat (3-10%), dengan mentol sebagai
kandungan tertingginya. Titik didih minyak atsiri yang menjadi kandungan utama
daun mint yaitu mentol adalah 212˚C, dan menton 207˚C. Selain itu pada daun mint
juga terdapat kandungan flavonoid (12%), phenolic acids (19%), triterpenes, vitamin
C dan provitamin (precursor vitamin) A, mineral fosfor, besi, kalsium dan potasium
(Sastrohamidjojo, 2004).
Daun mint adalah salah satu golongan rempah yang sangat populer untuk
digunakan. Daun mint biasa digunakan sebagai bahan dalam pengolahan pangan agar
memiliki aroma yang khas dan segar. Peppermint oil merupakan produk turunan dari
daun mint yang secara komersial telah digunakan dalam industri makanan, farmasi,
dan kosmetik. Menthol digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pasta gigi,
permen, kembang gula, penyegar mulut, balsem analgesik, parfum, permen karet.
Daun mint segar maupun kering juga sering ditambahkan sebagai rempah-rempah
dalam masakan, minuman seperti teh, coklat, sirup, juga desssert seperti es krim
(Rajinder dkk, 2011). Selain itu digunakan juga sebagai bahan penyedap atau
penambah cita rasa (Lutony & Rahmayati, 2000).
Daun mint ditambahkan pada pembuatan teh celup bunga kecombrang untuk
mengurangi aroma langu yang berasal dari bunga kecombrang, formulasi bunga
kecombrang: daun mint (0,4 : 1,6 g) mampu menghasilkan aktivitas antioksidan
sebesar 68,84%, total fenol 13,907 mg as.galat/100 mL (Arumsari, 2018). Daun mint
juga ditambahkan pada teh daun alpukat untuk meningkatkan cita rasa teh daun
alpukat. Perlakuaan terbaik didapatkan pada sampel dengan perbandingan daun
alpukat (2 g) dan daun mint (0,4 g) dengan kadar antioksidan sebesar 49,87%
(Testiningsih, 2015). Selain itu, penambahan ekstrak daun mint 4% pada teh daun
14
pegagan mampu menghasilkan aktivitas antioksidan sebesar 55,22%, kadar air 4,10%,
kadar abu 14,23%, dan nilai total polifenol 11,88% (Anggraini dkk., 2014).
2.4 Minuman Sari Buah
Minuman sari buah merupakan minuman ringan yang terbuat dari sari buah
dengan campuran air menggunakan tambahan atau tanpa penambahan gula dan bahan
tambahan pangan yang aman dan diizinkan oleh standar yang mengatur (SNI 3719 –
2014). Keuntungan yang dapat diperoleh dari konsumsi minuman sari buah yaitu
kemudahan dalam menghabiskannya. Selain itu, konsistensi yang cair dari jus
memungkinkan zat-zat terlarutnya mudah diserap oleh tubuh. Dengan dibuat sari
buah, dinding sel selulosa dari buah akan hancur dan larut sehingga lebih mudah untuk
dicerna oleh lambung dan saluran pencernaan (Wirakusumah, 2013).
Tahapan dari pengolahan minuman sari buah secara garis besar meliputi
pemilihan bahan baku, sortasi, pencucian, ekstraksi, pencampuran, pengawetan dan
pengemasan. Untuk bahan lain, dapat dilakukan modifikasi pada proses pengolahan
tersebut, hal tersebut tergantung dari sifat sari buah yang dikehendaki. Terdapat tiga
jenis minuman sari buah yang telah ditetapkan oleh (BPOM, 2006) berdasarkan
kandungan buahnya: a) sari buah, yaitu cairan yang diperoleh dari buah, baik buah
tunggal atau campuran dari beberapa buah. Total kandungan sari buahnya 100 persen
yang diperoleh dari proses pengempaan, penghancuran, atau penggilingan buah, b)
minuman sari buah, adalah sari buah yang telah diencerkan dengan air. Total
kandungan sari buahnya minimal harus berjumlah 35 persen dengan atau tanpa
penambahan gula, c) minuman rasa buah yaitu sari buah yang telah diencerkan dengan
air namun dengan total kandungan sari buah minimal 10 persen. Di dalam sari buah
15
umumnya bisa ditambahkan bahan-bahan lain (bahan tersebut dapat diketahui dari
label kemasannya).
Persyaratan Mutu Minuman Sari Buah (SNI 3719 – 2014) terdapat pada Tabel
3.
Tabel 3. Persyaratan Mutu Minuman Sari Buah (SNI 3719 - 2014)
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Warna - Normal
1.2 Aroma - Normal Khas
Buah
1.3 Rasa - Normal Khas
Buah
2 pH - Maksimal 4
3 Padatan Terlarut °Brix Min. 7,5-16,0
4 Bahan Tambahan Makanan
4.1 Pengawet mg/kg Maksimal 600
4.2 Pewarna makanan mg/kg Maksimal 300
4.3 Pemanis Buatan g/kg Maksimal 3
4.4 Asam Malat - Secukupnya
4.5 Asam Sitrat - Secukupnya
5 Cemaran Logam
5.1 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 5,0
5.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3
5.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/250
5.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
6 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,2
7 Cemaran Mikroba
7.1 Angka Lempeng Total Koloni/ml Maks.
7.2 Bakteri berbentuk Coli APM/ml Maks. 20
7.3 Escherichia Coli APM/ml <3
7.4 Staphylococcus aureus Koloni/ml 0
7.5 Salmonella Koloni/25ml Negatif
7.6 Kapang Koloni/ml Maks. 50
7.7 Khamir Koloni/ml Maks. 50
Sumber : BSN (2014)
16
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan minuman sari buah
adalah :
1.Gula Pasir
Gula pasir adalah butiran kecil seperti kristal yang terbuat dari proses
penggilingan tebu. Gula tergolong ke dalam golongan karbohidrat yang terdiri atas
tiga golongan yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah
gula sederhana yang merupakan turunan dari disakarida. Gula pasir atau sukrosa
merupakan golongan disakarida. Sukrosa yang dihidrolisis akan menghasilkan dua
molekul gula sederhana, yaitu satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Gula
dalam bentuk glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa, dan laktosa adalah jenis gula yang
umum digunakan sebagai pemanis (Sugiyono, 2002).
Gula berasal dari batang tebu yang telah mengalami proses penggilingan dan
pemerasan kemudian cairannya yang manis diolah menjadi gula. Gula dapat
menambah cita rasa dan sebagai pemanis pada suatu produk dan menutupi rasa yang
tidak diinginkan. Gula juga dapat berfungsi sebagai pembentuk tekstur dan pembentuk
flavor melalui rekasi pencoklatan (Sularjo, 2010). Menurut Susanti (2007) produk mix
juice lidah buaya dan jeruk nipis dengan penambahan jumlah sukrosa 15%
menunjukkan hasil bahwa perbandingan tersebut paling disukai panelis. Adapun
persyaratan Mutu gula pasir menurut SNI 03-3140-2010 dapat dilihat pada Tabel 4
dibawah.
17
Tabel 4. Persyaratan Mutu Gula Pasir menurut SNI 03-3140-2010
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Warna - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Bentuk Butiran - Tidak Menggumpal
2 Warna ( nilai remisi yang direduksi) %b/b Min. 53
3 Besar Jenis Butir mm 0,8-1,2
4 Air %b/b Maks. 0,1
5 Sakarosa %b/b Maks. 99,3
6 Gula Pereduksi %b/b Maks. 0,1
7 Abu %b/b Maks. 0,01
8 Bahan Asing Tidak Terlarut Derajat Maks. 5
9 Bahan tambahan makanan
Belerang dioksida (SO2) mg/kg Maks. 20
10 Cemaran logam :
10.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
10.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2,0
10.3 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
10.4 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
10.5 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
6 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1
Sumber : BSN (2010)
2.Air
Air adalah suatu zat cair yang tidak mempunyai rasa, bau, dan warna yang
terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia H2O. Karena air mempunyai
sifat yang hampir bisa digunakan untuk apa saja, maka air merupakan zat yang paling
penting bagi semua bentuk kehidupan seperti tumbuhan, hewan, dan manusia
(Kementrian Kesehatan, 2010). Menurut Fachruddin (2011) perbandingan air yang
digunakan pada jus buah adalah sebanyak 3-4 kali volume sari buah, sedangkan pada
jus lidah buaya adalah 1:2 (lidah buaya : air). Air yang digunakan dalam pembuatan
sari buah berfungsi sebagai pengencer dan penambahan volume sari buah.
Perbandingan penambahan air yang digunakan pada sari lidah buaya sehingga
18
didapatkan hasil yang terbaik adalah 1:2 (lidah buaya : air) (Suhartini, 2002). Adapun
standar mutu air menurut SNI 01-3553-2006 terdapat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persyaratan Mutu Air Menurut SNI 01-3553-2006
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Bau - Tidak Berbau
Rasa - Normal
Warna Unit Pt-Co Maks. 5
pH - 6,0-8,5
Kekeruhan NTU Maks. 1,5
Sumber : BSN (2006)
3.Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
CMC merupakan turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industri
makanan dan minuman. CMC berfungsi sebagai pengental, stabilisator, pembentuk
gel, dan sebagai pengemulsi. Fungsi penambahan CMC pada sari buah adalah
mempertahankan kestabilan minuman agar partikel padatannya tetap terdispresi
merata ke seluruh bagian sehingga tidak mengalami pengendapan. Pengendapan pada
sari buah akan mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk sari buah itu
sendiri. CMC juga dapat memperbaiki citarasa, warna, dan konsistensi sari buah
(Kamal, 2010).
Penambahan CMC bertujuan untuk membentuk suatu cairan dengan
kekentalan yang stabil dan homogen tetapi tidak mengendap dalam waktu yang relatif
lama, penggunaan CMC pada pembuatan sari buah didasarkan pada sifatnya yang
mudah larut dalam air, mudah untuk ditemukan, dan harganya relatif murah sehingga
cocok digunakan untuk industri rumahan (Sopandi, 2001). Penambahan CMC sebesar
0,2% pada penelitian sari buah belimbing manis memiliki peneriman yang lebih bagus
dengan karakteristik mutu hedonik berwarna kuning tua, memiliki rasa asam manis,
dengan tingkat kenceran, encer (Saputro, 2010). Penambahan CMC sebesar 0,1%
19
pada pembuatan sari lidah buaya dengan sari tomat menghasilkan perlakuaan terbaik
berdasarkan karakteristik aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, pH, total padatan
terlarut, dan viskositas (Tasbihah, 2017).
4.Garam
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal
yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar yaitu Natrium chlorida
(>80%). Garam mempunyai sifat karakteristik higroskopis yang berarti mudah
meyerap air, tingkat kepadatan sebesar 0,8-0,9 (Burhanuddin, 2001). Menurut Putty
(2001) dalam Sari (2016) pemberian garam sebanyak 2,5% pada pembuatan sari lidah
buaya bertujuan untuk mengeluarkan sisa lendir yang masih tertingal dan mengurangi
senyawa saponin yang terdapat pada pada gel lidah buaya yang merupakan penyebab
rasa getir dan pahit. Konsentrasi penambahan garam yang kurang dari 2,5%
kemampuan untuk menghilangkan rasa getir dan lendir tidak optimal, sebaliknya jika
lebih dari 2,5% akan kesulitan menghilangkan rasa asin pada lidah buaya.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Sari Minuman Buah
Dalam pembuatan sari buah terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan
karena dapat berpengaruh terhadap mutu sari buah yang dihasilkan. Adapun faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi adalah :
1.Perbandingan air dan jenis ekstrak
Perbandingan air dan ekstrak memiliki pengruh terhadap warna, rasa, dan
aroma. Semakin banyak perbandingan air pada pembuatan sari buah maka warna sari
buah akan semakin terang hingga pucat, aroma dari buah yang digunakan kurang khas,
rasa sari buah akan semakin hambar dan tingkat kekentalan juga akan semakin rendah,
20
dan sebaliknya. Masing-masing buah memiliki karakterstik fisikokimia yang berbeda,
buah dengan total padatan terlarut yang tinggi tentu akan berbeda dengan buah dengan
total padatan terlarut yang lebih rendah (Gustianova, 2012).
2. Jenis Penstabil
Kerusakan suspensi merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi dalam
pembuatan sari buah. Kerusakan sari buah dapat berupa endapan serta perubahan
warna dan rupa yang tidak diinginkan, untuk mengatasi masalah tersebut biasanya
produsen memilih untuk menggunakan beberapa penstabil. Beberapa jenis bahan
penstabil yang digunakan dalam sari buah umumnya adalah CMC, gum arab, dan
dekstrin. Penambahan bahan penstabil juga dapat mempengaruhi viskositas larutan
minuman sari buah (Rismawati, 2015). Penambahan konsentrasi CMC dapat
meningkatkan viskositas larutan. Selain itu penambahan gum arab pada larutan,
viskositas akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi (Kamal, 2010).
3. Tingkat Kematangan
Tingkat kematangan buah menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan
dalam pembuatan sari buah. Dengan mengetahui tingkat kematangn buah yang tepat
maka akan diperoleh sari buah dengan tingkat kemanisan dan kesegaran yang disukai
konsumen (Susanty dan Sampepana, 2017).
21
4.Waktu Pemanasan
Waktu pemanasan berpengaruh terhadap warna, aroma dan rasa sari buah.
Lama pemanasan membuat warna sari buah berubah menjadi lebih pekat, dan
membuat tampilan tidak terlalu disukai. Semakin lama pemanasan, maka senyawa
volatil pada sari buah juga akan rusak karena terlalu lama kontak dengan panas. Flavor
yang secara alami terdapat pada buah-buahan seringkali hilang selama proses
pengolahan khususnya proses pemanasan. Lama pemanasan akan berpengaruh
terhadap rasa segar buah yang digunakan dalam pembuatan sari buah. Semakin lama
pemanasan, rasa segar cenderung menghilang ( Rakhmawati dan Yunianta, 2015).
top related